Anda di halaman 1dari 29

CRITICAL JURNAL REPORT

“PSIKOLOGI SOSIAL”
DOSEN PENGAMPU : UTAMI NURHAFSARI PUTRI M.Psi,Psikolog

NAMA : KRISTIKA MONDANG MATONDANG


NIM : 1193151035
KELAS : BK REGULER D 2019

PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah
Critical Journal pada mata kuliah Psikologi social ini dengan baik.
Penyusun juga berterima kasih kepada ibu Utami Nurhafsari Putri
M.Psi,Psikolog selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi social yang telah
membantu penyusun dengan memberikan pengarahan yang tepat untuk bisa
menyelesaikan laporan critical journal ini tepat waktu.

Dalam penulisan laporan Critical Journal ini, saya selaku penyusun merasa
masih banyak kekurangan dan kelemahan. Untuk itu saya selaku penyusun
membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak yang
membaca, demi mencapai kesempurnaan pengajuan pendapat dan kesempurnaan
journal leadership ini.
Atas perhatian dan kerjasama yang baik, penyusun ucapkan banyak terimakasih.

Medan, 08 Oktober 2020

Kristika M. Matondang
BAB 1

PENDAHULUAN

Rasionalisasi Pentingnya CJR

Critical journal review (CJR) merupakan salah satu tugas wajib yang diberikan
berdasarkan kurikulum KKNI. Mengkritik jurnal ialah suatu kegiatan menganalisis
sebuah laporan penelitian yang disajikan dalam suatu jurnal.Mengkritisi sebuah jurnal
sangat berguna untuk mengevaluasi dan melatih kemampuan dalam menganalisis suatu
karya ilmiah.CJR ini berisi penelitian ilmiah tentang psikolog sosial .Semoga hasil
critikan jurnal ini berguna bagi pembaca.
1.2. Tujuan

1. Memenuhi tugas mata kuliah Psikologi sosial


2. Menganalisis jurnal dengan membandingkan dengan jurnal lainnya.
3. Mengevaluasi isi dari sebuah jurnal.

1.3. Manfaat CJR

1. Mengetahui informasi mengenai topik yang dibahas dalam sebuah jurnal


2. Menambah wawasan bagi mahasiswa ketika melakukan penelitian
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan jurnal yang dikritisi
BAB 2

ISI JURNAL

JURNAL 1 : METODE DONGENG DALAM MENINGKATKAN


PERKEMBANGAN KECERDASAN MORAL ANAK USIA PRASEKOLAH

A. Latar Belakang Dan Tujuan Penelitian


Anak-anak tumbuh dan berkembang dalam kehidupan yang diwarnai oleh
pelanggaran terhadap hak orang lain, kekerasan, pemaksaan, ketidakpedulian,
kerancuan antara benar dan salah, baik dan tidak baik, perilaku yang boleh dan
tidak boleh dilakukan. Banyak masalah yang diselesaikan dengan kekerasan, adu
kekuatan fisik dan mengabaikan cara penyelesaian dengan mengandalkan
pertimbangan moral. Kondisi ini menimbulkan keprihatinan dan hal tersebut dapat
terjadi karena dalam semua aspek telah terjadi pengabaian terhadap bagian yang
sangat mendasar yaitu nilai-nilai moral. Kepekaan seseorang mengenai
kesejahteraan dan hak orang lain merupakan pokok persoalan ranah moral.
Kepekaan tersebut tercermin dalam kepedulian seseorang akan konsekuensi
tindakannya bagi orang lain, dan dalam orientasinya terhadap pemilikan bersama.
Faktor yang sangat dirasakan kurang menunjang terbentuknya nilai moral anak
adalah pengaruh lingkungan. Pola asuh yang adekuat, supervisi orang dewasa di
sekitar anak dan model perilaku moral diharapkan dapat meminimalisir pengaruh
lingkungan tersebut. Konsep kecerdasan moral memberikan pemahaman bahwa
kecerdasan moral dapat diajarkan. Anak dapat meniru model, anak dapat
menangkap inspirasi mengenai perilaku moral, dapat diberikan penguatan
(reinforcement) sehingga setahap demi setahap anak dapat meningkatkan
kecerdasan moralnya. Semakin dini diajarkan kepada anak semakin besar kapasitas
anak untuk mencapai karakter yang solid yaitu growing to think, believe, and act
morally.
Metode dongeng dapat dijadikan sebagai media pembentuk kepribadian dan
moralitas anak usia dini, melalui metode dongeng akan memberikan pengalaman
belajar bagi anak usia dini. Metode dongeng memiliki sejumlah aspek yang
diperlukan dalam perkembangan kejiwaan anak, memberi wadah bagi anak untuk
belajar berbagai emosi dan perasaan dan belajar nilai-nilai moral. Anak akan
belajar pada pengalaman-pengalaman sang tokoh dalam dongeng, setelah itu
memilah mana yang dapat dijadikan panutan olehnya sehingga membentuknya
menjadi moralitas yang dipegang sampai dewasa.
Tujuan Penelitian. Penelitian ini memiliki tujuan yaitu mengetahui metode
dongeng dalam meningkatkan perkembangan kecerdasan moral anak usia
prasekolah.
B. Metode Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa TK X dan TK Y di Surakarta dengan
karakter sekolah bukan sekolah favorit, memiliki fasilitas yang terbatas, sekolah
memiliki rumpun yang sama. Sekolah yang dipilih sebagai tempat penelitian adalah
TK Q. Sampel penelitian ditetapkan dengan tidak random atau non random yaitu
melalui penunjukan. Siswa yang menjadi sampel penelitian adalah siswa TK B
berusia 5 tahun. Jumlah siswa laki-laki dan perempuan pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol sama.
Rancangan penelitian ini menggunakan model The Untreated Control Group
Design with Pretest and Posttest (Cook & Campbell, 1979). Desain ini
menggunakan dua kelompok yang diamati yang terdiri dari satu kelompok
eksperimen dan satu kelompok kontrol. Pengukuran dilakukan dua kali yaitu
sebelum diberikan perlakuan (pre-test) dan sesudah diberikan perlakuan (post-test).
Penelitian ini menggunakan instrumen pengukuran kecerdasan moral untuk
mengumpulkan data tentang kecerdasan moral anak usia prasekolah. Instrumen
dibuat dalam bentuk gambar berwarna dengan ukuran kertas (21cm x 16cm) yang
terdiri dari tujuh gambar yang mewakili tujuh kebajikan dan dijilid menjadi sebuah
buku instumen.
C. Hasil Peneltitian
Hasil analisis diskripstif menunjukkan kenaikan skor empirik pada pre-test
dan posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok
eksperimen dengan melihat rerata pada pre-test 11,18 dengan standar deviasi 3,522
terjadi kenaikan rerata pada post-test menjadi 17,47 dengan standar deviasi 2,695.
Pada kelompok kontrol juga terjadi kenaikan dengan melihat rerata pada kelompok
pre-test 11,82 dengan standar deviasi 3,067 menjadi 14,41 dengan standar deviasi
2,575 pada post-test.
Penelitian ini menggunakan tiga kategori. Ketiga kategori tersebut adalah
rendah, sedang dan tinggi. Kategori kecerdasan moral ditentukan berdasarkan skor
total subyek pada pengukuran dengan menggunakan instrumen kecerdasan moral.
Hasil data penelitian untuk pengukuran ini diperoleh data mean hipotetik sebesar
14 dan standar deviasi sebesar 2,33. Berdasarkan pengelompokkan dengan norma
kategorisasi kecerdasan moral dapat diketahui jumlah anak pada masing-masing
kategori. Pada kelompok eksperimen, jumlah anak dengan kategori rendah tidak
ada atau kosong, kategori sedang ada empat anak dan dengan kategori tinggi ada 13
anak. Pada kelompok kontrol, jumlah anak dengan kategori rendah ada dua anak,
kategori sedang ada 10 anak dan dengan kategori tinggi ada lima anak. Uji
normalitas dalam penelitian ini menggunakan formulasi one-sample Kolmogorov-
Smirnov test.
Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa sebaran data kedua kelompok
subyek adalah normal dengan p sebesar 0,972 p > 0,05 untuk data pre-test dan p
sebesar 0,535 p > 0,05 untuk data post-test pada kelompok eksperimen, p sebesar
0,541 p > 0,05 untuk data pre-test dan p sebesar 0,681 p > 0,05 untuk data post-test
pada kelompok kontrol, sehingga pengujian asumsi kemudian dilanjutkan pada uji
homogenitas. Uji homogenitas menunjukkan F sebesar 0,217 dengan p = 0,645 (p >
0,05). Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dinyatakan bahwa varian variabel
terikat adalah homogen. Uji hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan analisis
covariance (anacova) dan anava amatan ulangan.
D. Lampiran

