Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Hal ini dapat dilihat dari upaya pemerintah dalam memperbarui kurikulum pendidikan,

mulai dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP), dan yang paling baru adalah Kurikulum 2013 yang sudah diterapkan sejak awal

tahun 2013.

Menurut Husni (2016) belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang terjadi

pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak orang itu masih bayi sampai

akhir hayatnya. Salah satu pernyataan bahwa seorang telah belajar sesuatu adalah adanya

tingkah laku dalam dirinya. Perubahan itu bersifat pengetahuan, keterampilan, maupun

yang menyangkut nilai dan sikap. Sedangkan belajar mengajar adalah suatu yang

bernilai pndidikan interaksi yang bernilai pendidikan di karenakan kegiatan belajar

mengajar yang dilakukan mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum proses

belajar dilakukan.

Menurut Husni (2016) hasil belajar antara peserta didik yang satu dengan yang

lainnya berbeda- beda. Perbedaan itu di sebabkan oleh faktor – faktor yang

mempengaruhinya, antara lain: 1) Faktor–faktor yang bersumber dari diri sendiri faktor ini

sangat besar pengaruhnya terhadap kemajuan studi peserta didik, misalnya minat, bakat,

kesehatan, kebiasaan belajar, penguasaan bahan dan kemandirian, b) Faktor – faktor yang

berasal dari luar diri peserta didik faktor ini mempengaruhi terhadap kemajuan studi peserta

didik misalnya lingkungan, studi dari lingkungan alam, lingkungan dari keluarga,

lingkungan masyarakat dan faktor yang lain yaitu sekolah dan peralatan sekolah.
Menurut (Sunarto,2009) menjelaskan tentang faktor-faktor yang memengaruhi hasil

belajar terdiri atas dua macam, yaitu: (1). Faktor Intern, Yaitu faktor yang berasal dari dalam

diri seseorang, antara ain kecerdasan atau intelegensi (IQ), bakat, minat, motivasi. (2).

Faktor Ekstern, yaitu faktor yang berasal dari luar diri seseorang, antara lain kondisi/keadaan

lingkungan keluarga di mana peserta didik berada, keadaan lingkungan sekolah, dan keadaan

lingkungan masyarakat.

Guru, dalam hal ini sebagai salah satu penentu di dalam pencapaian hasil belajar

peserta didik selalu dituntut agar sesering mungkin untuk mengadakan refleksi atas setiap

kinerja yang telah dilakukan kepada setiap peserta didiknya terutama di dalam kegiatan

belajar mengajar. Faktor eksternal yang paling dominan dan sangat berpengaruh terhadap

pencapaian hasil belajar peserta didik ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung adalah

guru. Guru berperan sebagai moderator di dalam kegiatan pembelajaran. Di dalam penelitian

ini peneliti menerapkan metode yang sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi.

Menurut Mahendra (2014) untuk meningkatkan hasil belajar siswa tersebut di atas,

perlu dilakukan inovasi terhadap proses pembelajaran. Inovasi dapat dilakukan

dengan menggunakan beberapa pendekatan, strategi, metode dan model pembelajaran.

Salah satu model pembelajaran yang telah banyak diterapkan adalah model pembelajaran

berbasis masalah (Problem Based Learning). Model pembelajaran berbasis masalah

merupakan salah satu pembelajaran alternatif yang berpusat pada siswa (student-centered)

yang banyak dikembangkan akhir- akhir ini. Pembelajaran ini diturunkan dari teori belajar

konstruktivis, yaitu siswa yang aktif mengkonstruksi pengetahuannya. Model pembelajaran

berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata

sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis untuk

memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.


Model pembelajaran berbasis masalah sederhana, dan mudah dipahami gagasan-

gagasan utamanya. Inti dari pembelajaran berbasis masalah adalah penyajian situasi

permasalahan yang yang nyata kepada siswa yang akan menjadi landasan untuk mencari

solusi (Arends, 2013:100). Siswa berpartisipasi dalam pembelajaran berbasis masalah

ketika mereka mempelajari peta konsep dan keterampilannya menyelesaikan masalah

dengan terlibat dalam situasi yang nyata. PBM membantu siswa mengembangkan

keterampilan berpikir dan memecahkan masalah, mempelajari peran autentik orang dewasa,

dan menjadi pembelajar yang mandiri.

