Anda di halaman 1dari 74

MAKALAH

KARAKTERISTIK CLINICAL LEADER DAN NURSE CLINICAL


LEADER

Untuk Memehuni Mata Ajar Kepemimpinan Dalam Pelayanan Keperawatan


Dosen Pengampu : Dr. Iin Inayah, SKp., MKep

Kelompok 3A

Aa Permana
Cicih Ratna N
Dailani
Ika Sulistiawati
Mayrita Syam
Topan Ariyanto

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN ( S2 )


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
“JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI”
2020

1|Leadership
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayahNya sehingga Penulis dapat
menyelesaikan tugas Makalah Karakteristik Clinical Leader dan Nurse Clinical
Leader, Mata kuliah Kepemimpinan Dalam Pelayanan Keperawatan di Program
Studi Magister Keperawatan STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi.

Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
Penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga Makalah
bisa lebih sempurna. Terima kasih Kepada Semua Pihak yang telah membantu
hingga makalah ini selesai.
Harapan Penulis, semoga Makalah ini dapat memberi manfaat dan menambah
pengetahuan bagi semuanya.

Bandung, Oktober2020

Penulis

2|Leadership
ABSTRAK

Literatur keperawatan, hingga saat ini menyajikan fenomena


kepemimpinan yang terkait dengan eksekutif perawat dan peran kepemimpinan
formal. Itu adalah kepemimpinan yang didefinisikan dalam istilah proses
interaktif dimana pengikut dimotivasi dan diberdayakan untuk mencapai tujuan
tertentu. Tujuan dari bab ini adalah untuk menyajikan fenomena kepemimpinan
klinis keperawatan dan kepemimpinan di samping tempat tidur, yang merupakan
bidang baru penelitian dalam keperawatan. Bab ini mengusulkan bahwa
kepemimpinan tidak hanya terkait dengan tingkat manajemen puncak, tetapi juga
dapat dikembangkan dan diterapkan di samping tempat tidur untuk perawat.
Keterampilan kepemimpinan klinis berfokus pada pasien dan tim perawatan
kesehatan daripada posisi kepemimpinan formal. Selain itu, kepemimpinan klinis
berkaitan dengan kegiatan profesi keperawatan, yang memberikan perawatan
langsung di samping tempat tidur, yang berbeda dari gagasan kepemimpinan
keperawatan tradisional. Dengan demikian, memperoleh keterampilan
kepemimpinan klinis sangat penting bagi perawat yang memberikan perawatan
pasien langsung. Ini memungkinkan perawat untuk mengarahkan dan mendukung
pasien dan tim perawatan kesehatan saat memberikan perawatan. Selain itu,
penting bagi perawat untuk mengembangkan peran kepemimpinan yang efektif
untuk memberikan perawatan berkualitas tinggi dan memastikan keselamatan
pasien sambil terlibat dalam berbagai peran kepemimpinan harian. Selain itu,
menekankan pentingnya kerjasama antara program pendidikan keperawatan dan
organisasi kesehatan dalam mempersiapkan perawat menjadi pemimpin yang
efektif pada tahun 2020 untuk era baru pelayanan kesehatan.

Kata kunci: keperawatan, klinis, kepemimpinan, kepemimpinan klinis

3|Leadership
DAFTAR ISI
Cover……………………………………………………………………………….i
Kata pengantar………………………………………………………………….....ii
Abstrak...………………………………………………………………………….iii
Daftar isi....................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………..……….………...…….....
B. Rumusan Masalah……………………………...…………………...............
C. Tujuan Penulisan............................................................................................
D. Metode Penulisan...........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepemimpinan
B. Unsur-unsur Kepemimpinan
C. Fungsi-fungsi kepemimpinan
D. Prinsip-Prinsip Dasar Kepemimpinan
E. Tipe-Tipe Kepemimpinan
F. Teori-teori Kepemimpinan
G. Gaya Kepemimpinan
H. Proses Kepemipinan
I. Model Efektivitas Pemimpin Tiga Dimensi
J. Studi Kasus

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan……………………………………………………………....

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………

4|Leadership
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Organisasi yang berhasil memiliki sebuah ciri utama yang


membedakannya dengan organisasi yang tidak berhasil,  yaitu kepemimpinan
yang dinamis dan efektif. Peter F. Drucker mengemukakan bahwa manajer
(pemimpin bisnis) merupakan sumber daya pokok yang paling langka dalam
setiap organisasi bisnis. Statistik belakangan ini memperjelas hal itu: “Dari setiap
seratus pendiri usaha baru, kurang lebih lima puluh, atau setengahnya gulung tikar
dalam dua tahun. Pada akhir tahun ke lima, hanya satu pertiga saja yang masih
bertahan hidup”. Hampir semua kegagalan itu disebabkan karena kepemimpinan
yang tidak efektif.

Dari semua sisi tidak putus-putusnya upaya pencarian orang-orang yang


memiliki kemampuan yang memiliki kemampuan yang diperlukan untuk
memimpin secara efektif. Kekurangan kepemimpinan yang efektif ini tidak hanya
terbatas pada dunia usaha tetapi juga terlihat nyata pada kurangnya administrator
yang mampu dalam pemerintahan, pendidikan, yayasan, gereja, dan bentuk-
bentuk organisasi lainnya. Dengan demikian, apabila kami menyatakan adanya
kelangkaan kecakapan kepemimpinan di masyarakat, kami tidak berbicara tentang
kurangnya orang-orang yang akan mengisi jabatan-jabatan administratif. Yang
kita alami sekarang ini adalah kelangkaan orang-orang yang mau memikul
peranan kepemimpinan secara signifikan dalam masyarakat dan dapat
menyelesaikan tugasnya secara efektif.

B. Rumusan Masalah

5|Leadership
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Pengertian kepemimpinan
2. Unsur-unsur kepemimpinan
3. Fungsi-fungsi kepemimpinan
4. Prinsip-prinsip dasar kepemimpinan
5. Tipe-tipe kepemimpinan
6. Teori teori kepemimpinan
7. Gaya-gaya kepemimpinan
8. Proses kepemimpinan
9. Model efektivitas kepemimpinan
10. Studi kasus kepemimpinan

C. Tujuan Penulisan
- Untuk memenuhi tugas mata kuliah MSDM Lanjutan
- Untuk memperluas wawasan kita mengenai kepemimpinan
(leadership)

D. Penulisan
 Studi literature
Sumber penulisan makalah ini dibuat dari beberapa buku sumber yang
menyangkut dengan pokok pembahasan, yaitu tentang Leadership
(kepemimpinan). Makalah ini dibuat untuk memahami lebih tentang
kepemimpinan dalam kehidupan sehari-hari dan untuk memahami
kehidupan dalam dunia kerja.
 Media elektronik
Selain menggunakan beberapa buku sumber untuk literature, kami
menggunakan media elektronik untuk mencari bahan yang
bersangkutan dengan masalah kepemimpinan (leadership).

6|Leadership
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan (leadership) merupakan intisari manajemen. Dengan


kepempinan yang baik, proses manajemen akan berjalan lancar dan karyawan
bergairah melaksanakan tugas-tugasnya. Gairah kerja, produktivitas kerja, dan
proses manajemen suatu perusahaan akan baik jika tipe, gaya, cara kepemimpinan
yang diterapkan manajernya baik.

Salah satu faktor pendukung terciptanya produktivitas tinggi adalah peran


pemimpin yang mampu menampilkan kepemimpinanya secara professional.
Eksistensi pemimpin semakin penting ketika dihadapkan pada situasi dengan
keragaman karakteristik dan kemampuan yang dimiliki anggota organisasi, namun
masinmg-masing tetap dituntut untuk dapat berkontribusi secara optimal bagi
oraganisasinya.

Definisi kepemimpinan telah mengalami perkembangan dan pergeseran.


Dalam paradigma lama kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan dan
kesiapan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang lain, dengan
memotivasi, menggerakkan, mengarahkan, mengajak, menuntun dan jika perlu
memaksa mereka untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dalam
paradigma baru, kepemimpinan dimaknai secara lebih luas, bukan sekedar
kemampuan mempengaruhi, yang lebih penting adalah kemampuan member
inspirasi kepada pihak lain, agar mereka secara proaktif tergugah untuk
melakukan berbagi tindakan demi tercapainya visi, misi dan tujuan oragnisasi.

Pemimpin organisasi di era baru adalah visi, yang akan memberi arah
kemana organisasi akan dibawa. Dengan demikian siapapun yang mengemban

7|Leadership
tugas, manajemen harus tetap merujuk pada visi organisasi, dan menampilkan diri
sebagai sosok panutan yang visioner.

Berikut adalah definisi-definisi yang dikemukakan para ahli:

 Kepemimpinan adalah seni seorang pemimpin mempengaruhi perilaku


bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai
tujuan organisasi (Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan)

 Kepemimpian adalah kemampuan pribadi untuk menegaskan keputusan yang


memberikan dimensi mutu dan dimensi kesusilaan terhadap koordinasi
kegiatan organisasi dan perumusan tujuannya. (Chester Irving Barnad)

 Kepemimpinan adalah proses memengaruhi kegiatan kelompok yang


dioraganisasi menuju kepada penentuan dan pencapaian tujuan (Ralp
M.Stogdill)

 Kepemimpinan merupakan motor atau daya penggerak dari semua sumber dan
alat yang tersedia dalam sebuah organisasi. (Sondang P.Siagian)

 Kepemimpinan dalam organisasi berarti penggunaan kekuasaan dan pembuatan


keputusan-keputusan (Robert Dubin)

 Individu di dalam kelompok yang memberikan tugas pengarahan dan


pengorganisasian yang relevan dengan kegiatan-kegiatan kelompok (Fred E.
Friedler)

 Kepemimpinan adalah pengaruh antarpribadi yang dilaksanakan dalam situasi


dan diarahkan melalui proses komunikasi menuju pencapaian tujuan atau
tujuan-tujuan spesifik. (Komaruddin Sastradipoera, dalam Jurnal
Manajerial Volume 2 Nomor 3 (2003:2))

8|Leadership
 Leadership is the activity of influencing people to cooperate toward some
goals which come to find desirable.
Kepemimpinan adalah kegiatan memengaruhi orang-orang agar mau bekerja
sama untuk mencapai beberapa tujuan yang mereka inginkan. (Ordway Tead)

 Leadership as te process of influencing the activities of an organized group in


it efforts toward goal setting and goal achievement.
Kepemimpinan sebagian proses memengaruhi kegiatan yang diorganisasi
dalam kel;ompok di dalam usahanya mencpai suatu tujuan yang telah
ditentukan. (William G. Scott)

 Leadership is the art of coordinating and motivating individuals and group to


achieve desired ends.
Kepemimpinan adalah seni mengkoordinasi dan memotivasi individu-individu
dan kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan (John D.
Pfiffner & Robert Presthus)

 Leadership is the art of inducing subordinates to accomplish their assignment


with zeal and confident.
Kepemimpinan adalah seni membujuk bawahan untuk menyelesaikan tugas-
tugasnya dengan semangat keyakinan. (Harold Kontz dan Cyrill O’Donel)

 Leadreship is a process influencing other peoplefor the purpose of achieving


shared goals.
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain dengan maksud untuk
mencapai tujuan bersama. (Kae.H.Cung & Leon C.Magginson)

 Leadership is the process influencing the activities of individual ar agroup in


efford toward goal achievement in a given situation.

9|Leadership
Kepemimpinan adalan proses mempengaruhi kegiatn individu atau kelompok
dalam usaha untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. (Paul Hersey &
Kenett H. Blanchard)

 Leadership is the process by which a person exert influence over other people
and inspires, motivates, and direct their activities to help achieve group or
organizational goals. The person who exerts such influence is a leader
(Gareth R.Jones et al. 2000:463)

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa


kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemempuan atau kekuatan seseorang
(pemimpin) untuk mempengaruhi pemikiran (mindset) orang lalin agar mau dan
mampu untuk mengikuti kehendaknya dan member inspirasi kepada pihak lain
untuk merancang sesuatu yang lebih bermakna. Sedangkan pemimpin adalah
orang yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan member inspirasi kepada
orang lain agar mereka menunjukkan respon tertentu dalam merealisasikan visi
dan misi organisasi.

Esensi pengaruh (influences) dalam konsep kepemimpinan bukanlah


semata-mata berbentuk instruksi melainkan lebih merupakan motivasi atau
pemicu (trigger) yang dapat memberi inspirasi pada bawahan, sehingga inisiatif
dan kreativitas mereka dapat berkembang secara optimal untuk meningkatkan
kinerjanya.Sehubungan dengan hal tersebut, maka yang paling penting dalam
mengaplikasikan kepemimpinan adalah bagaimana memanfaatkan faktor-faktor
eksternal untuk mengembangkan faktor interbal sehingga mendorong timbulnya
kinerja produkktif. Denagan demikian, kepemimpian bukanlah sesuatu yang
statis karena pola perilaku kepemimpinan yang ditampilkan setiap orang
senantiasa bergerak dinamis mengikuti perubahan tuntutan internal maupun
eksternal.

Esensi yang terkandung pada definisi-definisi menunjukkan bahwa


kepemimpinan mencerminkan kulaitas kegiatan kerja dan interaksi kelompok,

10 | L e a d e r s h i p
yang member sumbangan atau berkontribusi terhadap berkembangnya situasi
kerjasama internal maupun eksternal. Kepemimpinan dan kelompok merupakan
dua hal yang tidak da[pat dipisahkan , memiliki interelasi dan interdependensi
yang erat.

B. Unsur-unsur Kepemimpian
1. Pemimpin (Leader = head)
Leader adalah pemimpin yang mempunyai sifat kepemimpinan yang
mempunyai sifat-sifat kepemimpinan yang baik, praktik kepemimpinan
yang persuasif, komunikasi dua arah, gaya kepemimpinannya partisipatif,
mempunyai authority, power dan personality serta disenangi, disegani
dan dihormamti pengikutnya. Falsafah kepemimpinannya adalah
pemimpin untuk bawahan
Head adalah pemimpin yang kepemimpinannya lebih di dasarkan pada
kekuasaan (power), praktik kepemimpinannya adalah instruktrif
(perintah), komunikasinya satu arah, gaya kepemimpinannya otoriter serta
kurang disukai bawahan. Falsafah kepemimpinannya adalah bawahan
untuk pemimpin
2. Bawahan (pengikut) adalah orang-orang yang dipimpin
3. Organisasi adalah alat dan wadah untuk melakukan kepemimpinan atau
melakukan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tjuan yang diinginkan.
Dapat juga diartikan sebagai perserikatan formal dari dua orang atau lebih
yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.
4. Tujuan (objective) adalah sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi
5. Lingkungan yang meliputi lingkungan internal dan eksternal.
 Lingkungan internal adalah segala sesuatu yang berkaitan atau yang ada
di dalam organisasi itu sendiri. Contoh dalam organisasi perusahaan,
lingkungan internal dapat berupa kegiatan produksi, administrasi,
finansial, pemasaran ataupun pengealolaan sumber daya
manusianya,dll.

