Anda di halaman 1dari 47

Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI

2.3
PULMONOLOGI
BAB I
PENDAHULUAN

59
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI

HEMOPTISIS

PENGERTIAN
Hemoptisis adalah ekspektorasi darah dan saluran napas. Darah bervariasi dari dahak
disertai bercak/lapisan darah hingga batuk berisi darah saja. Batuk darah masif adalah batuk
darah lebih dan 100 mL hingga lebih dan 600 mL darah dalam 24 jam.

DIAGNOSIS
 Anamnesis
- batuk, darah berwarna merah segar, bercampur busa,
- batuk sebelumnya, dahak (jumlah, bau, penampilan), demam, sesak, nyeri dada,
riwayat penyakit paru, penurunan berat badan, anoreksia
- penyakit komorbid, riwayat penyakit sebelumnya
- kelainan perdarahan, penggunaan obat antikoagulan / obat yang dapat
menginduksi trombositopenia
- kebiasaan : merokok
 Pemeriksaan Fisik
- Orofaring, nasofaring : tidak ada sumber perdarahan.
- Paru: ronk basah atau kering, pleural friction rub,
- Jantung : tanda-tanda hipertensi pulmonal, mitral stenosis, gagal jantung
 Foto toraks : Menentukan lesi paru ( lokal/difus ), kardiak
 Laboratorium
- DPL, LED, ureum, kreatinin, urin lengkap
- Hemostasis (aPTT): bila perlu
- Sputum : pemeriksaan BTA langsung dan kultur, pewamaan Gram, kultur MOR
 Bronskopi : Menentukan lokasi sumber perdarahan dan diagnosis
 CT scan toraks: Menemukan bronkiektasis, malformasiAV
 Angiografi : Menemukan emboli pam, malformasi AV

DIAGNOSIS BANDING
 Sumber trakeobronkial:
- Neoplasma (karsinoma bronkogenik, tumor metastasis endobronkial, dll)
- Bronkitis (akut dan kronik)
- Bronkiolitiasis
- Trauma
- Benda asing
 Sumber parenkim paru:
- Tuberkulosis paru
- Pneumonia
- Abses paru
- Mycetoma (fungus ball)
- Sindrom Goodpasture
- Granulomatosis Wegener
- Pneumonitis lupus
- Sumber vaskular
- Peningkatan tekanan vena pulmonal (stenosis mitral)
- Emboliparu
- Malformasi AV
60
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
- Hematemesis
- Perdarahan nasofaring
- Koagulopati, pengobatan trombolitik/antikoagulan

Pemeriksaan penunjang
• Foto toraks
• Laboratorium:
- DPL, LED, ureum, kreatinin, urine lengkap
- Hemostasis: bila perlu
- Sputum: pemeriksaan BTA, pewarnaan Gram, icultur MOR,
• Bronkoskopi: bila perlu
• CT Scan toraks: bila perlu

TERAPI
Hemoptisis masif:
Tujuan terapi adalah mempertahankan jalan napas, proteksi paru yang sehat,
menghentikan perdarahan.
• Istirahat baring, kepala direndahkan tubuh miring ke sisi sakit
• Oksigen
• Infus, bila perlu transfusi darah
• Medikamentosa:
- Antibiotika
- Kodein tablet untuk supresi batuk
- Koreksi koagulopati: Vitamin K intravena
• Bronkoskopi : diagnostik dan terapeutik topikal (bilas air es, instilasi epinefrin),
• Intubasi selektif pada bronkus paru yang tidak berdarah (bila perlu)

Indikasi operasi pada pasien batuk darah masif:


• Batuk darah  600 cc/24 jam, dan pada observasi tidak berhenti
• Batuk darah 100—250 cc/24 jam, Hb < 10 g/dL, dan pada observasi tidak berhenti
• Batuk darah 100— 250 cc/24 jam, Hb > 10 g/dL, dan pada observasi 48 jam tidak
berhenti

Hemoptisis non-masif:
Tujuan terapi adalah mengendalikan penyakit dasar.
Terapi konservatif sesuai penyakit dasar

KOMPLIKASI
Asfiksia, atelektasis, anemia

PROGNOSIS
Tergantung pada penyebabnya.

WEWENANG
 RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
 RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

61
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
UNIT YANG MENANGANI
 RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Pulmonologi
 RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam , Paru

UNIT TERKAIT
 RS pendidikan : Departemen Bedah / Toraks, Radiologi, Patologi Klinik
 RS non Pendidikan : bagian Bedah, Patologi Klinik, Paru

REFERENSI
1. Uyaniah A. Hemoptisis. In : Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, gani RA,
Mansjor a, editors . Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan bagian Ilmu Penyakit dalam FKUI ;
1999.p.215-6.
2. Approach to the Patient. In : Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser
LR, Senior RM, editors. Fishman’s Manual of Pulmonary Diseases and Disorders. 3 rd
ed. New York : McGraw-Hill; 2002.p. 16-21.
3. Weinberger SE, Braunwald SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s Prinsciples of
Internal Medicine. 15th ed. New York : McGraw-Hill ; 2001.p. 203-7.

62
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI

EFUSI PLEURA

PENGERTIAN
Efusi pleura adalah adanya cairan di rongga pleura > 15 mL, akibat ketidakseimbangan
gaya Starling, abnormalitas struktur endotel dan mesotel, drainase limfatik terganggu, dan
abnormalitas site of entry (defek diafragma)

Tipe efusi pleura


1. Efusi transudatif: cairan pleura bersifat transudat (kandungan konsentrasi
protein atau molekul besar lain rendah). Efusi transudatif terjadi karena perubahan,
faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan absorpsi cairan pleura
Penyebab:
• gagal jantung kongestif,
• sindrom nefrotik,
• sirosis hati,
• sindrom Meigs,
• hidronefrosis,
• dialisis peritoneal,
• efusi pleura maligna / paramaligna : karena atelektasis path obstruksi bronkial,
atau stadium awal obstruksi limfatik.
2. Efusi eksudatif: cairan pleura bersifat eksudat ( konsentrasi protein lebih tinggi
dan transudat). Efusi eksudatif terjadi karena perubahan faktor lokal yang
mempengaruhi pembentukan dan absorpsi cairan pleura.
Penyebab
• Tuberkulosis
• Efusi parapneumonia: efusi pada pneumonia
• Keganasan: metastasis (karsinoma pant, kanker mammae, limfoma, ovarium,
dll), mesothelioma
• Emboli paru
• Penyakit abdomen: penyakit pankreas, abses intraabdominal, hernia
diafragmatika,
• Penyakit kolagen (LES, dll)
• Trauma
• Chylothorax
• Uremia
• Radiasi
• Sindrom Dressler
• Pasca CABG
• Penyakit pleura diinduksi obat: amiodarone, bromocriptine,
• Penyakit perikardium

Chylothoraks: timbul bila terjadi disrupsi ductus thoracicus dan akumulasi chylus di
rongga pleura keadaan mi disebabkan trauma, atau tumor mediastinum.

Hemothoraks: cairan pleura mengandung darah, dan Ht cairan pleura >50 % Ut


darah tepi keadaan mi disebabkan trauma atau ruptur pembuluh darah atau tumor.

63
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
Efusi pleura maligna : dapat ditemukan sel-sel ganas yang terbawa pada cairan pleura atau
ditemukan pada jaringan pleura saat biopsi pleura

Efusi paramaligna : efusi yang disebabkan keganasan, tetapi sel-sel neoplasma tidak dapat
ditemukan pada cairan pleura atau jaringan pleura. Efusi paramaligna dapat berupa cairan
tansudat.

DIAGNOSIS
Anamnesis :
Nyeri,Sesak,Demam

Pemeriksaan fisik
Restriksi ipsilateral pada pergerakan dinding dada
Bila > 300 ml cairan :
 Bagian bawah / daerah cairan:
Perkusi : redup
Fremitus taktil dan fokal : menghilang
Suara napas : melemah s.d. menghilang, fremitus ( saat awal )
Trakea : terdorong ke kontralateral
Di atas cairan : penekanan paru / konsolidasi

Foto torak
 PA : sudut kostofrenikus tumpul (bila > 500 mL cairan) .
 Lateral : sudut kostofrenikus tumpul (>200 mL cairan).
 PA / Lateral : gambaran perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah,
biasanya relatif radioopak, permukaan atas cekung

USG : menentukan adanya dan lokasi cairan dirongga pleura, membimbing aspirasi efusi
terlokulasi ( terutama bila ketebalan efusi < 10 mm atau terlokulasi ),

CT Scan ( bila Perlu ) : menunjukan efusi yang belum terdeteksi dengan radiologi
konvensial, memperlihatkan parenkim,identifikasi penebalan pleura dan kalsifikasi karena
paparan asbestos, membedakan abses paru perifer dengan empyema terlokulasi.

Pungsi pleura ( torakosentesis ) dan analisis cairan pleura : melihat komposisi cairan
pleura dean membandingkan komposisi cairan pleura dengan darah.

