Anda di halaman 1dari 50

*Makalah

Skenario 1

INFEKSI ODONTOGENIK

Tutorial : 4

Naufal Yova Subagyo (1713101010057)

Maulida Setyana (1713101010018)

Miftahul Jannah Mora Lestari Siregar (1713101010005)

Susi Ristiwi (1713101010058)

Hofifah Hafni (1713101010021)

Toni Khairul Ilkhsan (1713101010011)

Safira Fasya (1713101010029)

Reka Rahmadani (1713101010046)

Raudhatul Jannah (1713101010013)

Muhammad Gazi Al Huda(1713101010004)

Fasilitator : drg. Herwanda M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BANDA ACEH

2019
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1. Identifikasi Istilah Asing

- Ureum : Hasil metabolisme protein menjadi asam amino

2. Identifikasi Masalah

Os : 60 tahun

Kelainan : - bengkak di dagu dan pipi kiri kanan


- susah menelan sejak 4 hari yang lalu

Anamnesa : - gigi geraham kanan rahang bawah sakit sejak 1 bulan yang lalu
- berobat ke puskesmas disarankan untuk dicabut karena berlubang besar tetapi
os menolak karena menderita penyakit jantung dan gula
- 2 bulan yang lalu timbul bengkak digusi tersebut dan mengeluarkan cairan asin
- sudah diberikan antibiotic dan Pereda nyeri tetapi keadaan tidak membaik
- OS kehilangan nafsu makan dan membuka mulut hanya sedikit
- OS mengonsumsi obat hipertensi, jantung dan gula

Pemeriksaan Penunjang

2.1 Radiografi Panoramik -> terdapat radiolusensi difuse regio 47&46 disertai nekrosis pulpa

2.2 Pemeriksaan lab -> GDS 289 g/dl, leukosit 10.000 mm₂, ureum 196, creatinine 46

2.3 Pemeriksaan vital sign -> TD 170/95 mmHg, suhu 38˚C, pernafasan 38x/menit, nadi 96 x
menit.

3. Analisis Masalah
1. Apa yang menyebabkan pasien mengalami bengkak pada dagu, pipi kiri kanan dan susah
menelan?
2. Apa ada hubungan gusi berlubang besar dengan keluhan yang dikeluarkan pasien?
3. Apa saja indikasi dan kontraindikasi untuk pencabutan gigi?
4. Apa penyebab keadaan tidak membaik setelah pemberian antibiotik dan pereda nyeri?
5. Apa komplikasi pencabutan gigi pada penyakit jantung dan gula?
6. Berapakah batas maksimal dan minimal tekanan darah untuk melakukan tindakan pencabutan
gigi?
7. Bagaimana pertimbangan perawatan kasus untuk pasien hipertendi,jantung, dan gula?
8. Apakah ada hubungan keluhan pasien dengan gangguan sistemik yang diderita pasien ?
9. Bagaimana treatment sequence pasien?
10. Apa diagnose pada pasien ?
11. Pemeriksaan apa saja yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis?
12. Apa jenis anestesi yang diindikasikan untuk pasien hipertensi?
13. Bagaimana prosedur rujukan untuk kasus tersebut?
14. Apa tindakan yang tepat untuk menangani pasien dengan kehilangan nafsu makan, sulit
membuka mulut dan susah menelan?
15. Bagaimana pathogenesis dari infeksi odontogenik?
16. Apa saja klasifikasi dari infeksi odontogenik?
17. Apa definisi dan etiologi dari infeksi odontogenic dan osteomlyelitis?
18. Apa faktor yang mempengaruhi penyebaran infeksi odontogenik?
19. Apa pengaruh factor sistemik terhadap penyakit gingiva?
20. Apa saja gejala dan tanda yang ditimbulkan pada setiap klasifikasi infeksi odontogenic dan
osteomyelitis?
21. Bagaimana penatalaksanaan untuk abses dan ostemyelitis?
22. Apakah obat-obatan hipertensu, jantung dan gula mempengaruhi kondisi pasien?
23. Apa yang menyebabkan pasien hanya busa membuka mulut 1 cm?
24. Bagaimana prognosis perawatan pasien pada kasus?
4. Strukturisasi

INFEKSI ODONTOGENIK

PEMERIKSAAN PENATALAKSA
DEFINISI KLASIFIKASI PATOGENESIS
KLINIS NAAN KASUS

5. Learning Objektif

1. INFEKSI ODONTOGENIK
1.1 Definisi
1.2 Etiologi
1.3 Patogenesis
1.4 Klasifikasi

2. ABSES PERIAPIKAL
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Tanda dan gejala
2.4 Patogenesis
2.5 Prosedur Diagnosis
2.5.1 Anamnesis
2.5.2 Pemeriksaan klinis dan penunjang
2.6 Differential Diagnosis
2.7 Rencana Perawatan dan dental management
2.8 Rujukan
2.9 Prosedur Hospitalisasi
2.10 Risiko Medis
3. OSTEOMYELITIS
3.1 Definisi
3.2 Etiologi
3.3 Tanda dan gejala
3.4 Patogenesis
3.5 Prosedur Diagnosis
3.5.1 Anamnesis
3.5.2 Pemeriksaan klinis dan penunjang
3.6 Differential Diagnosis
3.7 Rencana Perawatan dan dental management
3.8 Rujukan
3.9 Prosedur Hospitalisasi
3.10 Risiko Medis
BAB II

ISI

1. INFEKSI ODONTOGENIK

1.1 Etiologi

Infeksi kepala dan leher dapat terbagi menjadi dua yaitu: infeksi odontogenik dan
nonodontogenik. Infeksi odontogenik adalah infeksi yang timbul dari ameloblast, jairngan pulpa,
periapikal, periodontal, ataupun perikoronal. Infeksi odontogenik adalah infeksi yang terjadi
pada rongga mulut/gigi, sebagian besar timbul sebagai konsekuensi dari nekrosis pulpa,
periodontis apikal, perikoronitis.

1.2 Etiologi

Infeksi odontogenik disebabkan oleh mikroorganisme. Hampir semua infeksi odontogenik


disebabkan oleh polimikroba yang terdiri dari bakteri Aerob 35% dan Anaerob 65%.
mikroorganisme yang berperan dalam infeksi odontogenik adalah :
 Faktor predisposisi

->Faktor Umum

1. Mikroorganisme - kuantitas dan virulensi

2. Pertimbangan anatomi - Infeksi cenderung menyebar melalui jalur dengan resistensi paling
rendah. Hambatan adalah - tulang alveolar, periosteum, otot dan fasia.

3. Resistensi pribadi terhadap infeksi - Pada pasien dengan AIDS, diabetes, leukemia dll
resistensi rendah, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.
->Faktor Pertahanan / Perlawanan

1. Faktor Lokal

-Lapisan epitel kulit dan membran mukosa

-Sekresi dan drainase dari jaringan tubuh

-Commensals normal hadir dalam tubuh

2. Kekebalan Humoral (Immunoglobulin diproduksi oleh limfosit B)

3. Kekebalan Seluler (aksi fagositik dari T- limfosit)

1.3 Patogenesis

Penyebab infeksi odontogenik biasa adalah nekrosis pulpa dari gigi, yang diikuti oleh invasi
bakteri melalui ruang pulpadan kedalam jaringan yang lebih dalam. Nekrosis pulpa adalah hasil
dari karies dalamdi gigi, yang pulpamerespon dengan reaksi inflamasi yang khas. Vasodilatasi
dan edema tekanan penyebab di gigi dan sakit parah sebagai dinding kaku gigi mencegah
pembengkakan.

Jika tidak diobati tekanan menyebabkan strangulasi dari pasokan darah ke gigi melalui
nekrosis puncak dan konsekuen. Nekrosis pulpa kemudian memberikan pengaturan yang
sempurna untuk invasi bakteri ke dalam jaringan tulang.Setelah bakteri telah menyerang tulang,
infeksi menyebar merata kesegala arah sampai lempeng kortikal ditemui. Selama masa
penyebaran infraboni, pasien biasanya mengalami rasa sakit yang cukup untuk mencari
pengobatan. Ekstraksi gigi (atau penghapusan nekrosis pulpa dengan prosedur endodontik)
menghasilkan resolusi infeksi.
Contoh patogenesis pada Abses periapikal :

Contoh patogenesis pada Periodontal Abses :


1.3 Patogenesis Infeksi Odontogenik

Terjadinya inoculation ditandai dengan masuknya mikroba patogen ke dalam tubuh tanpa
terjadi penyakit. Infeksi melibatkan proliferasi mikroba yang mengakibatkan pemicu mekanisme
pertahanan, suatu proses yang bermanifestasi sebagai inflamasi. Inflamasi adalah reaksi lokal
dari pembuluh darah dan jaringan ikat tubuh menjadi iritan, menghasilkan pengembangan
eksudat yang kaya protein dan sel. Reaksi ini protektif dan bertujuan membatasi atau
menghilangkan iritan dengan berbagai prosedur mekanisme perbaikan jaringan dipicu tergantung
pada durasi dan tingkat keparahan

Inflamasi dibedakan sebagai akut, subakut atau kronis

• Inflamasi Akut : ditandai dengan perkembangan yang cepat dan dikaitkan dengan
tanda dan gejala yang khas.
• Inflamasi Subakut : dianggap sebagai fase transisi antara peradangan akut dan
kronis.
• Inflamasi Kronis : Prosedur ini menyajikan kerangka waktu yang lama dengan
sedikit gejala klinis dan ditandai terutama oleh perkembangan jaringan ikat.

Inflamasi dapat disebabkan oleh; mikroba, faktor fisik dan kimia, panas, dan iradiasi.
Manifestasi peradangan adalah kditandai dengan tanda-tanda dan gejala klinis berikut: rubor
(kemerahan), kalor (panas), tumor (pembengkakan atau edema), dolor (nyeri) , dan functio laesa
(kehilangan fungsi). Perkembangan alami peradangan dibedakan menjadi berbagai fase.

Awalnya reaksi vaskular dengan eksudat diamati (fase serosa), dan kemudian faktor seluler
dipicu (fase eksudatif atau seluler). Peradangan akhirnya sembuh dan jaringan yang rusak
diperbaiki. Peradangan kronis ditandai oleh faktor-faktor perbaikan dan penyembuhan. Oleh
karena itu, peradangan akut bersifat eksudatif, peradangan kronis bersifat produktif (eksudatif
dan reparatif).
1.4 Klasifikasi Infeksi Odontogenik

Sekitat 90-95% dari infeksi yang bermanifestasi pada daerah orofasial adalah
odontogenik. Dari jumlah tersebut, sekitar 70% hadir sebagai inflamasi periapikal, terutama
abses dentoalveolar akut, dengan abses periodontal.

 Abses Periodontal
Inflamasi purulen akut atau kronis, yang berkembang di poket periodontal (Gambar 9.1,
9.2 a). Secara klinis, ditandai dengan edema yang terletak di tengah-tengah gigi, nyeri,
dan kemerahan pada gingiva. Gejala tersebut tidak separah abses dentoalveolar akut

 Abses Dentoalveolar Akut


Infeksi purulen akut pada jaringan periapikal, muncul pada gigi non vital, terutama
ketika mikroba keluar dari saluran akar yang terinfeksi ke jaringan periapikal. Secara
klinis, ditandai dengan gejala :
Lokal : nyeri, edema, ada rasa elongasi gigi dan mobilitas ringan; gigi terasa sangat
sensitif untuk disentuh, dan sulit menelan
Sistemik : Demam, meningkat hingga 39-40 ° C, menggigil, rasa tidak enak pada otot
dan persendian, anoreksia, insomnia, mual, dan muntah.
Tes laboratorium menunjukkan leukositosis atau jarang leukopenia, peningkatan tingkat
endapan eritrosit, dan peningkatan kadar protein C-reaktif (CRP).

 Abses Intraalveolar
Infeksi purulen akut, yang berkembang di daerah apikal gigi dalam cancellous bone
(Gambar 9.18 a), Biasanya disebabkan oleh bakteri yang berasal dari gigi maksila atau
mandibula yang terinfeksi. Gejala-gejala yang merupakan karakteristik dari kondisi ini
adalah nyeri, berdenyut yang parah, mobilitas gigi, dan rasa elongasi dari gigi.

 Abses Subperiosteal
Abses subperiosteal melibatkan akumulasi pus terbatas yang bersifat semi-volatil.
Terletak di antara tulang dan periosteum, di daerah bukal, palatal, atau lingual, relatif
terhadap gigi yang bertanggung jawab untuk infeksi (Gambar 9.20). Etiologi : hasil dari
penyebaran abses intra alveolar, ketika pus perforasi tulang dan menjadi terbentuk di
bawah periosteum. Gambar klinis : ditandai dengan edema ringan, nyeri hebat akibat
ketegangan periosteum, dan sensitivitas saat palpasi.
 Abses Submucosal
Terletak di bawah mukosa vestibular bukal atau labial maksila atau mandibula, serta
daerah palatal atau lingual (Gambar 9.22, 9.26). Pembesaran mukosa dengan fluktuasi
yang jelas, lesi sensitive selama palpasi, dan obliteration mukobukal fold di daerah
infeksi . Mukosa terlihat kemerahan, sedangkan sensitivitas diamati selama palpasi dan
fluktuasi.

 Abses Subcutaneous
Terlokalisasi di area wajah di bawah kulit, dengan pembengkakan khas yang biasanya
berfluktuasi (Gbr. 9.30). Terdapat edema; kulit tampak kemerahan dan ketika tekanan
diberikan, lubang mudah dibentuk (Gbr. 9.30 b).

 Abscess of Base of Upper Lip


Berkembang pada jaringan ikat longgar dari pangkal bibir atas pada daerah anterior RA,
disebabkan oleh saluran akar gigi anterior RA yang terinfeksi. Karakteristik dari lesi ini
adanya pembengkakan dan tonjolan bibir atas, disertai dengan penyebaran difus dan
obliteration kedalaman mucolabial fold (Gambar 9.36 b, 9.37a, b)
 Canine Fossa Abscess
Canine fossa, merupakan tempat abses berkembang, adalah ruang kecil antara levator
labii superioris dan otot levator anguli oris (Gbr. 9.40 a). Ditandai edema, terlokalisasi di
daerah infraorbital, yang menyebar ke arah medial canthus mata, kelopak mata bawah,
dan sisi hidung sejauh sudut mulut. Edema di daerah infraorbital terasa nyeri saat palpasi,
dan kemudian kulit menjadi kencang dan mengkilap karena penguapan, dengan warna
kemerahan (Gambar 9.40 b).

 Buccal Space Abscess


Abses vestibular dari RA, serta dari RB dapat menyebar ke jaringan lunak pipi. Jika abses
berkembang menuju ke arah cranial, memenuhi jaringan adiposa di pipi, dengan
penyebaran berikutnya pada bidang anatomi menuju fossa infratemporal atau fossa
pterygopalatine. Kemungkinan terjadi penyebaran lebih lanjut pada dorsal dan cranial.
Ditandai pembengkakan pipi, kulit tamoak kencang dan merah dengan atau tanpa
fluktuasi abses

 Infratemporal Abscess
Secara lateral abses dibatasi ramus mandibula dan otot temporalis, sementara secara
medial, dibatasi oleh otot pterigoid medial dan lateral, dan kontinu dengan fossa
temporal. Ditandai dengan trismus dan nyeri selama pembukaan mulut, edema di daerah
anterior telinga.

 Temporal Abscess
Infeksi ruang temporal disebabkan oleh penyebaran infeksi dari ruang infratemporal. Hal
ini ditandai dengan edema nyeri pada fascia temporal, trismus (otot temporalis dan otot
pterigoid medial terlibat), dan nyeri saat palpasi di bagian edema.

 Mental Abscess
Akumulasi pus pada regio anterior mandibula, mendekati tulang, lebih tepatnya pada
muskulus mentalis, dengan penyebaran infeksi melalui symphysis menti. Biasanya
disebabkan oleh infeksi pada gigi anterior mandibula. Berupa pembesaran yang cekat dan
nyeri pada dagu dan kemerahan pada kulit disekitarnya.

 Submental Abscess
Disebabkan infeksi ruang submental biasanya berasal dari gigi anterior mandibula atau
merupakan hasil penyebaran infeksi dari ruang anatomi lainnya (mental, sublingual,
submandibular). Infeksi muncul sebagai edema submental yang indurated dan
menyakitkan, yang kemudian dapat berfluktuasi (Gambar 9.47 b, 9.48 a) atau bahkan
dapat menyebar sejauh tulang hyoid.

 Sublingual Abscess
Terbentuk pada spasia sublingual di atas musculus mylohyoid kanan atau kiri.
Disebabkan infeksi pada gigi anterior, premolar, atau molar pertama mandibula. Secara
klinis terlihat pembesaran mukosa pada dasar mulut menyebabkan lidah terangkat. Pasien
kesulitan berbicara disebabkan oleh edema, dan nyeri saat menggerakkan lidah.

 Submandibular Abscess
Spasia submandibular dibatasi oleh corpus mandibula, venter anterior dan posterior
musculus digastricus, ligament stylohyoid, musculus mylohyoid dan musculus
hyoglossus. Biasanya disebabkan oleh infeksi yang berasal dari molar pertama dan kedua
mandibula. Dapat berasal dari penyebaran infeksi dari spasia sublingual dan submental.
Adanya pembesaran ringan pada daerah submandibular yang menyebar menyebabkan
kulit mengeras dan berwarna merah. Sudut mandibula menghilang, serta terdapat nyeri
saat palpasi dan trismus ringan.

 Cellulitis
Kondisi inflamasi difus akut yang menginfiltrasi jaringan ikat longgar di bawah kulit.
Penyebab dari mikroorganisme yang bertanggung jawab ialah streptococcus dan
staphylococcus. Ditandai pusing disertai edema dan kemerahan pada kulit. Edema pada
submandibular menyebabkan perubahan bentuk wajah. Jika infeksi berasal dari anterior
maksila menyebabkan protrusif. Pada tahap awal, cellulitis terasa lunak pada palpasi dan
tidak terdapat pus. Pada tahap lanjut, penebalan terlihat dan terdapat adanya supurasi
serta terdapat pus pada dasar lidah

 Ludwig’s Angina
Merupakan infeksi cellular akut, secara bilateral melibatkan ruang submandibular,
sublingual, dan submental. Dapat berakibat fatal tidak dilakukan perawatan. meskipun
saat ini perawatan bedah memadai dan terapi antibiotik telah hampir menghilangkan
episode fatal. Peyebabnya berasal dari infeksi periapikal atau periodontal pada gigi
mandibula khususnya pada gigi yang memiliki apeks di bawah musculus mylohyoid.
Ditandai demam disertai kesulitan menelan, berbicara dan bernafas. Secara klinis terlihat
pembesaran yang keras seperti papan dikarenakan pus terletak pada jaringan yang dalam.
Secara intra oral, terdapat edema dasar mulut yang keras sehingga lidah terangkat dan
menyebabkan tersumbatnya saluran udara.

2. ABSES PERIAPIKAL

2.1 Definisi

Abses periapikal adalah kumpulan pus yg terlokalisir dibatasi oleh jaringan tulang yg
disebabkan oleh infeksi dari pulpa dan periodontal.

2.2 Etiologi

• Abses periapikal biasanya terjadi akibat dari infeksi yang mengikuti karies gigi dan
infeksi pulpa setelah trauma pada gigi yg mengakibatkan pulpa nekrosis iritasi jaringan
periapikal baik oleh manipulasi mekanik maupun oleh aplikasi bahan-bahan kimia dan
dapat berkembang secara langsung dari peridodontitis periapikal akut.

2.3 Tanda dan Gejala

Gejala Lokal
• Merasakan Sakit

• Terjadi pembekakan

• Gigi mengalami atau terasa sangat sensitif saat di sentuh

Gejala Sistemik

• Pasien mengalami demam

• Pasien mengalami mengigil

• Rasa tidak enak pada otot dan sendi

• Terjadi anoreksia

• Terjadi insomnia

• Merasakan mual dan muntah

2. 4 Patogenesis Abses Periapikal

Normal Pulp

Injury (karies
superficial,kares
median,karies
profunda

Acute Pulpitis Crhonic Pulpitis


Nekrosis Pulpa

Abses Periapikal PA Granuloma

2.5 Prosedur Diagnosis

2.5.1 Anamnesis

1) Menentukan tingkat keparahan infeksi


Biasanya tingkat keparahan infeksi hanya ringan sampai sedang sehingga hanya
memerlukan bedah minor. Namun asassement harus dilakukan untuk menentukan tingkat
keparahan penyakit pasien, yaitu berdasarkan riwayat keluhan yang diderita pasien dan
pemeriksaan fisik lengkap.
- Riwayat
o Keluhan utama : sakit ggi, gusi atau pipi bengkak
o Sudah berapa lama ?
o Bagaimana keluhan pertama muncul ? seperti apa mulanya ?
o Apakah semakin memburuk ? kondisi seperti apa yang membuat demikian ?
o Dalam waktu berapa lama keluhan memburuk ?
o Yang dirasakan pasien secara umum ? lemas dan lemah ?
o Tindakan professional yang sudah dilakukan sebelumnya ? pengobatan sendiri ?
konsumsi antibiotic ?

Keluhan yang biasanya diutarakan pasien adalah : sakit (pain), bengkak, panas,
kemerahan, fungsiolesa, trismus, kesulitan mengunyah (disfagia), kesulitan bernapas
(dispnea) dan malaise

2.5.2 Pemeriksaan fisik

o Tanda vital :
 Suhu  >38,3  sistemik
 tekanan darah  kecemasan atau sakit yag hebat  sistol naik
 denyut nadi  >100x per menit
 dan laju pernapasan  perhatikan obstruksi jalan napas, normal 14-
16/menit, infeksi bisa > 18/menit
pasien dengan tanda vital yang baik dan hanya mengalami kenaikan suhu yang
tidak terlalu signifikan, cendrung untuk mengalami infeksi ringan dan bisa
langsung ditangai oleh dokter gigi umum, sementara pasien dengan tanda vital
yang buruk perlu dilaukan evaluasi lebih lanjut oleh dokter gigi bedah mulut.
o Penampilan pasien secara umum : apabila infeksi berat biasanya penampilan
umum pasien buruk, Nampak kelelahan, demam dan malaise  toxic appereance

o Periksa area kepala dan leher  perhatikan cardinal signs, apakah ada
pembengkakak dan eritema. Minta pasien untuk membuka mulut dengan lebar,
bernapas dan menelan, sehingga dapat diperhatikan apakah ada kesulitan
fungsional.
Biasanya pasien yang harus segera dirujuk ke ruang gawat darurat ditemukan :
trismus (maksimal 20 mm) 73%, disfagia 78% dan dispnea 14%.
o Periksa area yang bengkak dengan palpasi  periksa konsistensi, tenderness (keras
dan lunaknya) serta suhunya. Fleshly swelling, feeling indurated dan fluktuan (seperti
balon yang dipenuhi cairan)
o Periksa IO pasien untuk menentukan etiologi infeksi. Karies, penyakit periodontal
serta abses. Periksa apakah ada sinus track
o Pemeriksaan radiograf, biasanya panoramic karena pasien sudah kesulitan untuk
membuka mulut

Setelah dilakukan pemeriksaan yang lengkap maka dokter gigi harus mengkategorikan
tingkat keparahan infeksi yang dialami pasien.

 Very soft, mildly tender


 Edema : inokulasi  soft atau doughy
 Indurated swelling : cellulitis

Cellulitis biasanya lebih besar dari abses dan sulit ditentukan tepinya. Biasanya keras
sepeeti papan (indurated). Progress cepat.
Keadaan akut dimana bisanya pasien mengeluhkan sakit yang hebat
 Central fluctuant : abses
Memiliki bentuk yang lebih kecil dan tepinya jelas, biasanya dibedakan dari hasil
palpasi.
Ketika dilakukan palpasi biasanya fluktuan  berisi pus
Keadaan akut  bengkak terlokalisasi, tidak terlalu sakit
Keadaan sudah kronis bila ditemukan drainase, biasanya sudah tidak sakit/tidak
terlalu sakit.

2) Evaluasi status pertahanan tubuh pasien


Perlu dilakukan evaluasi pertahanan tubuh pasien, dimana biasanya terdapat keadaan
tertentu yang membuat kondisi imun mlemah.
- Kondisi sistemik
Berikut keadaan yang biasanya ditemukan pada pasien dengan system imun yang
menurun
o Metabolism buruk contoh pada DM, renal disease, alokohilisme  malnutrisi 
penurunan leukosit  kemampuan kemotaksis, fagositosis juga menurun. Yang
paling umum dijumpai adalah pasien dengan DM yang menunjukkan resistensi
terhadap infeksi menurun secara signifikan.
o Gangguan system imun  leukemia, limfoma atau kanker. Terjadi penurunan
jumlah dan fungsi darah putih, sertapembetukan antibody.
o Pasien HIV

- Pemeriksaan gigi geligi


o Biasanya terjadi peningkatan morbilitas
o Nyeri pada penekanan atau perkusi
o Tidak merespon pada uji panas dan listrik karena sudah nekrosis pulpa

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang

o Periapikal radiograph dan panoramic

2.6 Differential Diagnosis Abses

1. Differential Diagnosis Abses

Aktinomikosis adalah infeksi kronis spesifik yang disebabkan oleh apa saja satu dari lima spesies
Actinomyces yang bersifat patogen bagi manusia. Dapat hanya melibatkan jaringan lunak atau
tulang (actinomyces osteomielitis) atau keduanya bersamaan.

Deskripsi klasik dari actinomycosis servicofacial adalah bahwa dari kronis, infeksi persisten
dengan indurasi dan nodularitas akibat fibrosis, dan intermiten, terjadi secara spontan saluran
drainase dalam beberapa keadaan , pembukaan rahang terbatas paling sering disebabkan fibrosis
dalam salah satu otot pengunyahan atau dari, fokus kronis infeksi

Disebabkan oleh A israelii.

2. Ludwig Angina

Ludwig angina adalah infeksi fascial space yang cepat meluas dan berkembang ke obstruksi
jalan napas atas dan dapat menyebabkan kematian.

infeksi di area ini merupakan sebagian besar infeksi Ludwig.Infeksi semacam itu dimulai dengan
perkembangan dalam satu unilateral fasial space tetapi dapat cepat menyebar dengan melibatkan
kedua submandibular space, sublingual space melintasi midline, faring lateral bilateral space, dan
biasanya retrofaringeal space juga terlibat

Penyebarannya disebabkan karena streptokinase, streptodornase, danEnzim hyaluronidase


diproduksi oleh anaerobspesies streptokokus

2.7 Perawatan Abses

Perawatan yang paling efektif untuk perawatan abses adalah drainase dan insisi.

Setelah pemberian anestesi lokal, sayatan dibuat (hanya pada kulit) di bagian paling bawah titik
bengkak.

Pastikan pembuluh darah dan saraf dari daerah tersebut tidak terluka.
hemostat dimasukkan ke dalam akumulasi purulen dan ditarik dengan paruh terbuka. membuat
aliran drainase yang luas.

sedangkan jaringan lunak di daerah tersebut dipijat dengan lembut sampai absesnya habis.

Setelah prosedur ini, rubber drain dimasukkan ke dalam rongga, yang distabilkan dengan jahitan
selama 2-3 hari hingga lukanya terdrainase sempurna.

Dental Management

1. Anestesi

Dosis anestesi lokal dengan dosis sedang 1: 100.000 atau 1: 200.000 epinefrin (mis., 1 atau 2
karpul ) pada waktu tertentu hanya memiliki sedikit konsekuensi klinis pada pasien dengan BP
<180/110 mm Hg. Jumlah yang lebih besar dapat ditoleransi dengan cukup baik tetapi dengan
peningkatan resiko. Levonordefrin seharusnya dihindari.
Pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol (TD> 180/110 mm Hg), penggunaan epinefrin
harus terbatas.

2. Antibiotik

Hindari penggunaan erythromycin dan klaritromisin (bukan azitromisin) dengan CCB karena
kombinasi dapat meningkatkan hipotensi.

3. Analgesik

Hindari penggunaan NSAID jangka panjang (> 2 minggu) karena agen ini dapat mengganggu
efektivitas beberapa antihipertensi obat-obatan.

4. Analgesik untuk diabetes

Hindari penggunaan aspirin dan NSAID lainnya pada pasien yang mengkonsumsi sulfonilurea
karena dapat memperburuk hipoglikemia.

Kadar gula darah untuk perawatan dental

pasien dengan kadar glukosa darah puasa 126 mg / 100 mL atau lebih tinggi harus dirujuk ke
dokter untuk medis evaluasi dan perawatan, jika ada indikasi.

2 jam kadar glukosa darah postprandial 200 mg / 100 mL atau lebih tinggi juga harus dirujuk
sebelum perawatan gigi.

->BEDAH MULUT DL RUMATI SAKIT

PERTIMBANGAN ADMLNISTRATIF

 HAK-HAK KHUSUS

Persyaratan • Hak-hak klinis khusus diberikan atas dasar tingkatan profesi (Dokter Umum,
Dokter Gigi, dokter osteopati dan sebagainya) dan surat izin praktek pada negara bagian dimana
lembaga tersebut berada. Diluar persyaratan ini dipertimbangkan juga tianslcrip mlai pendidikan
dan kepamteraan, riwayat praktek, bukti asuransi malpraktek (batas-batas tertenm), dan catatan
malpraktek dari dokter yang bersangkutan, juga catatan kesehatan, catatan kriminal dan catatan
dicabutnya hak-hak khusus sebeiumnya, sebelum diberikan keanggotaan sebagai staf rumah
sakit.

Bukti kemampuan kerja dimnjukkan melalui surat referensi, meski beberapa lembaga
mensyaratkan periode percobaan awal. Keanggotaan diperbaharui setiap tahuimya dengan
didasarkan pada prestasi kerja. Dipertimbangkan juga kehadirannya pada pertemuan staf atau
pertemuan komite dan pemenuhan tanggung jawab mgas. Hak-hak klinis khusus dapat dicabut
berdasarkan bukti ketidakmampuan secara umum, kehilangan surat izin, dan bukti keterlibatan
dalam kejahatan.

Kepercayaan khusus • Hak-hak operasi khusus menjelaskan secara ketat prosedur yang boleh
dilakukan oleh praktisi yang bersangkutan. Sebagai contoh, prosedur yang diizinkan unmk
seorang ahli bedah oral dan maksillofasial akan berbeda dengan yang diizinkan unmk seorang
dokter gigi umum atau dokter gigi anak. Hak-hak khusus ini secara periodik/berkala ditinjau
ulang dengan penambahan atau pengurangan/ penghapusan prosedur yang diizinkan.

 PERJANJIAN KHUSUS

Pembiayaan • Pembiayaan melalui asuransi kesehatan telah banyak mengubah praktek perjanjian
khusus di rumah sakit. Seringkali saat perawatan pasien harus disemjui terlebih dahulu oleh
pihak asuransi yang menanggung pembiayaannya. Jika dahulu pasien dirawat-inap sam hari
sebelum pembedahan, pemeriksaan pra-bedah, misalnya pemeriksaan riwayat dan fisik,
laboratoris, dan foto roentgen sekarang dilakukan tanpa perlu merawat-inap pasien. Pasien baru
mulai dirawat-inap pada hari dilakukan operasi. Lamanya rawat-inap juga sering dipengaruhi
oleh persemjuan pihak asuransi, misalnya mengenai lamanya unmk melakukan prosedur tertenm.
Unmngnya kasus-kasus operasi darurat belum dicampuri oleh mereka ini, walaupun pihak rumah
sakit tetap membutuhkan bukti jaminan asuransi dari pasien. Data yang dibutuhkan untuk rawat-
inap • Data yang diperlukan pada saat penjadwalan rawat-inap mencakup informasi biografi dan
jaminan asuransi, ditambah diagnosis, jenis operasi, lamanya rawat-inap, dan situasi-simasi
khusus, seperti keterbelakangan mental, mnanetra, perokok/tidak merokok, dan lainna.
 Catatan Medis

Catatan medis bersifat rahasia. Akses ke caUtan im terbatas sehingga hanya dapat digunakan
oleh mereka yang terlibat secara langsung dalam perawatan pasien tersebut. Kerahasiaan catatan
medis ini tetap dipertahankan, walaupun pasien telah keluar dari rumah sakit, dan untuk
mendapatkan catatan medis im harus ada persetujuan tertulis dari pasien yang bersangkutan.

PEMERIKSAAN RIWAYAT DAN FISIK

Semua pasien harus menjalam pemeriksaan Hsik dan riwayat penyakit yang lengkap
sebelum pembedahan atau dalam wakm 24 jam setelah pasien masuk ke mmah sakit.
Pemeriksaan fisik dilakukan oleh seorang dokter umum, kecuali apabila dokter gigi, yang dengan
pelatihan dan bukti kemampuannya, memiliki hak-hak khusus untuk melakukan hal ini. Tapi
dalam prakteknya, riwayat penyakit biasanya diperiksa oleh dokter gigi, dengan dokter yang
terlibat dalam perawatan tersebut menandatanganinya.

Hasil pemeriksaan riwayat dan fisik (R dan F) ini dicatat dalam suam bagan, yang biasanya
mempakan catatan awal dalam catatan perawatan pasien. Formulir R dan F im diakhiri dengan
kesimpulan satu atau lebih diagnosis dan pemyataan singkat tentang rencana perawatan. Kadang,
hasil pemeriksaan fisik atau riwayat menunjukkan diperiukannya sam konsultasi, yang juga
dicatat sebagai bagian dari rencana perawatan.

INSTRUKSI DOKTER

Intruksi dokter mempakan media komumkasi utama antara para praktisi dan staf perawat,
maupun jasa perawatan penunjang lainnya (misalnya radiologi, laboratorium, terapi fisik dan
gizi). Pada tiap instmksi, dihamskan membubuhkan tanggal dan jam penulisan juga tanda tangan
penulis instmksi tersebut. Instmksi rawat-inap biasanya diawali dengan diagnosis dan prosedur
yang akan dilakukan. Pemnjuk pertama biasanya tentang perawatan secara umum, yang meliputi
tirah baring, rawat jalan, atau hak penggunaan kamar

CATATAN PERAWATAN
Catatan yang bersifat informatif • Kebanyakan mang kesehatan dan mang operasi memiliki
pemgas yang terbagi dalam tiga kelompok wakm jaga. Perawat yang bertanggung jawab atas
keadaan pasien hams membuat catatan perawatan selama dan pada akhir giliran jaganya.

Catatan ini seringkali mempakan catatan yang sangat bermanfaat unmk mengetahui langsung
permasalahan bam atau lama misalnya kegagalan beijalan atau menerima diet secara memadai,
per mintaan analgesik narkotik yang beriebihan, pembahan perasaan pasien, dan sebagainya. Jika
pasien berada dalam mang pemulihan atau mang rawat intensif, catatan perawatan bersifat
menyelumh dan berkaitan. Seringkali pasien mengeluhkan sesuam hanya pada suster atau
perawat yang bertugas, sehingga perawat akan mendapatkan wawasan yang berharga dalam
penanganan pasien.

3. OSTEOMIELITIS

3.1 Definisi Osteomielitis

Osteomielitis adalah peradangan tulang akibat infeksi mikroorganisme yaitu bakteri, tetapi
mikrobakterium dan jamur juga dapat menyebabkan osteomilitis jika menginvasi tulang.

Osteomilitis terbagi 2, yaitu :

1. Osteomielitis Akut

3.2 Etiologi :
- Perluasan abses periapikal yang mengakibatkan peradangan akut pada tulang dan sumsum
tulang mandibula dan rahang atas.
- Penyebab lainnya yaitu cedera fisik, seperti yang terjadi pada fraktur atau pembedahan.
- Osteomielitis juga dapat terjadi akibat bakteremia, sebagian besar disebabkan oleh bakteri
staphylococcus dan streptococcus.

3.3 Tanda dan Gejala :


- Nyeri yang hebat
- Pirexia, limfadenopati yang nyeri, leukositosis, dan tanda-tanda serta gejala infeksi akut lainnya
sering ditemukan.
- Paresthesia bibir bawah kadang-kadang terjadi dengan keterlibatan mandibula.
- Agar terlihat oleh radiografi konvensional, lesi harus diserap atau didemineralisasi sekitar 60%
dari tulang. Oleh karena itu, bukti radiografi osteomielitis akut biasanya tidak ada. Seiring
waktu, perubahan radiolusen difus mulai muncul karena lebih banyak tulang diserap dan diganti
oleh infeksi.

2. Osteomielitis Kronis

Etiologi :
- Dapat berkembang dari osteomielitis akut yang tidak diobati.
- Sebagian besar disebabkan oleh bakteri staphylococcus, streptococcus, bacteroides,
actinomyces.
- Infeksi ini tergantung pada virulensi mikroorganisme yang terlibat dan resistensi pasien.
- Faktor predisposisinya yaitu lokasi anatomi, status imunologis, status gizi, dan usia pasien,
serta adanya faktor sistemik.

Tanda dan Gejala :


- Mandibula, terutama daerah molar, lebih sering terkena daripada rahang atas.
- Nyeri biasanya hadir tetapi bervariasi dalam intensitas, dan tidak selalu terkait dengan luasnya
penyakit.
- Durasi gejala umumnya sebanding dengan luasnya penyakit.
- Pembengkakan rahang adalah tanda yang biasa ditemui; gigi yang goyang; dan sinus tracts
terlihat lebih jarang.
- Secara radiografis, osteomielitis kronis tampak sebagai daerah radiopak yang dikelilingi daerah
radiolusen.
- Lesi mungkin sangat luas, dan margin sering tidak jelas.

3.4 Patogenesis Osteomyelitis


Di daerah maksilofasial, osteomielitis terutama terjadi sebagai akibat dari penyebaran infeksi
odontogenik yang berdekatan atau sebagai akibat dari trauma. Osteomielitis hematogen primer
jarang terjadi di regio maksilofasial, umumnya terjadi pada usia sangat muda. Proses dewasa
dimulai dengan inokulasi progresifitas bakteri ke tulang rahang yang dapat terjadi akibat
pencabutan gigi, terapi saluran akar, atau fraktur maksila atau mandibula. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya proses peradangan yang diinduksi bakteri atau kaskade.

Akibat terjadinya peradangan ada hiperemia dan peningkatan darahmengalir ke daerah yang
terkena. Leukosit tambahan direkrut ke daerah ini untuk melawan infeksi. Nanah terbentuk
ketika ada banyak persediaan bakteri dan puing-puing seluler yang tidak dapat dihilangkan
dengan mekanisme pertahanan alami tubuh. Kapan nanah dan respons inflamasi berikutnya
terjadi di sumsum tulang, tekanan intramedullary meningkat yang selanjutnya mengurangi suplai
darah ke daerah ini.

Nanah dapat melakukan perjalanan melalui kanal haversian dan Volkmann untuk menyebar ke
seluruh tulang meduler dan kortikal. Setelah nanah telah melubangi tulang kortikal dan
mengumpulkan di bawah periosteum, pasokan darah periosteal terganggu dan ini semakin
memperburuk kondisi local sehingga, penyebaran dan titik akhir terjadi ketika nanah keluar dari
jaringan lunak baik dengan fistula intraoral atau ekstraoral.

3.5 Prosedur Diagnosis

3.5.1 Anamnesis

1. Sejak kapan hal ini terjadi? (Untuk mengetahui progresif penyakit, osteomielitis akut
berlangsung kurang dari 1 bln, >1 bln kronik

2. Apakah ps merasakan sakit? (pada penderita osteomielitis merasakan nyeri)

3. Apakah pasien susah membuka mulut? ( pada pasien osteomielitis mengalami kesusahan
membuka mulut, bisa disebabkan tulang yang patah)

4. Berapakah usia pasien? ( sclerosing osteomielitis lebih sering terjadi pada ps < 20th)
5. Apakah ps memiliki gigi berlubang pada daerah yang sakit? ? ( salah satu etiologi dari
focal sclerosing osteomielitis )

6. Atau ada gigi yang sudah dicabut? ( salah satu etiologi dari diffuse sclerosing
osteomielitis )

7. Apakah ps melakukan pencabutan gigi setelah radioterapi? ( etiologi dari osteonekrosis )

8. Apakah ps memiliki riwayat penyakit sistemik seperti Dm, kanker darah (leukemia),
AIDS ? (faktor predisposisi osteomielitis)

3.5.2 Pemeriksaan Klinis

A. Pemeriksaan ekstra oral

• Trismus

• Pemeriksaan limfadenopati

• Pemeriksaan suhu tubuh  demam rendah atau sedang

• Faktor predisposisi  DM  pemeriksaan gula darah

AIDS  ELISA

B. Pemeriksaan intra oral

• Pemeriksaan keadaan gigi dan jaringan disekitarnya

C. Pemeriksaan radiografi

- radiografi panoramik

- radiografi peripikal
- bitewing

3.6 Diagnosis Banding

Infeksi di dalam rahang dan / atau tulang wajah biasanya terlihat baik secara klinis maupun
radiografi. Namun, dokter perlu menyadari bahwa keganasan seperti karsinoma sel skuamosa,
sarkoma Ewing, limfoma tulang non-Hodgkin, osteosarcoma, dan multiple myeloma, antara lain,
dapat merusak tulang dalam pola yang sama dan menghasilkan cukup tumor terkait. nekrosis
untuk meniru osteomielitis. Memang, dalam kasus-kasus osteomielitis yang hadir dengan
paresthesia, keganasan bahkan lebih mungkin untuk dicurigai. Selain itu, osteoradionekrosis dan
osteonekrosis yang diinduksi bisfosfonat dengan infeksi sekunder dapat memberikan gambaran
klinis atau radiografi yang serupa.

Diagnosis banding dari fase akut osteomielitis mungkin termasuk fIbrous dysplasia, terutama
pada anak-anak. Selain dari klinis tanda-tanda infeksi akut, karakteristik radiografi yang paling
berguna untuk membedakan osteomielitis dari fi brous dysplasia adalah cara pembesaran dari
tulang terjadi. Tulang baru yang memperbesar rahang osteomielitis diletakkan oleh periosteum
dan oleh karena itu berada di luar lempeng kortikal luar. Pada fibrosplasia tulang baru dibuat di
bagian dalam mandibula; dengan demikian korteks luar, yang mungkin menipis, ada di bagian
luar dan berisi lesi. Ini titik diferensiasi penting karena penampilan histologis dari biopsi tulang
periosteal baru di osteomielitis mungkin mirip dengan fibrous dysplasia, dan kondisinya dapat
dilaporkan dengan demikian.

Neoplasia ganas (mis, Osteosarkoma, karsinoma sel skuamosa) yang menyerang mandibula
kadang-kadang mungkin sulit dibedakan dari fase akut osteomielitis, terutama jika keganasan
telah terinfeksi sekunder melalui ulkus oral; ini dapat menghasilkan campuran inflamasi
amatorik dan karakteristik radiografi ganas. Jika bagian dari tulang periosteal infl amatori telah
dihancurkan, kemungkinan neoplasma ganas harus dipertimbangkan. Diagnosis banding dapat
mencakup lesi lain yang bisa menyebabkan kerusakan tulang dan dapat merangsang reaksi
periosteal itu mirip dengan yang terlihat pada lesi infeksi. Sel Langerhans histiositosis
menyebabkan kerusakan tulang litik dan sering terjadi dalam pembentukan tulang baru periosteal
reaktif. Lesi ini jarang merangsang reaksi tulang sklerotik seperti yang terlihat pada
osteomielitis. Leukemia dan limfoma dapat merangsang periosteal yang serupa reaksi.

Lesi osteomielitis kronis yang sangat sklerotik, radiopak mungkin terjadi sulit dibedakan dari fi
brous dysplasia, Paget's disease, dan osteosarkoma. Pada anak-anak, osteomielitis dengan
periosteal proliferative respon dapat disalahartikan sebagai fi brous dysplasia. Diferensiasi
bentuk kronis osteomielitis mungkin bahkan lebih sulit jika dipertimbangkan renovasi dan
kehilangan korteks asli yang berbeda miliki terjadi. Dalam kasus ini, inspeksi permukaan tulang
di sebagian besar bagian lesi dapat mengungkapkan bukti halus periosteal pembentukan tulang
baru. Kehadiran sequestra menunjukkan osteomielitis.
Penyakit Paget mempengaruhi seluruh mandibula, yang jarang terjadi pada osteomielitis.
Formasi tulang baru periosteal dan sequestra tidak terlihat pada penyakit Paget. Tulang granular
yang padat dapat terlihat pada beberapa bagian bentuk osteosarkoma, tetapi biasanya bukti
kerusakan tulang adalah ditemukan. Respon periosteal spiculated (sunraylike) juga bisa dilihat.
Seperti disebutkan dalam bagian osteomielitis akut, entitas lain seperti histiositosis sel
Langerhans, leukemia, dan limfoma dapat merangsang respons periosteal yang serupa, tetapi ini
biasanya menghasilkan bukti karakteristik kerusakan tulang ganas tumor. Metode pencitraan
pilihan untuk membantu dalam diagnosis banding adalah CT karena kemampuannya untuk
mengungkapkan sequestra dan periosteal baru tulang.

3.7 Rencana Perawatan dan Dental Management

1. Osteomielitis Akut

Dengan semua lesi peradangan pada rahang, pengangkatan sumber peradangan adalah tujuan
utama terapi. Perawatan antimikroba adalah andalan pengobatan osteomielitis akut, bersama
dengan membangun drainase. Ini mungkin memerlukan pengangkatan gigi, terapi saluran akar,
atau sayatan bedah dan drainase.

2. Osteomielitis Kronis

Osteomielitis kronis cenderung lebih sulit untuk diberantas daripada bentuk akut. Dalam
kasus yang melibatkan respons osteoblastik ekstrem (mandibula sangat sklerotik), kurangnya
suplai darah yang baik selanjutnya dapat menghambat penyembuhan. Terapi oksigen hiperbarik
dan mode kreatif pemberian antibiotik jangka panjang telah digunakan dengan keberhasilan yang
terbatas. Intervensi bedah, yang mungkin termasuk sequestrectomy, decortication, atau resection,
sering diperlukan.

Kemungkinan keberhasilan pengobatan, terutama ketika menggunakan terapi antibiotik


jangka panjang dengan dekortikasi, lebih besar dalam dua dekade pertama kehidupan. Jika kultur
negatif, terapi antibiotik tidak efektif. Bisa jadi respons peradangan telah menjadi proses
penyakit utama dan agen anti-peradangan seperti steroid dan NSAID lebih efektif. Baru-baru ini,
penggunaan terapi bifosfonat telah memberikan beberapa keberhasilan terapi.

3.8 Prosedur Hospitalisasi

Bedah mulut-maksilofasial sering menyebabkan perubahan anatomi dan fisiologi


sementara dari bagian atas aerodigestive saluran, tetapi memiliki dampak langsung kecil pada
sistem organ vital. Oleh karena itu, operasi itu sendiri umumnya aman untuk dilakukan bahkan
pada individu yang relatif tidak sehat. Namun, tekanan fisiologis yang dihasilkan oleh operasi
dan teknik anestesi yang diperlukan untuk prosedur ini dapat menyebabkan morbiditas dan
mortalitas yang serius. Hal ini terutama berlaku pada pasien dengan berbagai organ di ambang
dekompensasi akibat penyakit atau kondisi komorbiditas.

Evaluasi pra operasi pasien yang sehat harus mencakup hal berikut:
1. Kuisioner skrining untuk semua pasien
 2. Riwayat toleransi olahraga untuk semua pasien
3. Tekanan darah dan denyut nadi untuk semua pasien
 4. Riwayat dan pemeriksaan fisik jika salah satu di atas tidak normal, pada pasien di atas 60
tahun, atau pada mereka yang menjalani operasi besar
 5. Tes kehamilan untuk wanita yang mungkin hamil
6. Hematokrit untuk operasi dengan kehilangan darah besar yang diperkirakan
7. Konsentrasi kreatinin serum jika menjalani operasi besar, hipotensi diharapkan, obat
nefrotoksik akan digunakan, atau pasien berusia di atas 50 tahun
 8. Rekomendasi Elektrokardiogram (EKG) seperti di atas, kecuali diperoleh dalam bulan
sebelumnya
9. Radiografi dada untuk pasien di atas 60 tahun, atau bagi mereka yang dicurigai menderita
penyakit jantung atau paru, jika pencitraan seperti itu belum dilakukan dalam 6 bulan terakhir.
10. Tes lain hanya jika evaluasi klinis menunjukkan kemungkinan penyakit
->Penyakit Jantung

 Penyakit jantung adalah umum di Amerika Utara dan populasi lain, dan pasien biasanya
sangat menyadari masalah jantung yang ada. Dengan demikian, penting untuk melakukan
skrining untuk penyakit kardiovaskular, dan intervensi baru-baru ini telah menunjukkan
kemampuan untuk sangat mengurangi risiko perioperatif pada pasien dengan penyakit jantung
yang diketahui atau diduga.

Beberapa kondisi jantung dapat ada sebelum operasi yang memiliki potensi untuk
mengkompromikan kemampuan jantung untuk mempertahankan tekanan darah yang cukup baik
intra atau pasca operasi. Kondisi-kondisi ini termasuk penyakit arteri koroner, penyakit katup,
berbagai proses yang menyebabkan jantung mengalami kegagalan kongestif, dan kelainan
pembentukan atau konduksi impuls listrik. Dalam diskusi empat kondisi berikut, penekanannya
adalah pada cara menilai tingkat kompromi jantung dan cadangan, meningkatkan situasi sebelum
operasi, dan mengelola kondisi secara perioperatif.

->Hipertensi

 Hipertensi esensial adalah salah satu gangguan paling umum pada orang dewasa,
sehingga tidak mengherankan bahwa sebagian besar pasien dewasa yang memerlukan
pembedahan memiliki hipertensi. Dengan semakin banyak orang yang menyadari bahaya
hipertensi yang tidak diobati, banyak pasien yang mencari jenis perawatan yang ditawarkan oleh
ahli bedah khusus telah dievaluasi status hipertensi mereka dan rejimen manajemen yang
diresepkan.

Dua masalah dasar dapat muncul pada pasien hipertensi yang membutuhkan anestesi dan
pembedahan. Yang pertama adalah bahwa hipertensi kronis yang tidak diobati dapat merusak
banyak sistem organ, terutama jantung, ginjal, dan otak. Organ yang rusak mungkin kurang
dapat mentolerir permintaan yang diberikan pada mereka selama periode perioperatif. Masalah
kedua adalah bahwa bagi banyak pasien hipertensi, obat yang diresepkan untuk mengendalikan
hipertensi dapat mengurangi beberapa respons alami yang digunakan tubuh untuk mengatasi
tantangan anestesi dan bedah.

Secara statistik tidak ada peningkatan kejadian efek samping dari hipertensi yang tidak
diobati selama tekanan diastolik kurang dari 110 mm Hg dan tidak ada masalah medis yang
terjadi secara bersamaan. Ketika berunding dengan pasien, dokter bedah biasanya dapat
mengetahui kemungkinan kerusakan organ hipertensi dengan mencoba mempelajari kepatuhan
pasien dengan rejimen antihipertensi.

Dokter pasien seringkali dapat memberikan informasi ini. Kerusakan organ target juga dapat
dideteksi oleh berbagai pemeriksaan fisik dan laboratorium. Kerusakan jantung biasanya
bermanifestasi pada awalnya dengan hipertrofi ventrikel kiri (LVH). Hal ini menyebabkan titik
maksimal dan terlantar dari dampak maksimal apeks jantung pada palpasi. Selain itu LVH
menunjukkan pada EKG, radiografi dada, dan echocardiograms. Dengan tanda waktu dan gejala
gagal jantung kongestif muncul predisposisi jantung untuk disritmia, iskemia, dan munculnya
edema paru.

Ada berbagai pilihan pengobatan yang tersedia untuk pasien hipertensi, termasuk
diuretik, penghambat ACE, penghambat reseptor angiotensin (ARB), β-blocker, blocker saluran
kalsium, α1-blocker selektif, dan α-blocker sentral. Ahli bedah harus terbiasa dengan obat-obatan
ini dan efek samping serta risiko dalam pembedahan.

3.9 Preoperative

Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan ketika mengevaluasi pasien sebelum prosedur oral
dan maksilofasial. Apakah operasi sedang dilakukan di kantor atau ruang operasi, praktisi harus
mengakui dampak dari operasi dan stres yang mungkin ditimbulkan oleh periode perioperatif.
Selain itu, patofisiologi penyakit medis bersamaan yang dapat memodifikasi terapi perlu
dipertimbangkan. Penilaian pra operasi, pemantauan intraoperatif, dan perawatan pasca operasi
perlu dimodifikasi berdasarkan kebutuhan masing-masing pasien. Diskusi berikut tidak berusaha
menjawab semua pertanyaan mengenai perawatan pasien perioperatif. Skenario klinis umum dan
proses penyakit disajikan. Meskipun upaya terbaik kami untuk mencegah masalah melalui
penilaian dan pemantauan, masalah atau keadaan darurat dapat muncul; oleh karena itu, bab ini
juga membahas pemantauan pasien dan manajemen darurat situasi klinis umum.

 Penilaian Jantung

Sejak penilaian risiko tahun 1970-an telah dilakukan dalam upaya untuk mengidentifikasi
individu yang mungkin mengalami peristiwa jantung yang signifikan (yaitu, infark
miokard [MI] atau kematian) pada periode perioperatif. Dalam artikel yang sering
dirujuk, Goldman dan rekan mengidentifikasi sembilan faktor independen yang terkait
dengan peningkatan risiko jantung perioperatif . Ini ditugaskan sistem poin berdasarkan
kontribusi relatif mereka terhadap risiko jantung. Semakin banyak poin, semakin tinggi
risiko morbiditas atau mortalitas yang signifikan, terutama pada periode segera pasca
operasi.

 Sejak 1980, American College of Cardiology bekerja sama dengan American Heart
Association (ACC / AHA) telah menghasilkan pedoman untuk manajemen penyakit
kardiovaskular. Pada tahun 1996 sebuah komite dikembangkan untuk menilai pedoman
dalam evaluasi perioperatif untuk operasi non-kardiak. Memperluas faktor yang
diidentifikasi oleh Goldman dan rekan, fungsi harian pasien dan risiko bedah juga
dipertimbangkan.

Bukti terbaru berdasarkan 4.315 pasien di atas usia 50 tahun yang menjalani prosedur
non-kardiak elektif menunjukkan ada enam faktor risiko utama. Ini termasuk dalam
indeks risiko jantung yang direvisi: jenis operasi berisiko tinggi, riwayat penyakit jantung
iskemik, gagal jantung kongestif, penyakit serebrovaskular, perawatan pra operasi dengan
insulin, dan kreatinin serum pra operasi> 2,0 mg / dL.

 Berdasarkan temuan ini serta dukungan dari studi serupa dan kemajuan teknologi terbaru
dalam pengujian dan terapi koroner, pedoman praktik ACC / AHA diperbarui pada tahun
2002. Sebagai bagian dari pedoman ini, pertimbangan diberikan pada pengujian jantung
untuk individu yang dianggap berisiko terhadap peristiwa perioperatif. Faktor-faktor
berikut dinilai:
• Apakah operasi ini mendesak? Jika keterlambatan operasi dapat merusak, penilaian
jantung mungkin perlu dilakukan di lain waktu.
 • Pernahkah pasien menjalani revaskularisasi koroner dalam 5 tahun terakhir atau
intervensi koroner perkutan dari 6 bulan hingga 5 tahun sebelumnya? Jika pasien tetap
bebas dari gejala iskemia, risiko kematian jantung perioperatif atau MI sangat rendah.
• Sudahkah pasien menjalani evaluasi koroner dalam 2 tahun terakhir? Jika tes invasif
atau non-invasif negatif dan orang tersebut tetap bebas dari gejala, tidak ada tes
perioperatif lebih lanjut yang diindikasikan.
• Apakah individu tersebut memiliki kondisi jantung yang tidak stabil atau prediktor
klinis utama risiko? Ini termasuk akut (dalam 7 hari) atau MI baru (7-30 hari), angina
tidak stabil atau berat, gagal jantung dekompensasi, aritmia signifikan, dan penyakit
katup berat. Kondisi ini menjamin keterlambatan prosedur bila memungkinkan, dan
biasanya dilakukan angiografi koroner.
 • Adakah prediktor klinis antara risiko? Ini termasuk angina pectoris toris, MI
sebelumnya seperti yang ditunjukkan oleh riwayat atau elektrokardiografi, gagal jantung
kompensasi atau sebelumnya, kreatinin sebelum operasi> 2 mg / dL (yaitu, insufisiensi
ginjal), dan diabetes mellitus (DM), khususnya DM yang bergantung pada insulin. Selain
risiko-risiko ini, kapasitas fungsional individu ditentukan. Ini dicatat dalam metabolic
equivalents (METs), di mana 1 MET adalah konsumsi oksigen pria 70 kg berusia 40
tahun saat istirahat. Kapasitas fungsional diklasifikasikan sebagai sangat baik (> 10
MET), baik (7-10 MET), sedang (4-7 MET), buruk (<4 MET) (Tabel 3-3).
• Apa risiko spesifik dari pembedahan? Pertimbangan meliputi jenis operasi (mis., Bedah
vaskular berisiko tinggi) dan perubahan hemodinamik yang terjadi dengan operasi
tertentu (misalnya, perdarahan atau hipotensi yang signifikan). Sebagian besar prosedur
bedah mulut dan maksilofasial dianggap berisiko sedang.

Secara umum, pasien tanpa prediktor mayor dan menengah risiko klinis dan kapasitas
fungsional sedang atau sangat baik dapat menjalani prosedur bedah mulut dan maksilofasial
dengan sedikit risiko kematian perioperatif atau MI. Di sisi lain, individu dengan kapasitas
fungsional yang rendah yang menjalani operasi berisiko tinggi (mis. Reseksi kanker kepala dan
leher) sering dipertimbangkan untuk pengujian invasif (mis., tes stres, ekokardiografi).
Pendekatan ini telah dibuktikan dalam penelitian terbaru yang manjur dan hemat biaya

 Karena sebagian besar prosedur bedah mulut dan maksilofasial dianggap sebagai risiko
menengah, faktor risiko jantung primer adalah adanya satu atau lebih prediktor klinis utama
risiko (yaitu, MI baru-baru ini, angina tidak stabil atau berat, gagal jantung dekompensasi, gagal
jantung signifikan, disritmia signifikan , dan penyakit katup berat). Metode utama identifikasi
awal faktor-faktor ini adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pasien dengan risiko yang dapat
diidentifikasi memerlukan penangguhan operasi dengan rujukan untuk dipertimbangkan untuk
evaluasi jantung menyeluruh

3.10 Preoperative patient assessment

Tujuan utama penilaian pasien pra operasi adalah untuk memberikan informasi yang cukup
kepada anggota tim bedah dan anestesi untuk memungkinkan mereka merumuskan rencana
bedah dan anestesi yang paling tepat. Proses yang sama harus digunakan untuk pasien kantor dan
rumah sakit, termasuk korban trauma; pasien yang secara medis, mental, atau fisik terganggu;
dan pasien yang sehat menjalani pembedahan elektif dengan anestesi lokal saja, sedasi sadar,
sedasi dalam, atau anestesi umum. Tergantung pada variabel yang ditemukan dalam penilaian,
modifikasi rejimen bedah dan anestesi biasa mungkin diperlukan untuk meningkatkan peluang
memperoleh kepuasan. hasil.

Komponen penilaian pra operasi adalah

(1) peninjauan catatan medis sebelumnya jika tersedia, termasuk semua informasi medis, bedah,
dan obat-obatan;
(2) wawancara pribadi dengan pasien atau wali yang berpengetahuan untuk mendapatkan
sejarah medis dan bedah tambahan sebelumnya;

(3) pemeriksaan fisik dan psikologis pasien yang terfokus, dengan penekanan pada sistem
kardiovaskular dan pernapasan serta kecukupan jalan napas sehubungan dengan potensi kesulitan
dalam mencapai dan mempertahankan patennya selama sedasi dalam atau anestesi umum;

(4) peninjauan hasil tes medis dan rujukan untuk konsultasi jika diperlukan;

5) penentuan periopera pasien risiko tive; dan

(6) penjelasan menyeluruh tentang berbagai pilihan perawatan dalam diskusi dengan pasien atau
wali untuk membantu dengan keputusan perawatan mereka dan untuk mendapatkan persetujuan.

Informasi seperti obat saat ini, alergi obat, kemungkinan kehamilan, riwayat keluarga
hipertermia ganas, riwayat medis atau bedah yang signifikan, dan, jika prosedur dijadwalkan
pada saat evaluasi, penilaian cairan atau konsumsi makanan dapat memengaruhi Pilihan ahli
bedah tentang bagaimana untuk melanjutkan.

Tinjauan catatan medis sebelumnya dapat memberikan banyak informasi yang pasien
mungkin tidak tahu atau tidak dapat berhubungan selama wawancara mereka. Sebagai contoh,
jika ada dokumentasi sebelumnya dari “jalan napas sulit” dimana seorang ahli anestesi
mengalami kesulitan yang signifikan dengan ventilasi masker dan membutuhkan beberapa upaya
untuk melakukan intubasi pada pasien retrognatik yang parah, seorang ahli bedah mulut mungkin
tidak memilih untuk memberikan sedasi mendalam atau anestesi umum ringan untuk itu. sabar di
kantor.

Alternatif yang lebih baik mungkin termasuk sedasi sadar cahaya di kantor dengan hanya
obat-obatan yang ada antagonis farmakologis, atau mungkin intubasi fiberoptik terjaga di kantor,
pembedahan, atau rumah sakit sebelum induksi anestesi umum. Untuk pasien yang merupakan
sejarawan miskin, catatan medis sebelumnya mungkin merupakan satu-satunya sumber informasi
mengenai operasi sebelumnya dan masalah medis. Sayangnya, akses tepat waktu ke catatan
medis sebelumnya mungkin sulit atau tidak mungkin
Biasanya, informasi mengenai riwayat medis, bedah, dan anestesi masa lalu pasien dapat
dikumpulkan melalui wawancara pribadi atau telepon. Walaupun pengisian kuesioner kesehatan
atau formulir riwayat kesehatan oleh pasien dapat menjadi titik awal untuk wawancara, itu saja
tidak memenuhi tujuan penting dari membangun dialog pribadi dengan pasien untuk memastikan
bahwa informasi ini selengkap dan seakurat mungkin. .

Nilai sebenarnya dari formulir riwayat medis adalah untuk memperingatkan


pewawancara tentang bidang mana yang perlu penjelasan lebih lanjut. Misalnya, indikasi positif
asma oleh pasien pada kuesioner skrining kesehatan adalah informasi yang relatif tidak berharga
dengan sendirinya; itu harus ditindaklanjuti dengan pertanyaan lebih lanjut mengenai frekuensi
serangan, faktor pencetusnya, langkah-langkah keberhasilan untuk perawatan, serangan terbaru,
dan tingkat keparahan gejala, termasuk perawatan ruang gawat darurat sebelumnya untuk
episode asma parah, penerimaan rumah sakit, atau bahkan intubasi endotrakeal di unit perawatan
intensif untuk status asma. Hanya setelah pertanyaan yang sesuai telah diselesaikan untuk setiap
item positif pada formulir riwayat medis masa lalu barulah riwayat medis, bedah, dan anestesi
masa lalu pasien dianggap memadai.

 Setelah informasi dikumpulkan, ahli bedah harus mengkategorikan pasien bedah


menurut American Society of Anesthesiologists (ASA) Klasifikasi Status Fisik (Tabel 4-1),
bahkan jika hanya anestesi lokal yang akan digunakan. Pasien ASA PS-1 diharapkan memiliki
risiko komplikasi perioperatif yang lebih rendah daripada pasien ASA PS-4.

Meskipun kurangnya presisi absolut dalam mengklasifikasikan secara akurat risiko


perioperatif untuk semua pasien, indeks ini, bagaimanapun, umumnya digunakan untuk
membantu mengidentifikasi faktor risiko tertentu sehingga modifikasi dalam rencana perawatan
dapat dilakukan. Misalnya, anestesi umum rawat jalan di kantor gigi untuk ASA PS-1 dan
banyak pasien ASA PS-2 dianggap aman dan hemat biaya, sedangkan pasien ASA PS-4 hanya
akan menerima anestesi lokal dan mungkin tingkat ansiolisis ringan dalam pengaturan kantor

3.11 Risiko Medis

-> Hipertensi
Kerusakan ginjal yang disebabkan oleh tekanan darah tinggi kronis biasanya terdiri dari
nefrosklerosis. Ini dapat dideteksi dengan urinalisis rutin, di mana proteinuria, hematuria, atau
piuria terlihat. Kerusakan ginjal juga dapat menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat.

  Kerusakan otak akibat hipertensi biasanya bermanifestasi di kemudian hari dalam


kehidupan dengan peningkatan kejadian stroke. Selain itu kemampuan sistem pembuluh darah
otak untuk autoregulasi terganggu sehingga tekanan perfusi yang lebih besar harus dipertahankan
daripada yang seharusnya diperlukan. Beberapa dokter juga percaya hipertensi kronis
mempromosikan perkembangan aterosklerosis karotid dan oleh karena itu merekomendasikan
agar ahli bedah auskultasi untuk bruit karotis.

Banyak perubahan vaskular yang terjadi karena hipertensi kronis dapat dengan mudah
dilihat di satu tempat di mana pembuluh darah kecil terlihat; yaitu, fundus mata. Perdarahan dan
eksudat yang terlihat pada pemeriksaan fundoskopi biasanya menunjukkan perubahan yang
serupa pada tempat tidur vaskular lainnya

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Infeksi kepala dan leher dapat terbagi menjadi dua yaitu: infeksi odontogenik dan
nonodontogenik. Infeksi odontogenik adalah infeksi yang timbul dari ameloblast, jairngan pulpa,
periapikal, periodontal, ataupun perikoronal. Infeksi odontogenik adalah infeksi yang terjadi
pada rongga mulut/gigi, sebagian besar timbul sebagai konsekuensi dari nekrosis pulpa,
periodontis apikal, perikoronitis.

Abses periapikal adalah kumpulan pus yg terlokalisir dibatasi oleh jaringan tulang yg
disebabkan oleh infeksi dari pulpa dan periodontal. Abses periapikal biasanya terjadi akibat dari
infeksi yang mengikuti karies gigi dan infeksi pulpa setelah trauma pada gigi yg mengakibatkan
pulpa nekrosis iritasi jaringan periapikal baik oleh manipulasi mekanik maupun oleh aplikasi
bahan-bahan kimia dan dapat berkembang secara langsung dari peridodontitis periapikal akut.
Osteomielitis adalah peradangan tulang akibat infeksi mikroorganisme yaitu bakteri,
tetapi mikrobakterium dan jamur juga dapat menyebabkan osteomilitis jika menginvasi tulang.
DAFTAR PUSTAKA

Fragiskos, D. 2007.Oral Surgery. 1st Ed. New York: Springer P.205

Fragiskos, D. 2007.Oral Surgery. 1st Ed. New York: Springer P.205- 235

Hupp Ellis Tucker Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 5th Ed

Hupp Ellis Tucker Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 5th Ed

Regezi, Sciubba, Jordan. Oral Pathology Clinical Pathologic Correlations. 7th ed. 2017. Elsevier.
Page: 317-18
Peterson’s principles of oraland maxillofacial surgery. pages 313

Anda mungkin juga menyukai