A. SIKLUS HIDROLOGI
Siklus Hidrologi adalah proses perputaran dan perubahan bentuk air di bumi yang
dapat berupa zat cair, zat padat maupun gas yang terjadi secara berulang-ulang. Atau
dapat didefinisikan seperti gerakan air laut ke udara/atmosfer yang kemudian jatuh ke
permukaan tanah sebagai hujan atau bentuk presipitasi lain dimana air tersebut
berkumpul dalam aliran-aliran dan akhirnya mengalir ke laut lagi.
Meskipun konsep daur hidrologi itu telah disederhanakan, namun masih dapat
membantu memberikan gambaran mengenai proses-proses penting dalam daur
tersebut yang harus dimengerti oleh ahli hidrologi.
Precipitation
Evaporation
Evaporation Evapo-
transpiration
Soil
moisture
Extraction
Aquifer
Salt Water Intrusion Precipitation
Evaporation/ET
Soil moisture Surface Water
Infiltration (Art) Return flow Groundwater
Extraction Treated Aquifer
water intrusion
Ada 4 (empat) macam proses dalam siklus hidrologi yang harus dipelajari oleh
para hidrologian teknisi bangunan air, yaitu:
Presipitasi
Evaporasi
Infiltrasi
Limpasan Permukaan (Surface Run-off) dan Limpasan Tanah (Sub-surface Run-
off)
B. PRESIPITASI
Presipitasi adalah nama umum dari uap yang mengkodensasi dan jatuh ke tanah
dalam rangkaian proses daur hidrologi baik berupa hujan, salju, hujan es, maupun
bentuk –bentuk lainnya. Atau arti lainnya adalah kondisi dimana air yang terdapat di
udara baik dalam bentuk gas atau uap air bahkan dalam bentuk awan, akan mengalami
suatu keadaan jenuh atau kondensasi, sehingga berubah berbentuk hujan, salju, embun
di pagi hari, atau kabut.Pesipitasi juga terjadi karena adanya tabrakan antar butir-butir
uap air akibat desakan angin. Prestipitasi dapat berupa hujan atau salju yang jatuh
kepermukaan tanah kemudian membentuk limpasan yang mengalir ke laut.
Presipitasi yang ada di bumi ini berupa :
Hujan, merupakan bentuk yang paling penting.
Jika kita membicarakan data hujan, ada 5 buah unsur yang harus ditinjau,
yaitu:
Intensitas (i), adalah laju curah hujan = tinggi air per satuan waktu,
misalnya mm/menit, mm/jam, mm/hari.
Lama waktu atau durasi(t), adalah lamanya curah hujan terjadi dalam
menit atau jam.
Tinggi hujan (d), adalah banyaknya atau jumlah hujan yang
dinyatakan dalam ketebalan air di atas permukaan datar, dalam mm.
Frekuensi, adalah frekuensi kejadian terjadinya hujan, biasanya
dinyatakan dengan waktu ulang (return period) T, misalnya sekali
dalam T tahun.
Luas, adalah luas geografis curah hujan A, dalam km2
Hubungan antara intensitas, durasi dan tinggi hujan dinyatakan sebagai
berikut.
t t
d idt i.t
0 0
d
i
t
Pada saat yang sama terjadi pula perubahan molekul air dari bentuk gas ke
bentuk zat cair yang disebut dengan pengembunan (condensation). Sehingga
sebenarnya laju penguapan adalah laju neto, yaitu selisih antara laju evaporasi
dikurangi laju kondensasi.
Besarnya faktor meteorologi yang mempengaruhi besarnya evaporasi adalah
yang tersebut di bawah ini, yaitu :
o Radiasi Matahari
Evaporasi merupakan konversi air ke dalam uap air. Proses ini terjadi
hampir tanpa henti di siang hari dan kadang malam hari. Perubahan dari
keadaan cair menjadi gas memerlukan input energi yang berupa panas latent
untuk evaporasi. Proses tersebut akan sangat aktif jika ada penyinaran
langsung dari matahari. Awan merupakan penghalang radiasi matahari dan
akan mengurangi input energi, jadi akan menghambat proses evaporasi.
o Angin
Jika air menguap ke atmosfer maka lapisan batas antara tanah dengan
udara menjadi jenuh oleh uap air sehingga proses evaporasi berhenti. Agar
proses tersebut dapat berjalan terus maka lapisan jenuh harus diganti dengan
udara kering. Pergantian itu dapat dimungkinkan hanya ada angin, jadi
kecepatan angin memegang peranan dalam proses evaporasi.