Arends (2013:126) mengemukakan bahwa minat masa kini terhadap pembelajaran

berbasis masalah sangatlah besar. Model ini didasarkan pada prinsip-prinsip teoretis yang

kuat, dan dasar penelitian yang sederhana mendukung penggunaannya. Hal ini

memberikan alternatif menarik bagi guru yang ingin bergerak keluar dari pendekatan yang

berpusat pada guru untuk menantang siswa dengan aspek pembelajaran aktif dari model

tersebut. Pembelajaran berbasis masalah juga menggunakan sumber daya Internet yang

membuat penggunaannya lebih praktis daripada zaman sebelum Internet.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “

“Analisis Model Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Hasil Belajar Siswa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka yang menjadi

rumusan masalah adalah “Apakah ada masalah yang dihadapi guru saat menerapkan

model pmbelajaran program base learning”?


PEMBAHASAN

A. Pengertian model pembelajaran

Model pembelajaran adalah unsur penting dalam kegiatan belajar mengajar untuk

mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran digunakan guru sebagai pedoman dalam

merencanakan pembelajaran di kelas. Joyce & Weil (dalam Rusman, 2012: 133) berpendapat

bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk

membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan

pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.

Menurut Adi (dalam Suprihatiningrum, 2013: 142) memberikan definisi model

pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur dalam

mengorganisasikan pengalaman pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model

pembelajaran berfungsi sebagai pedoman guru dalam merencanakan dan melaksanakan

kegiatan pembelajaran. Winataputra (1993) mengartikan model pembelajaran sebagai

kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman

bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas

belajar-mengajar (Suyanto dan Jihad, 2013: 134).

Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan

pola pilihan para guru untuk merancang pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang diharapakan. Model pembelajaran merupakan suatu

prosedur dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran


tertentu. Berfungsi sebagi pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam

merancang dan melaksanakan proses belajar mengajar.

B. Model Problem Based Learning (PBL)

Proses pembelajaran membutuhkan metode-metode atau model-model yang bisa

membantu jalannya pembelajaran. Maka pendidik harus menggunakan metode atau model

yang dapat meningkatkan pembelajaran seperti model PBL. menurut Barrow dalam Huda, M.

(2014, hlm. 271) mendefinisikan Problem Based Learning sebagai “Pembelajaran yang

diperoleh melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah. Masalah tersebur

dipertemukan pertama- tama dalam proses pembelajaran”.

Sedangkan menurut Dutch (1994) dalam Shoimin, A. (2014, hlm. 131) menejelaskan bahwa:

Problem Based Learning merupakan metode instruksional yang menantang siswa

agar “belajar dan belajar”, bekerja sama dengan kelompok untuk mencari solusi

masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan

serta kemampuan analisis siswa dan inisiatif atas materi pelajaran. Problem Based

Learning mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analitis, dan untuk mencari

serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai.

Berdasakan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa model Problem Based

Learning (PBL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata

sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan

keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang

esensial dari materi pelajaran baik individu maupun kelompok. Pembelajaran dengan model

Problem Based Learning dimulai oleh adanya masalah yang dapat dimunculkan oleh siswa

ataupun guru, kemudian siswa memperdalam pengetahuanya tentang sesuatu yang telah
diketahuinya sekaligus yang perlu diketahuinya untuk memecahkan masalah itu. Siswa juga

dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan, sehingga ia terdorong

untuk berperan aktif dalam belajar.

C. Kelebihan Problem Based Learning (PBL)

Penggunaan model pembelajaran memiliki beberapa kelebihan, sebagaimana model

PBL memiliki kelebihan juga, menurut Shoimin, A. (2014, hlm. 132). Kelebihan Model

Problem Based Learning yaitu:

1) Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situa

nyata.

2) Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui

aktivitas belajar.

3) Permbelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada

hubungannya tidak perlu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban siswa

dengan menghafal atau menyimpan informasi.

4) Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok.

5) Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan, baik dari

perpustakaan, internet, wawancara dan observasi.

6) Siswa memiliki kemampuan menilai kemampuan belajarnya sendiri.

7) Siswamemiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan

diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka.

8) Kesulitan belajar siswa secara individu dapat diatassi melalui kerja kelompok

dalam bentuk peer teaching.