11 | L e a d e r s h i p
 Lingkungan eksternal adalah hal-hal di luar organisasi yang dapat
mempengaruhi organisasi. Contohnya, perekonomian, teknologi,
kebijakan pemerintah, pesaing,dll.
6. Kemampuan mempengaruhi orang lain (kelompok/bawahan)
7. Kemampuan mengarahkan atau memotivasi tingkah laku orang lain atau
kelompok
8. Adanya unsur kerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan

C. Fungsi-fungsi Kepemimpinan
Aspek ini terkait dengan fungsi-fungsi yang akan mendukung tercapainya
tim yang efektif sehingga manajemen dapat dijalankan secara efektif dalam
mencapai tujuan. Terdapat dua fungsi yang terkait dengan hal ini, yaitu fungsi
yang terkait dengan tugas atau pekerjaan (task-related functions), dan fungsi yang
terkait dengan hubungan sosial atau pemeliharaan kelompok (group-maintenance
functions).

Fungsi yang terkait dengan tugas atau pekerjaan memfokuskan fungsi


kepemimpinan dalam menjalankan berbagai pekerjaan atau tugas yang telah
direncanakan dalam suatu organisasi. Dengan demikian kepemimpinan yang
efektif adalah ketika pemimpin mampu memengaruhi orang-orang untuk dapat
melakukan tugas-tugas yang telah dipercayakan kepada mereka.

Adapun fungsi-fungsi yang terkait dengan hubungan sosial atau


pemelihaaan kelompok memfokuskan fungsi kepemimpinan dalam upaya untuk
senantiasa memelihara kesatuan diantara sesama pekerja, pengertian dengan dan
sesama mereka. Dengan demikian pemimpin yang efektif adalah ketika pemimpin
tersebut mampu berkomunikasi dengan baik dengan tim kerja, mengajak mereka
untuk senantiasa memelihara kebersamaan dan saling pengertian sehingga tim
kerja yang ada senantiasa terpelihara dengan baik.

12 | L e a d e r s h i p
Organisasi-organisasi bisnis umumnya lebih memfokuskan pada fungsi
yang terkait pada pekerjaan, manakala organisasi pelajar atau nonprofit lebih
memfokuskan pada fungsi yang terkait dengan relasisosial.

Fungsi utama seorang pemimpin adalah mengambil kepuitusan


(decision making). Merujuk pandangan Lawrence R.Jauch and William F.
Glueck, dapat disimpulkan bahwa terdapat lima aspek penting yang menjadi
indikator kunci dalam pengambilan keputusan stratejik, yaitu:

1. Rasionalitas
Hal ini dapat diukur dari sisi manfaat maksimum, ketepatan pemilihan
alternatif, dan kepastian penetapan skala prioritas dalam merealisasikan
visi dan misi organisasi.
2. Relevansi
Hal ini dapat diukur dari tingkat kesesuaiannya dengan tujuan dan dan
kebutuhan organisasional
3. Kepuasan
Hal ini dapat diukur dari tingkat penerimaan stakeholder, dampak positif
dari keputusan serta komitmen semua pihak dalam
mengimplementasikannya.
4. Fleksibillitas
Hal ini dapat diukur dari kesesuaiannya dengna situasi yang dihadapi dan
kemampouan beradaptasi terhadap perubahan.
5. Komprehensif
Hal ini dapat diukur dari keluasan cakupan permasalahan yang dapat
diatasi.

Secara lebih rinci, fungsi pemimpin dalam pengambilan keputusan


terutama dikaitkan dengan kebutuhan untuk :

 Menetapkan berbagai kebijakan yang dapat memotivasi lahirnya inovasi

13 | L e a d e r s h i p
 Menganalisis berbagai situasi yang dihadapi organisasi untuk
mendapatkan solusi bagi upaya pengembangan dan sustainability
organisasi
 Mengorganisasikan partisipasi kelompok untuk terciptanya kerjasama
 Menetapkan mekanisme dan standar prosedur kerja yang dapat member
inspirasi serta menumbuhkan kreativitas secara menyeluruh dalam
mencapai kinerja yang efektif, efisien dan produktif.
 Melakukan pembinaan kepada staf dalam upaya menumbuhkan budaya
belajar melalui organizational learning, memperkuat komitmen dan
menjaga loyalitas,

Dengan demikian, fungsi pemimpin sangat dominan di dalam sebuah


organisasi. Oleh karena itu dipandang perlu untuk mengidentifikais criteria
minimal yang harus dimiliki oleh pemimpin professional. Para ahli telah
mengidentifikasi sejumlah keterampilan utama seorang pemmimpin yang
dikelompokkan secara bervariasi.

Karena kemampuan pengambilan keputusan merupakan kriteria utama


dlam menilai efektivitas kepemimpinan seseorang, berarti ada kriteria lain yang
biasa digunakan. Berbagai kriteria itu beerkisar pada kemampuan seseorang
seorang pimpinan menjalankan berbagai fungsi-fungsi kepemimpinan. Lima
fungsi kepemimpinan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

1. Pimpinan selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha


pencapaian tujuan

Telah diketahui bahwa setiap organisasi dibentuk atau diciptakan sebagai


wahan auntuk mencapai tujuan tertentu, baik jangka panjang, jangka
menengah maupun jangka pendek. Kesemuaannya itu tidak mungkin tercapai
apabila diusahakan atau dikerjakan secara individualistis. Organisasi harus
dapat menentukan arah yang hendak ditempuh dalam mencapai tujuannya

14 | L e a d e r s h i p
sehingga dapat mengoptimalkan semua sumber daya yang dimiliki, baik dari
segi sumber daya manusia ataupun sarana-prasarana yang tersedia.

Arah yang dimaksud tertuang dalam strategi dan taktik yang disususn dan
dijalankan oleh organisasi bersangkutan. Perumus dan penentu strategi dan
taktik tersebut adalah pimpinan dalam organisasi tersebut.

Tergantung pada jenjang hierarki jabatan pimpinan yang diduduki oelh


seseorang dalam suatu organisasi, keputusan yang diambil dalam organisasi
dapat digolongkan sebagai:

a. keputusan strategik
b. keputusan yang bersifat taktis
c. keputusan yang bersifat teknis
d. keputusan operasional
Jelas bahwa semakin tinggi kedudukan kepemimpinan yang diduduki
seseorang dalam organisasi, nilai dan bobot strategik dari keputusan yang
diambilnya semakin besar. Satu keputusan strategik mempunyai beberapa ciri
pokok, seperti:
a. jangka waktunya jauh ke depan,
b. dampak terhadap kehidupan organisasional kuat
c. cakupannya menyeluruh karena menyentuh selulruh segi dan tingkat
organisasi.

Sebaliknya semakin rendah kedudukan seseorang dalam suatu organisasi,


keputusan yang diambilnya pun lebih mengarah kepada hal-hal yang teknis
operasional dengan ciri pokok sebagai berikut:
a. jangka waktunya pendek
b. dampaknya hanya dirasakan kuat secara incremental
c. cakupannya terbtas dan hanya menyangkut segi-segi atau bagian-bagian
tertentu saja dari organisasi.

15 | L e a d e r s h i p
Perlu ditekankan bahwa pada tingkat kepemimpinan puncak sekalipun
seseorang tetap mengambbil keputusan operasional meskipun dalam jumlah
yang sangat kecil. Sebaliknya seseorang pimpinan tingkat rendah mengambil
pula keputusan yang sifatnya strategik, meskipun dalam jumlah yang sangat
kecil pula.

Pimpinan
K.S Pimpinan
Puncak
K.O Puncak

Pimpinan
K.Ta Pimpinan
menengah
K.O kemenengah
atas
ke atas

Pimpinan
Pimpinan
menengah
K. Te K.O kemenengah
bawah
ke bawah

Pimpinan
K.O K.O Pimpinan
Rendah
Rendah

Gambar 1. Proporsi Manajer dalam Pengambilan Keputusan

Keterangan:
K.S : Keputusan strategik
K.Ta : Keputusan taktis
K.Te : Keputusan teknis
K.O : Keputusan operasional

Berdasarkan gambar diatas, kita dapat melihat bahwa tiap tingkat


kepemimpinan memiliki proporsi pengambilan keputusan yang berbeda.

16 | L e a d e r s h i p
Terlepas dari kategorisasi keputusan yang diambil, apakah kategori
strategik, takstis, teknis ataupn operasional, kesemuaannya tergolong
penentuan arah dari perjalanan yang hendak ditempuh organisasi.

2. Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak


di luar organisasi

Fungsi kepemimpinan yang tak kalah pentingnya adalah menjaga


komunikasi atau hubungan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan
organisasi tersebut. Pemeliharaan hubungan tersebut penting agar berbagai
pihak yang berkepentingan itu:
 Mempunyai persepsi yang tepat tentang citra organisasi yang
bersangkutan
 Memahami berbagai kebijaksanaan yang ditempuh oleh organisasi
dalam rangka pencapaian tujuannya
 Mencegah timbulnya salah pengetian tentang arah yang akan ditempuh
oleh organisasi
 Pada akhirnya memberikan dukungan kepada organisasi

3. Pimpinan selaku komunikator yang efektif

Pemelihraan hubungan yang baik ke dalam maupun ke luar dilakukan


melalui proses komunikasi, baik secara lisan maupun secara tertulis.
Berbagai keputusan yang yang telah diambil disampaikan kepada para
pelaksana melalui jalur komunikasi yang terdapat dalam organisasi. Bahkan
sesungguhnya interaksi yang terjadi antar atasan dan bawahan, antara sesame
pimpinan dan antara sesame petugas pelaksana operasional dimungkinkan
terjadi dengan serasi berkat adanya komunikasi yang efektif. Demikian pula
halnya dengan hubungan keluar.

17 | L e a d e r s h i p
Model dasar komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut:

Sumber
Sumber Kodenisasi
Kodenisasi Saluran
Saluran Dekodenisasi
Dekodenisasi Penerima
Penerima

Keterangan: : pesan

: feed back / timbal balik

Gambar 2. Proses Komunikasi

Dari bagan sederhana tersebut terlihat bahwa agar komunikasi yang efektif
dapat berlangsung, diperlukan kemampuan yang tinggi untuk memprakarsai
proses komunikasi tersebut dengan menciptakan pesan yang ingin
disampaikannya kepada pihak lain. Pesan tersebut dapat berupa perintah,
instruksi, nasihat,pengarahan atau informasi. Agar pesan yang ingin
disampaikan dalam bentuk yang “murni” yang tidak mengalami distorsi
selama berlangsungnya proses komunikasi, diperlukan kegiatanb yang
disebut “kodenisasi” yang berate menerjemahkan pesan yang hendak
disampaikan dalam bentuk tertentu. Apakah bentuk “murni” dapat
dipertahankan atau tidak, sangat bergantung pada penggunaan “kode”tertentu
oleh sumber pesan.

Penerima pesan adalah orang atau pihak kepada siapa pesan itu ditujukan.
Yang sangat penting mendapat perhatian dalam hubungan ini adalah bahwa
sebelum pesan yang hendak disampaikanditerima oleh penerima pesan,
“kode” dan simbol-simbol yang digunakan perlu diterjemakan dahulu ke
dalam suatu bentuk yang dipahami oleh penerima. Inilah yang dimaksud

18 | L e a d e r s h i p
dengan “dekodenisasi”. Cara dekodenjisasi yang digunakan oleh penerima
perlu dipahami oleh sumber pesan dan apabila perlu membantunya sehingga
tidak terjadi distorsi, baik karena diwarnai persepsi penerima yang kurang
tepat tentang pesan yang diterimanya maupun karena tidak tepatnya kegiatan
dekodenisasi yang dilaksanakan. Dalam memilih cara dekodenisasi yang
paling tepat, baik penerima pesan maupun sumber pesan, perlu sama-sama
menyadari bahwa terdapat pembatasan-pembatasan tertentu yang bersumber
dari :

a. Keterbatasan pengetahuan
b. Keterbatasan keterampilan
c. Norma-norma social yang berlaku

Keterbatasan pengetahuan penerima adalah disebabkan oleh tingkat


pendidikan yang pernah ditempuhnya. Semakin rendah tingkat pendidikan,
semakin rendah pula tingkat kognitifnya yang cenderung mengakibatkan
melihat sesuatu secara simplistik. Karena itu simbol-simbol penerjemahan
yang digunakanpun biasanya akan bersifat sederhana pula.
Keterbatasan keterampilan merupakan akibat dari gabungan dari
pendidikan yang rendah dan pengalaman yang terbatas. Kedua faktor
tersebut tidak memungkinkannya menyerap sesuatu dengan cepat, apalagi
kalau suatu pesan semata-mata hanya disampaikan melalui tulisan. Yang
lebih bermanfaat baginya adalah symbol-simbol yang dengan mudah dapat
dapat divisualisasikannya, palag visuaslisasi itu dibuat dalam bentuk-
bentuk yang tidak asing baginya.
Norma-norma yang dianut oleh penerima memberikan petunjuk
tentang hal yang benar dan hal yang salah, yang baik dan buruk, turut pula
berperan sebagai pembatas terhadap apa yang boleh dilakukan dan tidak
boleh dilakukan. Kepekaan komunikator terhadap pengaruh norma-norma
social yang akan mendukung keinginannya untuk dapat menyampaikan
pesan dengan baik.

19 | L e a d e r s h i p
Mata rantai terakhir dalam proses komunikasi ialah adanya system
umpan balik yang andal. Melalui umpan baliklah sumber pesan akan
mengetahui apakah pesan yang disampaikannya diterima ssecara utuh atau
tidak. Kriteria utama untuk menentukan diterima atau tidaknya pesan
secara utuh terlihat dari respon yang diterima oleh penerima. Jika sasaran
disampaikannya pesan agar piuhak-pihak tertentu di luar organisasi
memberikan dukungan terhadap operasional organisasi dukungan tersebut
diterima, berarti telah terjadi proses komunikasi yang efektif. Jika tidak,
berarti ada sesuatu hal yang tidak terjadi sebagaimana yang diharapkan.
Apabila sasaran yang ingin dicapai oleh komunikator adalah
menghilangkan penolakan atas suatu keputusn yang oleh para bawahan
dianggap tidak “popular” dan ternyata para bawahan memahami,
menerima atau mau dengan sukarela menjalankan keputusan tersebut
berarti telah terjadi proses komunikasi yang efekktif
Disamping itu, sistem umpan balik diperlukan pula oleh sumber peasn
dalam usahanya meningkatkn kemampuan berkomunikasi secara efektif di
masa-masa yang akan datang, yang berarti peningkatan kemampuan
sebagai seorang pemimpin.

Untuk itu komunikator sebagai sumber pesan perlu memperhatikan


empat hal, yaitu:
1. Keterampilan dalam menyusun pesan, sehingga jelas baginya sendiri
yang pada gilirannya memudahkan kegiatan kodenisasi
2. Sikap yang tepat dalam penyampaian pesan tersebut berdasarkan nilai-
nilai sosial yang berlaku, terutama nilai social yang dianut oleh pihak
penerima pesan tersebut.
3. Pengetahuan yang mendalam tentang latar belakang, tingkat
pendidikan dan kedudukan penerima pesan, baik dalam organisasi
ataupun yang menyangkut pihak-pihak di luar organisasi.

20 | L e a d e r s h i p
Komunikasi yang efektif hanya dapat berlangsung apabila digunakan
saluran yang tepat. Pada galibnya sumber pesanlah yang memilih saluran
yang hendak digunakannya dan dia pula lah yang menentukan apakan
saluran yang paling tepat itu bersifat formal atau informal.

4. Mediator yang andal, khususnya dalam hubungan ke dalam,


terutama dalam menangani situasi konflik

Dalam kehidupan organisasional, selalu saja ada situasi konflik yang


harus diatasi, baik secara eksternal maupun secara internal. Pembahasan
fungsi pimpinan sebagai mediator difokuskan pada penyelesaian situasi
konflik yang mungkin timbul dalam satu organisasi.

Faktor-faktor yang menyebabkan situasi konflik dapat beraneka ragam.


Situasi konflik biasanya timbul karena tiga faktor utama, yaitu:

a. Persepsi subjektif tentang kemungkinan timbulnya tantangan dari


pihak lain dalam organisasi
b. Kelangkaan sumber daya dana dana
c. Adanya asumsi bahwa dalam organisasi terdapat berbagai
kepentingan yang diperkirakan tidak dapat atau sulit diserasikan.
Mengenai persepsi subjektif sebagai salah satu sumber situasi konflik
dapat diartikan bahwa para anggota organisasi yang bertanggung jawab
untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan tertentu akan cenderung
memiliki persepsi bahwa kegiatan organisasional yang menjadi tanggung
jawabnya utuk menyelenggarakan merupakan kegiatan terpenting dalam
rangka pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. Persepsi
demikian mungkin timbul karena kurang berhasilnya pimpinan organisasi
melakukan pendekatan yang integralistik. Mungkin pula karena
prndelegasian wewenang yang berlebihan sehingga menimbulkan
otonomi operasional yang besar. Apapun faktor penyebabnya, persepsi
yang tidak tepat tentang peranan seseorang dalam suatu kelompok di

21 | L e a d e r s h i p
dalam organisai akan melahirkan tantangan atau bahkan penolakan oleh
pihak lain yang ad did lam organisasi tersebut.
Kemampuan menjalankan peranan selaku mediator yang andal terlihat
pula pada pandangan orang-orang yang ada dalam organisasi bahwa
bergai kepentingan dalam organisasi sukar atau tidak mungkin
dipertemukan. Pandangan demikian sungguh tak dapat dibenarkan dan
harus segera diatasi. Jika terdapat pandangan demikian, dapat diartikan
bahwa:
a. paradigma yang holistik tidak terdapat dalam organisasi
b. tidak terdapat keyakinan dalam diri anggota organisasi bahwa
tujuan-tujuan mereka pribadi telah tercakup dalam tujuan-tujuan
organisasional.
c. cara kerja dn cara pikir yang lebih dominan masih dilandasi oleh
sikap dan perilaku yang “self-concedered”
d. pengkotak-kotakan dipandang sebagai hal yang normal dan oleh
karena nya dapat dibenarkan
e. terdapat ketidakjelasan pola pengambilan keputusan, pola
pendelegasian wewenang, mekanisme kerja dan pembagian tugas.
Secara ilmiah terdapat tiga pandangan tentang konflik, yaitu:
1. pandangan tradisional yang mengatakan bahwa semua bentyuk
konflik tidak baik
2. pandangan keprilakuan yang mengatakan adanya konlik
merupakan hal alamiah dan normal
3. pandangan interaksionis yang mengatakan bahwa timbulnya
konflik merupakan hal yang baik.

Terlepas dari ketiga pandangan tersebut, seperti telah disinggung


dimuka, sesungguhnya permasalahan tentang konflik tidak dapat dilihat
secara simplistik, apalagi dengan pandangan yang dikotomikal yang
mengatakan bahwa semua konflik itu baik dan semua konflik itu tidak
baik. Memang secara teoritikal dapat dikatakan bahwa ada jenis-jenis

22 | L e a d e r s h i p
konflik tertentu yang “baik” karena sifatnya fungsional bagi organisasi
dan ada pula yang bersifat “tidak baik” karena sifatnya yang
disfungsional. Sangat sukar pula untuk melakukan generalisasi mengenai
hal tersebut. Kesukaran demikian diperbesar lagi oleh kenyataan bahwa
satu jenis konflik yang mungkin fungsional bagi suatu organisasi dalam
posisi tertentu, bisa saja menjadi disfungsi bagi organisasi lain yang
menghadapi situasi berbeda.

Nampaknya dapat ditarik kesimpulan bahwa semua jenis konflik yang


timbul, baik yang tergolong fungsional maupun disfungsional harus dapat
diatasi dan disinilah peran pemimpin selaku mediator menjadi sangat
penting.

Teori yang dikembangkan dewasa ini memberikan petunjuk tentang


adanya lima teknik yang dapat digunakan oleh seorang pemimpin selaku
mediator dalam menangani konflik yang timbul. Teknik-teknik tersebut
diantaranya adalah:

a. kompetisis
b. kolaborasi
c. kompromi
d. pengelakan
e. akomodasi

Kompetisi. Persaingan yang sehat antar individu dalam kelompok kerja


dan antar kelompok dapat merupakan daya yang kuat untuk
meninbgkatkan prestasi kerja, produktivitas dan inovasi. Hanya saja,
perlu ditekankan bahwa satu-satunya alasan untuk mendoronng
persaingan itu adalah kepentingan organisasi bukan kepentingan
individual atau kelompok.

23 | L e a d e r s h i p
Kolaborasi. Peranan seorang pemimpin selaku mediator dalam mengatasi
konflik dengan mendorong kolaborasi antar individu atau antar
kelompok dalam organisasi ternyata bermanfaat dan efektif apabila
situasi yang dihadapi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- situasi yang dihadapi memerlukan ditemukannya jalan keluar
yang integratif dalam hal terdapatnya dua kepentingan yang
terlalu penting untuk dikompromikan;
- apabila sasaran yang ingin dicapai adalah menumbuhkan
keinginan belajar diantara pihak-pihak yang terlibat;
- apabila konflik yang dihadapi menuntut penggabungan dari
berbagai pandangan yang bertolak dari perspektif yang berbeda.
- situasi menntut adanya komitmen berbagai pihak dengan
menginkorporasikan berbagai kepentingan menjadi kebersamaan.
- apabila hubungan kerja terganggu karena adanya persepsi yang
berbeda-beda

Pengelakan. Teknik lain yang biasa digunakan adalah pengelakan.


Teknik ini dipandang efektif apabila situasi konflik yang dihadapi
mempunya tujuh sifat sebagai berikut:

- apabila diketahui bahwa permasalahan yang menimbulkan situasi


konflik sesungguhnya tidak penting atau kalau dipandang ada
paermasalahan lain yang dianggp lebih penting dan memerlukan
penanganan segera;
- apabila pimpinan merasa bahwa pihak-pihak yang terlihat
berpendapat bahawa kecil kemungkinan terjaminnya kepentingan
mereka ;
- apabila disrupsi yang muncul lebih besar bobotnya daripada
keuntungan yang mungkin diperoleh apabila konflik tidak diatasi
- apabila pihak-pihak yang terlibat memerlukan waktu untuk
menenangkan diri dan perlu kesempatan berpikir dengan tenang
guna memperoleh perspektif yang tepat;

24 | L e a d e r s h i p
- apabial kebutuhan akan informasi tambahan lebih penting dari
adanya tindakan segera;
- apabila ada orang lain yang dapat menyelesaikan konflik itu
dengan cara yang lebih efektif di luar pihak-pihak yang sekarang
terlibat;
- apabila suatu konflik nampaknya hanya bersifat simptomatik dan
konflik yang sesungguhnya belum menampakkan diri secara jelas.

Akomodasi. Teknik ini mendorong timbulnya sikap yang akomodatif


diantara pihak-pihak yang terlibat dalam situasi konflik tertentu dan
dipandang tepat digunakan apabila:

- pemimpin selaku mediator melihat bahwa salah satu pihak merasa


salah dan perlu diberikan kesempatan untuk mendengar dan
belajar dari piihak lain;
- terdapat perasaan dikalangan pihak-pihak yang terlibat bahwa ada
hal-hal tertentu yang dipandang lebih penting bagi pihak lain
ketimbang pihak sendiri yang berarti bahwa mendahulukan
kepuasan pihak lain itu harus menjadi pertimbangan utama;
- membina iklim yang memungkinkan pihak lain menerima
pandangan pihak sendiri jauh lebih penting dari tindakan segera;
- terdapat perasaan bahwa sangat penting memperkecil kerugian
bagi diri sendiri karena ternyata pihak lain lebih kuat;
- keserasian dan stabilitas dipandang sangat bagi kehidupan
organisasional;
- pimpinan merasa perlu memberikan kesempatan kepada para
bawahan untuk belajar dari pengalaman dan kesalahan yang
diperbuatnya yang menimbulkan situasi konflik tersebut.

Kompromi. Seorang pemimpin, alam usahanya mengatasi situasi konflik


yang timbul di antara para anggotanya, dapat menggunakan teknik yang
mendorong sikap yang kompromistik. Sebagaimana halnya dengan

25 | L e a d e r s h i p
teknik-teknik lain yang dapat digunakan dalam menghadapi berbagai
situasi konflik, ketepatan teknik ini pun sangat tergantung pada sifat
situasi konflik yang dihadapi. Menurut teori, teknik ini tepat digunakan
apabila situasi konflik yang hendak diatasi mempunyai lima sifat, yaitu:

- pencapaian sasaran tertentu memang penting akan tetapi tidak


sedemikian pentingnya sehingga sikap yang tegas dan keras
diperlukan;
- apabila pihak “lawan” dengan kekuatan yang sama dengan
kekuatan yang dimiliki oleh pihak sendiri sudah terikat pada
tujuan tertentu yang sifatnya “mutually exclusive” dengan tujuan-
tujuan lainnya;
- apabila pemecahan yang ingin dicapai bersifat sementara terhadap
permasalahan yang sesungguhnya kompelks karena pemecahan
tuntas terhadap permasalahan yang kompleks itu diperhitungkan
justru akan mempertajam konflik yang telah ada;
- apabila pemecahan harus ditemukan dengan segera sehingga asal
saja pemecahan itu memadai, pihak-pihak yang berkepentingan
dapat menerimanya;
- apabila yang diperlukan adalah tindakan pengamanan mungkin
bersifat sementara karena cara lain seperti kolaborasi atau
kompetisi tidak mendatangkan hasil yang diharapkan.

5. Pimpinan selaku integrator yang efektif, rasional, objektif dan netral

Seorang pemimpin yang efektif dalam menjalankan fungsi-fungsi


kepemimpinannya sudah barang tentu tidak akan membiarkan cara
berfikir dan bertindak demikian karena organisasi yang diharapkan
mampu mencapai tujuannya dengan tingkat efisiensi, efektivitas dan
produktivitas yang tinggi hanyalah organisasi yang bergerak sebagai satu
totalitas. Meskipun tidak dapat disangkal bahwa suatu organisasi modrn
akan disusun dalam suatu struktur yang menggambarkan fungsi, tugas

26 | L e a d e r s h i p
akan kegiatan yang beranekaragam, keanekaragaman itu tidak
menghilangkan perlunya interaksi, interrelasi dan interdependensi yang
didasarkan pada prinsip symbiosis mutualis. Artinya, dalam satu
organisasi tidak ada tujuan atau sasaran kelompok yang bersifat mutually
exclusive.

Memang merupakan kenyataan pula bahwa tergantung pada berbagai


desakan waktu, seperti desakan waktu, desakan skala prioritas, desakan
kebjaksanaan baru, desakan perkembangan dan pemanfaatan teknologi
dan lain sebagainya, mungkin saja timbul keharusan menunjuk dan
memperlakukan satuan kerja tertentu sebagai “satuan kerja strategik”.
Situasi keharusan demikian sering dihadapi oleh semua jenis organisasi,
didalam dan diluar lingkungan pemerintahan.

Dengan perkataan lain diperlukan integrator terutama pada hirarkhi


puncak organisasi. Intergrator itu adalah pimpinan. Setiap pejabat
pimpinan, terlepas dari hirarkhi jabatannya dalam organisasi,
sesungguhnya adalah integrator. Hanya saja cakupan dan intensitasnya
berbeda-beda. Artinya, semakin tinggi kedudukkan seseorang dalam
hirarki dalam kepemimpinan dalam organisasi, semakin penting pula
makna peranan tersebut. Hanya pimpinanlah yang berada “di atas semua
orang dan semua satuan kerja” yang memungkinkannya menjalankan
peranan integrative yang didasarkan pada pendekatan yang holistik.

