Makalah Ayat Ekonomi Kel. 8

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MUSYARAKAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ayat-Ayat Ekonomi
Oleh Dosen Pengampu: Drs. H. Romansyah Harul, M.SI

Disusun Oleh:
Kelompok 3

Lenni Muhazaroh 1831710078

Nur Fitriyah 1831710096

Muhamad Bastomi 1831710107

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SAMARINDA
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualai’kumussalam Wr. Wb.


Puji syukur kehadirat Allah SWT, tuhan semesta alam, yang mana pada
kesempatan ini masih diberikan-Nya kenikmatan sehat lahir dan batin sehingga
pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul : “Musyarakah”.
Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada manusia pilihan, pembawa
risalah islam yaitu Nabi Muhamad SAW. Beserta para keluarga, sahabat dan kita
semuapengikutnya.
Penulis sadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, kekeliruan atau pun kesalahan. Maka dari itu, kritik dan saran yang
sifatnya membangun sanagat kami harapkan sebagai perbaikan makalah ini
dimasamendatang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah khususnya, dan
bagi pembaca umumnya.

Samarinda, 02-04-2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG.....................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................1

C. TUJUAN..........................................................................................................2

BAB II

PEMBAHASAN.....................................................................................................3

1. Pengertian Musyarakah.................................................................................. 3
2. Dasar Hukum Musyarakah..............................................................................4
3. Rukun dan Syarat Musyarakah........................................................................5
4. Macam-Macam Musyarakah...........................................................................7
5. Manfaat Musyarakah.....................................................................................12

BAB III

PENUTUP.............................................................................................................13

A. KESIMPULAN...........................................................................................13

B. SARAN.......................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
lslam sangat menganjurkan pemeluknya untuk berusaha, termasuk
melakukan kegiatan-kegiatan bisnis. Dalam kegiatan bisnis, seseorang dapat
merencanakan suatu dengan sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan sesuatu
yang diharapkan, namun tidak ada seorangpun yang dapat memastikan
hasilnya seratus persen. Suatu usaha, walaupun direncanakan dengan sebaik-
baiknya, namun tetap mempunyai resiko untuk gagal.
Berbagai macam jenis usaha dapat dilaksanakan untuk memenuhi
kebutuhan, seperti bekerja sebagai buruh, sebagai pengusaha atau sebagai
investor yang kesemuanya tergantung pada bidang keahlian yang dimiliki.
Kesemuanya itu boleh dilakukan selama tidak melanggar ketentuan agama
yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan Hadis.
Salah satu bentuk aktifitas ekonomi yang dapat dilakukan sebagai
pengusaha yaitu musyarakah.  Yakni perserikatan antara dua orang atau lebih
dalam usaha untuk memperoleh keuntungan dengan hasil ditanggung bersama.
Yang dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai musyarakah.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Musyarakah ?
2. Apa Dasar Hukum Musyarakah ?
3. Bagaimana Rukun dan Syarat Musyarakah ?
4. Apa saja Macam-Macam Musyarakah ?
5. Apa saja Manfaat Musyarakah ?

1
2

C. TUJUAN
1. Mengetahui Pengertian Musyarakah.
2. Mengetahui Dasar Hukum Musyarakah.
3. Mengetahui Rukun dan Syarat Musyarakah.
4. Mengetahui Macam-Macam Musyarakah.
5. Mengetahui Manfaat Musyarakah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Musyarakah
Secara bahasa musyarakah berasal dari kata al-syirkah yang berarti al-
ikhtilath (percampuran) atau persekutuan dua hal atau lebih, sehingga antara
masing-masing sulit dibedakan. Seperti persekutuan hak milik atau
perserikatan usaha.1 Secara etimologis, musyarakah adalah penggabungan,
percampuran atau serikat. Musyarakah berarti kerjasama kemitraan atau dalam
bahasa Inggris disebut dengan partnership.2
Adapun secara terminologi para ahli fikih, musyarakah adalah akad antara
orang-orang yang berserikat dalam modal maupun keuntungan. Hasil
keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama di awal sebelum
melakukan usaha. Sedang kerugian ditanggung secara proposional sampai
batas modal masing-masing.3

