Anda di halaman 1dari 105

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang menjadi salah satu

penyebab tingginya angka kematian di dunia dan sampai saat ini, penyakit ini

belum dapat disembuhkan dan hanya dapat dikendalikan. Diabetes Mellitus

sendiri merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan gangguan

metabolisme kronis yang ditandai peningkatan gula darah (hiperglikemia),

disebabkan karena ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan insulin. Insulin

dalam tubuh dibutuhkan untuk memfasilitasi masuknya glukosa dalam sel

agar dapat digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan sel. Berkurang

atau tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

kekurangan glukosa yang sangat dibutuhkan dalam kelangsungan dan fungsi

sel (Tarwoto dkk, 2012).

Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) angka kejadian

Diabetes Mellitus di dunia saat ini mencapai 422 juta orang, prevalensi global

Diabetes melitus dikalangan orang dewasa di atas usia 18 tahun telah

meningkat 8,5%. Tahun 2016, sekitar 1,6 juta kematian secara langsung

disebabkan oleh Diabetes dan 2,2 juta kematian yang disebabkan komplikasi

Diabetes. WHO memprediksikan bahwa Diabetes akan menjadi penyebab

utama kematian ke-7 di dunia pada tahun 2030 (WHO, 2018).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan bahwa

angka kejadian Diabetes Mellitus di Indonesia juga cukup tinggi yaitu


1

1
mencapai 6,9% (sekitar 12.191.564 jiwa dari estimasi jumlah penduduk

Indonesia umur ≥15 tahun) atau meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan

tahun 2007 yaitu sebesar 5,7% (10.071.292 jiwa). Angka kejadian Diabetes

Mellitus menurut Provinsi di Indonesia tertinggi terjadi di Jawa Timur yaitu

sebesar 2,1% (605.974 kasus), tertinggi kedua terjadi di Jawa Tengah sebesar

1,6% (385.431 kasus) dan paling rendah terjadi di Papua Barat yaitu sebesar

0,8% (5.575 kasus). Sedangkan angka kejadian Diabetes Mellitus di

Provinsi Lampung mencapai 0,7% (38.923 kasus dari perkiraan

5.560.440 penduduk

usia >14 tahun) (Kemenkes RI, 2016).

Berdasarkan data yang tercatat di Kasie Surveilans & Epidemiologi

Dinas Kesehatan Kota Metro menunjukkan bahwa pada tahun 2017

tercatat sebanyak 572 kasus dan laporan terakhir 2018 jumlah kasus

baru Diabetes Mellitus cukup tinggi yaitu mencapai 682 kasus.

Sementara data yang tercatat di Puskesmas Metro Pusat menunjukkan

bahwa angka kejadian Diabetes Mellitus berfluktuasi dimana pada tahun

2016 tercatat sebanyak 227 kasus, tahun 2017 menurun menjadi 54 kasus

dan pada tahun 2018 tercatat sebagai kasus Diabetes Mellitus terbanyak

di Kota Metro yaitu ditemukan sebanyak 326 kasus (Dinkes Kota Metro,

2018).

Tingginya angka kejadian Diabetes Mellitus berdampak terhadap

meningkatnya angka kematian di dunia karena Diabetes Mellitus memiliki

berbagai komplikasi yang mengancam jiwa, diantaranya koma hiperglikemia

karena kadar glukosa sangat tinggi, ketoasidosis atau keracunan zat keton

2
sebagai hasil metabolime lemak dan protein terutama terjadi pada Insulin

3
Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), koma hipoglikemia akibat terapi

insulin yang berlebihan atau tidak terkontrol, mikroangiopati (kerusakan pada

saraf-saraf perifer) pada organ-organ yang mempunyai pembuluh darah kecil,

kelainan pada jantung dan pembuluh darah seperti miokard infark maupun

gangguan fungsi jantung karena arteriskelosis, gangguan sistem pembuluh

darah otak atau stroke, gangren diabetika karena adanya neuropati dan terjadi

luka yang tidak sembuh-sembuh (Tarwoto dkk, 2012).

Penyebab pasti dari penyakit Diabetes Mellitus sampai saat ini belum

diketahui, namun beberapa faktor yang diduga berhubungan dengan kejadian

Diabetes Mellitus adalah adanya riwayat keluarga, lingkungan, usia, obesitas,

etnik, hipertensi, perilaku makan, dan kurang olah raga (LeMone, Burke, &

Bauldoff, 2016). Selain beberapa faktor risiko tersebut, tingkat stres juga

merupakan faktor yang dapat menjadi penyebab meningkatnya kadar gula

darah (Apriyanti, 2014). Stres merupakan reaksi atau respons tubuh terhadap

stressor psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan). Reaksi stres

terhadap sistem endokrin adalah terjadinya peningkatan gula darah (Hawari,

2011).

Banyaknya faktor penyebab meningkatnya kadar gula serta komplikasi

yang terjadi pada penderita Diabetes Mellitus menjadi dasar akan pentingnya

melakukan penatalaksanaan Diabetes Mellitus dengan tepat. Saat ini

penatalaksanaan Diabetes Mellitus meliputi pengembalian dan pemeliharaan

kadar glukosa darah senormal mungkin dengan diet seimbang, olahraga, dan

penggunaan obat hipoglikemik oral (OHO) atau insulin (Black & Hawks,
2014). Selain itu, penderita Diabetes juga harus tetap menjaga pola hidup

sehat lainnya yaitu dengan menghindari stres karena secara fisiologis, stres

akan menyebabkan perubahan faal pada tubuh sehingga pada penderita

Diabetes Mellitus, stres akan menyebabkan gula darah menjadi lebih tidak

terkontrol (Apriyanti, 2014). Manajemen stres melalui teknik relaksasi telah

banyak terbukti dapat menurunkan kadar gula darah. Salah satunya adalah

relaksasi Benson. Respon relaksasi Benson diperkirakan menghambat sistem

saraf otonom dan sistem saraf pusat serta meningkatkan aktivitas parasimpatis

yang dikarakteristikkan dengan menurunnya otot rangka, tonus otot jantung

dan mengganggu fungsi neuroendrokrin (Triyanto, 2014).

Relaksasi Benson sendiri merupakan penggabungan antara relaksasi dan

faktor keyakinan filosofis atau agama yang dianut oleh seseorang. Fokus

relaksasi ini terdapat pada ungkapan tertentu yang diucapkan berulang-ulang

dengan menggunakan ritme yang teratur disertai sikap yang pasrah. Ungkapan

yang digunakan dapat berupa nama-nama Tuhan atau kata yang memiliki

makna yang menenangkan bagi pasien. Pembacaan berulang-ulang pada unsur

keyakinan, keimanan terhadap Tuhan dapat menimbulkan respons relaksasi

yang kuat (Solehati & Kosasih, 2015). Selain itu ungkapan seperti zikir dan

doa dari sudut pandang ilmu kesehatan mental merupakan terapi psikiatrik,

setingkat lebih tinggi daripada psikoterapi biasa. Hal ini dikarenakan zikir dan

doa mengandung unsur spiritual kerohanian, keagamaan, yang dapat

membangkitkan harapan dan percaya diri pada diri klien atau penderita, yang
pada gilirannya kekebalan tubuh dan kekuatan psikis meningkat (Hawari,

2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Kaviani et al (2014) menunjukkan bahwa

teknik relaksasi terbukti efektif dalam menurunkan kadar gula darah puasa

(p<0,001). Penelitian yang dilakukan Juwita dkk (2016) juga menunjukkan

bahwa pada hasil analisis didapatkan p-value 0,001 (0,05) artinya relaksasi

Benson terbukti efektif menurunkan kadar gula darah penderita Diabetes

Mellitus.

Berdasarkan uraian fenomena di atas, dapat kita ketahui bahwa penyakit

Diabetes Mellitus belum dapat disembuhkan secara total sehingga

penatalaksanaan Diabetes Mellitus dihampir seluruh wilayah Puskesmas

Metro saat ini masih berfokus pada upaya mengendalikan kadar gula darah

melalui diet dan penggunaan obat hipoglikemik oral atau insulin sehingga

penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh relaksasi

Benson terhadap penurunan kadar gula darah penderita Diabetes Mellitus di

Wilayah Kerja Puskesmas Metro Pusat tahun 2019”.

B. Rumusan Masalah

Diabetes Mellitus merupakan salah satu penyakit yang terus mengalami

peningkatan baik di dunia maupun di Indonesia. Penyebab umum dari

Diabetes adalah gaya hidup tidak sehat. Penatalaksanaan Diabetes sendiri saat

ini berfokus pada upaya mengendalikan kadar gula darah agar tetap dalam

batas normal baik melalui terapi farmakologi maupun non farmakologi yang

salah satunya dapat menggunakan teknik relaksasi. Rumusan masalah


penelitian yaitu adakah pengaruh relaksasi Benson terhadap penurunan kadar

gula darah penderita Diabetes Mellitus diRuang Flamboyan RS. AW.

Sjahranie Samarinda?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh

relaksasi Benson terhadap penurunan kadar gula darah penderita Diabetes

Mellitus di diRuang Flamboyan RS. AW. Sjahranie Samarinda.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Mellitus

1. Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang

ditandai dengan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) akibat

kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (Smeltzer, 2018).

Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya

kekurangan insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat

terjadi melalui 3 jalan, yaitu : rusaknya sel-sel  pankreas karena pengaruh

dari luar (virus, zat kimia tertentu, dll). Desensitasi atau penurunan reseptor

glukosa pada kelenjar pankreas. Desensitas/kerusakan reseptor insulin (down

reglukosation) di jaringan parifer (Hasdianah, 2012).

Diabetes Mellitus merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis

yang ditandai peningkatan gula darah (Hiperglikemia), disebabkan karena

ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan insulin. Insulin dalam tubuh

dibutuhkan untuk memfasilitasi masuknya glukosa dalam sel agar dapat

digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan sel. Berkurang atau tidak

adanya insulin menjadikan glukosa tertahan didalam darah dan kekurangan

glukosa yang sangat dibutuhkan dalam kelangsungan dan fungsi sel (Tarwoto

dkk., 2012).

8
Diabetes Mellitus tipe 2 sebelumnya disebut Non Insulin Dependent

Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Mellitus onset-dewasa adalah

gangguan yang melibatkan baik genetic dan faktor lingkungan. Sedangkan

Diabetes Tipe 1 atau sebelumnya disebut Insulin Dependent Diabetes Mellitus

(IDDM) atau Diabetes Mellitus onset anak-anak adalah Diabetes yang ditandai

dengan destruksi sel beta pankreas yang mengakibatkan defisiensi insulin

absolut (Black & Hawks, 2014).

Diabetes adalah penyakit kronis, yang terjadi ketika pankreas tidak

menghasilkan cukup insulin, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif

menggunakan insulin yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan peningkatan

konsentrasi glukosa dalam darah (hiperglikemia). Penyakit ini timbul secara

perlahan-lahan, sehingga seseorang tidak menyadari adanya berbagai

perubahan dalam dirinya. Perubahan seperti sering buang air kecil (poliuria),

sering haus (polidipsia), banyak makan/mudah lapar (polifagia) dan berat

badan menurun tanpa sebab yang jelas. Diabetes merupakan penyakit yang

dapat mematikan karena pengaruhnya menyebar ke sistem tubuh yang lain,

kondisi ini meliputi resistensi insulin, kadar kolesterol yang tinggi dan tekanan

darah tinggi. Mereka yang memiliki tekanan darah yang lebih tinggi 3 kali

lebih besar ditemukan pada penderita Diabetes Mellitus (Apriyanti, 2014).

2. Kriteria Diabetes Mellitus

Menurut American Diabetes Association 2010 (ADA) menentukan

diagnosa dan kriteria Diabetes Mellitus, memenuhi 2 diantara 3 kriteria

sebagai berikut:

10
a. Adanya tanda dan gejala Diabetes Mellitus ditambah kadar gula darah

acak atau random lebih atau sama dengan 200 mg/dl.

b. Gula darah puasa atau Fasting Blood Sugar (FBS) lebih besar atau sama

dengan 126 mg/dl (puasa sekurangnya 8 jam).

c. Hasil Glucose Tolerant Test (GTT) lebih besar atau sama dengan 200

mg/dl, 2 jam sesudah beban.

Sedangkan pre Diabetes Mellitus

d. Impaired glucose tolerance (IGT) jika berhasil pemeriksaan 2 jam

sesudah beban glukosa >140 s.d <200 mg/dl

e. Impaired fasting glucose (IFG), jika berhasil pemeriksaan gula darah

puasa >110 s.d <126 mg/dl)

Tabel 2.1
Kriteria Diabetes Mellitus (ADA, 2010).
Kadar gula
darah Bukan Belum pasti
DIABETES
(mg/dl) DIABETES DIABETES
MELLITUS
MELLITUS MELLITUS
Sewaktu Plasma vena <100 mg/dL 100-199 mg/dL ≥ 200 mg/dL
Darah <90 mg/Dl 90-199 mg/dL ≥ 200 mg/dL
kapiler
Puasa Plasma vena <100 mg/dL 100-125 mg/dL ≥ 120 mg/dL
Darah <90 mg/dL 90-99 mg/dL ≥ 100 mg/dL
kapiler
(American Diabetes Association 2010 dalam Tarwoto dkk., 2012).

3. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Menurut WHO dan American Diabetes Association (dalam Tarwoto

dkk., 2012), penyakit Diabetes Mellitus diklasifikasikan menjadi :

a. Diabetes Mellitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus

(INDDM) yaitu Diabetes Mellitus yang bergantung insulin. Diabetes tipe

ini terjadi pada 5% s.d 10% penderita Diabetes Mellitus. Pasien sangat

tergantung insulin melalui penyuntikan untuk mengendalikan gula darah.


Diabetes tipe 1 disebabkan karena kerusakan sel beta pankreas yang

menghasilkan insulin. Hal ini berhubungan dengan kombinasi antara

faktor genetik, imunologi dan kemungkinan lingkungan, seperti virus.

Terdapat juga hubungan terjadinya Diabetes tipe 1 dengan beberapa

antigen leukosit manusia (HLAs) dan adanya autoimun antibody sel islet

(ICAs) yang dapat merusak sel-sel beta pankreas. Bagaimana proses

terjadinya kerusakan sel beta itu ini tidak jelas. Ketidakmampuan sel beta

menghasilkan insulin mengakibatkan glukosa yang berasal dari makanan

tidak dapat disimpan dalam hati dan tetap berada dalam darah sehingga

menimbulkan hiperglikemia. Pada Diabetes tipe 1 sangat beresiko

terjadinya koma diabetikum, akibat adanya ketoasidosis. Keadaan ini

disebabkan karena adanya akselerasi katabolisme lemak, disertai

peningkatan pembentukan badan keton dan penurunan sintesis asam lemak

dan trigliserida.

b. Diabetes Mellitus tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

(NIDDM) yaitu Diabetes Mellitus yang tidak tergantung pada insulin.

Kurang lebih 90 %-95 % penderita Diabetes Mellitus adalah Diabetes tipe

ini. Diabetes Mellitus tipe 2 terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap

insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan produksi insulin.

Normalnya insulin terikat oleh reseptor khusus pada permukaan sel dan

mulai terjadi rangkaian reaksi termasuk metabolisme glukosa. Pada

Diabetes tipe 2 reaksi dalam sel kurang efektif karena kurangnya insulin

yang berperan dalam menstimulasi glukosa masuk ke jaringan dan


pengaturan pelepasan glukosa dihati. Adanya insulin juga dapat mencegah

pemecahan lemak yang menghasilkan badan keton. Diabetes Mellitus tipe

2 banyak terjadi pada usia dewasa lebih dari 45 tahun, karena

perkembangan lambat dan terkadang tidak terdeteksi, tetapi jika gula darah

tinggi baru dapat dirasakan seperti kelemahan, iritabilitas, poliura,

polidipsi, proses penyembuhan luka yang lama, infeksi vagina, kelainan

penglihatan.

c. Diabetes karena malnutrisi. Golongan Diabetes ini terjadi akibat

malnutrisi, biasanya pada penduduk yang miskin. Diabetes tipe ini dapat

ditegakkan jika ada 3 gejala dari gejala yang mungkin yaitu:

1) Adanya gejala malnutrisi seperti badan kurus, berat badan kurang dari

80% berat badan ideal

2) Adanya tanda-tanda malabsorpsi makanan

3) Usia antara 15-40 tahun

4) Memerlukan insulin untuk reglukosasi Diabetes Mellitus dan

menaikkan berat badan.

5) Nyeri perut berulang.

d. Diabetes sekunder yaitu Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan

keadaan atau penyakit tertentu, misalnya penyakit pankreas (pankreatitis,

neoplasma, trauma/panreatectomy), endokrinopati (akromegali, Cushing’s

syndrome, pheochromacytoma, hyperthyroidism), obat-obatan atau zat

kimia (glukokortikoid, hormon tiroid, infeksi cytomegalovirus, serta

syndrome genetic Diabetes seperti Syndrome Down.


e. Diabetes Mellitus gestasional yaitu Diabetes Mellitus yang terjadi pada

masa kehamilan, dapat di diagnosa dengan menggunakan test toleran

glukosa, terjadi pada kira-kira 24 minggu kehamilan. Individu dengan

Diabetes Mellitus gestasional 25% akan berkembang menjadi Diabetes

Mellitus.

