Anda di halaman 1dari 7

RESUME HERPES ZOSTER

OLEH

NAMA : NI KADEK AYU MIRNAYANTI

NIM : 18.321.2878

KELAS : A12.B

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2020
1. Definisi Herpes Zoster
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi varicella zoster virus (VZV) laten
dari saraf tepi dan saraf pusat. varicella zoster virus merupakan patogen utama
terhadap dua infeksi klinis utama pada manusia yaitu varicella atau chickenpox
(cacar air) dan herpes zoster (cacar ular). Varicella merupakan infeksi primer
yang terjadi pada individu yang terpapar dengan varicella zoster virus. Pada 3-5
dari 1000 individu, varicella zoster virus mengalami reaktivasi, menyebabkan
infeksi reaktivasi yang dikenal dengan nama Herpes zoster atau Shingles. (Amnil
A., 2010)
Herpes zoster adalah infeksi virus akut yang memiliki karakteristik
unilateral, sebelum timbul manifestasi klinis pada kulit wajah dan mukosa mulut
biasanya akan didahului oleh gejala odontalgia. Timbulnya gejala odontalgia
pada Herpes zoster belum sepenuhnya diketahui (Harpaz R., dkk, 2010).

2. Etiologi Herpes Zoster


Varicella zoster virus (VZV) adalah virus yang menyebabkan cacar air
(chicken pox) dan herpes zoster (shingles). VZV memiliki klasifikasi taksonomi
sebagai berikut (Ann M, 2013) :
Kelas : Kelas I (dsDNA)
Famili : Herpesviridae
Upafamili : Alphaherpesvirinae
Genus : Varicellovirus
Spesies : Human herpes zoster

Varicella zoster adalah virus yang hanya dapat hidup di manusia dan
primata ;(simian). Pertikel virus (virion) varicella zoster memiliki ukuran 120-300
nm. Virus ini memiliki 69 daerah yang mengkodekan gen-gen tertentu
sedangkan genom virus ini berukuran 125 kb (kilobasa). Komposisi virion adalah
berupa kapsid, selubung virus, dan nukleokapsid yang berfungsi untuk
melindungi inti berisi DNA double stranded genom. Nukleokapsid memiliki
bentuk ikosahedral, memiliki diameter 100-110 nm, dan terdiri dari 162 protein
yang dikenal dengan istilah kapsomer.[Virus ini akan mengalami inaktivasi pada
suhu 56-60 °C dan menjadi tidak berbahaya apabila bagian amplop virus ini
rusak. Penyebaran virus ini dapat terjadi melalui pernapasan dan melalui vesikel
pada kulit pada penderita (Manfred et al,2014).

3. Epidemiologi Herpes Zoster


Terdapat 1 juta kasus herpes zoster yang terjadi di Amerika Serikat
setiap tahun, dengan insiden 1,2 sampai 4,8 kasus per 1000 orang per tahun.
Herpes zoster biasanya muncul pada orang berkulit putih (35% lebih tinggi
dibandingkan orang kulit gelap) dan insiden meningkat 3 sampai 7 kali lebih
tinggi pada orang lanjut usia. Pada pasien immunocompromised memiliki risiko
20 kali lebih tinggi dibandingkan pasien immunocompetent. Beberapa studi
melaporkan insiden pada wanita lebih tinggi dibandingkan laki-laki (3,8 kasus
per 1000 penduduk per tahun pada wanita dan 2,6 kasus per 1000 penduduk
per tahun) (Weinberg dkk., 2010).
Varicella zoster virus (VZV) memiliki level infektifitas yang tinggi dan
memiliki prevalensi yang terjadi di seluruh dunia. Herpes zoster tidak memiliki
kaitan dengan musim dan tidak terjadi epidemik. Hubungan yang kuat terdapat
pada peningkatan usia, yaitu 1,2 sampai 3,4 per 1000 penduduk per tahun pada
orang sehat berusia muda, dan meningkat menjadi 3,9 sampai dengan 11,8 per
1000 penduduk pada usia di atas 65 tahun (Long MD dkk., 2013).
Tidak terdapat bukti yang kuat untuk menunjukan adanya hubungan
genetik dengan penyakit herpes zoster. Suatu studi pada tahun 1994 di
California, Amerika Serikat menunjukan adanya komplikasi pada 26% kasus
herpes zoster, insiden 2,1 per 100.000 penduduk per tahun dan meningkat
menjadi 9,3 per 100.000 penduduk per tahun pada usia 60 tahun ke atas
(Weinberg dkk., 2010).
Menurut Data Depkes pada tahun 2011-2013 Didapatkan prevalensi
herpes zoster dari 13 rumah sakit pendidikan di Indonesia sepanjang 2011
hingga 2013 mencapai 2.232 kasus. Puncak kasus terjadi pada penderita berusia
45-64 tahun dengan jumlah 851 kasus atau 37,95 persen dari total kasus herpes
zoster. (depkes, 2014).
4. Pathogenesis Herpes Zoster
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varicella
zoster (VZV). Virus DNA ini adalah virus yang menyebabkan penyakit cacar air
(chicken pox) yang merupakan infeksi awal sebelum sesorang mengalami
herpes zoster. Jadi herpes zoster hanya dapat muncul pada seseorang yang
telah mengalami cacar air sebelumnya. Setelah episode cacar air telah sembuh,
varicella zoster akan bersifat laten di dalam badan sel saraf tanpa menimbulkan
gejala. Beberapa lama setelah infeksi awal tersebut, virus bisa keluar dari badan
sel saraf menuju akson saraf dan menimbulkan infeksi di kulit pada daerah
tertentu. (Ferri, 2013)
Virus dapat menyebar dari satu atau lebih ganglion mengikuti
dermatom saraf (daerah pada kulit yang disarafi oleh satu spinal nerve) yang
menimbulkan tanda dan gejala pada kulit
berupa cluster atau gerombolan benjolan yang kecil yang kemudian menjadi
blister. Blisterblister tersebut akan terisi cairan limfa dan kemudian pecah lalu
menjadi krusta dan menghilang (Weinberg et al 2010).
Postherpatic neuralgia terkadang terjadi dikarenakan kerusakan pada
saraf. Sistem imun akan mengeliminasi sebagian besar virus sehingga seseorang
dapat dikatakan sembuh. Meskipun tanda dan gejala telah tidak ada, namun
virus akan tetap bersifat laten pada ganglion saraf (ganglion dorsal root maupun
ganglion gasseri) pada dasar tengkorak. Apabila sistem imun menurun pada
penyakit tertentu, kondisi stres, maupun penggunaan obat immunosuppresive,
virus ini dapat keluar dari ganglion dan menimbulkan kekambuhan (Kost RG dkk,
2012).

