Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH FARMASI RUMAH SAKIT

‘’ASEPTIC DISPENSING’’

Dosen : apt. Dra. Aziza Nuraini P, MM.

Kelompok 5 :

Davit Muhamad Muslim 20340005

Bagus Suka Nada 20340015

Gita Aprillia 20340025

Laras Haryan Listiawati 20340035

Cheri Fadilah Aulia Dera 20340045

PROGRAM STUDI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun maksud dari
penulisan makalah ini adalah sebagai tugas yang diberikan oleh dosen dan untuk
menambah pengetahuan kami tentang Aseptic Dispensing.

Semoga makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah ini di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.

Jakarta, 27 Agustus 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................3
1.2 Perumusan Masalah.......................................................................................................3
1.3 Tujuan............................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................5
2.1 Aseptic Dispensing........................................................................................................5
2.2 Persyaratan Umum Aseptic Dispensing........................................................................5
2.2.1 Sumber Daya Manusia............................................................................................5
2.2.2 Ruangan dan Peralatan............................................................................................6
2.3 Teknik Aseptis..............................................................................................................10
2.4 Kegiatan Aseptic Dispensing.......................................................................................11
2.4.1 Pencampuran Sediaan Parenteral...........................................................................11
2.4.1.1 Kegiatan Pencampuran.....................................................................................13
2.4.1.2 Stabilitas Produk IV Admixture.......................................................................13
2.4.2 Nutrisi Parenteral/Total Parenteral Nutrition (TPN)..............................................14
2.4.2.1 Komponen Nutrisi Parenteral...........................................................................15
2.4.2.2 Perkiraan Kebutuhan Nutrisi Pada Orang Dewasa...........................................17
2.4.2.3 Nutrisi Parenteral Pada Pediatri.......................................................................18
2.4.2.4 Penyiapan Nutrisi Parenteral............................................................................21
2.4.2.5 Pemberian Nutrisi Parenteral............................................................................22
2.4.2.6 Penyimpanan Nutrisi Parenteral.......................................................................23
2.4.3 Penyiapan Obat Sitostatika.....................................................................................23
2.5 Evaluasi Pencampuran Produk Aseptis........................................................................27
BAB III KESIMPULAN........................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................31

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan perorangan yang


kompleks. Kompleksitas pada rumah sakit muncul karena terdiri dari berbagai
macam pelayanan kesehatan. Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
adalah pemberian pelayanan yang paripurna, yang diwujudkan dengan
penyediaan perbekalan farmasi berkualitas tinggi dan pemberian informasi
penggunaan obat yang jelas. Pelayanan yang paripurna yaitu pelayanan
kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Rumah
sakit melalui instalasi farmasi memberikan pelayanan kefarmasian baik di rawat
jalan, rawat inap maupun gawat darurat (Depkes, 2009).

Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung


jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Dalam
proses memberikan pelayanan kefarmasian, instalasi farmasi berpedoman pada
standar pelayanan yang ditetapkan oleh menteri kesehatan dan melakukan
perubahan dari paradigma yang berorientasi pada obat berkembang menjadi yang
berorientasi pada pasien. Kegiatan yang dilakukan antara lain dispensing sediaan
steril yang bertujuan untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan
melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya
kesalahan pemberian obat. Kegiatan ini terdiri dari pencampuran obat suntik,
penyiapan nutrisi parenteral, dan penanganan sediaan sitostatik (Permenkes,
2016).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan dispensing sediaan steril (Aseptic
Dispensing)?

3
2. Apa saja kegiatan asepting dispensing dan bagaimana cara melakukannya
kegiatan tersebut?
3. Apa saja persyaratan dalam melakukan aseptic dispensing?
4. Apa yang harus diperhatikan dalam melakukan aseptic dispensing?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan kegiatan hingga penanganan dari dispensing
sediaan steril (Aseptic Dispensing)
2. Mengetahui perbedaan masing-masing kegiatan dalam aseptic dispensing
3. Mengetahui hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan Aseptic
Dispensing
4. Mengetahui cara melakukan kegiatan Aseptic Dispensing

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aseptic Dispensing


Kondisi aseptik adalah suatu keadaan yang dirancang untuk menghindari
adanya kontaminasi oleh mikroorganisme, pirogen, ataupun partikel, baik pada
alat, kemasan, maupun bentuk sediaan selama proses pencampuran. Teknik
aseptic didefinisikan sebagai prosedur kerja yang meminimalisasi kontaminan
mikroorganisme dan dapat mengurangi resiko paparan terhadap petugas (Oetari,
2018).
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan
teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi
petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan
pemberian obat. Kegiatan ini bertujuan untuk:
a. Menjamin agar pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang
dibutuhkan
b. Menjamin sterilitas dan stabilitas produk
c. Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya
d. Menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat (Permenkes, 2016)

2.2 Persyaratan Umum Aseptic Dispensing

Persyaratan umum untuk melakukan aseptic dispensing adalah sumber


daya manusia, ruangan/area dan peralatan yang memenuhi persyaratan.

2.2.1 Sumber Daya Manusia


1) Apoteker
Setiap Apoteker yang melakukan persiapan atau peracikan sediaan steril
harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
 Memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang penyiapan dan
pengelolaan komponen sediaan steril termasuk prinsip teknik aseptis
 Memiliki kemampuan membuat prosedur tetap setiap tahapan
pencampuran sediaan steril

5
2) Tenaga Kefarmasian (D3 Farmasi)
Tenaga Kefarmasian membantu apoteker dalam melakukan pencampuran
sediaan steril. Petugas yang melakukan pencampuran sediaan steril harus sehat
dan khusus untuk penanganan sediaan sitostatika petugas tidak sedang
merencanakan kehamilan, tidak hamil maupun menyusui (Kemenkes RI,
2009).

