Anda di halaman 1dari 13

BAB V

MENGELOLA KONFLIK PUBLIC RELATION

Di dalam suatu organisasi tidak dapat dipungkiri akan terjadi konflik yang dapat
memecah belah pihak-pihak yang ada di dalam suatu organisasi. Untuk itu diperlukannya
pengelolaan konflik yang baik. Namun dalam mengelola konflik tidak sembarang strategi
yang diterapkan untuk meredam konflik, penerapan strategi-strategi yang kurang tepat dapat
memicu konflik lain, yang dapat mengakibatkan kerenggangan hubungan antar individu
maupun kelompok. Untuk itu dalam bab ini akan dibahas mengenai mengelola konflik
kehumasan.

A. Pengertian Konflik

Pengertian konflik sendiri memiliki berbagai macam definisi yang sering kali
memiliki konsep dan persepsi berbeda-beda, berikut definisi konflik menurut pendapat ahli.

Robbins,1996:431 (dalam Rettobjaan, 2013:6) konflik organisasi adalah suatu proses


interaksi yang terjadi akibat ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang
berpengaruh terhadap pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh
negatif.

Menurut Nawawi, et al., 2006 konflik merupakan suasana batin yang berisi
kegelisahan karena pertentangan dua motif atau lebih, yang mendorong seseorang berbuat
dua atau lebih kegiatan yang saling bertentangan, pada waktu yang bersamaan. Oleh karena
kedua motif itu sama kuatnya, maka orang tersebut menjadi bimbang dan jika tidak cepat
diatasinya maka berkembang rasa kegelisahan yang relatif berat.

Selain itu menurut Hocker & Wilmot, 2013:11 (dalam Wahl, et al., 2016:215)
“Conflict an expressed struggle between at least two interdependent parties who perceive
incompatible goals, scarce, resurces and interference from others in achieving their goals”.
Artinya bahwa konflik merupakan perebutan antara sedikitnya dua pihak yang saling
bergantungan yang memiliki tujuan yang tidak sejalan, kelangkaan sumberdaya dan campur
tangan dari orang lain dalam mencapai tujuan mereka. Pihak yang terlibat dalam konflik
terdiri dari sedikitnya dua orang atau kelompok, merebutkan sumberdaya yang terbatas
dengan makusd untuk memilikinya karena memiliki kepentingan yang dianggap sangat
mendesak dan penting. Karena kebutuhan akan sumberdaya yang terbatas itulah individu atau
pihak yang berkonflik memperebutkannya untuk menggunakannya atas dasar kepentingannya
sendiri dan kadang kala tidak sesuai dengan tujuan yang sebenarnya dari pemanfaatan sumber
daya tersebut.

“Pada hakekatnya konflik dapat didefinisikan sebagai segala macam interaksi


pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak. Konflik organisasi
(organizational conflict) adalah ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau
kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus
membagi sumber daya-sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan/atau
karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai dan persepsi.”
(Handoko, 2012:346)

Dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan sebagai suatu keadaan dimana


terjadinya pertentangan-pertentangan antara individu maupun kelompok-kelompok yang
berkonflik. Pertentangan ini biasanya meliputi perbedaan persepsi antara individu,
misskomunikasi, kepentingan, tujuan dan konflik yang telah dimiliki oleh pribadi (individu)
maupun kelompok.

Seperti yang kita ketahui bahwa konflik tidak dapat dihindarkan. Pandangan ini
merupakan pandangan baru, yang telah dibuktikan dalam penelitian perilaku organisasi.
Sikap terhadap konflik dari waktu ke waktu telah berubah, hal ini di sampaikan dalam
penelitian Stephen P. Robbins yang telah menelusuri perkembangan ini, dengan menekankan
pada perbedaan antara pandangan tradisional mengenai konflik dan pandangan baru yang di
sebut interaksionis pandangan tersebut dapat ditunjukkan dalam tabel berikut ini (Handoko,
2013).
Pandangan Lama Pandangan Baru
Konflik dapat dihindarkan Konflik tidak dapat dihindarkan
Konflik disebabkan oleh kesalahan- Konflik timbul karena banyak sebab,
kesalahan manajemen dalam termasuk struktur organisasi, perbedaan
perancangan dan pengelolaan organisasi
tujuan yang tidak dapat dihindarkan,
perbedaan dalam persepsi dan nilai-nilai
probadi dan sebagainya
Konflik mengganggu organisasi dan Konflik dapat membantu atau
menghalangi pelaksanaan optimal menghambat pelaksanaan kegiatan
organisasi dalam berbagai derajat
Tugas manajemen adalah menghilangkan Tugas manajemen adalah mengelola
konflik tingkat konflik dan penyelesaiannya
Pelaksanaan kegiatan organisasi yang Pelaksanaan kegiatan organisasi yang
optimal membutuhkan penghapusan optimal membutuhkan tingkat konflik
konflik yang moderat
Sumber : Diadaptasi dari Handoko (2012) Pandangan lama dan baru tentang konflik

