Anda di halaman 1dari 12

STIGMA

TERHADAP ORANG DENGAN


GANGGUAN JIWA DI BALI


Yohanes Kartika Herdiyanto
herdiyanto@unud.ac.id

David Hizkia Tobing
davidhizkia@unud.ac.id

Naomi Vembriati
naomi.vembriati@unud.ac.id
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana


Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stigma yang disandang oleh ODGJ dan anggota
keluarganya, serta dampaknya bagi kesejahteraan hidupnya. Metode penelitian yang digunakan
berupa pendekatan kualitatif-grounded theory dengan menggunakan teknik pengumpulan data
in-depth interview semi terstruktur, observasi non-partisipan dan dokumen pendukung terhadap
anggota keluarga (n= 20) dan ODGJ (n=12) serta masyarakat (n=35) yang memiliki variasi jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan domisili digunakan untuk mendapatkan data penelitian
ini. Data tersebut selanjutnya dianalisis menggunakan teknik theoretical coding dan disajikan
menjadi tema-tema kunci yang diharapkan mampu menjawab pertanyaan penelitian. Hasil
penelitian ini menggambarkan bahwa stigma yang diterima oleh ODGJ dan anggota keluarganya
memengaruhi pengobatan medis yang dilakukan untuk memulihkan kondisi ODGJ. Semakin
sedikit stigma yang diterima, semakin cepat dan berkelanjutan pengobatan medis yang dilakukan.
Kata kunci: Stigma, anggota keluarga, orang dengan gangguan jiwa, Bali.


Abstract: The aim of this study was to find about the stigma borne by the PMI and their family member,
and the impact on their well being. This research used qualitative-grounded theory approach with
data collecting technique, e.g. semi-structure in-depth interview, non-participative observation, and
supporting document toward the PMI (n=12), their family member (n=20), and the society member
(n=35) with various sex, education and occupational background and domicile. Those data analyzed
using theoretical coding technique and presented in key themes that are expected to answer the
research questions. The result of this research illustrate that the stigma borne by the PMI and their
family member will influence the medical treatment taken by the PMI to recover their condition. The less
stigma borne by the PMI and their family, the sooner and more sustained the medical treatment taken.
Keywords: Stigma, family member, people with mental illness, Bali.


PENDAHULUAN disebabkan ketidakstabilan fungsi

K

esehatan merupakan kebutuhan psikososial individu, walaupun ada pula

dasar bagi individu. Kesehatan tak yang terkait dengan ketidakberfungsian

hanya terkait dengan kesehatan organ fisik atau neurologis tertentu.

fisik semata, namun juga kesehatan jiwa. Kesehatan jiwa lebih sulit untuk diamati
Penyakit fisik disebabkan oleh infeksi sehingga sering kali tidak mendapatkan

virus dan bakteri maupun penurunan perhatian yang cukup dari masyarakat,

fungsi tubuh yang kesemuanya lebih bahkan yang berkecimpung di dunia

mudah untuk diamati. Gangguan jiwa kesehatan sekalipun.





121
Herdiyanto, Y.K, Tobing, Y.K, Vembriati, N, Stigma Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa Di Bali 122



Kesehatan jiwa menurut Undang- stigma, diskriminasi, pelanggaran hak
Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun asasi orang dengan gangguan jiwa
2014 tentang Kesehatan Jiwa adalah (Kementerian Kesehatan, 2014).
kondisi yang memungkinkan seorang Di lain sisi, Orang Dengan
individu dapat berkembang secara fisik, Gangguan Jiwa (ODGJ) masih saja
mental, spiritual, dan sosial sehingga mengalami stigma (labeling, stereotipe,
individu tersebut menyadari kemampuan pengucilan, diskriminasi) sehingga
sendiri, dapat mengatasi tekanan, mempersulit proses kesembuhannya
dapat bekerja secara produktif, dan dan kesejahteraan hidupnya. Stigma
mampu memberikan kontribusi untuk yang diberikan oleh masyarakat
komunitasnya (Kementerian Kesehatan, adalah menganggap ODGJ berbeda,
2014). Pemerintah telah melakukan dan mengucilkan (Setiawati, 2012).
berbagai upaya untuk meningkatkan Stereotipe yang sering muncul terhadap
kesehatan jiwa dari rakyatnya. Upaya ODGJ adalah pembunuh/maniak, birahi,
kesehatan jiwa menurut Undang-Undang pemurung, tertawa tanpa sebab, tak
Republik Indonesia No. 18 Tahun 2014 jujur (saat bertemu dokter) (Byrne,
tentang Kesehatan Jiwa adalah setiap 2000). Akibat dari stigma tersebut, ODGJ
kegiatan untuk mewujudkan derajat menanggung konsekuensi kesehatan dan
kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap sosio-kultural, seperti: penanganan yang
individu, keluarga, dan masyarakat dengan tidak maksimal, drop-out pengguanan
pendekatan promotif, preventif, kuratif, obat, pemasungan, dan pemahaman yang
dan rehabilitatif yang diselenggarakan berbeda terhadap gangguan jiwa (Lestari
secara menyeluruh, terpadu, dan & Wardani, 2014).