Dari pembahasan di muka terlihat bahwa efektivitas kepemimpinan


dapat disoroti dari segi penyelenggaraan fungsi-fungsi kepemimpinan
yang bersifat hakiki, yaitu fungsi-fungsi sebagai penentu arah yang
hendak ditempuh melalui proses pengambilan keputusan, sebagai wakil
dan juru bicara organisasi dalam usaha pemeliharaan hubungan dengan
pihak-pihak berkepentingan diluar organisasi, sebagai komunikator yang
efektif, sebagai mediator yang rasional, objektif dan netral dan sebagai
integrator.Pemahaman tentang pentingnya penyelenggaraan fungsi-fungsi

27 | L e a d e r s h i p
kepemimpinan demikian akan sangat membantu setiap orang yang
menduduki jabatan pimpinan, terlepas dari tingkatannya dan jenis
organisasi yang dipimpinnya.

Pemahaman tentang faktor-faktor yang menimbulkan efektivitas


kepemimpinan seseorang dapat pula dilakukan dengan memahami teori
kepemimpinan berdasrkan ciri-ciri.

D. Prinsip-Prinsip Dasar Kepemimpinan


Karakteristik seorang pemimpin menurut Stephen R. Covey adalah didasarkan
kepada prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Seorang yang belajar seumur hidup : Tidak hanya melalui pendidikan


formal, tetapi juga diluar sekolah. Contohnya, bejajar melalui membaca,
menulis, observasi, dan mendengar. Mempunyai pengalaman yang baik
maupun yang buruk sebagai sumber belajar.
2. Berorientasi pada pelayanan : Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi
melayani, sebab prinsip pemimpjn dengan prinsip melayani berdasarkan
karir sebagai tujuan utama. Dalam memberi pelayanan, pemimpin
seharusnya lebih berprinsip pada pelayanan yang baik.
3. Membawa energi yang positif : Setiap orang mempunyai energi dan
semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan
dan keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan
energi positif untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin hams
dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak
ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin haras dapat menunjukkan
energi yang positif, seperti;
a. Percaya pada orang lain : Seorang pemimpin mempercayai orang lain
termasuk staf bawahannya, sehingga mereka mempunyai motivasi dan
mempertahankan pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, kepercayaan
harus diikuti dengan kepedulian.

28 | L e a d e r s h i p
b. Keseimbangan dalam kehidupan : Seorang pemimpin haras dapat
menyeimbangkan tugasnya. Berorientasi kepada prinsip kemanusiaan
dan
keseimbangan diri antara kerja dan olah raga, istirahat dan rekreasi.
Keseimbangan juga berarti seimbang antara kehidupan dunia dan
akhirat.
c. Melihat kehidupan sebagai tantangan : Kata 'tantangan' sering
diinterpretasikan negatif. Dalam hal ini tantangan berarti kemampuan
untuk menikmati hidup dan segala konsekuensinya. Sebab kehidupan
adalah suatu tantangan yang dibutuhkan, mempunyai rasa aman yang
datang dari dalam diri sendiri. Rasa aman tergantung pada inisiatif,
ketrampilan, kreatifitas, kemauan, keberanian, dinamisasi dan
kebebasan.
d. Sinergi : Orang yang berprinsip senantiasa hidup dalam sinergi dan
satu katalis perubahan, Mereka selalu mengatasi kelemahannya sendiri
dan lainnya. Sinergi adalah kerja kelompok dan memberi keuntungan
kedua belah pihak. Menurut The New Brolier Webster International
Dictionary, Sinergi adalah satu kerja kelompok, yang mana memberi
hasil lebih efektif dari pada bekerja secara perorangan. Seorang
pemimpin harus dapat bersinergis dengan setiap orang, atasan, staf,
teman sekerja.
e. Latihan mengembangkan diri sendiri : Seorang pemimpin harus dapat
memperbaharui diri sendiri untuk mencapai keberhasilan yang tinggi.
Jadi dia tidak hanya berorientasi pada proses. Proses dalam
mengembangkan diri terdiri dari beberapa komponen yang
berhubungan dengan:
- pemahaman materi;
- memperluas materi melalui belajar dan pengalaman;
- mengajar materi kepada orang lain;
- mengaplikasikan prinsip-prinsip;
- memonitoring hasil;

29 | L e a d e r s h i p
- merefleksikan kepada hasil;
- menambahkan pengetahuan baru yang diperlukan materi;
- pemahaman baru; dan
- kembali menjadi diri sendiri lagi.

E. Tipe-tipe Kepemimpinan
Pada umumnya, tipe-ttipe kepemimpinan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:

1. Tipe yang otokratik

Dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang


yang sangat egois. Dengan egoismenya yang sangat besar maka:

 Akan mendorong ia memutarbalikkan kenyataan yang sebenarnya sehingga


sesuai dengan apa yang secara subjektif diinterpretasikannya sebagai
kenyataan.
 Menumbuhkan dan mengembangkan persepsinya bahwa tujuan organisasi
identik dengan tujuan pribadinya dan oleh karenanya organisasi
diperlakukannya sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi tersebut.
 Ia melihat peranannya sebagai sumber segala sesuatu dalam kehidupan
organisasional seperti kekuasaan yang tidak perlu dibagi dengan orang lain
dalam organisasi.
 Ketergantungan total para anggota organisasi mengenai nasib masing-
masing.
 Cenderung menganut nilai organisasional yang berkisar pada pembenaran
segala cara yang ditempuh untuk pencapaian tujuannya.

Suatu tindakan akan dinilainya benar apabila tindakan itu mempermudah


tercapainya tujuan dan semua tindakan yang menjadi penghalang akan

30 | L e a d e r s h i p
dipandangnya sebagai sesuatu yang tidak baik dan dengan demikian akan
disingkirkannya, apa bila perlu dengan tindakan kekerasan.

Berdasarkan nilai tersebut, seorang pemimpin yang otoriter akan


menunjukkan berbagai sikap yang menonjolkan kelakuannya, antara lain dalam
bentuk:

 Kecenderungan memperlakukan para bawahan sama dengan alat-alat lain


dalam organisasi, kurang menghargai harkat dan martabat bawahan.
 Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa
mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan
para bawahan.
 Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan
dengan cara memberitahukan kepada para bawahan tersebut bahwa ia
telah mengambil keputusan tertentu dan para bawahan tu diharapkan dan
bahkan dituntut untuk melaksanakannya saja.

Dengan persepsi, nilai-nilai, sikap dan perilaku demikian seorang


pemimpin yang otokratik dalam praktek akanmenggunakan gaya kepemimpinan
yang:
 Menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya,
 Dalam menegakkan disiplin menunjukkan kekakuan,
 Bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi,
 Menggunakan pendekatan punitive dalam hal terjadinya penyimpangan
oleh bawahan.

2. Tipe yang paternalistik


Tipe pemimpin yang paternalistik banyak terdapat di lingkungan
masyarakat yang masih bersifat tradisional, umumnya di masyarakat yang agraris.
Popularitas pemimpin yang paternalistik di lingkungan masyarakat demikian
disebabkan oleh faktor:
 Kuatnya ikatan primordial

31 | L e a d e r s h i p
 Extended family system
 Kehidupan masyarakat yang komunalistik
 Peranan adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan bermasyarakat
 Masih dimungkinkannya hubungan pribadi yang intim antara
seseorang anggota masyarakat dengan anggota masyarakat yang
lainnya.

Persepsi seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya dalam


kehidupan organisasional dapat dikatakan diwarnai oleh harapan para
pengikutnya.Harapan itu berwujud keinginan agar pemimpin mereka mampu
berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan layak dijadikan sebagai
tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk.

Bawahan biasanya mengharapkan seseorang pemimpin yang paternalistik


tidak mementingkan dirinya sendiri melainkan memberikan perhatian terhadap
terhadap kepentingan dan kesejahteraan para bawahannya. Pemimpin yang
paternalistik mengharapkan bahwa kehadiran atau keberadaannya dalam
organisasi tidak lagi dipertanyakan oleh orang lain, legitimasi kepemimpinannya
dipandang sebagai hal yang wajar dan normal dengan implikasi organisasionalnya
seperti kewenangan memerintah dan mengambil keputusan tanpa harus
berkonsultasi dengan para bawahannya.

Nilai-nilai organisasional yang dianut pemimpin paternalistik:

 Mengutamakan kebersamaan
 Kepentingan bersama dan perlakuan yang seragam terlihat menonjol
 Hubungan atasan dengan bawahan lebih bersifat informal
 Pemimpin paternalistik terlalu melindungi para bawahan yang pada
gilirannya dapat berakibat bahwa para bawahan itu takut bertindak karena
takut berbuat kesalahan

Hanya pemimpin yang mengetahui seluk beluknya organisasional,


sehingga keputusan diambil oleh pemimpin dan bawahan tinggal

32 | L e a d e r s h i p
melaksanakannya saja.Konsekuensinya, para bawahan tidak dimanfaatkan sebagai
sumber informasi, ide, dan saran.Para bawahan tidak didorong untuk berfikir
inovatif dan kreatif.

3. Tipe yang kharismatik


Karakteristik yang khas dari pemimpin yang kharismatik ialah daya tarik
yang memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-
kadang sangat besar.Sejarah telah membuktikan bahwa seseorang yang berusia
relatif muda mendapat julukan pimpinan yang kharismatik.Pemimpin yang
kharismatik tidak dapat diukur secara ilmiah. Penampilan fisik, usia, harta tidak
menjadi ukuran pemimpin yang mempunyai kharismatik.

4. Tipe yang laissez faire


Persepsi seorang pemimpin yang laissez faire tentang peranannya bahwa
pada umumnya organisasi akan berjalan lancer dengan sendirinya karena para
anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui
apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas
apa yang harus dikejakan oleh masing-masing pegawai dan seorang pemimpin
tidak perlu terlalu sering melakukan intervensi dalam kehidupan
organisasionalnya.
Seorang pemimpin yang laissez faire cenderung memilih peranan yang
pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri tanpa banyak
mencampuri bagaimana organisasi harus dijalankan dan digerakkan.
Pandangan seorang pemimpin yang laissez faire memperlakukan para
bawahan sebagai orang-orang yang bertanggung jawab, orang-orang yang dewasa,
orang-orang yang setia dan lain sebagainya.Nilai yang tepat dalam hubungan
atasan-bawahan adalah nilai yang didasarkan kepada saling mempercayai yang
besar.

Sikap seorang pemimpin yang laissez faire dalam memimpin organisasi:

33 | L e a d e r s h i p
 Sikap yang permisif, dalam arti bahwa para anggota organisasi boleh saja
bertindak sesuai dengan keyakinan dan bisikan hati nuraninya asal saja
kepentingan bersama tetap terjaga dan tujuan organisasi tetap tercapai.
 Kepentingan dan kebutuhan para bawahan mendapat perhatian besar
karena dengan terpeliharanya kepentingannya dan terpuaskan
kebutuhannya para bawahan itu, mereka akan dengan sendirinya
berperilaku positif dalam kehidupan organisasionalnya.
 Memperlakukan bawahan sebagai rekan sekerja, hanya saja kehadirannya
sebagai pimpinan diperlukan sebagai akibat dari adanya struktur dan
hirarki organisasi.

Gaya kepemimpinan seorang pemimpin yang laissez faire:

 Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif


 Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang
lebih rendahdan kepada para petugas operasonal, kecuali dalam hal-hal
tertentu yang nyata-nyata menuntut keterlibatannya secara langsung
 Status quo organisasional tidak tertanggu
 Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berfikir dan bertindak yang
inovatif dan kreatif diserahkan kepada para anggota organisasi yang
besangkutan sendiri
 Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan
prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam perjalanan
organisasi berada pada tingkat yang minimum

5. Tipe yang demokratik


Persepsi pemimpin yang demokratik:
 Biasanya memandang peranannya selaku coordinator dan integrator dari
berbagai unsur dan komponen organisasi sehingga bergerak sebagai suatu
totalitas

34 | L e a d e r s h i p
 Pendekatan dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinan adalah
pendekatan holistic dan integralistik
 Organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan
secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan organisasi (spesialistik)
 Menyadari bahwa akan timbul kecenderungan dikalangan para pejabat
pimpinan yang lebih rendah dan di kalangan para anggota organisasi
sebagai peranan yang paling penting, paling strategik dan paling
menentukan keberhasilan tujuan organisasi
 Melihat bahwa dalam perbedaan-perbedaan yang merupakan kenyataan
hidup, harus terjamin kebersamaan

Nilai-nilai yang dimiliki oleh pemimpin yang demokratik:

 Memperlakukan manusia dengan cara manusiawi


 Mengakui dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
 Memperlakukan organisasi sebagai wahana untuk mencapai tujuan
bersama

Sikap yang dimiliki oleh pemimpin yang demokratik:

 Tanggung jawabnya terbatas pada penyelenggaraan tugas-tugas


operasional
 Mengikutsertakan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan
karena itu akan menjamin para bawahan mempunyai rasa tanggung jawab
yang lebih besar dalam mengambil keputusan
 Meluruskan kesalahan para pekerja, bukan menghukumnya atau
memecatnya agar para pekerja belajar dari kesalahannya
 Dengan cepat menunjukkan penghargaan kepada para bawahannya yang
berprestasi tinggi

Pengklasifikasian tipe-tipe kepemimpinan menurut para ahli adalah


sebagai berikut:

35 | L e a d e r s h i p
Drs. Malayu S.P. White and Haris
Hasibuan Ronald Lipitt
1. Otoriter 1. Autocratic 1. The Autocratic
2. Partisipatif 2. Democratic Leader
3. Delegatif 3. Laissez Faire 2. The Participative
Leader
3. The Free Rain
Leader
Rensis Likert and Paul Hersey and Ken Sondang P. Siagian
Lewind Blanchard M.P.A. Ph.D.
1. Exploitative 1. Telling 1. Otokratis
autocracy 2. Selling 2. Militeristis
(Coersive 3. Partisipating 3. Paternalistis
Leader) 4. Delegating 4. Kharismatis
2. Benevolent 5. Demokratis
autocracy style
3. Consultative
leadership s
4. Participative
group Leadership
style
William J. Reddin G.R. Terry Robert Blake and
Mouton
1. Deserter 1. Personal 1. Desester
2. Bureaucrat leadership 2. Missionary
3. Missionary 2. Nonpersonal 3. Autocrat
4. Developer leadership 4. Compromisser
5. Autocrat 3. Autocraty 5. Execuutive
6. Benevolent leadership

36 | L e a d e r s h i p
autocrat 4. Democraty
7. Compromiser leadership
8. Executive 5. Paternalistic
leadership
6. Indegenous
leadership

F. Teori-teori Kepemimpinan
Tiga penemuan yang disebutkan di muka, yakni Lowa, Ohio, dan
Michigan merupakan tonggak sejarah yng amat penting dari studikepemimpinan
dengan penekanan pada ilmu perilaku organisasi. Sayangnya tiga penemuan
tersebut masih terbatas, dan penelitian kepemimpinan relative masih merupakan
permulaan yang dini.

