Anda di halaman 1dari 9

UJIAN MATA KULIAH PENCEMARAN LINGKUNGAN

PASCASARJANA ILMU LINGKUNGAN

Dosen : Dr. Ir. Tengku Nurhidayah, M.Sc

oleh :

Amalia Prafitra Harman

NIM : 1510248383

PROGRAM STUDI ILMU LIGNKUNGAN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2017
1. Jelaskan Proses dan dampak Ekologis pencemaran emisi gas methan dari lahan
padi sawah dan peternakan sapi, atau pencemaran pupuk sintesis khususnya pupuk
Nitrogen (N) dan pupuk phosphate (P).(pilih salah satu).
Jawaban:
Gas methan secara alami dihasilkan dari proses aktifitas bakteri yang dipicu oleh
kadar oksigen yang rendah. Apabila dilihat dari sumber penghasilnya, gas methan bisa
dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
1. Gas methan alami
2. Gas methan yang dihasilkan dari efek samping kegiatan manusia.
Sumber penghasil gas methan alami adalah gas methan yang dihasilkan oleh lahan
basah , pelapukan dan laut, sedangkan gas methan sebagai efek samping dari kegiatan
manusia adalah gas methan yang dihasilkan dari proses-proses kegiatan manusia seperti,
pertambangan minyak, batubara, atau gas alam, kegiatan fermentasi/pencernaan makanan
ternak, dan budidaya padi sawah, pembakaran biomasa, sampah, dan kotoran ternak.
Gas methana yang dihasilkan akibat aktivitas manusia merupakan salah satu
penyumbang gas methana yang terbesar.
a. Proses dan dampak Ekologis pencemaran emisi gas methan dari lahan padi
sawah
a.1 Proses Emisi Gas Methan dari lahan padi sawah
Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses produksi
gas methan. Ekosistem dengan kondisi anaerob dominan, terutama akibat
penggenangan seperti pada tanah sawah dan lahan basah lainnya, merupakan sumber
utama emisi methan. Emisi methan dari lingkungan akuatik dipengaruhi oleh dua
proses mikrobial yang berbeda, yaitu Produksi methan dan Konsumsi methan
Pada tanah sawah, metan diproduksi sebagai hasil antara dan hasil akhir dari
berbagai proses mikrobial. Bakteri ini hanya aktif bila kondisi tanah yang reduktif
atau anoksik telah tercapai. Sebagian dari metan yang diproduksi akan dioksidasikan
oleh bakteri methanotroph yang bersifat aerobik di lapisan permukaan tanah dan di
zona perakaran. Sisa metan yang tidak teroksidasi ditransportasikan ke atmosfer
dengan cara difusi melalui air genangan, ebulisi atau pembentukan gelembung-
gelembung gas serta transportasi melalui aerenchyma padi.
Penggenangan merupakan karakteristik dari sistem irigasi tanah sawah. Pada
kondisi tergenang, kebutuhan oksigen lebih tinggi dibandingkan laju penyediannya
yang rendah menyebabkan terbentuknya dua lapisan tanah yang sangat berbeda,
yaitu:
- Lapisan permukaan yang oksidatif atau aerobik  tersedia oksigen dan lapisan
reduktif
- Lapisan anaerobik di bawahnya  tidak tersedia oksigen bebas
Kondisi lahan sawah yang tergenang menyebabkan terjadinya emisi gas methana.
Kondisi yang selalu tergenang membentuk lingkungan yang memiliki kadar oksigen
rendah sehingga bakteri anaerobik menghasilkan gas methan dalam menguraikan
bahan organik yang dihasilkan dari pelapukan akar padi sawah. Penggenangan tanah
pada lahan sawah menyebabkan pembentukan methan melalui dekomposisi anaerobic
Proses methanogenesis semakin sempurna karena didukung oleh kondisi
lingkungan yang tanpa oksigen (anaerob), tersedianya bahan organic (akar padi, sisa
jerami, dan biomasa tanaman air), pH tanah yang mendekati netral (pH 7), dan suhu
tanah selama musim pertumbuhan tanaman.
Gas metan yang diproduksi pada sedimen anoksik pada tanah sawah dapat
dilepaskan atau diemisikan ke atmosfer melalui tiga jalur berbeda, yaitu:
(1) didifusikan dari sedimen jenuh pada interfase sedimen-air dan air-udara sesuai
dengan gradien konsentrasinya,
(2) jika tekanan parsial metan melebihi tekanan hidrostatik pada sedimen jenuh,
maka gelembung gas akan terbentuk dan terlepas ke permukaan air genangan
melalui mekanisme ebulisi, dan
(3) gas metan yang terbentuk dapat memasuki jaringan perakaran tanaman padi dan
bergerak secara difusif dalam aerenchyma untuk selanjutnya terlepas ke atmosfer.