5. Manifestasi Klinis
Gejala awal herpes zoster yang tidak spesifik meliputi sakit kepala,
demam, dan malaise. Gejala-gejala tersebut lalu diikuti oleh sensasi nyeri
terbakar, gatal, hyperesthesia atau paresthesia pada dermatom yang terkena.
Gejala yang timbul ini bisa berkembang menjadi ringan maupun berat. Gejala
herpes zoster pada anak-anak lebih sering tidak menimbulkan rasa nyeri,
sedangkan pada usia lanjut cenderung lebih nyeri dan berkembang menjadi
lebih parah. Sensasi yang sering dirasakan pada dermatom dapat berupa rasa
tersengat, tertusuk, nyeri, mati rasa, maupun rasa seperti tertimpa beban berat
(Goh CL dkk, 2011)
Pada kebanyakan kasus, setelah satu sampai dua hari tetapi pada
beberapa kasus bisa sampai bermingu-minggu setelah gejala tersebut muncul
akan diikuti oleh munculnya tanda berupa lesi pada kulit. Rasa nyeri dan lesi
pada kulit biasanya muncul pada ekstrimitas, tetapi dapat juga muncul pada
wajah, mata, maupun bagian tubuh lain. Lesi awal terlihat mirip dengan lesi
yang tampak pada cacar air, namun lesi pada herpes zoster terbatas bada
dermatom, yang biasanya akan tampak seperti ikat pinggang atau berupa garis
yang terletak unilateral dan tidak melewati garis tengah tubuh. Lesi yang muncul
bilateral biasanya terjadi pada kasus immunocompromised. Zoster sine herpete
(zoster tanpa herpes) adalah pasien yang memiliki semua gejala herpes zoster
tanpa penampakan lesi (Long MD dkk, 2013)
Selanjutnya, lesi berubah menjadi vesikel yang membentuk blister kecil
yang dipenuhi oleh eksudat serous, pada fase ini gejala berupa demam dan
malaise masih berlanjut. Pada akhirnya lesi berubah menjadi lebih gelap karena
terisi darah, dan menjadi krusta setelah 7-10 hari. Biasanya krusta akan lepas
dengan sendirinya dan penampakan kulit kembali normal. Namun pada
beberapa kasus, setelah proses blisterring yang lama, akan meninggalkan bekas
berupa scar dan perubahan warna kulit menjadi lebih gelap pada dermatom
yang terkena (Kumano Y, 2015)

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan bila gejala klinis
meragukan diantaranya :
- Tes Tzanck yaitu pemeriksaan sitologi sel epitel dimana terdapat sel
datia yang memiliki inti multiple.
- Tes PCR untuk mengetahui antigen atau asam nukleat VZV. Sensitivitas
pemeriksaan DNA VZV dengan PCR adalah 95% dengan spesifisitas 100%
(1,5)
-
7. Terapi Farmakologi
a) . Sistemik
- Asiklovir (Zovirax) 400 mg secara oral 5 kali sehari selama 7 hari.
b) Topikal

- Salep antibiotik (mupirosin) 2% I tube 2 kali sehari selama 7 hari.

c) Lain-lain : Analgetik – Antiperatik

- Paracetamol 500 mg secara oral 3 kali sehari.

- Pemberian injeksi paravertebral dengan campuran 10 mL 0.25%


bupivacaine dan 40 mg metilprednisolon asetat tiap 48 jam
selama seminggu ( Ji & Niu et al., 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Ajunadi, Purnawan dkk. 2012. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius: Jakarta.

Ashcroft DM., Li WP., Griffiths CM. 2011. Therapeutic Strategis for Psoriasis. J of Clin

Pharmand Ther; 25: 1-10

James,wd.,Berger,T.,&Elston,D. 2011.Anderw’s disease of the skin : Clinical dermatology

(pp.16-36) chapter 1 Neuropatic Pain.philadelphia:elsevier saunders. Jeffrey I.

Cohen, M.D. 2013.

MD, Martin C, Sandler RS, Kappelman MD. 2013. Increased risk of herpes zoster among

108 604 patients with inflammatory bowel disease. Aliment Pharmacol Ther.

2013;37(4):420–429. Martodihardjo S. 2011.

Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin.

Surabaya: Airlangga University Press, 2001. NCIRS Factsheet. 2010.

Zoster vaccine for Australian adults: Information for ImmunisationProviders. NCIRS Fact

sheet: November 2010.

epidemiology, natural history, and common complications.J Am Acad

Dermatol:2004(9),543-546. Wicaksono D., Regar E., Rahmani H. 2013. Presentasi Kasus-

Herpes Zoster . Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Umum Pusat

Nasional CiptoMangunkusumo: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai