Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

KERUKUNAN DALAM UMAT BERAGAMA

Disusun Oleh :
1. Zayyan Hisyam Pradana ( 19012010177 )
2. Nahdiyya Sinta Alifia ( 19012010196 )
3. Topan Dewa Perdana ( 19012010199)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
2019-2020

i
DAFTAR ISI

COVER......................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR..................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan........................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................. 2
2.1 Agama Islam Merupakan Rahmat Seluruh Alam......................................................... 2
2.1.1 Penafsiran Para Ahli................................................................................................... 2
2.1.2 Pemahaman Yang Salah ............................................................................................ 5
2.1.3 Pemahaman Yang Benar ........................................................................................... 9
2.2 Ukhuwah Islamiyah Dan Ukhuwah Insaniah................................................................ 9
2.2.1 Ukhuwah Islamiyah................................................................................................... 9
2.2.2 Ukhuwah Insaniah......................................................................................................10
2.3 Kebersamaan Dalam Pluralitas Agama.........................................................................11
BAB III PENUTUP..................................................................................................................... 14
Kesimpulan ....................................................................................................................... 14
Saran.................................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 15

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW. yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas dari mata kuliah Pendidikan Agama Islam dengan judul “Kerukunan
Dalam Umat Beragama”.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.Untuk itu, kami mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi.Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen

Pendidikan Agama Islam kami yaitu bapak Drs. Ahmad Zawawi, Mpd, MM yang telah
membimbing dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.Terima kasih.

Surabaya, 1 September 2019

Penulis

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin. Namun banyak orang


menyimpangkan pernyataan ini kepada pemahaman-pemahaman yang salah kaprah.
Sehingga menimbulkan banyak kesalahan dalam praktek beragama bahkan dalam
hal yang sangat fundamental, yaitu dalam masalah aqidah. Pernyataan  bahwa Islam
adalah agamanya yang rahmatan lil ‘alamin sebenarnya adalah kesimpulan dari
firman Allah Ta’ala,

َ‫ك إِال َّ َرحْ َمةً لِ ْلعالَ ِمين‬


َ ‫َوما أَرْ َس ْلنا‬

“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi
seluruh manusia” (QS. Al Anbiya: 107)

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam diutus dengan membawa ajaran


Islam, maka Islam adalah rahmatan lil’alamin, Islam adalah rahmat bagi seluruh
manusia. Kita juga harus menjaga ukhuwah islamiyah dan ukhuwah insania dalam
umat beragama

1.2 RUMUSAN MASALAH


Mengapa agama Islam disebut sebagai rahmat bagi seluruh alam?
Apa yang dimaksud dengan ukhuwah islamiyah dan ukhuwah insania?
Bagaimana cara menjaga kebersamaan dalam pluralitas?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui apakah benar islam merupakan rahmat bagi seluruh alam.
2. Untuk mengetahui apa itu ukhuwah islamiyah dan ukhuwah insania
3. Untuk mengetahui dan menjaga kebersamaan dalam pluralitas agama

i
BAB II PEMBAHASAN

2.1 AGAMA ISLAM MERUPAKAN RAHMAT SELURUH ALAM

Benar bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin. Namun banyak orang
menyimpangkan pernyataan ini kepada pemahaman-pemahaman yang salah kaprah.
Sehingga menimbulkan banyak kesalahan dalam praktek beragama bahkan dalam hal yang
sangat fundamental, yaitu dalam masalah aqidah.

Pernyataan  bahwa Islam adalah agamanya yang rahmatan lil ‘alamin sebenarnya adalah


kesimpulan dari firman Allah Ta’ala,

َ‫ك إِال َّ َرحْ َمةً لِ ْلعالَ ِمين‬


َ ‫َوما أَرْ َس ْلنا‬

“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh
manusia” (QS. Al Anbiya: 107)

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam diutus dengan membawa ajaran Islam,


maka Islam adalah rahmatan lil’alamin, Islam adalah rahmat bagi seluruh manusia.

Secara bahasa,

ُ‫ ال ِّرقَّةُ والت َّ َعطُّف‬:‫ال َّرحْ مة‬

rahmat artinya kelembutan yang berpadu dengan rasa iba (Lihat Lisaanul Arab, Ibnul
Mandzur). Atau dengan kata lain rahmat dapat diartikan dengan kasih sayang. Jadi,
diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam adalah bentuk kasih sayang
Allah kepada seluruh manusia.

