2. Epidemiologi/Insiden Kasus
Kanker ovarium adalah kanker yang membuat frustasi bagi pasien dan
pemberi pelayanan kesehatan karena awitannya yang tersembunyi dan tidak
adanya gejala peringatan adalah penyeab mengapa penyakit ini telah
mencapai tahap lanjut ketika didiagnosa. Kejadian merupakan penyebab
kematian utama di antara malignan si ginekologis. Penyakit ini mempunyai
angka kejadian sekitar 13,8 wanita per 100.000. Sayang sekali, sekitar 75%
dari kasus dideteksi pada tahap lanjut. Amatlah sulit untuk mendiagnosa dan
adalah unik sehingga kemungkinan kondisi ini merupakan awal dari banyak
kanker primer dan mungkin menjadi tempat metastase dari kanker lainnya.
Kondisi ini membawa angka kematian 14.500 setiap tahunnya dan merupakan
penyebab prevalen keenam dari kematian akibat kanker pada wanita.
Sebagian kasus mengenai wanita usia 50-59 tahun. Insiden tertingginya
adalah di Negara-negara industri, kecuali Jepang yang insidennya paling
rendah.
Wanita dengan kanker ovarium mempunyai resiko mengidap kanker
payudara tiga sampai empat kali lipat dan wanita dengan kanker payudara
mempunyai resiko yang meningkat terhadap kanker ovarium. Tidak ada faktor
penyebab definitif yang telah ditetapkan, tetapi kontraseptif oral tampak
memberikan efek protektif. Hereditas dapat berperan dalam menimbulkan
penyakit ini, dan banyak dokter menyarankan pemeriksaan pelvis bimanual
bagi wanita yang mempunyai satu atau dua orang saudara dengan kanker
ovarium. Meskipun dengan pemeriksaan yang cermat, tumor ovarium
biasanya terdapat jauh di dalam dan sulit untuk dideteksi. Belum ada skrinng
dini yang tersedia saat ini, meskipun penanda tumor sedang dalam penelitian.
Sonogram transvaginal dan pengujian antigen Ca-125 sangat membantu pada
mereka yang beresiko tinggi untuk mengalami kondisi ini. Akhir – akhir ini,
antigen yang berkaitan dengan tumor membantu dalam perawatn tindak lanjut
setelah didiagnosis dan pengobatan, tetapi tidak pada skrining umum dini.
Faktor-faktor resiko termasuk diet tinggi lemak, merokok, alkohol,
penggunaan bedak talk perineal, riwayat kanker payudara, kanker kolon,
kanker endometrium, dan riwayat keluarga dengan kanker payudara atau
ovarium. Nulipara, infertilitas, dan tak-ovulasi adalah faktor – faktor resiko.
Angka kelangungan hidup tergantung pada tahap mana kanker didiagnosis.
Lebih dari 80% kanker ovarium epitelial ditemukan pada wanita
pascamenopause. Usia 62 tahun adalah usia di mana kanker ovarium epitelial
paling sering ditemui. Kanker ovarium epitelial jarang ditemukan pada usia
kurang dari 45 tahun. Pada wanita premenopause hanya 7% tumor ovarium
epitelial yang ganas.
3. Penyebab/Etiologi
Penyebab timbulnya kanker ovarium belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor risiko yang dapat menimbulkan penyakit kanker ovarium
yaitu:
1) Riwayat kanker payudara
2) Riwayat kanker ovarium dalam keluarga (faktor genetik)
3) Berawal dari hiperplasia endometrium yang berkembang menjadi
karsinoma.
4) Menarche dini
5) Diet tinggi lemak
6) Riwayat kanker payudara
7) Merokok
8) Alkohol
9) Penggunaan bedak talk perineal
10) Nulipara
11) Infertilitas
12) Tidak pernah melahirkan
13) Terapi penggantian hormon
4. Patofisiologi
Fungsi ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah hormone
dan kegagalan pembentukan salah satu hormone tersebut bisa mempengaruhi
fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh
wanita tidak menghasilkan hormone hipofisa dalam jumlah yang tepat. Fungsi
ovarium yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan folikel yang
terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut gagal
mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak
sempurna di dalam ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium.
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang
disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan
diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang
rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur
1,5-2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit,
korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif.
Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar
kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kanker ovarium bermetastasis dengan invasi langsung struktur yang
berdekatan dengan abdomen dan pelvis dan sel-sel yang menempatkan diri
pada rongga abdomen dan pelvis. Sel-sel ini mengikuti sirkulasi alami cairan
peritoneal sehingga implantasi dan pertumbuhan keganasan selanjutnya dapat
timbul pada semua permukaan intraperitoneal. Limfatik yang disalurkan ke
ovarium juga merupakan jalur untuk penyebaran sel-sel ganas. Semua
kelenjar pada pelvis dan kavum abdominal pada akhirnya akan terkena.