Judul METODE DONGENG DALAM MENINGKATKAN


PERKEMBANGAN KECERDASAN MORAL ANAK USIA
PRASEKOLAH (JURNAL NASIONAL)
Jurnal Jurnal Psikologi
Download https://journal.ugm.ac.id/index.php/jpsi/article/view/7078
Volume dan Volume 1 No. 1 dan 9 halaman
halaman
Tahun 2010
Penulis Latifah Nur Ahyani
Reviewer Muhammad Syafrizal Lubis
Tanggal Desember 2010
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dongeng metode
penelitian dalam meningkatkan perkembangan moral kecerdasan anak-
anak prasekolah. Subjek dari Penelitian ini adalah siswa lima
tahun di Universitas Muhammadiyah Malang taman kanak-
kanak. Penelitian ini dirancang menggunakan model Desain
Grup Kontrol yang Tidak Diobati dengan Pretest dan Posttest.
Desain ini menggunakan dua kelompok yang diperiksa terdiri
dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Itu
pengukuran dilakukan dua kali menggunakan moral instrumen
pengukuran kecerdasan, yaitu sebelum diberikan perawatan
(pre-test) dan sesudahnya telah diberikan perawatan (post-test).
Hasil analisis menggunakan analisis kovarians (Anacova)
menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat pencapaian
kecerdasan moral anak-anak prasekolah antara mereka yang
menerima pedoman nilai moral menggunakan
metode mendongeng dan mereka yang tidak menerimanya.
Hasil analisis juga menunjukkan hal itu
ada perbedaan kecerdasan moral tingkat pencapaian sebelum
mereka menerima moral bimbingan nilai melalui metode
bercerita dan setelah menerimanya. Pentingnya metode
mendongeng menuju moral kecerdasan anak prasekolah adalah
34%.
Pendahuluan Anak-anak tumbuh dan berkembang dalam kehidupan
yang diwarnai oleh pelanggaran terhadap hak orang lain,
kekerasan, pemaksaan, ketidakpedulian, kerancuan antara benar
dan salah, baik dan tidak baik, perilaku yang boleh dan tidak
boleh dilakukan. Banyak masalah yang diselesaikan dengan
kekerasan, adu kekuatan fisik dan mengabaikan cara
penyelesaian dengan mengandalkan pertimbangan moral.
Kondisi ini menimbulkan keprihatinan dan hal tersebut dapat
terjadi karena dalam semua aspek telah terjadi pengabaian
terhadap bagian yang sangat mendasar yaitu nilai-nilai moral.
Kepekaan seseorang mengenai kesejahteraan dan hak orang lain
merupakan pokok persoalan ranah moral. Kepekaan tersebut
tercermin dalam kepedulian seseorang akan konsekuensi
tindakannya bagi orang lain, dan dalam orientasinya terhadap
pemilikan bersama. Faktor yang sangat dirasakan kurang
menunjang terbentuknya nilai moral anak adalah pengaruh
lingkungan. Pola asuh yang adekuat, supervisi orang dewasa di
sekitar anak dan model perilaku moral diharapkan dapat
meminimalisir pengaruh lingkungan tersebut. Konsep
kecerdasan moral memberikan pemahaman bahwa kecerdasan
moral dapat diajarkan. Anak dapat meniru model, anak dapat
menangkap inspirasi mengenai perilaku moral, dapat diberikan
penguatan (reinforcement) sehingga setahap demi setahap anak
dapat meningkatkan kecerdasan moralnya. Semakin dini
diajarkan kepada anak semakin besar kapasitas anak untuk
mencapai karakter yang solid yaitu growing to think, believe,
and act morally.
Metode dongeng dapat dijadikan sebagai media
pembentuk kepribadian dan moralitas anak usia dini, melalui
metode dongeng akan memberikan pengalaman belajar bagi
anak usia dini. Metode dongeng memiliki sejumlah aspek yang
diperlukan dalam perkembangan kejiwaan anak, memberi
wadah bagi anak untuk belajar berbagai emosi dan perasaan dan
belajar nilai-nilai moral. Anak akan belajar pada pengalaman-
pengalaman sang tokoh dalam dongeng, setelah itu memilah
mana yang dapat dijadikan panutan olehnya sehingga
membentuknya menjadi moralitas yang dipegang sampai
dewasa.

Metode Subyek penelitian adalah siswa TK X dan TK Y di


penelitian Surakarta dengan karakter sekolah bukan sekolah favorit,
memiliki fasilitas yang terbatas, sekolah memiliki rumpun yang
sama. Sekolah yang dipilih sebagai tempat penelitian adalah TK
Q. Sampel penelitian ditetapkan dengan tidak random atau non
random yaitu melalui penunjukan. Siswa yang menjadi sampel
penelitian adalah siswa TK B berusia 5 tahun. Jumlah siswa
laki-laki dan perempuan pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol sama.
Rancangan penelitian ini menggunakan model The
Untreated Control Group Design with Pretest and Posttest
(Cook & Campbell, 1979). Desain ini menggunakan dua
kelompok yang diamati yang terdiri dari satu kelompok
eksperimen dan satu kelompok kontrol. Pengukuran dilakukan
dua kali yaitu sebelum diberikan perlakuan (pre-test) dan
sesudah diberikan perlakuan (post-test).
Penelitian ini menggunakan instrumen pengukuran
kecerdasan moral untuk mengumpulkan data tentang kecerdasan
moral anak usia prasekolah. Instrumen dibuat dalam bentuk
gambar berwarna dengan ukuran kertas (21cm x 16cm) yang
terdiri dari tujuh gambar yang mewakili tujuh kebajikan dan
dijilid menjadi sebuah buku instumen.
Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa sebaran data
kedua kelompok subyek adalah normal dengan p sebesar 0,972
p > 0,05 untuk data pre-test dan p sebesar 0,535 p > 0,05 untuk
data post-test pada kelompok eksperimen, p sebesar 0,541 p >
0,05 untuk data pre-test dan p sebesar 0,681 p > 0,05 untuk data
post-test pada kelompok kontrol, sehingga pengujian asumsi
kemudian dilanjutkan pada uji homogenitas. Uji homogenitas
menunjukkan F sebesar 0,217 dengan p = 0,645 (p > 0,05).
Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dinyatakan bahwa varian
variabel terikat adalah homogen. Uji hipotesis ini dilakukan
dengan menggunakan analisis covariance (anacova) dan anava
amatan ulangan.

Analisis jurnal Kelebihan :


(Kelebihan 1. Hipotesis yang digunakan sudah sangat bagus
jurnal & 2. Metode yang digunakan cocok pada penelitian
Kekurangan 3. Hasil penelitian yang diperoleh peneliti bagus untuk
jurnal ) diterapkan.
Kekurangan :
1. Hipotesis yang dibuat peneliti kurang bisa dipahami oleh
sebagian orang
2. Pembaca kurang bisa menyimpulkan maksud dari hasil
penelitian
3. Penyampaian bahasa penulis kurang bisa dipahami oleh
sebagian orang
Kesimpulan Metode dongeng sebagai stimulasi berperan dalam
meningkatkan perkembangan kecerdasan moral anak usia 5
tahun yang menjadi siswa di TK B di sekolah dengan fasilitas
terbatas dan bukan sekolah favorit. Anak yang mendapatkan
penyampaian nilainilai moral melalui metode dongeng memiliki
tingkat kecerdasan moral yang lebih tinggi dibandingkan anak
yang tidak mendapatkan penyampaian nilai moral melalui
metode dongeng. Selain itu, tingkat kecerdasan moral setelah
mendapatkan penyampaian nilai moral melalui metode dongeng
lebih tinggi dibandingkan tingkat kecerdasan moral sebelum
mendapatkan penyampaian nilai moral melalui metode dongeng.
Saran Pada kesempatan berikutnya sebaiknya peneliti harus
melakukan penelitiannya dalam kurun waktu lebih lama lagi
sehingga dapat mendapatkan hasil yang maksimal, dan
sebaiknya metode yang dilakukan peneliti ini harusnya
diaplikasikan disetiap kegiatan pembelajaran.
Referensi Baldwin, J. & Dudding, K. (2007). Storytelling in school.
www.storytellingschools.org. Diunduh pada tanggal 20
Oktober 2009.
Blocks,J.H. (2002). The role of ego – control and ego resilience
in the organization of behavior. The minesota symposium
on child psychology, 13 (79), 118-122.
Borba, M. (2001). Building moral intelligence. San Fransisco :
Josey-Bass.
Coles, R. (1999). The moral intelligence of children. Madison :
Random House.
Cook, T.D & Campbell, D.T. (1979). Quasiexperimentation
design and analysis issues for field settings. USA :
Houghton Mifflin Company.
Dodge, D.T., Colker, L.J., & Heroman, C. (2002). The creative
curriculum for preschooll. Fourt edition. Wasington DC.
Teaching strategies inc.
Isbell, R., Sobol, J., Lindauer, L & Lowrance. (2004). The
effects of storytelling and story reading on the oral language
complexity and story comprehension of young children.
Early childhood education journal, 32 (3). Springer Science
Business Media,Inc

JURNAL 2 : THE INFLUENCE OF TRADITIONAL GAME WITH EXPERIENTIAL


LEARNING METHOD ON SOCIAL COMPETENCE (Pengaruh Permainan
Tradisional Dengan Pembelajaran Eksperiential Metode Kompetensi Sosial).

A. Latar Belakang Dan Tujuan Penelitian


Kompetensi sosial adalah kemampuan yang berkaitan dengan sosial,
keterampilan emosional dan kognitif, dan juga dengan perilaku anak-anak untuk
menjalani penyesuaian sosial (Welsh dan Bierman, 2006).Kompetensi sosial itu
penting karena memberi anak a dasar yang kuat untuk melakukan penyesuaian diri
dalam menantang masa depan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
kompetensi sosial antara anak-anak penting karena memprediksi keberhasilan dan
kegagalan hidup di masa depan (Semrud-Clikeman, 2007).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan kompetensi sosial
yang rendah dapat menunjukkan perilaku bermasalah di tahap pengembangan
selanjutnya. Seperti itu anak-anak seringkali sulit dalam melakukan sosial dan
adaptasi emosional dan juga sulit untuk melewati mereka perkembangan kognitif
dan akademik (McLellan & Katz, 2001). Kompetensi sosial dapat mencegah
terjadinya agresivitas yang diprediksi sebagai penyebab beberapa penyimpangan
seperti kenakalan, penyalahgunaan narkoba, depresi, sekolah putus sekolah, dan
orang tua awal (Frey, Hirschstein dan Guzzo, 2000). Kompetensi sosial yang baik
dapat berkontribusi pada fisik yang baik dan kesehatan mental (Spizberg, 2003).
Beberapa penelitian telah mengindikasikan bahwa anak-anak dengan positif
pengembangan kompetensi sosial mungkin memiliki hubungan yang baik dengan
teman dan orang dewasa mereka. Mereka dapat bekerja sama dengan orang lain,
menangani konflik dengan benar, dan memiliki kapasitas penyelesaian masalah.
Anak-anak dengan kompetensi sosial berisiko berisiko dengan masalah
penyesuaian negatif seperti agresivitas, kenakalan, penyalahgunaan narkoba, dan
kegagalan sekolah (Voegler-Lee & Kupersmidt, 2011). Menurut Kostelnik,
Gregory, Soderman, dan Whiren (2012), kompetensi sosial berisi kapasitas yang
terkait dengan atribut individu, keterampilan sosial dan hubungannya dengan
teman. Kompetensi sosial dapat diartikan sebagai efektivitas tingkat seseorang
dalam melakukan interaksi sosial dengan orang lain.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah permainan tradisional
dengan metode experiential learning dapat meningkatkan kompetensi sosial anak
usia sekolah dan apakah peningkatan ini dapat dimoderasinberdasarkan jenis
kelamin.
B. Metode Penelitian

