Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KELOMPOK

PENGANTAR PENDIDIKAN

‘KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN KEMANDIRIAN’


KELOMPOK 2
OLEH
1. NURHAYATI (A1J119007)/082394499957
2. SIRNIAWAN (A1J119009)/081346127525
3. ADINDA MAHARANI (A1J119010)/082296535598

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019

1
Contents
1. Pengertian Kemandirian Peserta Didik..................................................................3
2. Karakteristik Perkembangan Kemandirian Pada Anak dan Remaja.................4
3. Tipe-Tipe Perkembangan Kemandirian Pada Anak dan Remaja........................5
a) Kemandirian Emosional (Emotional Autonomy)...................................................6
b) Kemandirian Behavioral (Behavioral Autonomy)..................................................9
c) Kemandirian Nilai (Values Autonomy)................................................................10
4. Faktor yang Dapat Mempengaruhi Perkembanga Kemandirian Anak dan
Remaja............................................................................................................................12
5. Upaya Pengembangan Kemandirian Remaja dan Implikasinya bagi
Pendidikan......................................................................................................................13
6. Konsep Perkembangan Karir...............................................................................14
7. Orientasi Karier Pada Anak dan Remaja............................................................15
8. Karakteristik Fase Perkembangan Karir Anak dan Remaja Berdasarkan Usia
16
 Tahap Fantasi          : 0-11 tahun ( Masa Sekolah Dasar)................................16
 Tahap Tentatif         : 12-18 tahun (Masa Sekolah Menengah).......................16
A. Sub Tahap Minat (11-12 tahun)....................................................................16
B. Sub Tahap Kapasitas Kemampuan (13-14 tahun).......................................16
C. Sub Tahap Nilai (15-16 tahun)......................................................................16
D. Sub Tahap Transisi (17-18 tahun).................................................................16
 Tahap Realistis        : 19-25 tahun (Masa Perguruan Tinggi).........................16
9. Faktor yang Dapat Mempengaruhi Perkembangan Karier Anak dan Remaja
17
10. Perkembangan Remaja Dalam Berkarir..........................................................19
 Realistis...............................................................................................................19
 Intelektual...........................................................................................................19
 Sosial. ..................................................................................................................19
 Konvensional......................................................................................................19
 Menguasai (enterprising)...................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................20

2
 KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN KEMANDIRIAN

Pembahasan :
1. Pengertian Kemandirian Peserta Didik

Istilah “kemandirian” berasal dari kata dasar “diri” yang mendapat awalan


“ke” dan akhiran “an”, kemudian membentuk satu kata keadaan atau kata benda.
Karena kemandirian berasal dari kata dasar “diri”, maka pembahasan mengenai
kemandirian tidak bisa lepas dari pembahasan tentang perkembangan diri itu
sendiri.

Menurut Chaplin (2002)menyatakan bahwa, otonomi atau kemandirian


adalah kebebasan individu manusia untuk memilih  menjadi kesatuan yang bisa
memerintah, menguasai, dan menentukan dirinya sendiri. Sedangkan menurut
Erikson (dalam Monks,dkk,1989), menyatakan kemandirian adalah usaha untuk
melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui
proses mencari identitas ego yaitu merupakan perkembangan kea rah
individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Kemandirian biasanya ditandai
dengan kemapuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur
tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, dll. Kemandirian
merupakan suatu sikap otonomi dimana peserta didik secara relative bebas dari
pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain. Dengan otonomi tersebut,
peserta didik diharapkan akan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengadung pengertian :

A. Suatu kondisi dimana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi
kebaikan dirinya sendiri
B.  Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang
dihadapi
C. Memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya
D. Bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya

3
2. Karakteristik Perkembangan Kemandirian Pada Anak dan Remaja

Kemandirian (autonomy) merupakan salah satu tugas perkembangan yang


fundamental pada tahun-tahun perkembangan masa remaja.
Steinberg  menegaskan disebut fundamental karena pencapaian kemandirian pada
remaja sangat penting artinya dalam kerangka menjadi individu dewasa. Bahkan
pentingnya kemandirian diperoleh individu pada masa remaja sama dengan
pentingnya pencapaian identitas diri oleh mereka.

Sesungguhnya tidak mudah bagi remaja dalam memperjuangkan


kemandiriannya. Kesulitannya terletak pada upaya pemutusan ikatan infantile
yang telah berkembang dan dinikmati dengan penuh rasa nyaman selama masa
kanak-kanak. Bahkan pemutusan ikatan infantile itu seringkali menimbulkan
reaksi yang sulit dipahami (misunderstood) bagi kedua belah pihak, remaja dan
orang tua. Terkadang remaja sering kali kesulitan dalam memutuskan simpul-
simpul ikatan emosional kekanak-kanakannya secara logis dan objektif. Dalam
upayanya itu mereka kadang-kadang harus menentang keinginan dan aturan orang
tua. Orang tua terkadang mempersepsi upaya pemutusan simpul-simpul ikatan
infantil yang dilakukan remaja sebagai pemberontakan atau peminggatan.
Sekaitan dengan kesulitan remaja – orang tua dalam memutuskan ikatan infantile
dalam kerangka pencapaian kemandiriannya.