Musyarakah  adalah akad kerjasama atau pencampuran antara dua pihak


atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif
dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai nisbah yang
telah disepakati, dan resiko akan ditanggung sesuai dengan porsi kerjasama.4

Sedangkan menurut Bank Indonesia musyarakah adalah akad kerjasama


usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai
suatu jenis usah halal dan produktif.

1
Ghufron A. Mas’adi, Fikih Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
cet ke-1, 2002), h. 191.
2
Mardani, Hukum Bisnis Syari’ah, (Jakarta: Prenadamedia Group, cet ke-1, 2014), h.
142.
3
Zainul Arifin, Memahami Bank Syari’ah, (Jakarta: Alvabet, 2000), h. 203.
4
Muhammad Syafi’I Antonio,  Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001), h. 56.
4

B. Dasar Hukum Musyarakah


Musyarakah adalah akad yang diperbolehkan berdasarkan Al-Qur’an,
Sunnah dan Ijma’. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman dalam Q.S Shad
ayat 24, sebagai berikut:
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ ِ‫ك بِسؤ ِال َنعجت‬
ُ ‫ك اىٰل ن َعاج ٖۗه َوا َّن َكثْيًرا ِّم َن اخْلُلَطَاۤء لَيَْبغ ْي َب ْع‬
‫ض ُه ْم‬ َ ْ َ ُ َ ‫قَ َال لََق ْد ظَلَ َم‬
ِ ِ ِ ٰ ‫ اِاَّل الَّ ِذين اٰمنوا وع ِملُوا‬sٍ‫ع ٰلى بعض‬
ُ‫الصل ٰحت َوقَلْي ٌل َّما ُه ْم َوظَ َّن َد ٗاو ُد اَمَّنَا َفَت ٰنّه‬
ۗ َ َ ْ َُ َ ْ َْ َ
ّ
٢٤ - ۩ ‫اب‬ ِ
َ َ‫اسَت ْغ َفَر َربَّهٗ َو َخَّر َراك ًعا َّواَن‬
ْ َ‫ف‬
Terjemah: Dia (Dawud) berkata, “Sungguh, dia telah berbuat zalim
kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk (ditambahkan)
kepada kambingnya. Memang banyak di antara orang-orang
yang bersekutu itu berbuat zalim kepada yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; dan
hanya sedikitlah mereka yang begitu.” Dan Dawud menduga
bahwa Kami mengujinya; maka dia memohon ampunan kepada
Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertobat. (Q.S Shad: 24)

Ayat di atas menunjukkan pengakuan Allah SWT akan adanya


perserikatan dalam kepemilikan harta. Dalam surah ini dijelaskan bahwa
perserikatan terjadi atas dasar akad ikhtiyari.5

‫الربُ ُع مِم َّا َت َر ْك َن ِم ۢ ْنَب ْع ِد‬ ِ


ُّ ‫اج ُك ْم ا ْن مَّلْ يَ ُك ْن هَّلُ َّن َولَ ٌد ۚ فَ اِ ْن َك ا َن هَلُ َّن َولَ ٌد َفلَ ُك ُم‬
ُ ‫ف َم ا َت َر َك اَْز َو‬
ُ ‫ص‬
ِ
ْ ‫َولَ ُك ْم ن‬
‫الربُ ُع مِم َّا َت َر ْكتُ ْم اِ ْن مَّلْ يَ ُك ْن لَّ ُك ْم َولَ ٌد ۚ فَ اِ ْن َك ا َن لَ ُك ْم َولَ ٌد َفلَ ُه َّن الث ُُّم ُن مِم َّا‬
ُّ ‫َو ِص يَّ ٍة ُّي ْو ِص نْي َ هِبَٓا اَْو َديْ ٍن ۗ َوهَلُ َّن‬

