Etika bisnis sebagai suatu pelajaran dan praktik bisnis atau perangkat nilai sebenarnya sudah lama dikenal. Namun, belum memasyarakat secara luas karena perbedaan situasi dari satu negara dengan negara lain, terutama dari kedaulatan konsumen. Semakin tinggi kualitas demokrasi suatu negara atau masyarakat, semakin penting peran etika bisnis. Etika adalah garis yang membedakan antara yang benar dengan yang salah. Manusia memiliki pendapat soal ukuran yang benar dan yang salah ini. Etika yang kita kenal sekarang ini dalma dunia Barat berasal dari hasil pemikiran dan kontemplasi rasio manusia. Dalam Islam, isu ini sebenarnya bukan menjadi hal yang bermasalah karena Islam mengenal bahwa etika itu adalah bagian utama dari ajaran Islam yang tidak bisa dipisahkan dari pengamalan Islam itu sendiri. Sedangkan dalam dunia barat yang sekuler, etika ini semakin penting karena tata hidup sekuler ternyata tidak memiliki etika yang otomatis sesuai dengan fitrah manusia. Bisnis memiliki sistem sendiri yang tidak mengacu pada etika. Dalam Megatrends 2010, Patrice Aburdene mengemukakan ada tujuh Megatrends bisnis yang telah mewarnai dunia bisnis modern, antara lain: 1. The power of spirituality 2. The dawn of conscious capitalism 3. Leading from the middle 4. The spirituality in business 5. Value driven based consumer 6. The wave of conscious solution 7. The corporate social responsibility investment Apa yang menarik dari Megatrends ini adalah enam dari tujuh Megatrends itu menyinggung dan menyangkut aspek spiritual dan kesadaran baru akan perlunya spiritualisme dalam bisnis. Spiritualisme melihat sesuatu secara lebih dalam, substansial, dan mencari pemahaman yang sesungguhnya tidak hanya dari sudut permukaan dan jangka pendek. Etika yang selama ini berlaku di Barat hanya didasarkan pada rasio manusia yang berakar pada pemikiran manusia tanpa diikat oleh moralitas yang berakar pada keyakinan atau agama yang dianggap berasal dari Tuhan. 1.4 AGAMA DAN EKONOMI Dalam buku pertamanya, Adam Smith sebenarnya menganggap unsur agama mempunyai peran dalam bidang ekonomi. Dalam hal ini, dia menyebut agama dengan istilah moral suasion. Ia menyatakan bahwa aspek moral harus mewarnai dan berperan dalam ekonomi. Namun, dalam buku keduanya yang lebih terkenal, The Wealth of Nation, aspek agama akhirnya hilang, tetapi fungsi yang hilang itu masih tetap ada dan diganti dengan nama invisible hand. Sebagaimana kita ketahui, peran dan nilai agama akhirnya sama sekali dihilangkan dalam teori, model, dan kebijakan ekonomi, keuangan perbankan. Arus sekularisme yang demikian deras meluluhlantakkan peran agama di semua bidang publik, inilah yang diharapkan ide sekularisme supaya bebas dari kungkungan aturan agama, dan ini merupakan pesan sponsor dari pendukung sistem ekonomi kapitalisme yang karena kekuasaannya, juga merambah ke bidang politik dan sosial. Karena gelombang sekularisme itu, wilayah ekonomi yang menjadi domain kapitalisme mencoba meniadakan atau mensterilkan agama dalam setiap bidang ekonomi/bisnis, terutama dalam berbagai kebijakan dan aturan ekonomi. Namun sejak awal, Islam tidak pernah memisahkan aspek agama dan non-agama, termasuk dengan kegiatan ekonomi. Islam selalu menempatkan Tuhan sebagai penguasa dan sumber kebenaran yang dianggap lebih baik daripada teori dan nilai rumusan manusia yang merupakan ciptaan Tuhan dengan segala keterbatasannya, tidak terkecuali di bidang ekonomi. Konsep Samawi atau konsep celestial-lah yang dianggap lebih baik dibandingkan dengan konsep lain yang memiliki berbagai keterbatasan dasar dan telah terbukti dirasakan oleh umat manusia.