Dalam analisis Steinberg jika remaja, terutama remaja awal, mampu


memutuskan simpul-simpul ikatan infantile maka ia akan melakukan separasi,
yakni pemisahan diri dari keluarga. Keberhasilan dalam melakukan separasi inilah
yang merupakan dasar bagi pencapaian kemandirian terutama kemandirian yang
bersifat independence. Dengan kata lain kemandirian yang pertama muncul pada
diri individu adalah kemandirian yang bersifat independence, yakni lepasnya
ikatan-ikatan emosional infantile individu sehingga ia dapat menentukan sesuatu
tanpa harus selalu ada dukungan emosional dari orang tua. Oleh karena itu pada
masa remaja ada suatu pergerakan kemandirian yang dinamis dari

4
ketidakmandirian individu pada masa kanak-kanak menuju kemandirian yang
lebih bersifat autonomy pada masa dewasa.

Kemandirian emosional berkembang lebih awal dan menjadi dasar bagi


perkembangan kemandirian behavioral dan nilai. Sembari individu
mengembangkan secara lebih matang kemandirian emosionalnya, secara perlahan
ia mengembangkan kemandirian behavioralnya. Perkembangan kemandirian
emosional dan behavioral tersebut menjadi dasar bagi perkembangan kemandirian
nilai. Oleh karena itu, pada diri individu kemandirian nilai berkembang lebih
akhir dibanding kemandirian emosional dan behavioral.

Kemandirian, seperti halnya kondisi psikologis yang lain, dapat


berkembangan dengan baik jika diberikan kesempatan untuk berkembangan
melalui latihan yang dilakukan secara terus-menerus dan dilakukan sejak dini.

Kemandirian pada anak di usia-usia tertentu di tandai dengan beberapa


perilaku anak, yaitu:
1. Usia 1-2 tahun: Anak mampu minuman dari gelasnya sendiri tanpa
tumpah, mulai  makan sendiri dengan menggunakan sendok.
2. Usia 2-3 tahun: Memberitahu orang dewasa kala ingin buang air.
3. Usia 3-4 tahun: Anak mampu ke kamar mandi sendiri.
4. Usia 5-7 tahun: Anak mampu berpakaian sendiri, mengikat simpul tali
sepatu.
5. Usia 8-10 tahun: Anak sudah mampu membenahi peralatan pribadi seperti
menyiapkan buku sesuai jadwal pelajaran, mampu memenuhi kebutuhan
sendiri, dll.

3. Tipe-Tipe Perkembangan Kemandirian Pada Anak dan Remaja

5
Steinberg membagi kemandirian dalam tiga tipe, yaitu kemandirian
emosional (emotional autonomy), kemandirian behavioral (behavioral autonomy),
dan kemandirian nilai (values autonomy). Kemandirian emosional (emotional
autonomy) pada remaja ialah dimensi kemandirian yang berhubungan dengan
perubahan keterikatan hubungan emosional remaja dengan orang lain, terutama
dengan orang tua. Oleh karena itu kemandirian emosional didefinisikan sebagai
kemampuan remaja untuk tidak tergantung terhadap dukungan emosional orang
lain, terutama orang tua. Kemandirian behavioral (behavioral autonomy) pada
remaja ialah dimensi kemandirian yang merujuk kepada kemampuan remaja
membuat keputusan secara bebas dan konsekuen atas keputusannya itu.
Kemandirian nilai (values autonomy) pada remaja ialah dimensi kemandirian
yang merujuk kepada kemampuan untuk memaknai seperangkat prinsip tentang
benar dan salah, serta penting dan tidak penting.

a) Kemandirian Emosional (Emotional Autonomy)

Pemudaran ikatan emosional anak dengan orang tua pada masa remaja terjadi
dengan sangat cepat. Percepatan pemudaran hubungan itu terjadi seiring dengan
semakin mandirinya remaja dalam mengurus diri sendiri. Dalam analisis Berk
(1994) konsekuensi dari semakin mampunya remaja mengurus dirinya sendiri
maka waktu yang diluangkan orang tua terhadap anak semakin berkurang dengan
sangat tajam. Proses ini sedikit besarnya memberikan peluang bagi remaja untuk
mengembangkan kemandiriannya terutama kemandirian emosional.