Tabel 2.2
Perbedaan ciri-ciri dari Diabetes Mellitus tipe 1 dan 2
Ciri-ciri Tipe 1 Tipe 2
 Nama lain
 Insulin dependent Diabetes  Non insulin dependent Diabetes
Mellitus (IDDM), juvenile Mellitus (NIDDM)
Diabetes.
 Umur kejadian
 Umumnya terjadi pada usia 30  Biasanya terjadi setelah umur 30
tahun, tetapi dapat terjadi pada tahun, tetapi dapat terjadi pada
semua umur masa anak-anak.
 Insiden
 Kurang dari 10%  Sampai dengan 90%
 Tipe kejadian
 Biasanya berat, dengan cepat  Mungkin asimtomatik, kejadian
terjadi hiperglikemia. berlahan, tubuh beradaptasi
terhadap keadaan hiperglikemia
 Produksi insulin  Sedikit atau tidak ada  Dibawah normal, normal atau diatas
normal
 Berat badan saat  Ideal atau kurus  85% obesitas, dapat pula terjadi
kejadian pada berat badan ideal.
 Ketosis  Resisten terhadap kerosis, dapat
 Mudah terjadi ketosis, jarang
terjadi jika terkontrol terjadi jika disertai infeksi atau
stres.
 Manifestasi  Poliuria, polidipsia,  Jarang terjadi, manifestasi ringan
polyphagia, kelemahan dari Hiperglikemia.
 Managemen diet  Penting dan utama  Penting dan utama
 Managemen  Penting dan utama  Penting dan utama
aktivitas
 Pemberian insulin  Tergantung insulin untuk  20-30% pasien membutuhkan
mempertahankan hidup insulin
 Pemberian agen  Tidak efektif  Efektif
oral hipoglikemik
(Tarwoto dkk., 2012)
4. Etiologi dan Faktor Resiko

Nabyl (2012) mengungkapkan bahwa beberapa faktor yang bisa

dianggap sebagai kemungkinan penyebab Diabetes adalah karena terjadi

gangguan sistem imunitas, kelainan insulin dan adanya kelainan sel beta

pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas

insulin. Salah satu efek utama akibat kurangnya insulin adalah berkurangnya

pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan naiknya

konsentrasi gula darah setinggi 300-1200 mg/dl, peningkatan mobilitas lemak

dari daerah penyimpanan lemak yang abnormal disertai endapan kolestrol

pada dinding pembuluh darah dan berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.

Adapun beberapa faktor risiko utama Diabetes Mellitus yang diambil

dari berbagai literatur dapat dikelompok sebagai berikut:

a. Faktor risiko yang dapat diubah

1) Berat badan berlebih dan obesitas. Kegemukan atau kelebihan berat

badan minimal 20% lebih berat dari berat badan yang diharapkan atau

memiliki indeks massa tubuh (IMT) minimal 27 kg/m2. Kegemukan,

khususnya kegemukan viseral (lemak abdomen), dikaitkan dengan

peningkatan resistensi insulin (LeMone et al., 2016).

2) Gula darah tinggi. Gula darah tinggi yang tidak ditatalaksana dapat

menyebabkan kerusakan saraf, masalah ginjal atau mata, penyakit

jantung, serta stroke. Hal-hal yang dapat meningkatkan gula darah

adalah: Makanan atau snack dengan karbohidrat yang lebih banyak

dari biasanya, kurangi aktifitas fisik, infeksi atau penyakit lain,

perubahan hormon misalnya selama menstruasi, stres (Nabyl, 2012).


3) Hipertensi. Jika tekanan darah tinggi maka jantung akan bekerja lebih

keras dan risiko untuk penyakit jantung dan Diabetes pun lebih tinggi.

Seseorang dikatakan memiliki tekanan darah tinggi apabila berada

dalam kisaran > 140/90 mmHg (LeMone et al., 2016).

4) Kadar kolesterol tinggi. Kolesterol HDL ≥ 35 mg/dl, dan atau kadar

trigliserida ≥ 250 mgg/dl (LeMone et al., 2016).

5) Kurang Aktivitas Fisik.

6) Kebiasaan diet yang buruk. Pola makan yang buruk seperti terlalu

banyak makan makanan yang berlemak, mengandung tinggi gula,

terlalu sering mengkonsumsi makanan yang menandung bahan

pengawet merupakan faktor risiko Diabetes Mellitus (Tarwoto dkk.,

2012).

7) Perilaku Merokok. Selain berbahaya bagi paru, rokok juga berbahaya

bagi jantung karena dapat menurunkan jumlah oksigen yang mencapai

organ tubuh sehingga dapat menyebabkan serangan jantung atau

stroke, meningkatkan kadar kolesterol dan kadar lemak lain dalam

tubuh sehingga dapat meningkatkan risiko serangan jantung,

meningkatkan tekanan darah.

8) Lingkungan seperti virus (cytomegalovirus, mumps, rubella) yang

dapat memicu terjadinya autoimun dan menghancurkan sel-sel beta

pankreas, obat-obatan dan zat kimia seperti alloxan, streptozotocin,

pentamidine (Tarwoto dkk., 2012).


9) Stres. Stres berkepanjangan bisa memicu keluhan fisik dan psikis.

Namun, untuk penderita Diabetes, stres bisa berakibat lebih merugikan

bagi tubuh karena akan memacu metabolisme gula darah. Secara

fisiologis stres akan menyebabkan perubahan faal pada tubuh,

misalnya gangguan hormonal, gangguan sistem imunitas atau sistem

pencernaan menjadi tidak menentu. Pada penderita Diabetes, stres

akan menyebabkan gula darah menjadi lebih tidak terkontrol

(Apriyanti, 2014).

b. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

1) Usia. Seiring bertambahnya usia, risiko deabetes dan penyakit jantung

semakin meningkat. Kelompok usia yang menjadi faktor risiko Diabetes

adalah usia lebih dari 45 tahun (Nabyl, 2012).

2) Ras dan Suku Bangsa. Suku bangsa afron-Amerika. Meksiko-Amerika,

India Amerika, Hawaii, dan sebagian asia-Amerika memiliki risiko

Diabetes dan penyakit jantung yang lebih tinggi. Hal itu sebagian

disebabkan oleh tingginya angka tekanan darah tinggi, obesitas, dan

Diabetes, dan pola populasi tersebut (Nabyl, 2012).

3) Jenis kelamin. Kemungkinan laki-laki menderita penyakit jantung lebih

besar daripada perempuan. Namun, jika perempuan telah menopause maka

kemungkinan menderita penyakit jantung dan Diabetes pun ikut

meningkat meskipun prevalensilnya tidak setinggi laki-laki (Nabyl, 2012).

4) Riwayat gestasional Diabetes Mellitus. Pada wanita, riwayat Diabetes

gestasional, sindrom ovarium polikistik atau melahirkan bayi dengan berat


lebih dari 4,5 kg berisiko mengalami Diabetes Mellitus (LeMone et al.,

2016).

5) Sindrom metabolik, kumpulkan manifestasi yang terkait dengan Diabetes

tipe II. Hipertensi, kegemukan viseral, kadar rendah dari lipoprotein

densitas tinggi, kadar tinggi dari trigliserida, protein reaktif C naik, dan

gula darah puasa lebih dari 110 mg/dl meningkatkan risiko Diabetes

Mellitus, penyakit jantung koroner dan stroke (Lemone, et al 2016).

6) Riwayat keluarga. Jika terdapat salah seorang anggota keluarga yang

menyandang Diabetes maka kemungkinan anda untuk menyandang pun

meningkat. Riwayat keturunan dengan Diabetes, misalnya pada Diabetes

Mellitus tipe 1 diturunkan sebagai sifat heterogen, mutigenik. Kembar

identik mempunyai resiko 25%-50%, sementara saudara kandung beresiko

6% dan anak beresiko 5% (Tarwoto dkk., 2012).

5. Tanda dan Gejala

Beberapa tanda dan gejala pada penderita Diabetes Mellitus yaitu

sebagai berikut:

a. Sering kencing/miksi atau meningkatnya frekuensi buang air kecil

(poliuria). Adanya hiperglikemia menyebabkan sebagian glukosa

dikeluarkan oleh ginjal bersama urin karena keterbatasan kemampuan

filtrasi ginjal dan kemampuan reabsorpsi dari tubulus ginjal. Untuk

mempermudah pengeluaran glukosa maka diperlukan banyak air, sehingga

frekuensi miksi menjadi meningkat (Tarwoto dkk., 2012). Karena

sifatnya, kadar gula darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing.
Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu

penderita, terutama pada waktu malam hari (Wijaya & Putri, 2013).

b. Meningkatnya rasa haus (polidipsia). Banyaknya miksi menyebabkan

tubuh kekurangan cairan (dehidrasi), hal ini merangsang pusat haus yang

mengakibatkan peningkatan rasa haus (Tarwoto dkk., 2012). Keadaan ini

justru sering disalah tafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang

panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu

penderita banyak minum (Wijaya & Putri, 2013).

c. Meningkatnya rasa lapar (polipagia). Meningkatnya metabilisme,

pemecahan glikogen untuk energi menyebabkan cadangan energi

berkurang, keadaan ini menstimulasi pusat lapar (Tarwoto dkk., 2012).

Rasa lapar yang semakin besar sering timbul pada penderita Diabetes

Mellitus sehingga untuk menghilangkan rasa lapar itu penderita banyak

makan (Wijaya & Putri, 2013).

d. Penurunan berat badan dan rasa lemas. Penurunan berat badan yang

berlangsung dalam relatif singkat harus menimbulkan kecurigaan. Hal ini

disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga

sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk

kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain

yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak

dan otot sehingga menjadi kurus (Wijaya & Putri, 2013). Kelemahan dan

keletihan terjadi karena kurangnya cadangan energi, adanya kelaparan sel,


kehilangan potassium menjadi akibat pasien mudah lelah dan letih

(Tarwoto dkk., 2012).

e. Gangguan saraf tepi/kesemutan. Penderita mengeluh rasa sakit atau

kesemutan terutama pada kaki di waktu malam hari sehingga mengganggu

tidur (Wijaya & Putri, 2013).

f. Gangguan penglihatan. Pada kondisi kronis, keadaan hiperglikemia

menyebabkan aliran darah menjadi lambat, sirkulasi ke vaskuler tidak

lancar, termasuk pada mata yang dapat merusak retina serta kekeruhan

pada lensa (Tarwoto dkk., 2012). Pada fase awal Diabetes sering dijumpai

gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti

kacamatanya berulangkali agar tetap dapat melihat dengan baik (Wijaya &

Putri, 2013).

g. Gatal/bisul. Peningkatan gula darah mengakibatkan penumpukan pula

pada kulit sehingga menjadi gatal, jamur dan bakteri mudah menyerang

(Tarwoto dkk., 2012). Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di

daerah kemaluan dan daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah

payudara. Seringpula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama

sembuhnya. Luka ini dapat timbul karena akibat hal yang sepele seperti

luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti (Wijaya & Putri, 2013).

h. Gangguan ereksi pada laki-laki dan keputihan pada wanita. Gangguan

ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara terus

terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya

masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi


menyakit kemampuan atau kejantanan seseorang. Pada wanita, keputihan

dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan kadang-kadang

merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan (Wijaya & Putri, 2013).

i. Terkadang tanpa gejala. Pada keadaan tertentu, tubuh sudah dapat

beradaptasi dengan peningkatan gula darah sehingga tidak muncul gejala

(Tarwoto dkk., 2012).

6. Komplikasi

Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang mampu menurunkan tingkat

kekebalan tubuh dan memiliki banyak komplikasi, adapaun komplikasi pada

penderita Diabetes Mellitus adalah sebagai berikut:

a. Komplikasi akut

1) Hiperglikemia

Hiperglikemia menstimulasi hormone kontraregulator, yang

menstimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis dan juga

menghambat pemakaian glukosa perifer. Hal ini dapat menyebabkan

resistensi insulin selama 12-48 jam. Ketika tidak diobati, kekurangan

insulin menyebabkan cadangan lemak dipecah untuk menyediakan

energi yang menghasilkan hiperglikemia berkelanjutan dan mobilisasi

asam lemak dengan ketosis bertahap. Ketoasidosis diabeteik terjadi

bila terdapat kekurangan insulin mutlak dan peningkatan hormone

kontraregulator terstimulasi (kortisol). Produksi glukosa oleh hati

meningkat, pemakaian glukosa perifer berkurang, mobiliassi lemak

meningkat dan ketogenesis (pembentukan keton) dirangsang.


Peningkatan kadar glukagon mengaktifkan jalur glukoneogenesis dan

ketogenesis di hati. Pada keadaan kekurangan insulin, produksi

berlebihan beta-hidroksibutirat dan asam asetoasetat (badan keton)

oleh hati menyebabkan peningkatan konsentrasi keton dan peningkatan

pelepasan asam lemak bebas. Sebagai akibat dari kehilangan

bikarbonat (yang terjadi bila terbentuk keton) penyangga bikarbonat

tidak terjadi dan terjadi asidosis metabolik, disebut ketoasidosis

diabetik. Depresi sistem saraf pusat akibat penumpukan keton dan

asidosis yang terjadi dapat menyebabkan koma dan kematian jika tidak

ditangani. Ketoasidosis diabetik juga dapat terjadi pada orang yang

terdiagnosa Diabetes saat kebutuhan tenaga meningkat selama stres

fisik atau meosi. Keadaan stres memicu pelepasan hormone

glukoneogenik yang menghasilkan pembentukan karbohidrat dari

protein atau lemak (LeMone et al., 2016).

Koma hiperglikemia di sebabkan kadar glukosa sangat tinggi

biasanya terjadi pada Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

(NIDDM). Ketoasidosis atau keracunan zat keton sebagai hasil

metabolime lemak dan protein terutama terjadi pada Insulin Dependent

Diabetes Mellitus (IDDM). Koma hipoglikemia akibat terapi insulin

yang berlebihan atau tidak terkontrol (Tarwoto dkk., 2012).


b. Komplikasi kronik

1) Perubahan pada sistem kardiovaskular

Makrosirkulasi (pembuluh darah besar) pada penyandang DM

mengalami perubahan akibat aterosklerosis; trombosit, sel darah merah

dan faktor pembekuan yang tidak normal; dan perubahan dinding

arteri. Telah ditetapkan bahwa aterosklerosis mengalami peningkatan

insidensi dan usia awitan penyandang DM menjadi lebih dini. Faktor

risiko lain yang menimbulkan perkembangan penyakit makrovaskular

pada DM adalah hipertensi, hiperlipedemia, merokok, dan kegemukan.

Perubahan sistem vascular meningkatkan risiko komplikasi jangka

panjang penyakit arteri koroner, penyakit vascular serebral dan

penyakit vascular perifer (LeMone et al., 2016).

2) Penyakit arteri koroner

Penyakit arteri koroner merupakan faktor risiko utama terjadinya

infark miokard pada penyandang DM, khususnya pada DM tipe 2 usia

paruh baya hingga lansia. Penyakit arteri koroner merupakan penyebab

terbanyak kematian pada penyandang DM tipe 2. Penyandang DM

yang mengalami infark miokard lebih rentan terhadap terjadinya gagal

jantung kongestif sebagai komplikasi infark dan juga cenderung jarang

bertahan hidup pada periode segera setelah mengalami infark (LeMone

et al., 2016).
3) Hipertensi

Hipertensi merupakan komplikasi umum pada penderita DM

yaitu menyerang 75% penyandang DM dan merupakan faktor risiko

utama pada penyakit kardiovaskular dan komplikasi mikrovaskular,

seperti retinopati dan nefropati (LeMone et al., 2016).

4) Penyakit vascular perifer

Penyakit vascular perifer di ekstremitas bawah menyertai kedua

tipe DM, tetapi insidennya lebih besar pada penyandang DM tipe 2.

Arterosklerosis pembuluh darah tungkai pada penyandang DM mulai

pada usia dini, berkembang dengan cepat, dan frekuensinya sama pada

pria dan wanita. Kerusakan sirkulasi vascular perifer menyebabkan

insufisiensi vascular perifer dengan klaudikasi (nyeri) intermiten di

tungkai bawah dan ulkus pada kaki. Sumbatan dan trombosis di

pembuluh darah besar dan arteri kecil dan arteriol, serta perubahan

fungsi neurologist infeksi, mengakibatkan Gangren (nekrosis atau

kematian jaringan). Gangren akibat DM merupakan penyebab

terbanyak amputasi non-traumatik di tungkai bawah. Pada penyandang

DM, Gangren kering paling banyak terjadi, yang dimanifestasikan

dengan jaringan yang dingin, kering, mengerut dan berwarna hitam di

jari kaki dan kaki. Gangren biasana mulai dari ibu jari kaki dan

bergerak ke arah proksimal kaki (LeMone et al., 2016).


5) Retinopati diabetik

Retinopati diabetik adalah nama untuk perubahan di retina yang

terjadi pada penyandang DM. struktur kapiler retina mengalami

perubahan aliran darah, yang menyebabkan iskemia retina dan

kerusakan sawar retina-darah. Retinopati diabetik merupakan

penyebab terbanyak kebutaan pada orang yang berusia 20 sampai 74

tahun. Setelah 20 tahun mengalami DM, hampir semua pasien DM tipe

1 dan lebih dari 60% pasien DM tipe 2 akan mengalami beberapa

derajat retinopati, pada sebagian besar kasus tanpa kehilangan

penglihatan. Jika eksudat, edema, perdarahan atau iskemia terjadi di

dekat fovea maka orang tersebut akan mengalami kerusakan

penglihatan di tiap tahap. Selain itu, penyandang DM terisiko tinggi

mengalami katarak sebagai akibat peningkatan kadar glukosa dalam

lensa itu sendiri (LeMone et al., 2016).