o Kelembaban Relatif
Kelembaban relatif udara juga mempengaruhi proses evaporasi. Jika
kelembaban relatif ini naik, kemampuannya untuk menyerap uap air akan
berkurang sehingga laju evaporasinya akan menurun. Penggantian lapisan
udara pada batas tanah dan udara dengan udara yang mempunyai
kelembaban relatif sama tidak akan menolong untuk memperbesar laju
evaporasi. Hal ini hanya dimungkinkan jika diganti dengan udara yang lebih
kering.
o Suhu
Seperti yang disebutkan di atas bahwa suhu input energi sangat
diperlukan agar evaporasi dapat berjalan terus. Jika suhu udara dan tanah
cukup tinggi, proses evaporasi akan berjalan lebih cepat dibandingkan jika
suhu udara dan tanah rendah, karena adanya energi panas yang tersedia.
Karena kemampuan udara untuk menyerap uap air akan naik jika suhunya
naik, maka suhu udara mempunyai efek ganda terhadap besarnya evaporasi,
sedangkan suhu tanah dan air mempunyai efek tunggal.
Proses penguapan sebenarnya terdiri dari dua kejadian yang berkelanjutan,
yaitu (Wieringa, 1978 dalam Sri Harto, 1991):
o Interface Evaporation, yaitu proses transformasi dari air menjadi uap air di
permukaan yang tergantung dari besarnya tenaga yang tersimpan.
o Vertical Vapor Transfer, yaitu pemindahan (removal) lapisan udara yang
kenyang uap air dari “interface” sehingga proses penguapan berjalan terus.
Transfer ini dipengaruhi oleh kecepatan angin, stabilitas topografi, dan iklim
lokal di sekitarnya.
Atmometer Livingstone
Atmometer ini berupa bola porselin berpori
yang diisi dengan air, untuk memberikan
permukaan evaporasi.Bola tersebut dapat
diberi warna putih atau hitam.Perbedaan
evaporasi antara bola putih dan bola hitam
dikorelasikan dengan radiasi sinar matahari.
Atmometer Black Bellani
Atmometer ini terbuat dari porselin yang mempunyai permukaan datar
berpori dan berwarna hitam, berdiameter 7,5 cm. Permukaannya
dihadapkan ke angkasa dalam posisi horisontal.Pembacaan yang
didapatkan dari atmometer Black Bellani merupakan evaporasi laten
yang dinyatakan dalam cm3 kehilangan air per hari atau dalam mm/hari.
Karena kondisi permukaannya sangat berbeda dengan permukaan air
bebas atau permukaan tanah yang ditutup oleh tanaman, maka angka-
angka yang diperoleh dari alat ini hanya dapat dipakai untuk maksud-
maksud korelasi.
E = P + I ± U – O ± ΔS
E : evapotranspirasi
P : curah hujan
I : aliran permukaan masuk
U : aliran air tanah masuk/keluar
O : aliran permukaan yang keluar
ΔS : perubahanpenampungan
A B
Pada Gambar A di atas akan menghasilkan daya infiltrasi yang besar, tetapi
daya perkolasinya kecil, karena lapisan atasnya terdiri dari lapisan kerikil yang
mempunyai permeabilitas tinggi dan lapisan bawahnya terdiri dari lapisan tanah
liat yang relatif kedap air. Demikian juga sebaliknya pada Gambar B akan
menghasilkan daya infiltrasi yang kecil, tetapi daya perkolasinya besar, karena
lapisan atasnya terdiri dari lapisan kedap air dan lapisan bawahnya tiris.
Saturation Zone Transition
adanya zona-zona infiltrasi. Zona
Zone
infiltrasi dapat dilihat pada gambar
disamping.