Proses psikososial lainnya yang mendorong remaja mengembangkan


kemandirian emosional adalah perubahan pengungkapan kasih sayang,
meningkatnya pendistribusian kewenangan dan tanggung jawab, dan menurunnya
interaksi verbal dan kesempatan perjumpaan bersama antara remaja dan orang tua,
di satu pihak dan semakin larutnya remaja dalam pola-pola hubungan teman
sebaya untuk menyelami hubungan dunia kehidupan yang baru di luar keluarga di

6
pihak lain. Kedua pihak ini lambat laun akan mengendorkan simpul-simpul ikatan
emosional infantil anak dengan orang tua.

Menjelang akhir masa remaja ketergantungan emosional remaja terhadap


orang tua menjadi semakin jauh berkurang menyusul semakin memuncaknya
kemandirian emosional mereka, meskipun ikatan emosional remaja terhadap
orang tua sesungguhnya tidak mungkin dapat diputuskan secara sempurna. Perlu
dipahami pula bahwa munculnya kemandirian emosional pada remaja bukan
berarti pemberontakan mereka terhadap keluarga, terutama orang tua atau
pelepasan hubungan orang tua anak. Oleh karena itu Steinberg dengan merujuk
kepada penelitian Collins (1990), Hill and Holmbeck (1986), dan Steinberg
(1990) menegaskan adolescents can become emotionally autonomous from their
parents without becoming detached from them.

Aspek pertama dari kemandirian emosional adalah de-idealized, yakni


kemampuan remaja untuk tidak mengidealkan orang tuanya. Perilaku yang dapat
dilihat ialah remaja memandang orang tua tidak selamanya tahu, benar, dan
memiliki kekuasaan, sehingga pada saat menentukan sesuatu maka mereka tidak
lagi bergantung kepada dukungan emosional orang tuanya. Menurut penelitian
yang dilakukan Smollar dan Younis tahun 1985 tidak mudah bagi remaja untuk
melakukan de-idealized. Bayangan masa kecil anak tentang kehebatan orang tua
tidak mudah untuk dilecehkan atau dikritik. Kesulitan untuk melakukan de-
idealized remaja terbukti dari hasil riset yang dilakukan Steinberg (1995 : 193)
yang menemukan bahwa masih banyak remaja awal yang sudah mandiri secara
emosional. Mereka masih menganggap orang tua selamanya tahu, benar, dan
berkuasa atas dirinya. Mereka terkadang sulit sekedar untuk menerima pandangan
bahwa orang tua terkadang melakukan kesalahan.

Aspek kedua dari kemandirian emosional adalah pandangan tentang parents


as people, yakni kemampuan remaja dalam memandang orang tua sebagaimana
orang lain pada umumnya. Perilaku yang dapat dilihat ialah remaja melihat orang

7
tua sebagai individu selain sebagai orang tuanya dan berinteraksi dengan orang
tua tidak hanya dalam hubungan orang tua-anak tetapi juga dalam hubungan antar
individu. Menurut Steinberg  remaja pada tingkat SMA tampak mengalami
kesulitan dalam memandang orang tua sebagaimana orang lain pada umumnya.
Dalam analisisnya aspek kemandirian emosional ini sulit berkembang dengan baik
pada masa-masa remaja, mungkin bisa sampai dewasa muda.

Aspek ketiga dari kemandirian emosional adalah non dependency, yakni


suatu derajat di mana remaja tergantung kepada dirinya sendiri dari pada kepada
orang tuanya untuk suatu bantuan. Perilaku yang dapat dilihat ialah mampu
menunda keinginan untuk segera menumpahkan perasaan kepada orang lain,
mampu menunda keinginan untuk meminta dukungan emosional kepada orang tua
atau orang dewasa lain ketika menghadapi masalah.

Aspek keempat dari kemandirian emosional pada remaja adalah mereka


memiliki derajat individuasi dalam hubungan dengan orang tua (individuated).
Individuasi berarti berperilaku lebih bertanggung jawab. Perilaku individuasi yang
dapat dilihat ialah mampu melihat perbedaan antara pandangan orang tua dengan
pandangannya sendiri tentang dirinya, menunjukkan perilaku yang lebih
bertanggung jawab. Contoh perilaku remaja yang memiliki derajat individuasi di
antaranya mereka mengelola uang jajan dengan cara menabung tanpa
sepengetahuan orang tua. Collins dan Smatana  berkeyakinan bahwa
perkembangan individuasi ke tingkat yang lebih tinggi didorong oleh
perkembangan kognisi sosial mereka. Kognisi sosial remaja yang dimaksud
merujuk pada pemikiran mereka tentang diri mereka dan hubungannya dengan
orang lain. Misalnya, remaja berpandangan “Teman saya berpendapat bahwa saya
adalah seorang gadis baik, maka saya harus menjadi gadis yang baik”.