Berikut ini akan diuraikan beberapa teori yang tidak asing bagi literature
kepemimpinan pada umumnya.

1. Teori sifat (Trait theory)

Analisa llmiah tentang kepemimpinan dimulai dengan memusatkan


perhatiannya pada pemimpin itu sendiri. Teori awal tentang sifat ini dapat
ditelusuri kembali pada zaman yunani kuno dan zama roma. Pada waktu itu orang
percaya bahwa pemimpinitu dilahirkan, bukannya dibuat. Theory the great man
menyatakan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagaai pemimpin ia akan menjadi
pemimpin apakah ia mempunyai sifat atau tidak mempnyai sifat sebagai
pemimpin.

Teori “great man” barangkali dapat memberikan arti lebih realistic


terhadap pendekatan sifatdari pemimpin, setelah mendapat pengaruh dari aliran
perilaku pemikir psikologi. Adalah suatu kenyataan yang dapat diterima bahwa
sifat-sifat kepemimpinan itu tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi dapat juga dicapai

37 | L e a d e r s h i p
lewat suatu pendidikan dan pengalaman. Dengan demikian maka perhatian
terhadap kepemimpinan dialihkan kepada sifat-sifat umu yang dipunyai oleh
pemimpin, tidak lagi memekankan apakah pemimpin itu dilahirkan atau dibuat.
Oleh karena itu, sejumlah sifat-sifat seperti fisik, mental, dan kepribadian menjadi
pusat perhatian untuk diteliti sekitar tahun 1930-1950an. Hasil dari penelitian
yang begitu besar pada umumnya dinilai tidak memuaskan. Dari beberapa hal
sifat kecerdasan kelihatannya selalu tampak pada setiap penelitian dengan suatu
derajat konsisitensi yang tinggi. Suatu kesimpulan yang diperoleh dari hasil
penelitian kepemimpinan tersebut diketahui bahwa:

 Kecerdasan. Hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa


pemimpin memounyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan yang dipimpin. Namun demikian, yang sangat menarik dari
penelitian tersebut ialah pemimpin tidak bisa melampaui terlalu banyak
dari kecerdasan pengikutnya.

 Kedewasaan dan keluasan hubungan social. Pemimpin cenderung


menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai
perhatian yang luas terhadap aktivitasaktivitas social. Dia mempunyai
keinginan menghargai dan dihargai.

 Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Para pemimpin secara relative


mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka
berkerja berusaha mendapatkan penghargaan yang intrinsic dibandingkan
dari yang ekstrinsik.

 Sikap-sikap hubungan kemanusiaan. Pemimpin-pemimpin yang berhasil


mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu
berpihak kepadanya. Dalam istilah penelitian Universitas Ohio pemimpin
itu mempunyai perhatian, dan kalau mengikuti istilah penemuan Michigan,
pemimpin itu berorientasi pada karyawan bukannya berorientasi pada
produksi.

38 | L e a d e r s h i p
2. Teori kelompok

Teori kelompok dalam kepemimpinan ini dasar prkembangannya berakar


pada psikologi social. Dan teori pertukaran yang klasik membantunya sebagai
suatu dasar yang penting bagi pendekatan teori kelompok.

Teori kelompok ini beranggapan agar kelompok dapat mencapai tujuan-


tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif diantara pemimpin
dan pengikut-pengikutnya.kepemimpinan yang ditekankan pada adanya suatu
proses pertukaran antara pemimpin dan pengikutnya ini, melibarkan konsep-
konsep sosiologi tentang keinginan-keinginan mengembangkan peranan.

Penelitian psikologi social dapat dipergunakan untuk mendukung konsep-


konsep peranan dan pertukaran yang diterapkan dlam kepemimpinanya. Sebagai
tambahan, hasil asli penemuan Universitas Ohio, dan hasil penemuan-penemuan
berikutnya beberapa tahun kemudian, terutama dimensi pemberian perhatian
kepada para pengikut, dapat dikatakan memberikan dukungan yang positif
terhadap perspektife teori kelompok ini.

Suatu hasil penelitian ulang yang sempurna menunjukan bahwa para


pemimpin yang memperhitungkan dan membantu pengikut-pengikutnya
mempunyai pengaruh yang positif terhadap sikap, kepuasan, dan pelaksanaan
kerja.

Dengan perkataan lain, beberapa penemuan nampaknya menunjukan


bahwa para bawahannya dapat mempengaruhi pemimpin dengna perilakunya,
sebanyak pimpinan beserta perilakunya mempengaruhi para bawahannya. Sudah
barang tentu hal ini semuanya baru merupakan anggapan dari pemahaman “social
learning” dalam kepemimpinan.

3. Teori situasional dan model kontijensi

39 | L e a d e r s h i p
Dimulai pada sekitar tahun 1940-an ahli-ahli psikologi social memulai
meneliti beberapa variable situasional yang mempunyai pengaruh terhadap
peranan kepemimpinan, kecakapan, dan perilakunya, berikut pelaksaan kerja dan
kepuasan para pengikutnya. Berbagai variable situasional diidentifikasikan, tetapi
tidak semua mampu ditarik oleh teori situasional ini. Kemudian sekitar tahun
1967, Fred Fielder mengusulkan suatu model berdasarkan situasi untuk efektifitas
kepemimpinan. Konsepsi model ini dituangkan dalam bukunya yang tekenal A
theory of leadership effectiveness.

Fiedler mengembangkan suatu teknik yang unik untuk mengukur gaya


kepemimpinan. Pengukura ini diciptakan dengan memberikan suatu skor yang
dapat menunjukan dugaan kesamaan diantara kelberlawanan (assumed similarity
between opposites – ASO) dan teman kerja yang paling sedikit disukai (least
preferred coworker – LPC). ASO memperhitungkan derajat kesamaan di antara
persepsi-persepsi pemimpin mengenai kesenangan yang paling banyak dan paling
sedikit tentang kawan-kawan kerja.

Dua pengukuran yang dipergunakan saling bergantian dan ada


hubungannya dengan gaya kepemimpinan tersebut dapat diterangkan sebagai
berikut:

1. Hubungan kemanusiaan atau gaya yang lunak (lenient) dihubungkan


pemimpin yang tidak melihat perbedaan yang besar diantara teman kerja
yang paling banyak dan paling sedikit disukai (ASO) atau yang
memberikan suatu gambaran yang relative menyanangkan kepada teman
kerja yang paling sedikit disenangi (LPC)

2. Gaya yang berorientasi tugas atau “hard nosed” dihubungkan dengan


pemimpin yang melihat suatu perbadaan besar diantara teman kerja yang
paling banyak dan paling sedikit disenangi (ASO) dan memberikan suatu
gambaran yang paling tidak menyenangkan pada teman kerja yang paling
sedikit disukai (LPC).

40 | L e a d e r s h i p
Lewat usaha yang bertahun-tahun baik di laboratorium maupun pada
berbagai kelompok nyata (seperti misalnya tim bola basket, anggota perkumpulan
para pemuda, tim-tim survey, penjaga anak-anak, serikat-serikat buruh dan lain
sebagainya) fiedler menghubungkannya dengan gaya kepemimpinan seperti yang
diuraikan diatas. Hasilnya agak mendorong, akan tetapi tidak ada hubungan
diantara gaya kepemimpinan sebagaimana ditentukan oleh sekor ASO dan LPC-
nya pemimpin. Oleh karena itu fiedler menyimpulkan bahwa harus diberikan
perhatian yang besar tehadap variable-variabel situasional.

4. Model kepemimpinan Kontijensi dari Fiedler

Untuk menguji hipotesa yang telah dirumuskan dari penelitian-


penelitiannya terdahulu, fiedler mengembangkan suatu model yang dinamakn
model kontijensi kepemimpinan yang efektif (A Contingency Model of Leadership
Effectiveness).

Model ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan


situasi yang menyenangkan. Adapun situasi yang menyenangkan itu diterangkan
oleh fiedler dalam hubungannya dengan dimensi-dimensi empiris berikut ini:

1. Hubungan pemimpin-anggota. Hal ini merupakan variable yang paling


penting didalam menentukan situasi yang menyenangkan tersebut.

2. Derajat dari struktur tugas. Dimensi ini merupakan masukan yang amat
penting, dalam mementukan situasi yang menyenangkan.

3. Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal. Dimensi


ini merupakan dimensi yang amat penting ketiga di dalam situasi yang
menyenangkan.

Suatu situasi akan dapat menyenangkan pemimpin jika ke tiga dimensi di


atas mempunyai derajat yang tinggi. Dengan kata lain, suatu situasi akan
menyenangkan jika:

41 | L e a d e r s h i p
- Pemimpin diterima oleh para pengikutnya (derajat dimensi pertama
tinggi).

- Tugas-tugas dan semua yang berhubungan dengannya ditetukan secara


jelas (derajat dimensi kedua tinggi).

- Penggunaan otoritas dan kekuasaan secara formal diterapkan pada posisi


pemimpin (derajat dimensi ketiga juga tinggi)

Jikalau yang timbul sebaliknya, maka menurut Fiedler akan tercipta suatu
situasi yang tidak menyenangkan bagi pemimpin. Seperti yang dissebutkan
dimuka, bahwa Fiedler benar-benar yakin bahwa kombinasi antara situasi yang
menyenangkan dengan gaya kepemimpinan akan mementukan efektifitas kerja.

Lewat hasil-hasil penemuannya, fiedler menyatakan seperti yang


dilukiskan dalam gambar 3, bahwa dalam situasi yang sangat menyenangkan,
maka gaya kepemimpinan yang berorietasi pada tugas atau yang hard mosed
adalah sangat efektif

Gaya
kepemimpinan

Berorientasi
tugas

Hubungan
kemanusiaan
42 | L e a d e r s h i p
Sangat tidak Tidak menyenangkan Sangat
menyenangkan menyenangkan menyenangkan
Gambar 3 Model kepemimpinan Fiedler

4. Teori jalan kecil – tujuan (path-goal theory)

Seperti telah diketahui secara luas pengembangan teori kepemimpinan


selain berdasarkan pendekatan kontijensi, dapat pula didekati dari teori path goal
yang memoergunakan kerangka teori motivasi. Hal ini merupakan pengembangan
yang sehat karena kepemimpinan disatu pihak sangat dekat berhubungan dengan
motivasi kerja, dan pihak lain berhubungan dengan kekuasaan. Setiap teori yang
berusaha mensintesakan bermaca-macam konsep kelihatannya merupakan suatu
langkah yang mempunyai arah yang benar.

Usaha pengembangan teori path-goal ini sebenarnya telah dimulai oleh


Georgepouous dan kawan-kawannya di institu Penelitian Sosial Universitas
Michigan. Dan istilah path-goal tersebut telah dipergunakan hamper 25 tahun
untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan dalam pelaksanaan kerja.

Dalam pengembangannya yang modern Martin Evans dan Robert House


secara terpisah telah menulis karangan dalam subyek yang sama. Secara pokok
teori path-goal berusaha untuk menjelaskan oengaruh perilaku pemimpin terhadap
motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan pekerjaan bawahannya.

43 | L e a d e r s h i p
Adapun teori path-goal versi House, memasukan empat tipe atau gaya
utama kepemimpinan sebagai berikut:

1. Kepemimpinan direktif. Tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang


otokratis dari Lippitt dan White. Bawahan tahu senyatanya apa yang
diharapkan darinya dan pengarahan yang khusus diberikan oleh pemimpin.
Dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan.

2. Kepemimpinan yang mendukung (supportive leadership). Kepemimpinan


model ini mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat,
mudah didekati, dan mempunyai perhatian kemanusiaan yag murni
terhadap para bawahannya.

3. Kepemimpinan partisipatif. Gaya kepemimpinan ini, pemimpin berusaha


meminta dan mempergunakan saran-saran dari para bawahannya. Namun,
pengabilan keputusan masih tetap berada padanya.

4. Kepemimpinan yang berorientasi para perstasi. Gaya kepemimpinan ini


menetapkan serangkaian tujuan yang menantang para bawahannya untuk
berprestasi. Demikian pula pemimpin memberikan keyakinan kepada
mereka bahwa mereka mampu melaksanakan tugas pekerjaan mencapai
tujuan secara baik.

Menurut teori path-goal ini macam-macam gaya kepemimpinan tersebut


dapat terjadi dan dipegunakan senyatanya oleh pemimpin yang sama dalam situasi
yang berbeda.

Dua diantara faktor-faktor situsional yang telah diidentifikasikan sejauh ini


adalah sifat personal dari para bawahan, dan tekanan lingkungannya dengan
tuntutan-tuntutan yang dihadapi oleh para bawahan. Untuk situasi pertama teori
path-goal memberikan penilain bahwa: perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh
bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber
yang segera bisa memberikan kepuasan, atau sebagai suatu instrument bagi
kepuasan-kepuasan masa depan. Adapun untuk factor situasional kedua, teoti

44 | L e a d e r s h i p
path-goal, menyatakan bahwa: perilaku pemimpin akan bisa menjadi factor
motivasi (misalnya menaikan usaha-usaha para bawahan) terhadap para bawahan,
jika:

1. Perilaku tersebut dapat memuaskan kebutuhan-kabutuhan bawahan


sehingga memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.

2. Perilaku tersebut merupakan komplemen dari lingkungan para bawahan


yang berupa memberikan latihan, dukungan, dan penghargaan yang
diperlukan untuk mengefektifkan pelaksanaan kerja. Dan jika tidak dengan
cara demikian maka para bawahan dan lingkungannnya akan merasa
kekurangan.