Transmission Zone
Wetting
depth
Infiltrasi mempunyai arti penting terhadap:
o Proses Limpasan
Daya infiltrasi menentukan besarnya air hujan yang dapat diserap ke
dalam tanah. Sekali air hujan tersebut masuk ke dalam tanah ia dapat
diuapkan kembali atau mengalir sebagai air tanah. Aliran air tanah sangat
lambat .Makin besar daya infiltrasi, maka perbedaan antara intensitas
curah dengan daya infiltrasi menjadi makin kecil. Akibatnya limpasan
permukaannya makin kecil sehingga debit puncaknya juga akan lebih
kecil.
o Pengisian Lengas Tanah (Soil Moisture) dan Air Tanah
Pengisian lengas tanah dan air tanah adalah penting untuk tujuan
pertanian.Akar tanaman menembus daerah tidak jenuh dan menyerap air
yang diperlukan untuk evapotranspirasi dari daerahtidak jenuh
tadi.Pengisian kembali lengas tanah sama dengan selisih antara infiltrasi
dan perkolasi (jika ada). Pada permukaan air tanah yang dangkal dalam
lapisan tanah yang berbutir tidak begitu kasar, pengisian kembali lengas
tanah ini dapat pula diperoleh dari kenaikan kapiler air tanah.
Air Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah air yang mengalir pada suatu kawasan
yang dibatasi oleh titik-titik tinggi di mana air tersebut berasal dari air hujan yang
jatuh dan terkumpul dalam sistem tersebut. Batas wilayah DAS diukur dengan cara
menghubungkan titik-titik tertinggi di antara wilayah aliran sungai yang satu dengan
yang lain.
Untuk mengukur serta menghitung daerah aliran sungai (DAS), terdapat beberapa
cara dan metode yang bisa digunakan. Keakuratan dari hasil pengukuran ini
dipengaruhi oleh metode yang digunakan, dimana setiap metode tentu mempunyai
nilai positif ataupun negatif dibandingkan dengan yang lainnya.
5) Planimeter
Metode ini merupakan metode pengukuran luas dengan menggunakan alat planimeter.
Daerah yang diukur harus merupakan polygon atau area tertutup.
Cara pengukuran luas sebagai berikut:
Kaca pengamat planimeter diletakkan pda titik awal area yang akan diukur luasnya.
Kemudian alat pengamat digerakkan searah jarum jam mengikuti batas areal yang
diukur sampai alat pengamat kembali ke titik awal.
Luas area atau daerah yang akan dihitung langsung dapat dibaca pada planimeter
Batas DAS ditentukan berdasarkan peta kontur. Batas DAS yang dimaksud adalah
batas DAS secara topografik (Topographic Drainase Boundary) (Seyhan, 1979).
Sungai bawah tanah adalah aliran air yang mempunyai alur mengikuti rongga-
rongga yang berhubungan dengan struktur gua atau antiklin. Pada umumnya sungai ini
terdapat di daerah pegunungan kapur.
Air kapiler adalah air yang masuk ke adalam tanah melalui pori-pori batuan tanpa
kandungan udara. Sedangkan geiser adalah aliran atau semburan air panas yang berasal
dari sumber panas di gunung berapi. Geiser memancar keluar akibat tekanan yang
dihasilkan oleh panas bumi.
Air tanah merupakan salah satu sumber daya air Selain air sungai dan air hujan,
air tanah juga mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam menjaga
keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk kepentingan rumah tangga
(domestik) maupun untuk kepentingan industri. Dibeberapa daerah, ketergantungan
pasokan air bersih dan air tanah telah mencapai ± 70%
H. LENGKUNG MASSA DAN LENGKUNG PENGOSONGAN
1) Lengkung Massa
Lengkung Massa adalah penyajian grafis suatu aliran kumulatif atau
volume air dari t = 0 sampai t = t sebagai fungsi waktu. Debit sungai berubah-
ubah menurut waktu. Angka sekian m3/detik menunjukkan debit sesaat pada
suatu pos pengukuran debit. Hidrograf adalah penyajian secara grafis variasi
debit menurut waktu. Dari hidrograf tersebut kita dapat mengetahui berapa
besar volume air yang melewati pos pengukur debit dalam suatu waktu
tertentu.
Lengkung massa yang paling sederhana didapat dari suatu debit konstan
Q0 selama selang waktu T. Volume air yang terkumpul selama waktu
tersebut sama dengan Q0T (m3).
Secara umum:
t t
V =∫ Qdt V =∫ Qo dt
0 dan Q = dV/dt.Jika Q = Q0 = konstan, maka 0 =
Q0t.
untuk t = T, makanya volume totalnya QoT.
Jika variasi debit berbentuk segitiga, lengkung massanya berbentuk huruf S
dengan dua buah segmen parabolis. Volume selam T adalah sebagai berikut :
V = 1/2 Qmaks T
Garis singgung terhadap lengkung V di A’ dan C’ pada gambar di bawah
ini, horizontal karena pada saat itu debitnya sama dengan nol.