berkesinambungan oleh Pemerintah, Stigma tidak saja dialami oleh


Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat ODGJ saja, namun juga dialami oleh
(Kementerian Kesehatan, 2014). anggota keluarganya (Lestari & Wardani,
Upaya dari kesehatan jiwa yang 2014). Stigma yang dialami oleh anggota
dilaksanakan pemerintah harusnya keluarga berdampak negatif terhadap
berasaskan keadilan, perikemanusiaan, kesembuhan ODGJ karena menyebabkan
manfaat, transparansi, akuntabilitas, sedih, kasihan, malu, kaget, jengkel,
komprehensif, perlindungan, dan non- merasa terpukul, dan tidak tenang, saling
diskriminatif. Bahkan pasal 7 Undang- menyalahkan (Subandi & Utami, 1996)
Undang Republik Indonesia Nomor yang pada akhirnya akan memengaruhi
18 Tahun 2014 tentang Kesehatan kualitas pengobatan yang diberikan

Jiwa menyebutkan bahwa upaya kepada ODGJ.


promotif kesehatan jiwa salah satunya Padahal, keluarga adalah dukungan

dimaksudkan untuk menghilangkan sosial yang paling penting bagi ODGJ


123 INQUIRY Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol. 8 No. 2, Desember 2017, hlm 121-132



karena ODGJ tak mampu untuk melakukan Keunikan tersebut tentu saja akan
koping terhadap gangguannya, sehingga berpengaruh terhadap pembentukan
penanganan terhadap gangguannya, stigma terhadap keluarga dan ODGJ.
praktis dilakukan seluruhnya oleh anggota Oleh karena itu, perlu kiranya melakukan
keluarga (Subandi & Utami, 1996). kajian yang menyeluruh terkait dengan
Stigma terhadap keluarga tentu saja relasi antara konteks dan budaya terhadap
membuat keluarga semakin berkurang stigma masyarakat pada keluarga dan
daya dukungnya terhadap penanganan ODGJ. Kajian tersebut berguna untuk
ODGJ dan mengakibatkan berkurangnya memberikan scientific guideline untuk
kesejahteraan hidup dari ODGJ. membuat kebijakan terkait dengan
Stigma terhadap ODGJ terjadi kesehatan jiwa masyarakat serta
di berbagai belahan dunia. Namun, merancang promosi-promosi kesehatan
sangat menarik untuk melakukan kajian jiwa yang mampu untuk mengurangi
terhadap stigma terhadap anggota munculnya stigma terhadap keluarga dan
keluarga dan ODGJ di Bali karena stigma ODGJ di Bali.
sangat erat kaitannya dengan nilai dan
METODE PENELITIAN
budaya yang ada di wilayah tersebut.
Desain
Bali memiliki keunikan adat
istiadat dan nilai-nilai yang dianut oleh Penelitian ini merupakan

masyarakatnya. Orang Bali sangat dekat penelitian kualitatif yang menggunakan

dengan nilai-nilai budaya, termasuk pendekatan grounded theory. Penelitian

dalam mencari pengobatan. Kumbara kualitatif digunakan dalam penelitian ini

(2017) menyabutkan bahwa orang Bali dikarenakan penelitian ini merupakan

umumnya mencari pertolongan kepada penelitian eksploratif (Moleong, 2014)

dukun atau balian untuk memperoleh yang ingin memberikan gambaran yang

penjelasan mengenai penyebab dari mampu menjelaskan dengan detail

penyakit dan cara mengatasinya. dinamika stigma yang dirasakan oleh

Karena dipersepsi bahwa penyebab dari keluarga maupun penderita gangguan

gangguan jiwa dikarenakan kurangnya jiwa serta dampaknya bagi kesejahteraan

ibadah, maka anggota keluarga biasanya hidupnya.