b) Kemandirian Behavioral (Behavioral Autonomy)

8
Kemandirian perilaku (behavioral autonomy) merupakan kapasitas
individu dalam menentukan pilihan dan mengambil keputusan. Remaja yang
memiliki kemandirian perilaku (behavioral autonomy) bebas dari pengaruh pihak
lain dalam menentukan pilihan dan keputusan. Tetapi bukan berarti mereka tidak
perlu pendapat orang lain. Bagi remaja yang memiliki kemandirian behavioral
memadai, pendapat/nasehat orang lain yang sesuai dijadikan sebagai dasar
pengembangan alternatif pilihan untuk dipertimbangkan dalam pengambilan
keputusan. Melalui pertimbangan diri sendiri dan sugesti orang lain ia mengambil
suatu keputusan yang mandiri bagaimana seharusnya berperilaku/bertindak.

Kemandirian perilaku, khususnya kemampuan mandiri secara fisik


sesungguhnya sudah berkembang sejak usia anak (Hanna Widjaja, 1986) dan
meningkat dengan sangat tajam pada usia remaja. Peningkatannya itu bahkan
lebih pesat dari pada peningkatan kemandirian emosional. Ini bisa terjadi karena
didukung oleh perkembangan kognitif mereka yang semakin berkualitas. Dengan
perkembangan kognitif seperti ini remaja semakin mampu memandang ke depan,
memperhitungkan risiko-risiko dan kemungkinan hasil-hasil dari alternatif pilihan
mereka, dan mampu memandang bahwa nasehat seseorang bisa tercemar/ternoda
oleh kepentingan-kepentingan dirinya sendiri (Steinberg, 1993).

Menurut Steinberg ada tiga domain kemandirian perilaku (behavioral


autonomy) yang berkembang pada masa remaja.
A. Pertama, mereka memiliki kemampuan mengambil keputusan yang ditandai
oleh:
 menyadari adanya resiko dari tingkah lakunya,
 memilih alternatif pemecahan masalah didasarkan atas pertimbangan sendiri
dan orang lain dan
 bertanggung jawab atas konsekuensi dari keputusan yang diambilnya.
B. Kedua, mereka memiliki kekuatan terhadap pengaruh pihak lain yang
ditandai oleh:
 tidak mudah terpengaruh dalam situasi yang menuntut konformitas,

9
 tidak mudah terpengaruh tekanan teman sebaya dan orang tua dalam
mengambil keputusan, dan
 memasuki kelompok sosial tanpa tekanan.
C. Ketiga, mereka memiliki rasa percaya diri (self reliance) yang ditandai oleh:
 merasa mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari di rumah dan di sekolah,
 merasa mampu memenuhi tanggung jawab di rumah dan di sekolah,
 merasa mampu mengatasi sendiri masalahnya,  
 berani mengemukakan ide atau gagasan.

c) Kemandirian Nilai (Values Autonomy)

Kemandirian nilai (values autonomy) merupakan proses yang paling


kompleks, tidak jelas bagaimana proses berlangsung dan pencapaiannya, terjadi
melalui proses internalisasi yang pada lazimnya tidak disadari, umumnya
berkembang paling akhir dan paling sulit dicapai secara sempurna dibanding
kedua tipe kemandirian lainnya. Kemandirian nilai (values autonomy) yang
dimaksud adalah kemampuan individu menolak tekanan untuk mengikuti tuntutan
orang lain tentang keyakinan (belief) dalam bidang nilai.

Menurut Rest kemandirian nilai berkembang selama masa remaja


khususnya tahun-tahun remaja akhir. Perkembangannya didukung oleh
kemandirian emosional dan kemandirian perilaku yang memadai. Menurut
Steinberg (1993), dalam perkembangan kemandirian nilai, terdapat tiga perubahan
yang teramati pada masa remaja.
Pertama, keyakinan akan nilai-nilai semakin abstrak (abstract belief).
Perilaku yang dapat dilihat ialah remaja mampu menimbang berbagai
kemungkinan dalam bidang nilai. Misalnya, remaja mempertimbangkan berbagai
kemungkinan yang akan terjadi pada saat mengambil keputusan yang bernilai
moral.

10
     Kedua, keyakinan akan nilai-nilai semakin mengarah kepada yang bersifat
prisip (principled belief). Perilaku yang dapat dilihat ialah berpikir dan bertindak
sesuai dengan prinsip yang dapat dipertanggungjawabkan dalam bidang nilai.
    Ketiga, keyakinan akan niali-nilai semakin terbentuk dalam diri remaja
sendiri dan bukan hanya dalam sistem nilai yang diberikan oleh orang tuanya atau
orang dewasa lainnya (independent belief). Perilaku yang dapat dilihat ialah
 remaja mulai mengevaluasi kembali keyakinan dan nilai-nilai yang
diterimanya dari orang lain,
 berpikir sesuai dengan keyakinan dan nilainya sendiri, dan
 bertingkah laku sesuai dengan keyakinan dan nilainya sendiri. Misalnya
remaja menggali kembali nilai-nilai yang selama ini diyakini kebenarannya.
Upaya remaja ini hakekatnya merupakan proses evaluasi akan nilai-nilai yang
diterimanya dari orang lain.

