TAFSIR MAUDHU’IY
Oleh;
Muhaeminah
Dosen Pemandu;
Dr. Dudung Abdullah, M.Ag.
Dr. Hj. Aisyah Arsyad, M.A.
MAKASSAR
2020
0
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
siapa yang akan menjalani kehidupan yang kekurangan (miskin) itu dan siapa pula
yang akan hidup dalam keadaan serba kecukupan. Allah memberikan anugerah
sebagian yang lain agar dapat saling mengisi kekurangan masing-masing. Ada
yang dianugrahi fisik yang kuat ada pula yang lemah, ada yang diberikan
kecerdasan yang tinggi ada juga yang diberikan kecerdasan yang rendah, ada yang
diberikan cacat fisik dan mental ada juga yang sebaliknya. Namun, fisik yang
kuat, kecerdasan yang tinggi, dan kelebihan lainnya tidaklah menjadi jaminan
Berbagai macam perbedaan yang terjadi pada tiap individu itu adalah wajar
yang lebih atau cukup ada pula yang kurang bahkan ada yang sama sekali tidak
saja dapat dipertaruhkan termasuk akidah sekalipun. Karena itu, Islam tidak
mungkin dapat menutup mata dari kasus ini karena ia menyangkut dengan
1
QS. Yasin 36: 36.
2
menguranginya. Inilah yang akan menjadi kajian kita pada makalah ini.
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
A. Pengertian Miskin
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, miskin berarti tidak berharta benda;
miskin atau keadaan miskin.2 Kata lain yang hampir sama menggambarkan
keadaan seperti ini adalah fakir yang berarti orang yang sangat kekurangan atau
orang yang terlalu miskin; orang yang sengaja membuat dirinya dalam serba
kekurangan untuk mencapai kesempurnaan batin; aku (bagi pengarang dan lan-
lain).3
Sedangkan asal kata miskin dalam bahasa Arab berasal dari kata sakana
yang berarti diam atau tenang, sedang fakir dari kata faqr yang berarti tulang
punggung. Fakir adalah orang yang patah tulang punggungnya dalam arti bahwa
Fakir dan miskin dapat pula dijumpai secara bergandengan dalam al-Qur'an
/pada surah al-Taubah ayat 60. Thabari secara tegas membedakan arti keduanya,
yaitu bahwa fakir adalah orang yang dalam kebutuhan tetapi dapat menjaga diri
untuk tidak meminta-minta dan miskin adalah orang yang dalam kebutuhan dan
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besara Bahasa Indonesia,
(Jakarta:Balai pustaka), 1990. h. 587.
3
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besara Bahasa Indonesia, h. 239.
4
M. Quraih Shihab, Wawasan al-Qur'an: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan
Umat, (Bandung:Penerbit Mizan), 1996. h. 449.
5
Abu al-Qasim al-Raghib al-Ashfahani, Mufradat Alfazh al-Qur’an (Beirut: Dar Al-
kata maskanah yang terdapat dalam ayat وضربت عليهم الذلة والمسكنة.7
memiliki apa-apa di bawah nilai nisab menurut hukum zakat atau nilai barang
yang mencapai satu nisab atau lebih, misalnya prabot rumah tangga dan
adalah mereka yang tidak memiliki apa-apa, dan inilah yang mashur di antara
mereka.
Satu nisab bagi sebagian golongan Hanafiah adalah ukuran nisab uang dari
harta yang berbentuk apa saja dan sebagian yang lain mengatakan disesuaikan
Jadi golongan yang mustahik zakat dalam arti fakir atau miskin menurut
mereka adalah: 1) yang tidak punya apa-apa, 2) yang mempunyai rumah atau
prabot yang tidak berlebihan, 3) yang memiliki uang kurang dari satu nisab, dan
4) yang memiliki kurang dari nisab mata uang, seperti empat ekor unta, atau tiga
puluh sembilan ekor kambing yang nilainya tidak sampai dua ratus dirham.
