‘’ASEPTIC DISPENSING’’
Kelompok 5 :
FAKULTAS FARMASI
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun maksud dari
penulisan makalah ini adalah sebagai tugas yang diberikan oleh dosen dan untuk
menambah pengetahuan kami tentang Aseptic Dispensing.
Semoga makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah ini di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................3
1.2 Perumusan Masalah.......................................................................................................3
1.3 Tujuan............................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................5
2.1 Aseptic Dispensing........................................................................................................5
2.2 Persyaratan Umum Aseptic Dispensing........................................................................5
2.2.1 Sumber Daya Manusia............................................................................................5
2.2.2 Ruangan dan Peralatan............................................................................................6
2.3 Teknik Aseptis..............................................................................................................10
2.4 Kegiatan Aseptic Dispensing.......................................................................................11
2.4.1 Pencampuran Sediaan Parenteral...........................................................................11
2.4.1.1 Kegiatan Pencampuran.....................................................................................13
2.4.1.2 Stabilitas Produk IV Admixture.......................................................................13
2.4.2 Nutrisi Parenteral/Total Parenteral Nutrition (TPN)..............................................14
2.4.2.1 Komponen Nutrisi Parenteral...........................................................................15
2.4.2.2 Perkiraan Kebutuhan Nutrisi Pada Orang Dewasa...........................................17
2.4.2.3 Nutrisi Parenteral Pada Pediatri.......................................................................18
2.4.2.4 Penyiapan Nutrisi Parenteral............................................................................21
2.4.2.5 Pemberian Nutrisi Parenteral............................................................................22
2.4.2.6 Penyimpanan Nutrisi Parenteral.......................................................................23
2.4.3 Penyiapan Obat Sitostatika.....................................................................................23
2.5 Evaluasi Pencampuran Produk Aseptis........................................................................27
BAB III KESIMPULAN........................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................31
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
2. Apa saja kegiatan asepting dispensing dan bagaimana cara melakukannya
kegiatan tersebut?
3. Apa saja persyaratan dalam melakukan aseptic dispensing?
4. Apa yang harus diperhatikan dalam melakukan aseptic dispensing?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan kegiatan hingga penanganan dari dispensing
sediaan steril (Aseptic Dispensing)
2. Mengetahui perbedaan masing-masing kegiatan dalam aseptic dispensing
3. Mengetahui hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan Aseptic
Dispensing
4. Mengetahui cara melakukan kegiatan Aseptic Dispensing
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
2) Tenaga Kefarmasian (D3 Farmasi)
Tenaga Kefarmasian membantu apoteker dalam melakukan pencampuran
sediaan steril. Petugas yang melakukan pencampuran sediaan steril harus sehat
dan khusus untuk penanganan sediaan sitostatika petugas tidak sedang
merencanakan kehamilan, tidak hamil maupun menyusui (Kemenkes RI,
2009).
6
Ruang persiapan
Ruangan yang digunakan untuk administrasi dan penyiapan alat
kesehatan dan bahan obat (etiket, pelabelan, penghitungan dosis dan
volume cairan).
Ruang cuci tangan dan ruang ganti pakaian
Sebelum masuk ke ruang antara, petugas harus mencuci tangan,
ganti pakaian kerja dan memakai alat pelindung diri (APD).
Ruang antara (ante room)
Petugas yang akan masuk ke ruang steril melalui suatu ruang antara
Ruang steril (clean room)
Ruangan steril harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Jumlah partikel berukuran 0,5 mikron tidak lebih dari 350.000
partikel
2. Jumlah jasad renik tidak lebih dari 100 per meter kubik udara.
3. Tekanan udara didalam ruang bersih adalah 15 pascal,
sedangkan tekanan udara dalam ruan penyiapan, ganti pakaian
dan antara harus 45 pascal lebih tinggi dari tekanan udara luar.
4. Suhu 18 – 22°C
5. Kelembaban 35 – 50%
6. Di lengkapi High Efficiency Particulate Air (HEPA) Filter
7. Tekanan udara di dalam ruang lebih positif dari pada tekanan
udara di luar ruangan
8. Pass box adalah tempat masuk dan keluarnya alat kesehatan dan
bahan obat sebelum dan sesudah dilakukan pencampuran. Pass
box ini terletak di antara ruang persiapan dan ruang steril
7
Gambar 2. Pass box
2) Peralatan
Peralatan yang harus dimiliki untuk melakukan pencampuran sediaan steril
meliputi:
a. Alat Pelindung Diri (APD)
Baju Pelindung
Baju pelindung pada kegiatan sediaan sitostatika berbeda dengan
IV admixture dan TPN
8
APD pada Kegiatan Sediaan Sitostatika terdiri dari baju pelindung,
masker disposible, pelindung kepala, sarung tangan, sepatu boot dan
kacamata pelindung.