mengantarnya untuk membersihkan diri Pengalaman yang dirasakan oleh


di mata air suci (melukat). Pada satu sisi, para keluarga dan penderita gangguan

pengobatan medis dengan menggunakan jiwa merupakan pengalaman yang

tenaga profesional kesehatan seperti unik sehingga pendekatan grounded

dokter spesialis jiwa, psikolog klinis, dan theory akan sangat berguna untuk

perawat jiwa hanyalah menjadi pelengkap mengungkapkan pengalaman unik

usaha untuk pemulihan ODGJ. tersebut dengan sistematis.



Herdiyanto, Y.K, Tobing, Y.K, Vembriati, N, Stigma Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa Di Bali 124


Responden dan tempat penelitian Yang dimaksud dengan ODGJ

Responden dari penelitian adalah seseorang yang telah mendapatkan


ini dibagi menjadi tiga kriteria kunci diagnosis dokter mengalami gangguan
yaitu, keluarga penderita gangguan jiwa dan pernah menjalani perawatan
jiwa, penderita gangguan jiwa, serta secara profesional maupun non-
masyarakat di sekitar penderita gangguan profesional. ODGJ yang akan menjadi
jiwa. Kriteria tersebut diperinci dengan responden adalah seseorang yang mampu
membuat kriteria khusus yang berguna berkomunikasi dengan baik serta gejala
untuk menjelaskan kasus-kasus khusus positifnya telah dapat diatasi dengan
yang unik dan dianggap penting dalam baik atau tidak menunjukkan gangguan
penelitian ini. Kriteria inclusi dan eksklusi waham ataupun halusinasi.
secara rinci terhadap masing-masing Kasus khusus yang menarik untuk
kriteria kunci tersebut adalah: didalami adalah remaja/dewasa/lansia,
perempuan/laki-laki, dan yang berhasil
Keluarga
menjalin hubungan interpersonal yang
Kriteria yang disebut sebagai
hangat dengan lingkungan.
anggota keluarga ODGJ adalah orang tua,

anak kandung, saudara kandung, keluarga Masyarakat

besar yang meliputi kakek, nenek, paman, Kriteria inklusi dan eksklusi dari
bibi, cucu, keponakan yang berkerabat responden yang berasal dari masyarakat
dengan ODGJ. Sedangkan keluarga yang adalah semua anggota masyarakat dari
tidak diikutsertakan dalam penelitian ini rentang usia remaja hingga lanjut usia
adalah orang tua, anak, saudara angkat yang memiliki tetangga satu banjar yang
serta keluarga besar yang mempunyai mengalami gangguan jiwa.
garis keturunan tak langsung dari kakek Kasus yang akan digali secara
nenek yang sama. khusus dalam penelitian ini yang pertama
Kasus yang akan digali secara adalah persepsi dari perempuan dan laki-
khusus dalam penelitian ini yang pertama laki. Kasus khusus yang kedua adalah
adalah stigma dan dampaknya yang berdasarkan rentang usia, yaitu remaja,
dirasakan oleh keluarga yang mempunyai dewasa, dan lanjut usia. Kasus khusus
hubungan kekerabatan erat (orangtua/ yang ketiga adalah persepsi dari key
anak, suami/istri) dibandingkan dengan person di desa tersebut, yang meliputi
saudara kandung. Kasus khusus yang klian adat dan perangkat desa, tokoh
kedua adalah stigma dan dampak agama, dan tenaga kesehatan di desa.
yang dirasakan oleh perempuan yang Berikut ini adalah ringkasan
mempunyai anggota keluarga ODGJ. kebutuhan responden penelitian
berdasarkan kategorisasi:
Orang dengan gangguan jiwa