6) Nefropati diabetik

Nefropati diabetik adalah penyakit ginjal yang ditandai dengan

adanya albumin dalam ruine, hipertensi, edema dan insufisiensi ginjal

progresif. Nefropati terjadi pada 30%-40% penyandang DM tipe 1 dan

15%-20% dengan DM tipe 2. Asal patologi pasti nefropati diabetik

tidak diketahui, tetapi diketahuinya bahwa penebalan membrane

basalis glomerulus akhirnya merusak fungsi ginjal. Diperkirakan

bahwa peningkatan konsentrasi glukosa intraselular mendukung

pembentukan glikoprotein tidak normal di membrane basalis dan


mesangium. Penumpukan protein dalam jumlah besar ini menstimulasi

glomerulosklerosis (fibrosis jaringan glomerular). Glomerulosklerosis

menebalkan membrane basalis dan secara simultan membuat fungsinya

bocor, yang memungkinkan molekul besar seperti protein dibuang

dalam urine (LeMone et al., 2016).

7) Perubahan Mood

Penyandang DM baik tipe 1 maupun tipe 2 menjalani ktegangan

kronik hidup dengan perawatan diri kompleks dan berisiko tinggi

mengalami depresi distress emosional spesifik karena DM. Depresi

mayor dan gejala depresi mempengaruhi 20% penyandang DM yang

membuatnya menjadi dua kali lebih sering terjadi di kalangan

penyandang DM dibanding populasi umum (LeMone et al., 2016).

8) Perubahan pada Sistem Saraf Perifer dan Otonom (Neuropati)

Neuropati perifer dan viseral adalah penyakit pada saraf perifer

dan sistem saraf otonomi. Pada penyandang DM, penyakit ini

seringkali disebut neuropati diabetik. Etiologi neuropati Diabetes

mencakup 1_ penebalan dinding pembuluh darah yang memasok saraf,

yang menyebabkan penurunan nutrient; 2) demielinisasi sel-sel

Schwann yang mengelilingi dan menyekat saraf, yang memperlambat

hantaran saraf; dan 3) pembentukan dan penumpukan sorbitor dalam

sel-sel Schwann, yang merusak hantaran saraf. Neuropati perifer (juga

disebut neuropati somatic) mencakup polineuropati dan

mononeuropati. Polineuropati DM, merupakan gangguan sensorik


bilateral. Manifestasi pertama kali terlihat pada jari kaki dan bergerak

ke atas. Jari tangan dan tangan juga dapat terkena. Manifestasi

polineuropati bergantung pada serabut saraf yang terkena, dan untuk

alasan ini, penderita Diabetes harus diberitahu untuk memeriksa kaki

dan tungkai mereka setiap hari, melihat tanda-tanda cedera. Penderita

polineuropati biasanya mengalami parestesia distal (perubahan sensasi,

misalnya kebas atau kesemutan) nyeri yang digambarkan, seperti sakit,

terbakar, atau dapat berupa kerusakan sensasi nyeri, sentuhan ringan

sulit membedakan dua titik dan vibrasi (LeMone et al., 2016).

Neuropati viseral (juga disebut neuropati otonomi) menyebabkan

berbagai manifestasi, bergantung pada area yang terkena. Neuropati ini

dapat mencakup: 1) gangguan berkeringat; 2) fungsi pupil tidak

normal; 3) gangguan kardiovaskular; gangguan gastrointestina; 4)

gangguan genitourinary (LeMone et al., 2016)

7. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Black & Hawks (2014) mengungkapkan bahwa penatalaksanaan bagi

penderita Diabetes Mellitus berfokus pada upaya untuk mengembalikan dan

memelihara kadar glukosa senormal mungkin melalui berbagai manajemen

Diabetes Mellitus seperti diet seimbang, olahraga, terapi alternatif &

komplementer, serta penggunaan obat hipoglikemia oral (OHO) atau insulin.

a. Pengobatan farmakologi

Intervensi farmakologi harus dipertimbangkan ketika penderita DM

tidak dapat mencapai kadar glukosa darah normal atau hampir normal.
Obat antiDiabetes termasuk sulfoniurea, biguanid, meglitinid,

tiazolidinedion, inhibitor alfa-glukosidase, inkretin mimetic, dan

amylonomimetik. Pengobatan oral bertujuan untuk mencapai pengendalian

glikemik optimal. Penderita DM tipe 1 tidak menghasilkan cukup insulin

untuk menopang kehidupan, penderita bergantung pada pemberian insulin

eksogen harian. Sementara penderita DM tipe 1 tidak bergantung pada

insulin eksogen untuk bertahan hidup. Namun penderita DM tipe 2

membutuhkan insulin guna mengendalikan glukosa adekuat, khususnya

pada saat stres dan sakit (Black & Hawks, 2014).

b. Terapi Pembedahan

Penatalaksanaan pembedahan pada Diabetes Mellitus mencakup

perbaikan saluran glukosa lewat pembedahan serta mengganti atau

mencangkok pankreas, sel-sel pankreas, atau sel-sel beta. Meskipun ini

masih dalam tahap penelitian, banyak peneliti percaya bahwa

pencangkokan ekor (ujung) pankreas adalah teknik yang paling

menjanjikan untuk mencapai kontrol penyakit jangka panjang.

Pencangkokan sel-sel islet memiliki tingkat keberhasilan moderat dan

penelitian terus dilanjutkan. Penderita Diabetes dapat menerima bagian

pankreas dari kerabat yang masih hidup, seringkali sebagai bagian dari

cangkok ginjal. Pankreas yang dicangkok dapat melindungi ginjal baru

dari kerusakan. Penelitian lain tengah dilakukan terhadap penggunaan

pankreas buatan yang ditanam secara internal atau sel-sel beta buatan

closed-loop (LeMone et al., 2016).


Transplantasi pankreas pertama sempurna tahun 1966. Sekitar 80%

prosedur transplantasi pankreas sekarang dilakukan bersamaan tranplantasi

ginjal. Pankreas penderita seluruhnya berada di sebelah kiri dan pankreas

baru ditempatkan pada arteri dan vena iliaka, dimana insulin dapat masuk

ke dalam jalur sistemik. Pankreas baru ditempatkan di dalam ruang pelvis

bagian bawah, dan duktus dihubungkan ke kandung kemih. Sekresi

eksokrin pankreas baru kemudian mengalir ke dalam kandung kemih dan

tidak diserap. Prosedur bedah mumnya berakhir 4-6 jam. Tranplantasi

pankreas setelah ginjal dan tranplantasi pankreas saja terhitung

menyisakan 20% prosedur transplantasi pankreas. Komplikasi utama dari

transplantasi pankreas termasuk trombosis pembuluh darah dan infeksi

(Black & Hawks, 2014).

c. Pengaturan diet

Tujuan rencana diet adalah memperbaiki kadar glukosa darah,

memperbaiki kesehatan secara menyeluruh, mencegah atau menunda

komplikasi dan mencapai atau mempertahankan berat badan ideal karena

mayoritas penderita Diabetes mengalami kelebihan berat badan, ataupun

penurunan berat (LeMone et al., 2016). Sementara Black & Hawks (2014)

menjelaskan bahwa tujuan umum dari penatalaksanaan diet adalah

membantu penderita Diabetes Mellitus meningkatkan pengendalian

metabolisme dengan mengubah perilaku makan. Secara khusus tujuan diet

meliputi: 1) memperbaiki kadar lemak dan glukosa; 2) menyediakan

asupan makanan hari ke hari secara konsisten; 3) memfasilitasi


pengelolaan berat badan; dan 4) memberikan nutrisi adekuat untuk seluruh

tahap kehidupan.

Tidak ada panduan khusus untuk diet Diabetes tipe 2, tetapi selain

mengurangi kilo kalori, pasien dianjurkan mengonsumsi tiga kali makan

dengan ukuran yang sama, berjarak sekitar 4-5 jam setiap kali makan,

dengan satu atau dua kali kudapan. Penyandang DM tipe 2 juga harus

mengurangi asupan lemak. Rencana makanan penderita DM berfokus pada

kandungan karbohidrat. Pasien makan jumlah karbohidrat yang hampir

sama pada setiap kali makan atau kudapan setiap hari, berdasarkan pada

program gizi individual dan piramida panduan makanan, karbohidrat

dalam makanan memiliki efek terbesar dalam kadar glukosa darah pasca

prandial (sesudah makan). Karbohidrat juga menentukan hingga derajat

tertentu dibanding protein, lemak, dan kebutuhan insulin sebelum makan

(LeMone et al., 2016).

d. Aktivitas fisik (olahraga)

Kadar gula darah penderita Diabetes Mellitus yang tidak

ketergantungan insulin dapat menurun melalui kegiatan latihan fisik atau

olahraga. Latihan fisik bagi penderita Diabetes sangat dibutuhkan, karena

pada saat latihan fisik energi yang dipakai adalah glukosa dan asam lemak

bebas. Jenis latihan fisik yang dapat digunakan adalah olahraga seperti

aerobik, jalan, lari, bersepeda dan berenang. Yang perlu diperhatikan

dalam latihan fisik pasien Diabetes adalah frekuensi, intensitas, durasi

waktu dan jenis latihan. Sebaiknya olahraga dilakukan secara teratur 3


kali/minggu dengan intensitas 60-70% dari heart rate maximum (220-

umur), lamanya 20-45 menit (Tarwoto dkk., 2012). Program aktivitas fisik

terencana adalah bagian penting rencana asuhan pada penderita Diabetes

Mellitus. Aktivitas fisik menurunkan kadar glukosa darah dengan

meningkatkan metabolisme karbohidrat, membantu menjaga dan

menurunkan BB, meningkatkan sensitivitas insulin, meningkatkan kadar

high-density lipoprotein (HDL), menurunkan kadar trigliserid,

menurunkan tekanan darah, serta mengurangi ketegangan dan stres (Black

& Hawks, 2014). Program olahraga teratur bagi penderita Diabetes

Mellitus setidaknya 150 menit per minggu. Pada penyandang Diabetes,

olahraga rutin meningkatkan ambilan glukosa oleh sel otot, yang

kemungkinan mengurangi kebutuhan akan insulin dan mengunragi

kolesterol serta trigliserida sehingga dapat menurunkan risiko penyakit

kardiovaskular (LeMone et al., 2016).

e. Terapi alternatif dan komplementer

Perawat memiliki peranan sebagai terapis dibeberapa tatanan

pelayanan kesehatan dan dapat melaksanakan bermacam pengobatan

alternatif dan komplementer seperti teknik relaksasi. Latihan relaksasi

seringkali digunakan dalam manajemen stress yang ditujukan untuk

menurunkan ketegangan pada otot-otot tubuh menjadi rileks, menurunkan

tekanan darah, menurunkan nyeri, memudahkan tidur (Nurgiwiati, 2015).

Stres akan menyebabkan perubahan faal pada tubuh sehingga pada

penderita Diabetes Mellitus, stres akan menyebabkan gula darah menjadi


lebih tidak terkontrol (Apriyanti, 2014). Salah satu teknik relaksasi yang

telah banyak dilakukan penelitian dan banyak terbukti menurunkan kadar

gula darah pasien Diabetes Mellitus adalah relaksasi Benson yaitu metode

relaksasi yang diciptakan oleh Herbert Benson seorang ahli peneliti medis

dari Fakultas Kedokteran Harvard yang mengkaji beberapa manfaat doa

dan meditasi bagi kesehatan sehingga teknik ini dikenal dengan nama

teknik Relaksasi Benson (Benson Relaxation) (Solehati & Kosasih, 2015).

B. Relaksasi Benson

1. Definisi Relaksasi

Relaksasi atau teknik relaksasi adalah metode, proses, prosedur,

kegiatan yang dapat membantu seseorang menjadi rileks, meningkatkan

ketenangan, menurunkan cemas dan menurunkan tingkat stress (Nurgiwiati,

2015).

Relaksasi Benson merupakan relaksasi yang menggabungkan antara

teknik respons relaksasi dan sistem keyakinan individu/faith factor

(difokuskan pada ungkapan tertentu berupa nama-nama Tuhan atau kata yang

memiliki makna menenangkan bagi pasien itu sendiri) yang diucapkan

berulang-ulang dengan ritme teratur disertai sikap pasrah. Sebenarnya

relaksasi ini merupakan relaksasi menggunakan teknik pernapasan yang biasa

digunakan di rumah sakit pada pasien yang sedang mengalami nyeri atau

mengalami kecemasan. Tetapi, pada relaksasi Benson terdapat penambahan

unsur keyakinan dalam bentuk kata-kata yang merupakan sugesti bagi pasien
yang diyakini dapat mengurangi cemas yang sedang pasien alami (Solehati &

Kosasih, 2015).

2. Relaksasi Benson Terhadap Kadar Gula Darah

Relaksasi Benson merupakan penggabungan antara relaksasi dan suatu

faktor keyakinan filosofis atau agama yang dianut oleh seseorang. Fokus dari

relaksasi ini pada ungkapan tertentu yang diucapkan berulang-ulang dengan

menggunakan ritme yang teratur disertai sikap yang pasrah. Ungkapan yang

digunakan dapat berupa nama-nama Tuhan atau kata-kata yang memiliki

makna menenangkan bagi pasien itu sendiri. Formula-formula tertentu yang

dibaca berulang-ulang dengan melibatkan unsur keyakinan, keimanan

terhadap agama, dan kepada Tuhan yang disembah diyakini akan

menimbulkan relaksasi yang lebih kuat dibandingkan dengan sekedar relaksasi

tanpa melibatkan unsur keyakinan terhadap hal-hal tersebut. Selain itu, efek

penyembuhan dari formula-formula seperti itu tidak terbatas pada

penyembuhan tekanan darah tinggi dan penyakit jantung ataupun kecemasan

saja, tetapi pada tingkat mampu menghilangkan nyeri. Relaksasi benson dapat

menghalangi kerja hormone saraf simpatis sehingga dapat mencegah

timbulnya kecemasan ataupun nyeri (Solehati & Kosasih, 2015).

Ungkapan seperti zikir dan doa dari sudut pandang ilmu kesehatan

mental merupakan terapi psikiatrik, setingkat lebih tinggi daripada psikoterapi

biasa. Hal ini dikarenakan zikir dan doa mengandung unsur spiritual

kerohanian, keagamaan, yang dapat membangkitkan harapan dan percaya diri


pada diri klien atau penderita, yang pada giliranya kekebalan tubuh dan

kekuatan psikis meningkat (Hawari, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Kuswandi dkk (2008) menunjukkan

bahwa pemberian relaksasi Benson 2 kali sehari selama 7 hari mampu

menurunkan kadar gula darah penderita Diabetes Mellitus dengan rata-rata

penurunan kadar gula darah adalah 53,6 mg/dl dan nilai signifikansi p-value

0,000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa relaksasi bagi pasien Diabetes

tipe 2 sangat mempengaruhi penurunan kadar gula darah, dibandingkan

dengan yang tidak melakukannya. Relaksasi diketahui dapat membantu

menurunkan kadar gula darah pada pasien Diabetes karena dapat menekan

pengeluaran hormon-hormon yang dapat meningkatkan kadar gula darah,

yaitu epinefrin, kortisol, glukagon, adrenocorticotropic hormone (ACTH),

kortikosteroid, dan tiroid.

Relaksasi dapat membantu menurunkan kadar gula darah dengan cara :

a) menekan pengeluaran epinefrin sehingga menghambat konversi glikogen

menjadi glukosa; b) menekan pengeluaran kortisol menghambat metabolisme

glukosa, sehingga asam amnino, laktat, dan pirufat tetap disimpan di hati

dalam bentuk glikogen sebagai energi cadangan, c) menekan pengeluaran

glukagon menghambat mengkonversi glikogen dalm hati menjadi glukosa;

dan d) relaksasi dapat menekan ACTH dan glukokortikoid pada korteks

adrenal sehingga dapat menekan pembentukan glukosa baru oleh hati, selain

itu lipolisis dan katabolisme karbohidrat dapat ditekan yang dapat menurunkan

kadar gula darah.


Penelitian yang dilakukan Juwita dkk (2016) juga menunjukkan bahwa

kadar gula darah penderita Diabetes Mellitus mengalami penurunan antara

sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi Benson, dimana rata-rata kadar

gula sebelum intervensi adalah 263,32±66,53 mg/dl dan setelah pemberian

relaksasi Benson 20 menit setiap hari selama 1 minggu menurun menjadi

201,37±50,93 mg/dl. Pada hasil analisis didapatkan p-value 0,001 (0,05)

artinya kesimpulan penelitian ini, relaksasi Benson terbukti efektif

menurunkan kadar gula darah penderita Diabetes Mellitus.

Kondisi stres pada penderita Diabetes Mellitus dapat menyebabkan

produksi berlebih pada hormone kortisol yaitu suatu hormon yang melawan

efek insulin dan menyebabkan kadar gula darah tinggi, jika seseorang

mengalami stress berat yang dihasilkan dalam tubuhnya, maka kortisol yang

dihasilkan akan semakin banyak, ini akan mengurangi sensivitas tubuh

terhadap insulin. Kortisol merupakan musuh dari insulin sehingga membuat

glukosa lebih sulit untuk memasuki sel dan meningkatkan gula darah. Pada

relaksasi Benson, juga terdapat teknik pernapasan.

Proses pernafasan pada relaksasi Benson merupakan proses masuknya

O2 melalui saluran nafas kemudian masuk ke paru dan diproses ke dalam

tubuh, kemudian selanjutnya diproses dalam paru-paru tepatnya di bronkus

dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh vena dan nadi untuk

memenuhi kebutuhan akan O2. Apabila O2 dalam untuk tercukupi maka

manusia berada dalam kondisi seimbang. Kondisi ini akan menimbulkan

keadaan rileks secara umum pada manusia. Perasaan rileks akan diteruskan ke

hipotalamus untuk menghasilkan Corticotropin Releasing Factor (CRF).


Selanjutnya CRF merangsang kelenjar di bawah otak untuk meningkatkan

produksi Proopioidmelanocortin (POMC) sehingga produksi enkephalin oleh

medulla adrenal meningkat. Kelenjar di bawah otak juga menghasilkan β

endorphin sebagai neurotransmitter yang mempengaruhi suasana hati menjadi

rileks. Meningkatnya enkephalin dan β endorphin akan menyebabkan

penderita Diabetes Mellitus merasa lebih rileks dan nyaman (Juwita et al.,

2016).

3. Elemen Dasar Relaksasi Benson

Agar teknik relaksasi Benson berhasil, diperlukan empat elemen dasar,

yaitu sebagai berikut:

a. Lingkungan yang tenang

b. Secara sadar, pasien dapat mengendurkan otot-otot tubuhnya

c. Pasien dapat memusatkan diri selama 10-15 menit pada ungkapan yang

telah dipilih.

d. Pasien bersikap pasif terhadap pikiran-pikiran yang mengganggu

Selain itu, untuk keberhasilan relaksasi Benson, maka perawat harus

dapat memodifikasi lingkungan yang akan digunakan untuk relaksasi agar

tenang. Perawat harus dapat membuat pasien mengendurkan otot-otot tubuh

(jangan tegang) dan menganjurkan pasien untuk dapat memusatkan pikiran-

pikiran tentang sesuatu yang tidak menyenangkan yang dapat mengganggu

keberhasilan relaksasi ini (Solehati & Kosasih, 2015).


4. Langkah-langkah Relaksasi Benson

a. Langkah pertama

1) Siapkan pasien, berikan informasi tentang teknik relaksasi Benson.

Mintalah persetujuan pasien untuk bersedia melakukan relaksasi

tersebut (informed consent)

2) Pilihlah salah satu kata atau ungkapan singkat yang mencerminkan

keyakinan pasien. Anjurkan pasien untuk memilih kata atau ungkapan

yang memiliki arti khusus bagi pasien tersebut. Fungsi ungkapan ini

dapat mengaktifkan keyakinan pasien dan meningkatkan keinginan

pasien untuk menggunakan teknik tersebut.

3) Jangan memaksa pasien untuk menggunakan ungkapan-ungkapan yang

dipilih oleh perawat.

b. Langkah kedua

1) Atur posisi pasien senyaman mungkin. Mintalah pasien untuk

menunjukkan posisi mana yang ia inginkan untuk melakukan terapi

relaksasi Benson.

2) Pengaturan posisi dapat dilakukan dengan cara duduk, berlutut ataupun

tiduran, selama tidak mengganggu pikiran pasien.

3) Pikiran pasien jangan sampai terganggu oleh apa pun termasuk karena

adanya salah posisi atau posisi yang tidak nyaman yang

mengakibatkan pasien menjadi tidak fokus pada intervensi yang akan

dilakukan. Lakukan modifikasi lingkungan agar tidak gaduh, batasi


pengunjung, atau jika perlu tutup ruangan yang akan digunakan untuk

relaksasi dengan tirai tertutup khusus ruangan.

c. Langkah ketiga

1) Anjurkan dan bimbing pasien untuk memejamkan kedua mata

sewajarnya.

2) Anjurkan pasien untuk menghindari memicingkan atau menutupkan

mata kuat-kuat.

3) Tindakan menutup mata dilakukan dengan wajar dan tidak

mengeluarkan banyak tenaga.

d. Langkah keempat

Anjurkan pasien untuk melemaskan otot-ototnya:

1) Bimbing dan mulailah pasien untuk melemaskan otot-ottot mulai dari

kaki, betis, paha, sampai dengan perut pasien.

2) Anjurkan pasien untuk mengendurkan semua kelompok otot pada

tubuh pasien

3) Anjurkan pasien untuk melemaskan kepala, leher, dan pundak dengan

memutar kepala dan mengangkat pundak perlahan-lahan

4) Untuk lengan dan tangan, anjurkan pasien untuk mengulurkan kedua

tangannya, kemudian mengendurkan otot-otot tangannya dan biarkan

terkulai wajar di pangkuan.

5) Anjurkan pasien untuk tidak memegang lutut, kaki, atau mengaitkan

kedua tangannya dengan erat.


e. Langkah kelima

Perhatikan napas dan mulailah menggunakan kata-kata atau ungkapan

fokus yang berakar pada keyakinan pasien.

1) Anjurkan pasien untuk menarik napas melalui hidung secara perlahan,

pusatkan kesadaran pasien pada pengembangan perut, tahanlah napas

sebentar sampai hitungan ketiga.

2) Setelah hitungan ketiga, keluarkan napas melalui mulut secara

perlahan-lahan (posisi mulut seperti sedang bersiul) sambil

mengucapkan ungkapan yang telah dipilih pasien dan diulang-ulang

dalam hati selama mengeluarkan napas tersebut.

f. Langkah keenam

1) Anjurkan pasien untuk mempertahankan sikap pasif. Sikap pasif

merupakan aspek penting dalam membangkitkan respons relaksasi.

Anjurkan pasien untuk tetap berpikir tenang.

2) Saat melakukan teknik relaksasi, kerapkali berbagai macam pikiran

datang mengganggu konsentrasi pasien. Oleh karena itu, anjurkan

pasien untuk tidak mempedulikannya dan bersikap pasif.

g. Langkah ketujuh

Lanjutkan intervensi relaksasi Benson untuk jangka waktu tertentu. teknik

ini cukup dilakukan selama 5-10 menit. Tetapi jika menginginkan waktu

yang lebih lama lakukan tidak lebih dari 20 menit.


h. Langkah kedelapan

Lakukan teknik ini dengan frekuensi dua kali sehari sampai pasien merasa

nyaman (Solehati & Kosasih, 2015).

C. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan kerangka untuk menjawab pertanyaan

penelitian. Berdasarkan teori yang telah dikemukakan di atas maka dapat

digambarkan kerangka teori yaitu sebagai berikut:

Faktor resiko DM yang dapat Manajemen Diabetes


diubah:
Lingkungan
Obesitas NonFarmakologi
Farmakologi &
Hipertensi Terapi Bedah Pengaturan Diet
Pola makan (diet)
Aktivitas Fisik
Kurang olah raga
(olahraga)
Rokok
Kadar Gula Darah Terapi alternatif &
Diabetes Mellitus Komplementer
Faktor resiko DM tidak dapat
diubah:
Riwayat keluarga (Gen) Relaksasi Benson
Usia
1`
Jenis kelamin Keterangan : Diteliti
Etnik Tidak Ditelti

Gambar 2.1. Kerangka Teori (Nabyl, 2012; Nurgiwiati, 2015; Solehati &
Kosasih, 2015; Black & Hawks, 2014; Tarwoto dkk, 2012;
LeMone et al., 2016).

D. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan

antar konsep-konsep atau variabel yang diambil (diukur) melalui penelitian -

penelitian yang dilakukan (Notoatmodjo, 2012). Kerangka konsep pada

penelitian ini sebagai berikut :


Independen Dependen

Relaksasi Benson Kadar Gula Darah


Diabetes Mellitus

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Yang Akan Diteliti

E. Mekanisme

1. Identifikasi Pertanyaan
b. Analisa PICOT
P ( Problem and Patient ) : Pasien Penderita Diabetes Mellitus
I ( Intervention ) : Relaksasi Benson
C ( Comparation ) : Tidak ada perbandingan
O (Outcame) : Penurunan Gula Darah
T ( Time ) : Dilakukan selama 2 kali dalam sehari selama 3 hari
dari tanggal 3 Januari - 5 Januari 2020
c. Pertanyaan Klinis
Apakah Intervensi Relaksasi Benson dapat menurunkan gula darah pada
penderita Diabetes Mellitus?
42

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan kuantitatif, yaitu penelitian yang datanya

berupa angka-angka (score, nilai) atau pernyataan yang diangkakan dan

dianalisis dengan analisis statistik. Studi yang digunakan adalah studi

eksperimen atau percobaan (experimental research) yaitu suatu penelitian

dengan melakukan kegiatan percobaan (experiment) yang bertujuan untuk

mengetahui gejala atau pengaruh yang timbul sebagai akibat dari adanya

perlakuan tertentu atau eksperimen tersebut (Notoatmodjo, 2012). Bentuk

eksperimen yang digunakan adalah quasi experiment design dengan rancangan

Nonequivalent control group design/non randomized control group pretest

posttest design yaitu penelitian eksperimen yang dilakukan dengan cara

memilih dua kelompok dalam kelompok studi tetapi tidak dilakukan

randomisasi kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal lalu

diberikan perlakuan yang selanjutnya peneliti melakukan post test untuk

melihat efek dari perlakuan yang diberikan (Budiman, 2011). Bentuk

rancangan ini adalah sebagai berikut:

Kel. Eksperimen 01 x 02
Kel. Kontrol 01 - 02

Keterangan:
1 : Pengukuran GDS sebelum perlakuan
2 : Pengukuran GDS setelah diberi perlakuan
X : Perlakuan relaksasi Benson
- : Tidak diberi perlakuan.

42

42 STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


B. Variabel Penelitian

Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa variabel mengandung

pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu

kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain.

Definisi lain mengatakan bahwa variabel adalah sesuatu yang digunakan

sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh suatu

penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu.

Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel bebas (independent variable)

Variabel bebas atau variabel yang dapat mempengaruhi dalam penelitian

ini adalah relaksasi Benson.

2. Variabel terikat (dependent variable)

Variabel terikat atau variabel yang dipengaruhi dalam penelitian ini adalah

kadar gula darah penderita Diabetes Mellitus.

C. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional sangat diperlukan untuk membatasi ruang lingkup

atau pengertian variabel-variabel yang diamati atau di teliti (Arikunto, 2010).

Definisi operasional juga bermanfaat untuk mengarahkan pada pengukuran

atau pengamatan terhadap variabel yang bersangkutan serta pengembangan

instrumen/alat ukur (Notoatmodjo, 2012).

43 STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel
NoVariabelDefinisi OperasionalAlat ukurCara ukurHasil UkurSkala

1 Dependen Hasil pengukuran kadar Glukotest Observasi Gula darah Rasio


Kadar gula gula darah sewaktu atau sewaktu
darah Diabetes acak tanpa berpuasa lebih ≤ 100 mg/dl
Mellitus dahulu pada penderita bukan Diabetes
Diabetes Mellitus 100-199mg/dl
belum pasti
Diabetes
≥ 200 mg/dl
Diabetes

2 Independen Relaksasi Benson SOP Demontrasi Melakukan -


Relaksasi
merupakan relaksasi yang ceklist Dokumentasi Relaksasi
Benson
menggabungkan antara Benson sesuai
teknik respons relaksasi dengan SOP
dan sistem keyakinan Dilakukan 2x
individu difokuskan pada sehari pagi dan
ungkapan tertentu berupa sore dalam 10-
nama-nama Tuhan atau 15 menit selama
kata yang memiliki makna 7 hari
menenangkan bagi pasien
itu sendiri yang diucapkan
berulang-ulang dengan
ritme teratur disertai sikap
pasrah

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah 326

penderita Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Metro Pusat

tahun 2018.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Arikunto, 2010). Untuk

penelitian eksperimen yang menggunakan kelompok eksperimen dan


kelompok kontrol, maka jumlah anggota sampel masing-masing kelompok

antara 10 sampai dengan 20 orang (Sugiyono, 2010). Besar sampel dalam

penelitian ini dihitung menggunakan rumus Federer yang dikemukakan

Hidayat (2014) sebagai berikut:

(t-1) (r-1) ≥15

Keterangan:
t = Banyak kelompok perlakuan
r = Jumlah replikasi

Dalam penelitian ini, sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dengan demikian maka

besar sampel hasil perhitungan rumus di atas adalah sebagai berikut:

(2-1) (r-1) ≥15  (1) (r-1) ≥ 15

r-1 ≥ 15 + 1  r ≥ 16/1

r ≥ 16

Sebagai antisipasi adanya unit pengamatan yang hilang (droup out)

maka dilakukan koreksi sebesar 10% sehingga besar sampel yang

digunakan adalah n/(1-f) = 16/(1-0,1) = 17,78 = 18. Berdasarkan

perhitungan tersebut, maka besar sampel setelah dikoreksi dalam

penelitian ini yaitu 18 orang kelompok intervensi dan 18 orang kelompok

kontrol sehingga total sampel yang digunakan adalah 36 orang.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

teknik purposive sampling. Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa

pengambilan sampel secara purposive didasarkan pada suatu pertimbangan


tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat

populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Mula-mula peneliti

mengidentifikasi semua karakteristik populasi. Kemudian peneliti

menetapkan berdasarkan pertimbangannya, sebagian anggota populasi

menjadi sampel penelitian sehingga teknik pengambilan sampel secara

purposive ini didasarkan pada pertimbangan pribadi peneliti sendiri.

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi

1) Beragama Islam

2) Bersedia menjadi responden

3) Penderita Diabetes tipe 2 yang terdiagnosa pada tahun 2018

4) Mampu berkomunikasi dengan baik

5) Mampu membaca dan menulis

b. Kriteria eksklusi

1) Penderita DM tipe I

2) Sedang menjalani terapi alternatif dan komplementer selain

relaksasi Benson

3) Tidak bersedia menjadi responden

E. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Metro Pusat

pada bulan Mei s.d Juni tahun 2019.

F. Etika Penelitian

Pelaku penelitian atau penelitian dalam menjalankan tugas meneliti atau

melakukan penelitian hendaknya memegang teguh sikap ilmiah (scientific


attitude) serta berpegang teguh pada etika penelitian meskipun penelitian yang

dilakukan tidak merugikan atau membahayakan bagi subjek penelitian. Secara

garis besar menurut Milton (2019 dikutip Palestin dalam Notoatmodjo, 2012)

menjelaskan ada empat prinsip dasar etika penelitian, meliputi:

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Peneliti harus mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk

mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian

tersebut. Disamping itu, peneliti juga harus memberikan kebebasan kepada

subjek untuk memberikan informasi atau tidak. Bentuk menghormati

harkat dan martabat subjek penelitian, peneliti harus mempersiapkan

formulir persetujuan subjek (inform consent) yang mencakup:

a. Penjelasan manfaat penelitian

b. Penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang

ditimbulkan

c. Penjelasan manfaat yang didapatkan

d. Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan

subjek berkaitan dengan prosedur penelitian

e. Persetujuan subjek dapat mengundurkan diri sebagai objek penelitian

kapan saja

f. Jaminan anonimitas dan kerahasiaan terhadap identitas dan informasi

yang diberikan responden.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for

privacy and confidentiality)


Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi

dan kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak

untuk tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh

karena itu, penelitian ini tidak menampilkan informasi yang bersifat

rahasia dan mencukupkan menggunakan coding ataupun inisial sebagai

pengganti identitas responden.

3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice an

inclusiveness)

Prinsip keterbukaan dan adil harus dijaga oleh peneliti dengan

kejujuran, keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan penelitian

perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan

menjelaskan prosedur penelitian.

4. Mempertimbangkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harms and benefits)

Sebuah penelitian harus memperoleh manfaat semaksimal mungkin

bagi masyarakat pada umumnya dan subjek penelitian pada khususnya.

Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan

bagi subjek.

G. Instrumen dan Metode Pengumpulan Data

1. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data. Instrumen penelitian dapat berupa kuesioner (daftar

pertanyaan), formulir observasi yang berkaitan dengan pencatatan data dan


sebagainya. Apabila data yang akan dikumpulkan adalah data yang

menyangkut pemeriksaan fisik maka instrumen penelitian dapat berupa

stetoskop, tensimeter, timbangan, meteran atau alat lainnya (Notoatmodjo,

2012). Instrumen atau alat untuk pengambilan data kadar gula darah

penderita Diabetes Mellitus pada penelitian ini menggunakan glukotest.

Selanjutnya data hasil pengukuran kadar gula darah baik sebelum

pelaksanaan relaksasi Benson (pretest) maupun setelah pelaksanaan

relaksasi Benson (posttest) dicatat dalam lembar observasi.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian meliputi data primer yaitu

data yang diambil langsung dari responden dan skunder yaitu data yang

berbentuk dokumentasi. Data primer dalam penelitian diambil langsung

dari responden melalui wawancara dan pengukuran kadar gula darah.

Sedangkan data skunder dalam penelitian ini berupa data-data angka

kejadian Diabetes Mellitus yang tercatat dalam laporan penyakit tidak

menular (PTM) Puskesmas Metro Pusat sebagai data awal.

H. Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui empat tahap

sebagai berikut:

a. Editing yaitu melakukan pengecekan data hasil pengukuran dan

pengumpulan data apakah sudah lengkap, jelas, relevan, dan konsisten.


b. Coding yaitu mengubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk

angka atau bilangan. Kegunaan coding adalah untuk mempermudah

pada saat analisis data.

c. Prosesing yaitu memasukkan data dari masing-masing responden ke

dalam program komputer.

d. Cleaning yaitu kegiatan pengecekan kembali data yang sudah ada, baik

missing, variasi, maupun konsistensi data.

(Notoatmodjo, 2012).

2. Analisa Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dalam penelitian ini dimaksudkan untuk

mengetahui hasil skor rata-rata kadar gula darah pasien Diabetes

Mellitus baik sebelum (pretest) maupun sesudah (posttest) intervensi,

serta untuk mengetahui distribusi karakteristik responden.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh relaksasi

Benson terhadap penurunan kadar gula darah pasien Diabetes Mellitus.

Jika pada penelitian ini kedua kelompok data berdistribusi normal (uji

Shapiro-Wilk p-value >  (0,05) maka analisis data dilakukan dengan

menggunakan uji statistik parametrik dua kelompok berpasangan yaitu

uji paired t-test. Namun, jika data tidak berdistribusi normal maka

analisis data dilakukan dengan menggunakan uji non parametrik yaitu

uji Wilcoxon. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan program


komputer, keputusan uji statistik menggunakan derajat kemaknaan

95% dan tingkat kesalahan (α) = 5%, dengan kriteria hasil:

1) Jika p value ≤ nilai α (0,05), maka H0 ditolak (ada pengaruh).

2) Jika p value > nilai α (0,05), Ha ditolak (tidak ada pengaruh).

I. Jalannya Penelitian

Jalannya penelitian ini akan dilaksanakan melalui beberapa tahap, yaitu

sebagai berikut:

1. Tahap Awal

Tahap awal dalam proses penelitian ini yaitu mengamati fenomena

ataupun masalah-masalah kesehatan yang banyak ditemukan di

masyarakat, serta mengamati penyebab maupun upaya mengatasinya

sebagai data awal untuk merumuskan judul penelitian. Setelah rumusan

judul disetujui, selanjutnya peneliti melakukan tahap penyusunan proposal

yang diawali dengan mengajukan permohonan izin pra survey kepada

institusi terkait yang digunakan peneliti sebagai lokasi penelitian,

mengumpulkan konsep teori yang menunjang sesuai dengan masalah yang

ditemukan, menyusun latar belakang masalah, merumuskan masalah

penelitian, tujuan, manfaat, dan ruang lingkup serta desain penelitian yang

akan digunakan. Setelah proposal diseminarkan dan telah lulus uji etik

serta telah mendapatkan surat izin penelitian dari STIKes Muhammadiyah

Pringsewu Lampung dan izin dari Puskesmas Metro Pusat selanjutnya

peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian.


2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Adapun pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan melalui tahapan

sebagai berikut:

a. Peneliti mendatangi pasien Diabetes Mellitus yang berada di Wilayah

Kerja Puskesmas Metro Pusat untuk menentukan sampel yang sesuai

dengan kriteria inklusi

b. Pasien Diabetes Mellitus yang telah memenuhi kriteria inklusi

selanjutnya diberikan penjelasan tentang tujuan, manfaat, prosedur

pengumpulan data serta menanyakan kesediaan calon responden. Bagi

yang bersedia menjadi responden, peneliti meminta responden untuk

menandatangai informed consent yang telah disediakan baik untuk

responden kelompok intervensi maupun kelompok kontrol. Selain itu,

responden juga diminta untuk mengisi data diri sebagai gambaran

karakteristik responden.

c. Selanjutnya peneliti meminta izin kepada responden yang telah

memenuhi kriteria sampel dan telah menyetujui menjadi responden

untuk dilakukan pengukuran pertama (pretest) kadar gula darah/GDS

(lama waktu pengukuran GDS  5-10 menit/responden), baik pada

kelompok intervensi maupun kelompok kontrol dan mencatat hasil

pengukuran serta tanggal pengukuran dilembar observasi.

d. Setelah dilakukan pengukuran GDS, responden kelompok intervensi

diberikan edukasi tentang cara melakukan teknik relaksasi Benson.

Setelah responden mampu melakukan teknik relaksasi Benson sesuai

dengan standar operasional prosedur. Selanjutnya peneliti meminta


kepada responden untuk menerapkannya 2 kali sehari pada pagi dan

sore hari selama 7 hari dan peneliti mencatat tanggal dimulainya

intervensi pada setiap responden. Sementara pada responden kelompok

kontrol yang telah dilakukan pengukuran GDS selanjutnya diminta

untuk melakukan rutinitas seperti biasa.

e. Bagi responden kelompok intervensi yang telah menjalankan relaksasi

Benson sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan yaitu selama 7 hari

selanjutnya pada hari ke 8 peneliti kembali melakukan pengukuran

GDS (posstest). Pengukuran GDS juga dilakukan pada kelompok

kontrol setelah 8 hari sejak pemeriksaan GDS pertama (presttes).

f. Setelah data hasil pengukuran pertama (presttest) dan pengukuran

kedua (posttest) pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol

terkumpul sesuai dengan jumlah sampel selanjutkan dilakukan proses

pengolahan data.

3. Tahap Akhir

a. Melakukan pengolahan dan analisa data hasil penelitian,

menginterprestasikan serta melakukan pembahasan sesuai temuan hasil

penelitian yang dikolaborasikan dengan teori maupun penelitian

terkait.

b. Penyajian hasil penelitian dalam bentuk tertulis yang dilanjutkan

dengan ujian pendadaran dan melakukan revisi sesuai saran penguji.

c. Menyerahkan laporan hasil penelitian kepada Program Studi Ilmu

Keperawatan STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung.


54

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


1. Puskesmas Metro Pusat

Wilayah kerja Puskesmas Metro terletak di Kecamatan Metro Pusat

dengan luas wilayah 4,18 km2 yang terdiri dari 2 Kelurahan yaitu :

Kelurahan Metro dan Kelurahan Imopuro, dengan batas – batas

wilayahnya sebagai berikut : sebelah Timur berbatasan dengan dengan

Kecamatan Metro Timur (Iringmulyo), sebelah Barat berbatasan dengan

Kecamatan Metro Barat (Ganjar Asri), sebelah Utara berbatasan dengan

Kecamatan Metro Utara (Banjarsari), sebelah Selatan berbatasan dengan

Kecamatan Metro Selatan (Margorejo).

Wilayah kerja Puskesmas Metro terletak pada dataran rendah yang

pada umumnya antar Kelurahan di wilayah kerja Puskesmas Metro sudah

dapat dicapai dengan kendaraan roda empat. Puskesmas Metro terletak di

Kelurahan Metro , jarak antara Kelurahan dengan Puskesmas yang

terdekat adalah < 1 km dan yang terjauh adalah > 2 Km yaitu Imopuro

namun di masing masing kelurahan telah terdapat Poskeskel. Jalan

menuju Ibukota Propinsi dan Ibu kota Kabupaten seluruhnya berupa jalan

aspal, Jarak Antara Puskesmas Metro ke Ibukota Kabupaten sejauh 1 Km

sedangkan ke Ibukota Propinsi sejauh 40 Km.

54

54 STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


2. Program Puskesmas

Program yang ada di Puskesmas Metro Pusat antara lain: Posbindu

dan Prolanis. Program-program tersebut tidak luput dari peran kader yang

ditunjuk oleh Puskesmas Metro Pusat. Kegiatan Posbindu salah satunya

adalah pemeriksaan cek kadar gula darah. Terdapat 8 Posbindu pada

wilayah cakupan Puskesmas Metro Pusat, untuk jadwal 1 Posbindu 1 kali

dalam sebulan.

Dari data yang didapat pada Puskesmas Metro Pusat banyak

masyarakat yang menderita Diabetes Melitus. Selama ini Puskesmas

hanya memberi penyuluhan tentang mengatur pola makan (diit),

memberikan obat hipoglikemik oral atau insulin dan olahraga. Untuk

kegiatan olahraga dilakukan 1 minggu sekali. Terapi alternatif dan

komplementer seperti tekhnik relaksasi Benson belum pernah diterapkan

di Puskesmas ini.

B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden Kelompok Intervensi dan Kontrol

a. Rata-rata Usia dan Lama Menderita Diabetes Mellitus

Tabel 4.1
Rata-rata Usia dan Lama Menderita Diabetes Mellitus di Wilayah
Kerja Puskesmas Metro Pusat Tahun 2019

Karakteristik N Mean ± SD
Min CI;95%
-
Max
Usia (tahun)
Intervensi 18 52,0 ± 11,262 31-65 46,40-57,60
Kontrol 18 58,33 ± 11,386 38-77 52,67-64,00
Lama DM (bulan)

55 STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


Karakteristik N Mean ± SD
Min CI;95%
-
Max
Usia (tahun)
Intervensi 18 28,06 ± 27,230 7-120 14,51-41,60
Kontrol 18 41,83 ± 48,836 6-216 17,55-66,12

Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat dijelaskan bahwa rata-rata

usia antara kelompok intervensi adalah 52 tahun dan pada kelompok

kontrol rata-rata usia responden adalah 58,33 tahun. Lama menderita

Diabetes Mellitus antara kelompok intervensi adalah 28,06 bulan dan

pada kelompok kontrol 41,83 bulan.

b. Rata-rata Jenis Kelamin, Pendidikan dan Pekerjaan


Tabel 4.2
Rata-rata Jenis Kelamin, Pendidikan dan Pekerjaan di Wilayah
Kerja Puskesmas Metro Pusat Tahun 2019

Kelompok
Karakteristik Intervensi Kontrol N %
f % f %
Jenis Kelamin
Laki-laki 4 22,2 7 38,9 11 30,6
Perempuan 14 77,8 11 61,1 25 69,4
Total 18 18 36 100
Pekerjaan
IRT 12 66,7 9 50,0 21 58,3
PNS 2 11,1 2 11,1 4 11,1
Tani 1 5,6 3 16,7 4 11,1
Wiraswasta 3 16,7 4 22,2 7 19,4
Total 18 18 36 100
Pendidikan
PT 1 5,6 1 5,6 2 5,6
SD 6 33,3 8 44,4 14 38,9
SMA 7 38,9 4 22,2 11 30,6
SMP 4 22,2 5 27,8 9 25,0
Total 18 18 36 100

Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dijelaskan bahwa dilihat dari

jenis kelamin responden pada intervensi dan kelompok kontrol


sebagian besar perempuan yaitu sebanyak 25 orang (69,4%).

Karakteristik responden berdasarkan status pekerjaan sebagian besar

adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 21 orang (58,3%).

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan,

sebagian besar responden tamat SD yaitu sebanyak 14 orang (38,9%).

2. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk menguraikan deskripsi

karakteristik responden, menjelaskan distribusi dari variabel-variabel yang

diteliti, serta mengetahui kesetaraan karakteristik antara kelompok

intervensi dengan kelompok kontrol sebagaimana dapat dilihat pada uraian

berikut:

a. Rata-rata Kadar Gula Darah Sebelum (Pretest) Pemberian


Relaksasi Benson
Tabel 4.3
Rata-rata Kadar Gula Darah Sebelum (Pretest) Pemberian
Relaksasi Benson di Wilayah Kerja Puskesmas Metro Pusat
Tahun 2019
Min-
Variabel Mean SD CI;95% n
Max
Kadar gula darah kelompok
110- 170,73-
intervensi sebelum perlakuan 212,00 82,994 18
442
(Pretest) 253,27
Kadar gula darah kelompok 146,47-
kontrol sebelum perlakuan 182,28 72,011 99-383 18
218,09
(Pretest)

Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat dijelaskan bahwa rata-rata

kadar gula darah kelompok intervensi sebelum perlakuan (pretest)

adalah 212 mg/dl, kadar gula darah terendah 110 mg/dl dan tertinggi

442 mg/dl. Sedangkan rata-rata kadar gula darah kelompok kontrol


pengukuran pertama (pretest) adalah 182,28 mg/dl, kadar gula darah

terendah 99 mg/dl dan tertinggi 383 mg/dl.

b. Rata-rata Kadar Gula Darah Setelah (Posttest) Pemberian


Relaksasi Benson
Tabel 4.4
Rata-rata Kadar Gula Darah Setelah (Posttest) Pemberian
Relaksasi Benson di Wilayah Kerja Puskesmas Metro Pusat
Tahun 2019
Min-
Variabel Mean SD CI;95% n
Max
Kadar gula darah kelompok 130,01-
intervensi setelah perlakuan 153,06 46,343 97-256 18
(posttest) 176,10
Kadar gula darah kelompok 51,035 105- 163,34- 18
kontrol setelah perlakuan 188,72 276 214,10
(posttest)

Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat dijelaskan bahwa rata-rata

kadar gula darah kelompok intervensi setelah perlakuan (posttest)

adalah 153,06 mg/dl, kadar gula darah terendah 97 mg/dl dan tertinggi

256 mg/dl. Sedangkan rata-rata kadar gula darah kelompok kontrol

pengukuran kedua (posttest) adalah 188,72 mg/dl, kadar gula darah

terendah 105 mg/dl dan tertinggi 276 mg/dl.

3. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menentukan jenis statistik yang

digunakan dalam analisis bivariat. Jika pada kelompok data berdistribusi

normal maka uji statistik yang digunakan adalah uji statistik parametrik

dan jika tidak berdistribusi normal maka statistik yang akan digunakan

adalah uji statistik non parametrik. Pada penelitian ini, jumlah sampel

yang digunakan <50 sehingga uji normalitas dilakukan menggunakan uji


Shapiro-Wilk dengan kriteria jika p> (0,05) maka kelompok data

dinyatakan berdistribusi normal. Adapun hasil uji normalitas dapat dilihat

pada uraian berikut.

Tabel 4.5
Uji Normalitas Kadar Gula Darah Penderita Diabetes
Mellitus Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Shapiro Wilk
Kelompok N
(sig.)
Intervensi
Pretest 18 0,075
Posttest 18 0,065
Kontrol
Pretest 18 0,145
Posttest 18 0,544

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada hasil uji

Shapiro wilk terhadap kelompok intervensi dan kelompok kontrol baik

sebelum maupun sesudah intervensi didapatkan p> (0,05), sehingga

dapat disimpulkan bahwa seluruh kelompok data berdistribusi normal.

4. Analisis Bivariat

Setelah dilakukan uji normalitas didapatkan nilai kemaknaan kedua

kelompok data p>0,05, dengan demikian pengujian hipotesis dilanjutkan

menggunakan statistik parametrik. Untuk mengetahui perbedaan sebelum

dan sesudah perlakuan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol

digunakan uji paired sample t-test dengan taraf signifikan p< (0,05)

sebagaimana dapat dilihat pada uraian berikut.


Tabel 4.6
Perbedaan Kadar Gula Darah Sebelum dan Sesudah Pemberian
Relaksasi Benson Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

Sebelum Sesudah Selisih P-


Variabel (pretest) (posttest)
Mean±SD value
Mean SD Mean SD
58,944±
Intervensi 212,00 82,994 153,06 46,343 0,000
Kadar gula 55,212
-6,444±
darah Kontrol 182,28 72,011 188,72 51,035 0,507
40,324

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata kadar

gula darah kelompok intervensi antara sebelum (pretest) perlakuan

adalah 212,00 mg/dl dan sesudah (posttest) perlakuan 153,06 mg/dl,

pada hasil uji paired sample t-test didapatkan selisih rata-rata sebesar

58,944 mg/dl dengan p-value 0,000 <(0,05), artinya rata-rata kadar

gula darah kelompok intervensi antara sebelum dan setelah perlakuan

berbeda signifikan atau dengan kata lain setelah pemberian relaksasi

Benson kadar gula darah penderita Diabetes Mellitus terjadi penurunan

secara bermakna dibandingkan sebelum pemberian relaksasi Benson.

Rata-rata kadar gula darah kelompok kontrol pada pengukuran

pertama (pretest) adalah 182,28 mg/dl, pengukuran kedua (posttest)

188,72 mg/dl. Pada hasil uji paired sample t-test didapatkan selisih

rata-rata kadar gula darah sebesar -6,444 mg/dl dengan p-value 0,507

>(0,05), artinya tidak terdapat perbedaan signifikan rata-rata kadar

gula darah sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol.


C. Pembahasan
1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus

a. Usia

Hasil penelitian didapatkan rata-rata usia penderita Diabetes

Mellitus pada kelompok intervensi adalah 52 tahun, sedangkan pada

kelompok kontrol adalah 58,33 tahun. Jadi rata-rata usia penderita

Diabetes Mellitus adalah 52-58 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian

yang di lakukan oleh Rabrusun (2014) di Poliklinik Interna BLU RSUP

Prof. Dr. R. D. Kandou Manadomenunjukkan pada umur ≥45 tahun

mempunyai risiko 1,690 kali lebih besar menimbulkan kejadian Diabetes

Mellitus Tipe 2 dibandingkan dengan umur <45 tahun. Menurut WHO

(2016) bahwa usia di atas 30 tahun kadar gula darah akan naik 1-2

mg/dl/tahun pada saat puasa dan naik 5,6-13 mg/dl pada saat 2 jam setelah

makan.

b. Lama Menderita

Lama penderita Diabetes Mellitus antara kelompok intervensi dan

kelompok kontrol tidak berbeda secara signifikan atau memiliki kesetaraan

dimana rata-rata lama menderita Diabetes Mellitus pada kelompok

intervensi adalah 28,06 bulan dan kelompok kontrol 41,83 bulan. Hasil uji

statistik Spearman Rank hubungan antara lama menderita dan kualitas

hidup lansia penderita DM tipe 2 menunjukkan nilai p=0,692 yang berarti

tidak ada hubungan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Restada

(2016) bahwa tidak ada hubungan antara lama menderita dengan kualitas

hidup penderita DM dengan uji Chi Square dengan p-value 0,561.


c. Jenis Kelamin

Untuk jenis kelamin perempuan lebih banyak menderita Diabetes

Mellitus dibanding laki-laki, yaitu perempuan kelompok intervensi dan

kontrol 25 orang (69,4%) dan laki-laki 11 orang (30,6%). Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Jelantik& Haryati (2014) bahwa

jenis kelamin terbanyak penderita DM tipe 2 adalah wanita. Berdasarkan

uji statistik pada penelitian itu disimpulkan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian DM tipe 2. Sesuai dengan

pendapat Haryati dan Geria (2014) bahwa secara teoritis kadar lemak pada

laki-laki dewasa rata-rata 15-20 % dari berat badan total, sedangkan pada

perempuan sekitar 20-25 %. Jadi peningkatan kadar lipid (lemak darah)

pada perempuan lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki, sehingga faktor

risiko terjadinya Diabetes Mellitus pada perempuan 3-7 kali lebih tinggi

dibandingkan pada laki-laki yaitu 2-3 kali.

d. Pekerjaan

Sebagian besar penderita bekerja sebagai ibu rumah tangga 21

orang (58,3%), PNS 4 orang (11,1%), tani 4 orang (11,1%), dan

wiraswasta 7 orang (19,4%). Pekerjaan berkaitan dengan aktivitas fisik

yang dilakukan oleh individu. Aktifitas fisik yang dilakukan oleh

kelompok tidak bekerja relatif lebih ringan dibandingkan dengan

kelompok yang bekerja. Akan tetapi hasil dapat terjadi bias karena

tergantung dari kelompok responden yang lebih banyak bekerja sebagai

ibu rumah tangga. Pada responden yang termasuk usia ≥ 45 baik pada jenis
kelamin laki –laki atau perempuan aktifitas fisiknya relatif lebih ringan

dibandingkan dengan kelompok usia produktif dan kelompok yang masih

bekerja.

e. Pendidikan

Pada penelitian ini responden yang banyak menderita penyakit

Diabetes Mellitus merupakan responden berpendidikan SD yaitu 14 orang

(38,9%), SMA 11 orang (30,6%), SMP 9 orang (25%), dan PT 2 orang

(5,6%). Penelitian ini sejalan dengan pendapat Irawan (2010) yang

menyatakan bahwa orang dengan tingkat pendidikan tinggi biasanya akan

memiliki banyak pengetahuan tentang kesehatan, dengan adanya

pengetahuan tersebut maka orang akan memiliki kesadaran dalam menjaga

kesehatannya. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka seseorang

berusaha untuk mengakses informasi yang terkait dengan kesehatannya

meningkat dan pengetahuannya meningkat. Selanjutnya akan

meningkatkan upaya pencegahan terjadinya DM tipe 2, diantaranya

mengurangi faktor resiko yang dapat dikendalikan, misalnya dengan

menjaga berat badan, memperbaiki pola makan dan berolahraga.

Sedangkan pada tingkat pendidikan lebih rendah, akses terhadap informasi

tentang kesehatannya minimal, sehingga kadang-kadang tidak menyadari

gejala awal DM tipe 2.


2. Rata-rata Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus Sebelum

(Pretest) Pemberian Relaksasi Benson

Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan bahwa rata-rata kadar

gula darah kelompok intervensi sebelum perlakuan (pretest) adalah

212,00mg/dl, kadar gula darah terendah 110 mg/dl dan tertinggi 442

mg/dl. Sedangkan rata-rata kadar gula darah kelompok kontrol pengukuran

pertama (pretest) adalah 182,28mg/dl, kadar gula darah terendah 99 mg/dl

dan tertinggi 383 mg/dl.

Diabetes adalah penyakit kronis, yang terjadi ketika pankreas tidak

menghasilkan cukup insulin, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif

menggunakan insulin yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan peningkatan

konsentrasi glukosa dalam darah (hiperglikemia). Penyakit ini timbul

secara perlahan-lahan, sehingga seseorang tidak menyadari adanya

berbagai perubahan dalam dirinya. Perubahan seperti sering buang air

kecil (poliuria), sering haus (polidipsia), banyak makan/mudah lapar

(polifagia) dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas. Diabetes

merupakan penyakit yang dapat mematikan karena pengaruhnya menyebar

ke sistem tubuh yang lain, kondisi ini meliputi resistensi insulin, kadar

kolesterol yang tinggi dan tekanan darah tinggi. Mereka yang memiliki

tekanan darah yang lebih tinggi 3 kali lebih besar ditemukan pada

penderita Diabetes Mellitus (Apriyanti, 2014).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Juwita dkk (2016) tentang pengaruh Terapi Relaksasi Benson Terhadap


Kadar Gula Darah Pada Lansia Dengan Diabetes menunjukkan bahwa

rata-rata kadar gula penderita Diabetes Mellitus sebelum diberikan

relaksasi Benson adalah 263,32 mg/dl.

3. Rata-rata Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus Setelah

(Posttest) Pemberian Relaksasi Benson

Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan bahwa rata-rata kadar

gula darah kelompok intervensi setelah perlakuan (posttest) adalah 153,06

mg/dl, kadar gula darah terendah 97 mg/dl dan tertinggi 256 mg/dl.

Sedangkan rata-rata kadar gula darah kelompok kontrol adalah 188,72

mg/dl, kadar gula darah terendah 105 mg/dl dan tertinggi 276 mg/dl.

Saat ini penatalaksanaan Diabetes Mellitus meliputi pengembalian

dan pemeliharaan kadar glukosa darah senormal mungkin dengan diet

seimbang, olahraga, dan penggunaan obat hipoglikemik oral (OHO) atau

insulin (Black & Hawks, 2014). Selain itu, penderita Diabetes juga harus

tetap menjaga pola hidup sehat lainnya yaitu dengan menghindari stres

karena secara fisiologis, stres akan menyebabkan perubahan faal pada

tubuh sehingga pada penderita Diabetes Mellitus, stres akan menyebabkan

gula darah menjadi lebih tidak terkontrol (Apriyanti, 2014). Manajemen

stres melalui teknik relaksasi telah banyak terbukti dapat menurunkan

kadar gula darah, salah satunya adalah relaksasi Benson. Respon relaksasi

Benson diperkirakan menghambat sistem saraf otonom dan sistem saraf

pusat serta meningkatkan aktivitas parasimpatis yang dikarakteristikkan


dengan menurunnya otot rangka, tonus otot jantung dan mengganggu

fungsi neuroendrokrin (Triyanto, 2014).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Kuswandi dkk (2008) menunjukkan bahwa pemberian relaksasi Benson 2

kali sehari selama 7 hari mampu menurunkan kadar gula darah penderita

Diabetes Mellitus dengan rata-rata penurunan kadar gula darah sebesar

53,6 mg/dl. Penelitian yang dilakukan Juwita dkk (2016) juga

menunjukkan bahwa kadar gula darah penderita Diabetes Mellitus setelah

pemberian relaksasi Benson 20 menit setiap hari selama 1 minggu

menurun menjadi 201,37 mg/dl.

Berdasarkan uraian hasil penelitian di atas dapat dijelaskan bahwa

kadar gula darah pada kelompok intervensi yang diberikan perlakuan

berupa pemberian relaksasi Benson sebanyak 2 kali sehari selama 7 hari

mengalami penurunan dan pada kelompok kontrol atau kelompok yang

tidak diberi relaksasi Benson juga mengalami perubahan namun cenderung

meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian terapi relaksasi Benson

memberikan efek terhadap perubahan kadar gula darah penderita Diabetes

Mellitus. Perubahan ini dapat terjadi karena teknik relaksasi yang

merupakan sebuah metode yang dipercaya mampu membantu penderita

Diabetes Mellitus menjadi rileks, meningkatkan ketenangan, dan

menurunkan stres sehingga membantu menurunkan kadar gula darah.


4. Pengaruh relaksasi Benson terhadap Penurunan Kadar Gula Darah

Penderita Diabetes Mellitus

Pada hasil uji paired sample t-test didapatkan selisih rata-rata kadar

gula darah kelompok intervensi antara sebelum (pretest) dan sesudah

(posttest) perlakuan sebesar 58,944 mg/dl (p-value 0,000). Sedangkan

selisih rata-rata kadar gula darah kelompok kontrol adalah sebesar 6,444

mg/dl (p-value 0,507), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat

pengaruh relaksasi Benson terhadap kadar gula darah penderita Diabetes

Mellitus dimana rata-rata kadar gula darah penderita Diabetes Mellitus

yang mendapatkan terapi relaksasi Benson lebih rendah secara bermakna

dibandingkan penderita Diabetes Mellitus yang tidak mendapatkan terapi

relaksasi Benson.

Relaksasi Benson merupakan metode relaksasi yang diciptakan oleh

Herbert Benson seorang ahli peneliti medis dari Fakultas Kedokteran

Harvard yang mengkaji beberapa manfaat doa dan meditasi bagi kesehatan

sehingga teknik ini dikenal dengan nama teknik Relaksasi Benson (Benson

Relaxation). Relaksasi ini menggabungkan antara teknik respons relaksasi

dan sistem keyakinan individu/faith factor (difokuskan pada ungkapan

tertentu berupa nama-nama Tuhan atau kata yang memiliki makna

menenangkan bagi pasien itu sendiri) yang diucapkan berulang-ulang

dengan ritme teratur disertai sikap pasrah (Solehati & Kosasih, 2015).

Ungkapan seperti zikir dan doa dari sudut pandang ilmu kesehatan mental

merupakan terapi psikiatrik, setingkat lebih tinggi daripada psikoterapi


biasa. Hal ini dikarenakan zikir dan doa mengandung unsur spiritual

kerohanian, keagamaan, yang dapat membangkitkan harapan dan percaya

diri pada diri klien atau penderita, yang pada gilirannya kekebalan tubuh

dan kekuatan psikis meningkat (Hawari, 2011).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Kaviani et al (2014) menunjukkan bahwa teknik relaksasi terbukti efektif

dalam menurunkan kadar gula darah puasa (p<0,001). Penelitian yang

dilakukan Juwita dkk (2016) juga menunjukkan bahwa pada hasil analisis

didapatkan p-value 0,001 <  (0,05) artinya relaksasi Benson terbukti

efektif menurunkan kadar gula darah penderita Diabetes Mellitus.

Berdasarkan uraian hasil penelitian di atas dapat dijelaskan bahwa

relaksasi Benson terbukti efektif menurunkan kadar gula darah penderita

Diabetes Mellitus. Relaksasi Benson dapat membantu menurunkan kadar

gula darah pada pasien Diabetes karena pada relaksasi ini terdapat

penggabungan antara relaksasi dan unsur keyakinan filosofis atau agama

yang dianut oleh penderita Diabetes Mellitus dimana fokus dari relaksasi

ini berada pada ungkapan tertentu yang diucapkan berulang-ulang dengan

menggunakan ritme yang teratur disertai sikap pasrah. Ungkapan yang

melibatkan unsur keyakinan, keimanan terhadap agama, dan kepada Tuhan

yang disembah akan menimbulkan relaksasi yang lebih kuat dibandingkan

dengan sekedar relaksasi tanpa melibatkan unsur keyakinan (Solehati &

Kosasih, 2015). Saat melakukan relaksasi Benson, kelenjar di bawah otak

akan menghasilkan β endorphin sebagai neurotransmitter yang


mempengaruhi suasana hati menjadi rileks. Meningkatnya enkephalin dan

β endorphin akan menyebabkan penderita Diabetes Mellitus merasa lebih

rileks dan nyaman (Juwita et al., 2016).

Relaksasi Benson juga dapat menghalangi kerja hormone saraf

simpatis yang dapat meningkatkan kadar gula darah, yaitu epinefrin,

kortisol, glukagon, adrenocorticotropic hormone (ACTH), kortikosteroid,

dan tiroid. Penekanan pengeluaran epinefrin dan kortisol akan

menghambat konversi glikogen menjadi glukosa dan menghambat

metabolisme glukosa yang menyebabkan asam amnino, laktat, dan pirufat

tetap disimpan di hati dalam bentuk glikogen sebagai energi cadangan.

Hormone kortisol yaitu suatu hormon yang melawan efek insulin dan

menyebabkan kadar gula darah tinggi, jika seseorang mengalami stress

berat yang dihasilkan dalam tubuhnya, maka kortisol yang dihasilkan akan

semakin banyak, ini akan mengurangi sensivitas tubuh terhadap insulin.

Relaksasi juga dapat menekan ACTH dan glukokortikoid pada korteks

adrenal sehingga dapat menekan pembentukan glukosa baru oleh hati,

selain itu lipolisis dan katabolisme karbohidrat juga dapat ditekan

sehingga dapat menurunkan kadar gula darah.

Peneliti memberi perlakuan pada kelompok intervensi berupa

terapi Benson sebanyak 2 kali sehari selama 7 hari. Peneliti datang

memberikan penjelasan tentang tujuan, manfaat dan resiko yang mungkin

timbul dalam penelitian, kemudian mengisi inform consent setelah pasien

menyatakan setuju dengan sukarela untuk ikut serta dalam penelitian tanpa
tekanan atau paksaan dari pihak manapun. Peneliti memeriksa gula darah

dan mengajarkan tekhnik relaksasi Benson, serta memberi kepercayaan

kepada pasien untuk melakukan tekhnik relaksasi Benson tersebut secara

mandiri sebanyak 2 kali sehari selama 7 hari dan peneliti datang kembali

hari ke 8 untuk memeriksa gula darah. Tetapi peneliti memiliki

keterbatasan karna tidak dapat mendatangi pasien untuk melihat mereka

melakukan tekhnik relaksasi Benson sehingga peneliti membuat lembar

ceklis yang diberikan kepada pasien untuk diisi setelah melakukan terapi.
71

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab

sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Karakteristik penderita Diabetes Mellitus dilihat dari rata-rata usia

kelompok intervensi 52 tahun, kelompok kontrol 58 tahun, untuk lama

DM kelompok intervensi 28,06 bulan, kelompok kontrol 41,83 bulan.

Jenis kelamin laki-laki intervensi dan kontrol dengan total 11 orang,

wanita kelompok intervensi dan kontrol berjumlah 25 orang. Pekerjaan

yang paling banyak sebagai ibu rumah tangga yaitu 21 orang dari total

sampel 36 orang. Pendidikan paling banyak SD sebanyak 14 orang.

2. Rata-rata kadar gula darah dalam kelompok intervensi atau kelompok

perlakuan mengalami penurunan dari 212,00 menjadi 153,06 sedangkan

dalam kelompok kontrol rata-rata pada gula darah mengalami peningkatan

dari 182,28 menjadi 188,72.

3. Terdapat pengaruh relaksasi Benson terhadap penurunan kadar gula darah

penderita Diabetes Mellitus dengan nilai signifikansi 0,000 p< (0,05).

B. Saran

1. Bagi penderita Diabetes Mellitus hendaknya dapat mengontrol kadar gula

darah menggunakan terapi Relaksasi Benson secara mandiri karena selain

71

71 STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


72

mudah dilakukan, terapi relaksasi ini sudah terbukti efektif dalam

menurunkan kadar gula darah.

2. Bagi perawat atau tenaga kesehatan hendaknya dapat terus memberikan

informasi kepada masyarakat khusus penderita Diabetes Melitus tentang

upaya yang dapat dilakukan guna mengontrol kadar gula darah salah

satunya melalui teknik Relaksasi Benson agar individu dapat

melaksanakannya secara mandiri.

3. Bagi Puskesmas diharapkan dapat mengembangkan program-program

penyuluhan kesehatan kepada masyarakat khususnya pada penderita

Diabetes Mellitus tentang cara mengontrol kadar gula darah melaui terapi

Relaksasi Benson.

4. Bagi Institusi STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung hendaknya

penelitian ini dapat diletakkan di perpustakaan sehingga dapat

memberikan informasi dan sebagai acuan dalam proses pembelajaran bagi

mahasiswa.

5. Bagi peneliti lain yang ini melakukan penelitian yang berkaitan dengan

upaya penurunan kadar gula darah penderita Diabetes Mellitus hendaknya

dapat mengambil penelitian yang berbeda dan melakukan eksperiman lain

selain dari Relaksasi Benson sehingga dapat memberikan manfaat yang

luas.

72 STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


73

DAFTAR PUSTAKA

Apriyanti, M. (2014). Meracik Sendiri Obat & Menu Sehat Bagi Penderita
Diabetes Melitus. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Edisi


Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen


Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. (A. Suslia & P. P. Lestari, Ed., R. A.
Nampira, Yudhistira, & S. citra Eka, Penerj.) (Edisi 8, Vol. 2). Singapura:
Elsevier Inc.

Budiman. (2011). Penelitian Kesehatan. Bandung: PT. Refika Aditama.

Dinkes Kota Metro. (2018). Laporan Penyakit Tidak Menular (PTM) Kota Metro.
Kota Metro Lampung.

Erni Setiyorini, Ning Arti Wulandari. (2017). hubungan lama menderita dan
kejadian komplikasi dengan kualitas hidup lansia penderita Diabetes
Mellitus tipe 2, dari
https://pdfs.semanticscholar.org/3ea/652c883bc854018d6c6612fa84388a56
b9a7.pdf

Gratia S.N. Iroth. Grace D. Kandou, Nancy S.H, Malonda. (2017). Hubungan
Antara Umur Dan Pola makan dengan kejadian diaetes Mellitus tipe 2 pada
pasien rawat jalan di wilayah kerja puskesmas tenga kecamatan tenga, dari
https://ejournalheath.com/index.php/medkes/article/viewFile/374/365

Hasdianah. (2012). Mengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa dan Anak-
anak dengan Solusi Herbal. Yogyakarta: Nuha Medika.

Hawari, D. (2011). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: FKUI.

Hidayat, A. A. A. (2014). Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data.


(Nurchasanah, Ed.) (Edisi 1). Jakarta: Salemba Medika.

Juwita, L., Prabasari, N. A., & Manungkalit, M. (2016). Pengaruh Terapi


Relaksasi Benson Terhadap Kadar Gula Darah Pada Lansia Dengan
Diabetes. Jurnal Ners LENTERA, 4(1), 6–14.

Kaviani, M., Bahoosh, N., Azima, S., Asadi, N., Sharif, F., & Sayadi, M. (2014).
The Effect of Relaxation on Blood Sugar and Blood Pressure Changes of
Women with Gestational Diabetes: A Randomized Control Trial. Iranian

73 STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


Journal of Diabetes and Obesity, 6(1), 13–22.

Kemenkes RI. (2016). Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi Kemenskes RI.

Kuswandi, A., Sitorus, R., & Gayatri, D. (2008). Pengaruh Relaksasi Terhadap
Penurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 12(2), 108–114.

LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. (M. T. Iskandar, Ed., B. Angelina, E. K. Yudha, P. E.
Karyuni, & N. B. Subekti, Penerj.) (Edisi 5, Vol. 2). Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Nabyl, R. A. (2012). Panduan Hidup Sehat Mencegah dan Mengobati Diabetes


Mellitus. Yogyakarta: Aulia Publishing.

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi). Jakarta:


PT. Rineka Cipta.

Nurgiwiati, E. (2015). Terapi Alternatif & Komplementer Dalam Bidang


Keperawatan. Bogor: In Media.

Smeltzer, S. C. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. (E. A.


Mardella, Ed., D. Yulianti & A. Kimin, Penerj.) (Edisi 12). Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Solehati, T., & Kosasih, C. E. (2015). Konsep & Aplikasi Relaksasi dalam
Keperawatan Maternitas. (Anna, Ed.). Bandung: PT. Refika Aditama.

Sugiyono. (2010). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Tarwoto, Wartonah, Taufiq, I., & Mulyati, L. (2012). Keperawatan Medikal


Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara


Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.

WHO. (2018). Diabetes. Diambil 11 Desember 2018, dari


https://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/Diabetes

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). KMB2 Keperawatan Medikal Bedah:


keperawatan dewasa. Buku 2 (Edisi 1). Yogyakarta: Nuha Medika.
75

LAMPIRAN

STIKes Muhammadiyah Pringsewu


Lampung

75
76

Lokasi dan waktu penelitian


Skripsi ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Metro Pusat Tahun 2019
Jadwal Jalannya Penelitian Skripsi 2019

Waktu Penelitian
No. Keterangan Maret April Mei Juni Juli
15-31 1-11 12-30 1-25 26-31 1-10 11-25 26-30 1-6 8-13 15 16-20 21-31
1 Penyusunan dan
uji proposal
2 Perbaikan
proposal dan uji
etik
3 Pengurusan dan
izin adminitrasi
penelitian
4 Pengumpulan
data
5 Analisis dan
penafsiran data
6 Penyusunan
laporan akhir
7 Perbaikan hasil
penelitian
8 Sidang skripsi
9 Perbaikan hasil
skripsi
10 Pengumpulan
skripsi

76
MAJELIS PENDIDIIt AN T! NGGI
SSIOEAX 7IXGGI IEUU IES£ZA1AN
(S7\X«›)
MUHANNAOIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
7ERAttRgDlTASl "B" BAX-PT
ND. glt : 84C/9KJBAN-PT/A krad/PTfYI/2fi14
Alsmat : Jalen Makem KN. Gfiallb No. 112 Temp. / Fax. (072 22557 Pringsewu L•-pung 35373

K•[›: I:i Oinas Kcsehnt.m Mctrt› Pusol

I JI1L•1Tâ f £tRt,k a pclaksanauo peByusunao Skrip i mehasisña STD Kes Mubammadiyab Pringsewu
1.:ii! i j'. rug; Priigram Studf S1 1 lmu Kepemviatan (Konversi) Tnhun .4kademik 20 I 8f2O19, knmi
in il i iii Sep:tea Kepale Dinas Kesehzitan ivletro P«s»r. untuk dapst memberikan * Pr• •9urvcy
i.cp:if u Mahasiswa mrsebtrt clibawah ini :

NI : l420l20t7J9SP
M : IV (Empet)

PENCARUH RE EA KSAS1 EENSOR T ERHA Dz¥ P PEN £iRUNAht KA DA R


r.•ULA OARAH PENDM RTTA DIABETES AâELLITUS DI WILAYAH KERJA
PU8KES54AS METRO PUSAT TAHUN g0I9”

Um ifi ion surat pcmlohonao ini kami sampaikan atas P.orhetian dan L=rjasamanya yang baik
knn i Hcapk‹in tcrin\» kasih.

/ Pringsewu, 25 Marot 2019

77
I r6sir‹*:f,f:/*:.'«. ...u'f'.••,*GyrI y,*•»•,/.»‹'.*'‹f.*•*in/f:.;*ffc.s'su/prIuy.rr'l,{i}i'vfi•'z›.‹'u.iV

78
PEMEIWNTABKOTAMETRO
DINASKESEAATAN
3¥Icn Jeod..AJmx4 Y••t K 0z Vatp g¥72Sj 44a64 F•s f0 ¥¥}4¥¥ I

Ncmur : All * 2.03/2019 Kp#daYt


luuopiran

NPM : 142012tiI 2l9$P

MBTRO

3. Yang bersangkutm
4. Araip

79
KOJTE ET£K PENELITIAN KESEHATAN(XEPXj
STIKes.MUHAMMADIYA2j PRINGSEWU LAMPUNC
Jl.KH.Gh•lib to.1 1 • Pringsowu Lnnipung Tr ip: (07?,9) ** 537
Email : kepk.stikesmpl@gmail.com

pER5 TUJU AN KOMISI ETIK ’FENTAN.G PEr•AKSAN AAN PENEr.ITIAN

Nnrnor: 104fEEPK/STIKesMPL/05/2tj19

\’uiiJ: bcrtaiidu .tsngan di bawnh ini, keiun Komite etik Penelitian KesefuHan STI Kes
ñluliornmudis str Pringses*m. setelah dilnksnnakon pemeriksian due penilaiJ ushun penc t
iiiit

” PEN G AR UH RELA KSAS1 BENSON TERHADAP PENURUNAN KA DAR CULA

METRO PUSAT TAHUN 2019’

Nat,.:*
LILIK KURNIA TI
KIk'1
: 14201201 719?

.Usn I lnstitusi : STIKcs MLIH it\PM ADI Y AH PRINCiSE '

Unpii disc uj I:i petaksanaann› a selama tidsk bertenlnngan den¿cn nilai - nilai kemontisisxo dan
koctv elik penelitian. .

Pringsewe, 25 iller 2019


Komisi Etik Penelitian Kecebntaii

80
MAJ ELIS PE NDIDI KAN TING GI
SEX0£AX TIXGGI ILXV E£SEXATAX (STIX4‹)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
NO. SK : 546/SK/BA N-PT/A Fred/PT/VI/20SS
Alamat Jalan Makam KH. Ghalib No, 112 Telp. / Fax. (0729) 22537 Prlngsewu LaFnpung 35373

. z;, i /II.1 .AU/1‘/06/2019

: Permohonan lcin Penelitian

Eep ida Yth


Kepaln Dines Kesehatan Kota hletro

1 lalmia rangk:t ylaksanann penyusunan Skripsi mnhas*wa STtKes Muhanimodi}'ah Pringsew'u


1.urnpiiiig Pr«grrim Siudi S 1 llniu Keperawntao (Kons-crsi) Tahun Akndcnlik 201 8/201 9, 1.ami
riiohon kepada Kopala Dinas Kesehotan Kota Metro, untuk dapat memberikan izin l•<nel:ti'un
kepndn Mahixsiswa red debut diboivah ini :

Nenna : Lilik Kuroieti


NIM : 142012017I95P
Semester

Dengsn Judul Penelitian :


“PENGA RUI3 RELANSASI BENSON YERHADAP PENUR UNA N KAIIAR
I; ULA DARAH P ENOERTTA DIABETES fttERLI’FUS DI WjLAYAS$ KERJA
0U5KESMAS METRO PUS AT TAHUN g019”

Dernikian s=mt perm x ao in› kmi sampalknn a\a hotian dan ketj asamonya yang baik
kazHi ucapLan terima kastlt.

,Yes
. 909724

81
PEME TAH KOTA METRO
DINAS KESEHATAN
Jalan lend. Atnica Yanl No. 02 'felp tirzsj 44454 Metro Paz (0J25) 43S31
www,zaetrokota.go.id

Nomor Mr / .8sa /D-2.03/20 1 9 Kepada Yth,


Ketua Sekolah Tinggi
Ilmii Kexehat• tSTl
Izin Penelitian
Kes) Muliamnadivah
Pringsewu

Menindaklanjuti' Surai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes)


Muhammadiyah Pringscwv Lampung Nomor : 361/11.3.AU/F/06/2019 , tanggal : 25
April 2019 perihal Izin penelitian daiam rangka penyusuna skripsi mahasiswa
STIKes Muhamma4iy.lh Printtscivu Lnmpiing Program Studi Ilmu
Keperawetan (Ktinvcr.si) J'ahun AkadcmiL Ui1 5/201 9. pada prinsipnya kami
memberikan Izin terscf›ui Lepa‹la:

: I .11.1 K k!.'ItNl \’1l


: 1 -t*tI1 2u I 7I 9.^ I’
Judril : l’cngnmh kclaLsa i IJunsun ”Terhadap Penurunan Kadar Gula
Uarnh l’cn0crita Uiahctos Mellitus di WiIa¿6 Kerja
Puskesrnos Mefro I’ mat ”I'ahu• 2019

Catalan : Setelah selesei mengAdaknn penelitian, agar zrtezobarikaa kasilaye


sccala tcItu|is kepada Kepala Dinas Kesehalan Kota Mebo,
C@. Id B Pelajaran dan Sumber Haya Kesebatan.

Dwikian, untuk. diketahui dan dipergunakcn scba@»u»a ocsMya.

Plh, KEt•ALA Df tAS.KESEHATAN


KOJ'A‘ “’

NIP. 197008192002122003

1. Kepala Seksi Penycndalian P«nvakii 1*idnk Menular don Kcse\\atsn JiHa


2, Kcpala Pu Lesnlcs h4 tm
3, Yang bar.sangkut:In
4. Arsip

82
82

INFORMASI

PENGARUH RELAKSASI BENSON TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH


PENDERITA DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS METRO
PUSAT TAHUN 2019

Saya adalah Lilik Kurniati mahasiswa yang berasal dari STIKes Muhammadiyah
Pringsewu Lampung yang sedang melakukan penelitian untuk mengetahui adakah
pengaruh relaksasi benson terhadap penurunan kadar gula darah penderita
diabetes mellitus dan mengundang Anda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini,
keikutsertaan Anda dalam penelitian ini bersifat sukarela, jadi Anda dapat
memutuskan untuk berpartisipasi atau sebaliknya.

Tujuan Penelitian:
Mengetahui pengaruh relaksasi benson terhadap penurunan kadar gula darah
penderita diabetes mellitus di wilayah kerja puskesmas Metro.

Mengapa Subjek terpilih:


Anda terpilih karena sesuai dengan kriteria dalam pemilihan penelitian ini yaitu:
1) Beragama Islam
2) Bersedia menjadi responden
3) Penderita diabetes tipe 2 yang terdiagnosa pada tahun 2018
4) Mampu berkomunikasi dengan baik
5) Mampu membaca dan menulis

Tata Cara/Prosedur:
Adapun pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut:
a. Peneliti menjelaskan kepada calon responden yang telah memenuhi kriteria
sampel tentang tujuan, manfaat, prosedur pengumpulan data serta menanyakan
kesediaan calon responden. Bagi yang bersedia menjadi responden, peneliti
memberikan informed consent dan responden diminta untuk
menandatanganinya. Selain itu, responden juga diminta untuk mengisi data
diri sebagai gambaran karakteristik responden.
b. Peneliti melakukan pengukuran pertama (pretest) kadar gula darah pada
kelompok intervensi maupun kelompok kontrol.
c. Selanjutnya peneliti mengajarkan tentang cara melakukan teknik relaksasi
Benson kepada kelompok intervensi sesuai dengan standar operasional
prosedur dan meminta responden untuk menerapkanya 2 kali sehari selama 7
hari. Sementara kelompok kontrol diminta untuk melakukan rutinitas seperti
baisa.

83
83

d. Setelah responden menjalan relaksasi Benson sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan, peneliti melakukan pengukuran kembali (posstest) kadar gula
darah baik pada kelompok intervensi maupun pada kelompok kontrol dan data
yang telah terkumpul selanjutnya akan dilakukan pengolahan data.

Risiko dan ketidaknyamanan:


Kenyamanan anda mungkin agak sedikit terganggu karena waktu yang terpakai
untuk melakukan relaksasi benson selama 7 hari.
Akan mengalami ketidaknyamanan (rasa nyeri) pada waktu pengambilan darah
pemeriksaan kadar gula darah. Rasa nyeri akan di rasakan selama 3 detik saat
penusukan jarum di tangan melalui alat glukotest dan akan hilang selama 5 menit.

Manfaat (langsung untuk subjek dan umum):


Manfaat langsung kepada penderita diabetes mellitus adalah untuk menambah
informasi dan pengetahuan tentang relaksasi benson untuk mengontrol kadar gula
darah.
Manfaat umum adalah diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
apabila penelitian ini suatu saat terbukti ada pengaruh relaksasi benson terhadap
penurunan kadar gula penderita diabetes mellitus.

Prosedur alternatif:
Tidak ada

Kerahasiaan data:

Dalam penelitian ini peneliti melindungi privacy dan kerahasiaan identitas atau
yang diberikan nama inisial yang dicantumkan dalam lembar observasi.

Perkiraan jumlah subjek yang akan diikut sertakan:


Jumlah sample yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu 18 orang
kelompok intervensi dan 18 orang kelompok control sehingga total sampel yang
digunakan adalah 36 orang.

Kesukarelaan:
Responden yang mengikuti penelitian secara sukarela berhak mengundurkan diri.

Periode Keikutsertaan Subjek:


Penelitian ini dilakukan selama 7 hari, penderita diabetes mellitus yang menjadi
responden secara sukarela mengikuti penelitian ini dan berhak mengundurkan diri.

84 STIKes Muhammadiyah Pringsewu


Lampung
84

Subjek dapat dikeluarkan/mengundurkan diri dari penelitian:


Jika terdapat penderita diabetes mellitus yang mengundurkan diri saat penelitian
belum selesai maka penulis akan mencari responden yang lain agar penelitian
tetap berjalan sampai selesai.

Kemungkinan timbulnya pembiayaan dari perusahaan asuransi kesehatan


atau peneliti:
Tidak ada

Insentif dan kompensasi:


Penulis tidak memberikan insentif terhadap responden.
Penulis akan memberikan kompensasi berupa cinderamata (minyak goreng 1 liter)
kepada peserta yang menjadi responden sebagai pengganti waktu yang diluangkan
dalam mengikuti penelitian.

Pertanyaan:
Apabila responden ada pertanyaan bisa hubungi
Nama : Lilik Kurniati
No Hp : 081279191805

85 STIKes Muhammadiyah Pringsewu


Lampung
PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)
UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN
(INFORMED CONSENT)

Saya telah membaca atau memperoleh penjelasan, sepenuhnya menyadari,


mengerti, dan memahami tentang tujuan, manfaat, dan risiko yang mungkin
timbul dalam penelitian, serta telah diberi kesempatan untuk bertanya dan telah
dijawab dengan memuaskan, juga sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri dari
keikut sertaannya, maka saya setuju/tidak setuju*) ikut dalam penelitian ini,
yang berjudul : Pengaruh Relaksasi Benson Terhadap Penurunan Kadar Gula
Darah Penderita Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Metro Pusat
Tahun 2019.

Saya dengan sukarela memilih untuk ikut serta dalam penelitian ini tanpa
tekanan/paksaan siapapun. Saya akan diberikan salinan lembar penjelasan dan
formulir persetujuan yang telah saya tandatangani untuk arsip saya.
Saya setuju:
Ya/Tidak*)
Tanda tangan (bila
Tgl.:
tidak bisa dapat
digunakan cap jempol)
Nama Peserta :
Usia :
Alamat :
Nama Peneliti :

Nama Saksi :

*) coret yang tidak perlu


LEMBAR OBSERVASI
PENGARUH RELAKSASI BENSON TERHADAP PENURUNAN KADAR
GULA DARAH PENDERITA DIABETES MELLITUS

A. KARAKTERISTIK

Nomor/Inisial : ............................. Kelompok: .......................