Sebagian besar perkembangan kemandirian nilai dapat ditelusuri pada


karakteristik perubahan kognitif. Dengan meningkatnya kemampuan rasional dan
makin berkembangnya kemampuan berpikir hipotetis remaja, maka timbul minat-
minat remaja pada bidang-bidang ideologi dan filosofi dan cara mereka melihat
persoalan-persoalan semakin mendetail. Oleh karena proses itu maka
perkembangan kemandirian nilai membawa perubahan-perubahan pada konsepsi-
konsepsi remaja tentang moral, politik, ideologi, dan persoalan-persoalan agama.

Secara sekuensial perkembangan kemandirian nilai mempersyaratkan


perkembangan kemandirian emosional (emotional autonomy) dan kemandirian
perilaku (behavioral autonomy).
Kemandirian emosional membekali remaja dengan kemampuan untuk melihat
pandangan orang tua mereka secara lebih objektif sedangkan kemandirian
perilaku dapat menjadi bekal bagi remaja dalam upayanya mencari kejelasan dari
nilai-nilai yang telah ditanamkan kepadanya (Steinberg, 1995). Oleh karena itu
perkembangan kemandirian nilai berlangsung belakangan, umumnya pada masa
remaja akhir atau dewasa muda. Remaja akhir merupakan kesempatan bagi remaja

11
untuk melakukan koreksi-koreksi, penegasan kembali, dan menilai ulang terhadap
keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai yang mereka warisi sejak masih berada dalam
ketergantungan masa kanak-kanaknya pada orang tua.

4. Faktor yang Dapat Mempengaruhi Perkembanga Kemandirian Anak


dan Remaja

Sebagaimana aspek-aspek psikologis lainnya, kemandirian juga bukanlah


semata-mata merupakan pembawaan yang melekat pada diri individu sejak lahir.
Perkembangan juga dipengaruhi oleh berbagai stimulasi yang datang dari
lingkungannya, selain potensi yang telah dimiliki sejak lahir sebagi keturunan dari
orang tuanya. Ada sejumah faktor yang sering disebut sebagi korelat bagi
perkembangan kemandirian yaitu sebagi berikut: (Ali, 2006)
a) Gen atau keturunan orang tua. Namun, faktor keturunan ini masih
menjadi perdebatan karena adanya pendapat bahwa sesungguhnya
bukan karena sifat kemandirian orang tuanya itu menurun kepada
anaknya, melainkan karena sifat orang tuanya muncul berdasarkan
cara orang tuanya mendidik anaknya.
b) Sistem pendidikan di sekolah.
c) Sistem kehidupan di masyarakat.
Menurut Hurlock faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian adalah:
a) Pola asuh orang tua
b) Jenis kelamin
c) Urutan posisi anak
Menurut Markum (1985) faktor-faktor yang dapat mepengaruhi terbentuknya
kemampuan berdiri sendiri pada anak adalah:
a) Kebiasaan serba dibantu dan dilayani
b) Sikap orang tua
c) Kurangnya kegiatan diluar rumah

12
Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan oleh ketiga tokoh tersebut,
dimana dalam paparannya tentang faktor-faktor penghambat kemandirian terdapat
kesamaan antara satu dengan yang lainnya. Dari beberapa pendapat tersebut akan
menjadi lebih baik lagi, jika antara pendapat yang satu dengan yang lainnya saling
mengisi kekurangan diantara berbagai pendapat tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan
terhambatnya kemandirian adalahgen atau keturunan oarang tua. Pola asuh orang
tua, jenis kelamin, urutan posisi anak, kebiasaan serba dibantu, sikap orang tua,
kurangnya kegiatan diluar rumah, sistem pendidikan disekolah atau perguruan dan
sisitem kehidupan masyarakat.