a.2 Dampak Ekologis Pencemaran emisi gas Methan dari lahan padi sawah
Potensi paling besar dalam menyumbang pencemaran adalah padi sawah Bentuk
pencemarannya tidak hanya berupa pencemaran air tapi juga pencemaran udara.
- Dalam bentuk cair bahan pencemar akan menyebar mengikuti dinamika air secara
gravitasi sehingga dapat melewati batas wilayah lain bermuara pada air
permukaan dan air bawah tanah melalui proses infiltrasi. Dampaknya akan jauh
lebih luas dan besar apabila air tersebut didistribusikan dan dimanfaatkan oleh
penduduk untuk berbagai keperluan. Jika hal ini terjadi maka seluruh penduduk
dimana kawasan pencemar itu berlabuh akan terkena dampak.
- Bahan pencemar dalam bentuk gas, akan menyebar secara vertikal dan horisontal.
Secara vertikal, gas (dalam bentuk radikal bebas) akan terangkat ke stratosfer.
Sedangkan secara horisontal angin mendistribusikan gas pencemar jauh melewati
batas titik-titik sumbernya ke wilayah lain. Sehingga berdampak secara global
Pencemaran yang ditimbulkan oleh kegiatan pertanian apabila tidak terkendali
akan sangat berbahaya dan merugikan, contoh:
1) Proses aerobiosis, merupakan proses dekomposisi oleh bakteri dalam keadaan ada
udara, sehingga air kekurangan oksigen dan bersifat asam dampaknya mencemari
air dan merugikan kehidupan organisme lainnya serta membuat karat,
2) Proses anaerobiosis, proses dekomposisi dalam keadaan tanpan udara, akan
menimbulkan gas H2S (busuk) mencemari lingkungan dan berbahaya bagi ikan,
3) Proses eutrofikasi, adalah akibat banyaknya nutrien yang masuk ke sistem
perairan sehingga menyuburkan tumbuhan air dan mengganggu sistem funsional
air tersebut misalnya pembangkit listrik dan merugikan industri,
4) Gas Rumah Kaca (GRK), seperti CH 4, N2O dan CO2 adalah gas yang menyelimuti
permukaan bumi dan memantulkan kembali gelombang panjang sebesar 30 W/m2
dampak luasnya terjadinya global warming.
5) Menipisnya ozon, akibat berinteraksi dengan gas-gas radikal bebas akan berakibat
terhadap masuknya sinar UV.