Variabel eksperimental dalam penelitian ini adalah permainan tradisional


dengan metode BERLIAN atau permainan tradisional tanpa BERLIAN metode.
Variabel dependen adalah kompetensi sosial, sedangkan variabel moderator adalah
jenis kelamin.
Subjek penelitian termasuk anak-anak usia sekolah, atau mereka yang tetap
terlambat masa kecil atau mereka yang belajar di Sekolah Dasar di Malang
Kabupaten. Jika ditinjau dari usia, anak-anak di kelas 5 dari Sekolah dasar biasanya
di akhir masa kanak-kanak mereka. Usia dalam kategori ini berkisar antara 8
hingga 11 tahun (Kostelnik, 2010; Pasterski, Golombok & Hines, 2011; Santrock,
2000). Anak terlambat dipilih karena fase ini adalah transisi periode ketika anak-
anak memasuki fase remaja. Memang, fase remaja adalah di mana anak-anak
memiliki sosial yang tinggi kompetensi dalam menangani masalah yang menantang
mereka fase remaja. Kriteria inklusi subjek penelitian adalah bahwa anak-anak
tidak mengalami cacat perkembangan, lakukan tidak menderita penyakit berat, dan
tidak menderita penyakit. Itu deskripsi usia subjek penelitian di setiap kelompok.
Desain penelitian adalah eksperimen. Penelitian ini mencoba untuk
memanipulasi perawatan yang membantu mendorong perilaku perubahan. Jenis
percobaan adalah eksperimen semu karena mata pelajaran Kelompok Eksperimen-
I, Kelompok Eksperimen-II, dan Grup Kontrol tidak ditugaskan secara acak.

C. Hasil Penelitian
Hasil Analisis Data Kompetensi Sosial Hasil analisis varian dalam
multivariat dua arah tentang variabel kompetensi dirangkum. Hasil ini dibuat
berdasarkan uji multivariat. Dalam tes multivarian ini, ada empat tes seperti Pillai's
Trace, Wilks 'Lambda, Hotelling's Trace, dan Roy Root Terbesar. Hasil ini
mendukung untuk satu sama lain. Menurut Patel & Bashvar (2013), Wilks ’
Lambda adalah tes multivarian yang paling sering digunakan, dan itu sangat cocok
untuk penggunaan sampel besar dan jumlah subjek dari masing-masing kelompok
serupa.
Penjelasan tentang perbedaan kompetensi sosial yang kurang antara anak
laki-laki dan perempuan diperoleh dari percobaan. Berdasarkan pada hasil
pengamatan dalam percobaan, diketahui bahwa anak laki-laki dan perempuan tidak
menunjukkan perbedaan mencolok tentang mereka perilaku selama bermain.
Antusiasme dan kemauan subyek penelitian sangat jelas baik untuk anak laki-laki
atau perempuan. Ini dibuktikan dengan hasil manipulasi checklist yang
menunjukkan bahwa sarana penilaian tiga pengamat untuk anak laki-laki atau
perempuan, baik kelompok BERLIAN atau NON-BERLIAN tidak jauh berbeda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh permainan tradisional, baik dengan
atau tanpa metode BERLIAN, di sosial kompetensi, adalah 25,9%. Persentase poin
dari faktor lain adalah 74,1% yang tidak diamati dalam penelitian ini tetapi
pengaruhnya kompetensi sosial anak usia sekolah. Faktor ini termasuk faktor
internal dan eksternal yang dalam berbagai penelitian adalah ditampilkan sebagai
berpengaruh terhadap kompetensi sosial. Fabes, Gaertner & Popp (2008) dan
Mulder (2008) memberikan catatan serupa dengan mengatakan bahwa (1)
temperamen atau faktor kepribadian, (2) sosial-kognitif keterampilan yang
melibatkan keterampilan komunikasi, (3) lingkungan keluarga meliputi interaksi
antara orang tua dan anak-anak, dan gaya pengasuhan orang tua, (4) lingkungan
sekolah yang berkaitan dengan hubungan antara guru dan siswa, interaksi antara
anak-anak dan teman-teman di kelas, kurikulum sekolah, dan budaya di Indonesia
kelas, dan (5) sosialisasi dengan teman-teman.

D. Lampiran

Judul THE INFLUENCE OF TRADITIONAL GAME WITH


EXPERIENTIAL LEARNING METHOD ON SOCIAL
COMPETENCE (Pengaruh Permainan Tradisional
Dengan Pembelajaran Eksperiential Metode Kompetensi
Sosial). (JURNAL INTERNASIONAL)
Jurnal International Journal of Recent Scientific Research
Download https://recentscientific.com/sites/default/files/4816.pdf
Vol,halaman, Volume 7 issue 4, 11 halaman, 0976-3031
ISSN
Tahun 2016
Penulis Iswinarti1., Endang Ekowarni2., Adiyanti MG3 and
Rahmat Hidayat4
Reviewer Muhammad Syafrizal Lubis
Tanggal 28 April 2016
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah
penelitian permainan tradisional dengan metode experiential
learning dapat meningkatkan kompetensi sosial anak
usia sekolah dan apakah peningkatan ini dapat
dimoderasinberdasarkan jenis kelamin. Penelitian ini
adalah eksperimen semu dengan desain multiple
treatment and control dengan pretest yang melibatkan
tiga kelompok subjek. Eksperimen-I Group bermain
dengan permainan tradisional metode pembelajaran
pengalaman. Eksperimen-II Group memainkan
permainan tradisional tanpa pengalaman metode
pembelajaran. Kelompok kontrol tanpa pengobatan.
Subjek penelitian adalah siswa kelas lima Sekolah Dasar
yang kelompoknya dibedakan antara laki-laki dan
perempuan berjumlah 168 siswa. Alat ukur
menggunakan dua skala yang sama dari kompetensi
sosial. Skala I digunakan untuk mengukur pretest
sedangkan Skala II digunakan untuk mengukur posttest.
Analisis data menggunakan Two-Ways ANAVA
multivarian untuk membedakan selisih skor perolehan
antara Kelompok Eksperimen-I, Kelompok Eksperimen-
II, dan Kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ada pengaruh tradisional game dengan metode
experiential learning atau BERLIAN (Bermain-
ExpeRiential Learning-ANak) dan tanpa BERLIAN
pada peningkatan kompetensi sosial anak (F = 19.915; p
= 0.000). Permainan tradisional dengan metode
BERLIAN dapat meningkatkan kompetensi sosial
dibandingkan dengan permainan tradisional permainan
tanpa metode BERLIAN. Memang, permainan
tradisional tanpa metode BERLIAN dapat meningkat
aspek pemecahan masalah dan kerja sama, tetapi
permainan tradisional dengan metode BERLIAN
mungkin meningkatkan seluruh aspek kompetensi
sosial, seperti penyelesaian masalah, pengendalian diri,
kerja sama dan empati. Penelitian ini telah menjelaskan
bahwa perbedaan peran gender tidak cukup berpengaruh
terhadap peningkatan kompetensi sosial.

Pendahuluan Kompetensi sosial adalah kemampuan yang berkaitan


dengan sosial, keterampilan emosional dan kognitif, dan
juga dengan perilaku anak-anak untuk menjalani
penyesuaian sosial (Welsh dan Bierman,
2006).Kompetensi sosial itu penting karena memberi
anak a dasar yang kuat untuk melakukan penyesuaian
diri dalam menantang masa depan. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kompetensi sosial antara anak-anak
penting karena memprediksi keberhasilan dan kegagalan
hidup di masa depan (Semrud-Clikeman, 2007). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan
kompetensi sosial yang rendah dapat menunjukkan
perilaku bermasalah di tahap pengembangan
selanjutnya. Seperti itu anak-anak seringkali sulit dalam
melakukan sosial dan adaptasi emosional dan juga sulit
untuk melewati mereka perkembangan kognitif dan
akademik (McLellan & Katz, 2001). Kompetensi sosial
dapat mencegah terjadinya agresivitas yang diprediksi
sebagai penyebab beberapa penyimpangan seperti
kenakalan, penyalahgunaan narkoba, depresi, sekolah
putus sekolah, dan orang tua awal (Frey, Hirschstein dan
Guzzo, 2000).
Fenomena meningkatnya jumlah anak dan remaja
melakukan perkelahian jalanan, intimidasi, narkotika
konsumsi, agresivitas dan perilaku merusak lainnya diri
dan orang lain, adalah masalah yang harus diselesaikan
preventif dan kuratif. Perilaku tidak sosial
mencerminkan perilaku mereka kompetensi sosial yang
rendah. Kompetensi sosial yang rendah kemudian dapat
menyebabkan untuk perilaku bermasalah seperti
agresivitas, remaja kenakalan dan kegagalan hidup.
Kompetensi sosial yang baik bisa mengembangkan
kesuksesan hidup di masa depan.