Kelebihan Model PBL menurut Putra, S.R. (2013, hlm. 82) menyatakan sebagai

berikut:

1) Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan lantaran ia yang menemukan

konsep tersebut.

2) Melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut

keterampilan berfikir kritis siswa yang lebih tinggi.

3) Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga

pembelajaran lebih bermakna.

4) Siswa dapat merasakan manfaat pembelajara, karena masalahmasalah yang

diselesaikan berkaitan langsung dengan kehidupan nyata. Hal ini dapat

meningkatkan motivasi dan keterkaitan siswa terhadap bahan yang dipelajarinya

5) Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan

menerima pendapat orang lain. Serta menanamkan sikap sosial yang positif

dengan siswa lainnya.

6) Pengkondisisan siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap

pembelajaran dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat

diharapkan.

7) PBL diyakini pula dapat menumbuh kembangkan kemampuan kreativitas siswa,

baik secara individual maupun kelompok., karena hampir di setiap langkah

menuntut adanya keaktifan siswa.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kelebihan model Problem Based Learning

(PBL) ini adalah dalam pembelajaranya lebih terpusat kepada siswa, guru tidak mendominasi

sepenuhnya dalam kegiatan pembelajaran tetapi guru lebih menjadi fasilitator dan

membimbing dalam kegiatan pembelajaran sehingga siswa dapat belajar dengan aktif dan
dapat meningkatkan kreatrivitas dan hasil belajar siswa dan pembelajarannya pun lebih

bermakna karena model pembelajaran ini lebih menekankan kepada aspek kognitif, afektif

dan psikomotor.

D. Kekurangan Problem Based Learning (PBL)

Sama halnya dengan model pengajaran yang lain, selain kelebihan model

pembelajaran Problem Based Learning juga memiliki beberapa kekurangan dalam

penerapannya. Kekurangan tersebut menurut Putra, S.R. (2013, hlm. 84) diantaranya:

1) Untuk siswa yang malas tujuan dari PBL tidak akan tercapai, karena siswa telah

terbiasa dengan pengajaran yang berpusat pada guru seperti mendengarkan

ceramah sehingga malas untuk berfikir.

2) Relatif menggunakan waktu yang cukup lama dan menuntut keaktifan siswa untuk

mencari sumber- sumber belajar, karena siswa terbiasa hanya mendapat materi

dari guru dan buku paket saja.

3) Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan menggunakan model ini,

karena PBL merupakan model yang bertujuan untuk membahas masalah- masalah

yang akan dicari jalan keluarnya sehingga berhubungan erat dengan mata pelajran

tertentu.

Selain itu Menurut Shoimin, A. (2014, hlm. 133) Kekurangan Model Problem Based

Learning yaitu:

1) PBL tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru

berperan aktif dalam menyajikan materi.

2) PBL lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang

kaitannya dengan pemecahan maslah.


3) Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan

terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.

Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

memiliki kelemahan yaitu tidak semua mata pelajarran dapat diterapkan model PBL, dalam

proses pembelajran memerlukan waktu yang relatif lama dan bagi siswa yang pasif tujuan

model ini tidak akan tercapai, karena model PBL menuntut keaktifan siswa untuk mencari

sumber- sumber belajar yang tidak hanya didapatkan dai guru.

E. Langkah Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Model PBL memiliki beberapa langkah pada implementasinya dalam proses

pembelajaran. Menurut Kemendikbud, (2014: 28) mengemukakan bahwa langkah-langkah

PBL adalah sebagai berikut.

1) Orientasi siswa pada masalah.

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan

memotivasi siswa terlibat aktif dalam pemecahan masalah. Siswa mendengarkan tujuan

belajar yang disampaikan oleh guru dan mempersiapkan logistic yang diperlukan.

2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar.

Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang

berhubungan dengan masalah tersebut. Siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan

tugas belajar yang di angkat.

3) Membimbing pengalaman individual/kelompok.

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan

eksperimen untuk mendapat penjelasan dan pemecahan masalah. Siswa mengumpulkan


informasi yang sesuai dengan melaksanakan eksperimen dan berusaha menemukan

jawaban atas masalah yang di angkat.

4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti

laporan dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Siswa

merencanakan dan menyiapkan karya berupa laporan dan menyampaikannya kepada

teman yang lain.