b. Proses dan dampak Ekologis pencemaran emisi gas methan dari peternakan
sapi
Secara global, usaha peternakan merupakan sumber gas metana terbesar yang
bersumber dari kegiatan manusia. Gas metana pada hewan ruminansia (sapi,
kerbau,domba dan kambing), terbentuk sebagai hasil degradasi makromolekul
organik bahan pakan melalui proses pencernaan rumen secara anaerobik. Aktivitas
produksi ternak diperkirakan memberikan kontribusi terhadap total emisi rumah kaca
Pada usaha peternakan, emisi gas metana ke atmosfir dapat terjadi melalui dua
cara yaitu :
1. Cara pertama yang disebut “enteric fermentation” yang terjadi dalam perut
binatang ternak memamah biak seperti sapi, domba dan kambing. Pada saat
binatang-binatang ini melakukan pencernakan terbentuklah gas metana dalam
jumlah yang cukup banyak.
2. Cara yang kedua adalah melalui kotoran dari binatang-binatang tersebut. Kotoran
binatang tersebut mengandung banyak bahan-bahan organik. Apabila bahan
organik tersebut terdekomposisi dalam suasana anaerob maka akan menghasilkan
gas metana.
Sebagian gas metana yang diproduksi selama proses fermentasi dikeluarkan
melalui sendawa (eruktasi) dan sebagian lainnya lewat pernapasan. Proses
metabolisme yang berlangsung di dalam rumen sangat kompleks. Dalam rangkaian
proses biokimia fermentasi dihasilkan bermacam gas yang terdiri dari gas CO 2, CH4
dan H2. Gas karbondioksida dan hidrogen merupakan bahan dasar untuk sintesis gas
metana. Energi metana tidak dapat dimanfaatkan oleh ternak sebagai sumber energi
baik untuk kebutuhan pokok maupun energi untuk produksi, dan bahkan proses
metabolisme pembentukan metana dalam sistem pencernaan rumen (metanogenesis).
Produksi metana sangat tergantung pada tingkat efisiensi pakan yang dikonsumsi.
Dampak Ekologis dari peternakan sapi
1. Kehilangan keanekaragaman hayati
Kerusakan yang disebabkan oleh produksi peternakan mengancam flora
dan fauna di seluruh dunia. Banyak lahan ditujukan sebagai padang rumput
permanen bagi hewan ternak untuk merumput, yang merupakan ancaman tunggal
terbesar bagi kehilangan keragaman hayati.

2. Penyakit
Tinja dan urine dari hewan yang tertular dapat sebagai sarana penularan
penyakit, misalnya saja penyakit anthrax melalui kulit manusia yang terluka atau
tergores. Selain itu kondisi yang kotor pada peternakanjuga dapat menjadi
menjadi pusat bakteri dan virus.
3. Emisi Gas Rumah Kaca
Peternakan dan produknya dapat menyebabkan emisi gas rumah kaca.
Sumber methana terbesar yang disebabkan oleh aktivitas manusia adalah
peternakan.
4. Polusi
- Limbah ternak dalam keadaan keringpdapat menimbulkan pencemaran yaitu
dengan menimbulkan debu. Kandungan debu di lingkungan peternakan sapi
dapat menimbulkan pencemaran udara jika jumlahnya melewati ambang
batas yang dapat ditolelir untuk kesegaran udara di lingkungan.
- Salah satu akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak ruminansia ialah
meningkatnya kadar nitrogen. Senyawa nitrogen sebagai polutan mempunyai
efek polusi yang spesifik, dimana kehadirannya dapat menimbulkan
konsekuensi penurunan kualitas perairan sebagai akibat terjadinya proses
eutrofikasi, penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil proses
nitrifikasi yang terjadi di dalam air yang dapat mengakibatkan terganggunya
kehidupan biota air. Selain itu limbah ternak seperti kotoran hewan,
kandang,sisa makanan dan bangkai yang berlebihan dan tidak diolah dapat
menjadi zat pencemar dan dapat menyebabkan polusi air tanah dan
pemanasan atmosfer.

2. Jelaskan proses dan dampak ekologis dari pencemaran pestisida sintesis , khususnya
insectisida Organoclorin dan herbisida triazine.