2.1.1 Penafsiran Para Ahli

1. Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam Tafsir Ibnul Qayyim:

“Pendapat yang lebih benar dalam menafsirkan ayat ini adalah bahwa rahmat disini bersifat
umum. Dalam masalah ini, terdapat dua penafsiran:

2
Pertama: Alam semesta secara umum mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.

Orang yang mengikuti beliau, dapat meraih kemuliaan di dunia dan akhirat sekaligus.

Orang kafir yang memerangi beliau, manfaat yang mereka dapatkan adalah disegerakannya
pembunuhan dan maut bagi mereka, itu lebih baik bagi mereka. Karena hidup mereka
hanya akan menambah kepedihan adzab kelak di akhirat. Kebinasaan telah ditetapkan bagi
mereka. Sehingga, dipercepatnya ajal lebih bermanfaat bagi mereka daripada hidup
menetap dalam kekafiran.

Orang kafir yang terikat perjanjian dengan beliau, manfaat bagi mereka adalah dibiarkan
hidup didunia dalam perlindungan dan perjanjian. Mereka ini lebih sedikit keburukannya
daripada orang kafir yang memerangi Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.

Orang munafik, yang menampakkan iman secara zhahir saja, mereka mendapat manfaat
berupa terjaganya darah, harta, keluarga dan kehormatan mereka. Mereka pun diperlakukan
sebagaimana kaum muslimin yang lain dalam hukum waris dan hukum yang lain.

Dan pada umat manusia setelah beliau diutus, Allah Ta’ala tidak memberikan adzab yang
menyeluruh dari umat manusia di bumi. Kesimpulannya, semua manusia mendapat manfaat
dari diutusnya Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.

Kedua: Islam adalah rahmat bagi setiap manusia, namun orang yang beriman menerima
rahmat ini dan mendapatkan manfaat di dunia dan di akhirat. Sedangkan orang kafir
menolaknya. Sehingga bagi orang kafir, Islam tetap dikatakan rahmat bagi mereka, namun
mereka enggan menerima. Sebagaimana jika dikatakan ‘Ini adalah obat bagi si fulan yang
sakit’. Andaikan fulan tidak meminumnya, obat tersebut tetaplah dikatakan obat”

2. Muhammad bin Ali Asy Syaukani dalam Fathul Qadir:

“Makna ayat ini adalah ‘Tidaklah Kami mengutusmu, wahai Muhammad, dengan
membawa hukum-hukum syariat, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia tanpa ada
keadaan atau alasan khusus yang menjadi pengecualian’. Dengan kata lain, ‘satu-satunya
alasan Kami mengutusmu, wahai Muhammad, adalah sebagai rahmat yang luas. Karena
kami mengutusmu dengan membawa sesuatu yang menjadi sebab kebahagiaan di akhirat’ ”

3
3. Muhammad bin Jarir Ath Thabari dalam Tafsir Ath Thabari:

“Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang makna ayat ini, tentang apakah seluruh manusia
yang dimaksud dalam ayat ini adalah seluruh manusia baik mu’min dan kafir? Ataukah
hanya manusia mu’min saja? Sebagian ahli tafsir berpendapat, yang dimaksud adalah
seluruh manusia baik mu’min maupun kafir. Mereka mendasarinya dengan riwayat dari
Ibnu Abbas radhiallahu’anhu dalam menafsirkan ayat ini:

‫اب األمم من‬jj‫ا أص‬jj‫وفي مم‬jj‫وله ع‬jj‫ؤمن باهلل ورس‬jj‫ ومن لم ي‬, ‫رة‬jj‫ آمن باهلل واليوم اآلخر كتب له الرحمة في الدنيا واآلخ‬j‫من‬
‫الخسف والقذف‬

“Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, ditetapkan baginya rahmat di dunia
dan akhirat. Namun siapa saja yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, bentuk
rahmat bagi mereka adalah dengan tidak ditimpa musibah yang menimpa umat terdahulu,
seperti mereka semua di tenggelamkan atau di terpa gelombang besar”

dalam riwayat yang lain:

‫ به عوفي مما أصاب األمم قبل‬j‫ ومن لم يؤمن‬, ‫ واآلخرة‬j‫ في الدنيا‬j‫تمت الرحمة لمن آمن به‬

“Rahmat yang sempurna di dunia dan akhirat bagi orang-orang yang beriman kepada
Rasulullah. Sedangkan bagi orang-orang yang enggan beriman, bentuk rahmat bagi mereka
adalah dengan tidak ditimpa musibah yang menimpa umat terdahulu”

Pendapat ahli tafsir yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud adalah orang-orang
beriman saja. Mereka membawakan riwayat dari Ibnu Zaid dalam menafsirkan ayat ini:

‫ آمن به وصدقه وأطاعه‬j‫ من‬: ‫ والعالمون هاهنا‬. ‫ وقد جاء األمر مجمال رحمة للعالمين‬, ‫ ولهؤالء رحمة‬j‫فهو لهؤالء فتنة‬

“Dengan diutusnya Rasulullah, ada manusia yang mendapat bencana, ada yang mendapat
rahmah, walaupun bentuk penyebutan dalam ayat ini sifatnya umum, yaitu sebagai rahmat
bagi seluruh manusia. Seluruh manusia yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang
beriman kepada Rasulullah, membenarkannya dan menaatinya”

Pendapat yang benar dari dua pendapat ini adalah pendapat yang pertama,
sebagaimana riwayat Ibnu Abbas. Yaitu Allah mengutus Nabi Muhammad  Shallallahu
‘alaihi Wa sallam sebagai rahmat bagi seluruh manusia, baik mu’min maupun kafir.

4
Rahmat bagi orang mu’min yaitu Allah memberinya petunjuk dengan sebab diutusnya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi Wa
sallam memasukkan orang-orang beriman ke dalam surga dengan iman dan amal mereka
terhadap ajaran Allah. Sedangkan rahmat bagi orang kafir, berupa tidak disegerakannya
bencana yang menimpa umat-umat terdahulu yang mengingkari ajaran Allah”
(diterjemahkan secara ringkas).

2.1.2 Pemahaman Yang Salah

Permasalahan muncul ketika orang-orang menafsirkan ayat ini secara serampangan,


bermodal pemahaman bahasa dan logika yang dangkal. Atau berusaha memaksakan makna
ayat agar sesuai dengan hawa nafsunya. Diantaranya pemahaman tersebut adalah:

1. Berkasih sayang dengan orang kafir

Sebagian orang mengajak untuk berkasih sayang kepada orang kafir, tidak perlu
membenci mereka, mengikuti acara-acara mereka, enggan menyebut mereka kafir, atau
bahkan menyerukan bahwa semua agama sama dan benar, dengan berdalil dengan ayat:

َ‫ك إِال َّ َرحْ َمةً لِ ْلعالَ ِمين‬


َ ‫َوما أَرْ َس ْلنا‬

“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi alam
semesta” (QS. Al Anbiya: 107)

Padahal bukan demikian tafsiran dari ayat ini. Allah Ta’ala menjadikan Islam
sebagai rahmat bagi seluruh manusia, namun bentuk rahmat bagi orang kafir bukanlah
dengan berkasih sayang kepada mereka. Bahkan telah dijelaskan oleh para ahli tafsir,
bahwa bentuk rahmat bagi mereka adalah dengan tidak ditimpa musibah besar yang
menimpa umat terdahulu. Inilah bentuk kasih sayang Allah terhadap orang kafir, dari
penjelasan sahabat Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu.

Bahkan konsekuensi dari keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah membenci
segala bentuk penyembahan kepada selain Allah, membenci bentuk-bentuk penentangan
terhadap ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam, serta membenci orang-orang yang
melakukannya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

5
‫م أَوْ َع ِشي َرتَهُ ْم‬jْ ُ‫د هللا َ َو َرسُولَهُ َولَوْ َكانُوا آبَا َءهُ ْم أَوْ أَ ْبنَا َءهُ ْم أَوْ إِ ْخ َوانَه‬jَّ ‫د قَوْ ًما ي ُْؤ ِمنُونَ بِاهلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآل ِخ ِر يُ َوا ُّدونَ َم ْن َحا‬jُ ‫ تَ ِج‬jَ‫ال‬

“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat,
saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,
sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun
keluarga mereka” (QS. Al-Mujadalah: 22)

Namun perlu dicatat, harus membenci bukan berarti harus membunuh, melukai, atau
menyakiti orang kafir yang kita temui. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qayyim dalam
tafsir beliau di atas, bahwa ada orang kafir yang wajib diperangi, ada pula yang tidak boleh
dilukai.