125 INQUIRY Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol. 8 No. 2, Desember 2017, hlm 121-132



Tabel 1. Jumlah Responden
Kategori Kriteria khusus Teknik Jumlah
pengumpulan responden
data (estimasi
minimal)
Keluarga Orang tua/Anak kandung In-depth interview 5
Istri/Suami In-depth interview 5
Saudara kandung In-depth interview 5
Perempuan (Ibu, Istri, Anak, In-depth interview 5
Saudara kandung)
Orang dengan Remaja/dewasa/lansia In-depth interview 6
Gangguan Jiwa
Perempuan In-depth interview 3
ODGJ yang berhasil menjalin In-depth interview 3
hubungan interpersonal dengan
lingkungan
Masyarakat Umum (perempuan/laki-laki) In-depth interview 20
Tokoh agama In-depth interview 5
Tokoh adat dan pemerintahan In-depth interview 5
(klian, pengurus desa)
Tenaga kesehatan di desa In-depth interview 5
TOTAL 67

tersebut. Guideline wawancara semi

Alat Pengumpulan Data terstruktur yang dilengkapi petunjuk

probing yang penting, akan dipersiapkan
Alat pengumpul data pada
sebagai panduan bagi pewawancara
penelitian ini terdiri dari wawancara
terhadap tema-tema apa saja yang perlu
mendalam, observasi non-partisipatif,
digali di dalam wawancara tersebut.
serta dokumen pendukung lainnya.
Wawancara tersebut akan direkam
Wawancara mendalam

dan perekamannya dengan menggunakan


Wawancara mendalam (in-depth
digital voice recorder atau aplikasi
interview) adalah jenis wawancara yang
perekaman di smartphone. Verbatim
sangat luwes untuk mengembangkan
dibuat berdasarkan file rekaman yang
materi pertanyaan dengan tujuan
telah disimpan oleh pewawancara dan
mendalami serta memperluas tema
selanjutnya akan digunakan untuk proses
wawancara untuk memperoleh data
analisis data. Selain verbatim, pencatatan
yang kaya (Moleong, 2014). Penggambil
jalannya wawancara akan dilakukan
data atau pewawancara merupakan
dengan fieldnotes, yaitu catatan secara
mahasiswa yang direkrut khusus untuk
mendetail yang mengungkapkan fakta-
pengambilan data, maka guideline
fakta dan intepretasi terhadap situasi
wawancara dipersiapkan dengan detail
untuk membantu proses wawancara
Herdiyanto, Y.K, Tobing, Y.K, Vembriati, N, Stigma Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa Di Bali 126



saat melaksanakan wawancara (Straus & dianalisis, yaitu verbatim, fieldnotes, dan
Corbin, 2013). dokumen pendukung dimasukkan dalam
software pengolah data kualitatif, yaitu
Observasi
NVIVO versi 7 untuk dianalisis.
Teknik selanjutnya adalah

observasi selama proses wawancara Analisis data

berlangsung. Pada penelitian ini teknik Analisis data kualitatif pada
yang digunakan adalah teknik observasi prinsipnya adalah melakukan kategorisasi
non-partisipatif untuk mendapatkan data mentah menjadi tema-tema yang
data tambahan yang melengkapi data memiliki arti. Proses analisis data pada
dari proses wawancara (Patton, 2009). penelitian ini menggunakan teknik
Observasi dilaksanakan saat melakukan theoretical coding yang diungkapkan
wawancara dengan responden. oleh Straus dan Corbin (2013). Langkah-
Pencatatan observasi dilakukan segera langkah analisis data dari teknik tersebut
setelah observasi berjalan dan dicatat di adalah yang pertama melakukan
dalam fieldnotes. pengkodean terbuka (open coding),
selanjutnya melakukan pengkodean
Dokumen Pendukung
berporos (axial coding) serta yang
Alat pengumpulan data yang
terakhir melakukan pengkodean berpilih
terakhir adalah dokumen pendukung
(selective coding). Hasil dari penelitian
yang bermanfaat bagi penelitian ini.
ini akan diungkapkan dalam tema-tema
Contoh dari dokumen pendukung adalah
yang idealnya berkisar antara tiga sampai
catatan riwayat kesehatan penderita
dengan lima tema kunci (Patton, 2009).
gangguan jiwa, catatan akademik dan

portofolio dari penderita gangguan jiwa, Etika penelitian

dokumen dari desa dan puskesmas dan Penelitian ini merupakan


Rumah Sakit. penelitian yang sangat sensitif karena
melibatkan identitas dari anggota
Manajemen data keluarga maupun individu yang