5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap materi yang telah

dipelajari, meminta kelompok presentasi hasil kerja. Siswa melakukan refleksi kegiatan

penyelidikannya dan proses yang dilakukan.

Langkah-langkah model PBL menurut Putra, S.R. (2013, hlm. 272) adalah sebagi berikut:

1) Pertama-tama siswa disajikan suatu masalah.

2) Siswa mendiskusikan masalah dalam tutorial PBL dalam sebuah kelompok kecil.

Mereka mengklarifikasi fakta-fakta suatu kasus kemudian mendefinisikan sebuah

masalah. Mereka menghubungkan masalah dengan pengetahuan awalnya dan

membuat rencana pemecahan maslah tersebut.

3) Siswa terlibat dalam pemecahan masalah di luar bimbingan guru seperti di

perpustakaan, internet dan sebagainya.

4) Siswa kembali ke tutorial PBL dan saling bertukar pikiran dengan anggota

kelompoknya atas apa yang mereka dapatkan dan mendiskusikan pemecahan

masalahnya.

5) Siswa menyajikan solusi atas masalah.


6) Siswa mereview apa yang mereka pelajari selama proses pengerjaan selama ini.

Semua yang berpartisipasi dalam proses tersebut terlibat dalam review pribadi,

review berpasangan, dan review berdasarkan bimbingan guru, sekaligus melakukan

refleksi atas kontribusinya terhadap proses tersebut.

Berdasarkan langkah-langkah dalam model PBL seperti pada pemaparan diatas bahwa

guru maupun siswa dalam model PBL ini memiliki peranan aktif dalam proses pembelajaran.

Peran guru pada model ini sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu

pemecahan masalah, pemberi fasilitas penelitian dan pemberi dorongan agar siswa dapat

berfikir kritis sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Sedangkan bagi siswa sudah

sangat jelas bahwa siswa di tuntut untuk aktif, kreatif, inovatif, peka terhadap masalah-

masalah disekitarnya dan dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

F. Permasalahan Guru Pada Model Pembelajaran berbasis Masalah

Pemasalahan guru dalam model yang sudah diaplikasikan dikelas, peneliti

menggunakan teknik pengumpulan data denga n wawancara

1. Guru terkendala dalam memberi penjelasan kepada siswa tentang cara membuat

laporan mengenai masalah yang siswa temukan dikarena tidak semua siswa

mendengar penjelasan guru dengan baik, saat guru menanyakan kembali tugas apa

harus dilakukan siswa, banyak siswa yang terdiam dan kurang paham apa yang

dijelaskan guru.

2. Terkendala dalam melakukan apersepsi dengan mengaitkan pembelajaran hari ini

dengan pembelajaran yang telah lalu yang dimana terkendala dalam siswa secara

kelompok menentukan proyek yang akan dikerjakan.

3. Guru terkendala dalam mengarah siswa menyusun proyek secara berkelompok

dikarenakan kendala yang sama seperti guru lainnya sukar untuk mengarahkan
siswa yang kurang pintar untuk terlibat aktif dalam penyusunan proyek, siswa yang

kurang pintar lebih banyak diam atau mengganggu siswa kelompok lainnya.

4. Guru kurang menyiasati waktu yang tersedia, guru kurang mampu dalam menguasai

teknologi, pengelolaan dan pengawasan kelas yang tidak dapat berjalan dengan

maksimal dan ketidakaktifannya siswa dalam proses pembelajaran. Sehingga, proses

penerapan model pembelajaran tidak dapat berjalan dengan maksimal.

G. Permasalahan guru pada Model Pembelajaran Program base Learning terkait

Perencanaan, Pelaksanaan, dan pembuatan/Penggunaan Media.

Permasalahan guru pada Model Pembelajaran Program base Learning terkait

Perencanaan, Pelaksanaan, dan pembuatan/Penggunaan Media seperti pada tahap

perencanaan pembelajaran guru mengalami hambatan sulitnya menentukan masalah yang

tepat untuk didiskusikan siswa secara berkelompok. Walau pembagian kelompok sudah

dilakukan secara heterogen, siswa berkemampuan rendah cenderung pasif dalam

kelompoknya. Masalah yang disajikan guru dianggap menantang bagi kelompok tinggi,

namun siswa kelompok rendah merasa tidak bisa berbuat apa-apa. Justru seharusnya

kerjasama kelompok terjalin dengan baik, justru terjadi sebaliknya. Dibuktikan dengan

cuplikan hasil wawancara dengan guru sebagai berikut: “..menentukan masalah dalam PBL

itu sulit, biasanya kalo terlalu sulit siswa yang berkemampuan rendah juga bingung harus

berbuat apa, mereka cenderung pasif. Sebaliknya kalopun diberikan masalah yang mudah,

siswa kemampuan tinggi merasa kurang tertantang dengan masalah yang diberikan”. Fakta di

atas sebenarnya sesuai dengan yang diungkapkan oleh Widjajanti (2011) mengungkapkan

bahwa PBL merupakan pembelajaran yang berdasarkan pada masalah, sehinga pemilihan dari

masalah merupakan hal yang sangat penting dan tidak mudah. Masalah dalam PBL

seharusnya dipilih sedemikian hingga menantang minat siswa untuk menyelesaikannya,


menghubungkan dengan pengalaman dan belajar sebelumnya, dan membutuhkan kerjasama

dan strategi untuk menyelesaikannya Pemilihan masalah yang berorientasi pada masalah

nyata dalam kehidupan siswa seharusnya mampu membantu siswa mengkonstruk

pengetahuannya melalui lingkungan sekitar mereka, namun sebagian siswa justru tidak

terbiasa dengan masalah nyata. Mereka terbiasa menyelesaikan masalah setelah ada contoh

soal dari guru. Hal ini bertentangan dengan teori Vygotsky (Wiryokusumo, 2009) bahwa

pengetahuan akan dibangun melalui pengalaman dan lingkungan sekitar siswa. Ditinjau dari

segi interaksi sosial pada masing-masing kelompoknya, penerapan PBL di lapangan kadang

juga tidak sesuai dengan harapan. Kelompok tinggi yang seharusnya mampu membantu

temannya yang kurang, juga seringkali tidak berjalan seharusnya. Siswa kelompok tinggi

kadang memiliki keegoisan yang tinggi, dan kadang siswa rendah juga tidakpeduli dengan

diri mereka sendiri sehingga tidak ada usaha untuk mengejar ketertinggalan dari temannya.

Proses diskusi dan tanya jawab terjadi hanya antar siswa berkemampuan tinggi dan

kemampuan sedang. “yang sering terjadi adalah siswa kemampuan tinggi yang seharusnya

membantu teman yang kurang justru egois, ia cenderung suka menyelesaikan masalah

sendirian. Begitupun pada siswa yang rendah tidak peduli juga dengan dirinya sendiri”

Cuplikan di atas, menunjukkan bahwa guru mengalami hambatan dalam hal menciptakan

interaksi sosial kelompok ketika proses pembelajaran berlangsung. Kondisi di atas dapat

dikatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan tidak memenuhi salah satu karakteristik PBL

yaitu adanya kerjasama yang baik dan hubungan sosial maupun secara pribadi. Ridwan, dkk

(2008) menyebutkan bahwa PBL memiliki beberapa karakteristik diantaranya: 1) pengajuan

masalah merupakan hal penting baik secara hubungan sosial maupun secara pribadi; 2)

masalah berfokus pada kaitan antar disiplin; 3) penyelidikan autentik; 4) menghasilkan

produk atau karya untuk dipamerkan dan 5) kerjasama. Hal lain diungkapkan oleh guru kelas,

bahwa PBL dapat berjalan baik ketika guru mempersiapkan semua perangkat dengan baik.
Persiapan yang baik, namun juga memerlukan waktu yang lama, sehingga PBL justru tidak

dinilai efektif oleh guru. Seperti yang dibuktikan oleh cuplikan transkip berikut: “...penerapan

PBL itu akan lebih maksimal jika semua perangkat pembelajarannya disusun dengan

perencanaan yang matang, sayangnya membuat perangkat pembelajaran yang baik

membutuhkan waktu yang sangat lama” Melalui PBL siswa dilatih pada proses berpikirnya,

proses pembelajaran diutamakan, namun tujuan pembelajaran yang tidak tercapai juga

dijadikan kendala umum guru dalam mengimplementasikan PBL.

Anda mungkin juga menyukai