Metode Variabel eksperimental dalam penelitian ini


penelitian adalah permainan tradisional dengan metode BERLIAN
atau permainan tradisional tanpa BERLIAN metode.
Variabel dependen adalah kompetensi sosial, sedangkan
variabel moderator adalah jenis kelamin.
Subjek penelitian termasuk anak-anak usia
sekolah, atau mereka yang tetap terlambat masa kecil
atau mereka yang belajar di Sekolah Dasar di Malang
Kabupaten. Jika ditinjau dari usia, anak-anak di kelas 5
dari Sekolah dasar biasanya di akhir masa kanak-kanak
mereka. Usia dalam kategori ini berkisar antara 8 hingga
11 tahun (Kostelnik, 2010; Pasterski, Golombok &
Hines, 2011; Santrock, 2000). Anak terlambat dipilih
karena fase ini adalah transisi periode ketika anak-anak
memasuki fase remaja. Memang, fase remaja adalah di
mana anak-anak memiliki sosial yang tinggi kompetensi
dalam menangani masalah yang menantang mereka fase
remaja. Kriteria inklusi subjek penelitian adalah bahwa
anak-anak tidak mengalami cacat perkembangan,
lakukan tidak menderita penyakit berat, dan tidak
menderita penyakit. Itu deskripsi usia subjek penelitian
di setiap kelompok.
Desain penelitian adalah eksperimen. Penelitian
ini mencoba untuk memanipulasi perawatan yang
membantu mendorong perilaku perubahan. Jenis
percobaan adalah eksperimen semu karena mata
pelajaran Kelompok Eksperimen-I, Kelompok
Eksperimen-II, dan Grup Kontrol tidak ditugaskan
secara acak.
Penjelasan tentang perbedaan kompetensi sosial
yang kurang antara anak laki-laki dan perempuan
diperoleh dari percobaan. Berdasarkan pada hasil
pengamatan dalam percobaan, diketahui bahwa anak
laki-laki dan perempuan tidak menunjukkan perbedaan
mencolok tentang mereka perilaku selama bermain.
Antusiasme dan kemauan subyek penelitian sangat jelas
baik untuk anak laki-laki atau perempuan. Ini dibuktikan
dengan hasil manipulasi checklist yang menunjukkan
bahwa sarana penilaian tiga pengamat untuk anak laki-
laki atau perempuan, baik kelompok BERLIAN atau
NON-BERLIAN tidak jauh berbeda. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengaruh permainan tradisional,
baik dengan atau tanpa metode BERLIAN, di sosial
kompetensi, adalah 25,9%. Persentase poin dari faktor
lain adalah 74,1% yang tidak diamati dalam penelitian
ini tetapi pengaruhnya kompetensi sosial anak usia
sekolah. Faktor ini termasuk faktor internal dan
eksternal yang dalam berbagai penelitian adalah
ditampilkan sebagai berpengaruh terhadap kompetensi
sosial. Fabes, Gaertner & Popp (2008) dan Mulder
(2008) memberikan catatan serupa dengan mengatakan
bahwa (1) temperamen atau faktor kepribadian, (2)
sosial-kognitif keterampilan yang melibatkan
keterampilan komunikasi, (3) lingkungan keluarga
meliputi interaksi antara orang tua dan anak-anak, dan
gaya pengasuhan orang tua, (4) lingkungan sekolah yang
berkaitan dengan hubungan antara guru dan siswa,
interaksi antara anak-anak dan teman-teman di kelas,
kurikulum sekolah, dan budaya di Indonesia kelas, dan
(5) sosialisasi dengan teman-teman.
Analisis jurnal Kelebihan :
(Kelebihan 1. Materi yang dibahas menarik dan bagus untuk
jurnal & diterapkan.
Kekurangan 2. Metode yang digunakanpun cocok untuk siswa
jurnal ) 3. Mudah dipraktekkan didalam sekolah
Kekurangan :
1. Metode yang digunakan, penjelasannya kurang
rinci
2. Hubungan dengan perkembangan sosial siswa
kurang dijelaskan secara rinci
3. Hasil dari penelitian kurang tersampaikan
Kesimpulan Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh permainan tradisional
dengan metode BERLIAN pada peningkatan kompetensi
sosial di antara anak-anak usia sekolah. Permainan
tradisional dengan metode BERLIAN sangat
berpengaruh peningkatan kompetensi sosial daripada
permainan tradisional tanpa Metode BERLIAN.
Permainan tradisional tanpa BERLIAN Metode dapat
meningkatkan kompetensi sosial jika dibandingkan
dengan kapan anak-anak tidak menerima perawatan
permainan tradisional. Tradisional game dengan metode
BERLIAN dapat meningkatkan semua sosial aspek
kompetensi, seperti penyelesaian masalah, pengendalian
diri, kerja sama, dan empati. Permainan tradisional tanpa
Metode BERLIAN dapat meningkatkan aspek
pemecahan masalah dan kerja sama anak-anak usia
sekolah. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa jenis
kelamin tidak berfungsi sebagai moderator dalam
hubungan antara permainan tradisional dengan atau
tanpa metode BERLIAN dan peningkatan kompetensi
sosial di antara anak-anak usia sekolah. Ini berarti
bahwa tingkat peningkatan kompetensi sosial di
kalangan usia sekolah anak-anak baik laki-laki atau
perempuan sangat berbeda satu sama lain.
Saran Dengan adanya hasil penelitian ini, dapat dikatakan
bahwa memperkenalkan permainan tradisional untuk
perkembangan sosial anak sangat baik, tetapi
diperlukannya juga faktor lain, yaitu kemauan seorang
anak itu sendiri dan bagaimana cara
memperkenalkannya dengan anak, oleh karena itu
diperlukannya bimbingan yang baik agar anak tersebut
dapat memahami atau memaknai dari kegiatan tersebut.
Referensi Abdi, B. (2010). Gender differences in social skills,
problem behaviours, and academic competence of
Iranian kindergarten children based on their parent
and teacher ratings. Social and Behavioral Sciences,
5, 1175-1179. doi: 10.1016/j.sbspro.2010.07.256.
Alkhateeb, H. M. & Midji, A. (2009). Learning styles
and approaches to learning mathematics of students
majoring in elementary education: A three year
study. Psychological reports, 105(2), 500-508.
Anderson, C. A. & Carnagey, N. L. (2009). Causal
effects of violent sports video game on aggression: It
is competitiveness or violent content? Journal of
Experimental Psychology, 45, 731-739.
Anderson, C. A., Shibuya, A., Ihori, N., Swing, E. L.,
Bushman, B. J., Sakamoto, A., Rothstein, H. R., &
Saleem, M. (2010). Violent video game effects on
aggression, empathy, and prosocial behavior in
eastern and western countries: A Meta-Analytic
review. Psychological Bulletin, 136 (2), 151-173.
doi: 10.1037/a0018251
Anderson, V. (2001). Assessing executive functions in
children: biological, psychological, and
developmental considerations. Pediatric
Rehabilitation, 4(3), 119-136. Anderson, C. A. &
Dill, K. E. (2000). Video games and agressive
thoughts, feelings, and behavior in the laboratory and
in life. Journal of Personality and Social Behavior,
78(4), 772-790.
AVEF. (2006). Experiential learning: KPM Approach to
children. Malakarra, Kelara, India. www.kpmappro
ach.org Bandura, A. (1971). Social learning theory.
General learning Corporation, Stanford University.
http://www.jku.at/org/content/e54521/e54528/e5452
9/e17805 9/Bandura_SocialLearningTheory_ger.pdf
Banerjee, M., Capozzoli, M., Mcsweeney, L., & SlNHA,
D. (1999). Beyond kappa: A review of interrater
agreement measures. The Canadian Journal of
Statistics, 27(1), 3- 23.

JURNAL 3: : Hubungan Antara Persepsi Siswa Terhadap Dukungan Sosial


Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa SMA di Surabaya

Ringkasan Jurnal
Prestasi belajar siswa SMA di Surabaya dapat dikatakan masih belum
memuaskan. Hal ini dapat diketahui berdasarkan data peringkat 10 besar UN SMA se-
Jawa Timur 2010/2011, Surabaya tidak masuk peringkat 10 besar. Suryabrata
(2007:233) mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar terdiri
atas dua yakni faktor internal (fisiologis dan psikologis) dan eksternal (sosial dan non-
sosial). Pada faktor eksternal, Hawadi (2001:90) menambahkan bahwa ia membedakan
menjadi tiga macam, meliputi lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada


hubungan antara persepsi siswa SMA Surabaya terhadap dukungan sosial orang tua
dengan prestasi belajar dengan subjek penelitian sebanyak 251 siswa SMA di Surabaya
yang tinggal dengan kedua orangtuanya dan memiliki IQ total pada range rata-rata.
Tipe penelitian ini termasuk penelitian penjelasan (explanatory research) dengan
menggunakan metode penelitian yaitu metode korelasional. Pengambilan sampel secara
random sampling serta pengambilan data berupa metode kuisioner dan studi
dokumentasi.