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa konflik dapat fungsional ataupun berperan
salah (dysfunctional). Secara sederhana hal ini berarti bahwa konflik mempunyai potensi bagi
pengembangan atau pengganggu pelaksanaan kegiatan organisasi tergantung pada bagaimana
konflik tersebut dikelola. Segi fungsional konflik antara lain :
1. Manajer menemukan cara penggunaan dana yang lebih baik,
2. Lebih mempersatukan para anggota organisasi,
3. Manajer mungkin menemukan cara perbaikan prestasi organisasi
4. Mendatangkan kehidupan baru di dalam hal tujuan serta nilai organisasi, atau
5. Pengganti manajer lebih cakap, bersemangat dan bergagasan baru (Handoko,
2012:347).

Di dalam komunikasi tidak jarang dapat memicu terjadinya konflik, hal ini berkenaan
dengan pesan yang diterima komunikan, yang memiliki persepsi berbeda dengan tujuan si
pengirim pesan. Selain itu, penggunaan bahasa yang sulit dimengerti, infomasi yang mendua
atau tidak lengkap kerap kali memicu terjadinya konflik internal dalam organisasi. Mengenai
hal tersebut apakah yang sebenernya menjadi sumber masalah dari konflik?

Setidaknya ada enam kondisi utama yang menyebabkan konflik di dalam organisasi,
Menurut McShane et al (2013) (dalam Amir, 2017:130) meliputi tujuan tidak sejalan,
perbedaan nilai, ketergantungan, sumber daya yang minim, aturan yang ambigu dan masalah
komunikasi.

Bagian berikut ini akan memerinci lebih lanjut sumber-sumber konflik.

1. Tujuan yang Tidak Sejalan


Karyawan dalam suatu departemen bisa saja tidak setuju dengan tujuan yang telah
ditetapkan oleh departemen. Bisa jadi tujuan departemen menghalangi atau tidak sejalan
dengan rencana pribadi seseorang. Perbedaan tujuan juga bisa terjadi antardepartemen.
Departemen Keuangan yang sedang menjalankan program penghematan, bisa tidak sejalan
dengan rencana pemasaran yang ekspansif untuk pengembangan pasar

2. Diferensiasi
Perbedaan antar-organisasi, departemen dan berbagai pihak seperti dalam hal
pelatihan, nilai-nilai keyakinan dan pengalaman menjadikan sumber konflik. Ketika semua
sepakat tentang sebuah tujuan, mungkin orang berbeda dalam penggunaan cara mencapai
tujuan itu. Jika di dalam sebuah organisasi memiliki dua kelompok generasi yang berbeda,
memungkinkan akan timbulnya konflik karena bea ekspektasi, praktik dan preferensi.

3. Interdependence
Saling ketergantungan, di mana satu tim mengandalkan hasil kerja tim lainnya untuk
memulai sebuah pekerjaan, hal ini memicu tejadinya konflik. Semakin tinggi tingkat
ketergantungan tersebut, semakin tinggi juga resiko terjadinya konflik, karena apabila terjadi
sebuah kesalahan akan berdampak pada pihak lain. Pola proses yang lain, pooled
interdependence, di mana semua orang tergantung sumber daya yang sama risiko konflik
lebih kecil.

4. Kurangnya Sumber Daya


Sumber daya yang terbatas biasanya terjadi dalam sebuah organisasi, maka setiap
orang atau unit/departemen bisa saja memperebutkannya untuk memiliki sumber daya
tersebut. Contoh sederhana ketika ruang pertemuan terbatas dan kebutuhan untuk
menggunakan ruang pertemuan yang tinggi dari berbagai pihak dapat memicu terjadinya
konflik bila tidak ada koordinasi yang baik. Dalam pengelolaa sumber daya sendiri jika tidak
dikelola dnegan baik dapat menimbulkan konflik.

5. Ambigous Role
Setiap posisi di dalam organisasi mungkin sudah memiliki uraian pekerjaan yang
merefleksikan peran posisi itu, namun dalam praktiknya peran itu bisa mengambang atau
tidak jelas. Dalam perubahan situasi, sehingga direksi diterapkan oleh pemegang posisi atau
atasannya. Ketidakjelasan ini menyebabkan ketidakpastian yang membuat satu pihak bisa
mengintervensi tujuan atau sasaran pihak lain. Dalam situasi seperti merger dan akuisisi,
situasi ini kerap terasa. Adanya perbedaan nilai-nilai praktik dan aturan yang sudah terbiasa
dijalankan oleh satu pihak, nmaun tidak bagi pihak lain.

Di dalam organisasi internal kerap terjadi konflik yang tidak dapat dihindarkan,
konflik sendiri muncul dari berbagai ragam kepentingan individu dalam sebuah organisasi.
Kepentingan yang berbeda dengan prinsip pada diri individu (karyawan) menjadi salah satu
penyebabnya. Dalam hal itu, setiap organisasi harus meminimalisir terjadinya konflik dalam
perusahaan dengan menerapkan manajemen konflik yang baik. Manajemen konflik dikelola
dalam suatu wadah dengan pembentukan tim khusus untuk menyiasati dan meredam konflik
yang ada di dalam organisasi. Manajemen konflik menemukan berbagai jenis konflik yang
biasa terjadi di dalam perusahaan.

Menurut (Handoko, 2012:349) konflik sendiri terdiri dari berbagai jenis, terdapat lima
jenis konflik dalam kehidupan organisasi yaitu sebagai berikut.

1) Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi
ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila
berbagai permintaan pekerjaan bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk
melakukan lebih dari kemampuannya.
2) Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, di mana hal ini sering diakibatkan
oleh perbedaan-perbedaan kepribadian. Konflik ini juga berasal dari adanya konflik
antar peranan (seperti antara manajer dan bawahan).
3) Konflik antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu
menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja
mereka. Sebagai contoh, seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh
kelompok kerjanya karena melanggar norma-norma kelompok.
4) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan
kepentingan antar kelompok
5) Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi
dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya
pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga-harga lebih rendah, dan
penggunaan sumber daya leih efisien.

Manajemen konflik juga harus cekatan dalam menemukan akar permasalahan dan
meredam konflik yang ada. Sebelum terjadinya konflik, biasanya muncul terlebih dahulu
desas-desus atau isu dari kesenjangan yang terjadi. Tahapan-tahapan terbentuknya konflik
biasanya juga telah terprediksi oleh manajemen konflik dalam mengantisipasi konflik
semakin parah.

Menurut Thomas (1992) (dalam Amir, 2017:127-128) menyebutkan bahwa terdapat


model konflik untuk dipahami sebagai berikut.

Persepsi Konflik

Sumber Perwujudan Dampak


Konflik Konflik Konflik

Emosi Konflik
Sumber : Model Proses Konflik (Amir, 2017)

Berikut ini adalah pejelasan model diatas:


Suatu sumber konflik akan menghasilkan suatu persepsi atau anggapan bahwa konflik
itu ada atau tidak, yang mengartikan bahwa ada salah satu pihak yang sadar bahwa ada yang
tidak beres atau sesuatu yang tidak diharapkan dari pihak tersebut. Anggapan atau persepsi
tersebut biasanya menimbulkan emosi yang tak sedikit telah mengekspresikan dalam bentuk
nonverbal, bisa dikatakan bahwa tahap ini telah membentuk emosi masa yang bisa dapat
menyerang. Ketika emosi telah muncul, pihak tersebut biasanya menggunakan ungkapan
tertentu untuk mengekspresikan dari persepsi atau anggapan tersebut. Dalam
mengekspresikan emosi tersebut tidak jarang menimbulkan kerenggangan atau kerusakan
hubungan dari pihak yang berkonflik. Tapi juga terdapat pihak yang mencoba untuk
memperbaiki konflik, sebagian lebih memilih untuk menghindari konflik meskipun mereka
tahu ada yang tidak beres dan sebagian lainnya lebih memilih untuk mengekspresikannya
(menyerang).

