PERMASALAHAN
Disusun Oleh:
Brilyan Ramadhan Habib Pricanta
K3518016
2020
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Permasalahan Pendidikan Inklusif ini
tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Inklusif. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang [topik makalah] bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
24 November 2020
Penulis
Bab 1
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar bagi setiap manusia untuk dapat
menjamin keberlangsungan hidup agar lebih bermartabat. Dalam hal ini, negara
berkewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang layak dan bermutu
kepada setiap warganya tanpa terkecuali, termasuk pada warganya yang berkebutuhan
khusus atau menyandang disabilitas. Hal ini seperti yang tertuang dalam Undang
Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yang menetapkan bahwa setiap warga negara
berhak mendapat pendidikan dan hal tersebut juga tercantum dalam pembukaan UUD
1945 bahwa pemerintah akan melindungi segenap warga negara dan mencerdaskan
kehidupan bangsa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja pemasalahan yang ada dalam penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di
Indonesia?
2. Bagaimana implementasi pendidikan inklusif pada Indonesia dan fakta yang
terjadi sesungguhnya?
3. Hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan pendidikan sekolah inklusif di
Indonesia?
C. Batasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dan pemberian solusi, maka permasalahan akan
lebih di spesifikasikan. Permasalahan hanya terfokus pada pendidikan sekolah
inklusif di daerah.
D. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Inklusif
2. Untuk memberikan wawasan dan pengalaman baru dalam ruang lingkup
pendidikan inklusif
3. Mengetahui akar masalah yang sedang dihadapi dalam lingkup pendidikan
inklusif
4. Memberikan solusi konkret yang diharapkan mampu membantu mengurangi
permasalahan yang ada.
Bab 2
PEMBAHASAN
2. Kebijakan sekolah
a. Sekalipun sudah didukung dengan visi yang cukup jelas, menerima semua
jenis anak cacat, sebagian sudah memiliki guru khusus, mempunyai catatan
hambatan belajar pada masing-masing ABK, dan kebebasan guru kelas dan
guru khusus untuk mengimplementasikan pembelajaran yang lebih kreatif dan
inovatif, namun cenderung belum didukung dengan koordinasi dengan tenaga
profesional, organisasi atau institusi terkait.
b. Masih terdapat kebijakan yang kurang tepat, yaitu guru kelas tidak memiliki
tangung jawab pada kemajuan belajar ABK, serta keharusan orang tua ABK
dalam penyediaan guru khusus.
3. Proses pembelajaran
a. Proses pembelajaran belum dilaksanakan dalam bentuk team teaching, tidak
dilakukan secara terkoordinasi.
b. Guru cenderung masih mengalami kesulitan dalam merumusakan flexible
curriculum, pembuatan IEP, dan dalam menentukan tujuan, materi, dan
metode pembelajaran.
c. Masih terjadi kesalahan praktek bahwa target kurikulum ABK sama dengan
siswa lainnya serta anggapan bahwa siswa cacat tidak memiliki kemampuan
yang cukup untuk menguasai materi belajar.
d. Karena keterbatasan fasilitas sekolah, pelaksanaan pembelajaran belum
menggunakan media, sumber dan lingkungan yang beragam sesuai kebutuhan
anak.
e. Belum adanya panduan yang jelas tentang sistem penilaian. Sistem penilaian
belum menggunakan pendekatan yang fleksibel dan beragam. f. Masih
terdapat persepsi bahwa sistem penilaian hasil belajar ABK sama dengan anak
normal lainnya, sehingga berkembang anggapan bahwa mereka tidak
menunjukkan kemajuna belajar yang berarti.
4. Kondisi guru
a. Belum didukung dengan kualitas guru yang memadai. Guru kelas masih
dipandang not sensitive and proactive yet to the special needs children.
b. Keberadaan guru khusus masih dinilai belum sensitif dan proaktif terhadap
permasalahan yang dihadapi ABK.
c. Belum didukung dengan kejelasan aturan tentang peran, tugas dan tanggung
jawab masing-masing guru.
d. Pelaksanaan tugas belum disertai dengan diskusi rutin, tersedianya model
kolaborasi sebagai panduan, serta dukungan anggaran yang memadai.
5. Sistem dukungan
a. Belum didukung dengan sistem dukungan yang memadai. Peran orang tua,
sekolah khusus, tenaga ahli, perguruan tinggi - LPTK PLB, dan pemerintah
masih dinilai minimal. Sementara itu fasilitas sekolah juga masih terbatas.
b. Keterlibatan orang tua sebagai salah satu kunci keberhasilan dalam pendidikan
inklusi, belum terbina dengan baik. Dampaknya, orang tua sering bersikap
kurang peduli dan realistik terhadap anaknya.
c. Peran SLB yang diharapkan mampu berfungsi sebagai resource centre bagi
sekolah-sekolah inklusi di lingkungannya, belum dapat dilaksanakan secara
optimal, baik karena belum adanya koordinasi dan kerja sama maupun alasan
geografik. Peran ahli yang diharapkan dapat berfungsi sebagai media
konsultasi, advokasi, dan pengembangan SDM sekolah masih sangat minimal.