Lingkungan terkecil dari siswa adalah lingkungan keluarga. Orang tua harus
mampu menyediakan fasilitas belajar dengan lengkap. Namun kenyataannya banyak
orang tua yang belum mampu menyediakan fasilitas belajar dengan lengkap
dikarenakan oleh banyak faktor salah satunya yaitu keadaan ekonomi keluarga. Hal
tersebut seperti yang dikemukakan oleh Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004:
88), bahwa keadaan ekonomi keluarga akan mempengaruhi

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil sampel secara random sampling
sebanyak 251 sampel. Lalu peneliti mengukur intelegensi sampel yang dilakukan biro
psikologi Exensia, guna untuk menjaga kesamaan alat tes yang digunakan. Pengambilan
data dengan metode kuisioner dengan jumlah sebanyak item 103 dengan pilihan respon
sangat setuju SS, setuju S, tidak setuju TS, dan sangat tidak setuju STS dan studi
dokumentasi. Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan korelasi spearman
dengan bantuan SPSS. Maka diperoleh nilai korelasi antara persepsi siswa terhadap
dukungan sosial orangtua dengan prestasi belajar sebesar r = 0,130, hal ini berarti arah
korelasi nihil. Dan probabilitas p = 0,064, jika nilai probabilitas > 0,05 maka Ha
ditolak. Kedua variabel tersebut secara nyata tidak berkorelasi sehingga Ha ditolak
berarti tidak terdapat hubungan antara persepsi siswa terhadap dukungan sosial orangtua
dengan prestasi belajar siswa SMA di Surabaya.

Hasil yang didapatkan peneliti menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan


antara persepsi siswa terhadap dukungan sosial orangtua dengan prestasi belajar siswa
SMA di Surabaya. Hal ini dapat disebabkan karena :

1. Responden cenderung menunjukkan jawaban yang positif


2. Ada kemungkinan responden menjawab dengan tidak jujur dan tidak
terbuka
3. Kondisi responden pada saat melakukan pengisian kuisioner dapat
mempengaruhi jawaban-jawaban yang diberikan
4. Instrumen/alat ukur yang dibuat kurang baik sehingga kurang
mencerminkan atribut yang akan diukur.

Kurangnya pendekatan yang dilakukan peneliti kepada responden


mengakibatkan penolakan untuk menjadi responden.

Keunggulan Jurnal

Penulisan judul sudah benar, dicetak dengan huruf besar/kapital, dicetak tebal
(bold) tidak melebihi jumlah kata maksimum 15. Penulisan nama penulis juga sudah
benar, nama penulis ditulis di bawah judul tanpa gelar, tidak boleh disingkat, diawali
dengan huruf kapital, tanpa diawali dengan kata ”oleh”, urutan penulis adalah penulis
pertama diikuti oleh penulis kedua, ketiga dan seterusnya. Nama perguruan tinggi dan
alamat surel (email) semua penulis ditulis di bawah nama penulis.

Tata cara penulisan dan isi abstrak sudah baik karena penulis dapat memberikan
gambaran menyeluruh mengenai kegiatan penelitian tentang Hubungan Antara Persepsi
Siswa Terhadap Dukungan Sosial Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa SMA di
Surabaya serta menjelaskan latar belakang jurnal penelitian yang dibuat secara ringkas,
tepat dan jelas. Dalam penulisan jurnal jenis huruf yang digunakan sama, penggunaan
sistem penomoran (numbering) juga tersusun dengan baik.
Referensi yang digunakan peneliti sudah cukup baik. Ditambah lagi peneliti
dalam membuat item pada instrumen penelitiannya mengacu pada teori di sebuah buku.
Seluruh kutipan pustaka sudah sesuai dengan daftar pustaka.

Kelemahan Jurnal

Pada metode penelitian, peneliti tidak hanya mengambil data dengan kuisioner
tapi juga dengan studi dokumentasi. Namun peneliti tidak menjelaskan bagaimana studi
dokumentasi yang ia lakukan, hasil studi dokumentasi juga tidak dibahas oleh peneliti.
Kuisioner yang dibuat peneliti sebagai instrumen penelitian berjumlah 103 item,
dalam jurnal peneliti tidak menyebutkan apakah instrumen tersebut telah valid atau
belum. Karena validitas instrumen sangat mempengaruhi hasil penelitian. Jumlah item
yang digunakan peneliti pada alat instrumen penelitian terlalu banyak, yaitu 103 item.
Responden akan merasa jenuh untuk menjawab 103 item tersebut.
Subjek penelitian yang digunakan responden berjumlah 251 siswa SMA, peneliti
tidak membatasi apakah sampel yang digunakan siswa kelas X, XI atau XII. Tentu
ketiga tingkatan tersebut memiliki karakter emosional dan sosial yang berbeda.
Akibatnya hasil penelitian kurang valid dan tidak sesuai dengan harapan peneliti.

Implikasi terhadap Perkembangan Pendidikan

Johnson & Johnson (Nobelina Adicondro & Alfi Purnamasari, 2011: 20)
menyatakan bahwa ada empat manfaat dukungan sosial, yaitu:
1. Meningkatkan produktivitas dalam pekerjaan;
2. Meningkatkan kesejahteraan psikologis dan penyesuaian diri dengan
memberikan rasa memiliki;
3. Memperjelas identitas diri, menambah harga diri, dan mengurangi stress;
4. Meningkatkan dan memelihara kesehatan fisik serta pengelolaan terhadap stress
& tekanan.
Dukungan sosial dapat membuat individu merasa nyaman dan mengurangi stress
yang dirasakan. Kenyamanan yang dirasakan indvidu akan meningkatkan kesejahteraan
psikologis dan dapat meningkatkan produktifitas kerja.
Menurut Ni Made Sintya Noviana Utami (2013: 14), ada beberapa manfaat dari
dukungan sosial, antara lain yaitu: individu mampu menghadapi masalah dengan lebih
baik; membantu meningkatkan kompetensi dan rasa percaya diri; mengurangi
kecemasan dan stress; dan membuat individu lebih berpikir positif dalam menghadapi
permasalahan. Dengan dukungan dari orang lain, individu akan terbantu dalam
menghadapi masalah sehingga dapat mengurangi tekanan dan stress yang dirasakan.
Hasil penelitian Dubow & Tisak (Tina Afiatin & Budi Andayani, 1998: 39) menyatakan
bahwa siswa sekolah dasar yang cukup mendapat dukungan sosial dan memiliki
ketrampilan pemecahan masalah, memiliki penyesuaian diri yang baik. Dukungan sosial
yang dirasakan anak akan membuat anak percaya diri dan lebih dapat menyesuaikan diri
dengan baik.
Disimpulkan bahwa dukungan sosial memiliki banyak manfaat, yaitu khususnya
dalam membantu siswa menyelesaikan masalah dengan baik sehingga mengurangi
stress, memelihara kesehatan fisik dan meningkatkan kesejahteraan psikologis individu
sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Kajian Teori

Pembentukan kemandirian belajar pada siswa (Biemiller, 1998) ditentukan oleh 2


hal. Pertama adalah sumber sosial, yaitu orang dewasa yang berada di lingkungan siswa
seperti orangtua, pelatih, anggota keluarga dan guru. Orang dewasa ini dapat
mengkomunikasikan nilai kemandirian belajar dengan modelling, memberikan arah dan
mengatur perilaku yang akan dimunculkan. Sumber yang kedua adalah mempunyai
kesempatan untuk melatih kemandirian belajar. Siswa yang secara konstan selalu diatur
secara langsung oleh orangtua dan guru tidak dapat membangun ketrampilannya untuk
dapat belajar secara mandiri karena lemahnya kesempatan yang mereka punya.