‫ت فَلِ ُك ِّل‬ ِ ٍ ِ ِ ۢ
ُ ‫ص ْو َن هِبَٓا اَْو َديْ ٍن ۗ َوا ْن َك ا َن َر ُج ٌل يُّ ْو َر‬
ٌ ‫ث َك ٰللَ ةً اَِو ْام َراَةٌ َّولَ ٗٓه اَ ٌخ اَْو اُ ْخ‬ ُ ‫َت َر ْكتُ ْم ِّم ْن َب ْع د َوص يَّة ُت ْو‬
‫ث ِم ۢ ْنَب ْع ِد َو ِص يَّ ٍة ُّي ْو ٰص ى هِبَٓا اَْو َديْ ۙ ٍن‬
ِ ُ‫الثل‬
ُّ ‫ك َف ُه ْم ُش َر َكاۤءُ ىِف‬ ِ ِ ۚ ُّ ‫اح ٍد ِّمْنهما‬
َ ‫الس ُد سُ فَا ْن َك انُ ْٓوا اَ ْكَث َر ِم ْن ٰذل‬ َُ
ِ‫و‬
َ
١٢ - ‫ضا ٍّۤر ۚ َو ِصيَّةً ِّم َن ال ٰلّ ِه ۗ َوال ٰلّهُ َعلِْي ٌم َحلِْي ۗ ٌم‬
َ ‫َغْيَر ُم‬

Terjemah: Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang


ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak.
Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu
5
Muhammad Syafi’I Antonio,..., h. 91.
5

mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah


(dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar)
utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu
tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu
mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari
harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu
buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang
meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang
saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua
jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara
seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam
bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang
dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak
menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah.
Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun. (Q.S An-Nisa: 12)

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa arti syaruka’ adalah bersekutu dalam
memiliki harta yang diperoleh melalui warisan.

C. Syarat Musyarakah
Beberapa syarat pokok musyarakah menurut Usmani (1998) antara lain:
1. Syarat akad
Ada empat syarat akad:
a. Syarat berlakunya akad (In’iqod)
b. Syarat sahnya akad (shihah)
c. Syarat terealisasikannya akad (Nafadz)
d. Syarat Lazim
2. Pembagian proporsi keuntungan. Dalam pembagian proporsi keuntungan
harus dipenuhi hal-hal berikut:
a. Proporsi keuntungan yang dibagikan kepada para mitra usaha harus
disepakati di awal kontrak/akad. Jika proporsi belum ditetapkan , akad
tidak sah menurut  syariah.
b. Rasio/nisbah keuntungan untuk masing-masing mitra usaha harus
ditetapkan sesuai dengan keuntungan nyata yang diperoleh dari usaha,
dan tidak ditetapkan berdasarkan modal yang disertakan.
6

3. Penentuan proporsi keuntungan. Dalam menentukan proporsi keuntungan


terdapat beberapa pendapat dari para ahli hukum Islam sebagai berikut:6
a. Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa proporsi
keuntungan dibagi di antara mereka menurut kesepakatan yang
ditentukan sebelumnya dalam akad sesuai dengan proporsi modal yang
disertakan.
b. Imam Ahmad berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat pula
berbeda dari proporsi modal yang disertakan.
c. Imam Abu Hanifah, yang dapat dikatakan sebagai pendapat tengah-
tengah, berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat berbeda dari
proporsi modal pada kondisi normal.
4. Pembagian kerugian. Para ahli hukum Islam sepakat bahwa setiap mitra
menanggung kerugian sesuai dengan porsi investasinya.
5. Sifat modal. Sebagian besar ahli hukum Islam berpendapat bahwa modal
yang diinvestasikan oleh setiap mitra harus dalam bentuk modal liquid.
6. Manajemen musyarakah. Prinsip normal dari musyarakah bahwa setiap
mitra mempunyai hak untuk ikut serta dalam manajemen dan bekerja
untuk usaha patungan ini. Namun demikian, para mitra dapat pula sepakat
bahwa manajemen perusahaan akan dilakukan oleh salah satu dari mereka,
dan mitra lain tidak akan menjadi bagian manajemen dari musyarakah.
7. Penghentian musyarakah.
a. Setiap mitra memiliki hak untuk mengakhiri musyarakah kapan saja
setelah menyampaikan pemberitahuan kepada mitra lain mengenai hal
ini.
b. Jika salah seorang mitra meninggal pada saat musyarakah masih
berjalan, kontrak dengan almarhum tetap berakhir/dihentikan.
c. Jika salah seorang mitra menjadi hilang ingatan atau menjadi tidak
mampu melakukan transaksi komersial, maka kontrak musyarakah
berhasil.

6
Muhammad Syafi’i Antonio ,..., h. 90-93.
7

8. Penghentian musyarakah tanpa menutup usaha. Jika salah seorang mitra


ingin mengakhiri musyarakah sedangkan mitra lain ingin tetap
meneruskan usaha, maka hal ini dapat dilakukan dengan kesepakatan
bersama.7

D. Rukun Musyarakah
Ada beberapa rukun yang harus dipenuhi ketika hendak melakukan
akad musyarakah. Hilangnya salah satu dari semua rukun yang ada maka
akad musyarakah  tersebut dapat dianggap rusak. Rukun tersebut di
antaranya: ijab kabul (shighat), dua pihak yang berakad, objek akad, dan
nisbah bagi hasil.
1. Ijab Kabul (shighat)

Pada akad musyarakah, ijab kabul harus dinyatakan dalam akad dengan


memperhatikan hal-hal berikut:

a. Penawaran dan permintaan harus secara eksplisit menunjukan tujuan akad.


b. Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad secara tertulis.

2. Dua Pihak yang Berakad (aqidain)

Tidak mungkin sebuah akad dapat terjadi tanpa melibatkan pihak yang
berakad. Namun, pada akad musyarakah perlu untuk diperhatikan hal-hal
berikut yang penting sehingga akad musyarakah menjadi sah, di antaranya:

a. Pihak yang terlibat akad harus cakap akan hukum.


b. Kompeten.
c. Menyediakan dana dan pekerjaan.
d. Memiliki hak mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
e. Memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset
dengan memperhatikan kepentingan mitranya.

7
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), H.
52 -58.
8

f. Tidak diizinkan mencairkan atau menginvestasikan dana untuk


kepentingannya sendiri.

3. Obyek Akad (Mauqud Alaih)

Ketika kedua belah pihak hendak untuk melakukan akad, maka hal lain
yang harus diperhatikan selain kedua belah pihak tersebut adalah objek akad
yaitu modal dan kerja. Pada bagian modal, ia harus berupa uang tunai atau
aset bisnis. Jika modal berbentuk aset, terlebih dulu harus dinilai dengan tunai
dan disepakati oleh semua pihak. Kemudian modal tidak boleh dipinjamkan
atau dihadiahkan kepada orang lain. Pada prinsipnya tidak boleh ada jaminan
pada akad ini. Namun, LKS dapat meminta jaminan sebagai bukti keseriusan
atas akad musyarakah.

Lalu untuk objek akad berupa kerja, partisipasi dalam pekerjaan


merupakan dasar pelaksanaan musyarakah, akan tetapi kesamaan porsi kerja
bukan merupakan syarat. Seorang mitra boleh melakukan pekerjaan lebih dari
mitra yang lain dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan
tambahan bagi dirinya.