LPTK PLB dalam diseminasi hasil penelitian, penelitian kolaborasi maupun
dalam implementasi terhadap hasil-hasil penelitaian belum dapat diwujudkan
dengan baik. Peran pemerintah yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam
mendorong implementasi inklusi secara baik dan benar melalui regulasi aturan
maupun.
C. Solusi Permasalahan
Uraian di atas memberikan gambaran yang cukup jelas bahwa pelaksanaan
pendidikan inklusi di Indonesia masih dihadapkan kepada berbagai isu dan
permasalahan yang cukup kompleks. Permasalahan yang muncul bukan hanya di
tingkat sekolah saja tetapi di tingkat pusat pun sudah bermasalah. Di tingkat sekolah,
tidak semua guru dan kepala sekolah memahami dan mampu menerapkan pendidikan
inklusif. Akibatnya kebijakan sekolah menjadi tidak tepat, dan proses pembelajaran
menjadi tidak efektif. Sementara itu para pembuat kebijakan di tingkat “atas” malah
berebut uang negara lewat jalan korupsi. Pada dasarnya akar masalah pendidikan
inklusif di Indonesia ialah terkait dengan rendahnya komitmen dan kemampuan para
praktisi dan pengembil kebijakan pendidikan. Komitmen dalam menyelenggarakan
pendidikan inklusif harus diperbaiki. Perlu adanya kesadaran yang mendalam tentang
pentingnya penyelenggaraan pendidikan inklusif secara bersih tanpa ada niatan kotor.
Selain komitmen, akar permasalahan pendidikan inklusif ialah rendahnya kemampuan
praktisi dan pemerintah. Praktisi kurang mampu menyelenggarakan pendidikan
inklusif dan pemerintah kurang mampu dalam memonitor pendidikan inklusif.
Menurut Stubbs (2002:71-72), propinsi Anhui di Cina merupakan contoh yang baik
untuk kebijakan pemerintah yang memfasilitasi inklusif. Anhui adalah satu propinsi
yang miskin dengan penduduk 56 juta orang, dan untuk mencapai pendidikan untuk
semua, mereka mengakui bahwa anak-anak penyandang cacat perlu diinklusikan.
Program perintis pendidikan inklusif di Anhui mendorong terjadinya perubahan-
perubahan:
1. Anak belajar aktif
2. Terjalin kerjasama yang lebih erat dengan keluarga
3. Dipergunakan pendekatan seluruh sekolah dan dukungan belajar antar teman
sebaya
4. Dukungan dari administrator dan masyarakat setempat melalui pembentukan
komita
5. Pelatihan guru berbasis sekolah yang berkesinambungan
6. Pengintegrasian anak tunagrahita secara bertahap.
Bab 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan pendidikan inklusif belum menunjukan hasil yan memuaskan
2. Terdapat banyak kendala yang harus dihadapi untuk mengoptimalkan pendidikan
iklusif
3. Akar permaslahan pendidikan inklusif ialah kurangnya komitmen sekaligus
kemampas para praktisi dan pengambil kebijakan pendidikan.
4. Solusi yang dapat dilakukan ialah menyelenggarakan pelatihan dan studi banding
bagi praktisi dan pengambil kebijakan pendidikan ke negara negara yang sukses
dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif.
B. Saran
Beberapa saran yang bisa dilakukan :
1. Mengoptimalkan pendidikan inklusif
2. Memperbaiki semua sistem, proses, dan semua hal yang mendukung dalam
pembentukan pendidika inklusif.
3. Berusaha untuk terus melakukan evaluasi diri dalam mewujudkan pendidikan
inklusif yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Pendidikan Inklusi Masih Banyak Kendala, (Online), Available at:
http://www.ykai.net/index.php?option=com_content&view=article&id=499:pendidikan-
inklusi-masih-banyakkendala&catid=117:terkini&Item id=136, diakses 23 September 2020.
Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang
Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
PK-PLK. 2012. Kepala Daerah Terima Inclusive Education Award bersama Tokoh
Pendidikan Lainnya, (Online). Available at: http://www.pk-plk.com/2012/09/siaran-pers-9-
kepala-daerah-terima.html#!/2012/09/siaran-pers-9-kepala-daerah-terima.html. Diakses pada
tanggal 23 September 2020.
Sunaryo. 2009. Manajemen Pendidikan Inklusif. Makalah Jurusan PBL. Bandung: UPI.
Suyatno. 2012. Benang Kusut Pendidikan Indonesia, (Online). Available at:
http://www.umm.ac.id/en/detail-4-benang-kusut-pendidikan-indonesia-opini-umm.html.
Diakses 23 September 2020.