Jawaban :

a. Insectisida Organochlorin
Organokhlorin atau disebut “Chlorinated hydrocarbon” terdiri dari beberapa
kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang paling populer dan pertama
kali disinthesis adalah “Dichloro-diphenyl-trichloroethan” atau disebut DDT.
Organoklorin merupakan polutan yang dapat terbioakumulasi di alam serta
bersifat toksik terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya. Organoklorin tidak reaktif,
stabil, memiliki kelarutan yang sangat tinggi di dalam lemak, dan memiliki kemampuan
degradasi yang rendah. Organoklorin termasuk ke dalam golongan pestisida yang bagus
dan ampuh, namun memiliki banyak dampak negatif terhadap lingkungan. Sebagai
pestisida, sifat persistensinya sangat menguntungkan untuk mengontrol hama.
Dikarenakan karakteristiknya yang sulit terbiodegradasi dan kelarutannya yang tinggi
dalam lemak, organoklorin dapat terakumulasi dalam jaringan.
b. Herbisida Triazine
Herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian
untuk menekan atau memberantas tumbuhan (gulma) yang menyebabkan penurunan
hasil. Lahan pertanian biasanya ditanami sejenis atau dua jenis tanaman pertanian.
Namun demikian tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut.
Herbisida bekerja dengan mengganggu proses anabolisme senyawa penting
seperti pati, asam lemak atau asam amino melalui kompetisi dengan senyawa yang
“normal” dalam proses tersebut. Herbisida menjadi kompetitor karena memiliki struktur
yang mirip dan menjadi kosubstrat yang dikenali oleh enzim yang menjadi sasarannya.
Cara kerja lain adalah dengan mengganggu keseimbangan produksi bahan-bahan kimia
yang diperlukan tumbuhan.
Adapun Pergerakan herbisida masuk kedalam tubuh tanaman dengan dua
carakerja, yaitu selektif dan nonselektif.
- Herbisida selektif walaupun diaplikasikan pada berbagai tumbuhan tetapihanya
akan mematikan gulma dan relatif tidak mengganggu tanaman yang
dibudidayakan.
- Herbisida nolnselektif ialah herbisida yang diberikan lewat tanah atau daun yang
dapat mematiokan hamper semua jenis tumbuhan
Herbisida triazine adalah herbisida yang termasuk kedalam jenis Herbisida Tanah
(Soil Acting Herbicides), yaitu herbisida yang aktif di tanah dan bekerja dengan
menghambat perkecambahan gulma. Contoh herbisida tanah adalah herbisida kelompok
urea (Diuron, Linuron, Metabromuron), triazin (Atrazine, Ametrin), karbamat (Asulam,
Tiobenkarb), kloroasetanilida (Alaklor, Butaklor, Metalaklor, Pretilaklor), dan urasil
(Bromasil). Herbisida tanah pada umumnya memiliki sifat yang sistemik.

Dampak ekologis penggunaan Insectisida sebagai berikut :

- Pencemaran air dan tanah


Di lingkungan perairan, pencemaran air oleh pestisida terutama terjadi melalui
aliran air dari tempat kegiatan manusia yang menggunakan pestisida dalam usaha
mena ikkan produksi pertanian dan peternakan. Jenis-jenis pestisida yang persisten
(DDT, Aldrin, Dieldrin) tidak mengalami degradasi dalam tanah, tapi malah akan
berakumulasi. Dalam air, pestisida dapat mengakibatkan biology magnification, pada
pestisida yang persisten dapat mencapai komponen terakhir, yaitu manusia melalui
rantai makanan. Pestisida dengan formulasi granula, mengalami proses dalam tanah
dan air sehingga ada kemungkinan untuk dapat mencemari tanah dan air.
- Pencemaran udara
Pestisida yang disemprotkan segera bercampur dengan udara dan langsung
terkena sinar matahari. Pestisida dapat mengalami fotodekomposisi di udara.
Pestisida mengalami perkolasi atau ikut terbang menurut aliran angin. Makin halus
butiran larutan makin besar kemungkinan ikut perkolasi dan makin jauh ikut
diterbangkan arus angin.
- Timbulnya spesies hama yang resisten
Spesies hama yang akan diberantas dapat menjadi toleran terhadap pestisida,
sehingga populasinya menjadi tidak terkendali. Ini berarti bahwa jumlah individu
yang mati sedikit sekali atau tidak ada yang mati, meskipun telah disemprot dengan
pestisida dosis normal atau dosis lebih tinggi sekalipun. Populasi dari spesies hama
dapat pulih kembali dengan cepat dari pengaruh racun pestisida serta bias
menimbulkan tingkat resistensi pestisida tertentu pada populasi baru yang lebih
tinggi, hal ini biasanya disebabkan oleh pestisida golongan organoklorin.
- Timbulnya spesies hama baru atau ledakan hama sekunder
Penggunaan pestisida yang ditujukan untuk memberantas jenis hama tertentu,
bahkan dapat menyebabkan munculnya jenis hama yang lain. Ledakan hama
sekunder tersebut dapat terjadi beberapa saat setelah penggunaan pestisida, atau pada
akhir musim tanam atau malah pada musim tanam berikutnya. Ledakan hama
sekunder dapat lebih merusak daripada hama sasaran sebelumnya.
- Resurgensi
Bila suatu jenis hama setelah memperoleh perlakuan pestisida berkembang
menjadi lebih banyak dibanding dengan yang tanpa perlakuan pestisida, maka
fenomena itu disebut resurgensi. Faktor penyebab terjadinya resurgesi antara lain
adalah (a) butir semprotan pestisida tidak sampai pada tempat hama berkumpul dan
makan; (b) kurangnya pengaruh residu pestisida untuk membunuh nimfa hama yang
menetas sehingga resisten terhadap pestisida; (c) predator alam mati terbunuh
pestisida; (d) pengaruh fisiologis insektisida kepada kesuburan hama. Hama bertelur
lebih banyak dengan angka kematian hama yang menurun; (e) pengaruh fisiologis
pestisida kepada tanaman sedemikian rupa sehingga hama dapat hidup lebih subur
- Merusak keseimbangan ekosistem
Penggunaan pestisida seperti insektisida, fungisida dan herbisida untuk
membasmi hama tanaman, hewan, dan gulma (tanaman benalu) yang bisa
mengganggu produksi tanaman sering menimbulkan komplikasi lingkungan.
Penekanan populasi insekta hama tanaman dengan menggunakan insektisida, juga
akan mempengaruhi predator dan parasitnya, termasuk serangga lainnya yang
memangsa spesies hama dapat ikut terbunuh. Misalnya, burung dan vertebrata lain
pemakan spesies yang terkena insektisida akan terancam kehidupannya. Sehingga
dengan demikian bersamaan dengan menurunnya jumlah individu spesies hama,
menurun pula parasitnya.
3. Jelaskan Proses dan dampak ekologis dari pencemaran genetik dari organisme
trasgenik (genetically modified organism) khususnya pada tanaman pangan dan
tanaman hutan.
Teknologi DNA rekombinan atau rekayasa genetika telah melahirkan revolusi baru dalam
berbagai bidang kehidupan manusia. Teknologi tersebut berupa organisme transgenik atau
organisme hasil modifikasi genetik (OHMG), yang dalam bahasa Inggris disebut dengan
genetically modified organism (GMO). Transgenik adalah memindahkan gen dari satu
makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya, baik dari satu tanaman ketanaman lainnya, atau
dari gen hewan ke tanaman.
Beberapa pengaruh negatif dari produk tanaman transgenik yang dapat mengancam