5. Upaya Pengembangan Kemandirian Remaja dan Implikasinya bagi


Pendidikan

Dengan asumsi bahwa kemandirian sebagai aspek psikologis itu berkembang


tidak dalam kevakuman atau diturunkan oleh orang tuanya, maka intervensi-
intervensi positif melalui ikhtiar pengembangan atau pendidikan sangat
diperlukan bagi kelancarana perkembangan kemandirian remaja.
Sejumlah intervensi dapat dilakukan antara lain:
A. Penciptaan partisipasi dan keterlibatan remaja dalam keluarga
B. Penciptaan keterbukaan
C. Penciptaan kebebasan untuk mengeksplorasikan lingkungan
D. Penerimaan positif tanpa syarat
E. Empati terhadapt remaja
F. Penciptaan kehangatan hubungan dengan remaja.
G. Mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis, yang
memungkinkan anak merasa dihargai
H. Mendorong anak untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan
dan dalam berbagai kegiatan sekolah
I. Memberi kebebasan kepada anak untuk mengeksplorasi lingkungan,
mendorong rasa ingin tahu mereka

13
J. Penerimaan positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan anak, tidak
membeda-bedakan anak yang satu dengan yang lain
K. Menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan anak

6. Konsep Perkembangan Karir

Karir sering diartikan sebagai pekerjaan atau profesi seseorang yang


menghasilkan sesuatu dalam memenuhi kebutuhan hidup. Kata ‘karir’ lebih
merujuk pada pekerjaan atau jabatan yang ditekuni dan diyakini sebagai panggilan
hidup, yang meresapi seluruh alam pikiran dan perasaan seseorang, serta
mewarnai seluruh gaya hidupnya (Winkel, 1991).
Menurut Beaomont, Cooper, dan Stockhard yang dimaksud degan
perkembangan karir adalah suatu proses perkembangan sepanjang hidup yang
dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, pekerjaan, pengalaman lainnya, dan
yang mempengaruhi putusan-putusan setiap individu mengenai karir dan gaya
hidup. Menurut Manrihu perkembangan karir menunjukan proses seumur hidup
dalam mengembangkan nilai-nilai kerja.
Dengan demikian, perkembangan karir adalah suatu proses panjang yang
terjadi sepanjang kehidupan seorang manusia, dan mencakup setiap peran serta
posisi yang dijalaninya (Gysber dalam seligman).
Perkembangan karir bukan hanya proses membuat keputusan untuk memilih
suatu pekerjaan, tapi merefleksikan seluruh pengalaman hidup seseorang dan
membawa dampak terhadap seluruh aspek kehidupannya. Jadi perkembangan
karir merupakan suatu proses yang mencakup seluruh rentang kehidupan
sesorang.
Pemilihan karir merupakan perpaduan antara faktor yang ada di dalam individu
(internal) dan faktor dari luar (eksternal). faktor yang berada di dalam individu
seperti kemampuan yang dimiliki individu dan bakat-bakat khusus yang akan
memepengaruhi kepribadian individu berkembang. Sedangkan faktor yang
bersifat eksternal yaitu aspek-aspek lingkungan sosial-ekonomi, seperti
lingkungan masyarakat, sekolah, keluarga, teman sebaya, dan keadaan ekonomi,

14
kesejahteraan, dan ketenagakerjaan serta seluruh kondisi yang mengharuskan
individu untuk berinteraksi.
Mengingat betapa pentingnya masalah karir dalam kehidupan manussia, maka
sejak dini anak perlu disiapkan dan dibantu untuk merencanakan hari depan yang
lebih cerah, dengan cara memberikan pendidikan dan bimbingan karir yang
berkelanjutan

7. Orientasi Karier Pada Anak dan Remaja

Orientasi karir pada anak dan remaja merupakan tahap dimana anak dan remaja
dikenalkan dengan dunia yang akan digelutinya kelak. Dalam buku edisi revisinya
Ginzberg dkk (1972) menegaskan bahwa proses pilihan karir itu terjadi sepanjang
hidup manusia, artinya bahwa suatu ketika dimungkinkan orang berubah pikiran.
Hal ini berarti bahwa pilihan karir tidaklah terjadi sekali saja dalam hidup
manusia. Disamping itu Ginzberg juga menyadari bahwa faktor
peluang/kesempatan memegang peranan yang amat penting. Meskipun seorang
remaja sudah menentukan pilihan karirnya berdasarkan minat, bakat, dan nilai
yang ia yakini, tetapi kalau peluang/kesempatan untuk bekerja pada bidang itu
tertutup karena ‘’tidak ada lowongan’’, maka karir yang akan dicita-citakan
akhirnya tidak bisa terwujud. Dan pada akhirnya Tuhan-lah yang menentukan
segalanya, manusia hanya berkemampuan untuk berusaha semampunya.