Qmaks
Q Debit rata - rata
Qmaks =tg α m
V Qrata-rata=tg
α r
B’
A
T
½T ½T
Dalam penggunaan lengkung massa residual lebih menghemat kertas
dan mudah penggambarannya dibandingkan dengan lengkung massa biasa.
Lengkung massa dapat digunakan untuk menentukan kapasitas waduk
yang diperlukan untuk memenuhi fungsi tertentu berdasarkan seperangkat
syarat/kondisi tertentu. Meskipun pada dewasa ini telah diciptakan cara-cara
yang lebih baik, tetapi cara lengkung massa ini masih banyak dipakai sebagai
pendekatan pertama.
2) Lengkung Pengosongan
Lengkung pengosongan adalah hidrograf sungai yang terjadi selama
waktu tidak ada hujan, dimana debitnya didapat dari aliran (outflow) air tanah
lewat akuifer.Aliran semacam ini disebut aliran dasar.Lengkung pengosongan
ini digunakan untuk memperkirakan aliran dasar, jika diketahui debit pada t =
0 maka dapat diperkirakan besarnya debit pada saat t = 10, 20, 30, hari
pada saat tidak hujan. Selain itu lengkung pengosongan juga dapat digunakan
dalam analisa hidrograf banjir, untuk menentukan berapa bagian dari
limpasan total yang berasal dari limpasan air tanah. Lengkung pengosongan
merupakan suatu penghubung antara limpasan permukaan dan air tanah,
memberikan informasi terhadap pengisian (recharge) dan karakteristik
akuifer.Lengkung pengosongan juga merupakan aliran keluar air tanah.
Proses ini diuraikan dengan teori aliran air tanah tidak lunak (non steady
flow).Model yang sederhana untuk menghitung aliran ke luar air tanah
dibentuk oleh akwifer bebas (unconfined aquifer) dengan lebar l yang
berbatasan dengan air bebas (open water) dikedua sisinya dengan elevasi
yang konstan.
Jika tidak ada pengisian, permukaan air tanah yang semula tinggi lambat
laun akan menurun.
Pada pendekatan pertama Q dianggap merupakan fungsi eksponensial
yang menurun menurut waktu dengan rumus sebagai berikut.
Q=Q 0⋅e−αt
= parameter geoteknik yang besarnya tergantung dari ukuran dan
karakteristik akuifer.
dimana: kD = trasmivitas akuifer
kD
l 2
= porositas efektif mempunyai dimensi [ T-1 ]
Qo = debit keluar pada t = 0
Ada hubungannya antara debit pada saat t = t dengan volume air yang
tertampung di atas streambed level, sebesar V.
Volume tersebut sama dengan debit selama waktu antara t = t sampai t
= jika berdimensi hari-1 maka Qt harus dinyatakan dalam m3/detik.
I. PENELUSURAN BANJIR
Penelusuran banjir adalah merupakan prakiraan hidrograf di suatu titik pada
suatu aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan hidrograf di titik
lain. Hidrograf banjir dapat ditelusuri lewat palung sungai atau lewat waduk.
Tujuan penelusuran banjir adalah untuk:
Perkiraan banjir jangka pendek
Perhitungan hidrograf satuan untuk berbagai titik sepanjang sungai dari
hidrograf satuan di suatu titik di sugai tersebut.
Prakiraan terhadap kelakuan sungai setelah terjadi perubahan dalam palung
sungai (misalnya karena adanya pembangunan bendungan atau pembuatan
tanggul)
Derivasi hidrograf sintetik
Pada dasarnya penelusuran banjir lewat palung sungai merupakan aliran tidak
lunak (non steady flow), maka dapat dicari penyelesaiannya. Karena pengaruh
gesekan tidak dapat diabaikan, maka penyelesaian persamaan dasar alirannya akan
sangat sulit. Dengan menggunakan karakteristik atau finite differenceakan dapat
diperoleh penyelesaian yang memadai, tetapi masih memerlukan usaha yang sangat
besar.
Cara penelusuran banjir lewat palung sungai yang akan diuraikan, pertama-
tama adalah yang tidak didasarkan atas hukum-hukum hidrolika, sedangkan yang
kedua merupakan penyelesaian yang didasarkan atas hukum-hukum hidrolika. Pada
cara pertama, yang ditinjau hanyalah hukum-hukum kontinuitas, sedangkan
persamaan keduanya didapatkan secara empiric dari pengamatan banjir. Oleh
karena berlakunya cara ini sangat terbatas maka harus diperiksa untuk setiap kasus
khusus.