Dinilai secara :
Makroskopis :
 Transudat = jernih, sedikit kekuningan
 Eksudat = warna lebih gelap, keruh,
 Empiema = opak, kemtal
 Efusi kaya kolesterol = berkilau seperti satin
 Efusi chylous = seperti susu

Mikroskopis :
 Sel leukosit < 1.000/mm3 : transudat
 Sel leukosit meningkat, predominasi limfosit matur : neoplasma, limfoma, TBC

64
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
 Sel leukosit predominasi PMN : pneumonia, pankreatitis

Kimiawi
 Protein
 LDH
 Cairan disebut eksudat bila memenuhi salah satu dan 3 kriteria :
− Rasio kadar protein total cairan pleura / serum > 0,5”
− Rasio kadar LDH cairan pleura / serum > 0,6
− Kadar LDH >200 IU atau >2/3 batas atas nilai normal serum
 Jika efusi pleura eksudat selanjutnya diperiksakan:
− Kadar glukosa
− Kadar amilase
− PH
− Hitung jenis
− Kadar lipid: trigliserida
− Pemeriksaan mikrobiologi dan sitologi.
− Amilase
− Tes bakteriologi: pewarnaan Gram, kultur MOR, pemeriksaan BTA langsung dan
kultur BTA
− Sitologi

DIAGNOSIS BANDING
Transudat, eksudat, chylothora,x empiema (lihat di atas)

PEMERIKS4&AN PENUNJANG
 Foto toraks PA, lateral dan lateral dekubitus,
 Analisis cairan pleura
 Pemeriksam cairan pleura: BTA langsung, kultur BTA, kultur mikroorganisme +
resistensi
 Sitologi cairan pleura (dengan atau tanpa cytospin)
 USG toraks
 CT scan

TERAPI
Efusi karena gagal jantung
 Diuretik.
 Torakosentesis diagnostik bila :
− Efusi menetap dengan terapi diuretik
− Efusi unilateral
− Efusi bilateral, ketinggian cairan berbeda bermakna
− Efusi + febris
− Efusi + nyeri dada pleuritik

Efusi Parapneumonia / Empiema


Torakosentesis +Antibiotika ± drainase (lihat lampiran algoritme).

65
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
Efusi pleura karena pleuritis Tuberkulosis
Obat anti Tuberkulosis (minimal 9 bulan) + kortikosteroid dosis 0,75— 1 mg/kgBB/ hari
selama 2-3 minggu, setelah ada respons diturunkan bertahap + torakosentesis terapeutik,
bila sesak atau efusi > tinggi dan sela iga III

Efusi pleura keganasan :


 Drainase dengan chest tube + pleurodesis kimiawi. Kandidat yang baik untuk
pleurodesis ialah :
− Terjadi rekurens yang cepat
− Angka harapan hidup: minimal beberapa bulan
− Pasien tidak debilitasi
− Cairan pleura dengan pH > 7,30
 Alternatif pasien yang tidak dapat dilakukan pleurodesis ialah pleuroperitoneal Shunt
 Terapi kanker paru ( lihat PPM,0020r kanker paru).
− terapi sistemik pada limfoma., kanker mammae dan karsinoma paru small shell
− Radioterapi pada limfoma dan chylothorax limfomatous dengan keterlibatan
KGB mediastinum
 Pasien dengan lama harapan hidup pendek atau keadaan buruk : torakosentesis
terapeutik periodik.

Chylothoraks
Chest tube/thoracostomy sementara, selanjutnya dipasang pleuroperitoneal shunt

Hemotoraks
Chest tube/thoracostomy, Bila pendarahan > 200 mL/jam, pertimbangkan torakotomi

Efusi karena penyebab lain:


Atasi penyakit primer

KOMPLIKASI
Efusi pleura berulang, efusi pleura terlokalisir, empiema, gagal napas

PROGNOSIS
 Dubia : tergantung penyebab, dan penyakit komorbid.
 prognosis buruk pada efusi pleura maligna.

WEWENANG
 RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
 RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT MENANGANI
 RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam — Divisi Pulmonologi
 RS Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Paru

66
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
UNIT TERKAIT
 RS Pendidikan : Departemen Bedah / Toraks, Radiologi / Radiodiagnostik, Patologi
Klinik, Mikrobiologi Klinik, Patologi Anatomi
 RS Pendidikan : Bagian Bedah, Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Patologi Anatomi
Mikrobiologi Klinik

REFERENSI
1. Uyainah A. Efusi Pleura. In: Simadibrata M Setiati S, Alwi 1, Maryantoro,Gani RA
Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilinu Penyakit Dalam
Jakarta: Pusat informasi dan Penerbitán Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
1999:210-1.
2. Rosenbluth DB. Pleural Effusions: Nonmalignant and Malignant. in: Fishman Ap
Elia JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser LR, Senior RM, editors. Fishman’s Manual
Pulmonary Diseases and Disorders.3” ed. New York: McGraw-Hill, 2002: 487506
3. Light RW Disorders of the Pleura, Mediastinum, and Diaphragm. In: Braunwald E
Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s Principles of
Internal Medicine. 15th ed. New York : McGraw-Hill, 2001:1513-6. -‘

67
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI

PNEUMOTORAKS
PENGERTIAN
Pneumotoraks adalah akumulasi udara di rongga pleura disertai kolaps paru. Pneumotoraks
spontan : terjadi tanpa trauma atau penyebab jelas :
 Pneumotoraks spontan primer : Pada orang sehat.
Faktor resiko: merokok.
Penyebab : umumnya ruptur bleb subpleural atau bullae.
 Pneumotoraks spontan sekunder: pada penderita PPOK, tuberkulosis paru, asma,
cystic fibriosis, pneumonia Pneumocystis carinii, dll.

Pneumotoraks traumatik adalah pneumotoraks yang didahului trauma, termasuk : biopsi


transtorakal, ventilasi mekanik, pemasangan kateter vena sentral, torakosentesis, biopsi
tranbronkhial, dll.

Menurut jenis fistulanya, dibagi atas :


1. Pneumotoraks ventil
2. Pneumotoraks terbuka
3. Pneumotoraks tertutup

DIAGNOSIS
Gejala : nyeri dada, akut, terlokalisir, dispnea ( pada pneumotoraks ventil: tiba-tiba, t ),
batuk, hemoptisiS

Pemeriksaan Fisik :
Takipneu
 Sisi terkena ( ipsilateral) :
− Statis : lebih menonjol
− Dinamis : pergerakan berkurang/tertiggal
− Fremitus : menghilang
− Perkusi : hipersonor
− Auskultasi : suara napas melemah — menghilang
 Tanda pneumotoraks tension :
− Keadaan umum sakit berat denyut jantung > 140 x/m
− Hipotensi
− Takipneu, pernapasan berat
− Sianosis
− Diaforesis
− Deviasi trakea ke sisi kontralateral
− Distensi vena leher
Foto Toraks :
 Tepi luar pleura viseral terpisah dan pleura parietal oleh ruangan lusen
 PA tegak pneumotoraks kecil : tampak ruangan antara paru dan dinding dada pada
apeks,
 Bilà perlu foto saat ekspirasi : mediastinal shift, depresi diafragma, ekspansi rib cage

CT Scan : membedakan pneumotoraks terlokulasi dan kista atau bullae


AGD : hipoksemia, mungkin disertai hipokarbia (karena hiperventilasi) atau hiperkarbia.

68
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit tromboemboli paru, pneumonia, infark miokardium, PPOK eksaserbasi akut, efusi
pleura, kanker paru

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto toraks CT scan toraks
Analisis gas darah : bila diperlukan

TERAPI
 Pneumotoraks unilateral kecil (< 20%) dan asimtomatik: observasi, foto toraks serial.
 Aspirasi : anestesi lokal di sela iga II anterior (garis midklavikula) aspirasi dengan
kateter 16F atau 18F, hingga tidak ada gas lagi keluar.
 Jika tidak resolusi dengan aspirasi atau volume udara besar: konsul Bagian Bedah/Sub
bagian Bedah Toraks untuk pertimbangan pemasangan thoracostomy tube. Tube
disambungkan ke water seal ed chamber, dapat disertai suction untuk 24 jam pertama
atau selama masih ada kebocoran udara. Setelah 24 jam tidak terjadi pneumotoraks
lagi : tube dapat dicabut.
 Jika pneumotoraks rekurens:
− Pleurodesis kimiawi dengan zat iritan terhadap pleura, atau :
− Konsul Bagian Bedah / Sub bagian Bedah Toraks untuk pertimbangan :
− Pleurodesis mekanik (abrasi permukaan pleura parietal atau stripping pleura
parietal ), atau
− Torakoskopi, atau Open thoracotomy.
Indikasi:
− Kebocoran udara memanjang,
− Reekspansi paru tidak sempurna
− Bullae besar
− Resiko pekerjaan
Indikasi relatif
− Pneumotoraks tension
− Hemopneumotoraks
− Bilateral pneumotoraks
− Rekurens ipsilateral / kontralateral

KOMPLIKASI
Gagal napas, pneumotoraks tension, hemopneumotoraks, infeksi / piopneumotoraks
penebalan pleura, atelektasis, pneumotoraks rekurens, emfisema mediastinum, edema paru
reekspansi

PROGNOSIS
Debia : tergantung tipe penyakit dasar, faktor pemberat / komorbid.

WEWENANG
RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

69
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
UNIT YANG MENANGANI
RS Pendidikani : Departemen Ilmu Penyakit Dalam — Divisi Pulmonologi
RS Pendidikaan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Paru

UNIT TERKAIT
RS Pendidikan : Departemen Bedah / Toraks, Radiologi / Radiodiagnostik
RS Pendidikan : Bagian Bedah, Paru, Radiologi

REFERENSI
1. Bahar A pneumothoraks. In Simadibrata M, Setiati S, Alwi l Maryantoro, Gani RA,
Masjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FKUI;1999.P.221
2. Rosenbluth DB. Pneumothorax. In Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA,
Kai-ser LR, Senior RM, editors. Fishman’s Manual of Pulmonary Diseases and
Disorders. 3rd ed. New York: McGraw-Hill; 2002 p. 507.
3. Disorders of the Pleura, Mediastinum, and Diaphragm. In Braunwald E,Fauci AS,
Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 15th ed. New York: McGraw-Hill 200l.p. 1513-6.

70
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI

PNEUMONIA DIDAPAT
DI MASYARAKAT

PENGERTIAN
Pneumonia adalah Inflamasi parenkim paru yang disebabkan mikroorganisme selain
Mikobakterium tuberkulosis.