8. Karakteristik Fase Perkembangan Karir Anak dan Remaja


Berdasarkan Usia

Menurut Ginzberg, Axelrad dan Herman, perkembangan karir dibagi menjadi 3


tahap pokok yaitu:
 Tahap Fantasi          : 0-11 tahun ( Masa Sekolah Dasar)
Pada tahap ini anak mulai berfantasi mengenai cita-citanya. Fantasi ini banyak
dipengaruhi oleh lingkungan baik itu di kehidupan nyata atau hanya sekedar

15
melalui media, sperti televisi ataupun internet. Pada tahap ini anak menentukan
karirnya tanpa pertimbangan yang rasional.
 Tahap Tentatif         : 12-18 tahun (Masa Sekolah Menengah)
Pada tahap tentatif anak mulai menyadari bahwa mereka memiliki minat dan
kemampuan yang berbeda satu sama lain. Tahap tentatif ini dibagi menjadi 4 sub
tahap, yakni:
A. Sub Tahap Minat (11-12 tahun)
Anak cenderung melakukan pekerjaan atau kegiatan hanya yang sesuai dengan
minat dan kesukaan mereka saja.
B. Sub Tahap Kapasitas Kemampuan (13-14 tahun)
Anak mulai melakukan pekerjaan/kegiatan didasarkan kepada kemampuan
masing-masing, disamping minat dan hobinya.
C. Sub Tahap Nilai (15-16 tahun)
Anak sudah bisa membedakan mana kegiatan/pekerjaan yang dihargai oleh
masyarakat dan mana yang kurang dihargai.
D. Sub Tahap Transisi (17-18 tahun)
Anak sudah mampu memikirkan atau merencanakan karir mereka berdasarkan
minat, kemampuan dan nilai-nilai yang ingin diperjuangkan.
 Tahap Realistis        : 19-25 tahun (Masa Perguruan Tinggi)
Pada usia perguruan tinggi (usia 18 tahun ke atas) remaja memasuki tahap
realistis, dimana mereka sudah mengenal secara lebih baik minat-minat,
kemampuan, dan nilai-nilai yang ingin dikejar. Lebih lagi mereka juga sudah
lebih menyadari berbagai bidang pekerjaan dengan segala konsekuensi dan
tuntutannya masing-masing. Oleh sebab itu, pada tahap realistisseorang remaja
sudah mampu membuat perencanaan karir secara lebih rasional dan objektif.
Sedangkan menurut Donald Super, perkembangan karir manusia dapat dibagi
menjadi 5 fase yaitu:
 Fase pengembangan (Growth) yang meliputi masa kecil sampai usia 15
tahun.
Dalam fase ini anak mengembangkan bakat, minat, kebutuhan, dan potensi
yang akhirnya dipadukan dalam struktur konsep diri (self-concept structure)

16
 Fase Eksplorasi (Exploration) antara umur 16-24 tahun, dimana saat ini
remaja mulai memikirkan beberapa alternatif pekerjaan tetapi belum
mengambil keputusan yang menikat.
 Fase Pemanta[an (Establishment) antara umur 25-44 tahun.
Pada fase ini remaja sudah memilih karir tertentu dan mendapatkan berbagai
pengalaman positif maupun negatif dari pekerjaan. Dengan pengalaman yang
diperoleh ia lalu bisa menentukan apakah ia kan terus dengan karir yang telah
dijalani atau berubah haluan.
 Fase Pembinaan (Maintenance) antara umur 25-44 tahun.
Pada fase ini dimana orang sudah mantab dengan pekerjaannya dan
memeliharanya agar dia bertekun sampai akhir.
 Fase Kemunduran (Decline) masa sesudah pensiun atau melepaskan jabatan
tertentu.
Dalam fase ini orang membebaskan dari dunia kerja formal.

9. Faktor yang Dapat Mempengaruhi Perkembangan Karier Anak dan


Remaja

Faktor yang mempengaruhi perkembangan karir anak dan remaja dibagi


menjadi dua bagain yaitu:
A. Faktor Internal
1. Nilai-nilai kehidupan (Values), yaitu beberapa ideal yang dikejar seseorang
dimana-mana dan kapan juga. Nilai-nilai menjadi pedoman atau pegangan
dalam hidup samapai tua dan sangan menentukan gaya hidup seseorang,
namun, belum dapat ditujukkan kaitan langsung antara nilai-nilai kehidupan
yang dianut seseorang dan aneka bidang pekerjaan.
2. Taraf intelegensi, yaitu kemampuan berfikir untuk mencapai prestaso-prestasi.
3. Bakat khusus, yaitu kemampuan yang menonjol di suatu bidang usaha
kognitif, bidang keterampilan, atau bidang kesenian.