Pada cara kedua, merupakan aliran tidak lunak yang berubahsecara ruang
(spatially varied unsteady flow), yang penelusurannya dilaksanakan secara simultan
dari ekspresi-ekspresi kontinuitas dan momentum. Penelusuran lewat waduk, yang
penampungnya merupakan fungsi langsung dari aliran keluar (outflow), cara
penyelesaiannya dapat ditempuh dengan cara yang lebih eksak.
Cara Penelusuran Banjir :
a. Penelusuran banjir lewat palung sungai
Cara MUSKINGUM
Cara ini hanya berlaku dalam kondisi sebagai berikut.
Tidak ada anak sungai yang masuk ke dalam bagian memanjang
palung sungai yang ditinjau.
Penambahan dan kehilangan air oleh curah hujan, aliran masuk
atau keluar air tanah dan evaporasi, kesemuanya ini diabaikan.
Persamaan kontinuitas yang umum dipakai dalam penelusuran
banjir adalah sebagai berikut.
dS
I−Q =
dt ..............(1)
(sheet flow) dan dalam simulasi sistem dari daerah pengaliran komposit.
Kerugian utama pendekatan penelusuran hidrolik adalah kebutuhan akan
computer digital berkecepatan tinggi. Secara umum kerugian tersebut
tidaklah parah, selama sebagian besar keperluan akan kecanggihan
penelusuran ini dilakukan dalam hubungannya dengan studi lain yang
memerlukan komputer.
Penelusuran hidrolik dilaksanakan dari penyelesaian simultan
terhadap ekspresi-ekspresi kontinuitas dan momentum.Bentuk umum
statement-statementnya dinamakan persamaan tidak lunak yang berubah
secara ruang (spatially varied unsteady flow equation), persamaan
tersebut dapat diterapkan pada over land flow atau aliran lempeng (sheet
flow) dengan memasukkan curah hujan secara lateral.Persamaan-
persamaan tersebut dapat disederhanakan dan digunakan untuk
memecahkan masalah-masalah penelusuran lewat palung sungai.
Grafik 3
Grafik 2
α v2
h+
H = tinggi energi di atas ambang bangunan pelimpah = 2g
h = tinggi air di atas ambang bangunan pelimpah (m)
α = koefisien pembagian kecepatan arus
v = kecepatan rata-rata arus di depan ambang bangunan pelimpah
(m/s)
g= percepatan gravitasi (= 9,81 m/detik²)
Pada umumnya kecepatan air waduk di depan ambnag bangunan
pelimpah sangat kecil, sehingga dapat diabaikan. Oleh karenanya dapat
dianggap bahwa H=h.
Dengan demikian dapat dibuat lengkung debit (rating curve)
bangunan pelimpah seperti terlihat pada Grafik 4.
Grafik 4
v2 L v2 v2 v2 v2
H = fe +f + fc + fb + f0
2g D 2g 2g 2g 2g
(1) (2 ) (3 ) (4 ) (5 )
2
L v
(
= f e +f + f c +f b + f 0
D )2g
v2
Jadi :
=Σ f ( )
2g ..........
(13)
Keterangan :
(1) = kehilangan energi pada saat masuk inlet (m), v adalah
kecepatan air dalam terowongan (m/detik), feadalah
koefisien kehilangan energi yang besarnya tergantung pada
bentuk inlet.
(2) = kehilangan energi akibat adanya gesekan (m), dengan:
f = koefisien gesekan, yang dapat dihitung dengan rumus
Darcy - Weisbach atau Poligon Thiessen
L = Panjang terowongan (m)
D = diameter terowongan (m)
(3) = kehilangan energi akibat adanya perubahan penampang di
dalam terowongan (m), fc adalah koefisien kehilangan energi
karena adanya perubahan penampang.
(4) = kehilangan energi akibat adanya belokan (m), fb adalah
koefisien kehilangan energi akibat adanya belokan, yang
besarnya dipengaruhi oleh sudut belokan dan jari-jari
belokan.
(5) = kehilangan energi pada saat keluar dari outlet (m), f0 adalah
koefisien energi yang besarnya tergantung pada bentuk
outlet.
Dari rumus (13) didapat :
2gH 2gH
v=
√ Σf dan
Q= A
Σf
Gambar A