2.2.2 Ruangan dan Peralatan


Dalam melakukan pencampuran sedian steril diperlukan ruangan dan
peralatan khusus untuk menjaga sterilitas produk yang dihasilkan dan menjamin
keselamatan petugas dan lingkungannya.
1) Ruangan
Pencampuran produk sediaan farmasi steril dilakukan di ruangan tipe
Class 100. Di rumah sakit, untuk mendapatkan tipe Class 100 biasanya
digunakan alat laminar air.

Gambar 1. Tata letak ruang


a. Jenis ruangan
Pencampuran sediaan steril memerlukan ruangan khusus dan terkontrol.
Ruangan ini terdiri dari:

6
 Ruang persiapan
Ruangan yang digunakan untuk administrasi dan penyiapan alat
kesehatan dan bahan obat (etiket, pelabelan, penghitungan dosis dan
volume cairan).
 Ruang cuci tangan dan ruang ganti pakaian
Sebelum masuk ke ruang antara, petugas harus mencuci tangan,
ganti pakaian kerja dan memakai alat pelindung diri (APD).
 Ruang antara (ante room)
Petugas yang akan masuk ke ruang steril melalui suatu ruang antara
 Ruang steril (clean room)
Ruangan steril harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Jumlah partikel berukuran 0,5 mikron tidak lebih dari 350.000
partikel
2. Jumlah jasad renik tidak lebih dari 100 per meter kubik udara.
3. Tekanan udara didalam ruang bersih adalah 15 pascal,
sedangkan tekanan udara dalam ruan penyiapan, ganti pakaian
dan antara harus 45 pascal lebih tinggi dari tekanan udara luar.
4. Suhu 18 – 22°C
5. Kelembaban 35 – 50%
6. Di lengkapi High Efficiency Particulate Air (HEPA) Filter
7. Tekanan udara di dalam ruang lebih positif dari pada tekanan
udara di luar ruangan
8. Pass box adalah tempat masuk dan keluarnya alat kesehatan dan
bahan obat sebelum dan sesudah dilakukan pencampuran. Pass
box ini terletak di antara ruang persiapan dan ruang steril

7
Gambar 2. Pass box

2) Peralatan
Peralatan yang harus dimiliki untuk melakukan pencampuran sediaan steril
meliputi:
a. Alat Pelindung Diri (APD)
 Baju Pelindung
Baju pelindung pada kegiatan sediaan sitostatika berbeda dengan
IV admixture dan TPN

Gambar 3. APD Pemasangan IV admixture dan TPN

8
APD pada Kegiatan Sediaan Sitostatika terdiri dari baju pelindung,
masker disposible, pelindung kepala, sarung tangan, sepatu boot dan
kacamata pelindung.

Gambar 4. APD Penanganan sitostatika

 Sarung Tangan
Sarung tangan yang dipilih harus memiliki permeabilitas minimal
sehingga dapat memaksimalkan perlindungan bagi petugas dan cukup
panjang untuk menutupi pergelangan. Sarung tangan terbuat dari latex
dan tidak berbedak (powder free). Khusus untuk penanganan sediaan
sitostatika harus menggunakan 2 lapis.
 Kacamata Pelindung
Hanya digunakan untuk penanganan sitostatika
 Masker disposable

b. Laminar Air Flow (LAF)


Laminar Air Flow (LAF) mempunyai sistem penyaringan ganda yang
memiliki efisiensi tingkat tinggi, sehingga dapat berfungsi sebagai:
 Penyaring bakteri dan bahan-bahan eksogen di udara

9
 Menjaga aliran udara yang konstan diluar lingkungan
 Mencegah masuknya kontaminan ke dalam LAF

Terdapat dua tipe LAF yang digunakan pada pencampuran sediaan


steril:
1. Aliran Udara Horizontal (Horizontal Air Flow)
Udara yang terfilter bergerak dari belakang alat menuju ke depan
(mengarah ke petugas)
2. Aliran Udara Vertikal (Vertical Air Flow)
Udara terfilter bergerak dari atas ke bawah. Tipe vertical ini
terutama digunakan untuk menangani obat-obat berbahaya dan obat-
obat yang tergolong senyawa sitostatika yang disebut Biological
Safety Cabinet (BSC). Terdapat 2 macam BSC, yaitu BSC tipe A
dengan 30% udara kembali keruangan, dan tipe B dengan semua
udara keluar area. Tipe B ini lebih aman digunakan untuk petugas.

2.3 Teknik Aseptis


Langkah – langkah pencampuran sediaan steril secara aseptis adalah :
a. Petugas harus mencuci tangan sesuai SOP
b. Petugas harus menggunakan APD sesuai SOP
c. Masukkan semua bahan melalui Pass Box sesuai SOP
d. Proses pencampuran dilakukan di dalam LAF- BSC sesuai SOP
e. Petugas melepas APD setelah selesai kegiatan sesuai SOP

Gambar 5. Cara Mencuci tangan

10
2.4 Kegiatan Aseptic Dispensing
Kegiatan aseptic dispensing meliputi Pencampuran Sediaan Parenteral,
Nutrisi Parenteral / Total Parenteral Nutrition (TPN) dan Penyiapan Obat
Sitostatika.
2.4.1 Pencampuran Sediaan Parenteral
Obat-obatan melalui rute intravena dapat diberikan secara tersendiri
(dalam bentuk obat tunggal) ataupun bentuk IV Admixture. IV Admixture adalah
suatu larutan steril yang dimaksudkan untuk penggunaan parenteral (diberikan
melalui intravena) yang dibuat dengan cara mencampurkan satu atau lebih produk
parenteral ke dalam satu wadah. Pada saat ini program IV Admixture semakin
banyak digunakan.
Beberapa keuntungan yang diperoleh melalui pemberian obat dengan cara
IV Admixture ialah:
a. Lebih praktis karena larutan infus yang telah dicampur obat dapat
sekaligus berfungsi ganda, yaitu larutan infus sebagai pemelihara
keseimbangan cairan tubuh dan obat yang berada di dalamnya dapat
berfungsi mempertahankan kadar terapeutik obat dalam darah
b. Pada pemberian banyak obat (multiple drugs therapy), cara ini merupakan
alternatif yang paling baik mengingat terbatasnya pembuluh vena yang
tersedia sehingga lebih convenience (nyaman) bagi penderita

Namun, perlu diperhatikan bahwa pemberian obat melalui cara ini apabila
dilakukan secara sembarangan dapat menimbulkan beberapa kerugian. Kerugian
yang dimaksud berkaitan dengan pemberian obat secara intravena pada umumnya
ataupun problem-problem yang dapat timbul akibat pencampuran yang dilakukan
secara sembarangan.