Setiap mitra melaksanakan pekerjaan atas nama pribadi dan wakil dari
mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi harus dijelaskan
dalam kontrak.8

4. Nisbah Bagi Hasil (Untung/Rugi)

Pada akhirnya, musyarakah memang bertujuan untuk mendapatkan


keuntungan. Namun, cara memperoleh keuntungan tersebut harus didasari
pada sikap yang adil dan tidak saling menzhalimi. Oleh sebab itu baik dalam
hal mengambil keuntungan atau membagi kerugian,
akad musyarakah  memiliki ketentuannya sendiri.

Ketika terjadi keuntungan maka keuntungan tersebut harus dikuantifikasi


kemudian dibagi secara proporsional atas dasar keuntungan. Bukan

8
Qomarul Huda, Fiqih Muamalah, (Yogyakarta:Teras, 2011), h.100.
9

berdasarkan jumlah yang ditetapkan di awal. Misal, “karena saya memberikan


modal 10 juta maka harus balik ke saya 10% dari 10 juta jadi 1 juta ya”.

Ini jelas dilarang karena merupakan praktik riba. Yang harus dilihat adalah
dari hasil keuntungannya. Biar lebih jelas maka sistem pembagian
keuntungan harus diperjelas dalam kontrak musyarakahnya.

Lalu, apabila terjadi kerugian maka kerugian harus dibagi di antara para
mitra sesuai dengan proporsi modal yang diberikan antar kedua bleah pihak.
Bila si A menanamkan modal 30 juta dan si B menanamkan modal 70 juta
maka ketika terjadi kerugian si A akan mendapatkan porsi kerugian 30% dan
si B akan mendapatkan porsi kerugian sebanyak 70%.

E. Macam-Macam Musyarakah
1. Syirkah Al-Amlak Syirkah

Syirkah al-amlak (syirkah milik) adalah ibarat dua orang atau lebih
memilikkan suatu benda kepada yang lain tanpa ada akad syirkah. 9 Dari
definisi tersebut, dapat dipahami bahwa syirkah milik adalah suatu syirkah
di mana dua orang atau lebih bersama-sama memiliki suatu barang tanpa
melakukan akad syirkah. Contoh, dua orang diberi hibah sebuah rumah.
Dalam contoh ini rumah tersebut dimiliki oleh dua orang melalui hibah,
tanpa akad syirkah antara dua orang yang diberi hibah tersebut.

Dalam syirkah al-amlak terbagi dalam dua bentuk, yaitu:10

a. Syirkah al-jabr ialah berkumpulnya dua orang atau lebih dalam pemilikan
suatu benda secara paksa.
b. Syirkah ikhtiyariyah yaitu suatu bentuk kepemilikan bersama yang timbul
karena perbuatan orang-orang yang berserikat.

9
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, cet ke-1, 2010), h. 344.

10
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,( Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 129.
10

2. Syirkah Al-‘Uqud Syirkah

Al-uqud (contractual partnership), dapat dianggap sebagai kemitraan yang


sesungguhnya, karena para pihak yang bersangkutan secara sukarela
berkeinginan untuk membuat suatu perjanjian investasi bersama dan berbagi
untung dan risiko.

Syirkah al-Uqud dibagi menjadi 5 jenis, yaitu:11

a. Syirkah Mufawwadah

Merupakan akad kerjasama usaha antar dua pihak atau lebih, yang
masing-masing pihak harus menyerahkan modal dengan porsi modal yang
sama dan bagi hasil atas usaha atau resiko ditanggung bersama dengan
jumlah yang sama. Dalam syirkah mufawwadah, masing-masing mitra
usaha memiliki hak dan tangungjawab yang sama.

b. Syirkah Inan
Merupakan akad kerjasama usaha antara dua orang atau lebih, yang
masing-masing mitra kerja harus menyerahkan dana untuk modal yang
porsi modalnya tidak harus sama. Pembagian hasil usaha sesuai dengan
kesepakatan, tidak harus sesuai dengan kontribusi dana yang diberikan.
Dalam syirkah inan, masing-masing pihak tidak harus menyerahkan modal
dalam bentuk uang tunai saja, akan tetapi dapat dalam bentuk aset atau
kombinasi antara uang tunai dan aset atau tenaga.