Sedangkan menurut Jumhur fakir dan miskin adalah mereka yang tidak
tercukupi kebutuhannya. Lebih khusus lagi bahwa fakir adalah mereka yang tidak
baik sandang, pangan, maupun papan serta segala kebutuhan pokok lainnya, baik
membutuhkan sepuluh tetapi yang ada hanya dua, tiga atau empat. Miskin adalah
mereka yang mempunyai harta atau penghasilan yang layak dalam memenuhi
6
Muhammad ibn Jarir al-Thabariy, Jami' al-Bayani Tafsir al-Qur’an, (Beirut:Dar al-
Fikr, 1392H/1972M, Jilid VI), h. 109--111.
7
Artinya: ... ditimpakan kepada mereka kehinaan dan kelemahan.... (QS. al-Baqarah:61
dan Ali Imran: 112).
5
Misalnya, mereka membutukan sepuluh tetapi yang dimiliki hanya ada tujuh,
delapan, atau sembilan, walaupun sudah sampai satu nisab atau lebih.8
Menurut Yusuf Qardhawi, termasuk pula fakir atau miskin mereka yang
mencukupi meskipun tidak harus menjual rumahnya itu. Demikian juga mereka
sebagai orang fakir atau miskin. Termasuk pula mereka yang memiliki sesuatu
yang diperlukan atau dipakai seperti pakaian untuk bersolek pada hari-hari
yang memiliki kekayaan tetapi tidak dapat memanfaatkan kekayaannya itu karena
sesuatu hal, misalnya ditahan oleh penguasa atau berada di tempat yang jauh atau
orang yang berpiutang lebih dari satu nisab tetapi tidak dapat dipergunakannya
Ali Yafi merumuskan defenisi miskin adalah barang siapa yang memiliki
harta benda atau mata pemcaharian tetap, hal mana salah satunya (harta atau mata
pencaharian) atau dua-duanya hanya menutupi seperdua atau lebih dari kebutuhan
pokoknya, misalnya ditetapkan indeks dengan angka 10, maka seseorang yang
memiliki atau memperoleh penghasilan lima hingga 9 itulah dia yang digolongkan
sebagai orang miskin. Dalam hal ini tidak termasuk adanya ia memiliki tempat
tinggal, pelayan, pakaian, buku-buku ilmu pengetahuan, dan harta benda yang
berada di tempat yang jauh atau hartanya itu terkait dengan suatu waktu tertentu
3. tidak terpenuhinya kebutuhan pokok bagi diri sendiri, keluarga, dan orang yang
atau lebih;
kata ini ditemukan di dalam firman Alloh SWT surat At-Taubah ayat 60:
انما الصدقت للفقراء و المساكين و العاملين
Kata الفقراء dan المساكين diatas bermakna faqir dan miskin.
و الصبرين في البأساء و الضراء و حين الب أس ــــ ليس البر ان تولوا ــ ـــ ــ ــ ــ
ـــ ــــ
10
Abu Alqasim al-Raghib al-Ashfahani, Mufrodat Alfazh al-Qur’an, h. 153.
7
akibat dari suatu bencana alam atau masa-masa perang hal ini dapat diketahui kata
11
Al-Imam Az-Zamakhsyari, Tafsir al-Kasyaf Juz 1, (Riyadh, Maktabah al-‘Abikani,
1997), h. 367.
12
Abu Alqasim al-Raghib al-Ashfahani, Mufrodat Alfazh al-Qur’an, h. 153.
8
orang yang lemah. Hal ini misalnya terdapat di dalam firman Alloh SWT
faktor badan atau usia, keadaan dirinya, maupun situasi yang berhubungan dengan
kerugian. Hal ini terdapat dalam firman Alloh SWT surat Al-Ma’arij ayat
25 yaitu:
hللسائل والمحروم
Kata رومhhhالمح (al-mahrum) diatas bermakna orang yang tidak
Penaggulangannya.
semesta ini ditundukkan kepada manusia sebagaimana terdapat dalam surat al-
Jatsiayah ayat 13: “Dan Dialah yang menundukkan untukmu apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Ku.
13
Al-Imam Az-Zamakhsyari, Tafsir al-Kasyaf Juz 4, (Libanon,Dar al-Kutub al-Ilmiyah,
2009) h. 756.