Dengan mempergunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan
memeperhitungkan factor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, maka pamimpin
berusaha mempengaruhi persepsi bawahannya dan memotivasikannya, dengan
cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan,
kepuasan kerja, dan pelaksanaan kerja yang efektif. Adapun usaha-usaha yang
lebih spesifik yang dapat dicapai oleh pemimpin, antara lain:

1. Mengetahui dan atau menumbuhkan kebutuhan-kebutuhan para


bawahan untuk mengasilkan sesuatu yang bisa dikontrol pemimpin.

2. Memberikan intensif kepada bawahan yang mampu mencapai hasil


dalam bekerja.

3. Membuat suatu jalan yang mudah dilewati oleh bawahan untuk


menaikan prestasinya dengan cara latihan, dan pengarahan.

4. Membantu para bawahan dengan menjelaskan apa yang bisa


diterapkan darinya.

5. Mengurangi halangan-halangan yang bisa membuat frustasi.

6. Menaikan kesempatan-kesempatan untuk pemuasan bawahan yang


memungkinkan tercapainya efektifitas kerja.

45 | L e a d e r s h i p
Dengan kata lain, dengan cara-cara seperti yang diuraikan di atas,
pemimpin berusaha membuat jalan kecil (path) untuk pencapaian tujuan-tujuan
(goal) para bawahannya sebaik mungkin. Tetapi untuk mewujudkan fasilitas path-
goal ini, pemimpin harus menggunakan gaya yang paling sesuai terhadap
variable-variabel lingkungan yang ada. Gambar 4 menyimpulkan dekatan teori
path-goal tersebut.

Karakteristik bawahan

Perilaku/gaya
Hasil
kepemimpinan :
Keputusan
Direktif Bawahan Kejelasan peranan
Supportif Persepsi
Kejelasan tujuan
Partisipatif motivasi
Pelaksanaan kerja
prestasi

46 | L e a d e r s h i p

Kekuatan-kekuatan lingkungan
Kerja utama group

Gambar 4.Tata hubungan dalam aplikasi path-goal

Sumber: Fred Luthans, Organizational Behavior, 3 rd ed., 1981., hlm. 428.

5. Pendekatan “Social Learning” dalam Kepemimpinan

Dari sekian banyak kritikan, maka pendekatan social learning nampaknya


memberikan pemecahan yang terbaik dari semua tantangan-tantangan
tersebut.pendekatan ini memberikan suatu dasar untuk suatu model konsepsi yang
menyeluruh bagi perlaku organisasi. Social learning merupakan suatu teori yang
dapat memberikan suatu model yang menjamin kelangsungan, interaksi timbal-
balik antara pemimpin., lingkungan dan perilakunya sendiri. Interaksi ini dapat
diamati dalam gambar 5. Nampakya teori ini agak komprehensif dan memberikan
dasar-dasar teori yang jelas dalam rangka memahami kepemimpinan.

PEMIMPIN
(termasuk kognisinya)

LINGKUNGAN
PERILAKU PEMIMPIN (termasuk para bawahan dan
variable makro)
47 | L e a d e r s h i p
Gambar 5. Pendekatan social learning dalam kepemimpinan

Sumber: Fred Luthans, Organizational Behavior, 3 rd edt., 1981., hlm. 431

Perilaku individu guna menghasilkan hasil-hasil yang produktif dan yang


lebih bisa menguatkan bersama organisasi.

Dengan demikian pendekatan social learning ini antara pemimpin dan bawahan
mempunyai kesempatan untuk bisa memusyawarahkan semua perkara yang
timbul. Keduanya, pemimpin dan bawahan mempunyai hubungan interaksi yang
hidup, dan mempunyai kesadaran untuk menemukan bagaimana caranya
menyempurnkan perilaku masing-masing dengan memberikan penghargaan-
penghargaan yang diinginkan.

G. Gaya Kepemimpinan

1. Gaya Kepemimpinan Kontinum

Orang yang pertama kali mengenalkan gaya ini adalah Robert


Tannenbaum dan Warren Schmidt. Ada dua bidang pengaruh yang eksterm.
Pertama, bidang pengaruh pimpinan dan kedua, bidang pengaruh kebebasan
bawahan. Pada bidang pertama pemimpin menggunakan otoritasnya dalam gaya
kepemimpinannya, sedangkan pada bidang kedua pemimpin menunjukan gaya
yang demokratis. Kedua bidang pengaruh ini dipergunakan dalam hubungannya

48 | L e a d e r s h i p
kalau pemimpin melakukan aktivitas pembuatan keputusan.Ada tujuh model gaya
pembuatan keputusan yang dilakukan pemimpin,antara lain:

1. Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkan kepada


bawahannya.Model ini terlihat bahwa otoritas yang dipergunakan atasan
terlalu banyak sedangkan daerah kebebasan bawahan sempit sekali.

2. Pemimpin menjual keputusan.Dalam hal ini pemimpin masih terlihat


banyak menggunakan otoritas yang ada padanya,sehingga persis dengan
model yang pertama.Bawahan di sini belum banyak terlibat dalam
pembuatan keputusan.

3. Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide,dan


mengundang pertanyaan-pertanyaan.Dalam model ini pemimpin sudah
menunjukkan kematian,dibatasi penggunaan otoritasnya dan diberi
kesempatan bawahan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan.Bawahan
sudah sedikit terlibat dalam rangka pembuatan keputusan.

4. Pemimpin memberikan keputusan bersifat sementara yang kemungkinan


dapat dirubah.Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka
pembuatan keputusan, sementara otoritas pimpinan sudah mulai dikurangi
penggunaannya.

5. Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-saran, dan membuat


keputusan.Model ini sudah jelas otoritas pimpinan dipergunakan sedikit
mungkin,sebaliknya kebebasan bawahan dalam berpartisipasi membuat
keputusan sudah banyak dipergunakan.

6. Pemimpin merumuskan batas-batasnya, dan meminta kelompok bawahan


untuk membuat keputusan .Partisipasi bawahan dalam kesempatan ini
lebih besar dibandingkan dalam model kelima di atas.

7. Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam


batas-batas yang telah dirumuskan oleh pimpinan.Model ini terletak pada

49 | L e a d e r s h i p
titik ekstrem penggunaan kebebasan bawahan, adapun titik ekstrem
penggunaan otoritas pada model nomor satu di atas.

2. Gaya Managerial Grid

Salah satu usaha yang terkenal dalam rangka mengidentifikasi gya


kepemimpinan yang diterapkan dalam manajemen ialah managerial grad.Usaha
ini dilakukan oleh Robert R. Blake dan Jane S. Mouton.

Dalam pendekatan managerial Grid ini, manajer berhubungan dengan dua


hala, yakni produksi di satu puhak dan orang-orang di pihak lain. Sebagaimana
dikehendaki oleh Blake dan Mouton, magerial Grid di sini ditekankan bagaimana
manajer memikirkan mengenai produksi dan hubungan kerja dengan manusianya.
Bukannya ditekankan pada berapa banyak produksi yang harus dihasilkan, dan
berapa banyak ia harus berhubungan dengan bawahannya. Melainkan, jika ia
memikirkan produksi maka dipahami sebagai suatu sikap bagi seorang pimpinan
untu mengetahui berapa luas dan anekanya sesuatu produksi itu. Dalam hal ini ia
harus mengetahui kuallitas keputusan atau kebijakan-kebijakan yang diambil,
memahami proses dan prosedur, melakukan penelitian dan kreativitas, memahami
kualitas pelayanan stafnya, melakukan efisiensi dalam bekerja, dan meningkatkan
volume dari suatu hasil. Adapun memikirkan tentang orang-orang dapat diartikan
dalam pengertian dan cara yang luas. Hal ini meliputi unsur-unsur tertentu seperti
halnya tingkat komitmen pribadi terhadap pencapaian tujuan, pertahanan harga
diri dari pekerja, pendasaran rasa tanggung jawab lebih ditekanka kepada
kepercayaan dibandingkan dengan penekanan keharusan, pemeliharaan pada
kondisi tempat kerja, dan terdapatnya kepuasan hubungan antar pribadi.

Menurut Blake dan Mouton, ada empat gaya kepemimpinan yang


dikelompokkan sebagai gaya yang ekstrem, sedangkan lainnya hanya satu gaya
tersebut. Gaya kepemimpinan dalam managerial Grid itu antara lain sebagai
berikut:

50 | L e a d e r s h i p
Pada Grid 1.1, manajer sedikit sekali usahanya untuk memikirkan orang-
orang yang bekerja dengannya, dan produksi yang seharusnya dihasilkan oleh
organisasinya. Dalam menjalankan tugas manjer dalam grid ini menganggap
dirinya sebagai perantara yang hanya mengkomunikasikan informasi dari atasan
kepada bawahan.

Pada Grid 9.9, manjer mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi untuk
memikirkan baik produksi maupun orang-orang yang bekerja dengannya. Dia
mencoba merencanakan semua usaha-usahanya dengan senantiasa memikirkan
dedikasinya pada produksi dan nasib orang-orang yang bekerja dalam
organisasinya. Manajer yang termasuk grid ini dapat dikatakan sebagai “manajer
tim” yang riel (the real team manager). Dia mampu untuk memadukan kebutuhan-
kebutuhan produksi dengan kebutuhan-kebutuhan orang-orang secra individu.

Pada Grid 1.9, ini gaya kepemimpinan dari manajer ialah mempunyai rasa
tanggung jawab yang tinggi untuk selalu memikirkan orang-orang yang bekerja
dalam organisasinya. Tetapi pemikirannya mengenai produksi rendah. Manajer
semacam ini sering dinamakan pemimpin klub ( The country club management),
manajer ini berusaha menciptakan suasana lingkungan yang semua orang dapat
bekerja rileks, bersahabat, dan bahagia bekerja dalam organisasinya. Dalam
suasana seperti ini tidak ada satu orangpun yang mau memikirkan tentang usaha-
usaha koodinasi guna mencapai tujuan oraganisasi.

Pada Grid 9.1, ini kadang kala manajer disebut sebagai manajer yang
menjalankan tugas secara otokrasi (autocratic task managers). Manajer semacam
ini hanya mau memikirkan tentang usaha peningkatan efisiensi pelaksanaan kerja,
tidak mempunyai usaha mencoba menciptakan dan membina moral orang-orang
yang bekerja dalam organisasi yang dipimpinnya, dan produksi dalam tingkat
yang memadai, tidak terlampau menyolok. Dia tidak menciptakan target
terlamapu tinggi sehingga sulit dicapai, dan berbaik hati mendorong orang-orang
untuk bekerja lebih baik.

51 | L e a d e r s h i p
1.9 Manajemen yang penuh 9.9 Pencapaian kerja dalam
perhatian terhadap kebutuhan manajemen adalah dari
orang-orang dan memimpinnya ke kepercayaannya pada
suasana organisasi yang kemerdekaan orang-orang lewat
ORANG-ORANG

bersahabat, menyenangkan dan penggunaan standar umum dalam


kecepatan kerja yang baik. organisasi, dan dengan
berdasarkan atas kepercayaan dan
12345678

respek.

1 2 3 4 5 6 7 5.5
8 Pelaksanaan kerja
Rendah PRODUKSI Tinggi manajemen secara
memadai lewat
keseimbangan kerja yang
diharuskan tercapai dan
peningkatan semangat
kerja orang-orang yang
memuaskan.

1.1 Usaha manajemen yang paling 9.1 Efisiensi hasil dari manajemen
rendah terhadap pekerjaan yang ini dicapai dari usaha menata
harus dikerjakan dan semangat kerja dalam cara tertentu dngan
kerja orang-orang yang bekerja. sedikit perhatiannya pada unsure
manusianya.

Gambar 6. Managerial Grid

Kelima grid tersebut amat bermanfaat untuk mengetahui dan mengenal


macam-macam gaya kepemimpinan seorang manajer.

3. Tiga Dimensi dari Reddin

Kalau dalam managerial Grid, Blake dan Mouton berhasil


mengiidentifikasi gaya-gaya kepemimpinan yang secara tidak langsung

52 | L e a d e r s h i p
bewrhubungan dengan efektivitas. Maka William J. Reddin seorang professor dan
konsultan dari Kanada menambahkan tiga dimensi tersebut dengan efekivitas
dalam modelnya. Selain efektivitas, Reddin juga melihat gaya kepemimpinan itu
selalu dipulangkan pada dua hal mendasar yakni hubungan pemimpin dengan
tugas dan hubungan kerja. Sehingga dengan demikian model yang dibangun
Reddin adalah gaya kepemimpinan yang cocok dan yang mempunyai pengaruh
terhadap lingkungannya. Gambar 7 melukiskan model Reddin tersebut. Empat
persegi empat dalam kotak di tengah merupkan gaya dasar dari kepemimpinan
seorang manajer. Gaya ini pada hakikatnya sama dengan gaya yang pertama kali
dikenalkan oleh hasil penemuan Universitas Ohio seperti yang diuraikan di muka,
yang kemudian juga dipergunakan oleh Blake dan Mouton dalam merancang
Managerial Grid nya. Dari gaya di kotak tengah ini seterusnya bisa ditarik ke atas
dan ke bawah, menjadi gaya yang efektif dan tidak efektif.

Gaya yang efektif, gaya ini seperti yang dikatakan di atas merupakan
pengembangan dari gaya dasar yang berada di kotak tengah pada gambar 7. Ada
emapat gaya dalam kotak yang efektif ini. Empatgaya itu antara lain:

1. Eksekutif

Gaya ini banyak memberikan perhatian dan tugas-tugas pekerjaan dan


hubungan kerja. Seorang manajer yang mempergunakan gaya ini disebut sebagai
motivator yang baik, mau menetapkan standar kerja yang tinggi, berkehendak
mengenal perbedaan diantara individu, dan berkeinginan mempergunakan kerja
tim dalam manajemen

2. Pencinta pengembangan (develover).

Gaya ini memberikan perhatian yang maksimal terhadap hubungan kerja, dan
perhatian yang minimum terhadap tugas-tugas pekerjaan.Seorang manajer yang
mempergunakan gaya ini mempunyai kepercayaan yang implicit terhadap orang-
orang yang bekerja dalam organisasinya, dan sangat memperhatikan terhadap
pengembangan mereka sebagai seorang individu

53 | L e a d e r s h i p
3. Otokratis yang baik hati (Benevolent autocrat)

Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas,dan


perhatian yang minimum terhadap hubungan kerja.Seorang manajer yang
mempergunakan gaya ini mengetahui secara tepat apa yang ia inginkan dan
bagaimana memperoleh yang di inginkan tersebut tanpa menyebabkan
ketidakseganan di pihak lain.