c. Syirkah Al-‘Amal
Syirkah al-‘amal adalah kontrak kerjasama dua orang se-profesi untuk
menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari

11
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group), h. 177-
178.
11

pekerjaaan itu. Misalnya kerjasama dua orang arsitek untuk menggarap


sebuah proyek atau kerjasama, dua orang penjahit untuk menerima order
pembuatan seragam sebuah kantor. Musyarakah ini kadang disebut dengan
syirkah abdan atau sanaa’i.12

d. Syirkah Al-Wujuh
Yaitu kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan
prastise yang baik serta ahli dalam bisnis, mereka membeli barang secara
kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai.
Mereka membagikan berdasarkan jaminan kepada penyedia barang yang
disiapkan oleh setiap rekan kerja. Sayyid Sabiq memberikan definisi
syirkah al-wujuh yaitu dua orang atau lebih membeli suatu barang tanpa
modal, melainkan semata berdagang kepada nama baik dan kepercayaan
pada pedagang kepada mereka. Syirkah ini disebut juga syirkah
tanggungjawab tanpa kerja dan modal.

e. Syirkah Mudharabah
Merupakan kerjasama usaha antara dua pihak atau lebih yang mana
satu pihak sebagai shahibul maal yang menyediakan dana 100% untuk
keperluan usaha, dan pihak lain tidak menyerahkan modal dan hanya
sebagai pengelola atas usaha yang dijalankan, disebut mudharib.

F. Manfaat Musyarakah

Terdapat banyak manfaat dari pembiayaan musyarakah ini, di antaranya


sebagai berikut:
12
Ascarya,..., h. 50.
12

1. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat


keuntungan usaha nasabah meningkat.
2. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah
pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha
bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas
usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-
benar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang
riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
5. Prinsip bagi hasil dalam musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga
tetap di aman bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu
jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah,
bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Secara bahasa musyarakah berasal dari kata al-syirkah yang berarti al-
ikhtilath (percampuran) atau persekutuan dua hal atau lebih, sehingga
antara masing-masing sulit dibedakan.
2. Dasar Hukum; Al-Qur’an, Hadist,Ijma.
3. Rukun al-Musyarakah; Pelaku akad, yaitu para mitra usaha, Objek akad ,
yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh), Shighah,
yaitu Ijab dan Qabul.
4. Syarat al-Musyarakah: Syarat akad, Pembagian proporsi keuntungan,
Penentuan proporsi keuntungan, Pembagian kerugian, Sifat modal,
Manajemen musyarakah, Penghentian musyarakah, Penghentian
musyarakah tanpa usaha.

B. SARAN
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan yang perlu ditambah dan diperbaiki. Untuk itu penulis mengharapkan
inspirasi dari para pembaca dalam hal membantu menyempurkan makalah ini.
Untuk terakhir kalinya penulis berharap agar dengan hadir nya makalah ini akan
memberikan sebuah perubahan khususnya dunia pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainul. Memahami Bank Syari’ah. Jakarta: Alvabet. 2000.

Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


2013.

Huda, Qomarul. Fiqih Muamalah. Yogyakarta:Teras. 2011.

Ismail. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. 2000.

Mardani. Hukum Bisnis Syari’ah. Jakarta: Prenadamedia Group. 2014.

Mas’adi, A Ghufron Fikih Muamalah Kontekstual. Jakarta: PT RajaGrafindo


Persada. 2002.

Syafi’I, Muhammad Antonio. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik.  Jakarta:


Gema Insani Press. 2001.

Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: Rajawali Pers. 2010.

Wardi, Ahmad Muslich. Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah. 2010.

14

Anda mungkin juga menyukai