9
Berpijak pada ayat ini dapat dinyatakan bahwa alam semesta ini
maka pola interaksi manusia dengan alam harus diletakkan atas prinsip-prinsip
kesejahteraan manusia dapat pula merupakan suatu cobaan yang diberikan oleh
Tuhan. Seagaimana firman Allah: “Dan sungguh akan kami berikan cobaan
kepada kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
kesehateraan hidup, sebab akhirnya semuai itu digantungkan pada sikap mental
manusia itu sendiri. Terma sabirin dalam ayat tersebut dipaparkanoleh ayat
berikutnya yaitu sebagai orang-orang yang memiliki prinsip bahwa mereka adalah
jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas
dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud
(sebelum sampai ke tempat yang dimaksud), maka sungguh telah tetap pahalanya
di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Peengampun lagi Maha Penyayang. (Q.s.
al-Nisa’:100).
10
Penanggulangannya
kepada umat manusia. Salah satu cara tersebut adalah berupa sumpah Allah
antara lain berobyek masa, sebagaimana terdapat pada ayat 1 surat al-Ashr.
terdapat keselarasan antara kehidupan modern dengan Alquran dalam hal sama-
sama menaruh respek optimal terhadap waktu. Jika kejidupan modern telah
dapat dipastikan sebabnya antara lain kehidupan terseubt diletakkan atas prinsip
pemanfaatan waktu secara optimal. Ini berarti bahwa sikap mengabaikan prinsip
yang berkepanjangan.
Alquran juga mengajarkan dalam kondisi yang amat lemah pun manusia
harus mengaktualisasikan sisa-sisa potensi yang ia miliki. Ini terlihat dengan jelas
saat Maryam melahirkan Nabi Isa a.s. Maryam diperintah menggoyang pangkal
pohon kurma agar buahnya yang masak berguguran. Perinsip yang ingin
disampaikan Alquran melalui kisah ini adalah agar manusia memiliki kepercayaan
Penanggu-langannya
11
masyarakat yang berkaitan dengan harta kekayaan yang kondusif bagi terjadinya
Salah satu sebab kemiskinan yang berkaitan dengan kondisi sosial ialah
Memiliki potensi saja tanpa didukung oleh modal sesorang tidak akan dapat
tangan orang-orang kaya saja (Q.s al-Hasyr: 7). Ayat kay la yakuuna duulatan
baina al-agniyaa’ (agar jangan sampai (harta) itu beredar di tangan orang-orang
kaya saja di antara kamu), menurut pakar tafsir mangandung makna agar supaya
orang-orang kaya tidak mengambil manfaat dan tidak memperkaya diri mereka
Selain itu, Alquran juga mengecam mereka yang menimbun emas dan
perak dalam arti membiarkan harta benda tidak dibudidayakan di jalan Allah,
sebagaimana dinyatakan dalam Q.s. Taubah: 34-35. Dalam ayat tersebut, Alquran
karena harta benda itumemunyai fungsi sosial, sekalipun hak milik individual
tetap diakui. Sikap demikian merupakan bagian dari sebab-sebab yang ikut
sirkulasi harta kekayaan itu didak mandeg. Dalam makna seperti inilah ungkapan
2424
Muhammad aliy al-Shabuniy, Shafwah al-Tafsiir, Juz III (Beirut: Dar al-Rasyad,
1988),h. 350.
12
dengan penyataan “meyimpan emas dan perak” pada ayat 34 surat al-Taubah di
atas.
aktifitas tersebut harus diletakkan pada prinsip keuntungan atau kerugian bersama
secara seimbang antara pemilik harta benda dengan masyarakat penggunanya. Ini
berarti segala bentuk eksploitasi yang merugikan di salah satu pihak dan
Ma’luf, Louis. Al-Munjid fiy al-Lugah. Cet. XXI; Beirut : Dar al-Masyriq, 1977.
Al-Shabuniy, Muhammad aliy, Shafwah al-Tafsiir, Juz III Beirut: Dar al-Rasyad,
1988.
Yafi, K.H. Ali, Menggagas Fiqih Sosial:Dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi, hingga