Seluruh data yang diperoleh mengalami gangguan jiwa. Oleh sebab


dari penelitian ini akan diberi kode dan itu, ada tiga dimensi etika yang akan
disimpan dalam suatu sistem manajemen ditegakkan dalam penelitian ini, yaitu:
data yang telah disepakati bersama oleh etika prosedural (prosedur), pelaksanaan
tim peneliti. Penyimpanan data mentah (practice), dan hubungan (relational)
serta data siap dianalisis ditempatkan (Orb, Eisenhauer, & Wynaden, 2001).
pada satu komputer khusus, mengingat Etika prosedural adalah etika prosedur
data-data tersebut bersifat sensitif dan yang harus diikuti oleh peneliti dalam
menyangkut privasi individu. Selanjutnya menjalankan penelitian. Contohnya
data-data dokumen yang telah siap
127 INQUIRY Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol. 8 No. 2, Desember 2017, hlm 121-132



adalah mengurus izin tertulis dari pihak berbeda, termasuk juga menghargai
terkait, menyampaikan inform consent lingkungan sosial dan alam.
bagi semua responden, serta manajemen
HASIL DAN PEMBAHASAN
data penelitian. Etika pelaksanaan adalah

Dinamika Stigma Terhadap ODGJ dan


isu etis yang muncul selama penelitian

Anggota Keluarganya
berlangsung karena pada prinsipnya suatu
penelitian bersifat tak dapat diprediksi. Hasil penelitian ini disampaikan

Contoh dari ektika pelaksanaan adalah dalam tiga tema utama, yaitu tema
memberikan beberapa pilihan kepada dinamika stigma terhadap ODGJ dan
responden saat responden terbawa keluarga ODGJ, tema kedua adalah
emosi (sedih, marah, atau menangis). bentuk-bentuk stigma terhadap ODGJ dan
Dimensi etika yang terakhir adalah etika anggota keluarga ODGJ, dan yang terakhir
hubungan, yaitu etika yang terkait dengan adalah dinamika hubungan stigma
hubungan antara peneliti dan responden. dengan proses pengobatan ODGJ yang
Contohnya adalah saling menghargai dilakukan oleh keluarganya. Berikut ini

berbagai nilai dan pandangan walaupun adalah bagan tema yang pertama.




Bagan 1 Dinamika Stigma Terhadap ODGJ dan Anggota Keluarga ODGJ


Herdiyanto, Y.K, Tobing, Y.K, Vembriati, N, Stigma Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa Di Bali 128