Penyebaran awal kanker ovarium dengan jalur intraperitoneal dan limfatik
muncul tanpa gejala yang spesifik. Gejala tidak pasti yang akan muncul
seiring dengan waktu adalah perasaan berat pada pelvis, sering berkemih dan
disuria dan perubahan fungsi gastrointestinal, seperti rasa penuh, mual, tidak
enak pada perut, cepat kenyang dan konstipasi. Pada beberapa perempuan
dapat terjadi perdarahan abnormal vagina sekunder akibat hyperplasia
endometrium bila tumor menghasilkan estrogen, beberapa tumor
menghasilkan testosterone dan menyebabkan virilasi. Gejala-gejala keadaan
akut pada abdomen dapat timbul mendadak bila terdapat perdarahan dalam
tumor , ruptur atau torsi ovarium. Namun tumor ovarium paling sering
terdeteksi selama pemeriksaan pelvis rutin.
Pathway
Faktor Risiko
Tumor epitel/adenocarsinoma
Malignant
Ca ovarium
Manifestasi klinis
Menopause dini
Haid tidak Menoragia menurun
Distensi abdomen Nyeri Kronis
teratur
Anemia
Ansieta
Nafsu makan Penekanan
menurun s
Sistem eliminasi
Malnutrisi
Sering kencing
Konstipasi
6. Gejala Klinis
Gejala umum bervariasi yang biasanya muncul pada kanker ovarium adalah:
1) Dispepsia
2) Menoragia
3) Menopause lebih dini
4) Rasa tidak nyaman pada abdomen.
5) Nyeri tekan pada pelvis
6) Lingkar abdomen yang terus meningkat
7) Sering berkemih
Kebanyakan wanita dengan kanker ovarium tidak menimbulakan gejala dalam
waktu yang lama. Gejala umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik.
7. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1) Pemeriksaan USG untuk dapat membedakalesi/tumor yang solid dan kristik.
2) Tes Laboratorium
Tes alkaline phospatase (atau disingkat ALP), yaitu suatu tes laboratorium di
mana kadar ALP yang tinggi menunjukkan adanya sumbatan empedu atau
kanker yang telah bermetastasis ke arah hati atau tulang.
3) Penanda Tumor (tumor marker)
Cancer antigen 125 (CA 125). Pada pasien penderita kanker ovarium sering
ditemukan peningkatan kadar CA 12.
4) X-ray
X-ray merupakan pemeriksaan bagian dalam tubuh dengan memancarkan
gelombang lalu mengukur serapannya pada bagian tubuh yang sedang
diperiksa tulang akan memberikan warna putih, jaringan akan memberikan
warna keabuan, sedangkan udara memberikan warna hitam.
5) Pencitraan Lain
(1) Magnetic Resonance Imaging (MRI). Prinsip kerja MRI adalah
memvisualisasikan tubuh, termasuk jaringan dan cairan, dengan
menggunakan metode pengukuran sinyal elektromagnetik yang secara
alamiah dihasilkan oleh tubuh.
(2) Position Emission Tomography (PET SCAN). PET SCAN bekerja dengan
cara memvisualisasikan metabolisme sel-sel tubuh. Sel-sel kanker (yang
berkembang lebih cepat daripada sel hidup) akan memecah glukosa lebih
cepat/banyak daripada sel-sel normal.
6) CT SCAN, merupakan alat diagnosis noninvasif yang digunakan untuk
mencitrakan bagian dalam tubuh.
7) Scanning radioaktif.
8) Ultrasound
Ultrasound (atau juga disebut ultrasonografi, echografi, sonografi, dan
sonogram ginekologik) merupakan teknik noninvasif untuk memperlihatkan
abnormalitas pada bagian pelvis atau daerah lain dengan merekam pola suara
yang dipantulkan oleh jaringan yang ditembakkan gelombang suara.
9) Endoskopi
Endoskopi merupakan pemeriksaan ke dalam suatu organ/rongga tubuh
menggunakan alat fiberoptik. Hasil pemeriksaan dapat berupa adanya
abnormalitas seperti bengkak, sumbatan, luka/jejas, dan lain-lain.
8. Prognosis/Komplikasi
1) Torsi
2) Rupture kista
3) Perdarahan
4) Keganasan
9. Penatalaksanaan
Adapun tindakan yang dilakukan pada penanganan kanker ovarium antara lain:
1) Intervensi bedah untuk kanker ovarium adalah histerektomi abdominal total
dengan pengangkatan tuba falopii dan ovarium serta omentum (salpingo-
oofarektomi bilateral dan omentektomi) adalah prosedur standar unruk
penyakit tahap dini.
2) Terapi radiasi dan implantasi fosfor 32 ( 32P) interperitoneal, isotop radioaktif,
dapat dilakukan setelah pembedahan.
3) Kemoterapi dengan preparat tunggal atau multiple tetapi biasanya termasuk
sisplantin, sikofosfamid, atau karboplatin juga digunakan.