Sarung Tangan
Sarung tangan yang dipilih harus memiliki permeabilitas minimal
sehingga dapat memaksimalkan perlindungan bagi petugas dan cukup
panjang untuk menutupi pergelangan. Sarung tangan terbuat dari latex
dan tidak berbedak (powder free). Khusus untuk penanganan sediaan
sitostatika harus menggunakan 2 lapis.
Kacamata Pelindung
Hanya digunakan untuk penanganan sitostatika
Masker disposable
9
Menjaga aliran udara yang konstan diluar lingkungan
Mencegah masuknya kontaminan ke dalam LAF
10
2.4 Kegiatan Aseptic Dispensing
Kegiatan aseptic dispensing meliputi Pencampuran Sediaan Parenteral,
Nutrisi Parenteral / Total Parenteral Nutrition (TPN) dan Penyiapan Obat
Sitostatika.
2.4.1 Pencampuran Sediaan Parenteral
Obat-obatan melalui rute intravena dapat diberikan secara tersendiri
(dalam bentuk obat tunggal) ataupun bentuk IV Admixture. IV Admixture adalah
suatu larutan steril yang dimaksudkan untuk penggunaan parenteral (diberikan
melalui intravena) yang dibuat dengan cara mencampurkan satu atau lebih produk
parenteral ke dalam satu wadah. Pada saat ini program IV Admixture semakin
banyak digunakan.
Beberapa keuntungan yang diperoleh melalui pemberian obat dengan cara
IV Admixture ialah:
a. Lebih praktis karena larutan infus yang telah dicampur obat dapat
sekaligus berfungsi ganda, yaitu larutan infus sebagai pemelihara
keseimbangan cairan tubuh dan obat yang berada di dalamnya dapat
berfungsi mempertahankan kadar terapeutik obat dalam darah
b. Pada pemberian banyak obat (multiple drugs therapy), cara ini merupakan
alternatif yang paling baik mengingat terbatasnya pembuluh vena yang
tersedia sehingga lebih convenience (nyaman) bagi penderita
Namun, perlu diperhatikan bahwa pemberian obat melalui cara ini apabila
dilakukan secara sembarangan dapat menimbulkan beberapa kerugian. Kerugian
yang dimaksud berkaitan dengan pemberian obat secara intravena pada umumnya
ataupun problem-problem yang dapat timbul akibat pencampuran yang dilakukan
secara sembarangan.
11
e. Pirogen
f. Ekstravasasi
12
Timbulnya partikel halus juga dapat menyebabkan thrombophlebitis pada
penderita.
b. Inkompatibilitas Farmakologi
Inkompatibilitas farmakologi dapat terjadi akibat interaksi antarobat atau
interaksi obat dengan penyakit yang diderita pasien. Adanya interaksi
farmakologi dapat mengakibatkan efek obat meningkat sehingga terjadi
toksisitas, atau menurunkan efek obat sehingga pengobatan menjadi
subterapeutik.
c. Problem Sterilitas
Pencampuran bahan obat ke dalam larutan infus yang tidak menggunakan
cara-cara aseptik dapat menyebabkan masuknya mikroorganisme ke dalam
sediaan.
d. Adanya partikel dalam sediaan parenteral
e. Partikel dapat berasal dari tutup karet vial, pecahan kaca pada
saatmematahkan ampul, rambut, atau kain petugas
13
d. Pedoman yang diperlukan untuk menyiapkan produk parenteral (prosedur-
prosedur tetap yang berkaitan dengan penyiapan IV Admixture) harus
diuraikan dengan jelas dalam kebijakan yang dibuat oleh farmasis. Selain
itu, informasi yang lengkap mengenai pelabelan, penyimpanan, dan waktu
kadaluwarsa sediaan juga harus tersedia di unit farmasi.