Bagan 1. merupakan bagan utama menyebutkan bahwa konsep tentang jiwa
yang menjawab ketiga pertanyaan utama yang dirasuki oleh roh lain (kerauhan) yang
penelitian terkait dengan penyebab, dipahami oleh orang Bali menyebabkan
bentuk, dan dampak dari stigma terhadap kebingungan untuk memastikan apakah
ODGJ dan anggota keluarga ODGJ. seseorang mengalami gangguan jiwa,
Pada tema pertama, penyebab dari yang berupa halusinasi dan waham,
stigma terdiri dari kepercayaan (kultural atau sebab-sebab lainnya. Sering kali,
dan religi), pengetahuan, informasi anggota keluarga tidak segera membawa
yang keliru, dan minimnya pengalaman ODGJ-nya ke profesional kesehatan jiwa
berhubungan dengan ODGJ secara karena menganggap gangguan tersebut
langsung. Keempat sebab tersebut masih disebabkan oleh kerauhan.
perlu untuk digali lebih jauh lagi untuk Pengetahuan terkait dengan
mendapatkan data yang lebih akurat, kesehatan jiwa juga menjadi faktor yang
namun untuk laporan penelitian ini, menyebabkan munculnya stigma terhadap
keempat penyebab tersebut sudah cukup ODGJ dan anggota keluarga ODGJ. Dalam
mewakili penyebab timbulnya stigma. bagan temuan terakhir, akan dilihat relasi
Kepercayaan merupakan faktor pertama antara pengetahuan dengan stigma yang
yang menyebabkan timbulnya stigma, hal memengaruhi kecepatan kunjungan
tersebut disebabkan kepercayaan yang keluarga pada profesional kesehatan
menentukan sikap individu terhadap jiwa. Informasi keliru yang diterima
sesuatu. Kepercayaan di Bali dapat dibagi oleh individu dari masyarakat juga
menjadi kepercayaan yang berasal dari menjadi faktor yang dapat memunculkan
agama (Hindu) dan juga yang terkait stigma. Informasi-informasi yang
dengan budaya (nilai, cerita rakyat, keliru tersebut dapat disebabkan oleh
dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat). minimnya pengetahuan dan pengalaman
Menurut Kumbara (2007), masih banyak terhadap ODGJ. Faktor yang terakhir
masyarakat yang menganggap gangguan adalah minimnya pengalaman bertemu
jiwa disebabkan oleh individu yang secara langsung dan akrab dengan ODGJ
kurang mendekatkan diri kepada Tuhan sehingga individu selalu membayangkan
serta mendapatkan karma yang buruk bahwa ODGJ adalah orang yang tidak
di kehidupan sebelumnya. Hal tersebut dapat disembuhkan dan berkeliaran di
sejalan dengan hasil dari penelitian jalanan dan tidak terawat kebersihannya.
yang menyebutkan bahwa faktor utama Stigma yang disematkan kepada
munculnya stigma karena kepercayaan seseorang dapat memengaruhinya
terhadap nilai-nilai budaya maupun dengan begitu rupa. Menurut Anggraeni
agama yang salah kaprah. dan Herdiyanto (2017) stigma mampu
Suela dan Herdiyanto (2016) juga menyebabkan menurunnya harga diri.
129 INQUIRY Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol. 8 No. 2, Desember 2017, hlm 121-132



Bila stigma diberikan kepada ODGJ dan memengaruhi proses pemulihan atau
anggota keluarganya, harga dirinya akan pengobatan, emosi, pekerjaan, dan relasi
menurun dan mengakibatkan perilaku sosial dari ODGJ tersebut. Sedangkan
terkait dengan pengobatan juga tidak stigma yang dirasakan oleh anggota
efektif untuk menuju ke pemulihan. keluarga ODGJ akan berdampak terhadap
Temuan tema kedua terbagi proses pengobatan ODGJ yang meliputi
menjadi subjek, bentuk, dan sumber jangka waktu kunjungan pada profesional
dari stigma yang diterima oleh ODGJ dan kesehatan jiwa dan pemilihan jenis
keluarga ODGJ. Subjek stigma adalah ODGJ pengobatan terhadap ODGJ, selain itu
dan anggota keluarga ODGJ, sedangkan stigma juga memengaruhi komitmen
ODGJ menerima stigma dari masyarakat, pembiayaan dan perawatan terhadap
anggota keluarga ODGJ, dan dirinya pemulihan ODGJ.
sendiri (self-stigma). Sedangkan anggota
Bentuk-bentuk Stigma Terhadap ODGJ
keluarga ODGJ menerima stigma dari

dan Anggota Keluarga ODGJ


masyarakat, ODGJ, dan dirinya sendiri

Tema utama dari hasil penelitian


(self-stigma). Bentuk-bentuk dari stigma
yang kedua adalah sumber atau penyebab
akan dibahas lebih rinci dalam tabel 2 dan
stigma terhadap ODGJ dan anggota
3.
keluarganya. Berikut ini adalah tabel
Dampak dari stigma dirasakan
bentuk-bentuk stigma yang diterima oleh
oleh ODGJ dan anggota keluarganya.
anggota keluarga ODGJ.
Stigma yang dirasakan oleh ODGJ


Tabel 2. Bentuk Stigma yang Diterima oleh Anggota Keluarga ODGJ


Sumber Stigma
Masyarakat ODGJ Self-Stigma
Perawatan Mengekang Malu
Faktor keturunan Kurang “care” Karma
Terbebani Tidak bisa sembuh
Membebani
Faktor “magis”
Berikut ini adalah tabel bentuk-bentuk stigma yang diterima oleh ODGJ.