Menjadikan surat Al Anbiya ayat 107 sebagai dalil pluralisme agama juga merupakan
pemahaman yang menyimpang. Karena ayat-ayat Al Qur’an tidak mungkin saling
bertentangan. Bukankah Allah Ta’ala sendiri yang berfirman:

2. Berkasih sayang dalam kemungkaran

Sebagian kaum muslimin membiarkan orang-orang meninggalkan shalat,


membiarkan pelacuran merajalela, membiarkan wanita membuka aurat mereka di depan
umum bahkan membiarkan praktek-praktek kemusyrikan dan enggan menasehati mereka
karena khawatir para pelaku maksiat tersinggung hatinya jika dinasehati, kemudian
berkata : “Islam khan rahmatan lil’alamin, penuh kasih sayang”. Sungguh aneh.

Padahal bukanlah demikian tafsir surat Al Anbiya ayat 107 ini. Islam
sebagai rahmat Allah bukanlah bermakna berbelas kasihan kepada pelaku kemungkaran dan
membiarkan mereka dalam kemungkarannya. Sebagaiman dijelaskan Ath Thabari dalam
tafsirnya di atas, “Rahmat bagi orang mu’min yaitu Allah memberinya petunjuk dengan
sebab diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi Wa
sallam memasukkan orang-orang beriman ke dalam surga dengan iman dan amal mereka
terhadap ajaran Allah”.

Maka bentuk kasih sayang Allah terhadap orang mu’min adalah dengan memberi mereka
petunjuk untuk menjalankan perinta-perintah Allah dan menjauhi apa yang dilarang oleh
Allah, sehingga mereka menggapai jannah. Dengan kata lain, jika kita juga merasa cinta
dan sayang kepada saudara kita yang melakukan maksiat, sepatutnya kita menasehatinya

6
dan mengingkari maksiat yang dilakukannya dan mengarahkannya untuk melakukan amal
kebaikan.

Dan sikap rahmat pun diperlukan dalam mengingkari maksiat. Sepatutnya pengingkaran


terhadap maksiat mendahulukan sikap lembut dan penuh kasih sayang, bukan
mendahulukan sikap kasar dan keras. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam bersabda:

‫ من شيء إال شانه‬j‫ وال ينزع‬. ‫ في شيء إال زانه‬j‫إن الرفق ال يكون‬

“Tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu, kecuali akan menghiasnya. Tidaklah
kelembutan itu hilang dari sesuatu, kecuali akan memperburuknya” (HR. Muslim no. 2594)

3. Berkasih sayang dalam penyimpangan beragama

Adalagi yang menggunakan ayat ini untuk melegalkan berbagai bentuk bid’ah,
syirik dan khurafat. Karena mereka menganggap bentuk-bentuk penyimpangan tersebut
adalah perbedaan pendapat yang harus ditoleransi sehingga merekapun berkata:
“Biarkanlah kami dengan pemahaman kami, jangan mengusik kami, bukankah
Islam rahmatan lil’alamin?”. Sungguh aneh.

Menafsirkan rahmat dalam surat Al Anbiya ayat 107 dengan kasih sayang dan
toleransi terhadap semua pemahaman yang ada pada kaum muslimin, adalah penafsiran
yang sangat jauh. Tidak ada ahli tafsir yang menafsirkan demikian.

Perpecahan ditubuh ummat menjadi bermacam golongan adalah fakta, dan sudah
diperingatkan sejak dahulu oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Dan orang
yang mengatakan semua golongan tersebut itu benar dan semuanya dapat ditoleransi tidak
berbeda dengan orang yang mengatakan semua agama sama. Diantara bermacam golongan
tersebut tentu ada yang benar dan ada yang salah. Dan kita wajib mengikuti yang benar,
yaitu yang sesuai dengan ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Bahkan Ibnul Qayyim
mengatakan tentang rahmat dalam surat Al Anbiya ayat 107: “Orang yang mengikuti
beliau, dapat meraih kemuliaan di dunia dan akhirat sekaligus”. Artinya, Islam adalah
bentuk kasih sayang Allah kepada orang yang mengikuti golongan yang benar yaitu yang
mau mengikuti ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.

7
Pernyataan ‘biarkanlah kami dengan pemahaman kami, jangan mengusik kami’
hanya berlaku kepada orang kafir. Sebagaimana dinyatakan dalam surat Al Kaafirun:

‫م‬jْ ‫د لَ ُك ْم ِدينُ ُك‬jُ ُ‫م َواَل أَ ْنتُ ْم عَابِ ُدونَ َما أَ ْعب‬jْ ُ‫د َما َعبَ ْدت‬jٌ ِ‫د َواَل أَنَا عَاب‬jُ ُ‫ُون َما أَ ْعب‬
jَ ‫ُون َواَل أَ ْنتُ ْم عَابِد‬
jَ ‫د َما تَ ْعبُد‬jُ ُ‫قُلْ يَا أَيُّهَا ْال َكافِ ُرونَ اَل أَ ْعب‬
‫َولِ َي ِدي ِن‬

“Katakanlah: ‘Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi
penyembah apa yang kamu sembah. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah
Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku‘”

4. Menyepelekan permasalahan aqidah

Dengan menggunakan ayat ini, sebagian orang menyepelekan dan enggan


mendakwahkan aqidah yang benar. Karena mereka menganggap mendakwahkan aqidah
hanya akan memecah-belah ummat dan menimbulkan kebencian sehingga tidak sesuai
dengan prinsip bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin.

Renungkanlah perkataan Ash Shabuni dalam menafsirkan rahmatan lil ‘alamin:


“Beliau Shallallahu ‘alaihi Wa sallam memberikan pencerahan kepada manusia yang
sebelumnya berada dalam kejahilan. Beliau memberikan hidayah kepada menusia yang
sebelumnya berada dalam kesesatan. Inilah yang dimaksud rahmat Allah bagi seluruh
manusia”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam menjadi rahmat bagi seluruh manusia
karena beliau membawa ajaran tauhid. Karena manusia pada masa sebelum beliau diutus
berada dalam kesesatan berupa penyembahan kepada sesembahan selain Allah, walaupun
mereka menyembah kepada Allah juga. Dan inilah inti ajaran para Rasul. Sebagaimana
firman Allah Ta’ala:

َ‫ الطَّا ُغوت‬j‫ هَّللا َ َواجْ تَنِبُوا‬j‫ فِي ُك ِّل أ ُ َّم ٍة َر ُسواًل أَ ِن ا ْعبُدُوا‬j‫َولَقَ ْد بَ َع ْثنَا‬

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
‘Sembahlah Allah saja, dan jauhilah Thaghut’ ” (QS. An Nahl: 36)

Selain itu, bukankah masalah aqidah ini yang dapat menentukan nasib seseorang apakah ia
akan kekal di neraka atau tidak? Allah Ta’ala berfirman:

8
‫ار‬
ٍ ‫ص‬ jَ ‫ۖ َو َما لِلظَّالِ ِم‬ ‫ َعلَ ْي ِه ْال َجنَّةَ َو َمأْ َواهُ الن َّا ُر‬jُ ‫د َح َّر َم هَّللا‬jْ َ‫ َم ْن يُ ْش ِر ْك بِاهَّلل ِ فَق‬jُ‫نَّه‬
َ ‫ين ِم ْن أَ ْن‬

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-
orang zalim itu seorang penolongpun” (QS. Al Maidah: 72)

2.1.3 Pemahaman Yang Benar

Berdasarkan penafsiran para ulama ahli tafsir yang terpercaya, beberapa faedah yang dapat
kita ambil dari ayat ini adalah:

1. Di utusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam sebagai Rasul Allah


adalah bentuk kasih sayang Allah kepada seluruh manusia.
2. Seluruh manusia di muka bumi diwajibkan memeluk agama Islam.

3. Hukum-hukum syariat dan aturan-aturan dalam Islam adalah bentuk kasih sayang
Allah Ta’ala kepada makhluk-Nya.

4. Seluruh manusia mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu


‘alaihi Wa sallam

5. Rahmat yang sempurna hanya didapatkan oleh orang yang beriman kepada ajaran
yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam

6. Seluruh manusia mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu


‘alaihi Wa sallam.

7. Orang yang beriman kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi Wa sallam, membenarkan beliau serta taat kepada beliau, akan mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.

8. Orang kafir yang memerangi Islam juga mendapat rahmat dengan diutusnya Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam, yaitu dengan diwajibkannya perang
melawan mereka. Karena kehidupan mereka didunia lebih lama hanya akan
menambah kepedihan siksa neraka di akhirat kelak.

2.2 UKHUWAH ISLAMIYAH DAN UKHUWAH INSANIA

9
2. 2. 1 Ukhuwah Islamiyah

Menurut Imam Hasan Al-Banna, ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) adalah


keterikatan hati dan jiwa satu sama lain dengan ikatan aqidah. Ukhuwah Islamiyah adalah
satu dari tiga unsur kekuatan yang menjadi karakteristik masyarakat Islam di zaman
Rasulullah, yaitu pertama, kekuatan iman dan aqidah. Kedua, kekuatan ukhuwah dan ikatan
hati. Dan ketiga, kekuatan kepemimpinan dan senjata.

Dengan tiga kekuatan ini, Rasulullah saw membangun masyarakat ideal, memperluas
Islam, mengangkat tinggi bendera tauhid, dan mengeksiskan umat Islam atas muka dunia
kurang dari setengah abad. Sekarang ini, kita berusaha memperbaharui kekuatan ukhuwah
ini, karena ukhuwah memiliki pengaruh kuat dan aktif dalam proses mengembalikan
kejayaan umat Islam.

Merasa dan mengakui bahwa sesama muslim diseluruh belahan dunia adalah saudara
yang patut kita lindungi,  kita perjuangkan hak mereka atas islam jika berada pada negara
yang sedang berperang serta mendoakan mereka untuk kebaikan
Inilah tahapan tahapan berharga dalam Ukhuwah islamiyah:

 Ta’awun ; Yaitu rasa saling tolong menolong antar umat beragama karena Allah
 Ta’fahum ; Yaitu rasa saling memahami bahwa tidak ada satu manusiapun yang bisa
lolos dari kekurangan dan kesalahan.
 Ta’aruf ; Ta’aruf Menurut Islam  yaitu rasa ingin mengenal orang lain dengan
maksud memperbanyak persaudaraan.
 Takaful ; yaitu saling bersatu dalam suka maupun duka serta bersama-sama
menyelesaikan segala permasalahan dengan rasa kasih sayang dan rasa saling menghargai
pendapat yang berbeda

2.2.2 Ukhuwah Insaniyah

Ukhuwah Insaniah, yaitu persaudaraan dan persahabatan sesama manusia yang


disebut brotherhood humanities. Semua umat manusia sebagai makhluk social tidak mungkin
dapat hidup sendirian, karena itu satu sama lain hakekatnya saling membutuhkan untuk
berinteraksi. Hubungan yang lain, seperti hubungan  ekonomi, politik, peradaban,
kebudayaan, dan lain  sebagainya.

10
Dalam melakukan interaksi di tengah masyarakat, setiap diri manusia dari mana pun
latar belakangnya, budaya, adat istiadat, bangsa dan agama selalu  mengharapkan agar
terjalin hubungan yang  baik  dan saling menguntungkan.  Baik secara alamiah maupun batin.
Manusia dalam kehidupan di  dunia terdiri dari berbagai ras, bangsa, suku, adat istiadat, dan
berbagai kelompok diharapkan agar saling mengenal dan saling memahami. Dengan
demikian, maka akan terwujud kedamaian dunia dan persaudaraan sesama umat manusia.

Allah Swt, berfirman:

Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakanmu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikanmu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia  di antaramu di sisi Allah ialah
orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal. (QS. Al-Hujurat,  49:13).

Perbedaan dan persamaan dalam berbagai bidang kehidupan dari manusia di seluruh dunia
merupakan fitrah Allah, karena itu tidak boleh ada paksaan untuk mengikuti agama atau
peradaban tertentu. Semua manusia diberi kebebasan oleh Allah Swt. Untuk  menetapkan
jalan hidupnya berdasarkan akal fikiran yang dimilikinya.

Allah Swt, berfirman:

Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka  bumi dan
seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi  orang
yang beriman semuanya?. (QS. Yunus, 10:99)

2.3 KEBERSAMAAN DALAM PLURALITAS AGAMA

Kata “Pluralism agama” berasal dari dua kata, yaitu “Pluralisme” dan “Agama” dalam
bahasa Arab diterjemahkan dengan “al-ta’ddudiyah” dan dalam bahasa Inggirs “religius
pluralism”. Dalam bahasa Belanda, merupakan gabungan kata plural dan ism.
Kata “plural”diartikan dengan menunjukkan lebih dari satu. Sedangkan ismediartikan dngan
sesuatu yang berhubungan dengan paham atau aliran. Dalam bahasa Inggris
disebut pluralism yang berasal dari kata “plural” yang berarti lebih dari satu atau banyak.
Dalam Kamus The Contemporary Engglish-Indonesia Dictionary, kata “Plural” diartikan

11
dengan lebih dari satu/jamak dan berkenaan dengan keanekaragaman. Jadi pluralisme, adalah
paham atau sikap terhadap keadaan majemuk, baik dalam konteks sosial, budaya, politik,
maupun agama. Sedangkan kata “agama” dalam agama Islam diistilahkan
dengan “din” secara bahasa berarti tunduk, patuh, taat, jalan. Pluralisme agama adalah
kondisi hidup bersama antarpenganut agama yang berbeda-beda dalam suatu komunitas
dengan tetap mempertahankan cirri-ciri spesifik ajaran masing-masing agama.

Dengan demikian yang dimaksud “pluralisme agama” adalah terdapat lebih dari satu
agama (samawi dan ardhi) yang mempunyai eksistensi hidup berdampingan. Saling bekerja
sama dan saling berinteraksi antaa penganut satu agama dengan penganut agama lainnya,
atau dalam pengertian yang lain, setiap penganut agama dituntut bukan saja mengakui
keberadaan dan menghormati hak agama lain, tetapi juga terlibat dalam usaha memahami
perbedaan dan persamaan, guna tercapainya kerukunan dalam keragaman. Dalam perspektif
sosiologi agama, secara terminology, pluralisme agama dipahami sebagai suatu sikap
mengakui dan menerima kenyataan kemajemukan sebagai yang bernilai positif dan
merupakan ketentuan dan rahmat Tuhan kepada Manusia.

Pengakuan terhadap kemajemukan agama tersebut adalah menerima dan meyakini


bahwa agama yang kita peluk adalah jalan keselamatan yang paling benar, tetapi bagi
penganut agama lain sesuai dengan keyakinan mereka agama mereka pulalah yang paling
benar. Dari kesadaran inilah akan lahi sikap toleran, inklusif, saling menghormati dan
menghargai, serta memberi kesempatan kepada orang lain untuk beribadah sesuai dengan
keyakinan masing-masing. Hal ini sesuai dengan sila pertama Pancasila “Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Dan UUD’45 pasal 29 ayat (2) yang menjamin kebebasan beragama dan
beribadah sesuai menurut agama dan kepercayaan masing.masing. pasal 29 ayat (2) UUD’45,
disamping jaminan kebebasan beragama, keputusan yang fundamentak ini juga merupakan
janji tidak ada diskriminasi agama di Indonesia. Mukti Alim secara filosofi mengistilahkan
dengan agree in disagreement (setuju dalam perbedaan).

Setiap agama tidak terpisah dari yang lainnya dalam kemanusiaan. Keterpisahan
mereka dalam kemanusiaan bertentangan dengan prinsip pluralisme yang merupakan water
dasar masyarakat manusia yang tidak bisa dihindari. Dilihat dari segi etnis, bahasa, agama,
budaya, dan sebagainya, Indonesia termasuk satu negara yang paling majemuk di dunia.

12
Indonesia juga merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Hal ini disadari
oleh para founding father kita, sehingga mereka merumuskan konsep pluralisme ini dengan
semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Munculnya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober
1928 merupakan sautu kesadaran akan perlunya mewujudkan pluralisme ini yang sekaligus
dimaksudkan untuk membina persatuan dalam menghadapi penjajah Belanda, yang kemudian
dikenal sebagai cikal-bakal munculnya wawasan kebangsaan Indonesia. Pluralisme ini juga
tetap dijunjung tinggi pada waktu persiapan kemerdekaan, sebagaimana dapat dilihat, antara
lain dalam siding BPUPKI. Betapa para pendiri republik ini sangat menghargai pluralisme,
baik konteks sosial maupun politik. Bahkan pencoretan “tujuh kata” dalam Pancasila, yang
terdapat dalam Piagam Jakarta, pun dipaham dalam konteks menghargai kemajemukan dan
pluralisme.