Kerugian yang berkaitan dengan penggunaan rute intravena pada


umumnya:
a. Air embolism
b. Bleeding (perdarahan)
c. Reaksi alergi
d. Phlebitis/iritasi vena

11
e. Pirogen
f. Ekstravasasi

Problem-problem yang dapat timbul sebagai akibat pencampuran yang


dilakukan secara sembarangan terkait dengan sterilitas sediaan serta
inkompatibilitas:
a. Inkompatibilitas invitro
Ditandai dengan adanya kekeruhan, cloudness, endapan, atau perubahan
warna. Inkompatibilitas invitro terbagi atas:
 Inkompatibilitas fisika yang ditandai dengan berkurangnya atau solubilitas
bahan obat, terjadinya supersaturasi pada suhu rendah
 Inkompatibilitas kimia terjadi akibat peristiwa oksidasi, reduksi,
pembentukan senyawa kompleks, dan hidrolisis

Beberapa kemungkinan interaksi invitro dapat terjadi karena:


 Interaksi antara obat yang satu dengan obat lain yang ditambahkan. Selain
inkompatibilitas invitro, inkompatibilitas terapeutik juga dapat terjadi
apabila terdapat lebih dari satu macam obat yang ditambahkan ke larutan
infus
 Interaksi antara obat dan bahan pembantu (buffer, co-solven, dan lain-lain)
 Interaksi antar bahan pembantu
 Interaksi antara obat dan wadah (gelas, plastik)
 Interaksi antara bahan pembantu dan wadah (gelas, plastik)
 Interaksi antara obat dan larutan infus

Adanya interaksi-interaksi itu dikhawatirkan dapat mengubah sifat fisika


dan kimia obat tersebut sehingga dapat berakibat:
 Menurunnya aktivitas obat dan potensi larutan infusnya sendiri
 Obat menjadi tidak aktif
 Obat dapat berubah respons terapeutiknya
 Meningkatkan toksisitas obat

12
Timbulnya partikel halus juga dapat menyebabkan thrombophlebitis pada
penderita.

b. Inkompatibilitas Farmakologi
Inkompatibilitas farmakologi dapat terjadi akibat interaksi antarobat atau
interaksi obat dengan penyakit yang diderita pasien. Adanya interaksi
farmakologi dapat mengakibatkan efek obat meningkat sehingga terjadi
toksisitas, atau menurunkan efek obat sehingga pengobatan menjadi
subterapeutik.
c. Problem Sterilitas
Pencampuran bahan obat ke dalam larutan infus yang tidak menggunakan
cara-cara aseptik dapat menyebabkan masuknya mikroorganisme ke dalam
sediaan.
d. Adanya partikel dalam sediaan parenteral
e. Partikel dapat berasal dari tutup karet vial, pecahan kaca pada
saatmematahkan ampul, rambut, atau kain petugas

2.4.1.1 Kegiatan Pencampuran


Melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien yang
menjamin kompatibilitas dan stabilitas obat maupun wadah sesuai dengan dosis
yang ditetapkan. Kegiatan adalah sebagai berikut:
1) Mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus
2) Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang
sesuai
3) Mengemas menjadi sediaan siap pakai

2.4.1.2 Stabilitas Produk IV Admixture


Stabilitas produk IV Admixture berkaitan dengan waktu kadaluwarsa obat-
obatan yang telah mengalami pencampuran. Komponen yang diperlukan dalam
penyiapan IV Admixture ialah:
b. Area, semua pencampuran produk parenteral harus dilakukan dalam ruang
aseptik
c. Kebijakan dan prosedur

13
d. Pedoman yang diperlukan untuk menyiapkan produk parenteral (prosedur-
prosedur tetap yang berkaitan dengan penyiapan IV Admixture) harus
diuraikan dengan jelas dalam kebijakan yang dibuat oleh farmasis. Selain
itu, informasi yang lengkap mengenai pelabelan, penyimpanan, dan waktu
kadaluwarsa sediaan juga harus tersedia di unit farmasi.

Beberapa peralatan yang diperlukan dalam penyiapan IV Admixture:


a. Jarum
b. Swinge
c. Alkohol
d. Wadah-wadah yang bersifat disposable use
e. Refrigerator (pendingin), alat ini digunakan untuk menjaga
stabilitasproduk IV Admixture

2.4.2 Nutrisi Parenteral/Total Parenteral Nutrition (TPN)


Nutrisi parenteral adalah suatu bentuk sediaan cair farmasi yang dalam
kombinasi sesuai dapat menyediakan semua nutrien diet normal yang diabsorpsi
melalui saluran pencernaan. Nutrisi parenteral jangka panjang yang diberikan
pada pasien di rumah (Home Parenteral Nutrition/HPN) diindikasikan untuk
pasien yang menderita kegagalan fungsi saluran cerna.
TPN hanya digunakan pada kondisi-kondisi tertentu, yaitu pada pasien
operasi yang kekurangan nutrisi, kemoterapi atau terapi radiasi, kelainan saluran
cerna akut atau jangka Panjang, trauma, luka bakar, dalam keadaan koma, pasien
gagal ginjal atau hati. Penghentian TPN dilakukan ketika pasien telah siap untuk
memperoleh nutrisi secara oral atau enteral, serta harus dimulai secara perlahan.
Di rumah sakit, penyiapan nutrisi parenteral dilakukan oleh para farmasis
atas permintaan dokter. Dalam hal ini farmasis melakukan pencampuran nutrisi
parenteral karena kondisi setiap pasien yang berbeda membutuhkan komposisi
nutrisi yang spesifik. Nutrisi parenteral diberikan kepada pasien melalui 2 rute,
yaitu:
1. Vena Sentral
a. Ujung kateter tetap berada dalam vena sentral
b. Digunakan untuk jangka Panjang