Tabel 3. Bentuk Stigma yang Diterima oleh ODGJ

Sumber Stigma
Masyarakat Keluarga Self-Stigma
Gila Tidak bisa sembuh Tidak bisa bekerja
Faktor keturunan Berbahaya Takut kecanduan obat
Tidak bisa sembuh Kesulitan hub. sosial
Berbahaya Sulit dpt pekerjaan
Dijauhi
Herdiyanto, Y.K, Tobing, Y.K, Vembriati, N, Stigma Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa Di Bali 130

Dinamika Stigma Terhadap Anggota temuan dalam penelitian ini adalah


Keluarga ODGJ dengan Proses dinamika stigma terhadap anggota
Pengobatan ODGJ keluarga ODGJ dengan proses pengobatan.
Tema yang terakhir yang menjadi


Bagan 2. Dinamika Stigma Terhadap Anggota Keluarga ODGJ dengan Proses


Pengobatan ODGJ




Anggota keluarga ODGJ Proses mencari bantuan tersebut
merupakan agen yang harus mencarikan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu
pengobatan terhadap ODGJ, hal ini akan informasi, kedekatan hubungan, dan
berbeda dengan jenis penyakit fisik, sumber daya yang dimiliki oleh keluarga
yang mengalami penyakit dapat mencari ODGJ. Ketiga faktor tersebut memengaruhi
pengobatan secara mandiri. Saat onset keluarga ODGJ untuk membawa ODGJ ke
terjadi, maka anggota keluarga akan tenaga profesional kesehatan jiwa (dokter
mengalami respon awal yang didominasi umum, dokter spesialis jiwa, perawat
oleh kebingungan, kesedihan, dan malu jiwa, dan psikolog klinis) atau non-
terhadap kondisi anggota keluarganya profesional (balian, dukun, tukang pijat,
yang mengalami ganguan jiwa. Respon pemuka agama, orang pintar). Anggota
awal tersebut kemudian diatasi dengan keluarga ODGJ juga melakukan evaluasi
koping awal yang berupa pencarian terhadap pemberi layanan kesehatan jiwa
bantuan pengobatan terhadap ODGJ. tersebut yang berdasar atas keefektifan
131 INQUIRY Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol. 8 No. 2, Desember 2017, hlm 121-132



penyembuhan, perlakukan terhadap ODGJ ODGJ. Sedangkan pengalaman yang
saat menjalankan teknik penyembuhan, minim terhadap ODGJ juga menimbulkan
biaya pengobatan, dan juga jarak layanan munculnya stigma.
kesehatan tersebut dengan tempat Bentuk dari stigma dibagi menjadi
tinggal. Proses selanjutnya adalah dua bagian berdasarkan subjek yang
keluarga akan melakukan respon akhir mengalami stigma, yaitu ODGJ dan
yang dapat berupa kondisi medis yang keluarga ODGJ. Bagi ODGJ, stigma yang
stabil (pengobatan medis jangka panjang) muncul berasal dari masyarakat, keluarga
atau sikap apatis terhadap ODGJ yang ODGJ, dan juga ODGJ itu sendiri (self
bisa saja berupa pembiaran ODGJ tampa stigma). Sedangkan bagi keluarga ODGJ,
pengobatan medis yang memadai atau stigma bisa muncul dari masyarakat,
bahkan pemasungan selama bertahun- ODGJ, dan diri sendiri (self-stigma).
tahun. Dampak stigma juga dibagi
menjadi dua bagian berdasarkan dampak
PENUTUP
yang dirasakan oleh ODGJ dan anggota
Kesimpulan dari penelitian ini keluarga ODGJ. Keduanya berdampak
terbagi menjadi beberapa hal, yaitu yang terhadap pengobatan ODGJ itu sendiri,
pertama adalah penyebab munculnya semakin tinggi stigma yang dialami, maka
stigma, kedua adalah bentuk dari stigma, proses pemulihan ODGJ akan semakin
ketiga adalah dampak dari stigma, terganggu, yang dapat berbentuk
dan yang terakhir adalah relasi antara perlakuan pembiaran ODGJ tanpa
pengetahuan dengan stigma dalam pengobatan medis, bahkan menyebabkan
memprediksi jangka waktu kedatangan tindakan pemasungan yang dilakukan
keluarga ODGJ ke tenaga profesional oleh anggota keluarga ODGJ itu sendiri.
kesehatan jiwa. Temuan yang keempat terkait
Penyebab munculnya stima terbagi dengan relasi antara variabel tingkat
menjadi kepercayaan, pengetahuan, stigma terhadap ODGJ dan keluarga ODGJ
informasi yang keliru, dan minimnya dengan variabel pengetahuan tentang
pengalaman. Kepercayaan yang berasal kesehatan jiwa yang akan memengaruhi
dari agama dan juga budaya membawa kecepatan waktu kedatangan anggota
pengaruh terhadap munculnya stigma keluarga yang membawa ODGJ-nya
terhadap ODGJ. Pengetahuan yang kepada profesional kesehatan jiwa.
minim tentang kesehatan jiwa membawa Saran bagi penelitian selanjutnya,