B. Memahami Isu dan Krisis

1. Ruang Lingkup Isu


Sering kita mendengar kata “isu” sebagai desas desus atau informasi yang beredar di
tegah publik atau sebagai opini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “Isu” merupakan
masalah yang dikedepankan (untuk ditanggapi, dsb); kabar yang tidak jelas asal-usulnya dan
tidak terjamin kebenarannya; kabar angin; desas-desus.

Menurut pendapat ahli pakar seperti Teresa Yencey Crane sebagai salah satu pendiri
Issue Management Council (dalam Prayudi, 2016:34) bahwa, isu dapat dikatakan sebagai
munculnya kesenjangan antara tindakan perusahaan dan harapan publik (stakeholders).
Untuk menutupi kesenjangan tersebut diperlukan manajemen isu sebagai penanganan internal
dalam sebuah perusahaan.

Menurut Pricillia Murphy, Chaos Theory as a Mode for Managing Issue and Conflict,
Public Relation (dalam Morissan, 2008: 25) manajemen isu (issue management) merupakan
upaya organisasi atau perusahaan untuk melihat kecenderungan isu atau opini publik yang
muncul di tengah masyarakat dalam upaya organisasi atau perusahaan untuk memberikan
tanggapan atau respons yang sebaik-baiknya. Tanggapan yang baikdiperlukan agar isu atau
opini publik itu tidak berkembang secara negatif sehingga merugikan perusahaan atau agar
isu tidak berkembang menjadi konflik yang tidak diinginkan.

Howard Chase (1977) (dalam (Morissan, 2008:26) manajemen isu meliputi tindakan
mengidentifikasi isu, menganalisis isu, menetapkan prioritas, menentukan strategi program,
emnetapkan program tindakan dan komunikasi serta melakukan evaluasi efektivitas kerja.
Semua tersebut merupakan proses yang menggabungkn prinsip, kebijakan dan tindakan
perusahaan dengan realita ekonomi politik yang tengah berkembang.

Banyak perdebatan mengenai definisi isu di kalangan para pakar dan praktisi peneliti
di bidang manajemen isu dan konflik. Namun isu sendiri itu timbul akibat adanya harapan
publik dengan perusahaan yang tidak sesuai dengan apa yang publik harapkan dari kinerja
perusahaan (fakta dilapangan) hal ini yang menimbulkan suatu opini publik terhadap
perusahaan yang di mana dapat menimbulkan konflik jika perusahaan tidak terus terang
dalam mengungkapkan fakta yang sebenarnya terjadi.

Dalam hal ini, isu yang telah menyebar di dalam publik telah tercium oleh manajemen
perusahaan, manajemen isu mengambil bagiannya untuk mentuntaskan isu yang tengah
beredar dipublik dengan mengidentifikasi, meneliti, merencanakan dan mengambil keputusan
untuk meredam isu yang berkembang serta mengkomunikasikannya kepada publik dengan
baik agar tidak muncul masalah yang dapat memicu kesenjangan bahkan konflik.

Perlu diketahui bahwa perusahaan tidak boleh sepele terhadap isu sekecil apapun
yang berkembang di tengah publik, yang berpotensi akan semakin besar dan menimbulkan
krisis yang dapat mengancam eksistensi perusahaan. Menurut Prayudi (2016) penerapan
manajemen isu dalam perusahaan harus dilihat sebagai kebijakan proaktif dalam manajemen
perusahaan. Penelitian akademis dan kasus praktis menunjukkan bahwa penggunaan teknik
manajemen isu yang efektif dapat:
 Meningkatkan market share
 Meningkatkan reputasi perusahaan
 Menghemat uang, dan
 Membangun hubungan yang penting

Tanggung jawab manajemen isu merupakan bagian dari tanggung jawab manajemen
senior, bukan departemen tertentu. Implementasi proses manajemen isu sesungguhnya
merupakan alat bagi pejabat eksekutif senior, maka manajemen isu harus dibentuk pada level
atas manajemen perushaan. Dengan demikian, kebijakan proaktif dan antisipatif dapat
diambil dengan cepat.