17
4. Minat, yaitu kecenderungan yang relatif menetap pada seseorang untuk
merasa tertarik pada suatu bidang tertentu dan merasa senang berkecimpung
dalam berbagai kegiatan dengan bidang itu.
5. Sifat-sifat, yaitu ciri-ciri kepribadian yang bersama-sama memberikan corak
khas pada seseorang, seperti: periang, ramah, halus, teliti, terbuka, fleksibel,
tertutup, pesimis, atau ceroboh.
6. Pengetahuan, yaitu informasi yang dimiliki tentang bidang-bidang pekerjaan
dan diri sendiri secara akurat.
7. Keadaan jasmani, yaitu ciri-ciri fisik yang dimiliki seseorang seperti tinggi
badan, tampan, ketajaman pengelihatan dan pendengaran, serta jenis kelamin.
B. Faktor Eksternal
1. Masyarakat, yaitu lingkungan sosial-budaya dimana individu dibesarkan.
2. Keadaan sosial ekonomi negara atau daerah, yaitu laju pertumbuhan ekonomi
yang lambat atau cepat, sertifikasi masyarakat, serta diversifikasi masyarakat
atas kelompok yang terbuka atau tertutup dari kelompok lain.
3. Status ekonomi keluarga, yaitu tingkat pendidikan orangtua, tinggi rendahnya
pendapatan orangtua, jabatan ayah dan ibu, daerah tempat tinggal dan suku
bangsa.
4. Pengaruh dari seluruh anggota keluarga ini (genogram).
5. Pendidikan sekolah, yaitu pandangan dan sikap yang dikomunikasikan kepada
anak didik oleh staf petugas bimbingan dan tenaga pengajar mengenai nilai-
nilai yang terkandung dalam bekerja, tinggi rendahnya status sosial jabatan
tertentu, dan kesesuaian jabatan tertentu untuk anak laki-laki atau perempuan.
6. Pergaulan dengan tean sebaya, yaitu beraneka ragam pandangan dan variasi
harapan tentang masa depan yang terungkap dalam pergaulan sehari-hari.
7. Tuntutan yang melekat pada masing-masing jabatan dan pada setiap program
studi atau latihan, yang mempersiapkan seseorang untuk diterima pada jabatan
tertentu dan berhasil didalamnya.

10. Perkembangan Remaja Dalam Berkarir

18
 Teori Tipe Kepribadian Holland
  Disini dijelaskan bahwa perlu dilakukan sesuatu usaha agar pilihan karir
seseorang sesuai dengan kepribadiannya. Bila seseorang menemukan karir yang
sesuai dengan kepribadiannya, maka ia akan lebih menikmati pekerjaan tersebut
dan bekerja di bidang tersebut lebih lama daripada orang yang bekerja di bidang
yang tidak cocok dengan kepribadiannya. Menurut Holland ada 6 tipe kepribadian
yang perlu dipertimbangkan saat mencari kecocokan antara aspek-aspek
psikologis seseorang dengan karir mana yang akan dipilih, yaitu :
 Realistis. Orang yang memperlihatkan karakteristik maskulin. Kuat secara
fisik, menyelesaikan masalah dari sisi praktisnya dan memiliki kemampuan
sosial yang rendah. Mereka paling cocok bekerja pada situasi praktis sebagai
buruh, petani, pengemudi bis, dan tukang bangunan.
 Intelektual. Orang-orang ini memiliki orientasi konseptual dan teoretis.
Mereka lebih tepat menjadi pemikir daripada pekerja. Mereka seringkali
menghindari hubungan interpersonal dan paling cocok untuk pekerjaan yang
berhubungan dengan matematika atau keilmuan.
 Sosial. Orang-orang ini sering memperlihatkan trait feminin, khususnya yang
berhubungan dengan kemampuan verbal dan interpersonal. Mereka paling
mungkin dipersiapkan untuk masuk profesi yang berhubungan dengan orang
banyak seperti mengajar, menjadi pekerja sosial, konseling.
 Konvensional. Orang-orang ini memperlihatkan ketidaksenangannya terhadap
kegiatan yang tidak teratur dengan rapi. Mereka paling cocok menjadi
bawahan, seperti sekretaris, teller bank, atau pekerjaan administratif lainnya.
 Menguasai (enterprising). Orang-orang ini menggunakan kata-katanya untuk
memimpin orang lain, mendominasi orang lain, dan menjual berita tau produk.
Mereka paling cocok memiliki karir yang berhubungan dengan penjualan,
sales, politikus, atau manajemen. 

19
DAFTAR PUSTAKA

Reksa alantap mengantara, 2013 . perkembangan kemandirian dan karir.

Sumber :http://reksaalantap.blogspot.com/2013/07/perkembangan-kemandirian-dan-
karir.html diambil pada 7 desember 2019

KHATARINA THEA EKARISTI, DESI ERNI SARI. 2016. KARAKTERISTIK


PERKEMBANGAN KEMANDIRIAN REMAJA DAN IMPLIKASINYA
DALAM PENDIDIKAN.

Sumber : https://khatarina702.blogspot.com/2016/12/karakteristik-perkembangan-
kemandirian.html diambil pada 7 desember 2019

20

Anda mungkin juga menyukai