4) Paklitaksel (Taxol) merupakan preparat yang berasal dari pohon cemara
pasifik, bekerja dengan menyebabkan mikrotubulus di dalam sel-sel untuk
berkumpul dan mencegah pemecahan struktur yang mirip benang ini. Secara
umum, sel-sel tidak dapat berfungsi ketika mereka terlilit dengan
mikrotubulus dan mereka tidak dapat membelah diri. Karena medikasi ini
sering menyebabkan leucopenia, pasien juga harus minum G-CSF (factor
granulosit koloni stimulating).
5) Pengambilan cairan asites dengan parasintesis tidak dianjurkan pada penderita
dengan asites yang disertai massa pelvis, karena dapat menyebabkan
pecahnya dinding kista akibat bagian yang diduga asites ternyata kista yang
memenuhi rongga perut. Pengeluaran cairan asites hanya dibenarkan apabila
penderita mengeluh sesak akibat desakan pada diafragma.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas
(1) Identitas klien meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, status,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, no. resgister, dan diagnose medis.
(2) Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, hubungan dengan
pasien, pekerjaan dan alamat.
2) Aktivitas/istirahat
Gejala: Kelemahan dan atau keletihan, perubahan pola istirahat dan jam
kebiasaan tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi
tidur misalnya nyeri, ansietas, berkeringat malam, keterbatasan partisipasi
dalam hobi, latihan. Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinoma
lingkungan, tingkat stres tinggi.
3) Sirkulasi
Gejala: Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja, perubahan TD
4) Integritas ego
Gejala: Faktor stres (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara
mengatasi stres (misal merokok, minum alkohol, menunda mencari
pengobatan, keyakinan religius/spiritual). Masalah tentang perubahan
dalam penampilan misal alopesia, lesi cacat, pembedahan. Menyangkal
diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna,
rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
Tanda: Menyangkal, menarik diri, marah
5) Eliminasi
Gejala: Perubahan pada pola defekasi misal darah pada feces, nyeri pada
defekasi. Perubahan eliminasi urinarius misal nyeri atau rasa terbakar pada
saat berkemih sering berkemih.
Tanda: Perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
6) Makanan/cairan
Gejala: Kebiasaan diet buruk (misal rendah serat, tinggi lemak, aditif,
bahan pengawet), anoreksia, mual/muntah, intoleransi makanan.
Tanda: Perubahan pada kelembaban/turgor kulit, edema.
7) Neurosensori
Gejala: Pusing
8) Nyeri/kenyamanan
Gejala: Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi misal ketidaknyamanan
ringan sampai nyeri berat (dihubungkan dengan proses penyakit)
9) Keamanan
Gejala: Pemajanan pada kimia toksik, karsinoma, pemajanan matahari
lama/berlebihan.
Tanda: Demam, ruam kulit, ulserasi.
10) Pernapasan
Gejala: Merokok (tembakau, hidup dengan seseorang yang merokok),
pemajanan asbes.
11) Seksualitas
Gejala: Masalah seksual misal dampak pada hubungan, perubahan pada
tingkat kepuasan nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun, multigravida,
pasangan seks multipel, aktivasi seksual dini, herpes genital.
12) Interaksi social
Gejala: Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung, riwayat
perkawinan (berkenaan dengan kepuasan di rumah, dukungan atau
bantuan), masalah tentang fungsi atau tanggung jawab peran.
13) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umun pasien, kesadaran, tekanan
darah, respirasi, berat badan
(1) Mata: Meliputi pemeriksaan kelopak mata, gerakan mata, konjungtiva,
sclera, pupil, akomodasi.
(2) Hidung: meliputi pemeriksaan reaksi alergi, sinus, dan lain-lain
(3) Mulut dan tenggorokan: kaji adanya mual, kesulitan menelan
(4) Dada dan aksila: kaji adanya pembesaran mammae
(5) Pernafasan: kaji jalan nafas, suara nafas, kaji adanya penggunaan otot
bantu pernafasan
(6) Sirkulasi jantung: kaji kecepatan denyut apical, irama, kelainan bunyi
jantung, sakit dada
(7) Abdomen: kaji adanya asites
(8) Genitourinaria: kaji adanya massa pada rongga pelvis
(9) Ekstremitas: kaji turgor kulit
14) Pemeriksaan laboratorium
(1) Pemeriksaan darah: Hb dan leukosit menurun, trombosit meningkat,
ureum dan kreatinin meningkat.
(2) Pemeriksaan urine: Ureum dan kreatinin meningkat.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan gangguan fungsi metabolic yang
ditandai dengan mengeluh nyeri, merasa depresi (tertekan), tampak
meringis, gelisah, tidak mampu menuntaskan aktivitas, bersifat protektif,
dan waspada.
2. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri yang ditandai
dengan merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang
dihadapi, sulit berkonsentrasi, tampak gelisah, tampak tegang, frekuensi
napas meningkat, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah meningkat, dan
muka tampak pucat.
3. Inkontinensia urin berlebih berhubungan dengan ketidakadekuatan
detrusor yang ditandai dengan residu volume urin setelah berkemih atau
keluhan kebocoran sedikit urin, nokturia, kandung kemih distensi, dan
residu urin 100 ml atau lebih.
4. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal yang
ditandai dengan defekasi kurang dari 2 kali seminggu, pengeluaran feses
lama dan sulit, feses keras, peristaltic usus menurun, mengejan saat
defekasi, dan distensi abdomen.
3. Rencana Tindakan Keperawatan
No.
Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx.
1. Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri:
keperawatan selama …x24 jam 1. Identifikasi skala nyeri 1. Mengidentifikasi skala
diharapkan turunnya tingkat nyeri nyeri dapat mengetahui
dengan kriteria hasil: apakah nyeri sudah
1. Keluhan nyeri berkurang berkurang atau belum.
2. Tidak meringis 2. Berikan teknik 2. Teknik nonfarmakologis
3. Tidak gelisah nonfarmakologis untuk dapat membantu dalam
4. Frekuensi nadi normal mengurangi rasa nyeri (mis. mengurangi rasa nyeri
imajinasi terbimbing, kompres sehingga pasien tidak
hangat/dingin, terapi musik) meringis.
3. Jelaskan penyebab, periode, 3. Menjelaskan penyebab,
dan pemicu nyeri periode, dan pemicu nyeri
dapat membantu dalam
mengatasi kegelisahan
pasien.
4. Kolaborasi pemberian 4. Pemberian analgetik dapat
analgetik, jika perlu membantu dalam
menurunkan rasa nyeri
sehingga akan membantu
dalam menormalkan
frekuensi nadi.
2. Setelah dilakukan asuhan Terapi Relaksasi:
keperawatan selama …x24 jam 1. Identifikasi teknik relaksasi 1. Mengidentifikasi teknik
diharapkan turunnya tingkat ansietas yang pernah efektif digunakan relaksasi efektif yang pernah
dengan kriteria hasil: digunakan dapat membantu
1. Verbalisasi kebingungan dalam mengatasi
berkurang kebingungan pasien dan
2. Verbalisasi khawatir akibat melancarkan proses
kondisi yang dihadapi berkurang relaksasi.
3. Perilaku tegang tidak ada 2. Berikan informasi tertulis 2. Memberikan informasi
4. Konsentrasi meningkat tentang persiapan dan prosedur tentang persiapan dan
teknik relaksasi prosedur teknik relaksasi
dapat membantu dalam
mengurangi rasa khawatir
pasien.
3. Anjurkan rileks dan merasakan 3. Menganjurkan rileks dan
sensasi relaksasi merasakan sensasi relaksasi
dapat membantu
menurunkan perilaku tegang
pada pasien.
4. Kolaborasi dengan pihak 4. Keluarga sangat besar
keluarga dalam membantu pengaruhnya dalam hal
menghilangkan ansietas mengurangi ansietas
sehingga pasien dapat
meningkatkan
konsentrasinya.
3. Setelah dilakukan asuhan Perawatan Inkontinensia Urin:
keperawatan selama …x24 jam 1. Identifikasi penyebab 1. Mengidentifikasi penyebab
diharapkan kontinensia urine normal inkontinensia urine inkontinensia urine dapat
dengan kriteria hasil: memudahkan dalam
1. Frekuensi berkemih normal memecahkan masalah
2. Nokturia tidak ada mengani inkontinesia urine.
3. Distensi kandung kemih tidak ada 2. Bersihkan genital dan kulit 2. Membersihkan genital dan
4. Residu volume urin setelah sekitar secara rutin kulit secara rutin untuk
berkemih normal mengindari munculnya
masalah yang baru.
3. Jelaskan definisi, jenis 3. Mengetahui tentang definisi,
inkontinensia, penyebab jenis, dan penyebab
inkontinensia urine inkontinensia dapat
memudahkan mengatasi
masalah yang ada.
4. Rujuk ke ahli inkontinensia, 4. Rujuk ke ahli inkontinensia
jika perlu diperlukan jika masalah
inkontinensia makin parah.
4. Setelah dilakukan asuhan Manajemen Konstipasi:
keperawatan selama …x24 jam 1. Periksa tanda dan gejala 1. Memeriksa tanda dan gejala
diharapkan eliminasi fekal normal konstipasi konstipasi memudahkan
dengan kriteria hasil: dalam mengambil tindakan
1. Tidak ada keluhan defekasi lama selanjutnya.
dan sulit 2. Anjurkan diet tinggi serat 2. Makanan tinggi serat dapat
2. Tidak mengejan saat defekasi membantu dalam mengatasi
3. Frekuensi defekasi normal masalah eliminasi fekal.
4. Konsistensi feses normal 3. Ajarkan cara mengatasi 3. Mengajarkan cara mengatsi
konstipasi konstipasi memudahkan
dalam menangasi masalah
konstipasi.
4. Kolaborasi penggunaan obat 4. Penggunaan obat pencahar
pencahar, jika perlu untuk mencairkan feses
yang lunak.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien
dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang
dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan. Tujuan
dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai peningkatan
kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi dan rujukan
(Nursalam, 2011).
5. Evaluasi
No. Dx Evaluasi Hasil
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Smeltzer. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Volume 3. Jakarta: EGC
Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6.
Jakarta: EGC
Manuaba, I Gede Bagus. 2004. Kapita Selekta Kedokteran dan KB. Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN TUMOR UTERUS (MIOMA UTERI)
2. Epidemiologi/Insiden Kasus
Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ
reproduksi wanita. Mioma uteri belum pernah (dilaporkan) terjadi sebelum
menars, dan jarang sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20 tahun.
Pada usia reproduktif, terdapat peningkatan insidensi terjadinya mioma uteri
seiring bertambahnya usia. Usia reproduktif menjadi faktor resiko terjadinya
mioma karena kadar hormon ovarium yang dicurigai sebagai penyebab mioma
masih tinggi. Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai
sarang mioma. Kejadian mioma uteri paling banyak ditemui pada umur 35-45
tahun, kurang lebih sebesar 25%3, dan sebesar 20-40% ditemukan pada
wanita yang berusia lebih dari 35 tahun 2. Mioma asimptomatik ditemui pada
40-50% 6 wanita berusia lebih dari 35 tahun8. Pertumbuhan mioma
diperkirakan memerlukan waktu 3 tahun agar dapat mencapai ukuran sebesar
tinju, akan tetapi beberapa kasus ternyata tumbuh cepat. Setelah menopause
banyak mioma menjadi lisut, hanya 10% saja yang masih dapat tumbuh lebih
lanjut.
Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua
penderita ginekologi yang dirawat. Mioma uteri ini lebih sering didapati pada
wanita nulipara atau yang kurang subur. Faktor keturunan juga memegang
peran. Selain itu, mioma uteri juga lebih sering dijumpai pada wanita obese.
Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat
degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang
mioma. Mioma ditemukan lebih banyak pada wanita berkulit hitam dari pada
ras lainnya.
3. Penyebab/Etiologi
Etiologi belum diketahui secara pasti, tetapi terdapat korelasi antara
pertumbuhan tumor dengan peningkatan reseptor estrogen-progesteron pada
jaringan mioma uteri, serta adanya faktor predisposisi yang bersifat herediter.
(Kurniasari, 2010).
Pengaruh hormon dalam pertumbuhan dan perkembangan mioma
adalah mioma memiliki reseptor estrogen lebih banyak dibanding miometrium
normal. Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast.
Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen pada kelinci percobaan
ternyata menimbulkan tumor fibromatosa pada abdomen (Wiknjosastro). Efek
fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron.
Progesteron menghambat pertumbuhan tumor, yaitu mengaktifkan 17B
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
4. Faktor Predisposisi
1) Umur
Jarang ditemukan sebelum usia pubertas dan setelah menopause, paling
banyak pada umur 35-45 tahun (25%). Hal ini dikarenakan pada usia
sebelum menarche kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia
reproduksi, serta akan turun pada usia menopause.
2) Paritas
Wanita nulipara (belum pernah melahirkan anak) atau kurang subur.
Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang
tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali (Schorge et al., 2008 cit
Kurniasari, 2010).
3) Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus.
4) Keturunan
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma
uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma
dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri
(Parker, 2007 cit Kurniasari, 2010).
5. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium
dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak
menyusun semacam pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor
didalam uterus mungkin terdapat satu mioma akan tetapi mioma biasanya
banyak. Bila ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri
maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada
dinding depan uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga menekan dan
mendorong kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan keluhan
miksi (Aspiani, 2017).
Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih,
padat, berbatas tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan
gambarankumparan yang khas. Tumor mungkin hanya satu, tetapi umumnya
jamak dan tersebar di dalam uterus, dengan ukuran berkisar dari benih kecil
hingga neoplasma masif yang jauh lebih besar dari pada ukuran uterusnya.
Sebagian terbenam didalam miometrium, sementara yang lain terletak tepat di
bawah endometrium (submukosa) atau tepat dibawah serosa (subserosa).
Terakhir membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat ke organ
disekitarnya, dari mana tumor tersebut mendapat pasokan darah dan kemudian
membebaskan diri dari uterus untuk menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma
yang berukuran besar memperlihatkan fokus nekrosis iskemik disertai daerah
perdarahan dan perlunakan kistik, dan setelah menopause tumor menjadi
padat kolagenosa, bahkan mengalami kalsifikasi.
Pathway
Hormonal, usia, paritas, herediter, obesitas
Mioma Uteri
Gangguan HB Proses
keseimbangan menurun infeksi/nekrosis Ansietas
cairan
Nyeri Akut
Syok hipovolemik
Penekanan organ
sekitar
Retensi urin
6.Klasifikasi
Menurut letaknya, mioma terbagi menjadi:
1) Mioma submukosum: berada di bawah endometrium dan menonjol ke
dalam rongga uterus (kavum uteri). Pengaruhnya pada vaskularisasi dan
luas permukaan endometrium menyebabkan terjadinya perdarahan
ireguler (Anwar, 2011). Mioma submukosum dapat bertangkai panjang
sehingga dapat keluar melalui ostium serviks (Anwar, 2011).
2) Mioma Intramural/interstisiel: mioma yang berkembang diantara
miometrium (Anwar, 2011).
3) Mioma subserosa: apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga
menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma subserosa
dapat menjadi parasit bagi omentum atau usus untuk vaskularisasi
tambahan bagi pertumbuhannya (Anwar, 2011).
7.Gejala Klinis
Hanya terdapat pada 35-50% penderita. Tergantung letak mioma, besarnya,
perubahan sekunder dan komplikasi. Tanda dan gejala:
1) Perdarahan Abnormal
Perdarahan abnormal yaitu menoragi (jumlah darah haid berlebihan/
>80mL) dan metroragi (bercak- bercak diluar siklus haid).
Faktor penyebab perdarahan:
(1) Pengaruh dari ovarium yang menyebabkan hiperplasia endometrium
sampai adenokarsinoma endometrium.
(2) Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
(3) Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang
mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit
pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
2) Nyeri
Nyeri dapat timbul akibat gangguan sirkulasi darah pada sarang
mioma, yang disertai nekrosis dan peradangan. Pada pengeluaran mioma
submukosum yang akan dilahirkan, begitu pula pertumbuhannya yang
menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan disminore.Pada
mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat disebabkan karena tekanan
pada urat syaraf yaitu pleksus uterovaginalis, menjalar ke pinggang dan
tungkai bawah (Pradhan, 2006 cit Kurniasari, 2010).
3) Gejala Dan Tanda Penekanan
Gejala dan tanda penekanan pada kandung kemih dapat menyebabkan
poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat
menyebabkan hidroureter (gangguan aliran urin akibat obstruksi) dan
hidronefrosis (pembengkakan ginjal yang terjadi sebagai akibat akumulasi
urin di saluran kemih bagian atas/ureter), pada rektum menyebabkan
obstipasi (seperti konstipasi, tetapi akibat adanya obstruksi intestinal) dan
tenesmia (nyeri saat BAB), pada pempulu darah dan pembulu limfe
dipanggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
4) Infertilitas dan Abortus
Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopii (pars
interstisialis tuba) oleh sarang mioma. Sedangkan abortus spontan dapat
terjadi bila mioma uteri menghalangi pembesaran uterus, dimana
menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau
tertahannya uterus di dalam panggul (Goodwin, 2009 cit Kurniasari,
2010).
5) Massa di Perut Bawah
Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di
perut bagian bawah (Kurniasari, 2010).
8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini
disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat
besi (Kurniasari, 2010).
2) Imaging
(1) USG abdominal dan transvaginal: Ultrasonografi transvaginal
terutama bermanfaat pada uterus yang kecil (Kurniasari, 2010).
(2) Histeroskopi: Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma
uteri submukosa, jika mioma kecil serta bertangkai (Kurniasari, 2010).
(3) MRI (Magnetic Resonance Imaging): Sangat akurat dalam
menggambarkan jumlah, ukuran, dan likasi mioma. Pada MRI, mioma
tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari
miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang
dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma (Goodwin, 2009 cit
Kurniasari, 2010).
9. Prognosis/Komplikasi
1) Perdarahan sampai terjadi anemia
2) Torsi tangkai mioma dari:
(1) Mioma uteri subserosa
(2) Mioma uteri submukosa
3) Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi
4) Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.
Pengaruh mioma terhadap kehamilan:
(1) Infertilitas
(2) Abortus
(3) Persalinan prematuritas dan kelainan letak
(4) Inersia uteri
(5) Gangguan jalan persalinan
(6) Perdarahan post partum
(7) Retensi plasenta
Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
(1) Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen
(2) Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai
10. Penatalaksanaan
1) Pada mioma kecil dan tidak menimbulkan keluhan, tidak diberikan terapi,
hanya diobservasi setiap 3-6 bulan untuk menilai pembesarannya. Mioma
akan mengecil setelah menopause.
2) Penatalaksanaan dengan GnRH agonist (GnRHa). GnRHa mengatur
reseptor gonadotropin di hipofisis sehingga mengurangi sekresi
gonadotropin yang mempengaruhi leiomioma. Pemberian GnRHa selama
16 minggu menghasilkan degenerasi hialin hingga mioma mengecil. Akan
tetapi, setelah pemberian GnRHa dihentikan, leiomioma tumbuh kembali
karena masih mengandung reseptor estrogen.
3) Operatif
(1) Miomektomi: pengambilan sarang mioma saja tanpa ada pengangkatan
uterus/rahim. Kemungkinan memperoleh anak setelah tindakan
miomektomi adalah 30-50%.