14
c. Larutan dengan osmolaritas > 900 mOsm/l
d. Konsentrasi dekstrosa maksimal 30%
2. Vena Perifer
a. Ujung kateter tetap berada dalam vena perifer
b. Digunakan untuk penggunaan jangka pendek (maksimal 2 minggu)
c. Larutan kurang dari 900 mOsm/l
d. Konsentrasi dekstrosa maksimal 12.5%

Salah satu metode umum untuk memulai terapi ialah dengan menyediakan
setengah dari volume dan nutrient yang diharapkan pada hari pertama, kemudian
ditingkatkan untuk memenuhi target hari selanjutnya. Metode umum kedua ialah
menyediakan volume target TPN dengan nutrien sekitar 50% dari total target hari
pertama. Emulsi lipid harus diberikan sebagai infus terpisah, paling tidak pada
hari pertama. Pemberian hari selanjutnya ialah untuk memenuhi jumlah nutrien
yang ditargetkan.

2.4.2.1 Komponen Nutrisi Parenteral


Dalam hal pencampuran, nutrisi parenteral terbagi atas komponen dasar
dan komponen additive (tambahan). Dalam pembuatannya, komponen dasar
biasanya dicampur terlebih dahulu dan dibuat dalam sejumlah volume tertentu.
Komponen dasar terdiri atas:
a. Karbohidrat
Jenis karbohidrat yang digunakan dalam nutrisi parenteral ialah dekstrosa
dengan pertimbangan harganya yang relatif murah dan mudah didapatkan. Di
pasaran tersedia larutan infus dekstrosa dalam berbagai konsentrasi antara 5%
– 70%. Konsentrasi >12% diberikan secara vena sentral.
Karbohidrat diperlukan sebagai bahan bakar untuk sistem saraf, sel darah
merah dan putih, serta untuk proses granulasi jaringan, biasanya 50% dari total
asupan kalori yang dibutuhkan. Karbohidrat juga berfungsi sebagai sumber
energi untuk fungsi sel.
b. Protein
Protein biasanya diberikan dalam bentuk asam amino. Protein dibutuhkan
untuk sintesis struktur sel, pertumbuhan, neuromuscular, reaksi enzimatik,

15
proses mental, dan fungsi imunologi tubuh. Satu gram protein akan
memberikan kalori sebesar 4 kkal, konsentrasi akhir asam amino dalam TPN
berkisar 2,4 – 7,5%.
c. Lemak (lipid)
Merupakan sumber energi tertinggi, digunakan untuk struktur sel dan
jaringan. Lemak juga dapat menurunkan osmolaritas larutan parenteral dan
meminimalkan volume TPN. Penggunakan lemak pada orang dewasa tidak
boleh lebih dari 2,5 g/kg/hari, sedangkan pada bayi tidak boleh lebih dari 4
g/kg/hari.
d. Air
Biasanya digunakan Aqua Pi (water for injection), ditambahkan untuk
mendapatkan konsentrasi dan volume akhir nutrisi parenteral.

Sementara itu, komponen additive (tambahan) merupakan nutrisi dalam


jumlah kecil, yaitu:
a. Vitamin
Vitamin yang biasanya ditambahkan ke nutrisi parenteral ialah vitamin A,
C, E, B1, B2, B6, B12, asam folat, asam pantotenat, biotin, dan niasin. Vitamin
K biasanya diberikan terpisah melalui rute intramuscular, ditambahkan 1
minggu sekali. Pada pasien dengan penggunaan TPN yang lama maka ekstra
vitamin B12 ditambahkan setiap 3 bulan sekali.
b. Trace element
Diperlukan dalam reaksi enzymatic dalam tubuh. Beberapa jenis trace
element yang sering dicampurkan kedalam nutrisi parenteral ialah besi (Fe),
selenium, mangan, kromium, dan zinc (Zn). Selenium ditambahkan setelah 1
bulan. Besi bisa ditambahkan seminggu sekali.
c. Elektrolit
Elektrolit yang sering digunakan: kalium, natrium, klor, asetat, fosfat,
magnesium, dan kalsium. Elektrolit ini biasanya diberikan dalam bentuk
garamnya, seperti NaCl, KCl, kalium fosfat, kalium asetat. Jumlah elektrolit
yang diberikan kepada pasien disesuaikan dengan hasil tes laboratorium pasien
yang bersangkutan dengan obat-obatan.

16
2.4.2.2 Perkiraan Kebutuhan Nutrisi Pada Orang Dewasa
1. Perhitungan BEE (Basal Energy Expenditure)
a. Menurut Milfin St. Jeor (MSJ):
Laki-laki = 10 × BB (kg) + 6,25 × tinggi (cm) – 5 × umur (tahun) + 5
Perempuan= 10 × BB (kg) + 6,25 × tinggi (cm) – 5 × umur (tahun) –
161

b. Menurut Harris-Benedict Equations:


Laki-laki = 66 + (13,7 × BB (kg)) + (5 × tinggi (cm)) – (6,8 × umur
(tahun))
Perempuan= 665 + (9,6 × BB (kg)) + (1,7 × tinggi (cm)) – (4,7 × umur
(tahun))
2. Kebutuhan kalori untuk BMI <30
a. Penyembuhan luka: 30-35 kkal/kg, pada pasien underweight /
kekurangan berat badan kebutuhan meningkat menjadi 35-40 kkal/kg
b. Sepsis dan infeksi: 20-30 kkal/kg
c. Trauma: 25-30 kkal/kg
d. Cedera tulang belakang akut: 23 kkal/kg
e. Cedera tulang belakang kronis: 20-23 kkal/kg
f. Stroke: 19-20 kkal/kg
g. COPD: 25-35 kkal/kg
h. Hepatitis: 25-35 kkal/kg
i. Sirosis tanpa encephalopathy: 25-35 kkal/kg
j. Sirosis dengan encephalopathy: 35 kkal/kg
k. Pankreatitis akut yang parah: 35 kkal/kg
l. Transplantasi organ: 30-35 kkal/kg
m. Kanker: 25-30 kkal/kg
3. Faktor injury
a. Bedah: Major elective: 1,2 – 1,3
Major non-elective: 1,3 – 1,5
Minor elective: 1,2
Minor non-elective: 1,2 – 1,3

17
b. Infeksi dengan peningkatan suhu: 1,2 – 1,3
c. Trauma cedera otak: HBE × 1,4
d. Multiple trauma: HBE × 1,4 – 1,6
e. Koma fenobarbital: HBE × 1 – 1,2
f. Stroke: HBE × 1 – 1,2
g. Pneumonia: HBE × 1,2 – 1,3
h. Blokade neuromuscular: HBE × 1
4. Pada pasien kritis yang mengalami obesitas, direkomendasikan nutrisi
parenteral yang berkalori rendah
BMI 30-35 : 22 – 25 kkal/kg × BB ideal
BMI > 35 : target nutrisi parenteral tidak lebih dari 60-70% dari
kebutuhan energi 11 – 14 kkal/kg × BB sesungguhnya atau 22 – 25
kkal/kg × BB ideal
5. Perkiraan kebutuhan pasien
a. Maintenance, tidak stress: 0,8 – 1 g/kg
b. Stres ringan: 1 – 1,2 g/kg
c. Anabolisme, stress sedang: 1,2 – 1,5 g/kg
d. Infeksi, major surgery, kanker: 1,3 – 1,6 g/kg
e. Multiple trauma atau trauma otak: 1,4 – 1,6 g/kg
f. Trauma besar dengan trauma otak, terbakar: 1,5 – 2 g/kg
g. Terbakar: 2 – 3 g/kg
h. Pada pasien yang obesitas (BMI > 30), protein disiapkan dalam range:
1,5 – 2 g/kg
6. Perkiraan kebutuhan lemak: 25 – 30% dari total kebuthan kalori/hari,
maksimum 55% dari kebutuhan kalori. Pada pasien dengan kondisi
hiperglikemia, lemak dapat ditingkatkan untuk menurunkan kebutuhan
glukosa.

2.4.2.3 Nutrisi Parenteral Pada Pediatri


1) Kebutuhan cairan pada bayi baru lahir:
a. Preterm × 1,2
b. Fototerapi × 1,5

18
c. 2 ml/kg/jam pada hari pertama
d. 3 ml/kg/jam pada hari kedua
e. 4 ml/kg/jam pada hari ketiga sampai 12 bulan
2) Kebutuhan energi:
a. Kebutuhan energi paada pemberian nutrisi parenteral: 10% - 15% lebih
rendah daripada nutrisi enteral
b. Pedoman umum untuk distribusi kalori: protein 10% - 15%,
karbohidrat 45% - 60% dan lemak 25% - 40%
c. Rasio kalori nonprotein: N ialah 150 – 300 : 1

Tabel 1. Kebutuhan energi pada pediatri

Usia Kkal/kg/hari

0-1 bulan 124

1-2 bulan 119

2-12 bulan 94-104

1-2 tahun 115

2-4 tahun 95

4-7 tahun 85

7-10 tahun 70

10.13ahun 50

3) Menghitung kebutuhan energi:


Basal Metabolisme Rate (BMR): BMR × faktor koreksi untuk aktivitas
dan stess BMR
a) Anak 3-10 tahun
 Laki-laki : BMR = 22,7 × BB / 495
 Perempuan : BMR = 22,5 × BB / 499

19
b) Anak 8-10 tahun
 Laki-laki : BMR = 17,5 × BB / 651
 Perempuan : BMR = 12,2 × BB / 746
4) Faktor koreksi:
a. Normal: 1,25
b. Bed rest: 1,15
c. Pemakaian ventilator: 1,10
d. Stres ringan: 1,30
e. Stres sedang: 1,50
f. Stres berat: 2,00
5) Faktor aktivitas:
a. Terbaring ditempat tidur dan tidak bergerak +10%
b. Terbaring ditempat tidur dan bergerak atau dapat duduk +15 sampai
20%
c. Bergerak diruangan +25%

Tabel 2. Faktor stres

Tingkat stres % Peningkatan


Kelaparan Sebagian (penurunan BB > -5 hingga +15%
10%)
Luka bakar ringan, kurang dari 4 hari +10%
sesudah operasi, patah tulang, peradangan
usus
Infeksi demam dengan peningkatan T > +5 – 10%
1℃
Luka bakar sedang 10-30%
Infeksi demam dengan peningkatan suhu T +25%
> 2℃
Sepsis parah, pasien dengan respirator 20-50%
Luka bakar berat 20-70%

6) Kebutuhan asam amino harian:


a. Preterm: 1 – 2 g/kg/hari
b. 0-1 tahun: 2,5 g/kg/hari

20
c. 2-13 tahun: 1,5 – 2 g/kg/hari
d. 13-18 tahun: 1 – 1,5 g/kg/hari
7) Elektrolit dan mineral
a. Na: 2-4 mmol/kg/hari
b. K: 2-4 mmol/kg/hari
c. Mg: 0,5-1 mmol/kg/hari
d. Ca: 0,5-1 mmol/kg/hari
e. Fosfat: 0,5-1 mmol/kg/hari
f. Tujuan pemberiannya untuk keseimbangan asam basa

2.4.2.4 Penyiapan Nutrisi Parenteral


Penyiapan nutrisi parenteral (parenteral nutrition preparation) dilakukan
dengan menggunakan metode gravity fill atau dengan menggunakan peralatan
yang sudah otomatis melalui program komputer (automated compounding).
Pembuatan larutan nutrisi parenteral baik menggunakan metode gravity fill
maupun automated compounding, harus dilakukan secara hati-hati karena larutan
emulsi lemak dapat menjadi rusak.
Hasil akhir pencampuran nutrisi parenteral harus diperiksa terhadap
adanya kontaminasi partikel, kemungkinan kerusakan dan kebocoran pada
kemasan, serta tanda-tanda inkompatibilitas. Terdapatnya berbagai bahan kimia
berpotensi menyebabkan interaksi dan inkompatibilitas yang dapat memengaruhi
nilai terapeutik dari nutrisi parenteral atau bahkan dapat meningkatkan toksisitas.
Setelah dilakukan pemeriksaan, label atau etiket diberikan pada tiap botol.
Label botol nutrisi parenteral berisi:
a. Nama pasien/nomor register
b. Ruangan tempat pasien dirawat
c. Komposisi
d. Volume
e. Nomor pencampuran
f. Tanggal produksi
g. Tanggal kadaluwarsa serta kondisi penyimpanan
h. Petunjuk lain seperti teknik pemberian ataupun kecepatan pemberian

21
2.4.2.5 Pemberian Nutrisi Parenteral
Problem-problem yang timbul dalam pemberian nutrisi parenteral akibat
dari rute intravena seperti problem sterilitas, resiko pendarahan, thrombophlebitis,
dan lain sebagainya. Selain itu, terdapat pula problem yang berkaitan dengan
sejumlah nutrisi parenteral yang diterima oleh pasien. Jumlah nutrisi yang
diterima oleh pasien haruslah dalam jumlah yang tepat dan seimbang.
Tidak direkomendasikan menambahkan obat kedalam nutrisi parenteral
karena dapat terjadi ketidakstabilan emulsi lemak dan selain kemungkinan timbul
pengendapan, efek terapi obat juga kemungkinan dapat berubah.

Tabel 3. Contoh interaksi obat dengan nutrisi

Obat Interaksi Mekanisme

Antasid Menurunkan level fosfat Absropsi PO4 turun

Fenitoin Asam folat, Ca, Vit. B6, Mengganggu


Vit. B12 metabolisme Vit. D

Phenobarbital Asam folat, Va, Vit. B6, Mengganggu


Vit B12 metabolisme Vit. D

Tabel 4. Akibat kelebihan dan kekurangan komponen nutrisi pada


pemberian nutrisi parenteral

No Nama Komponen Excess (kelebihan) Kekurangan

1 Kejang (seizure), koma, Nausea, vomiting,


Na
kematian kejang

2 Arythmia mucle Myalgia, kram, hearth


K
weakness block

22
3 GI malabsorpsi
Mg Gagal ginjal
parathyroid

4 Dekstrosa Hiperglikemia

2.4.2.6 Penyimpanan Nutrisi Parenteral


1. Suhu 2 – 6℃
2. Jangan disimpan pada suhu kamar lebih dari 24 jam
3. Ambil 4 – 6 jam dari lemari es sebelum pemberian TPN dan biarkan
disuhu kamar
4. Line TPN hendaknya ditandai untuk membedakan dengan line obat

Gambar 6. Lemari Penyimpanan Nutrisi Parenteral

2.4.3 Penyiapan Obat Sitostatika


Cytostatic yang mempunyai arti “pembunuh sel” banyak digunakan pada
terapi kanker. Senyawa ini bersifat karsinogen, dapat merusak jaringan hidup
sehingga penanganan terhadap obat-obat ini harus dilakukan dengan cara khusus.
Penanganan sedian sitostatika selain kontaminasi juga memperhatikan
perlindungan terhadap petugas, produk, dan lingkungan. Penanganan sediaan
sitostatika yang aman perlu dilakukan secara disiplin dan hati-hati untuk
mencegah risiko yang tidak diinginkan karena sebagian besar sediaan sitostatika
bersifat:

 Karsionogenik yang berarti dapat menyebabkan kanker

23
 Mutagenik yang berarti menyebabkan mutasi genetik
 Teratogenik yang bersifat membahayakan janin

Kemungkinan pemaparan yang berulang terhadap sejumlah kecil obat-obat


kanker akan mempunyai efek karsionogenik, mutagenik, dan teratogenik yang
tertunda lama terhadap petugas yang menyiapkan dan memberikan obat-obat ini.
Adapun mekanisme cara terpaparnya obat kanker ke dalam tubuh adalah:
 Inhalasi : terhirup pada saat rekonsitusi
 Absorpsi : masuk ke dalam kulit jika tertumpah
 Ingesti : kemungkinan masuk juka tertelan

Dengan demikian, diperlukan penanganan khusus terhadap obat-obat


tersebut untuk melindungi petugas serta lingkungan sekitar dari bahaya yang bisa
ditimbulkan oleh obat-obat tersebut. Komponen yang diperlukan dalam penyiapan
obat-obat sitostatika dan obat-obat berbahaya:

a. Kebijakan dan prosedur


Kebijakan yang terkait dengan penangananan obat sitostatistika serta obat
berbahaya merupakan isu yang sangat sensitif karena berhubungan dengan
keselamatan kerja. Dalam hal ini diperlukan sikap yang bijaksana serta hati-
hati. Pembuatan kebijakan dan prosedur hendaknya juga melibatkan, baik
farmasis, perawat maupun staf medis di rumah sakit. Prosedur yang telah
dibuat hendaknya dilakukan uji coba terlebih dahulu sebelum digunakan secara
rutin untuk memastikan keamanan petugas.
b. Biological Safety Cabinet
Penanganan terhadap obat berbahaya hendaknya dilakukan dalam suatu
ruangan khusus dan dalam kondisi aseptik dibawah LAF Biological Safety
Cabinet dengan tipe aliran ventrikal. Penanganan obat berbahaya tidak boleh
menggunakan LAF tipe horizontal. Pemakaian alat Biological Safety Cabinet
mempunyai 2 fungsi yaitu :
 Melindungi petugas dari exposure (kontak) obat berbahaya
 Menjaga sterilisasi sediaan.

Terdapat dua tipe alat Biological Safety Cabinet, yaitu :

24
1. Tipe A, dengan 30% udara kembali keruangan
2. Tipe B, dengan semua udara keluar area. Tipe B ini lebih aman digunakan
untuk petugas

Ruangan tempat melakukan penanganan obat berbahaya dirancang


mempunyai tekanan udara negatif dan tata cara pemeliharaan alat atau cara
bekerja yang benar.
Berikut ini langkah-langkah penanganan obat berbahaya secara ringkas di
bawah Biological Safety Cabinet :
a) Sesudah cuci tangan, petugas mengenakan baju kerja lengkap dan sarung
tangan steril rangkap dua.
b) Kumpulkan semua bahan dan alat yang diperlukan sehingga petugas tidak
perlu keluar-masuk area.
c) Desinfektan terlebih dahulu permukaan kerja dengan alcohol sebelum
bekerja dan hanya alat yang diperlukan saja yang ditempatkan pada daerah
kerja. Letak alat-alat ini tidak boleh menghalangi aliran udara dari LAF.
d) Petugas menempatkan diri sehingga bagian mata dan muka berada pada
posisi yang terlindungi (di depan kaca pelindung).
e) Prosedur pengambilan obat dari vial hendaknya dilakukan dengan
menggunakan teknik aseptic seperti yang telah diterangkan didepan.

c. Pakaian pelindung bagi petugas


Pakaian yang dikenakan pada saat menangani obat-obat berbahaya harus
mampu melindungi petugas dari debu ataupun aerosolobat berbahaya. Pakaian
pelindung yang harus dikenakan oleh petugas meliputi:
1. Baju panjang yang teerbuat dari kain yang bebas dari serat
2. Sarung tangan steril bebas partikel rangkap dua. Cara memakainya: sarung
tangan pertama (bagian dalam) dimasukkan ke dalam baju dan sarung
tangan kedua (bagian luar) dibiarkan diluar baju
3. Respirator
4. Pelindung mata
5. Penutup mata
6. Penutup sepatu dan penutup rambut

25
Obat-obat sitostatika dapa menyebabkan iritasi dan kerusakan jaringan bila
terjadi kontak langsung dengan kulit atau mata. Apabila hal ini terjadi maka
tindakna pengobatan harus segera diberikan pada petugas tersebut. Biasanya
unit farmasi telah membuat prosedur berisi tindakan yangharus dilakukan
pertama kali apabila terjadi hal-hal seperti ini.

d. Pelabelan, penyimpanan dan pendistribusian


Langkah untuk mencegah exposure (kontak langsung) petugas dari obat-
obat berbahaya dimulai pada saat obat tersebut masuk ke dalam unit farmasi.
Semua obat yang berbahaya diberi label khusus yang berisi peringatan kepada
petugas. Label untuk sediaan farmasi yang mengandung obat sitostatika harus
mencantumkan:
1. Nama jenis sitostatika yang terdapat dalam sediaan
2. Jumlah total obat dan jumlah total volume
3. Waktu kadaluwarsa
4. Kondisi penyimpanan

Obat-obat berbahaya disimpan dalam tempat khusus yang terpisah dengan


penyimpanan bahan obat lainnya serta seminimal mungkin lalu lintas menuju
ruangan tersebut. Tempat penyimpanan dan alat yang digunakan untuk
mendistribusikan obat-obat tersebut harus dirancang sedemikian rupa sehingga
meminimalkan rusaknya kemasan obat-obat berbahaya.

e. Penanganan limbah
Limbah obat berbahaya harus ditangani secara khusus, dikemas dalam
wadah yang terpisah, dan diberi label tanda khusus. Petugas yang membawa
wadah berisi limbah obat berbahaya harus menggunakan sarung tangan untuk
mencegah terjadinya kontak langsung obat berbahaya pada petugas tersebut.
Limbah obat sitostatika dapat dimusnahkan dengan incenerator bersuhu tinggi
> 1000℃ atau beberapa obat tertentu dimusnahkan dengan penambahan suatu
bahan kimia tertentu. Termasuk limbah obat berbahaya ialah sisa obat yang
tidak terpakai, kemasan obat, spuit, jarum,infus set, vial, ampul, dan lain-lain.

26
2.5 Evaluasi Pencampuran Produk Aseptis
Evaluasi terhadap produk hasil pencampuran sediaan parentral bertujuan
untuk menjamin mutu dan keamanan produk pada pasien. Terdapat dua istilah
yang berkaitan dengan evaluasi produk, yaitu QC (quality control) dan QA
(quality assurance). QC dan QA mempunyai makna yang berbeda. Quality
control lebih mengarah pada evaluasi bahan baku, komponen kemasan dan produk
akhir, sedangkan quality assurance (jaminan mutu) merupakan istilah yang lebih
luas karena tidak hanya mencangkup QC, tetapi juga meliputi penulisan SOP
(Standard Operating Procedure), training petugas, dokumentasi, fasilitas dan
lain-lain.

American Socienty of Health System Pharmacist dalam American Journal


of Hospital Pharmacy menyatakan bahwa quality assurance (program jaminan
mutu) meliputi :

a. Kebijakan dan prosedur


Seluruh kebijakan dan prosedur harus tertulis dan disosialisasikan kepada
para petugas. Kebijakan dan prosedur yang sudah ada juga harus selalu diteliti
ulang setiap tahun., dilakukan perbaikan jika deperlukan, dan setiap perubahan
yang dilakukan harus disosialisasikan kepada para petugas. Kebijakan dan
prosedur, misalnya tentang:
1) Pendidikan dan pelatihan petugas
2) Kriteria produk yang dapat diterima
3) Penggunaan dan pemeliharaan fasilitas dan peralatan
4) Kriteria pakaian petugas
5) Proses validasi
6) Dokumentasi
b. Pendidikan, pelatihan serta evaluasi petugas
Petugas yang menyiapkan produk steril harus menerima pelatihan atau
training, baik secara tertulis maupun praktik terlebih dahulu. Beberapa topik
yang diberikan pada training petugas ialah teknik aseptik, faktor-faktor

27
penyebab kontaminasi, perhitungan yang diperlukan dalam penyiapan produk
parentral.
c. Penyimpanan
Larutan, obat-obatan dan alat kesehatan steril yang digunakan dalam
penyiapan produk parentral harus disimpan pada tempat khusus sesuai
petunjuk dari pabrik pembuatnya. Ruangan tempat penyimpanan harus selalu
dilakukan monitoring terhadap temperatur, cahaya, kelembapan, serta ventilasi.
Apabila menggunakan refrigerator dan freezer sebagai tempat penyimpanan
maka suhu di dalamnya harus selalu diawasi dan dicatat dalam dokumen.
d. Fasilitas dan peralatan
Program jaminan mutu dalam hal fasilitas dan peralatan, misalnya
meliputi:
 Kontrol terhadap letak area penyimpanan produk steril, misalnya terpisah
dari kegiatan farmasi lain
 Kontrol terhadap kebersihan, pencahayaan pada area kerja dan laminar
airflow
 Kontrol kebersihan terhadap ruang penyimpanan obat termasuk freezer
dan refrigerator
e. Pakaian petugas
Termasuk ialah kontrol terhadap kelengkapan dan kebersihan pakaian
petugas serta penyediaan antiseptik kulit bagi petugas untuk keperluan cuci
tangan sebelum dan sesudah melakukan penyiapan produk steril.
f. Teknik aseptik dalam penyiapan produk parentral
g. Proses validasi
Proses validasi adalah suatu prosedur yang memastikan bahwa proses yang
digunakan dalam pencampuran (preparation) produk steril secara konsisten
menghasilkan produk dengan kualitas yang dapat diterima. Pada proses
aseptik, validasi merupakan suatu metode untuk mengevaluasi teknik aseptik
yang dilakukan oleh petugas. Validasi dapat dilakukan melalui proses simulasi.
Di sini petugas melakukan produk steril, kemudian hasil akhir produk steril
tersebut dilakukan inkubasi dan dievaluasi terhadap pertumbuhan bakteri
selama periode tertentu. Jika pada sediaan tidak ditemukan adanya mikroba,

28
berarti petugas tersebut telah melakukan pencampuran dengan teknik aseptik
secara benar. Setiap petugas harus melewati proram validasi terlebih dahulu
sebelum melakukan pencampuran sediaan steril.
h. Waktu kadaluwarsa
Semua produk steril harus mencantumkan waktu kadaluarsa yang
ditetapkan berdasarkan informasi stabilitas larutan dan sterilitas sediaan.
Metode ataupun pustaka yang digunakan sebagai dasar dalam menentukan
waktu kadaluarsa suatu produk harus selalu didokumentasikan.
i. Etiket atau pelabelan
Informasi minimal yang harus tercantum pada setiap label hasil
pencampuran produk steril ialah :
1) Nama pasien
2) Nomor penyiapan produk parentral
3) Nama larutan dan nama obat yang terkandung di dalamnya, termasuk
jumlah obat dan konsentrasi obat
4) Waktu kadaluwarsa
5) Kecepatan dan rute pemberian
6) Petunjuk penyimpanan
7) Petunjuk khusus lainya
8) Tanda tangan atau paraf farmasis
j. Evaluasi produk akhir
Evaluasi produk akhir ialah pemeriksaan akhir yang dilakukan oleh
farmasis sebelum produk meninggalkan unit farmasi. Evaluasi produk akhir
meliputi keutuhan kemasan, adanya inkompabilitas larutan (kekeruhan,
perubahan warna), adanya partikel, dan volume akhir larutan. Beberapa
instansi juga mensyaratkan uji sterilitas terhadap produk akhirnya. Selain itu,
farmasis juga meneliti ketepatan komponen dan jumlahnya pada sediaan
parentral yang disiapkannya.
k. Dokumentasi
Dokumentasi berupa catatan tertulis mengenai :
1) Evaluasi kemampuan dan hasil training petugas dalam menangani produk
steril

29
2) Catatan temperatur pada refrigerator dan freezer
3) Sertifikat kelayakan laminar airflow
4) Catatan mengenai penyiapan produk steril

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kegiatan aseptic dispensing meliputi Pencampuran Sediaan Parenteral,
Nutrisi Parenteral / Total Parenteral Nutrition (TPN) dan Penyiapan Obat
Sitostatika. Kegiatan ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari
masuknya mikroorganisme ataupun partikel kedalam bentuk sediaan tersebut.
Komponen yang diperlukan pada pencampuran sediaan farmasi ialah:
a. Area berupa ruangan yang memenuhi syarat aseptic seperti ruang steril
serta alat laminar air flow
b. Petugas yang meliputi pakaian serta perilaku petugas
c. Peralatan steril
d. Cara-cara kerja aseptic dalam menyiapkan produk
e. Prosedur dan kebijakan yang meliputi pelabelan, penyimpanan, waktu
kadaluwarsa, serta kontrol kualitas produk pencampuran sediaan steril

30
DAFTAR PUSTAKA

Oetari, RA. 2018. Teknik Aseptis. Gadjah Mada University: Yogyakarta

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar


Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

31

Anda mungkin juga menyukai