Umur...............................................tahun

Suku : ............

Jenis Kelamin Laki- Perempuan


laki
:

Pekerjaan PNS/Polri/TNI
:
Wiraswasta

Tani

Ibu Rumah Tangga

Perguruan Tinggi
Pendidikan Terakhir
SMA/SMK
:
SMP

SD

Tidak Sekolah

Lama DM.......................................bulan

B. HASIL PENGUKURAN KADAR GULA DARAH (Diisi oleh Peneliti)

Kadar Gula Darah Sebelum (Pretest) Intervensi..................... mg/dl

Kadar Gula Darah Setelah (Posttest) Intervensi.....................mg/dl


STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

RELAKSASI BENSON

SPO RELAKSASI BENSON

Pengertian Relaksasi Benson merupakan relaksasi yang


menggabungkan antara teknik respons relaksasi dan
sistem keyakinan individu/faith factor (difokuskan pada
ungkapan tertentu berupa nama-nama Tuhan atau kata
yang memiliki makna menenangkan bagi pasien itu
sendiri) yang diucapkan berulang-ulang dengan ritme
teratur disertai sikap pasrah
Tujuan & Manfaat Menurunkan tingkat stres, cemas dan menurunkan kadar
gula darah
Prosedur Langkah Pertama:
a. Siapkan pasien, berikan informasi tentang teknik
relaksasi Benson. Mintalah persetujuan pasien
untuk bersedia melakukan relaksasi tersebut
(informed consent)
b. Pilihlah salah satu kata atau ungkapan singkat
yang mencerminkan keyakinan pasien. Anjurkan
pasien untuk memilih kata atau ungkapan yang
memiliki arti khusus bagi pasien tersebut. Fungsi
ungkapan ini dapat mengaktifkan keyakinan
pasien dan meningkatkan keinginan pasien untuk
menggunakan teknik tersebut.
c. Jangan memaksa pasien untuk menggunakan
ungkapan-ungkapan yang dipilih oleh perawat.
Langkah Kedua:
a. Atur posisi pasien senyaman mungkin. Mintalah
pasien untuk menunjukkan posisi mana yang ia
inginkan untuk melakukan terapi relaksasi
Benson.
b. Pengaturan posisi dapat dilakukan dengan cara
duduk, berlutut ataupun tiduran, selama tidak
mengganggu pikiran pasien.
c. Pikiran pasien jangan sampai terganggu oleh apa
pun termasuk karena adanya salah posisi atau
posisi yang tidak nyaman yang mengakibatkan
pasien menjadi tidak fokus pada intervensi yang
akan dilakukan. Lakukan modifikasi lingkungan
agar tidak gaduh, batasi pengunjung, atau jika
perlu tutup ruangan yang akan digunakan untuk
relaksasi dengan tirai tertutup khusus ruangan
Langkah Ketiga:
a. Anjurkan dan bimbing pasien untuk
memejamkan kedua mata sewajarnya.
b. Anjurkan pasien untuk menghindari
memicingkan atau menutupkan mata kuat-kuat.
c. Tindakan menutup mata dilakukan dengan wajar
dan tidak mengeluarkan banyak tenaga
Langkah Keempat:
Anjurkan pasien untuk melemaskan otot-ototnya:
a. Bimbing dan mulailah pasien untuk melemaskan
otot-ottot mulai dari kaki, betis, paha, sampai
dengan perut pasien.
b. Anjurkan pasien untuk mengendurkan semua
kelompok otot pada tubuh pasien
c. Anjurkan pasien untuk melemaskan kepala,
leher, dan pundak dengan memutar kepala dan
mengangkat pundak perlahan-lahan
d. Untuk lengan dan tangan, anjurkan pasien untuk
mengulurkan kedua tangannya, kemudian
mengendurkan otot-otot tangannya dan biarkan
terkulai wajar di pangkuan.
e. Anjurkan pasien untuk tidak memegang lutut,
kaki, atau mengaitkan kedua tangannya dengan
erat
Langkah Kelima:
Perhatikan napas dan mulailah menggunakan kata-
kata atau ungkapan fokus yang berakar pada
keyakinan pasien.
a. Anjurkan pasien untuk menarik napas melalui
hidung secara perlahan, pusatkan kesadaran
pasien pada pengembangan perut, tahanlah napas
sebentar sampai hitungan ketiga.
b. Setelah hitungan ketiga, keluarkan napas melalui
mulut secara perlahan-lahan (posisi mulut seperti
sedang bersiul) sambil mengucapkan ungkapan
yang telah dipilih pasien dan diulang-ulang
dalam hati selama mengeluarkan napas tersebut
Langkah Keenam:
a. Anjurkan pasien untuk mempertahankan sikap
pasif. Sikap pasif merupakan aspek penting
dalam membangkitkan respons relaksasi.
Anjurkan pasien untuk tetap berpikir tenang.
b. Saat melakukan teknik relaksasi, kerapkali
berbagai macam pikiran datang mengganggu
konsentrasi pasien. Oleh karena itu, anjurkan
pasien untuk tidak mempedulikannya dan
bersikap pasif
LEMBAR CEK LIST
PENGARUH RELAKSASI BENSON TERHADAP PENURUNAN KADAR
GULA DARAH PENDERITA DIABETES MELLITUS

Waktu Pelaksanaan
No Hari Tanggal Pagi Sore
Cek List Pukul Cek List Pukul
1

Metro,...................................
Peneliti

LILIK KURNIATI
142012017 195P
91

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Kelompok Intervensi
KGD
Umur Jenis Lama DM KGD Pretest
No Inisial Pendidikan Pekerjaan Posttest
(tahun) Kelamin (Bulan) (mg/dl)
(mg/dl)
1 Ny. R 31 Perempuan SMA IRT 12 171 143
2 Ny. S 49 Perempuan PT PNS 24 176 168
3 Ny. W 43 Perempuan SMA Wiraswasta 36 442 256
4 Tn. M 64 Laki-laki SMA PNS 8 220 145
5 Ny. H 64 Perempuan SMP IRT 36 171 100
6 Tn. R 51 Laki-laki SMP Wiraswasta 8 190 160
7 Ny. N 51 Perempuan SD IRT 7 204 201
8 Ny. J 63 Perempuan SD IRT 60 114 106
9 My. SK 60 Perempuan SMA IRT 12 234 162
10 Ny. MH 65 Perempuan SMP IRT 24 140 130
11 Ny. MI 31 Perempuan SMA IRT 48 278 210
12 Tn. S 51 Laki-laki SMA Wiraswasta 18 110 99
13 Ny. G 35 Perempuan SMP IRT 24 300 157
14 Ny. T 50 Perempuan SD IRT 120 307 140
15 Tn. SW 49 Laki-laki SD Tani 8 134 97
16 Ny. SH 60 Perempuan SD IRT 24 157 115
17 Ny. SW 54 Perempuan SMA IRT 24 202 134
18 Ny. WH 65 Perempuan SD IRT 12 266 232
Kelompok Kontrol
KGD
Umur Jenis Lama DM KGD Pretest
No Inisial Pendidikan Pekerjaan Posttest
(tahun) Kelamin (Bulan) (mg/dl)
(mg/dl)
1 Ny. B 54 Perempuan SMP Wiraswasta 36 166 158
2 Ny. E 54 Perempuan SMA IRT 60 162 148
3 Ny. SA 55 Perempuan SD IRT 216 202 207
4 Ny. P 48 Perempuan SMA IRT 24 260 231
5 Tn. E 52 Laki-laki SD Wiraswasta 12 151 229
6 Ny. M 53 Perempuan SMA IRT 36 103 137
7 Tn. S 70 Laki-laki PT PNS 60 383 276
8 Ny. S 67 Perempuan SD IRT 60 138 139
9 Ny. L 67 Perempuan SMA PNS 60 214 268
10 Tn. W 77 Laki-laki SD Tani 72 184 182
11 Ny. P 75 Perempuan SD IRT 12 100 165
12 Ny. S 63 Perempuan SD IRT 6 99 105
13 Tn. M 68 Laki-laki SMP Wiraswasta 36 120 147
14 Tn. K 69 Laki-laki SMP Wiraswasta 6 112 125
15 Tn. M 45 Laki-laki SD Tani 15 250 240
16 Tn. P 50 Laki-laki SMP Tani 12 203 190
17 Ny. M 45 Perempuan SMP IRT 6 234 235
18 Ny. W 38 Perempuan SD IRT 24 200 215

92
i

Karakteristik Responden

Usia dan Lama DM


Descriptives
Kelompok Statistic Std. Error
Usia Intervensi Mean 52.00 2.654
95% Confidence Interval Lower 46.40
for Mean 57.60
Bound
52.44
5% Trimmed Upper
51.00
Mean Median Bound
126.824
Variance
11.262
Std.
31
Deviation
65
Minimum
34
Maximum 16
Range -.649 .536
Interquartile -.482 1.038
Range Skewness
Kurtosis
Kontrol Mean 58.33 2.684
95% Confidence Interval Lower 52.67
for Mean 64.00
Bound
5% Trimmed Upper 58.43

Bound 54.50
Mean Median
129.647
Variance
11.386
Std.
38
Deviation
77
Minimum
39
Maximum
19
Range .036 .536
Interquartile -1.098 1.038
Range Skewness
Kurtosis
Lama_DM Intervensi Mean 28.06 6.418
95% Confidence Interval Lower 14.51
for Mean 41.60
Bound
5% Trimmed Upper 24.12
24.00
Mean Median Bound
741.467
Variance
27.230
Std.
7
Deviation
120
Minimum 113
Maximum 25
Range 2.529 .536
Interquartile 7.604 1.038
Range Skewness
Kurtosis
Kontrol Mean 41.83 11.511

93
ii

95% Confidence Interval for Lower Bound 17.55


Mean Upper Bound 66.12
5% Trimmed Mean 34.15
Median 30.00
Variance 2384.971
Std. Deviation 48.836
Minimum 6
Maximum 216
Range 210
Interquartile Range 48
Skewness 2.890 .536
Kurtosis 10.085 1.038

Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks


Usia Intervensi 18 15.67 282.00
Kontrol 18 21.33 384.00
Total 36
Lama_DM Intervensi 18 17.08 307.50
Kontrol 18 19.92 358.50
Total 36

Test Statisticsb

Usia Lama_DM
Mann-Whitney U 111.000 136.500
Wilcoxon W 282.000 307.500
Z -1.615 -.814
Asymp. Sig. (2-tailed) .106 .416
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .111a .424a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kelompok

94
iii

Jenis_Kelamin * Kelompok
Jenis_Kelamin * Kelompok Crosstabulation

Kelompok

Intervensi Kontrol Total


Jenis_Kelamin Laki-laki Count 4 7 11
% within Kelompok 22.2% 38.9% 30.6%
Perempuan Count 14 11 25
% within Kelompok 77.8% 61.1% 69.4%
Total Count 18 18 36
% within Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2- sided) (2- sided) sided)
Pearson Chi-Square 1.178a 1 .278
Continuity Correctionb .524 1 .469
Likelihood Ratio 1.190 1 .275
Fisher's Exact Test .471 .235
N of Valid Cases 36
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.50.
b. Computed only for a 2x2 table

Pekerjaan * Kelompok
Crosstab

Kelompok

Intervensi Kontrol Total


Pekerjaan IRT Count 12 9 21
% within Kelompok 66.7% 50.0% 58.3%
PNS Count 2 2 4
% within Kelompok 11.1% 11.1% 11.1%
Tani Count 1 3 4
% within Kelompok 5.6% 16.7% 11.1%
Wiraswasta Count 3 4 7
% within Kelompok 16.7% 22.2% 19.4%
Total Count 18 18 36
% within Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)


Pearson Chi-Square 1.571a 3 .666
Likelihood Ratio 1.620 3 .655
N of Valid Cases 36

95
iv

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)


a
Pearson Chi-Square 1.571 3 .666
Likelihood Ratio 1.620 3 .655
N of Valid Cases 36
a. 6 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.00.

Pendidikan * Kelompok
Crosstab

Kelompok
Intervensi Kontrol Total
Pendidikan PT Count 1 1 2
% within Kelompok 5.6% 5.6% 5.6%
SD Count 6 8 14
% within Kelompok 33.3% 44.4% 38.9%
SMA Count 7 4 11
% within Kelompok 38.9% 22.2% 30.6%
SMP Count 4 5 9
% within Kelompok 22.2% 27.8% 25.0%
Total Count 18 18 36
% within Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)


a
Pearson Chi-Square 1.215 3 .749
Likelihood Ratio 1.227 3 .747
N of Valid Cases 36
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.00.

96
v

Uji Normalitas

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total

Kelompok N Percent N Percent N Percent


KGD_Pretest Intervensi 18 100.0 0 .0% 18 100.0
% %
Kontrol 18 0 .0% 18
100.0 100.0
% %
KGD_Posttes Intervensi 18 100.0 0 .0% 18 100.0
% %
Kontrol 18 0 .0% 18
100.0 100.0
% %

Descriptives
Kelompok Statistic Std. Error
KGD_Pretest Intervensi Mean 212.00 19.562
95% Confidence Interval Lower 170.73
for Mean 253.27
Bound
204.89
5% Trimmed Upper
196.00
Mean Median Bound
6888.000
Variance
82.994
Std.
110
Deviation
442
Minimum
332
Maximum 116
Range 1.267 .536
Interquartile 2.127 1.038
Range Skewness
Kurtosis
Kontrol Mean 182.28 16.973
95% Confidence Interval for Lower Bound 146.47
Mean
Upper Bound 218.09
5% Trimmed Mean 175.75
Median 175.00
Variance 5185.624
Std. Deviation 72.011
Minimum 99
Maximum 383
Range 284
Interquartile Range 101
Skewness 1.189 .536

97
vi

Kurtosis 2.208 1.038

KGD_Posttes Intervensi Mean 153.06 10.923


95% Confidence Interval for Lower Bound 130.01
Mean 176.10
Upper Bound
5% Trimmed Mean 150.45
Median 144.00
Variance 2147.703
Std. Deviation 46.343
Minimum 97
Maximum 256
Range 159
Interquartile Range 64
Skewness .809 .536
Kurtosis .037 1.038
Kontrol Mean 188.72 12.029
95% Confidence Interval for Lower Bound 163.34
Mean 214.10
Upper Bound
5% Trimmed Mean 188.52
Median 186.00
Variance 2604.565
Std. Deviation 51.035
Minimum 105
Maximum 276
Range 171
Interquartile Range 87
Skewness .136 .536
Kurtosis -1.125 1.038

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.


*
KGD_Pretest Intervensi .150 18 .200 . 18 .
Kontrol .124 18 .200 * 907 18 075
. .
903 065
KGD_Posttes Intervensi .151 18 .200* . 18 .
Kontrol .123 18 .200* 923 18 145
. .
957 544
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.

98
vii

Paired T-
Test Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean


Pair 1 Pretest_Intervensi 212.00 18 82.994 19.562
Posttest_Intervensi 153.06 18 46.343 10.923
Pair 2 Pretest_Kontrol 182.28 18 72.011 16.973
Posttest_Kontrol 188.72 18 51.035 12.029

Paired Samples Correlations


N Correlation Sig.

Pair 1 pretest intervensi & postest


18 .778 .000
intervensi
Pair 2 pretest kontrol & pottest
18 .839 .000
kontrol

Paired Samples Test


Paired Differences
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Sig. (2-
t df tailed)
Std. Std.
Mean Deviation Error Lower Upper
Mean
Pai Pretest_Intervensi 58.94 55.212 13.014 31.488 86.401 4.529 17 .000
r1 - 4
Posttest_Intervens
i
Pai Pretest_Kontrol - 40.324 9.504 -26.497 13.608 -.678 17 .507
r2 - 6.444
Posttest_Kontrol

99
M/\JELIS PENDIDIKAN TINGGI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STlKes)
MUHAMMADIYAH PRINGSEWU — LAMPUNG
PROGRAM STUDI S l KEPERAWATAN
Jalan Makam KB. Gholib No.112 Telp./Fax/10 '29f 22S37 Pringsewu Lampung 35373

LEMBAR KONSUL

NIM
PROGRAM STUDI
PEMBIM&ING
JUDUL

k.I-..°oA°x «”»t•» " **f., *'*


L’ &' LtPAtAN 8|M 8INGAN
“' *

100
PROCiHAM STUDI Sr ILMU KI:PfiRAwa rw

LEMBAR KONSU L
URAFAN Bf MB£NGAN
BAB
NO IT‹t NGCAL

101
TANGGAL

102
TANGGAL URAIAN BIMBtNGAN

103
MAJELIS PENDIDIKAN TINGGI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN |
STIKe5) MUHAMMADIYAH PRINGSEWU —
LAMPUNG
PROGRAM STUOI S I KEPERAWATAN
Jalan Makam KH. Gholib No.112 Telp./Fax/{0729) 22S37 Pringsewu Lampung 35373

LEMBAR KONSULTASI
NAMA
NIM
PROGRAM STLIDi
PEMBJMBING

104
NO TANGGAL

105
xiv

106

Anda mungkin juga menyukai