2. Ruang Lingkup Krisis


Krisis berasal dari bahasa Yunani yaitu kpion yang artinya keputusan. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia krisis adalah keadaan yang berbahaya, keadaan yang genting,
keadaan suram (tentang ekonomi, moral dan sebagainya). Krisis yang mengartikan bahwa
suatu keadaan yang genting, berbahaya, dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, sulit untuk
dapat memprediksi kapan datangnya krisis. Krisis tidak menunggu kesiapan kita, ketika krisis
telah melanda, semua menjadi kehilangan kendali, tanpa arah dan bingung bahkan
berperilaku menjadi impulsif. Dalam menangani hal tersebut, selaku public relation harus
siap menghadapi krisis, mencari solusi terbaik guna mengembalikan citra organisasi. Setiap
organisasi perlu membentuk manajemen krisis yang permanen yang siap sedia untuk
mengahdapi krisis yang akan terjadi, selain itu tim manajemen ini juga menangani isu serta
konflik.

Menurut Frean-Banks (1996:1) (dalam Purwaningwulan, 2013:167) mendefinisikan


krisis sebagai “a major occurrence with a potentially negative outcome affecting an
organization, company or industry, as well as its publics, products, services or good name”.
Yang mengartikan bahwa sebuah krisis sebagai kejadian besar yang tidak terduga yang
berpotensi negatif terhadap organisasi, perusahaan industri demikian juga sebagai publiknya,
produk, pelayanan atau nama baik.

Purwaningwulan, (2013) krisis public relations adalah peristiwa, rumor, atau


informasi yang membawa pengaruh buruk terhadap reputasi, citra dan kredibilitas
perusahaan. Krisis public relation dapat menyerang siapa saja, baik individu, organisasi,
maupun perusahaan berskala kecil hingga berskala besar.

Krisis tidak dapat diprediksi, namun dalam penanganannya diperlukan perencanaan


yang baik dalam organisasi. Untuk itu dalam keadaan normal maupun genting, sebuah
organisasi harus mempunyai bentukan tim khusus manajemen krisis guna meminimalisir hal-
hal yang tidak diharapkan di dalam organisasi. Tim manajemen krisis dibentuk mengikuti
dengan standar operasional yang telah ditetapkan dan siap dalam keadaan apapun dalam
mengahadapi krisis.
Firsan Nova “Bagaimana Public Relation (Humas) menangani krisis” (dalam
Purwaningwulan, 2013:168) krisis terjadi di sebabkan oleh hal berikut ini:
a. Krisis karena bencana alam
b. Krisis karena kecelakaan industri
c. Krisis karena produk yang kurang sempurna
d. Krisis karena persepsi publik
e. Krisis karena hubungan kerja yang buruk
f. Krisis karena kesalahan strategi bisnis
g. Krisis karena terkait masalah kriminal
h. Krisis karena pergantian maanjemen
i. Krisis karena persaingan bisnis
j. Krisis keuangan
k. Krisis public relation dan
l. Krisis strategi

Menurut Purwaningwulan (2013), apabila pencegahan krisis tidak berhasil maka


menurut enam langkah berikut segera harus diambil:

a. Melakukan penilaian yang objektif terhadap penyebab krisis.


b. Menentukan apakah penyebab terjadinya krisis memiliki dampak jangka
panjang atau hanyalah fenomena sesaat.
c. Perhitungkan setiap kejadian dalam krisis dengan cermat sehingga setiap
peristiwa yang terjadi dapat diantisipasi dengan baik.
d. Memusatkan perhatian pada upaya menyelesaikan masalah.
e. Memanfaatkan setiap peluang yang ada untuk memperbaiki keadaan.
f. Segera bertindak untuk melindungi cash flow perusahaan.

3. Peran Public Relation dalam Isu dan Krisis


Seiring dengan semakin kompleksnya aktivitas perusahaan, dan semakin kritis dan
spesifiknya publik, berdampak pada kebutuhan membangun hubungan dan komunikasi yang
beragam, sebagai konsekuensinya, perusahaan perlu menciptakan sebuah peran manajemen
komunikasi terspesialisasi, yang kemudian di sebut public relations, untuk membantu
pekerjaan pihak manajemen yang tidak tertangani (Prayudi, 2016:20).
Dengan demikian, public relation menjalankan peran yang menjembatani kepentingan
perusahaan dengan beragam publik untuk mencapai tujuan yang menguntungkan baik
perusahaan maupun publik. Peran ini sering disebut dengan peran boundary spanning.