Pneumonia Didapat Di Masyarakat (Community-acquired Pneumonia, CAP)


 Pneumonia pada individu yang menjadi sakit di luar rumah sakit, atau dalam 48 jam
sejak masuk rumah sakit
 infeksi akut pada parenkim paru yang berhubungan dengan setidaknya beberapa
gejala infeksi akut, disertai adanya gambaran infiltrat akut pada radiologi toraks atau
temuan auskultasi yang sesuai dengan pneumonia (perubahan suara napas dan atau
ronkhi setempat) pada orang yang tidak dirawat di rumah sakit atau tidak berada pada
fasilitas perawatan jangka panjang selama > 14 hari sebelum timbulnya gejala ( IDSA
2000)

Etiotogi penyebab
Grup I : rawat jalan, tanpa penyakit kardiopulmonal, tanpa faktor modifikasi
 Streptococcus pneumoniae
 Mycoplasma pneumoniae
 Chiamydia pneumoniae (tunggal atau infeksi campuran)
 Hemophilus influenzae
 Respiratory viruses
 Lain: Legionella spp., Mycobacterium tuberculosis, fungi endemik

Grup II: rawat jalan, dengan penyakit kardiopuhnonal, dan! atau faktor modifikasi
 Streptococcus pneumoniae ( termasuk DRSP)
 Mycoplasma pneumoniae
 Chlamydia pneumoniae
 lnfeksi campuran (bakteri + patogen atipik atau virus)
 Hemophilus influenzae
 Enterik gram negatif
 Respiratory viruses
 Lain: Moraxella catarrhalis, Legionella spp, aspirasi (anaerob), Mycobacte rium
tuberculosis, fungi endemik

Grup III: rawat map Non-ICU


a. Dengan penyakit kardiopulmonal dan / atau faktor modifikasi (termasuk penghuni panti
jompo)
 Streptococcus pneumoniae (termasuk DRSP)
 Hemophilus influenzae
 Mycoplasma pneumoniae
 Chiamydia pneumoniae
 Infeksi campuran (bakteri + patogen atipik )
 Enterik gram negatif

71
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
 Aspirasii (Anaerob)
 Virus
 LegioneIla spp
 Lain : Mycobacterium Tuberculosis,fungsi endemik, Pneumocystis carinii

b. Tanpa penyakit kardiopulmonal, tanpa faktor modifikasi


 Sterptococcus pneumoniae
 Hemophilus influenzae
 Mycoplasma pneumoniae
 Chlamydia pneumoniae
 Infeksi campuran (bakteri + patogen atipik)
 Legionella spp
 Lain : Mycobacterium berculosis,fungsi endemik, Pneumocystis carin

Grup IV : Rawat ICU


a. Tanpa resiko infeksi Pseudomonas aeruginosa
 Sterptococcus pnemuoiae (termasuk DRSP)
 Legionella spp
 Hemophilus influenzae
 Enterik gram negatif
 Sterptococcus aureus
 Mycroplasma pneumoniae
 Respiratory Virus
 Lain : - Chiamydia pneumoniae ,Mycobacterium tuberculosis, fungi endemik

b. Ada resiko infeksi Pseudomonas aeruginosa


 Semua patogen diatas (IV.a)
 + Pseudomonas aeruginosa

DIAGNOSTIK
1. Rencana diagnostik bertujuan :
Diagnostik adanya CAP:
Foto paru terdapat infiltrat barn atau infiltrat yang bertambah
Terdapat dapat 2 dan 3 gejala berikut: demam, batuk + sputum produktif, leukositosis ada
penderita usia lanjut: gejala dapat tidak khas/tersamar, seperti lesu, tidak mau makan, dll)

2. Pengkajian awal derajat berat periyakit dengan The Pneumonia PORT prediction rule
atau Pneumonia Severity oflllness Index (PSi): Berdasarkan proses dua langkah yang
mengevaluasi faktor demografis, penyakit komorbid, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan radiologis, pasien distratifikasi menjadi lima kelas risiko mortalitas
dan outcome:
Pasien dengan kondisi berikut dimasukkan dalam kelas risiko II-V
 Usia di atas 50 tahun
 Terdapat niwayat penyakit komorbid :
> keganasan
> gagal jantung kongestif

72
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
> penyakit serebrovaskul&
> penyakjt ginjal
> penyakit hati
− Terdapat kelainan path pemeriksaan fisis:
> perubahan status mental
> nadi > 125 kali/menit
> pernapasan > 30 kali/menit
> tekanan darah sistolik < 90 mmHg
> suhu < 30°C atau > 40°C
 Selain kondisi di atas pasien dimasukanan dalam kelas risiko I

3. Identifikasj penyebab mikrobiologis (lihat tabel 4):


 pewarna Gram sputum
 kukur sputum
 kukur darah
 pemeriksam serologis, pemeriksaan antigen, pemeriksaan polymera chain reaction
(PCR), dan tes invasif (torakosentesis, aspirasi transtfae bronkoskopi, aspirasj jarum
transtorakal, bipsi paru terbuka dan torakoskopi): bila diperlukan.

DIAGNOSIS BANDING
Tuberkulosis paru,jamur

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 foto toraks
 pulse Oxymetiy
 Laboratonum Rutin : DPL, hitung jenis, LED, Glukosa darah, Ureum, Creatinin,
SGOT, SGPT
 Analisis gas darah, elektrolit
 Pewarnaan Gram sputum
 Kultur sputum
 Kulturdar
 Pemeriksaan serologis
 Pemeriksaan antigen
 Pemeriksaan polymere chain reaction (PCR),
 Tes invasif ( torakosentesis, aspirasio transtrakheal, bronkoskopi aspirasi jarum
transtorakal, biopsi paru terbuka dan thorakoskopi

TERAPI
Tata Iaksana Umum:
Rawat jalan :
 Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan minum banyak cairan
 Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol
 Ekspektoran/mukolitik
 Nutrisi tambahan pada penyakit yang berkepanjangan
 Kontrol setelah 48 jam atau lebih awal bila diperlukan
 Bila tidak membaik dalam 48 jam : dipertimbangkan untuk dirawat di rumah
sakit,atau dilakukan foto toraks

73
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
Keputusan merawat pasien di RS ditentukan oleh :
 Derajat berat CAP (lihat di atas)
 Penyakit terkait,
 Faktor rognostik lain,
 Kondisi dan dukungan orang di rumah
 kepatuhan, keinginan pasien.

Rawat inap di RS:


 Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen
inspirasi. Tujuannya : mempertahankan PaO2 > 8 kPa dan Sa02 > 92 %
 Terapi oksigen pada pasien dengan penyakit dasar PPOK dengan komplikasi gagal
napas dituntun dengan pengukuran analisis gas darah berkala
 Cairan : Bila perlu dengan cairan intravena
 Nutrisi
 Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol
 Ekspetoran / mukolitik
 Foto toraks diulang padah pasien yang tidak menunjukkan perbaikan yang
memuaskan

Rawat di ICU :
 Bronskopi dapat bermanfaat untuk retensi sekret, mengambil sampel untuk guna
penelusuran mikrobiologi lain dan menyingkirkan kelainan Endobronkial.

Terapi Antibiotika :
 Pemilihan antibiotika dengan spektrum sesempit mungkin, berdasarkan perkiraan
menyebabkan CAP pada kelompok pasien tertentu, sesuai pedoman terapi empirik
inisial ATS 2001. Syarat untuk alih terapi (ATS 2001) :
 berkurangnya keluhan batuk dan sesak napas,
 Suhu afebris (< 100°F ) path dua pengukuran yang terpisah 8 jam lamanya, leukosit
berkurang / menjadi normal,
 saluran gastrointestinal berfungsi baik, masukan oral adekuat.
 Syarat untuk pemulangan dapat merujuk pada kriteria Weingarten atau Ramirez
(lihat tabel 6).

KOMPLIKASI
 CAP berat :
Bila memenuhi satu kriteria mayor ( dari 2 kriteria modifikasi) atau dua kriteria minor
( dari 3 kriteria minor modifikasi).
Kriteria minor yang dikaji saat masuk RS :
1. Gagal napas berat (Pa02/F102<250),
2. Foto toraks: pneumonia multilobaris,
3. TD sistolilc < 90 mmHg,
Kriteria mayor yang dikaji saat masuk RS atau dalam penjalanan penyakit:
1. Perlunya ventilator mekanis,
2. Syok sepsis.
 Gaga1 napas
 Sepsis, syok sepsis

74
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
 Gagal ginjal akut
 Efusi parapneumonik
 Bronkiektasis

PROGNOSIS
Tergantung pada derajat berat penyakit, penyakit komorbid, status imunologis dll.

WEWENANG
 RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
 RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI


 RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam — Divisi Pulmonologi
 RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam ,Paru

UNIT TERKAIT
 RS Pendidikan : Divisi Tropik— lnfeksi, Departemen Radiologi / Radiodiagnostik,
Patologi Klinik, mikrobiologi klinik, Parasitologi, Anestesi / ICU
 RS non pendidikan : Bagian Paru, Patologi Klinik, Radiologi, Parasitologi,
Mikrobiologi klinik, Anestesi / ICU

REFERENSI
1. American Thoracic Society. Guidelines for the Management of Adulis with
Community - Acquired Pneumonia: Diagnosis, Assessment of Severity, Antimicrobial
Therapy, and Prevention. Am JRespir Crit Care Med. 2001;163:1 730-54.
2. British Thoracic Society Standards of Care Committee. British Thoracic Society
Guidelinesfor the Management of Community Acquired Pneumonia in Adults. Thorax
2001;56 (suppl IV):1-64. Available at URL:http:/Thorax.bmjiournals.com
/cgi/content/full/56/ suppl_4/...
3. Rhew DC, Weingarten SR. Achieving A Safe and Early Discharge for Patients With
Community-Acquired Pneumonia. Medical Clinics of North America, November
2001;85(6):1427-40.
4. Bartlett JG Dowell SE Mandell LA, File Jr TM Musher DM Fine Mi Guidelines from
the Infectious Diseases Society ofAmerica: Practice Guidelines for the Management
of Community-A cquired Pneumonia in Adults. Clinical Infectious Diseases
2000;31:347-82.

75
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
Tabel 2. Langkah kedua sistem Skor Rumus Prediksi Pneumonia
Karakteristik pasien Nilai
Faktor demografik :
Usia
Laki-laki Umur ( Tahun )
Perempuan Umur ( Tahun ) – 10
Penghuni panti jompo + 10
Penyakit ko-morbid
Neoplasma +30
Penyakit hati +20
Gagal jantung kongensif +10
Penyakit serebrovaskular +10
Penyakit ginjal +10
Temuan pemeriksaan Fisik :
Perubahan status mental +20
Frekuensi pernapasan > 30 / menit +20
Tekanan darah sistolik < 90 mmHg +20
Suhu < 35 0C atau > 40 0C +15
Frekuensi nadi > 125 / menit +10
Hasil laboratorium dan radiologi
AGD ; pH < 7,35 +30
Blood Urea Nitrogren > 30 mg/dl ( 11 mmol/L +20
Natrium < 130 mmol/L +20
Glukosa > 250 mg/dl +10
Hematokrit < 60 mmHg +10
AGD : PaO2 < 60 mmHg +10
Efusi pleura +10

Tabel 3. Stretifikasi Pneumonia Berdasarkan Skor Resiko, Angka Kematian dan


Rekomendasi Tempat Rawat
Kelas Jumlah Mortalitas Penatalaksanaan
Resiko Nilai
Cohort Validasi Pneumonia
PORT ( % )

Rawat Rawat Rawat


Inap Jalan Pasien
I 0,5 0,0 0,1 Rawat jalan
II <70 0,9 0,4 0,6 Rawat jalan
II 71-90 1,2 0,0 0,9 Rawat inap singkat
IV 91-130 9,0 12,5 9,3 Rawat inap
V >130 27,1 0,0 27,0 Rawat inap

76
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Tabel 4. Perbandingan Pemeriksaan Diagnostik CAP


ATS 2001 BTS 2001 CIDS 2001 IDSA 2001
Lab Rawat jalan ; Rawat jalan : Rawat jalan : jika
Rutin Pasein yang masih Tak perlu untuk klinis/ro mengarah
mungkin dirawat di mayoriras pasien, pada prognosis buruk
RS, komorbid Rawat Rawat inap : datang
inap : semua pasien Rawat Inap : ke IGD Rawat inap : direkomendasikan
Harus direkomendasikan

CRP Rawat inap :


Bila tersedia
Pemeriksaan Rawat jalan : Rawat jalan : jika
okseginasi : Rawat inap : Dipertimbangkan klinis / ro mengarah
pulse axmetry Penyakit dasar prognosis buruk,
jantung /paru Rawat inap : rawat inap/datang ke Rawat inap :
Rawat inap : semua semua IGDdirekomendasikan Paien tertentu
Pemeriksaan Rawat inap : Rawat inap : Rawat jalan : & inap :
okseginasi : peny.berat,peny.paru SaO2< 92 % PPOK Rawat inap :
analisa gas kronis Cap berat Paien tertentu
darah
Foto toraks Rawat jalan &inap Rawat jalan : tak Rawat jalan : Rawt jalan & inap harus
harus perlu untuk direkomendasikan bila
mayoritas pasien memungkinkan, rawat
Rawat inap : harus inap, harus
Gram sputum Rawat jalan & inap Rawat jalan : tidak Rawat jalan : Rawat jalan :
bila curigai bakteri respon thd AB mayoritas tidak Optional
resisten, atau bakteri empiris rawat direkomendasiakan Rawat inap :
tak sensitif thd AB inap : CAP berat Rawat inap : direkomendasikan
yang biasa komplikasi (+) dirokemendasikan
Kultur sputum Rawat jalan & inap Rawat jalan : tidak Rawat inap : Rawat jalan :
bila curigai bakteri respon thd AB dirokemendasikan Optional
resisten, atau bakteri empiris Rawat inap :
tak sensitif thd AB Rawat inap : bukan direkomendasikan
yang biasa CAP berat + dahak
perulen +belun
AB, CAP berat
tidak respon thd
AB empiris
Kultur darah Rawat inap : Rawat inap : Rawat inap : Rawat inap : dirokemendasikan
dirokemendasikan dirokemendasikan dirokemendasikan
Tes serelogis Rawat inap : CAP Tidak Tidak direkomendasikan
Rawat inap : berat, tak respon direkomendasikan
Tidak rutin thd beta lactam,
dirokemendasikan faktor resiko,
wabah
Pneumococcal Rawat inap : CAP Direkomendasikan
antigen test berat
Tes antigen (A) Rawat inap Rawat Inap (A,K) CAP berat >
serologis (S), (A,S,K) CAP berat 40 th, tak respon thd beta lactam,
kultur Rawat inap : (A) faktor resiko, Rawat inap (A) Immunocompromized,kecurigaan
(K),Legionella CAP berat Wabah CAP berat klinis, wabah
Pemeriksaan Rawat jalan : Bila klinis sesuai Rawat inap :
sputum BTA Batuk produktif faktor resiko Pasien tertentu batuk 1 bulan

77
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
langsung + persisten

Tatalaksana CAP Tatalaksana


Rawat jalan Rawat inap

Tanpa penyakit Riwayat


Kardiopulmonal penyakit
Sakit ringan - sedang Severe CAP
tanpa faktor Kardiopulmonal
modifikasi + / atau
Faktor
modifikasi
Grup I Grup II Penyakit Tanpa penyakit Tanpa Tanpa
Kardiopulmonal Kardiopulmonal Resiko Resiko
+ / atau tanpa faktor Paeruginosa Paeruginosa
Faktor modifikasi
modifikasi

Grup III A Grup III B Grup IV A Grup IV B

Gambar 2. Stratifikasi Pasien CAP ( ATS 2001 )

78
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Tabel 5. Rekomendasi Terapi Empiris ( ATS 2001 )


Grup Karakteristik Antibiotik Pilihan ( kedua pilihan ini setingkat)
I Rawat jalan MAKROLID GENERASI DOXYCYCLINE
Penyakit BARU
Kardiopulmonal (-)
Faktor modifikasi (-)
II Rawat jalan B- lactam oral : Fluroquinolon-
Penyakit Cefpodixime antipneumococcus
Kardiopulmonal (+) Cefuroxime
Dan / atau Amoxicillin dosis tinggi
Faktor modifikasi (+) Amoxicillin/ clavulanat
Atau parenteral :
Ceftriaxone, diikuti
Cefpodoxime oral
Dikombinasi dengan :
Makrolid atau doxycycline
III A Rawat jalan B- lactam IV : Fluroquinolon-
Penyakit Cefotaxime Antipneumococcus IV
Kardiopulmonal (+) Ceftriaxone
Dan / atau Ampixicillin/sulbactam
Faktor modifikasi (+) Ampixicillin dosis tinggi
Dikombinasi dengan :
Makrolid IV atau oral atau
doxycycline
III B Rawat inap Azithromycin IV Fluroquinolon-
Penyakit Atau antipneumococcus
Kardiopulmonal (-) Doxycycline dan B- lactam
Faktor modifikasi (-)
IV A Rawat ICU B- lactam IV :
Tanpa Cefotaxime
Dengan resiko Ps Ceftriaxone
Aeruginosa Dikombinasi dengan :
Makrolid IV(Azithomycin)
Atau fluoroquinolon IV
IV B Rawat ICU B-lactam antipseudomonas IV B-lactam antipseudomonas IV tertentu
Dengan resiko Ps tertentu Cefepime
Aeruginosa Cefepime Imipenen
Imipenen Meropenen
Meropenen Piperacillin/tazobactam
Piperacillin/tazobactam Dikombinasi dengan :Aminoglikosida
Dikombinasi dengan : IV
Quinolon antipsedomonas IV Dikombinasi dengan Makrolid IV
ciprofloxacin (azithromycin)
Atau
Fluoroquinolon nonpseudomonas IV

79
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Tabel 6. Kriteria Alih Terapi dan Permulangan Pasien (Weingarten Ramirez)


Weingarten Ramirez
Kriteria Tidak ada alasan yang jelas untuk tetap Perbaikan batuk dan sesak
Alih terapi dirawat : TD sistolik < 100 mmHg, dehidrasi napas
seprti ditunjukkan oleh hipernatremia (Na > Absorpsi gastointestinal
155 mmol/l), rasio BUN : cretinin > 20 : 1, Adekuat
perubahan TD sistolik ortostatik > 20 mmHg, Suhu menjadi normal
Perubahan mental akut, hipoksia ( saturasi gas ( < 37,8 0C selama minimal 8
darah arteri pada udara kamar < 90 % tau PO 2 jam )
< 55 mmHg ), asidosis respiratorik akut den Leukosit menjadi normal
gan pH < 7,30, ketidak mampuanm mimun
obat atau cairan peroral, penjalaran infeksi
( meningitis ), penyakit komorbid yang tak
stabil.

Tidak ada pathogen beresiko tinggi :


stapylococcus aerus , aspirasi pasca-obstruksi,
mycobacterial fungi. Tidak ada komplikasi
fatal selama perawtan : infark miokard akut,
fibrilasi ventrikular, takkikardia ventrikular ,
asystole, blok jantung total, fibrilasi atrial tak
stabil atau baru, flutter atrial tak stabil atau
baru, takikardia supraventrikular, pnemutorak,
gagal jantung kongestif

Tidak ada imunosupresi, atau infeksi jantung

Waktu Hari ke-3 Jika kriteria alih terapi


Alih terapi terpenuhi
Kriteria Tidak ada Kandidat terapio oral tak perlu
pulang tata laksana kondisi komorbid
(CHF,dll)
Tak perlu tindakan diagnostik
(bronskoskopi untuk massa
paru)
Tidak ada indikasi sosial
untuk melanjutkan perawatan
( kondisi rumah tak stabil)

80
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
Waktu Hari ke-4 Jika kriteria pulang terpenuhi
Pulang
PNEUMONIA ATIPIK

PENGERTIAN
Pneumonia atipik adalah pneumonia yang disebabkan infeksi bakterial, tapi mempunyai
gambaran klinis radiologis tersendiri yang berbeda dan pneumonia umumnya, yakni onset
yang insidious, demam ringan sampai berat, batuk tanpa produksi sputum, dan tidak
berespons dengan terapi antibiotik B-laktam.Etiologi : Mycoplasma pneumoniae,
chiamydia pneumoniae, legionella spp, influenza virus tipe A dan B

DIAGNOSIS
Pada pneumonia yang disebabkan oleh mikroba atipik gejala sistem pernapasan dapat tidak
khas, sedangkan gejala sistemik seperti sakit kepala, nyeni otot / sendi dapat menonjol.
 Batuk tanpa sputum, kecuali bila penyakit memberat / infeksi sekunder
 Demam ningan, dapat dengan cepat meningkat hingga menggigil
 Malaise, kelemahan seluruh anggota tubuh
 Sakit kepala, nyeri otot (sering)
 Nyeri dada (jarang), sesak napas (bila berat)

Pemeriksaan fisik
 Tanda-tanda radang dan konsolidasi paru : suara napas bronkial, ronkhi,
 Efusi pleura, abses paru (bila berat)
 Gejala gangguan ekstra paru ( terutama oleh Legionella dan Mycoplasma):
− Infeksi saluran napas atas : laryngitis, faringitis, rinitis
− Saluran gastrointestinal : diare, muntah, nyeri perut, hepato-splenomegalio Sistem
kardiovaskular : bradikardia relatif, miokarditis, perikarditis
− Gangguan sistem saraf: confusion, ensefalitis, meningismus, paralisis Guillain
Barre, kelumpuhan saraf kranial, neuropati penifer
− Gangguan dermato-muskuloskeletal : rash, eritema, myalgia, artritis, arthralgia,
− Gangguan sistem urogenital: glomerulonefritis, gagal ginjal akut, abses tubo-
ovanian
− Mata : bullous myringitis
− Telinga: otitis media

Laboratorium
DPL leukositosis (jarang), biasanya < 1 5000/mL, trombositopenia, anemia hemolitik
(kadang-kadang), LED meningkat SGOT,SGPTmeningkat

Foto toraks bervariasi :


 Fase awal: infiltrat paru retikuler dan intersitial
 Unilateral, terutama lobus bawah, segmental atau satu lobus
 Pembesaran KGB hilus

DIAGNOSIS BANDING
Pneumonia didapat di masyarakat (CAP) bronkitis kronik

81
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : DPL, retikulosit, LED, SGOT, SGPT, serologis
TERAPI
Antibiotik : pemilihan antibiotika dengan spektrum sesempit mungkin :
 Makrolid :
− Eritromisin
− Claritomisin 2 x 500 mg
− Azitromicin 2 X 500 mg
− Roksitromisin 2 x 500 mg
 Doksisklin
 Respiratory-fluorokuinolon
 + Rifampisin (bila curiga Legioflella)

Tata laksana umum ( tata laksana umum CAP ) :


Rawat jalan
 Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan minum banyak cairan
 Nyeri pleuritik / demam diredakan dengan parasetamol
 Ekspektoran/mukolitik
 Nutri tambahan pada penyakit yang berkepanjamgan
 Kontrol setelah 48 jam atau lebih awal bila diperlukan
 Bila tidak membaik dalam 48 jam : dipertimbaiigkan untuk dirawat di rumah sakit,
atau lakukan foto toraks

Keputusan merawat pasien di RS ditentukan oleh


 Derajat berat
 penyakit terkait
 faktor prognostik lain
 kondisi dan dukungan orang di rumah
 kepatuhan, keinginan pasien

Rawat inap di RS
 Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen
inpirasi. Tujuannya : mempertahankan Pa02 > 8 kPa dan Sa02 > 92%.
 Terapi oksigen pada pasien dengan penyakit dasar PPOK dengan komplikasi gagal
napas dituntun dengan pengukuran AGD berkala
 Cairan: bila perlu dengan cairan intravena
 Nutrisi
 Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol
 Ekspektoran/mukolitik
 Foto toraks diulang pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikan yang memuaskan

Rawat di ICU
 Bronkoskopi dapat bermanfaat untuk retensi sekret, mengambil sampel untuk kultur
guna penelusuran mikrobiologi lain dan menyingkirkan kelainan endobronkial.

KOMPLIKASI

82
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
 Efusi pleura, empiema, abses paru, atelektasis, gagal napas, kor pulmonal
pneumotoraks, septikemia, herpes labialis, penyakit tromboemboli

PROGNOSIS
 Dubia: tergantung derajat berat penyakit, penyakit terkait, faktor prognostik lain

WEWENANG
 RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
 RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI


 RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam — Divisi Pulmonologi
 RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
 RS Pendidikan: Departemen Radiologi / Radiodiagnostik, Patologi Klinik,
mikrobiologi klinik
 RS non pendidikan: Bagian Patologi Klinik Paru, Radiologi, Mikrobiologi klinik

REFERENSI
1. Bahar A. Diagnosis Pneumonia Atipik. Makalah Siang Klinik Penyakit Dalam FKUI/
RSUPN CM, 25 Maret 1999.
2. Suwondo A. Penatalaksanaan Pneumonia Atipik. Makalah Siang Klinik Penyakit
Dalam FKUI/RSUPNCM, 25 Maret 1999.
3. American Thoracic Society. Guidelines for the Management of Adults with
Community- Acquired Pneumonia: Diagnosis, Assessment of Severity, Antimicrobial
Therapy, and Prevention. Am JRespir Crit Care Med. 2001;163:1730-54.
4. British Thoracic Society Standards of Care Committee. British Thoracic Society
Guide linesfor the Management of Community Acquired Pneumonia in Adults.
Thorax 2001;56 (suppi IV):1-64. Available at URL:http://thorax.bmjjournals.
com/cgi/content/full/56/ supp/_4/...

83
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI

GAGAL NAPAS

Pengertian
Gagal napas adalah Ketidak mampuan. mempertahankan nilai pH (keasaman), oksigen
(O2), karbondioksida (C02) darah arteri supaya tetap dalam batas normal.

Etiologi
 Penyakit saluran napas: bronkitis kronik, emfisema, asma bronkial, bronkietasis
 Penyakit paru parenkim : pneumonia, edema paru, aspirasi, inhalasi asap, gas
 Gangguan hipermeabilitas : edema paru, ARDS
 Penyakit pembuluh darah : emboli paru, syok kardiogenik, fistula A. V pulmoner
 Trauma : dada, leher, kepala
 Gangguan neurosmukular : poliomielitis, sindrom tetanus, Guillain Barre, paralisis
diafragma
 Obat-obatan : barbiturat, narkotik, sedatif, obat-obat relaksasi
 Kelainan dinding dadab : kifoskoliosis, ankylosing spondylitis
 Lain-lain : hipotermia

DIAGNOSIS
Napas berat, batuk , sianosis, pulsus paradoksus, stridor, aritmia, takikardia, konstriksi
pupil

Gagal napas tipe I :


 PCO2 normal atau meningkat
 PO2 menurun
 Umumnya kurus
 Warna kulit: pink puffer
 Hiperventilasi
 Pernapasan: purse-lips

Gagal napas tipe II :


 PCO2 meningkat
 PO2 menurun
 Sianosis
 Umumnya kegemukanl
 Hipoventilasi
 Tremor CO2
 Edema

DIAGNOSIS BANDING
Edema paru, ARDS

84
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Analisis gas darah
 Foto toraks
 Kateter Swan Ganz dengan monitor - tekanan kapiler paru (PCWP)
 FKG

TERAPI
Tahap I
 Perbaiki gangguan hipoksemia dengan terapi O2
 Bronkodilator nebulizer
 Humidifikasi
 Fisioterapi dada
 Antibiotika

Tahap II
 Bronkodilator parental
 Kartikosteroid

Tahap III
 Stimulan pernapasan
 Mini trakeostomi jika retesi sputum

Tahap IV
 Ventilasi Mekanik

KOMPLIKASI
 Mortalitas

PROGNOSIS
 Malam

WEWENANG
 RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
 RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI


 RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam — Divisi Pulmonologj
 RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam,

UNIT TERKAIT
 RS Pendidikan : Departeme Patologi Klinik, Radiologi, Anestesi / ICU
 RS non pendidikan : Bagian Patologi Klinik Paru, Radiologi, Anestesi/ ICU

REFERENSI

85
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
Bahar A. Gagal Napas In : Simaibrata AL Setiati S Alwi I, Maryantoro Gani RA, Mansjoer
A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyaki Dalam. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian ilmu Penyakit Dalam FKUI,1999 213-4.
PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIK

PENGERTIAN
Penyakit paru obstruktif kronik Penyakit yang ditandai dengan adanya perlambatan aliran
udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Perlambatan aliran udara umumnya. rogresif dan
berkaitan dengan respons inflamasi yang abnormal terhadap partikel atau gas iritan (GOLD
2001).

DIAGNOSIS
 Keluhan : sesak napas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor risiko(+),
PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala
 Anamnesis riwayat paparan dengan faktor risiko, riwayat penyakit sebelumnya,
riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya,
komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas dll, kemungkinan mengurangi
faktor resiko
 Pemeriksaan fisik
− Pernapasan pursed lips,
− Takipnea,
− Dada emfisematous atau barrel chest
− Dengan tampilan fisik pink puffer atau blue bloater
− Bunyi napas vesikuler melemah
− Eksirasi memanjang
− Ronki kering atau wheezing
− Bunyi jantung jauh.
 Diagnosis pasti dengan uji spirometri :
− FEV1 / FVC< 70%
− Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : FEV 1 pasca bronkodilator < 80%
prediksi
 Uji coba kortikosteroid
 Analisis gas darah pada :
− Semua pasien dengan VEP1< 40% prediksi
− Secara klinis diperkirakan gagal napas atau payah jantung kanan.

PPOK Eksaserbasi Akut


− gejala eksaserbasi : bertambahnya sesak napas, kadang-kadang disertai mengi,
tambahnya batuk disertai meningkatnya sputum dan sputum menjadi lebih purulen
atau berubah warna.
− Gejala non-spesifik : malaise, insomnia, fatigue, depresi
− Spirometri : fungsi paru sangat menurun

Etiologi eksaserbasi
Infeksi mukosa trakeobronkial, terutama Streptococcus pneumonie, Haemophilus influnzae,
Moraxella catarrhalis.

86
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Pajanan polusi udara

Klasifikasi PPOK menurut National Heart, Lung and Blood Institut dan WHO
Stadium 0 Derajat Berisiko PPOK
Spirometri normal
Kelainan kronik (batuk, sputum prioduktif)
Stadium I PPOK ringan
VEP1 / KVP < 70%
VEP1> 80 % prediksi
Dengan/tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produktif)
Stadium II PPOK sedang
VEP1 / KVP < 70 %
30% < VEP1 < 80 % prediksi
(II A: 50% < VEP1 < 80 % prediksi)
(II B: 30% < VEP1 < 50 % prediksi)
Dengan /tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produktif)
Stadium III PPOKberat
VEP1 / KVP < 70 %
VEP1 < 30 % prediksi atau VEP1 < 50% prediksi + gagal napas

DIAGNOSIS BANDING
Asma bronkial, bronkiektasis, gagal jantung kongestif, pneumonia

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Spirometri
 Foto toraks
 Bila eksaserbasi akut : analisis gas darah, DPL, sputum Gram, kultur MOR

TERAPI
Usaha mengurangi faktor risiko
 Edukasi-motivasi berhenti merokok
 Farmakoterapi stop merokok

Terapi PPOK Stabil


 Terapi Farmakologis
a.Bronkodilator
− Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia I tak terjangkau
− Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermiten)
− 3 golongan :
− agonis B-2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol,
salmeterol,
− antikolinergik : ipratropium bromid, oksitroprium bromid
− metilxantin : teofilin lepas lambat, bila kombinasi B-2 dan steroid belum
memuaskan

87
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
− Dianjurkan bronkodilator kombinasi dari pada meningkatkan dosis
bronkodilator monoterapi

b. Steroid, pada :
− PPOK yang menunjukkan respons pada uji steroid
− PPOK dengan FEV 1 < 50 % prediksi (stadium II B dan III)
− Eksaserbasi akut
c. Obat-obat tambahan lain
− mukolitik (mukokinetik, mukoregulator): ambroksol, karbosistein, gliserol
iodida
− antioksidan : N-asetil-sistein
− imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin
− anti tusif : tidak rutin
− vaksinasi : influenza, pneumokok

 Terapi Non-farmakologis.
a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi
psikososial
b. Terapi oksigen jangka panjang (> l5jamsehari): Pada PPOKs tadium III, AGD =
− Pa02 < 55 mmHg, atau Sa02 <88 % dengan / tanpa hiperkapnia
− Pa02 55 - 60 mmHg, atau Sa02 < 88 % disertai hipertensi pulmonal, edema
perifer karena gagal jantung, polisitemia.
c. Nutrisi
d. Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungsi paru atau gerakan
mekanik paru)

Terapi PPOK Eksaserbasi Akut


Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah : bronkodilator seperti pada PPOK
stabil ,dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari.Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 hari. Bila
infeksi : diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk Spneumonie, H influenzae, m
catrrralis).
Terapi eksaserbasi akut di rumah saki :
 Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask.
 Bronkodilator : inhalasi agonis B2 (dosis & frekuensi ditingkatkan) + antikolinergik.
Pada eksaserbasi akut berat : + aminofilin (0,5 mg/kgbb/jam)
 Steroid : prednisolon 30-40mg P0 selama 10-14 hari.
Steroid intra vena : pada keadaan berat

Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenzae, M catarrhalis.


 ventilasi mekanik pada : gagal napas akut atau kronik

KOMPLIKASI
Gagal napas, kor pulmonal, septikemia

PROGNOSIS
Dubia, tergantung dari stage, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain

88
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI

WEWENANG
 RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
 RS Non Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
 RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam — Divisi Pulmonologi
 RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
 RS Pendidikan : Departemen Rehabilitasi Medik, Radiologi / Radiodiagnostik,.
Anestesi / ICU
 RS Non Pendidikan: Bagian Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Anestesi / ICU

REFERENSI
Uyainah A. Standardisasi Baru dalam Diagnosis dan Terapi PPOK. in: Setiati S, Alwi I
Kasjmir Yl, Bawazier LA, Lydia A, Syam AE et al, editors. Prosiding Simposium Current
Diagnosis and Treatment in internal Medicine 2002. Jakarta: Pusat informasi dan
Penerbit,
Bagian ilmu Penyakit Dalam FKUI,2002.p. 55-64.

89
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI

TUBERKULOSIS PARU

PENGERTIAN
 Tuberkulosis paru adalah infeksi paru yang menyerang jaringan parenkim paru,
disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis berdasarkan hasil pemeriksaa sputu,
TB dibagi dalam :
1. TB paru BTA positif : sekurangnya 2 dari 3 spesimen sputum BTA positif
2. TB Paru BTA negatif, dan 3 spesimen sputum BTA negatif, foto toraks positif
 Berdasarkan tingkat keparahan penyakit yang ditunjukan oleh foto toraks, TB Paru di
bagi dalam :
1. TB paru dengan kelainan paru luas
2. TB Paru dengan kelainan paru sedikit
 Berdasarkan organ selain paru yang terserang, TB paru dibagi dalam :
1. TB Ekstra Paru Ringan : TB kelenjar limfe, TB tulang non-vertebra, TB sendi, TB
adrenal
2. TB Ekstra Paru Berat : meningitis, TB miller, TB diseminata,
perikarditis,pleuritis, peritonitis, TB vertebra, TB usus, TB genitourinarius
 Berdasarkan riwayat pengobatan TB paru dibagi dalam :
1. Kasus baru
2. Kambuh (relaps)
3. Drop- out / default
4. Gagal terapi
5. Kronis

DIAGNOSIS
Keluhan (tergantung derajat berat, organ terlibat, dan komplikasi ): batuk-batuk > 3 minggu
batuk berdarah, sesak napas, nyeri dada, malaise, lemah, berat badan turun, napsu makan
turun, keringat malani, demam

Gejala yang ditemukan (tergantung derajat berat, organ terlibat, dan komplikasi) :keadaan
umum lemah, kakeksia, takipnea, febris, paru : tanda-tanda konsolidasi (redup,fremitus
mengeras/ melemah, suara napas bronkhial/ melemah, ronkhi basah/kering )

Laboratorium : LED meningkat


Mikrobiologis :
 BTA sputum positif minimal 2 dari 3 spesimen SPS,
 Kultur Mycobacterium tuberculosis positif ( diagnosiS pasti)

Radiologis :
 Foto toraks PA ± lateral (hasil bervariasi) : infiltrat, pembesaran KGB hilus/ KGB
paratrakeal, milier, atelektasis, efusi pleura, kelasifikasi, bronkiektasis , kavitas,
destroyed lung
Imuno-Serologis :
90
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
 Uji kulit dengan tuberkulin ( Mantoux ) positif > 15 mm pada orang Indonesia yang
imunokompeten

 tes PAP, ICT-TB : positif


PCR- TB dan sputum ( hanyamenunjang klinis)

DIAGNOSIS BANDING
Pneumonia, tumor / keganasan paru, jamur paru, penyakit paru akibat kerja

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : LED
Mikrobiologis : BTA sputum, kultur resistensi sputum terhadap M tuberculosis.
 Pada kategori 1 dan 3 : sputum BTA diulangi pada akhir bulan ke 2,4 dan 6.
 Pada kategori 2 : sputum BTA diulangi pada akhir bulan ke 2,5 dan 8.
 Kultur BTA sputum diulangi pada akhir bulan ke 2 dan akhir terapi.
Radiologis : foto toraks PA, lateral pada saat diagnosis awal dan akhir terapi.
Selama terapi : evaluasi foto setelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan.
Imuno- Serologis:
 uji kulit dengan tuberkulin (Mantoux)
 tes PAP, ICT-TB PCR- TB dan sputum

TERAPI
Terapi umum: istirahat, stop merokok, hindari polusi, tata laksana komorbiditas, nutrisi,
vitamin
Medikamentosa obat anti TB (OAT):

Kategori 1 : untuk
 penderita baru TB Paru, sputum BTA positif
 penderita TB Paru, sputum BTA negatif, rontgen positif dengan kelainan paru luas
 penderita TB Ekstra Paru berat diterapi dengan
 2 RHZE / 4 RH-2 RHZE /4 R3H3 -2 RHZE / 6HE

Kategori 2 untuk:
 penderita kambuh
 penderita gagal
 penderita after default
diterapi dengan:
− 2 RHZES /1 RHZE /5 RHE
− 2 RHZES / 1RHZE /5 R3H3E3
Kategori 3 : untuk :
 penderita baru TB Paru, sputum BTA negatif, rontgen positif dengan kelainan paru
tidak luas
 penderita TB Ekstra Paru ringan diterapi dengan :
− 2 RHZ / 4 RH
− 2 RHZ / 4 R3H3
− 2 RHZ / 6 HE
91
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Kategori 4 :untuk :
 Penderita TB kronik
− Diterapi dengan :
− H seumur hidup,
− Bila mampu : OAT lini kedua

KOMPLIKASI
 Komplikasi paru : atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis, pneumotoraks,
gagal napas,
 TB eskstra paru : pleuritis, efusi pleura, penikarditis, peritonitis, TB kelenjar limfe,
 Kor pulmonal

PROGNOSIS
Dubia : tergantung derajat berat, kepatuhan pasien, sensitivitas bakteri, gizi, status, imun
komorbiditas

WEWENANG
RS Pendidikan : Dokter Spesialis Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
RS Pendidikan : Dokter SpesialiS Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI


RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam — Divisi Pulmonologi
RS Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
 RS Pendidikan : Divisi di Departemen ilmu Penyakit Dalam yang terkait dengan
keterlibatan organ/komplikasi TB, Departemen Radiologi / Radiodiagnostik, Patologi
Klinik, mikrobiologi klinik, Patologi Anatomi, Bedah / toraks dan Bagian lain yang
terkait dengan keterlibatan organ/komplikasi TB.
 RS Non Pendidikan : Bagian Bedah, Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Patolog
Anatomi, Mikrobiologi klinik dan Bagian lain yang terkait dengan keterlibatan
Organ/komplikasi TB

92
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI

KARSINOMA PARU

PENGERTIAN
Karsinoma paru umumnya berarti tumor yang berasal dan epitel pernapasan (bronkus,
bronkiolus, alveolus). Tipe sel yang paling sering ditemukan menurut klasifikasi WHO
untuk neoplasma paru primer :
1. Karsinoma sel skuamosa (epidermoid)
2. Karsinoma sel kecil (oat cell carcinoma)
3. Adenokarsinoma (termasuk bronkioloalveolar)
4. Karsinoma sel besar

Faktor risiko:
 Merokok (aktif, pasif),
 Polusi lingkungan kerja:
− asbestos ( galangan kapal, konstruksi, pertambangan )
− arsenik (kebun anggur, gembala kambing, tambang emas, pelapis
logam),
− hidrokarbon aromatik polisiklik (industri baja)
− kromat dan kromium (pekeija industri, pelapis krom)
− silika (penemuan baja),
− pabrik gas beracun, penyulingan nikel
− tambang uranium, radon, dan turunannnya
 Polusi udara : gas buangan kendaraan bermotor mengandung hidrokarbon aromatik
polisiklik
 Radiasi non-ionisasi (telepon selular),
 radiasi prosedur diagnostik

DIAGNOSIS
Gambaran klinis:
 Asimptomatis
 Klinis lokal : Batuk, hemoptisis, wheezing, stridor, abses, atelektasis
 Klinis invasi lokal : Nyeri dada, dyspnea karena efusi pleura, aritmia ( invasi ke
pericardium), sindrom vena cava superior, sindrom Homer (facial anhidrosis, ptosis,
miosis ), suara serak (penekanan pada n.laryngeal recurrent), sindrom Pancoast
(invasi pleksus brakialis dan saraf simpatis servikalis)
 Metastasis : Nyeri tulang, sakit kepala, iktems, perubahan neurologis, suara
 serak, sulit menelan, sesak napas, pembesaran kelanjar getah bening
 Sindrom paraneoplastik:
− Gejala sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
− Hematologi : leukosistosis, anemia, hiperkoagulasi
− Neurologik : demensia, ataksia, tremor, neuropati perifer,

93
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
− Endokrin : sekresi PTH ( hiperkalsemia ),
− Dermatologi : eritema multiform, hiperkeratosis,jari tabuh,
− Renal : SIADH,
− Osteoartropati hipertrofi

Diagnostik pada pasien dengan kanker paru terdiri dari :


1. Diagnosis adanya kanker paru
2. Diagnosis tipe histologis kanker paru
3. Staging kanker paru
4. Anatomic staging : penentuan lokasi tumor
5. Physiologic staging : pengkajian kemampuan pasien menerima berbagai terapi anti -
tumor
6. Terutama untuk kanker paru non-small cell : resektabilitas ( apakah tumor dapat
diangkat seluruhnya dengan prosedur bedah standar seperti lobektomi atau
,pneumonektomi) dan operabilitas ( apakah pasien dapat mentoleransi prosedur bedah
)

DIAGNOSIS BANDING
Tumor metastasis dan kanker primer di tempat lain.Tumor jinak paru : tersering ialah
bronkial dan hamartoma. Yang lebih jarang kondroma, fibroma, lipoma, hemangioma,
leiomyoma, teratoma, endometriosis. Infeksi (TB paru, infeksi non, spesifik), granulma.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan sitologi sputum merupakan pemeriksaan rutin pada pasien dengan batuk
dan gambaran klinis dicurigai suatu keganasan.
 Pemriksaan sitologi lain dapat dilakukan pada cairan pleura, aspirasi kelenjar getah
bening, biopsi transthorakal, transbronchial needle aspiration (TBNA), bilasan
bronkus, sikatan bronkus, biopsi sumsum tulang.
 Pemeriksaan histopatologis, merupakan baku emas, dilakukan melalui cara :
Bronskopi, thorakoskopi, mediastinoskopi, thorakotomi.
 Foto toraks : untuk penapisan pasien dengan risiko tinggi, menentukan adanya massa
di paru, melihat adanya efusi pleura.
 CT Scan toraks : memastikan adanya lesi di paru, menentukan lokasi dan ukuran lesi
secara tepat, menilai KGB hilus dan mediastinum, mencari metastasis paru supra
renalis dan hepar, menilai respons terapi, mendeteksi kekambuhan tumor.
 Pencitraan lain : CT Scan abdomen, USG abdomen, CT kepala, bone scan, bone ey,
angiografi, MRI.

Prosedur Staging untuk pasien kanker Paru


A. Untuk semua pasien
 Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik lengkap
 Penentuan status tampilan
 Laboratorium : DPL, elektrolit, glukosa, kalsium, fosfat, fungsi ginjal, fungsi hati
 EKG
 Tes s kulit untuk tuberkulosis
 Foto toraks
 CT scan toraks

94
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
 CT scan abdomen atau USG abdomen
 CT scan otak
 Bone scan
 Bone survey atau foto daerah tulang yang dicurigai berdasarkan bone scan atau
klinis
 Foto Barium bila ada keluhan esofagus
 Fungsi paru / spirometri dan analisis gas darah bila ada gangguan Pernapasan
 Biopsi dari lesi yang dicurigai kanker yang dapat dijangkau :
− Lesi sentral : bronkoskopi dengan bilasan bronkus, sikatan bronkus, TBNA,
biopsi forsep
− Lesi perifer : biopsi aspirasi jarum halus transthorakal dengan atau tanpa
bimbingan USG/CT scan, biopsi dengan thorakoskopi
 Sitologi cairan pleura bila ada efusi pleura
B. Untuk pasien dengan NSCLC tanpa kontraindikasi untuk pembedahan kuratif
atau radioterapi:
 Seperti butir A. ditambah:
 Tes koagulasi
 Jika rencana bedah : evaluasi mediastinum oleh bag. Bedah pada saat
mediastinoskopi atau thorakotomi
C. Untuk pasien dengan SCLC:
 Seperti butir A. ditambah:
 Aspirasi sumsum tulang dan biopsi

TERAPI
Berdasarkan tipe histopatologis dan staging TNM menurut IUCC 1997:
NSCLC:

Stage I A-B, II A-B, beberapa III A:


St. IA-B & hA-B : Reseksi
St. III A dengan keterlibatan N2 minimal (ditentukan saat torakotomi atau
mediastinoskopi):
Reseksi + Diseksi KGB mediastinum lengkap + pertimbangkan kemoterapi neoajuvan
Keterlibatan N2 (bila tidak diberikan Kemoterapi Neoajuvan): Radioterapi pasca-op
Kemoterapi / Ajuvan: diskusikan risiko / keuntungan bagi pasien
Non-operabe l: Radioterapi berpotensi kuratif

Stage II A dengan tipe tertentu dan tumor stage T3:


Invasi dinding dada ( T3 ): Reseksi en block tumor + dinding dada yang terlibat,
pertimbangkan Radioterapi pasca-op
Tumor Pancoast ( T3): Radioterapi pre-op (30-45 Gy) dilanjutkan Reseksi en block
tumor + dinding dada yang terlibat, pertimbangkan Radioterapi pasca-p atau Brakiterapi
intra-op
Keterlibatan saluran napas proksimal (< 2 cm dan karina) tanpa KGB mediasti num:
Reseksi sleeve (jika mungkin mempertahankan paru distal yang normal), atau
Pneumonektomi

Stage III A “lanjut, bulky, klinis terbukti N2 (pre-op), &

95
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
Stage III B yang toleran terhadap Radioterapi port :Radioterapi potensial kuratif +
Kemoterapi (jika status tampilan dan kondisi umum memungkinkan), atau Radioterapi saja
(bila tidak memungkinkan Kemo terapi)

Stage III A dengan N2 lanjut


Pertimbangakan Kemo terapi Neoajuvan dan Reseksi
Stage III B dengan invasi karina (T4) tanpa adanya N2 : pertirnbangkan pneumonektomi
dengan Reseksi sleeve trakea dan Reanastomosis langsung ke bronkus mainstem
kontralateral

Stage IV A dan III B yang lebih lanjut :


Radio terapi pada daerah lokal yang simtomatik
Kemo terapi untuk pasien rawat jalan
Drainase Chest tube untuk efusi pleura maligna yang banyak
Pertimbangkan Reseksi tumor primer / metastasis untuk kasus metastasis otak atau adrenal
tersiolasi

SCLC
Limited stage (status tampilan baik) : kemoterapi Kombinasi + Radio terapi toraks
Extensive stage (status tampilan baik ) : Kemoterapi Kombinasi
Respons tumor komplit : (semua stage ) :Radio terapi kranial profilaktik
Status Tampilan buruk (semua stage):
Kemoterapi Kombinasi dengan modifikasi dosis
Radio terapi paliatif

Semua pasien :
Radio terapi untuk :
 Metastasis otak,
 Kompresi medulla spinalis,
 Lesi titik pada tulang penahan beban,
 Lesi lokal simptomatik (paralysis nervus, obstruksi saluran napas, hemoptisis NSCLC
dan SCLC yang tidak respons terhadap Kemoterapi) )
Diagnosis dan tata laksana masalah medis lain dan supportive care selama
Kemo terapi
Mendorong stop merokok

KOMPLIKASI
 Obstruksi jalan napas
 Gagal napas
 Pendarahan / hemoptisis
 Abses
 Atelektasis
 Nyeri kanker
 Efusi pleura
 Aritmia
 Sindrom vena cava superior
 Sindrom Horner
 Dysphonia
96
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
 Sindrom Pancoast
 Metastasis ke organ : otak, tulang, hepar, limfatik
 Sindrom paraneoplastik:
− penurunan berat badan, anoreksia, demam,
− leukosistosis, anemia, hiperkoagulasi,
− hiperkalsemia
− SIADH
− demensia, ataksia, tremor, neuropati, perifer.

