BAB I
Pendahuluan
Ada banyak jenis tumor dari ovarium, masing-masing memiliki karakteristik sendiri.
Untungnya, 80% tumor ovarium adalah jinak. Di Amerika Serikat, kanker ovarium adalah
kanker paling umum kedua dari kanker pada sistem reproduksi.
Angka kematian yang tinggi pada kanker ginekologik disebabkan oleh karena kurangnya alat
skrining yang efektif untuk diagnosis dini, dan presentasi gejala yang timbul pada stadium
akhir penyakit, ketika tumor telah menyebar ke seluruh rongga peritoneum dan pada tingkat
ini kesempatan untuk sembuh cukup rendah. Diagnosis dini dan intervensi sangatlah penting
dikarenakan tingkat kelangsungan hidup dalam 5 tahun untuk perempuan dengan karsinoma
ovarium hanya 25% sampai 45%.
BAB II
Tumor Jinak Ovarium
Kista ovarium sangat sering ditemukan, dan pada beberapa kasus adalah fisiologis,
terutama pada kista folikular (3 cm) dan kista korpus luteal (5 cm) selama siklus mentruasi.
Pada wanita yang sedang mengalami menstruasi, kista dengan ukurang <5 cm tidak perlu
terlalu mendapatkan perhatian, kecuali terdapat hal yang mencurigakan lainnya atau dia
mengalami gejala simtomatik (contoh: nyeri perut). Pemeriksaan ulang dalam waktu 6
minggu direkomendasikan (ketika wanita tersebut dalam poin yang berikutnya dalam
siklusnya) untuk melihat apakah kista tersebut sudah menghilang. Kista kecil juga kadangkadang terlihat pada wanita postmenopause (sampai 14%).
Pemeriksaan ultrasound dan tumor marker CA125 digunakan untuk menentukan
indeks risiko keganasan (RMI risk of malignancy index). Indeks ini bermanfaat untuk
mengindentifikasi pasien dengan risiko tinggi kanker dan secepatnya dapat dirujuk ke pusat
penanganan kanker.
Anatomi Ovarium
Ovarium pada orang dewasa kira-kira sebesar ibu jari tangan, terletak di kiri dan di
kanan uterus, dekat pada dinding pelvis di fossa ovarika. Ovarium dihubungkan dengan
uterus melalui ligamentum ovarii proprium. Arteri ovarika berjalan menuju ovarium melalui
ligamentum suspensorium ovarii (ligamentum infundibulopelvikum). Ovarium terletak pada
lapisan belakang ligamentum latum. Sebagian besar ovarium berada intraperitoneal dan tidak
dilapisi oleh peritoneum. Sebagian kecil ovarium yang berada di dalam ligamentum latum
disebut hilus ovarii. Pada bagian hilus ini masuk pembuluh darah dan saraf ke ovarium.
Lipatan yang menghubungkan lapisan belakang ligamentum latum dengan ovarium
dinamakan mesovarium.
Bagian ovarium yang berada di dalam kavum peritonei dilapisi oleh epitel selapis
kubik-silindris, disebut epitelium germinativum. Di bawah epitel ini terdapat tunika albuginea
dan di bawahnya lagi baru ditemukan lapisan tempat folikel-folikel primordial. Tiap bulan
2
satu folikel dan kadang-kadang dua folikel berkembang menjadi folikel de Graaf. Folikelfolikel ini merupakan bagian overium terpenting dan dapat ditemukan di korteks ovarii dalam
letak yang beraneka ragam, dan juga dalam tingkat-tingkat perkembangan dari satu sel telur
yang dikelilingi oleh satu lapisan sel saja sampai folikel de Graaf matang. Folikel yang
matang ini terisi dengan likuor follikuli yang mengandung estrogen, dan siap untuk
berovulasi.
Pada waktu dilahirkan bayi perempuan mempunyai sekurag-kurangnya 750.000
oogonium. Jumlah ini berkurang akibat pertumbuhan dan degenerasi folikel-folikel. Pada
umur 6-15 tahun ditemukan 439.000, pada 16-25 tahun 159.000, antara umur 26-35 tahun
menurun sampai 59.000, dan antara 34-45 hanya 34.000. pada masa menopause semua folikel
sudah menghilang.
Patogenesis
Tumor ovarium biasa terkena pada salah satu dari tiga komponen ovarium: epitel
permukaan, sel germinativum ovarium, atau stroma ovarium. Lebih dari 65% tumor ovarium
dan 90% kanker ovarium merupakan tumor epitelial pada kapsul ovarium. Sekitar 5%-10%
kanker ovarium merupakan metastatis dari tumor primer lain di tubuh, biasanya dari traktus
gastrointestinal, dikenal sebagai Krukenberg tumors, atau dari payudara dan endometrium.
Kanker ovarium menyebar secara primer lewat pengelupasan langsung dari sel ganas
ovarium. Akibatnya, daerah yang terkena metastasis biasanya mengikuti jalannya cairan
peritoneum. Penyebaran lewat limfe juga dapat terjadi, biasanya kearah pelvis retroperitoneal
dan nodus limfe para-aortic. Penyebaran secara hematogen biasanya menyebabkan
metastasis jauh ke otak dan paru-paru. Pada sakit yang lebih parah penyebaran tumor
intraperitoneal menyebabkan akumulasi asites pada abdomen dan terganggunya usus karena
tumor. Hal ini menyebabkan obstruksi intestinal intermiten yang dikenal sebagai
carcinomatous ileus. Pada banyak kasus, progresi seperti ini menyebabkan malnutrisi,
kelaparan, kakeksia, dan kematian.
Walaupun penyebab kanker ovarium masih belum jelas, namun diyakini disebabkan
oleh transformasi maligna dari jaringan ovarium setelah periode ovulasi kronik yang
memanjang. Ovulasi menggangu epitel ovarium dan mengaktifkan mekanisme perbaikan sel.
Saat ovulasi terjadi dalam waktu lama tanpa interupsi mekanisme ini dipercaya memberikan
3
kesempatan untuk mutasi dari gen somatik saat proses perbaikan sel. Teori yang berkembang
saat ini kanker ovarium serosa berasal dari tuba falopi distal.
Sekitar 10-15% wanita dengan kanker ovarium memiliki sindrom kanker familial.
Pasien dengan mutasi pada gen BRCA1 memiliki 85% kemungkinan kanker payudara dan
30-50% kanker ovarium. Proporsi lain pada pasien dengan mutasi gen BRCA2 (25%) juga
menunjukan peningkatan resiko kanker ovarium. Pasien dengan Lynch II syndrome
(hereditary nonpolyposis colorectal cancer syndrome) memiliki rasio tinggi keluarga dengan
kanker payudara, ovarium, kolon, dan endometrium. Diet tinggi lemak dan beberapa bahan
seperti talc dan abestos juga menunjukan kemungkinan agen etiologis dari patogenesis
kanker ovarium.
Epidemiologi
Rata-rata perempuan mempunyai resiko 1:70 untuk memiliki kanker ovarium dalam
hidupnya dan 1:95 kemungkinan meninggal karena kanker ovarium invasif. Median umur
yang terdiagnosis adalah 61 tahun dengan 2 per 3 perempuan dengan kanker diatas umur 55
tahun saat diagnosis ditegakan.
Kanker ovarium herediter biasanya muncul pada perempuan 10 tahun lebih muda
dibandingkan dengan mereka yang terkena kanker non herediter, seperti kanker ovarium
nonepitelial lebih sering pada wanita muda dan remaja. Terdapat sedikit perbedaan frekuensi
pada perempuan kaukasian dibandingkan hispanic, asian, dan afrika amerika.
Faktor resiko
Wanita dengan syndrom kanker ovarium familial (BRCA1, BRCA2, atau Lynch II
syndrome) memiliki resiko tertinggi dari kanker ovarium (30-50%). Wanita dengan riwayat
keluarga kanker ovarium memiliki resiko 5-15%. Wanita yang memiliki ibu, saudara
perempuan, atau anak perempuan dengan kanker ovarium juga memiliki faktor resiko
terhadap penyakit ini. Semakin muda saudara yang terkena kanker, semakin tinggi resiko
keluarga tingkat pertama. Begitu pula dengan wanita dengan riwayat kanker payudara
meningkatkan 2x lipat kejadian kanker ovarium.
Karena mekanisme kanker ovarium dicurigai berhubungan dengan mutasi yang terjadi
saat ovulasi, wanita dengan riwayat periode ovulasi memanjang (menarke dini, infertilitas,
nuliparitas, telat mempunyai anak, menopause terlambat) memiliki peningkatan resiko kanker
ovarium. Untuk alasan yang sama, penuaan juga salah satu faktor resiko utama untuk kanker
ovarium. 50% wanita dengan kanker ovarium adalah berumur 63 tahun atau lebih tua. Faktor
resiko lainnya yaitu penggunaan bedak talk di perineum dan obesitas BMI>30.
Faktor protektif
Banyak faktor protektif terhadap kanker ovarium yang berhubungan dengan hipotesis
ovulasi tak putus (incessant ovulation). Spekulasinya adalah supresi ovulasi menyebabkan
kurangnya gangguan terhadap epitel ovarium dan berkurangnya aktivasi dari mekanisme
perbaikan sel. Sehingga kemungkinan gen untuk mutasi dan delesi lebih sedikit. Penggunaan
Kontrasepsi oral memiliki sifat protektif karena efek supresi ovulasi. Penggunaan selama
lebih dari 5 tahun dapat mengurangi resiko kanker ovarium sebanyak 50%. Begitu pula
dengan menyusui, multiparitas, dan anovulasi kronik diketahui sebagai faktor protektif
dengan menginterupsi atau menekan ovulasi. Tubal ligation dan histerektomi berhubungan
dengan penurunan kanker ovarium sebanyak 67% dan 30%. Kemungkinan disebabkan karena
terganggunya persediaan darah ovarium karena prosedur tersebut atau menurunnya migrasi
karsinogen dari traktus ganital bawah ke ovarium.
Manifestasi klinik
Anamnesa
Pasien dengan kanker ovarium biasanya asimtomatik atau memiliki keluhan yang tidak
jelas sampai penyakit ini berlanjut ke tingkat yang lebih berat. Beberapa pasien merasakan
nyeri pada abdomen bawah, distensi abdomen, kembung, dan kenyang lebih awal. Saat
tumor semakin membesar gejala lain mungkin muncul termasuk gejala gastrointestinal (mual,
muntah, indigestion), frekuensi BAK bertambah, disuria, dan tekanan pada pelvis. Asites
dapat terbentuk pada stadium lanjut dan menyebabkan sulit bernafas karena efusi pleura.
Hernia ventral jug dapat terlihat karena peningkatan tekanan intra-abdominal.
Pemeriksaan Fisik
Tidak ada bukti yang menyarankan pemeriksaan rutin pelvis dapat mendiagnosis kanker
ovarium lebih dini. Saat penyakitnya memberat, temuan yang paling sering pada pemeriksaan
yaitu teraba massa di pelvis, solid, iregular, terfiksir yang dapat menyebar hingga ke
abdomen bagian atas, dan asites. Metastasis kanker ovarium ke umbilikus dikenal sebagai
sister Mary Joseph nodule. Saat massa ditemukan saat pemeriksaan, kemungkinan kanker
pada wanita postmenopause adalah 30-60% dibandingkan wanita premenopause 5-15%.
Evaluasi Diagnostik
Ultrasound pelvis adalah alat diagnostik utama untuk investigasi massa adneksa. Terutama
untuk membedakan tumor maligna dan benigna. Studi lain, termasuk CT scan dan MRI
pelvis dan abdomen dapat membantu diagnosis dan penyebaran penyakit. Karena sel maligna
dapat menyebar secara langsung, parasentesis dan aspirasi sebaiknya dihindari. Setelah
diagnosis ditegakan, kemudian dicari metastasisnya dan untuk menentukan kanker ovarium
primer atau sekunder. Barium enema dan pyelogravi intravena berguna untuk melihat
sumber penyakit dari gastrointestinal dan traktus genital dan urinari.
Tergantung tipe tumor, keganasan ovarium dapat dimonitor menggunakan marker
tumor CA-125, -fetoprotein (AFP), lactate dehydrogenase (LDH), dan Human chorionic
gonadotropins (hCG).
Asimpsomatik
Nyeri kronik:
o Nyeri
o Tekanan pada organ lain (frekuensi urinase atau gangguan pada usus)
o Dispareuni
o Dismenorhea
6
Nyeri akut:
o Perdarahan (pada kista atau intraabdominal)
o Torsio
o Ruptur
o Perdarahan abnormal uterus
o Efek hormonal
Anamnesa
Riwayat menstruasi (lama saat menstruasi, periode satu siklus, jumlah perdarahan)
Distensi abdomen
Penggunaan obat-obatan
Riwayat keluarga
Pemeriksaan Fisik
TTV
Abdomen: massa dari pelvis, nyeri tekan, tanda-tanda peritonitis, massa pada
abdomen atas, atau asites
Pelvis: discharge pervaginam, nyeri goyang serviks, massa adneksa atau nyeri
adneksa (mobilitas, konsistensi, dan ukuran)
Kista multiokular
Area padat
Metastase
Asites
Lesi bilateral
Skor final U :
Klasifikasi
1. Non-neoplastik
Fungsional
o Kista folikuler: normal <3 cm
o Kista korpus luteum: normal <5 cm (menunjukkan tanda-tanda hemoragik
ke dalam kista, atau hemoperitoneum)
Patologik
o Kista ovarian endometriosis
o Sindrom ovarian polikistik
o Kista teka luteal
o Edema ovarian
2. Neoplastik jinak
Tumor epitel
o Kistaadenoma seros
o Kistaadenoma musin
o Tumor Brenner
1. Kista Folikel
Kista folikel merupakan kista yang paling sering ditemukan di ovarium dan biasanya
berukuran 3-8 cm. Kista ini terjadi karena kegagalan proses ovulasi dan kemudian cairan
intrafolikel tidak diabsorpsi kembali. Pada beberapa keadaan, kegagalan ovulasi juga dapat
terjadi secara artifisial dimana gonadotropin diberikan secara berlebihan untuk menginduksi
9
ovulasi. Kista ini tidak menunjukkan gejala yang spesifik. Jarang sekali terjadi torsi, ruptur,
atau perdarahan. Ada yang menghubungkan kista folikel dengan gangguan menstruasi
(perpanjangan interval antarmenstruasi atau pemendekan siklus). Kista folikel yang besar
dapat dihubungkan dengan nyeri pelvik, dispareunia, dan kadang-kadang perdarahan
abnormal uterus.
Terapi : sebagian kista dapat mengalami obliterasi dalam 60 hari tanpa pengobatan. Pil
kontrasepsi dapat digunakan untuk mengatur siklus dan atresi kista folikel. Tatalaksana kista
folikel dapat dilakukan dengan melakukan pungsi langsung pada dinding kista menggunakan
peralatan laparoskopi. Pastikan dulu bahwa kista yang akan dilakukan pungsi adalah kista
folikel karena bila terjadi kesalahan identifikasi dan kemudian kista tersebut tergolong
neoplastik ganas, maka cairan tumor invasif akan menyebar di dalam rongga peritoneum.
Namun data terakhir menunjukkan prosedur diagnostik ini rendah akurasi dan pada kista
berukuran maksimal (8 cm), 95% mengalami rekurensi setelah tindakan aspirasi
menimbulkan nyeri lokal dan tegang dinding perut yang juga disertai amenorea atau
menstruasi terlambat yang menyerupai gambaran kehamilan ektopik. Kista lutein juga dapat
menyebabkan torsi ovarium sehingga menimbulkan nyeri hebat atau perdarahan
intraperitoneal yang membutuhkan tindakan pembedahan segera untuk menyelamatkan
penderita.
Terapi : laparoskopi dan laparotomi dilakukan bila terjadi perdarahan ke dalam rongga
peritoneum atau timbul torsi adneksa. Terapi simtomatik diberikan bila tidak muncul
komplikasi akut. Sama seperti kista korpus luteum, kista ini biasanya menghilang spontan
dalam 1-2 bulan pada pasien dengan siklus menstruasi yang aktif, dan pengobatan pil
kontrasepsi mungkin juga dapat berguna walaupun masih banyak pertanyaan dalam
kegunaannya.
4. Endometriomas
Pada wanita dengan endometriosis, fokal endometriotik pada permukaan ovarium dapat
timbul kista fibrosa sebagai hasil akumulasi dari cairan dan darah. Kista endometrial ini
bervariasi ukurannya dari beberapa milimeter sampai 10 cm. Endometriomas juga dikenal
sebagai chocolate cyst karena mengandung debris darah berwarna coklat yang tebal. Tipis
atau terjadinya adhesi dari kista ini ke dinding pelvis, cul-de-sac dan tuba falopi sering
mengaburkan visualisasi kista ini.
11
Diferensiasi diagnosis: tumor marker CA125 sering meningkat pada kista ini, sehingga sulit
dibedakan dari tumor epitel malignan.
Terapi : kebanyakan pasien dengan POS membutuhkan terapi untuk hirsutisme atau
infertilitas. Hirsutisme dapat diterapi yang dapat menurunkan level androgen, dan pil
12
kontrasepsi adalah pilihan pertama pada pasien yang tidak hamil. Infertilitas dapat diobati
dengan klomifen sitrat. Studi terakhir, pengobatan dengan metformin dapat improvisasi
fertilitas, baik diberikan sebagai pengobatan tunggal, atau berbanrengan dengan klomifen.
Pasien dengan POS mengalami anovulasi kronik, maka endometrium dapat di stimulasi
dengan estrogen.
13
8. Tumor Brenner
Frekuensinya sangat jarang dan biasanya ditemukan tanpa disengaja ketika operasi.
Histopatologinya merupakan kolom epitel dalam jaringan fibromatosa. Distribusi sarang
epitel dalam stroma mengessankan gambaran ganas tapi gambaran homogen dan
uniformal tanpa aktivitas anaplasia menunjukkan hal yang sebaliknya. Mencakup 1-2%
dari total tumor ovarium dan 95% unilateral.
Terapi : Eksisi
14
10. Fibroma
Tidak memproduksi hormon seperti tumor sel teka. Muncul saat menjelang menopause.
Ukurannya >20 cm
16
BAB III
Kesimpulan
Tumor ovarium biasa terkena pada salah satu dari tiga komponen ovarium: epitel
permukaan, sel germinativum ovarium, atau stroma ovarium. Lebih dari 65% tumor ovarium
dan 90% kanker ovarium merupakan tumor epitelial pada kapsul ovarium. Sekitar 5%-10%
kanker ovarium merupakan metastatis dari tumor primer lain di tubuh, biasanya dari traktus
gastrointestinal, dikenal sebagai Krukenberg tumors, atau dari payudara dan endometrium.
Walaupun penyebab kanker ovarium masih belum jelas, namun diyakini disebabkan
oleh transformasi maligna dari jaringan ovarium setelah periode ovulasi kronik yang
memanjang. Karena mekanisme kanker ovarium dicurigai berhubungan dengan mutasi yang
terjadi saat ovulasi, wanita dengan riwayat periode ovulasi memanjang (menarke dini,
infertilitas, nuliparitas, telat mempunyai anak, menopause terlambat) memiliki peningkatan
resiko kanker ovarium.
Ultrasound pelvis adalah alat diagnostik utama untuk investigasi massa adneksa.
Terutama untuk membedakan tumor maligna dan benigna. Studi lain, termasuk CT scan dan
MRI pelvis dan abdomen dapat membantu diagnosis dan penyebaran penyakit. Karena sel
maligna dapat menyebar secara langsung, parasentesis dan aspirasi sebaiknya dihindari.
Setelah diagnosis ditegakan, kemudian dicari metastasisnya dan untuk menentukan kanker
ovarium primer atau sekunder.
Tatalaksana tumor ovarium beragam sesuai dengan jenis tumor, namun dilakukan
kistektomi jika memungkinkan dan tetap pertimbangkan fertilitas untuk wanita produktif.
17
DAFTAR PUSTAKA
Decherney AH, Nathan L, Laufer N, Roman AS. Current Diagnosis & Treatment
Obstetrics & Gynecology, 11th ed. United States: McGraw Hill Companies, 2013: Ch
41
Callahan TL, Caughey AB. Blueprints Obstetrics & Gynecology, 6th ed. United
States: Lippincott Williams & Wilkins, 2013: 392-5
18