Anda di halaman 1dari 2

Ringkasan Etika Bisnis

1.3 ETIKA DAN TREN BISNIS


Etika bisnis sebagai suatu pelajaran dan praktik bisnis atau perangkat nilai sebenarnya
sudah lama dikenal. Namun, belum memasyarakat secara luas karena perbedaan situasi dari satu
negara dengan negara lain, terutama dari kedaulatan konsumen. Semakin tinggi kualitas
demokrasi suatu negara atau masyarakat, semakin penting peran etika bisnis. Etika adalah garis
yang membedakan antara yang benar dengan yang salah. Manusia memiliki pendapat soal
ukuran yang benar dan yang salah ini.
Etika yang kita kenal sekarang ini dalma dunia Barat berasal dari hasil pemikiran dan
kontemplasi rasio manusia. Dalam Islam, isu ini sebenarnya bukan menjadi hal yang bermasalah
karena Islam mengenal bahwa etika itu adalah bagian utama dari ajaran Islam yang tidak bisa
dipisahkan dari pengamalan Islam itu sendiri. Sedangkan dalam dunia barat yang sekuler, etika
ini semakin penting karena tata hidup sekuler ternyata tidak memiliki etika yang otomatis sesuai
dengan fitrah manusia. Bisnis memiliki sistem sendiri yang tidak mengacu pada etika.
Dalam Megatrends 2010, Patrice Aburdene mengemukakan ada tujuh Megatrends bisnis
yang telah mewarnai dunia bisnis modern, antara lain:
1. The power of spirituality
2. The dawn of conscious capitalism
3. Leading from the middle
4. The spirituality in business
5. Value driven based consumer
6. The wave of conscious solution
7. The corporate social responsibility investment
Apa yang menarik dari Megatrends ini adalah enam dari tujuh Megatrends itu
menyinggung dan menyangkut aspek spiritual dan kesadaran baru akan perlunya spiritualisme
dalam bisnis. Spiritualisme melihat sesuatu secara lebih dalam, substansial, dan mencari
pemahaman yang sesungguhnya tidak hanya dari sudut permukaan dan jangka pendek.
Etika yang selama ini berlaku di Barat hanya didasarkan pada rasio manusia yang berakar
pada pemikiran manusia tanpa diikat oleh moralitas yang berakar pada keyakinan atau agama
yang dianggap berasal dari Tuhan.
1.4 AGAMA DAN EKONOMI
Dalam buku pertamanya, Adam Smith sebenarnya menganggap unsur agama mempunyai
peran dalam bidang ekonomi. Dalam hal ini, dia menyebut agama dengan istilah moral suasion.
Ia menyatakan bahwa aspek moral harus mewarnai dan berperan dalam ekonomi. Namun, dalam
buku keduanya yang lebih terkenal, The Wealth of Nation, aspek agama akhirnya hilang, tetapi
fungsi yang hilang itu masih tetap ada dan diganti dengan nama invisible hand. Sebagaimana kita
ketahui, peran dan nilai agama akhirnya sama sekali dihilangkan dalam teori, model, dan
kebijakan ekonomi, keuangan perbankan.
Arus sekularisme yang demikian deras meluluhlantakkan peran agama di semua bidang
publik, inilah yang diharapkan ide sekularisme supaya bebas dari kungkungan aturan agama, dan
ini merupakan pesan sponsor dari pendukung sistem ekonomi kapitalisme yang karena
kekuasaannya, juga merambah ke bidang politik dan sosial. Karena gelombang sekularisme itu,
wilayah ekonomi yang menjadi domain kapitalisme mencoba meniadakan atau mensterilkan
agama dalam setiap bidang ekonomi/bisnis, terutama dalam berbagai kebijakan dan aturan
ekonomi.
Namun sejak awal, Islam tidak pernah memisahkan aspek agama dan non-agama,
termasuk dengan kegiatan ekonomi. Islam selalu menempatkan Tuhan sebagai penguasa dan
sumber kebenaran yang dianggap lebih baik daripada teori dan nilai rumusan manusia yang
merupakan ciptaan Tuhan dengan segala keterbatasannya, tidak terkecuali di bidang ekonomi.
Konsep Samawi atau konsep celestial-lah yang dianggap lebih baik dibandingkan dengan konsep
lain yang memiliki berbagai keterbatasan dasar dan telah terbukti dirasakan oleh umat manusia.

Anda mungkin juga menyukai