14
c. Larutan dengan osmolaritas > 900 mOsm/l
d. Konsentrasi dekstrosa maksimal 30%
2. Vena Perifer
a. Ujung kateter tetap berada dalam vena perifer
b. Digunakan untuk penggunaan jangka pendek (maksimal 2 minggu)
c. Larutan kurang dari 900 mOsm/l
d. Konsentrasi dekstrosa maksimal 12.5%
Salah satu metode umum untuk memulai terapi ialah dengan menyediakan
setengah dari volume dan nutrient yang diharapkan pada hari pertama, kemudian
ditingkatkan untuk memenuhi target hari selanjutnya. Metode umum kedua ialah
menyediakan volume target TPN dengan nutrien sekitar 50% dari total target hari
pertama. Emulsi lipid harus diberikan sebagai infus terpisah, paling tidak pada
hari pertama. Pemberian hari selanjutnya ialah untuk memenuhi jumlah nutrien
yang ditargetkan.
15
proses mental, dan fungsi imunologi tubuh. Satu gram protein akan
memberikan kalori sebesar 4 kkal, konsentrasi akhir asam amino dalam TPN
berkisar 2,4 – 7,5%.
c. Lemak (lipid)
Merupakan sumber energi tertinggi, digunakan untuk struktur sel dan
jaringan. Lemak juga dapat menurunkan osmolaritas larutan parenteral dan
meminimalkan volume TPN. Penggunakan lemak pada orang dewasa tidak
boleh lebih dari 2,5 g/kg/hari, sedangkan pada bayi tidak boleh lebih dari 4
g/kg/hari.
d. Air
Biasanya digunakan Aqua Pi (water for injection), ditambahkan untuk
mendapatkan konsentrasi dan volume akhir nutrisi parenteral.
16
2.4.2.2 Perkiraan Kebutuhan Nutrisi Pada Orang Dewasa
1. Perhitungan BEE (Basal Energy Expenditure)
a. Menurut Milfin St. Jeor (MSJ):
Laki-laki = 10 × BB (kg) + 6,25 × tinggi (cm) – 5 × umur (tahun) + 5
Perempuan= 10 × BB (kg) + 6,25 × tinggi (cm) – 5 × umur (tahun) –
161
17
b. Infeksi dengan peningkatan suhu: 1,2 – 1,3
c. Trauma cedera otak: HBE × 1,4
d. Multiple trauma: HBE × 1,4 – 1,6
e. Koma fenobarbital: HBE × 1 – 1,2
f. Stroke: HBE × 1 – 1,2
g. Pneumonia: HBE × 1,2 – 1,3
h. Blokade neuromuscular: HBE × 1
4. Pada pasien kritis yang mengalami obesitas, direkomendasikan nutrisi
parenteral yang berkalori rendah
BMI 30-35 : 22 – 25 kkal/kg × BB ideal
BMI > 35 : target nutrisi parenteral tidak lebih dari 60-70% dari
kebutuhan energi 11 – 14 kkal/kg × BB sesungguhnya atau 22 – 25
kkal/kg × BB ideal
5. Perkiraan kebutuhan pasien
a. Maintenance, tidak stress: 0,8 – 1 g/kg
b. Stres ringan: 1 – 1,2 g/kg
c. Anabolisme, stress sedang: 1,2 – 1,5 g/kg
d. Infeksi, major surgery, kanker: 1,3 – 1,6 g/kg
e. Multiple trauma atau trauma otak: 1,4 – 1,6 g/kg
f. Trauma besar dengan trauma otak, terbakar: 1,5 – 2 g/kg
g. Terbakar: 2 – 3 g/kg
h. Pada pasien yang obesitas (BMI > 30), protein disiapkan dalam range:
1,5 – 2 g/kg
6. Perkiraan kebutuhan lemak: 25 – 30% dari total kebuthan kalori/hari,
maksimum 55% dari kebutuhan kalori. Pada pasien dengan kondisi
hiperglikemia, lemak dapat ditingkatkan untuk menurunkan kebutuhan
glukosa.
18
c. 2 ml/kg/jam pada hari pertama
d. 3 ml/kg/jam pada hari kedua
e. 4 ml/kg/jam pada hari ketiga sampai 12 bulan
2) Kebutuhan energi:
a. Kebutuhan energi paada pemberian nutrisi parenteral: 10% - 15% lebih
rendah daripada nutrisi enteral
b. Pedoman umum untuk distribusi kalori: protein 10% - 15%,
karbohidrat 45% - 60% dan lemak 25% - 40%
c. Rasio kalori nonprotein: N ialah 150 – 300 : 1
Usia Kkal/kg/hari
2-4 tahun 95
4-7 tahun 85
7-10 tahun 70
10.13ahun 50
19
b) Anak 8-10 tahun
Laki-laki : BMR = 17,5 × BB / 651
Perempuan : BMR = 12,2 × BB / 746
4) Faktor koreksi:
a. Normal: 1,25
b. Bed rest: 1,15
c. Pemakaian ventilator: 1,10
d. Stres ringan: 1,30
e. Stres sedang: 1,50
f. Stres berat: 2,00
5) Faktor aktivitas:
a. Terbaring ditempat tidur dan tidak bergerak +10%
b. Terbaring ditempat tidur dan bergerak atau dapat duduk +15 sampai
20%
c. Bergerak diruangan +25%
20
c. 2-13 tahun: 1,5 – 2 g/kg/hari
d. 13-18 tahun: 1 – 1,5 g/kg/hari
7) Elektrolit dan mineral
a. Na: 2-4 mmol/kg/hari
b. K: 2-4 mmol/kg/hari
c. Mg: 0,5-1 mmol/kg/hari
d. Ca: 0,5-1 mmol/kg/hari
e. Fosfat: 0,5-1 mmol/kg/hari
f. Tujuan pemberiannya untuk keseimbangan asam basa
21
2.4.2.5 Pemberian Nutrisi Parenteral
Problem-problem yang timbul dalam pemberian nutrisi parenteral akibat
dari rute intravena seperti problem sterilitas, resiko pendarahan, thrombophlebitis,
dan lain sebagainya. Selain itu, terdapat pula problem yang berkaitan dengan
sejumlah nutrisi parenteral yang diterima oleh pasien. Jumlah nutrisi yang
diterima oleh pasien haruslah dalam jumlah yang tepat dan seimbang.
Tidak direkomendasikan menambahkan obat kedalam nutrisi parenteral
karena dapat terjadi ketidakstabilan emulsi lemak dan selain kemungkinan timbul
pengendapan, efek terapi obat juga kemungkinan dapat berubah.
22
3 GI malabsorpsi
Mg Gagal ginjal
parathyroid
4 Dekstrosa Hiperglikemia
23
Mutagenik yang berarti menyebabkan mutasi genetik
Teratogenik yang bersifat membahayakan janin
24
1. Tipe A, dengan 30% udara kembali keruangan
2. Tipe B, dengan semua udara keluar area. Tipe B ini lebih aman digunakan
untuk petugas
25
Obat-obat sitostatika dapa menyebabkan iritasi dan kerusakan jaringan bila
terjadi kontak langsung dengan kulit atau mata. Apabila hal ini terjadi maka
tindakna pengobatan harus segera diberikan pada petugas tersebut. Biasanya
unit farmasi telah membuat prosedur berisi tindakan yangharus dilakukan
pertama kali apabila terjadi hal-hal seperti ini.
e. Penanganan limbah
Limbah obat berbahaya harus ditangani secara khusus, dikemas dalam
wadah yang terpisah, dan diberi label tanda khusus. Petugas yang membawa
wadah berisi limbah obat berbahaya harus menggunakan sarung tangan untuk
mencegah terjadinya kontak langsung obat berbahaya pada petugas tersebut.
Limbah obat sitostatika dapat dimusnahkan dengan incenerator bersuhu tinggi
> 1000℃ atau beberapa obat tertentu dimusnahkan dengan penambahan suatu
bahan kimia tertentu. Termasuk limbah obat berbahaya ialah sisa obat yang
tidak terpakai, kemasan obat, spuit, jarum,infus set, vial, ampul, dan lain-lain.
26
2.5 Evaluasi Pencampuran Produk Aseptis
Evaluasi terhadap produk hasil pencampuran sediaan parentral bertujuan
untuk menjamin mutu dan keamanan produk pada pasien. Terdapat dua istilah
yang berkaitan dengan evaluasi produk, yaitu QC (quality control) dan QA
(quality assurance). QC dan QA mempunyai makna yang berbeda. Quality
control lebih mengarah pada evaluasi bahan baku, komponen kemasan dan produk
akhir, sedangkan quality assurance (jaminan mutu) merupakan istilah yang lebih
luas karena tidak hanya mencangkup QC, tetapi juga meliputi penulisan SOP
(Standard Operating Procedure), training petugas, dokumentasi, fasilitas dan
lain-lain.
27
penyebab kontaminasi, perhitungan yang diperlukan dalam penyiapan produk
parentral.
c. Penyimpanan
Larutan, obat-obatan dan alat kesehatan steril yang digunakan dalam
penyiapan produk parentral harus disimpan pada tempat khusus sesuai
petunjuk dari pabrik pembuatnya. Ruangan tempat penyimpanan harus selalu
dilakukan monitoring terhadap temperatur, cahaya, kelembapan, serta ventilasi.
