Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kebutuhan manusia akan kayu untuk berbagai keperluan, baik untuk

keperluan konstruksi, dekorasi, maup un furniture terus meningkat seiring

meningkatnya jumlah penduduk. Peningkatan konsumsi kayu ini tidak

diimbangi dengan pasokan bahan kayu yang justru semakin berkurang.

Kebutuhan kayu untuk industri perkayuan di Indonesia diperkirakan sebesar 70

3
juta m per tahun dengan kenaikan rata-rata sebesar 14,2% per tahun. Produksi

3
kayu bulat diperkirakan hanya sebesar 25 juta m per tahun, dengan demikian

3
terjadi defisit sebesar 45 juta m (Priyono, 2001 dalam Setyawati, 2003).

Peningkatan kebutuhan akan kayu yang semakin banyak membuat

industri perkayuan di Indonesia dihadapkan pada tantangan, khususnya untuk

menyediakan bahan baku siap pakai, baik untuk pemenuhan pasar domestik

maupun mancanegara, sehingga industri pengolahan kayu perlu mencari

berbagai alternatif, baik produk maupun bahan bakunya. Ketidakseimbangan

antara supply dan dem and yang menyebabkan defisit produksi kayu semakin

diperburuk dengan kegiatan pengolahan kayu di Indonesia yang m asih

menghasilkan limbah dalam jumlah besar. Industri penggergajian kayu

menghasilkan limbah yang meliputi serbuk gergaji 10,6%, sebetan 25,9%, dan

potongan 14,3%, dengan total limbah sebesar 50,8% dari jumlah bahan baku

yang digunakan yang digunakan (Purwanto, et al., 1994).

1
2

Salah satu jenis kayu yang banyak dimanfaatkan atau digunakan oleh

industri perkayuan adalah kayu mahoni. Berdasarkan data potensi mahoni di

Jawa dan di luar Jawa mencapai 45.259.541 batang dan sebanyak 9.479.192

3
batang yang siap tebang, atau setara dengan 2,4 juta m (Sukadaryati, 2006).

Berdasarkan data Departemen Kehutanan Tahun 2007, tercatat produksi kayu

3
mahoni di seluruh kabupaten di Y ogyakarta mencapai 15.412,58 m . Hal ini

menunjukkan bahwa dari kegiatan produksi kayu maho ni dapat berpotensi

menghasilkan lim bah yang tidak sedikit dan sangat potensial untuk

dimanfaatkan menjadi produk yang memiliki nilai ekonom i lebih tinggi.

Dengan banyaknya limbah pada industri pengolahan kayu tersebut

mengharuskan kita untuk berfikir bagaimana cara meningkatkan efisiensi

pemakaian kayu dengan memanfaatkan lim bah yang tersedia dan

menggunakan jenis-jenis non-komersil atau belum begitu dikenal untuk

dijadikan suatu produk yang bernilai jual lebih tinggi. Pengolahan dan

pemanfaatan limbah kayu diharapkan mampu menjawab masalah keterbatasan

bahan baku kayu untuk dijadikan produk-produk perkayuan seperti produk

papan tiruan.

Salah satu alternatif produk perkayuan berupa papan tiruan adalah

dengan pembuatan papan partikel. Industri papan partikel (particle board)

merupakan industri yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan

bahan baku. Bahan baku yang digunakan dapat diambil dari kayu yang

berkualitas rendah maupun limbah kayu. Produk papan partikel dapat

direkayasa agar kekuatannya tidak kalah dengan kayu solid, serta dapat
3

menggunakan jenis kayu tang tidak komersil dan menghasilkan nilai jual

tinggi. Keuntungan pembuatan produk papan partikel adalah kemudahan nya

dalam prasyarat bahan baku serta dapat dibuat dalam berbagai bentuk dan

ukuran sesuai kebutuhan serta bebas dari mata kayu.

Selain jenis bahan baku yang digunakan, kualitas papan partikel juga

ditentukan oleh jenis perekat yang digunakan. Pembuatan papan partikel dalam

skala industri umumnya menggunakan perekat sintetis seperti urea

form aldehida, melamin form aldehida, dan phenol form aldehida. Namun yang

paling banyak digunakan adalah urea formaldehida daripada perekat lainnya

(M aloney, 1977). Di samping itu, kebutuhan bahan perekat dari industri

perkayuan di Indonesia mencapai lebih dari 1,4 juta to n per tahunnya atau

bernilai sebesar 9 trilyun rupiah per tahun (Subyakto dan Prasetya, 1996).