Menurut Prayudi (2016) peran boundary spanning menegaskan bahwa secara


struktural perusahaan praktisi public relation berada di dalam dan mewakili perusahaan,
namun dalam menjalankan perannya praktisi public relations memposisikan dirinya pada
pinggiran perusahaan. Artinya praktisi public relations berusaha mengkomunikasikan
berbagai kepentingan dan kebijakan pihak manajemen perusahaan kepada publik dan
berusaha agar publik bisa menerima kebijakan pihak manajemen. Pada saat bersamaan
praktsi public relations berupaya menjembatani kepentingan publik dari perusahaan yang
bersangkutan agar bisa diterima pihak manajemen. Karena keahlian manajerial dan teknis
yang dimiliki, public relations berperan sangat penting dan krusial, khususnya dalam situasi
isu dan krisis karena beberapa argumen berikut:

a. Keahlian public relations dalam memonitor opini publik membantu pihak manajemen
dalam mengidentifikasi isu-isu yang beredar di tengah publik dan memiliki potensi
untuk berkembang menjadi krisis yang dapat mengancam aktivitas perusahaan,
sehingga pihak manajemen bisa membuat kebijakan yang mencegah isu berkembang
menjadi krisis.
b. Public relations dapat mewakili kepentingan publik dan memprediksi reaksi publik
terhadap keputusan pihak manajemen yang membawa konsekuensi bagi publik.
c. Dengan keahlian public relations mengumpulkan data dan informasi dari beragam
publik, public relations menjadi sumber informasi bagi pihak manajemen dalam
proses pembuatan kebijakan yang menguntungkan baik bagi perusahaan maupun
publik sehingga krisis dapat dihindari. Keahlian riset baik kualitatif maupun
kuantitatif menjadi kunci sukses proses pengumpulan data (data gathering) dari
publik.
d. Public relations mengkomunikasikan perusahaan pada publik, sehingga komitmen dan
pengertian yang diperoleh dalam proses pembuatan keputusan merupakan aset yang
berharga.
e. Public relations membantu perusahaan melakukan adaptasi terhadap lingkungan.
f. Proses manajemen isu dan krisis pun dapat dianalisis serupa dengan proses
manajemen yang dijalankan oleh public relations, karena tahap pertama dari proses
public relations mengidentifikasi masalah dan pengumpulan fakta atas isu yang
sedang dihadapi oleh pihak manajemen.

C. Mengelola Konflik dalam Kehumasan

Sejalan dengan kompleksitas aktivitas organisasi, humas sebagai praktik mengelola


penyebaran informasi antara individu atau organisasi dan masyarakat, humas sering
mendapati kendala dan tantangan dalam menjalankan tugasnya. Salah satu tantangan yang
harus dihadapi humas ialah konflik. Konflik menjadi tugas yang harus dihadapi dalam bidang
humas. Dalam peranannya sebagai fasilitator proses pemecahan masalah, humas merupakan
bagian dari manajemen sebagai penasihat hingga pada pengambilan keputusan dalam
mengatasi persoalan atau krisis yang tengah dihadapi secara rasional dan profesional serta
sebagai saluran komunikasi antar perusahaan dengan masyarakat, humas dipercaya dapat
menyampaikan informasi kepada khalayak umum atau publik dengan baik.

Dalam mengelola konflik, sebuah organisasi atau perusahaan harus memiliki


manajemen konflik. Manajemen konflik ini diharapkan dapat menangani isu, krisis, konflik
dan dapat memprediksi kapan terjadinya, apabila tidak dapat diprediksi manajemen konflik
ini harus dapat meminimalisir agar tidak merusak citra organisasi atau perusahaan.

Menurut Handoko (2012: 349) sedikitnya ada tiga bentuk manajemen konflik yaitu
sebagai berikut:

1. Metode Stimulasi Konflik


Metode stimulasi konflik meliputi : 1) pemasukan atau penempatan orang luar ke
dalam kelompok, 2) penyusunan kembali organisasi, 3) penawaran bonus, pembayaran
insentif dan penghargaan untuk mendorong persaingan, 4) pemilihan manajer-manajer yang
tepat dan 5) perlakuan yang berbeda dengan kebiasaan.