(2) Histerektomi (pengangkatan uterus): mencegah timbulnya karsinoma
servisis uteri.
(3) Radioterapi bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga
penderita mengalami menopause. Radioterapi dilakukan jika terdapat
kontraindikasi dengan tindakan operatif. Radioterapi hedaknya
dikerjakan apabila tidak ada keganasan pada uterus.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
2) Identitas
(3) Identitas klien meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, status,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, no. resgister, dan diagnose medis.
(4) Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, hubungan dengan
pasien, pekerjaan dan alamat.
3) Status Kesehatan
(1) Keluhan Utama
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien mioma uteri,
misalnya timbul benjolan diperut bagian bawah yang relatif lama.
Kadang-kadang disertai gangguan haid.
(2) Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan yang di rasakan oleh ibu penderita mioma saat dilakukan
pengkajian, seperti rasa nyeri karena terjadi tarikan, manipulasi
jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah dan adapun yang yang perlu
dikaji pada rasa nyeri adalah lokasih nyeri, intensitas nyeri, waktu dan
durasi serta kualitas nyeri.
(3) Riwayat Penyakit Terdahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis
pengobatan yang dilakukan oleh pasien mioma uteri, tanyakan
penggunaan obat-obatan, tanyakan tentang riwayat alergi, tanyakan
riwayat kehamilan dan riwayat persalinan dahulu, penggunaan alat
kontrasepsi, pernah dirawat/dioperasi sebelumnya.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga mempunyai
penyakit keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung, penyakit
kelainan darah dan riwayat kelahiran kembar dan riwayat penyakit mental.
5) Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma uteri yang perlu
diketahui adalah:
(1) Keadaan haid
Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid terakhir, sebab mioma
uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarhe dan mengalami atrofi
pada masa menopause.
(2) Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana mioma
uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormon
estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam jumlah yang besar.
6) Faktor Psikososial
(1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya, faktor-
faktor budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang dimiliki
pasien mioma uteri, dan tanyakan mengenai seksualitas dan perawatan
yang pernah dilakukan oleh pasien mioma uteri.
(2) Tanyakan tentang konsep diri: Body image, ideal diri, harga diri, peran
diri, personal identity, keadaan emosi, perhatian dan hubungan
terhadap orang lain atau tetangga, kegemaran atau jenis kegiatan yang
di sukai pasien mioma uteri, mekanisme pertahanan diri, dan interaksi
sosial pasien mioma uteri dengan orang lain.
7) Pola Kebiasaan sehari-hari
Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang harus
dikaji adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu makan yang
terjadi.
8) Pola eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsitensi, warna, BAB terakhir.
Sedangkan pada BAK yang harus di kaji adalah frekuensi, warna, dan bau.
9) Pola Aktivitas, Latihan, dan Bermain
Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan
frekuensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi, berpakaian,
eliminasi, makan minum, mobilisasi
10) Pola Istirahat dan Tidur
Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang dan
malam hari, masalah yang ada waktu tidur.
11) Pemeriksaan Fisik
(1) Keadaan Umum
Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
(2) Tanda-tanda vital: Tekanan darah, nadi,suhu, pernapasan.
(3) Pemeriksaan Fisik Head to toe
1. Kepala dan rambut: lihat kebersihan kepala dan keadaan rambut.
2. Mata: lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris
3. Hidung: lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya
pembengkakan konka nasal/tidak
4. Telinga: lihat kebersihan telinga.
5. Mulut: lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat kebersihan
rongga mulut, lidah dan gigi, lihat adanya penbesaran tonsil.
6. Leher dan tenggorokan: raba leher dan rasakan adanya
pembengkakan kelenjar getah bening/tidak.
7. Dada atau thorax: paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskuler dan
sirkulasi, ketiak dan abdomen.
8. Abdomen
Infeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol,
Auskultasi: bagaimana bising usus
Perkusi: timpani, pekak
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen
9. Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan pada
ekstremitas atas dan bawah pasien mioma uteri.
10. Genetalia dan anus perhatikan kebersihan, adanya lesi, perdarahan
diluar siklus menstruasi.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi)
yang ditandai dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif,
gelisah, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah meningkat, pola nafas
berubah, dan menarik diri.
2) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi yang ditandai
dengan merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang
dihadapi, sulit berkonsentrasi, tampak gelisah, teampak tegang, mengeluh
pusing, frekuensi napas meningkat, frekuensi nadi meningkat, tekanan
darah meningkat, dan muka tampak pucat.
3) Retensi urin berhubungan dengan peningkatan tekanan uretra yang ditandai
dengan sensasi penuh pada kandung kemih, disuria/anuria, distensi
kandung kemih, inkontinensia berlebihan, residu urin 150 ml atau lebih.
4) Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal yang
ditandai dengan defekasi kurang dari 2 kali seminggu, pengeluaran feses
lama dan sulit, feses keras, peristaltic usus menurun, mengejan saat
defekasi, dan distensi abdomen.
3. Rencana Tindakan Keperawatan
No.
Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx.
1. Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri: 1. Mengidentifikasi skala
keperawatan selama …x24 jam 1. Identifikasi skala nyeri nyeri dapat mengetahui
diharapkan turunnya tingkat nyeri apakah nyeri sudah
dengan kriteria hasil: berkurang atau belum.
1. Keluhan nyeri berkurang 2. Berikan teknik nonfarmakologis 2. Teknik nonfarmakologis
2. Tidak meringis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. dapat membantu dalam
3. Tidak gelisah imajinasi terbimbing, kompres mengurangi rasa nyeri
4. Frekuensi nadi normal hangat/dingin, terapi musik) sehingga pasien tidak
meringis.
3. Jelaskan penyebab, periode, dan 3. Menjelaskan penyebab,
pemicu nyeri periode, dan pemicu
nyeri dapat membantu
dalam mengatasi
kegelisahan pasien.
4. Kolaborasi pemberian analgetik, 4. Pemberian analgetik
jika perlu dapat membantu dalam
menurunkan rasa nyeri
sehingga akan membantu
dalam menormalkan
frekuensi nadi.
2. Setelah dilakukan asuhan Terapi Relaksasi: 1. Mengidentifikasi teknik
keperawatan selama …x24 jam 1. Identifikasi teknik relaksasi yang relaksasi efektif yang
diharapkan turunnya tingkat ansietas pernah efektif digunakan pernah digunakan dapat
dengan kriteria hasil: membantu dalam
1. Verbalisasi kebingungan mengatasi kebingungan
berkurang pasien dan melancarkan
2. Verbalisasi khawatir akibat proses relaksasi.
kondisi yang dihadapi berkurang
3. Perilaku tegang tidak ada 2. Berikan informasi tertulis 2. Memberikan informasi
4. Konsentrasi meningkat tentang persiapan dan prosedur tentang persiapan dan
teknik relaksasi prosedur teknik relaksasi
dapat membantu dalam
mengurangi rasa khawatir
pasien.
3. Anjurkan rileks dan merasakan 3. Menganjurkan rileks dan
sensasi relaksasi merasakan sensasi relaksasi
dapat membantu
menurunkan perilaku
tegang pada pasien.
4. Kolaborasi dengan pihak 4. Keluarga sangat besar
keluarga dalam membantu pengaruhnya dalam hal
menghilangkan ansietas mengurangi ansietas
sehingga pasien dapat
meningkatkan
konsentrasinya.
3. Setelah dilakukan asuhan Manajemen Eliminasi Urin: 1. Mengidentifikasi tanda dan
keperawatan selama …x24 jam 1. Identifikasi tanda dan gejala gejala retensi atau
diharapkan eliminasi urin normal retensi atau inkontinensia urine inkontinensia urine dapat
dengan kriteria hasil: membantu cara menangani
1. Sensasi berkemih normal masalah retensi urin.
2. Distensi kandung kemih tidak ada 2. Catat waktu-waktu dan haluaran 2. Mencatat waktu-waktu dan
3. Volume residu urin normal kencing haluaran kencing bias
4. Disuria tidak ada mengetahui dari adanya
masalah retensi urin.
3. Ajarkan tanda dan gejala infeksi 3. Mengajarkan tanda dan
saluran kemih gejala infeksi saluran kemih
membantu dalam
meminimalisir terjadinya
masalah pada saluran kemih.
4. Kolaborasi pemberian obat 4. Pemberian obat supositoria
supositoria uretra, jika perlu uretra dapat membantu dalam
mengatasi masalah pada
saluran kemih.
4. Setelah dilakukan asuhan Manajemen Konstipasi: 1. Memeriksa tanda dan
keperawatan selama …x24 jam 1. Periksa tanda dan gejala gejala konstipasi
diharapkan eliminasi fekal normal konstipasi memudahkan dalam
dengan kriteria hasil: mengambil tindakan
1. Tidak ada keluhan defekasi lama selanjutnya.
dan sulit 2. Anjurkan diet tinggi serat 2. Makanan tinggi serat dapat
2. Tidak mengejan saat defekasi membantu dalam
3. Frekuensi defekasi normal mengatasi masalah
4. Konsistensi feses normal eliminasi fekal.
3. Ajarkan cara mengatasi 3. Mengajarkan cara mengatsi
konstipasi konstipasi memudahkan
dalam menangasi masalah
konstipasi.
4. Kolaborasi penggunaan obat 4. Penggunaan obat pencahar
pencahar, jika perlu untuk mencairkan feses
yang lunak.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien
dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang
dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan. Tujuan
dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai peningkatan
kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi dan rujukan
(Nursalam, 2011).
5. Evaluasi
No. Dx Evaluasi Hasil
Anwar, Mochamad et al.,. 2011. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga .Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Kurniasari, Tri. 2010. Karakteristik Mioma Uteri di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Periode Januari 2009- Januari 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Prawirohardjo, Sarwono. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Aspiani, Y, R. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.