lingkungan sebagai berikut:
a. Potensi erosi plasma nutfah
Sebagai contoh, dikembangkannya tanaman transgenik yang mempunyai gen dengan efek
pestisida, misalnya jagung Bt, ternyata dapat menyebabkan kematian larva spesies kupu-
kupu raja (Danaus plexippus) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan
keseimbangan ekosistem akibat musnahnya plasma nutfah kupu-kupu tersebut. Hal ini terjadi
karena gen resisten pestisida yang terdapat di dalam jagung Bt dapat dipindahkan kepada
gulma milkweed (Asclepia curassavica) yang berada pada jarak hingga 60 m darinya. Daun
gulma ini merupakan pakan bagi larva kupu-kupu raja sehingga larva kupu-kupu raja yang
memakan daun gulma milkweed yang telah kemasukan gen resisten pestisida tersebut akan
mengalami kematian. Dengan demikian, telah terjadi kematian organisme nontarget, yang
cepat atau lambat dapat memberikan ancaman bagi eksistensi plasma nutfahnya.
b. Potensi pergeseran gen
Sebagai contoh daun tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap serangga
Lepidoptera setelah 10 tahun ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan
mikroorganisme dan organisme tanah, misalnya cacing tanah. Tanaman tomat transgenik ini
dikatakan telah mengalami pergeseran gen karena semula hanya mematikan Lepidoptera
tetapi kemudian dapat juga mematikan organisme lainnya. Pergeseran gen pada tanaman
tomat transgenik semacam ini dapat mengakibatkan perubahan struktur dan tekstur tanah di
areal pertanamannya.
c. Potensi pergeseran ekologi
Organisme transgenik dapat pula mengalami pergeseran ekologi. Organisme yang pada
mulanya tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak dapat memecah
selulosa atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi tahan terhadap faktor-faktor
lingkungan tersebut. Pergeseran ekologi organisme transgenik dapat menimbulkan gangguan
lingkungan yang dikenal sebagai gangguan adaptasi.
d. Potensi terbentuknya barrier species
Adanya mutasi pada mikroorganisme transgenik menyebabkan terbentuknya barrier
species yang memiliki kekhususan tersendiri. Salah satu akibat yang dapat ditimbulkan
adalah terbentuknya superpatogenitas pada mikroorganisme.
e. Potensi mudah diserang penyakit
Tanaman transgenik di alam pada umumnya mengalami kekalahan kompetisi dengan
gulma liar yang memang telah lama beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan yang
buruk. Hal ini mengakibatkan tanaman transgenik berpotensi mudah diserang penyakit dan
lebih disukai oleh serangga. Penggunaan tanaman transgenik yang resisten terhadap herbisida
akan mengakibatkan peningkatan kadar gula di dalam akar. Akibatnya, akan makin banyak
cendawan dan bakteri yang datang menyerang akar tanaman tersebut. Dengan perkataan lain,
terjadi peningkatan jumlah dan jenis mikroorganisme yang menyerang tanaman transgenik
tahan herbisida. Jadi, tanaman transgenik tahan herbisida justru memerlukan penggunaan
pestisida yang lebih banyak, yang dengan sendirinya akan menimbulkan masalah tersendiri
bagi lingkungan.
Terhadap lingkungan tanaman transgenik dengan modifikasi tahan terhadap virus dapat
memunculkan strain virus dulu yang lebih ganas dan dapat memunculkan gulma super yang
tahan herbisida. Sebagai contoh tipe kubis-kubisan yang diberi gen ketahanan terhadap
herbisida serbuk sarinya membuahi tanaman yang merupakan gulma, dikhawatirkan biji yang
dihasilkan berkembang menjadi gulma yang tahan terhadap herbisida. Burung yang makan
dari tanaman transgenik akan menurun kemampuan reproduksinya. Tanaman jagung yang
telah ditambahkan gen tahan serangga bakteri baccilus serangga disekitar kebun akan
menurun daya hidupnya, gen pada bakteri bacillus berfungsi merusak pencernaan pada
serangga, sehingga berfungsi sebagai insectisida. Insectisida yang terkandung pada jagung
dapat mengendap ditubuh manusia, dan dapat menimbulkan berbagai penyakit. Hal yang
dikhawatirkan dari tanaman transgenik adalah:
 Terjadinya silang luar
 adanya efek kompensasi
 Munculnya hama target yang tahan terhadap insektisida
 Munculnya efek samping terhadap hama non target

Anda mungkin juga menyukai