2. Metode Pengurangan Konflik


Metode pengurangan konflik menekankan terjadinya antogonisme yang ditimbulkan
oleh konflik. Jadi, metode ini mengelola tingkat konfik melalui “pendinginan suasana” tetapi
tidak menangani masalah-masalah yang semula menimbulkan konflik.

Dua metoda dapat digunakan untuk mengurangi konflik. Pendekatan efektif pertama
adalah mengganti tujuan yang menimbulkan persaingan dengan tujuan yang lebih bisa
diterima kedua kelompok. Metoda efektif kedua adalah mempersatukan kedua kelompok
yang bertentangan untuk menghadapi “ancaman” atau “musuh” yang sama.

3. Metode penyelesaian Konflik


Metode penyelesaian konflik yang sering digunakan yakni dominasi atau penekanan,
kompromi, dan pemecahan masalah integratif. Metoda-metoda ini berbeda dalam hal
efektifitas dan kreatifitas penyelesaian konflik serta pencegahan situasi konflik di masa
mendatang.

Para pakar perilaku organisasi menggolongkan setidaknya lima penyelesaian konflik


dengan kombinasi dua hal ini (De Dreu, Evers, Beersma, Kluwer & Nauta, 200; McShane et
al., 2013) (dalam Amir, 2017:132). Kelima penyelesaian itu adalah problem solving, forcing,
avoiding, compromising, dan yielding yang disajikan di dalam tabel berikut ini.

Gaya
Penangan Sesuai dalam Kondisi Masalah yang Ditimbulkan
Konflik
Pemecahan  Kepentingannya tidak terlalu  Berbagi informasi yang orang lain
masalah bertentangan (tidak murni menang- mungkin bisa menggunakan untuk
kalah) keuntungannya
 Para pihak saling percaya, terbuka
dan memiliki waktu untuk saling
berbagi informasi
 Masalahnya cukup kompleks
Memaksa  Anda memiliki keyakinan tentang  Berisiko paling tinggi untuk konflik
posisi anda (dan keyakinan orang hubungan
lain salah)  Berisiko tinggi untuk bila pihak lain juga
 Pertikaiannya menuntut solusi yang menggunakan strategi memaksa
cepat  Bisa merusak hubungan yang sudah
 Pihak lain akan mengambil manfaat lama, mengurasngi kemungkinan
kalau strategi bekerja sama efektifnya pemecahan masalah di masa
mendatang
Pencegahan  Konflik menajdi sangat emosional  Tidak benar-benar menyelesaikan
 Biaya mencoba menyelesaikan konflik
konflik mungin lebih tinggi dari  Dapat membuat pihak lain frustasi
manfaat yang diperoleh kalau
berdamai
Yielding  Pihak lain secara substansi memiliki  Meningkatkan harapan pihak lain dalam
lebih banyak kekuasaan penyelesaian masalah di masa depan
 Masalahnya kurang begtiu penting  Berisiko tinggi untuk hasil yang tidka
bagi anda ketimbang pihak lain optimal, bila pihak lain jugas
 Nilai dan logika dari posisi anda memngambil manfaat
tidak jelas
Berkompromi  Para pihak memiliki kekuatan yang  Solusi yang tidak nyata ketika masing-
sama masing saling mengambil manfaat.
 Ada tekanan dari segi waktu untuk
menyelesaikan
 Para pihak kurang memiliki rasa
percaya/terbuka bagi penyelsaian
masalah.
Sumber : Amir (2017) Gaya Penanganan Konflik

Daftar Pustaka

Amir, M. T., 2017. Perilaku Organisasi. Jakarta: Prenadamedia Group.


Handoko, T. H., 2012. Manajemen. Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA.
Morissan, 2008. Manajemen Public Relation. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Nawawi, H. & Hadari, M. M., 2006. Kepemimpinan Yang Efektif. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Prayudi, 2016. Manajemen Isu & Krisis. Yogyakarta: CV Mitra Printing.
Purwaningwulan, M. M., 2013. Public Relation dan Menejmen Krisis. Jurnal Majalah Ilmiah
Unikom, 11(2), pp. 166-175.
Rettobjaan, I., 2013. Peranan Humas dalam Merespon Konflik Internal pada Universitas Sam
Ratulangi Manado. 2(4).
Wahl, S. T. & Marsen-Feuhrer, M. M., 2016. Public Relation Principles. Dubuque, Lowa:
Kendall Hunt Publishing.

Anda mungkin juga menyukai