4. Birokrat

Gaya ini memberikan perhatian yang minimum terhadap baik tugas maupun
hubungan kerja. Seorang manajer yang mempergunakan gaya ini sangat tertarik
pada peraturan-peraturan dan menginginkan mememliharanya, serta melakukan
kontrol situasi secara teliti.

Gaya yang tidak efektif, gaya ini kalau melihat gambar 7 berada pada kotak di
bawah. Ada empat gaya kepemimpinan yang tergolong tidak efektif. Empat gaya
itu antara lain:

1. Pecinta kompromi (compromiser).

Gaya ini memberikan perhatian yang besar pada tugas dan hubungan kerja
dalam suatu situasi yang menekankan pada kompromi. Mananjer yang bergaya
seperti ini merupakan pembuat keputusan yang jelek, banyak tekanan yang
mempengaruhinya.

2. Missionari*.

Gaya ini memberikan penekanan yang maksimum pada orang-orang dan


hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian yang minimum terhadap tugas
dengan perilaku yang tidak sesuai. Manajer semacam ini hanya menilai
keharmonisan sebagai suatu tujuan dalam dirinya sendiri.

3. Otokrat.

54 | L e a d e r s h i p
Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas dan minimum
terhadap hubungan kerja dengan suatu perilaku yang tidak sesuai. Manajer seperti
ini tidak mempunyai kepercayaan pada orang lain, tidak menyenangkan, dan
hanya tertarik pada jenis pekerjaan yang segera selesai.

4. Lari dari tugas (deserter).

Gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian baik pada tugas maupun
pada hubungan kerja. Dalam situasi tertentu gaya ini tidak begitu terpuji, karena
manajer seperti ini menunjukkan pasif tidak mau ikut campur tangan secara aktif
dan positif.

Gaya efektif

Pecinta
Pecinta eksekutif
pengemba
pengemba
ngan
ngan

Otokratis
birokrat yang baik

55 | L e a d e r s h i p
Gaya dasar

berhubungan
berhubungan terpadu

Orientasi hubungan
Lebih efektif

terpisah pengabdian
pengabdian

Gaya tidak efektiv


Orientasi tugas

Missionari
Missionari Pecinta
Pecinta
kompromi
kompromi

Lari
Lari dari
dari
tugas
tugas otokrat Tidak efektif

Gambar 7. Tiga dimensi kepemimpinan

4. Empat sistem manajemen dari Likert

Gaya lain yang amat menarik ialah pendapat Rensis Likert ini. Dalam
serangkaian penelitiannya Likert telah mengembangkan suatu ide dan pendekatan
yang penting untuk memahami perilaku pemimpin. Berbeda dengan Blake dan
Mouton demikian juga dengan tiga dimensinya Reddin, Likert mengembangkan
empat system manajemennya berdasar suatu proses penelitian yang bertahun-
tahun. Blake-Mouton dan Reddin dalam mengembangkan konsepsinya pada
waktu itu kurang didukung oleh penelitian empiris.

Menurut Likert bahwa pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya


partisipative manajemen. Gaya ini menetapkan bahwa keberhasilan pemimpin
adalah jika berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan pada komunikasi. Selain

56 | L e a d e r s h i p
itu semua pihak dalam organisasi-bawahan maupun pimpinan-menerapkan
hubungan atau tata hubungan yang mendukung (supportive relationship) Likert
merancang empat sistem kepemimpinan dalam manajemen sebagai berikut:

Sistem 1, dalam sistem ini pemimpin bergaya sebagai exploitive-


authoritative. Manajer dalam hal ini sangat otokratis, mempunyai sedikit
kepercayaan kepada bawahannya. Suka mengeksploitasi bawahan, dan bersikap
paternalistik. Cara pemimpin ini dalam memotivasi bawahannya dengan memberi
ketakutan dan hukuman-hukuman, diselang-seling pemberian penghargaan yang
secara kebetulan (occasional rewards). Pemimpin dalam sistem ini, hanya mau
memperhatikan pada komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi
proses pengambilan keputusan di tingkat atas saja.

Sistem 2, dalam sistem ini pemimpin dinamakan otokratis yang baik hati
(benevolent authoritative). Pemimpin atau manajer-manajer yang termasuk dalam
sistem ini mempunyai kepercayaan yang berselubung, percaya pada bawahan,
mau memotivasi dengan hadiah-hadiah dan ketakutan berikut hukuman-hukuman,
memperbolehkan adanya komunikasi ke atas, mendengarkan pendapat-pendapat,
ide-ide dari bawahan, dan memperbolehkan adanya delegasi wewenang dalam
proses keputusan. Bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang
bertalian dengan tugas pekerjaannya dengan atasannya.

Sistem 3, dalam sistem ini gaya kepemimpinan lebih dikenal dengan


sebutan manajer konsultatif. Manajer dalam hal ini mempunyai sedikit
kepercayaan pada bawahan biasanya dalam hal kalau ia memberikan informasi,
ide atau pendapat bawahan, dan masih menginginkan melakukan pengendalian
atas keputusan-keputusan yang dibuatnya. Pemimpin bergaya ini mau melakukan
motivasi dengan penghargaan dan hukuman yang kebetulan, dan juga
berkehendak melakukan partisipasi. Dia juga suka menetapkan dua pola hubungan
komunikasi yakni ke atas dan ke bawah. Dalam hal ini dia membuat keputusan
dan kebijakan yang luas pada tinkat atas tetapi keputusan yang mengkhusus pada

57 | L e a d e r s h i p
tingkat bawah. Bawahan di sini merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu
yang bertalian dengan tugas pekerjaan bersama atasannya.

Sistem 4, oleh Likert dinamakan system pemimpin yang bergaya


kelompok berpartisipatif (partisipative group). Dalam hal ini manajer mempunyai
kepercayaan yang sempurna terhadap bawahannya. Dalam setiap persoalan, selalu
mengandalkan untuk mendapatkan ide-ide dan pendapat-pendapat lainya dari
bawahan, dan mempunyai niatan untuk mempergunakan pendapat bawahan secara
konstruktif. Memberikan penghargaan yang bersifat ekonomis, dengan
berdasarkan partisipasi kelompok dan keterlibatannya pada setiap urusan terutama
dalam penentuan tujuan bersama dan penilaian kemajuan pencapaian tujuan
terebut. Pemimpin juga mau mendorong bawahan untuk ikut bertanggung jawab
membuat keputusan, dan juga melaksanakan keputusan tersebut dengan tanggung
jawab yang besar. Bawahan merasa secara mutlak mendapat kebebasan untuk
membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugasnya beserta atasannya.

Menurut Likert, manajer yang termasuk system empat ini mempunyai


kesempatan untuk lebih sukses sebagai pemimpin (leader). Lebih jauh dikatakan
oleh Likert bahwa setiap organisasi yang termasuk system manajemen empat ini,
adalah sangat efektif di dalam menetapkan tujuan-tujuan dan mencapainya, dan
pada umumnya organisasi semacam ini lebih produktif.

H. Proses Kepemimpinan

Kepemimpinan telah didefinisikan sebagai proses mempengaruhi aktivitas


seseorang ato kelompok, untuk mencapai suatu tujuan dalam situasi tertentu.
Dalam esensinya, kepemimpinan merupakan upaya pencapaian dengan dan
melalui orang-orang. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus memperhatikan
hubungan antara tugas dengan manusia. Meskipun dengan menggunakan istilah

58 | L e a d e r s h i p
lain, Chester I. Bernard telah mengidentifikasi perhatian kepemimpinan yang
sama dalam hasil kerja klasiknya, The Functions Of the Executive, pada akhir
tahun 1930-an. Perhatian kepemimpinan itu tampaknya merupakan pencerminan
dari dua aliran pikiran terdahulu dalam teori organisasi, manajemen keilmuan dan
hubugan manusiawi.perilaku pemimpin yang Autokratis-Demokratis

Robert Tannnenbaum dan Warren H. Schmidt

Para penulis terdahulu merasa bahwa penekanan pada tugas cenderung


diwakili oleh perilaku pemimpin yang autokratis, sedangkan penekanan pada
hubungan diwakili oleh perilaku yang demokratis. Pandangan ini popular karena
pada umumnya disepakati bahwa pemimpin mempengaruhi pengikut memlaui
salah satu cara berikut :

1. Mereka dapat memberitahu pengikut mereka tentang hal-hal yang perlu


dilakukan dan bagaimana cara melakukannya, atau
2. Mereka dapat berbagi tanggung jawab kepemimpinan dengan pengikut
mereka dengan melibatkan pengikut dalam perencanaan pelaksanaan
tugas. Yang pertama adalah gaya autokratis tradisional, yang menekankan
perhatian pada tugas. Yang kedua adalah gaya demokratis yang lebih tidak
direktif dengan penekanan pada hubungan manusia.

Perbedaan kedua gaya perilaku pemimpin itu didasarkan pada asumsi


pemimpin tentang sumber kuasa atau wewenang (power and authority) dan
asumsi mereka tentang hakikat manusia. Gaya perilaku pemimpin yang autokratis
sering didasarkan pada asumsi bahwa kuasa pemimpin berasal dari posisi yang
mereka miliki dan asumsi bahwa orang-orang berpembawaan malas dan tidak
dapat dipercaya (Teori X). Gaya demokratis berasumsi bahwa kuasa pemimpin
diperoleh dari kelompokyang dipimpin dan orang-orang pada dasarnya dapat
mengarahkan diri sendiri dan kreatif ditempat kerja apabila dimotivasi dengan
tepat (Teori Y). Akibatnya, dalam gaya autokratis, semua kebijaksanaan

59 | L e a d e r s h i p
ditentukan oleh pemimpin, dalam gaya demokratis, kebijaksanaan terbuka bagi
diskusi dan keputusan kelompok.

Tentu saja terdapat banyak variasi gaya perilaku pemimpin diantara kedua
ekstrim itu. Robert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt melukiskan jajaran gaya
yang luas pada saat kontinum bergerak dari perilaku pemimpin yang autokratis
yang berpusat pada atasan atau ujung sampai dengan perilaku pemimpin
demokratis yang berpusat pada bawahan pada ujung yang lain, seperti yang
diilustrasikan dalam gambar 4-1. Tannenbaum dan Schmidt mengacu kedua
ekstrim itu sebagai kuasa dan pengaruh manajer serta kuasa dan pengaruh
nonmanajer.

Para pemimpin yang berprilaku pada ujung kontinum yang autokratis


cenderung berorientasi pada tugas dan menggunakan kuasa mereka untuk
mempengaruhi pengikut mereka ;para pemimpin yang berprilaku pada ujung
demokratis cenderung berorientasi pada kelompok dan karenanya memberikan
keleluasaan yang cukup bagi pengikut dalam melaksanakan pekerjaan. Seringkali
ontinum ini diperluas ke luar perilaku pemimpin demokratis untuk mencakupkan
gaya masa bodoh (laizes-faire). Gaya perilaku ini memperkenankan para anggota
kelompok untuk melakukan apa saja yang mereka ingin lakukan. Tidak ada
kebijaksanaan atau prosedur yang ditetapkan. Setiap orang dibiarkan sendiri.
Tidak seorang pun yang berusaha mempengaruhi orang lain. Seperti yang telihat
gaya ini tidak tercakup dalam kontinum perilaku pemimpin yang diilustrasikan
dalam figure 4-1. Hal ini karena dipandang bahwa dalam realitas suasana laizes-
faire menunjukan ketiadaan kepemimpinan formal. Peranan keemimpinan formal
telah dilepaskan dan, karenanya, kepemimpinan yang terlihat bersifat informal.

(Demokratis) (Autokratis)

Orientasi Hubungan Orientasi tugas


60 | L e a d e r s h i p
ewenang

Bidang kebebasan bagi


bawahan
pemimpin

Sumb
Pemimpin Pemimpin
memperkenan menyajikan
kan bawahan Pemimpin Pemimpin
masalah,
berfungsi menetapka menyajikan
mendapat Pemimpin
dalam batas- n batas- keputusan Pemimpin Pemimpin
saran, dan mengambil
batas yang batas; tentative menyajikan menjual
mengambil keputusan
ditetapkan meminta yang dapat ide-ide dan keputusan
keputusan dan
oleh atasan kelompok diubah mengunda
mengumu
untuk ng
mkannya
mengambil pertanyaan
keputusan

Gambar 8 Kontinum Perilaku Pemimpin

Pengakuan terhadap kedua gaya kepemimpinan iti, yamg satu menekankan


pada tugas dan yang lain menenkankan pada hubungan , telah mendapat dukungan
dari beberapa hasil study kepemimpinan.

Studi kepemimpinan Michigan

Dalam study awal yang dilakukan oleh survey research center universitas
Michigan, ada usaha untuk menghampiri study kepemimpinan dengan

61 | L e a d e r s h i p
menemukan gugus karakteristik yang tampak berhubungan satu dengan yang lain
serta berbagai indicator efektivitas. Study-study ini mengidentifikasi dua konsep,
yang mereka sebut orientasi pegawai dan orientasi produksi.

Para pemimpin yang dilukiskan berorientasi pegawai menekankan aspe


hubungan dari pekerjaan mereka. Mereka merasa bahwa setiap pegawai adalah
penting dan menaruh perhatian terhadap setipa orang,dengan menerima
individualitas dan kebutuhan pribadi mereka. Orientasi produksi menekankan
pada hasil dan aspek-aspek teknis pekerjaan ; para pegawai dipandan sebagai alat
untuk mencapai tujuan organisai. Kedua orientasi ini sejalan dengan konsep
kontinum perilaku pemimpin yang autokratis (tugas) dan demokratis (hubungan).

Studi dinamika kelompok

Darwin Cartwright dan Alvin Zander, dengan mengikhtisarkan hasil


penemuan study-study yang dilakukan di research center for group dynamic
mengemukakan,bahwa tujuan kelompok dapat dikelompokan dalam dua kategori :

1. Pencapaian tujuan khusus kelompok


2. Pemeliharaan atau penguatan kelompok itu sendiri

Menurut Cartwright dan Zander, jenis perilaku yang tercakup dalam


pencapaian tujuan digambarkan melalui contoh-contoh ini : Manajer “mengawali
tindakan,mengusahakan agar anggota tetp memusatkan perhatian pada tujuan,
menjelaskan issue dan menyusun rencana prosedur”.