Harga minyak dunia sangat berfluktuatif yang secara lan gsung akan

berpengaruh terhadap harga perekat sintetis. Hal ini dikarenakan bahan dasar

sebagai perekat, terutama yang berbasis form aldehida adalah minyak bumi

yang merupakan sumber daya tak terbaharukan dimana suatu saat akan habis.

Pencarian bahan alternatif lain sebagai perekat kompo sit kayu lebih

terbaharukan dan ramah lingkungan akan menjadi tantangan tersendiri bagi

industri komposit kayu, seperti yang saat ini banyak dibicarakan, yaitu perekat

berbasis kitosan.

Kitosan merupakan produk terdeasetilasi dari kitin yang merupakan

biopolimer alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa. K itin dapat

diperoleh dari kerangka hewan invertebrata kelompok Arthopoda sp, Molusca


4

sp, Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp, C rustaceae sp dan beberapa

kelompok jamur. Sumber utama kitin dewasa ini adalah cangkang udang,

lobster, terutama rajungan dan kepiting dari kelompok Crustaceae sp.

Ketersediaan cangkang kepiting sebagai sumber kitosan cukup banyak dan

tersebar di Indonesia. Di Indonesia sendiri, limbah cangkang kepiting sisa

konsumsi masyarakat maupun limbah dari sentra-sentra produksi kepiting

sangat besar dan belum dimanfaatkan secara optimal, bahkan umumnya hanya

dibuang dan justru menjadi limbah yang bermasalah. Selama ini, pemanfaatan

kepiting masih terbatas pada keperluan konsumsi semata, padahal kulit atau

cangkangnya memiliki nilai ekonomi tinggi apabila dimanfaatkan dengan baik,

karena cangkang kepiting dapat dijadikan seba gai bahan baku untuk produksi

kitin, kitosan, dan karatenoid yang banyak dimanfaatkan di berbagai industri

obat-obatan, kosmetik, pangan, industri, dan sebagainya, terutama dalam hal

ini adalah sebagai perekat alami papan partike l (Anonim, 2009).

Dari permasalahan yang disebutkan di atas, maka telah dilaksanakan

penelitian tentang pembuatan papan partikel limbah kayu mahoni dengan

menggunakan perekat alami berbahan dasar limbah cangkang kepiting. Limbah

cangkang kepiting sebagai perekat alami yang digunakan dalam penelitian ini

bukan berupa kitosan murni, melainkan zat kitin. Proses pengubahan zat kitin

menjadi kitosan murni membutuhkan proses atau waktu dan biaya yang tidak

sedikit, sehingga perekat yang digunakan berupa cangkang kepiting yang telah

dihaluskan menjadi serbuk. Di dalam pembuatan papan partikel ini, ada

beberapa faktor yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah bahan yang


5

digunakan, suhu pengempaan papan, dan konsentrasi bahan perekat yang

digunakan. Dari hal tersebut dibuat beberapa variasi pada suhu pengempaan

papan dan konsentrasi bahan perekat. Variasi suhu pengempaan yang

o o
digunakan adalah 160 C dan 180 C, sedangkan variasi konsentrasi perekat

yang digunakan adalah dengan konsentrasi 10 %, 20% dan 30%.

2. Tujuan Penelitian

a. M engetahui interaksi antara suhu pengempaan dan konsentrasi perekat

serbuk cangkang kepiting terhadap sifat fisika dan mekanika papan partikel

limbah kayu mahoni.

b. M engetahui pengaruh faktor suhu pengempaan terhadap parameter sifat

fisika dan mekanika papan partikel limbah kayu mahoni.

c. M engetahui pengaruh faktor konsentrasi perekat serbuk cangkang kepiting

terhadap sifat fisika dan mekanika papan partikel limbah kayu mahoni.

d. M engetahui kombinasi perlakuan terbaik pada sifat fisika dan mekanika

papan patikel lim bah kayu mahoni.

3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

alternatif penggunaan limbah perkayuan, dalam hal ini limbah serbuk mahoni

yang belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai bahan baku utama

pembuatan papan partikel serta pemanfaatan limbah cangkang kepiting sebagai

pengganti perekat sintetis yang bebas dari emisi formaldehida.

Anda mungkin juga menyukai