Apabila menggunakan refrigerator dan freezer sebagai tempat penyimpanan
maka suhu di dalamnya harus selalu diawasi dan dicatat dalam dokumen.
d. Fasilitas dan peralatan
Program jaminan mutu dalam hal fasilitas dan peralatan, misalnya
meliputi:
Kontrol terhadap letak area penyimpanan produk steril, misalnya terpisah
dari kegiatan farmasi lain
Kontrol terhadap kebersihan, pencahayaan pada area kerja dan laminar
airflow
Kontrol kebersihan terhadap ruang penyimpanan obat termasuk freezer
dan refrigerator
e. Pakaian petugas
Termasuk ialah kontrol terhadap kelengkapan dan kebersihan pakaian
petugas serta penyediaan antiseptik kulit bagi petugas untuk keperluan cuci
tangan sebelum dan sesudah melakukan penyiapan produk steril.
f. Teknik aseptik dalam penyiapan produk parentral
g. Proses validasi
Proses validasi adalah suatu prosedur yang memastikan bahwa proses yang
digunakan dalam pencampuran (preparation) produk steril secara konsisten
menghasilkan produk dengan kualitas yang dapat diterima. Pada proses
aseptik, validasi merupakan suatu metode untuk mengevaluasi teknik aseptik
yang dilakukan oleh petugas. Validasi dapat dilakukan melalui proses simulasi.
Di sini petugas melakukan produk steril, kemudian hasil akhir produk steril
tersebut dilakukan inkubasi dan dievaluasi terhadap pertumbuhan bakteri
selama periode tertentu. Jika pada sediaan tidak ditemukan adanya mikroba,
28
berarti petugas tersebut telah melakukan pencampuran dengan teknik aseptik
secara benar. Setiap petugas harus melewati proram validasi terlebih dahulu
sebelum melakukan pencampuran sediaan steril.
h. Waktu kadaluwarsa
Semua produk steril harus mencantumkan waktu kadaluarsa yang
ditetapkan berdasarkan informasi stabilitas larutan dan sterilitas sediaan.
Metode ataupun pustaka yang digunakan sebagai dasar dalam menentukan
waktu kadaluarsa suatu produk harus selalu didokumentasikan.
i. Etiket atau pelabelan
Informasi minimal yang harus tercantum pada setiap label hasil
pencampuran produk steril ialah :
1) Nama pasien
2) Nomor penyiapan produk parentral
3) Nama larutan dan nama obat yang terkandung di dalamnya, termasuk
jumlah obat dan konsentrasi obat
4) Waktu kadaluwarsa
5) Kecepatan dan rute pemberian
6) Petunjuk penyimpanan
7) Petunjuk khusus lainya
8) Tanda tangan atau paraf farmasis
j. Evaluasi produk akhir
Evaluasi produk akhir ialah pemeriksaan akhir yang dilakukan oleh
farmasis sebelum produk meninggalkan unit farmasi. Evaluasi produk akhir
meliputi keutuhan kemasan, adanya inkompabilitas larutan (kekeruhan,
perubahan warna), adanya partikel, dan volume akhir larutan. Beberapa
instansi juga mensyaratkan uji sterilitas terhadap produk akhirnya. Selain itu,
farmasis juga meneliti ketepatan komponen dan jumlahnya pada sediaan
parentral yang disiapkannya.
k. Dokumentasi
Dokumentasi berupa catatan tertulis mengenai :
1) Evaluasi kemampuan dan hasil training petugas dalam menangani produk
steril
29
2) Catatan temperatur pada refrigerator dan freezer
3) Sertifikat kelayakan laminar airflow
4) Catatan mengenai penyiapan produk steril
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kegiatan aseptic dispensing meliputi Pencampuran Sediaan Parenteral,
Nutrisi Parenteral / Total Parenteral Nutrition (TPN) dan Penyiapan Obat
Sitostatika. Kegiatan ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari
masuknya mikroorganisme ataupun partikel kedalam bentuk sediaan tersebut.
Komponen yang diperlukan pada pencampuran sediaan farmasi ialah:
a. Area berupa ruangan yang memenuhi syarat aseptic seperti ruang steril
serta alat laminar air flow
b. Petugas yang meliputi pakaian serta perilaku petugas
c. Peralatan steril
d. Cara-cara kerja aseptic dalam menyiapkan produk
e. Prosedur dan kebijakan yang meliputi pelabelan, penyimpanan, waktu
kadaluwarsa, serta kontrol kualitas produk pencampuran sediaan steril
30
DAFTAR PUSTAKA
31