Sebaliknya, karakteristik perilaku yang membina kelompok adalah : Manajer


“berusaha membina hubungan antar pribadi yang menyenangkan, menengahi
pertikaian, memberikan dorongan, member kesempatan pada minoritas untuk
didengar dan meningkatkan saling ketergantungan diantara anggota.

Pencapaian tujuan tampaknya sejalan dengan konsep tugas yang dibicarakan


sebelumnya (orientasi autokratis dan produksi), sedangkan pembinaan kelompok
sejalan dengan konsep hubungan (orientasi demokratis dan pegawai).

62 | L e a d e r s h i p
Studi Kepemimpinan Universitas Ohio

Studi-studi kepemimpinan yang diawali pada tahun 1945 oleh bureau of


bussines research di universitas negeri ohio berusaha mengidentifikasi berbagai
dimensi perilaku pemimpin. Staf peneliti dibiro itu, yang engdefinisikan
kepemimpinan sebagai perilaku seseorang pada saat mengarahkan aktivitas
kelompok pada pencaaian tujuan akhirnya mempersempit uraian perilaku
pemimpin dalam dua dimensi : struktur inisiasi dan kosiderasi (initiating tructure
anad consideration). Struktur inisiasi mengacu pada “perilaku pemimpin dalam
menggambarkan hubungan antara dirinya sendiri dengan anggota kelompok kerja
dan dalam upaya membentuk pola organisasi, saluran komunikasi, dan metode
atau prosedur yang ditetapkan dengan baik.” Sebaliknya , konsiderasi mengacu
pada “perilaku yang menunjukan persahabatan, kepercayaan timbal balik, rasa
hormat, dan kehangatan dalam hubungan antara pemimpin dengan anggota staff
lainnya.

63 | L e a d e r s h i p
Konsiderasi
Pemimpin
menyediakan Pemimpin mau Pemimpin bersikap
waktu untuk mengadakan bersahabat dan
menyimak anggota perubahan didekati
kelompok

Struktur Inisiasi
Pemimpin
Pemimpin meminta
Pemimpin memberitahu
anggota kelompok
menggunakan tugas anggota kelompok
mematuhi tata-
tertentu kepada hal-hal yang
tertib dan peraturan tentang
anggota kelompok diharapkan dari
standar
mereka

Meskipun penekanan utama dalam studi-studi Kepemimpinan Universitas


Ohio adalah pada perilaku yang diamati, staf universitas itu juga mengembangkan
Kuisioner Pendapat Pemimpin (leader Opinion Questionaire, atau disingkat LOQ)
untuk mengumpulkan data tentang persepsi pemimpin atas gaya kepemimpinan
mereka sendiri. LBDQ diisi oleh bawahan pemimpin, atasan, atau rekan sejawat
mereka, tetapi LOQ dinilai oleh para pemimpin sendiri.

Dalam mempelajari perilaku pemimpin, staf Universitas Ohio menemukan


bahwa Struktur Inisiasi dan Konsiderasi merupakan dimensi-dimensi yang
terpisah dan berbeda. Skor yang tinggi pada salah satu dimensi tidak harus berarti
skor yang rendah pada dimensi tersebut. Dengan demikian, selama
berlangsungnya studi-studi itulah perilaku pemimpin pertama sekali diplotkan

64 | L e a d e r s h i p
pada dua poros yang terpisah dan tidak pada satu kontinum saja. Selanjutya
dibentuk empat kuadran untuk menunjukan variasi kombinasi Struktur Inisiasi
(perilaku tugas) dan konsiderasi (perilaku hubungan), seperti yang diilustrasikan
dalam Gambar 9.
(Rendah) ----------- konsiderasi ----------(Tinggi)

tinggi tinggi
konsiderasi struktur
dan rendah dan tinggi
konsiderasi konsiderasi

rendah tinggi
konsiderasi struktur
dan rendah dan rendah
struktur konsiderasi

(Low)-------------------struktur inisial------------------ (Tinggi)

Gambar 9 Kuadran Kepemimpinan Universitas Ohio

65 | L e a d e r s h i p
I. Model Efektivitas Pemimpin Tiga Dimensi

Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard

Dalam model yang dikembangkan oleh Paul Hersey dan Kennet H.


Blanchard di Center Of Leadersip Studies, digunakan istilah-istilah perilaku tugas
dan perilaku hubungan untuk menggambarkan konsep-konsep yang serupa dengan
konsiderasi dan Struktur Inisiasi dari studi-studi universitas Ohio. Keempat
kuadran perilaku pemimpin yang utama diberi label berikut : tinggi tugas dan
rendah hubungan, tinggi tugas dan tinggi hubungan, tinggi hubungan dan rendah
tugas ; serta rendah hubungan dan rendah tugas (lihat gambar 10).
(Rendah)------ Perilaku hubungan--- (tinggi)

(Rendah)--- ------------Perilaku Tugas----- ------(Tinggi)

Gambar 10 Gaya Pokok Perilaku Pemimpin

66 | L e a d e r s h i p
Keempat gaya pokok pemimpin tersebut secara esensial menggambarkan
gaya kepemimpinan yang berbeda. Gaya kepemimpinan seseorang adalah pola
perilaku yang diperlihatkan orang itu pada saat mempengaruhi aktivitas orang lain
seperti yang dipersepsikan orang lain. Hal ini boleh jadi sangat berbeda dengan
persepsi pemimpin tentang perilakunya sendiri, yang dapat kita sebut sebagai
persepsi diri bukan gaya.

Gaya kepemimpinan seseorang terdiri dari kombinasi dari perilaku tugas


dan perilaku hubungan. Kedua jenis perilaku itu, tugas dan hubungan, yang
merupakan inti konsep gaya kepemimpinan.

Dimensi Efektivitas

Dengan menyadari bahwa efektivitas pemimpin bergantung pada


hubungan gaya kepemimpinan dengan situasi dimana mereka berfungsi, maka
perlu ditambahkan dimensi efektivitas kedalam model dua dimensi. Hal ini
diilustrasikan dalam gambar 11.
Dimensi perilaku hubungan

Dimensi Efektivitas

Dimensi perilaku tugas

67 | L e a d e r s h i p
Gambar 11 penambahan dimensi efektivitas

Dengan menambahkan dimensi efektivitas kedalam dimensi perilaku


tugas dan perilaku hubungan pada model kepemimpinan Universitas Ohio
sebelumnya, dalam Model Efektivitas Pemimpin Tiga Dimensi kami berusaha
memadukan konsep-konsep gaya pemimpin dengan tuntutan situasi tertentu ,
disebut efektif, sedangkan gaya yang tidak sesuai dengan situasi tertentu disebut
tidak efektif.

J. STUDI KASUS

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Peningkatan Produktivitas


Title: Kerja Menurut Persepsi Karyawan (Studi Kasus Pada PT. Ultrajaya
Milk Industry and Trading Company, Tbk.)

Author: Cahyadi, Harri Gautama

Abstract: Dalam suatu organisasi, kerjasama yang kuat antara setiap anggota
merupakan suatu hal penting yang harus dimiliki agar terwujudnya
tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu kerjasama antara
pimpinan dan bawahan perlu mendapat perhatian, agar pelaksanaan
aktivitas perusahaan berjalan dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana
hubungan antara gaya kepemimpinan dan produktivitas kerja karyawan
pada perusahaan PT. Ultrajaya Milk Industry and Trading Company,
Tbk. Dalam melaksanakan penelitian ini penulis menggunakan metode
deskriptif analisis, yaitu suatu bentuk penelitian yang bertujuan untuk
mengumpulkan data-data yang mempunyai hubungan erat dengan
permasalahan yang akan diteliti dan dibandingkannya dengan
pengetahuan teori untuk merumuskan persoalan serta kemungkinan
untuk mencari pemecahannya. Teknik pengumpulan data yang

68 | L e a d e r s h i p
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan wawancara. Dan
penelitian ini mengambil sample sebanyak tiga puluh orang karyawan
PT. Ultrajaya Milk Industry and Trading Company, Tbk bagian
produksi. Pengukuran yang digunakan untuk membahas gaya
kepemimpinan tersebut adalah yang mengacu pada teori kepemimpinan
Blake dan Mouton. Dimana pengukuran gaya kepemimpinan tersebut
berdasarkan pada: 1. Perhatian pimpinan terhadap manusia. 2. Perhatian
pimpinan terhadap tugas. Dilihat dari total nilai yang diperoleh
menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan eksekutif. Sedangkan korelasi
dengan menggunakan rank spearman diperoleh sebesar 0,73. Hal ini
menunjukkan bahwa antara variabel gaya kepemimpinan dan variabel
produktivitas kerja terdapat pengaruh positif yang kuat. Dan koefisien
determinasi yang diperoleh sebesar 53,29 %. Ini berarti bahwa 53,29 %
dari produktivitas kerja dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan,
sedangkan sisanya 46,71 % dipengaruhi oleh faktor lainnya. Yang
berarti hipotesis dapat diterima yaitu: Apabila gaya kepemimpinan
diterapkan sesuai dengan persepsi karyawan, maka produktivitas kerja
karyawan dapat meningkat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh perusahaan sesuai dengan
persepsi kerja dan dapat meningkatkan produktivitas kerja
karyawannya. Adapun saran yang diberikan penulis adalah agar
perusahaan PT. Ultrajaya Milk Industry and Trading Company, Tbk
tetap mempertahankan gaya kepemimpinan yang diterapkan yaitu gaya
kepemimpinan eksekutif, karena gaya kepemimpinan tersebut sudah
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh para karyawan, sehingga hal
ini hubungan baik antara pimpinan dan karyawan dapat terus terjalin
dengan baik yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja
karyawan.

69 | L e a d e r s h i p
BAB III

KESIMPULAN

Kepemimpinan (leadership) merupakan intisari manajemen. Dengan


kepempinan yang baik, proses manajemen akan berjalan lancar dan karyawan
bergairah melaksanakan tugas-tugasnya. Gairah kerja, produktivitas kerja, dan
proses manajemen suatu perusahaan akan baik jika tipe, gaya, cara kepemimpinan
yang diterapkan manajernya baik.

Salah satu faktor pendukung terciptanya produktivitas tinggi adalah peran


pemimpin yang mampu menampilkan kepemimpinanya secara professional.
Eksistensi pemimpin semakin penting ketika dihadapkan pada situasi dengan
keragaman karakteristik dan kemampuan yang dimiliki anggota organisasi, namun
masinmg-masing tetap dituntut untuk dapat berkontribusi secara optimal bagi
oraganisasinya.

Unsur-unsur Kepemimpian
1. Pemimpin (Leader = head)
2. Bawahan (pengikut) adalah orang-orang yang dipimpin
3. Organisasi adalah alat dan wadah untuk melakukan kepemimpinan atau
melakukan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan
4. Tujuan (objective) adalah sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi.
5. Lingkungan yang meliputi lingkungan internal dan eksternal.
6. Kemampuan mempengaruhi orang lain (kelompok/bawahan)
7. Kemampuan mengarahkan atau memotivasi tingkah laku orang lain atau
kelompok
8. Adanya unsur kerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

70 | L e a d e r s h i p
Fungsi-fungsi Kepemimpinan
1. Pimpinan selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha
pencapaian tujuan
2. Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak di
luar organisasi

3. Pimpinan selaku komunikator yang efektif

4. Mediator yang andal, khususnya dalam hubungan ke dalam, terutama


dalam menangani situasi konflik

5. Pimpinan selaku integrator yang efektif, rasional, objektif dan netral

Prinsip-Prinsip Dasar Kepemimpinan


Karakteristik seorang pemimpin menurut Stephen R. Covey adalah didasarkan
kepada prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Seorang yang belajar seumur hidup


2. Berorientasi pada pelayanan
3. Membawa energi yang positif

Tipe-tipe Kepemimpinan
 Tipe yang otokratik
 Tipe yang paternalistik
 Tipe yang kharismatik
 Tipe yang laissez faire
 Tipe yang demokratik

Teori-teori Kepemimpinan
1. Teori sifat (Trait theory)
2. Teori kelompok
3. Teori situasional dan model kontijensi
4. Model kepemimpinan Kontijensi dari Fiedler
5. Teori jalan kecil – tujuan (path-goal theory)

71 | L e a d e r s h i p
6. Pendekatan “Social Learning” dalam Kepemimpinan

Gaya Kepemimpinan
1. Gaya Kepemimpinan Kontinum
2. Gaya Managerial Grid
3. Tiga Dimensi dari Reddin

Proses Kepemimpinan

Kepemimpinan telah didefinisikan sebagai proses mempengaruhi aktivitas


seseorang atau kelompok, untuk mencapai suatu tujuan dalam situasi tertentu.
Dalam esensinya, kepemimpinan merupakan upaya pencapaian dengan dan
melalui orang-orang. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus memperhatikan
hubungan antara tugas dengan manusia.

72 | L e a d e r s h i p
DAFTAR PUSTAKA

 (Komaruddin Sastradipoera, dalam Jurnal Manajerial Volume 2 Nomor 3


(2003:2))
 The person who exerts such influence is a leader (Gareth R.Jones et al.
2000:463)
 Sumber: Fred Luthans, Organizational Behavior, 3 rd edt., 1981
 Jack K, Smith A. (2007). Promoting SelftAwarenee in Nurses to Improve
Nursing Practice. Nursing Standard. 21: 47- 52.
 Butts (2007). Ethics in Professional Nursing Practice.http://samples.jbpub.com/
978 1449649005/22183_CH03_Pass4.pdf.
 Suyanto. (2009). Mengenal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan di
Rumah Sakit. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.
 Longh, A., Fagan, P.L., Fenner, J.A. dan Kidd, L. (2015). A Practical Guide to
SelfManagement Support. London: The Health Foundation.
 Simon. (2014). Clinical Leadership:The Role of Clinicians in eHealth Reform.
Australia: White Paper
 Ferguson, L., Calvert, J., Davie, M., Fallon, M. & Fred, N. (2007). Clinical
Leadership: Using Observations of Care to Fokus Risk Management and
Quality Improvement Activities in the Clinical

73 | L e a d e r s h i p
iii | L e a d e r s h i p

Anda mungkin juga menyukai