PROGNOSIS
 Tergantung tipe histologi, staging, resektabilita dan operabilitas

WEWE NANG
 RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
 RS Non Pendidikan :Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI


 RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam — Divi Pulmonologi Hematologi-
Onkologi Medik
 RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam , Paru

UNIT TERKAIT
 RS Pendidikan : Departemen Radiologi / Radiodiagnostik,/ Radioterapi, Patologi
Anatomi, Bedah / toraks/ Onkologi
 RS Non Pendidikan : Bagian Bedah, Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Patologi
Anatomi.

REFERENSI
1. Uyainah A, Pendekatan Diagnostik Kanker Paru ,. In: Alwi l, Setiati S. Kasjmir Y1
Bawazier LA, Syam AF Mansjoer A, editors. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah
Tahunan ilmu Penyakit Dalam 2002. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan
Bagian ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2002.p. 91-8.
2. Minna JD. Neoplasms of the Lung. In. Braunwald E Fauci AS, Kasper DL Hauser SL,
Longo DL, Jam eson JL. Harrison c Principles of Internal Medicine. 15th ed. New
York. McGraw-Hi//• 2001.p.562-71.

97
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI

EMBOLI PARU

PENGERTIAN
Emboli paru adalah kelainan jaringan paru yang disebabkan oleh embolus pada arteri
pulmonalios paru. Bekuan vena sistemik yang menyangkut di percabangan pulmonalios ,
merupakan komplikasi trombosis vena dalam (DVT) yang umumnya terjadi pada kaki atau
panggul. Faktor predisposisi trombosis vena, dikaitkan dengan Trias Virchow, yaitu
 Statis : imobilitas, tirah baring, anestesi, gagal jantung kongestif / kor pulmonal,
trombosis vena sebelumnya
 Hiperkoagulabilitas : keganasan,antibodi ,antikardiolipin, sindrom nefrotik,
Trombositosis esensial, terapi estrogen, heparin-induced thrombocytopenia, nmatory
bowel diseases Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria, koagulasi intravaskular
diseminata, defisiensi protein C dan S, defisiensi antitrombin III
 Kerusakkan dinding pembuluh darah : trauma, pembedahan

Manesfestasi klinis terbagi atas :


 Akut : Okulasi masif, infark paru, emboli paru tanpa infark
 Kronik : emboli paru unresolved

DIAGNOSIS
 Keluhan : sesak napas, nyeri dada, hemoptisis
 Pemekrisaan fisik : takipneu, takikardia, pleural rub, tanda-tanda efusi pleura, tanda
gagal jantung kanan akut (JVP meningkat, bunyi P2 mengeras, murstolik daerah
katup pulmonal).
 EKG : terutama menyingkirkan penyakit lain, perubahan ST-T tidak spesifik. Inversi
gelombang T di Vi— V4, kadang-kadang dijumpai RBBB, AF. Pada emumasif dapat
dijumpai RAD, P pulmonal, S1 Q3 T3.
 Foto Toraks : menyingkirkan penyebab lain berupa emboli paru infiltrat, efusi, itasis,
gambaran khas emboli paru Hampton’s sign, Westermark ‘s sign,Palla’s sign, pada
sebagian kasus : tidak tampak kelainan
 AGD : hipoksemia, alkalosis respiratorik
 D-dimer plasma : meningkat (sensitif, tidak spesifik). Bila > 500 ng/mL, dilanjutkan
dengan pemeriksaan :
 Ventilation / Perfusion Lung Scan: (sensitif, tidak spesifik)
− Pada emboli paru : kelainan perfusi tidak disertai kelainan ventilasi, atau kelainan
perfusi lebih menonjol
− Berdasarkan adanya, ukuran, dan hubungan defek ventilasi-perfusi, hasil dibagi
atas : high-probability lung scan, non-high pro bablily lung scan (= low dan
intermediate probability lung scan), normal lung scan.
 USG kornpresi kaki. Indikasi : hasil scan menunjukkan non-high pro bablity lung
Scan, sedangkan klinis sangat mengarah ke emboli paru.

98
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
 Jika hasil scan adalah high-probability lung scan, atau USG kaki positif DVT: Terapi
sebagai emboli paru.
 Angiografi pulmoner : baku emas. Indikasi: hasil diagnostik lain tidak jelas dan
dibutuhkan diagnosis pasti ( seperti pada pasien yang tidak stabil, atau memiliki risiko
tinggi bila diterapi antikoagulan atau trombolitik).

DIAGNOSIS BANDING
Pneumonia, bronkitis, asma bronkial, bronkitis kronis eksaserbasi akut, infark miokard
edema paru, kanker paru, pneumotoraks, kostokondritis, aorta dissekans, tamponade,
fraktur iga, hipertensi pulmoner primer, nyeri muskukoskeletal, anksietas

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Lab.: DPL, AGD, D-dimer plasma, hemostasis (PT, aPTT, INR, aktivitas protrombin,
kadar fibrinogen), kadar protein C dan S, ACA, urin lengkap
 Ventilation / Perfusion Lung Scan.
 USG Doppler
 FXG
 Angiografi pulmoner:

TERAPI
Terapi Primer
Obat trombolitik diindikasikan pada emboli paru masih yang menyebabkan instabilitas
hemodinamik atau gagal napas, streptokinase : dosis loading 250.000 IU drip IV dalam 30
menit. Dilanjutkan 100.000 IU perjam drip IV, selama total 24 jam.

Terapi Preventif
Antikoagulan:
 Unfractionated heparin secara intravena, diberikan kontinyu atau intermiten, bolus
inisial IV 80 IU/kgBB atau sekitar 5.000 IU, dilanjutkan dengan drip 18 IU/
kgBB/jam 1V
− Pemantauan dengan pemeriksaan aPTT setiap 6 jam : target 1,5 — 2,5 x kontrol.
Bila hasil aPTT > 2,5 x kontrol : dosis diturunkan 100-200 lU/jam, bila hasil
aPTT < 1,5 x kontrol : dosis dinaikkan 100-200 lU/jam, bila aPTT 1,5 — 2,5 X
kontrol : dosis dipertahankan. Pemantauan aPTT han II setiap 12 jam, hari III
setiap 24 jam.
− Setelah 7 hari heparinisasi : ditambahkan (overlapping) antikoagulan oral selama
± 5 han, hingga tercapai target INR pada 2 kali pemeriksaan berturut-turut.
− Selama pemberian antikoagulan, perlu diperhatikan lesi fokal di tempat lain,
prosedur invasif yang direncanakan, dipantau jumlah trombosit.
 Low Molecular Weight Heparin (LMWH) diberikan subkutan tiap 12 jam. Dosis
LMWH, yaitu enoxaparin 1 mg/kgBB sedangkan nadroparin 0,1 mL/kgBB Pada
obesitas, BB <50 kg, gagal ginjal kronik, kehamilan, dapat diperiksakan anti faktor
Xa : target 0,3 -0,7 IU.
 Antikoagulan oral ( warfarin ) dimulai sesudah 7 hari pemberian heparin dengan dosis
awal 5 mg / hari. Pemantauan dengan pemeriksaan INR tiap 1-3 hari : target INR 2 —
3. Bila INR <2 : dosis dinaikkan 1/2 tablet ,bari, bila INR > 3 : dosis diturukan bila
INR 2—3 : dosis dipertahankan

99
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Terapi suportif
 Oksigen
 Infus cairan
 Inotropik : dobutamin drip, bila hipotensi, atau tanda-tanda gagal jantung akut lain
 Vasopresor sesuai indikasi
 Anti aritmia sesuai indikasi
 Analgetik

KOMPLIKASI
Komplikasi emboli paru : gagal napas, gagal jantung kanan akut, hipotensi / syok
kardiogenik, Komp1ikasi diagnostik reaksi alergi terhadap zat kontras Komplikasi terapi :
pendarahan (termasuk intra-kranial), heparin-induced thrombocytopeflia, nekrosi kulit,
warfarin embriopati.

PROGNOSIS
Malam

WEWENANG
 RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
 RS Non Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI


 RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam — Divisi pulmonologi
 RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAlT
 RS Pendidikan : Divisi Hematologi-onkologi Medik, Departemen Radiologi /
Radiodiagnostik, Patologi Klinik, Bedah / toraks
 RS Non Pendidikan : Bagian Bedah, Patologi Klinik, Radiologi

REFERENSI
1. Bahar A, Diagnostik Klinik dan Diagnosis Banding Emboli Paru. Prosiding
Simposium ovascu1ar Respiratory Immunology: From Pathogenesis to Clinical
Application Jakarta,2003: 16-8.
2. Fishman AP. Pulmonary Thromboembolc Disease. In Fishman AP Elias JA, Fishman
ppi MA, Kaiser LR, Senior RM(eds). Fishman ‘ Manual of Pulmonary Diseases
‘aorders.3” ed. New York: McGraw-Hill,2002.P 461-8.
3. Goldhaber SZ. Pulmonary Thromboembolism. In Braunwald E, Fauci AS, Kasper
DL, er SL. Longo DL, Jameson JL. Harrison Principles of Internal Medicine. 15 th ed.
New York: McGraw-Hill 2OO1P 1508-13.
4. Bahar A, Emboli Paru. In: Simadibrata M, Setiati S. AIwi I, Matyantoro. Gani RA,
Masjoer A (eds,). Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FKUI;1999.P211-2.
5. Tambunan KL. Deteksi dan Tata Laksana Trombosis Vena Dalam. Prosiding
Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam 11.
Jakarta, 2002:28-33.

100
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI
6. Goldhaber SZ. Pulmonary Embolism. N Engl J Med, July 9,1998;339(2)93-104
7. Agnelli G Anticocgulation in The Prevention and Treatment of Pulmonary Embolism
Chest, Jan 1995;107(I):39S-44S.
8. Hyers TM Agnelli C Hull RD. Morris TA, Samama M Tapson Therapy for Venous
Thromboembolic Disease. Sixth ACCP Cc, Antithrombotic Therapy. Chest, Jan
2001;119(1):176-935.

101
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI

102
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI

103
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI

104
Pulmonologi Panduan Pelayanan Medik PAPDI

105

Anda mungkin juga menyukai