Menurut Johnson (2009), kemandirian belajar yang dimiliki oleh siswa


melibatkan studi akademik dalam kehidupan sehari – hari yang diterapkan dengan
berbagai cara untuk mencapai tujuan. Hal ini melibatkan kerja sama dengan orang lain.
Kerja sama ini meliputi kerjasama antara individu dengan individu lain, baik sesama
siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan keluarganya.
Menurut Santrock (2003), keluarga merupakan pilar utama dan pertama dalam
membentuk anak untuk mandiri. Dukungan yang paling besar di dalam lingkungan
rumah adalah bersumber dari orang tua. Orangtua diharapkan dapat memberikan
kesempatan pada anak agar dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya,
belajar mengambil inisiatif, mengambil keputusan mengenai apa yang ingin dilakukan
dan belajar mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Hal ini dapat membentuk
anak mengalami perubahan dari keadaan yang sepenuhnya tergantung pada orang tua
menjadi mandiri.
Apabila diberikan suasana yang penuh perlindungan, penghargaan, cukup kasih
sayang dan perhatian orang tua, jauh dari perasaan iri, cemburu, tersaingi, maka hal ini
akan mendorong dan memberikan anak untuk bersifat lebih mandiri, mempunyai
keberanian untuk melatih dirinya berinisiatif, bertanggung jawab, serta dapat
menyelesaikan masalahnya sendiri, baik dalam bidang akademis maupun non akademis
(Shochib, 1998). Sears (2004), mengungkapkan bahwa orangtua hendaknya memberi
dukungan yang bersifat positif dan menghargai anak, serta memelihara dan tidak
memberi stimulus-stimulus palsu bagi putra-putri mereka.
Dalam mengembangkan motivasi pada diri siswa, peran orangtua merupakan hal
yang penting. Persepsi anak terhadap dukungan orangtua dan harapan anak terhadap
orangtua dapat berfungsi sebagai motivator positif bagi pelajar (Ethington, 1991). Rasa
percaya orangtua terhadap kemampuan akademis anak, mengarahkan anak agar
mandiri, memberikan penguat bagi perilaku berprestasi, serta keterlibatan di dalam
pembelajaran anak dapat memunculkan persepsi diri positif dan motivasi akademis
(Eccles, Wigfiled &, 1998 ; Gonzalez-DeHass, Wiwms, & Holbein, 2005).
Monks, dkk (1998) menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemampuan dan
kemandirian perlu didukung oleh disiplin, dan ketelitian, karena tidak ada sesuatu
pengetahuan dan keterampilan yang dapat berkembang dengan baik tanpa diiringi oleh
kedisiplinan, serta didukung oleh sikap yang terbuka, dalam konteks menumbuhkan
rasa kedisiplinan ini peran dan dukungan sosial orangtua sangat diperlukan.
Menurut Sarafino (2002), dukungan sosial adalah berbagai macam dukungan yang
diterima oleh seseorang dari orang lain, dapat berupa dukungan emosional, dukungan
penghargaan atau harga diri, dukungan instrumental, dukungan informasi atau
dukungan dari kelompok. Menurut Canavan dan Dolan (2000), dukungan sosial
dapat diaplikasikan ke dalam lingkungan keluarga, seperti orang tua. Jadi dukungan
sosial orang tua adalah dukungan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya baik
secara emosional, penghargaan, instrumental, informasi ataupun kelompok.
Dukungan orangtua merupakan sistem dukungan sosial yang terpenting di masa
remaja. Dibandingkan dengan sistem dukungan sosial lainnya, dukungan orangtua
berhubungan dengan kesuksesan akademis remaja, gambaran diri yang positif, harga
diri, percaya diri, motivasi dan kesehatan mental. Keterlibatan orangtua dihubungkan
dengan prestasi sekolah dan emosional serta penyesuaian selama sekolah pada remaja
(Corviile-Smith, Ryan, Adam & Dalicandro, 1998; Greenwood & Miller, 1995 ;
Seidman et al., 1999). Menurut Lee & Detels (2007), dukungan sosial orangtua dapat
dibagi menjadi dua hal, yaitu dukungan yang bersifat positif dan dukungan yang
bersifat negatif. Dukungan positif adalah perilaku positif yang ditunjukkan oleh
orangtua. Sedangkan dukungan yang bersifat negatif adalah perilaku yang dinilai
negatif yang dapat mengarahkan pada perilaku negatif anak. Dukungan keluarga
bersifat optimal ketika dukungan tersebut sesuai dengan harapan umur anak sehingga
anak dapat mencapai kemandirian dan kedekatan.

Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara persepsi siswa terhadap dukungan sosial orangtua dengan prestasi
belajar siswa SMA di Surabaya.

Menurut saya, secara keseluruhan jurnal tersebut masih kurang baik, karena
perlu diperbaiki dibeberapa bagian seperti metode penelitian yang digunakan, kuesioner
yang dibuat, jumlah item yang digunakan peneliti pada alat instrumen penelitian, dan
subjek penelitian yang digunakan responden.

Saran

Sebaiknya peneliti dalam melakukan metode penelitian, peneliti tidak hanya


mengambil data dengan kuisioner tapi juga dengan studi dokumentasi, menjelaskan
bagaimana studi dokumentasi serta hasil studi yang didapat.
Sebaiknya peneliti menyebutkan apakah instrumen kuesioner yang dibuat telah
valid atau belum. Karena validitas instrumen sangat mempengaruhi hasil penelitian.
Dan sebaiknya peneliti tidak membuat terlalu banyak alat instrumen yaitu 103 item.
Danebaiknya peneliti memberikan batasan sampel yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Milfayetty, Sri., Yus, Anita., dkk. 2015. Psikologi Pendidikan. Medan: Unimed Press

Sumadi Suryabrata. 1986. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali.

www.academia.edu/.../PERSEPSI_SISWA_TERHADAP_DUKUNGAN_SOSIAL_OR...

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30170/5/Chapter%20I.pdf

Anda mungkin juga menyukai