Untuk mendukung konsep pluralisme konsep pluralisme tersebut, diperlukan adanya


toleransi antarsesama umat beragama. Meskipun semua masyarakat yang berbudaya kini
sudah mengakui adanya kemajemukan sosial, namun dalam kenyataannya, permasalahan
toleransi masih sering muncul dalam suatu masyarakat, termasuk di Eropa Barat Amerika dan
Negara-negara lain.

Ada dua macam penafsiran tentang konsep penafsiran, yakni penafsiran negative dan
penafsiran positif. Yang pertama menyatakan bahwa toleransi itu hanya mensyaratkan cukup
dengan membiarkan dan tidak menyakiti orang/kelompok lain. Yang kedua menyatakan
bahwa toleransi itu membutuhkan lebih dari sekedar itu. Artinya toleransi itu tidak cukup
hanya dalam pemahaman saja, tapi harus dipublikasikan dengan tindakan dan perbuatan
dalam kehidupan nyata. Kita hidup dalam pluralisme agama, suka tidak suka ralitas
pluralistic memang menjadi wahana dan wacana bagi kehidupan beragama kita. Di dalam
agama Islam konsep dasar pluralisme sudah ada sejak dari awal agama itu syari’atkan oleh
Allah SWT, dipermukaan bumi ini yang dibawa oleh Raulullah Muhammad SAW. Maka
oleh karena itu apabila umat Islam ingin memahami makna pluralisme sesuai dengan konsep
Islam, maka jawabannya yang paling tepat adalah kembali kepada Al-Qur’an.

13
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan, di antaranya adalah :
1. Islam adalah rahmat bagi seluruh alam terbukti dari diturunkannya agama Islam
sebagai pembawa kabaikan, kedamaian dan keselamatan bagi seluruh penduduk
bumi, Agama Islam juga diturunkan sebagai agama penyempurna dari agama-
agama sebelumnya.
2. Ukhuwah islamiyah ialah persahabatan dan persaudaraan sesama muslim.
Sedangkan ukhuwah insaniah ialah persahabatan dan persaudaraan sesama
manusia. Kita sebagai umat agama Islam selayaknya menjaga dan
menseimbangkan ukhuwah islamiyah dan insaniah tersebut
3. Pluralisme Agama sendiri adalah bisa diartikan keberagaman agama. Sudah
selayaknya kita sebagai umat yang beragama tetap menjaga kebersamaan dan
persaudaraan, saling menghormati dan menjaga kerukunan.

B. SARAN
Sudah selayaknya kita sebagai pemeluk agama Islam yang merupakan rahmat
bagi seluruh alam menjadi pelopor dan contoh bagi seluruh umat beragama lainnya.
Menjaga dan menyeimbangkan antara ukhuwah islamiyah dan ukhuwah insaniah
karena Islam sendiri mengajarkan kita untuk berbuat baik dan tidak saling menyakiti
antar sesama.

14
DAFTAR PUSTAKA

Agama islam merupakan rahmat bagi seluruh alam


https://muslim.or.id/1800-islam-rahmatan-lil-alamin.html
http://renunganislami.net/islam-adalah-rahmat-bagi-semesta-alam/

Pengertian ukwah islamiyah dan insaniah


https://www.google.com/amp/s/dalamislam.com/akhlaq/pengertian-ukhuwah-islamiyah-
insaniyah-dan-wathaniyah/amp
https://mohammadgie.wordpress.com/2012/03/12/ukhuwah-insaniah/

Kebersamaan dalam pruralitas agama


https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/gatot_arifatul/islam-dan-
pluralisme-agama_550da62d8133116c2cb1e4ee
https://www.kompasiana.com/gatot_arifatul/550da62d8133116c2cb1e4ee/islam-dan-
pluralisme-agama

15

Anda mungkin juga menyukai