pengaruh munculnya stigma terhadap perlu adanya pembuktian kuatitatif
ODGJ. Informasi-informasi yang keliru terkait dengan relasi variabel stigma,
terkait dengan kesehatan jiwa yang pengetahuan, dan jangka waktu
diterima oleh individu oleh lingkungannya kedatangan keluarga ke profesioanl
juga memicu terjadinya stigma terhadap
Herdiyanto, Y.K, Tobing, Y.K, Vembriati, N, Stigma Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa Di Bali 132



kesehatan jiwa. Dengan adanya adanya penelitian-penelitian kualitatif
penelitian tersebut, maka didapatkan untuk menggali jenis-jenis pengetahun
bukti kuat terkait dengan pentingnya yang dibutuhkan untuk memastikan
mempromosikan kesehatan jiwa kepada kecepatan kunjungan keluarga ke tenaga
masyarakat untuk memastikan pemulihan profesional kesehatan jiwa.
ODGJ di Indonesia. Selain itu juga perlu

DAFTAR PUSTAKA dipasung. Buletin Penelitian Sistem

Anggreni, N. W. Y., & Herdiyanto, Y.K. Kesehatan, 17 (2), 157–166. Moleong, L.
(2017). Pengaruh stigma J. (2014). Metodologi
terhadap self esteem pada remaja penelitian kualitatif. Bandung: PT
perempuan yang mengikuti Remaja Rosdakarya.
ekstrakurikuler tari Bali di SMAN Orb, A. E. L., & Wynaden, D. (2001). Ethics
2 Denpasar. Jurnal Psikologi in qualitative research. Journal of
Udayana, 4 (1), 208-221. Nursing Scholarship, 33(1), 93-96.
Byrne, P. (2000). Stigma of mental illness Patton, M.Q. (2009). Metode evaluasi
and ways of diminishing it. kualitatif. Yogyakarta: Pustaka
Advances in Psychiatric Treatment, Pelajar,
6(1), 65-72. Setiawati, E. M. (2012). Studi kualitatif
Kementerian Kesehatan. (2014). Undang- tentang sikap keluarga terhadap
undang Republik Indonesia nomor pasien gangguan jiwa di
18 tahun 2014 tentang kesehatan wilayah kecamatan Sukoharjo.
jiwa. Diakses dari http:// Skripsi. Surakarta: Universitas
h u k o r. k e m k e s .g o . i d / u p l o a d s / Muhammadiyah Surakarta.
ran c a n g an _ p r odu k _ hu k um / U U _ Subandi & Utami, M. S. (1996). Pola
No._18_Th_2014_ttg_Kesehatan_ perilaku mencari bantuan pada
Jiwa_.pdf pada 7 November 2017. keluarga pasien gangguan jiwa.
Kumbara, A.N. (2017). Fungsi dan makna Jurnal Psikologi, 2, 1-10
ritual melukat dalam penyembuhan Suela, B., & Herdiyanto, Y. (2016).
gangguan jiwa di Bali. Diakses dari Gambaran kualitas hidup pada
http://phdi.or.id/artikel/fungsi- individu yang mengalami
dan-makna-ritual-melukat-dalam kerauhan. Jurnal Psikologi
penyembuhan-gangguan-jiwa-di- Udayana. 3(3), 529-541.
bali pada 7 November 2017. Straus, A., & Corbin, J. (2013). Dasar-dasar
Lestari, W., & Wardhani, Y. F. (2014). penelitian kualitatif: Tata langkah
Stigma dan penanganan penderita dan teknik-teknik teoritisasi data.
gangguan jiwa berat yang Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai