Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPELA

A. Konsep Medis
1. Pengertian

Cidera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung

atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan kepala

atau otak (Borley & Grace, 2006).

Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat

adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun

efek sekunder dari trauma yang terjadi (pierce, 1995).

Cidera kepala merupakan trauma yang terjadi pada otak yang

disebabkan kekuatan atau tenaga dari luar yang menimbulkan berkurang

atau berubahnya kesedaran, kemampuan kognitf, kemampuan fisik,

perilaku, ataupun kemampuan emosi (Ignatavicius, 2009).

Jadi kesimpulannya cidera kepala adalah trauma yang mengenai

otak yang terjadi secara langsung atau tidak langsung atau efek

sekunder yang menyebabkan atau berpengaruh berubahnya fungsi

neurologis, kesadaran, kognitif, perilaku, dan emosi.

Menurut mansjoer (2000) cidera kepala tersebut dibedakan

menjadi ringan, sedang, berat. Adapun kriteria dari masing-masing

tersebut adalah

1. Cidera kepala ringan (CKR)


Tanda-tandanya adalah: a). Skor glasgow coma scale 15 (sadar

penuh, atentif, dan orientatif); b). Tidak ada kehilangan kesadaran

(misalnya konkusi); c). Tidak adanya intoksikasi alkohol atau obat

terlarang; d). Pasien dapat mengeluh sakit dan pusing; e). Pasien dapat

menderita laserasi, abrasi, atau hematoma kulit kepala.

2. Cidera kepala sedang (CKS)

Tanda-tandanya adalah a). Skor glasgow coma scale 9-14 (konfusi,

letargi, atau stupor); b). Konkusi; c). Amnesia pasca trauma; d).

Muntah; e). Kejang

3. Cidera kepala berat (CKB)

Tanda-tandanya adalah a). Skor glasgow coma scale 3-8 (koma); b).

Penurunan derajat kesadaran secara progresif; c). Tanda neurologis

fokal; d). Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium.

2. Etiologi

Menurut Borley & Grace (2006) cidera kepala dapat disebabkan karena

beberapa hal diantaranya adalah

1.Pukulan langsung

Dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup injury)

atau pada sisi yang berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam

tengkorak dan mengenai dinding yang berlawanan (contrecoup injury)

(hudak & gallo, 1996);


2. Rotasi / deselerasi

Fleksi, ekstensi, atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak yang

menyerang titik-titik tulang dalam tengkorak (misalnya pada sayap dari

tulang sfenoid). Rotasi yang hebat juga menyebabkan trauma robekan di

dalam substansi putih otak dan batang otak, menyebabkan cedera

aksonal dan bintik-bintik perdarahan intraserebral;

3. Tabrakan

Otak seringkali terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat

(terutama pada anak-anak yang elastis);

4. Peluru

Cenderung menimbulkan hilangnya jaringan seiring dengan trauma.

Pembengkakan otak merupakan masalah akibat disrupsi. Terngkorak

yang secara otomatis akan menekan otak;


5. Oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misalnya

kecelakaan, dipukul dan terjatuh;

6. Trauma saat lahir misalnya sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum;

7. Efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak;

8. Efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak.

3. Patofisiologi

Cidera kepala terjadi karena trauma tajam atau tumpul seperti terjatuh,

dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang dapat mengenai kepala dan otak

sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan pada funsi otak dan seluruh sistem

dalam tubuh. Bila trauma mengenai ekstra kranial akan dapat menyebabkan

adanya leserasi pada kulit kepala dan pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan.

Apabila perdarahan yang terjadi terus– menerus dapat menyebabkan terganggunya

aliran darah sehingga terjadi hipoksia. Akibat hipoksia ini otak mengalami edema

serebri dan peningkatan volume darah di otak sehingga tekanan intra kranial akan

meningkat. Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan fraktur

yang dapat menyebabkan desakan pada otak dan perdarahan pada otak, kondisi ini

dapat menyebabkan cidera intra kranial sehingga dapat meningkatkan tekanan

intra kranial, dampak peningkatan tekanan intra kranial antaralain terjadi

kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial

terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas

(Borley & Grace, 2006)

4. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera

otak.

Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005)

a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.

b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.

c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara,masalah tingkah laku

Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih

lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.

Cedera kepala sedang, Diane C (2002)

a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan atau

hahkan koma.

b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik,

perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik,

kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.

Cedera kepala berat, Diane C (2002)

a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah

terjadinya penurunan kesehatan.


b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka,

fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.

c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.

d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.

5. Penatalaksanaan

Menurut Smeltzer (2001) penatalaksanaan pada klien dengan cidera kepala antara

lain.

a. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis

sesuai dengan berat ringannya trauma.

b. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.

c. Pemberian analgetik.

d. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa

40% atau gliserol.

e. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi

anaerob diberikan metronidazole.

f. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam

pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan

lunak.

g. Pembedahan.
6. Komplikasi

Cidera kepala yang tidak teratasi dengan segera atau tidak optimal dalam

terapi maka dapat menyebabkan beberapa komplikasi yaitu

- Edema paru

Edema paru terjadi akibat refleks chusing yang disebabkan peningaktan tekanan

intra kranial yang berakibat terjadinya peningkatan respon simpatis. Peningkatan

vasokonstriksi tubuh secara umum akan lebih banyak darah yang dialirkan ke paru.

Perubahan permeabilitas pembuluh darah paru berperan dalam berpindahnya

cairan ke aleolus. Kerusakan difusi oksigen dan karbondioksida dari darah akan

menimbulkan peningkatan tekanan intra kranial lebih lanjut;

- Kebocoran cairan serebrospinal

Hal ini dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen yang terjadi pada 2-6%

pasien dengan cedera kepala tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan dengan

elevasi kepala setelah beberapa hari. Drainase lumbal dapat mempercepat proses

ini. Walaupun pasien memiliki resiko meningitis yang meningkat (biasanya

pneumokok). Otorea atau rinorea cairan serebrospinal yang menetap atau

meningitis yang berulang merupakan indikasi operasi reparatif (Rosjidi &

Nurhidayat, 2007).
B. Konsep Keperawatan
1. Pengakajian

a. Dasar data pengkajian pasien

Pengkajian data dasar meliputi tipe, lokasi, keparahan cedera dan mungkin

dipersulit oleh cedera tambahan pada organ vital

b. Aktivitas / istirahat

Gejala: merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan

Tanda: perubahan kesadaran, letargi, hemiparesis, ataksia cara berjalan tak

tegap, masalah dalam kesimbangan, cedera (trauma) ortopedi, kehilangan

tonus otot, otot spastik

c. Sirkulasi

Gejala: perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi). Perubahan

frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi bradikardi, disritmia)

d. Integritas Ego

Gejala: perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)

Tanda: cemas, mudah tersinggung, derilium, agitasi, bingung, depresi,

impulsif

e. Eliminasi

Gejala: inkontinensia kandung kemih/ usus atau mengalami gangguan fungsi

makanan/ cairan
f. Nutrisi

Gejala: mual, muntah, dan mengalami perubahan selera

Tanda: muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar,

disfagia)

g. Neurosensori

Gejala: kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,

sinkope, tinitius, kehilangan pendengaran, diplopia, kehilangan sebagian

lapang pandang, Fotopobia.

Tanda: perubahan kesadaran dari biasa sampai koma, perubahan status mental

(orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,

pengaruh emosi/tingkah laku, memori). Perubahan pupil(respon terhadap

cahaya, simetri). Deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan

penginderaan seperti penciuman, pengcapan dan pendengaran, wajah tidak

simetris, genggaman lemah, apraksia, sangat sensitif terhadap sentuhan dan

gerakan, kehilangan sensasi sebagian anggota tubuh, kesulitan dalam

menentukan posisi

h. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala: sakit kepala dengan intensitas, lokasi yang berbeda, biasanya lama

Tanda: wajah menyeringai, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat,

gelisah tidak bisa beristirahat, merintih


i. Pernapasan

Gejala: perubahan pola napas(apnea yang diselingi hiperventilasi), napas

berbunyi, stridor, tersedak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena

aspirasi)

j. Keamanan

Gejala: trauma baru/ trauma karena kecelakaan.

Tanda: fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, kulit laserasi, perubahan warna

seperti racoon eye, tanda bale disekitar telinga, demam , gangguan regulasi

suhu tubuh.

k. Interaksi sosial

Tanda: afasia motorik/sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang. (Doengoes,

1999).
2. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pola nafas b/d obstruksi trakeobronkial,

neurovaskuler, kerusakan medula oblongata (Doenges, 1999).

2. Gangguan perfusi jaringan cerebral b/d edema cerebri,

meningkatnya aliran darah ke otak (Doenges, 1999).

3. Nyeri kepala b/d cedera fisik, peningkatan tekanan intrakranial,

dan alat traksi (Doenges, 1999).

4. Perubahan persepsi sensori b/d penurunan kesadaran,

peningkatan tekanan intra kranial (Doenges, 1999).

5. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan

saraf motorik (Doenges, 1999).

6. Resiko infeksi b/d jaringan trauma, kerusakan kulit

kepala (Carpenito, 2006).

7. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d haluaran

urine dan elektrolit meningkat (Carpenito, 2006).

8. Gangguan kebutuhan nutrisi b/d kelemahan otot untuk

menguyah dan menelan (Carpenito, 2006)


3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Gangguan perfusi Gangguan perfusi jaringan 1. Pantau status neurologis secara Mengkaji adanya kecenderungan pada
jaringan dapat diatasi dengan teratur. tingkat
cerebral b/d oedema Kriteria hasil : kesadaran dan potensial peningkatan
cerebri, meningkatnya - Mampu tekanan intra kranial dan bermanfaat
aliran darah ke otak. mempertahankan tingkat dalam menentukan lokasi, perluasan dan
kesadaran. perkembangan kerusakan sistem saraf
- Fungsi sensori dan pusat.
motorik membaik. 2. Evaluasi kemampuan membuka
mata (spontan, rangsang nyeri).
Menentukan tingkat kesadaran.
3. Kaji respon motorik terhadap
perintah yang sederhana. (meremas
Mengukur kesadaran secara keseluruhan
dan melepas tangan pemeriksa).
dan kemampuan untuk berespon pada
rangsangan eksternal.
4. Pantau TTV dan catat hasilnya.
Untuk mengetahui status tekanan darah
dan adanya disritmia.
5. Anjurkan orang terdekat untuk
berbicara dengan klien. Ungkapan keluarga yang
menyenangkan klien tampak efek
relaksasi pada beberapa klien koma
6. Kolaborasi pemberian cairan sesuai yang menurunkan tekanan intra kranial.
indikasi melalui IV dengan alat
kontrol. Pembatasan cairan diperlukan untuk
menurunkan oedema cerebral:
meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler,
tekanan darah dan tekanan intra kranial.
Nyeri kepala b/d Rasa nyeri berkurang 1. Teliti keluhan nyeri, catat Mengidentifikasi karakteristik nyeri
peningkatan tekanan dengan intensitasnya, merupakan
intrakranial. Kriteria hasil : lokasinya dan lamanya. faktor yang penting untuk menentukan
1. pasien mengatakan terapi yang cocok serta mengevaluasi
nyeri berkurang. keefektifan dari terapi.
2. Pasien menunjukan
penurunan skala nyeri.
3. Ekspresi wajah klien
rileks.
2. Catat kemungkinan patofisiologi Pemahaman terhadap penyakit yang
yang khas, misalnya adanya mendasarinya membantu dalam
infeksi, trauma servikal. memilih intervensi yang sesuai.
3. Berikan kompres dingin / hangat Meningkatkan rasa nyaman dengan
pada kepala. menurunkan vasodilatasi.

4. Kolaborasi dalam pemberian Analgetika dapat mengurangi rasa


analgetika. nyeri yang dialami pasien.
Perubahan persepsi Fungsi persepsi sensori 1. Evaluasi secara teratur Fungsi cerebral bagian atas biasanya
sensori kembali perubahan terpengaruh
b/ d penurunan normal dengan Kriteria orientasi, kemampuan berbicara, lebih dahulu oleh adanya gangguan
kesadaran, hasil : alam perasaan, sensori dan proses sirkulasi, oksigenasi. Perubahan
peningkatan tekanan 1. mampu mengenali pikir. persepsi sensori motorik dan kognitif
intra kranial. orang dan lingkungan mungkin akan berkembang dan
sekitar. menetap dengan perbaikan respon
2. Mengakui adanya secara bertahap.
perubahan dalam
kemampuannya. 2. Kaji kesadaran sensori dengan Semua sistem sensori dapat
sentuhan, panas/ dingin, benda terpengaruh dengan adanya perubahan
tajam/ tumpul dan kesadaran yang melibatkan peningkatan atau
terhadap gerakan. penurunan sensitivitas atau kehilangan
sensasi untuk menerima dan berespon
sesuai dengan stimuli.
3. Bicara dengan suara yang lembut Pasien mungkin mengalami
dan pelan. Gunakan kalimat keterbatasan perhatian atau
pendek dan sederhana. pemahaman selama fase akut dan
Pertahankan kontak mata. penyembuhan. Dengan tindakan ini
akan membantu pasien untuk
memunculkan komunikasi.
4. Gunakan penerangan siang atau Mengurangi kelelahan, kejenuhan dan
malam. memberikan kesempatan untuk tidur
REM (ketidakadaan tidur REM ini
dapat meningkatkan gangguan persepsi
sensori).
5. Kolaborasi pada ahli fisioterapi, Pendekatan antar disiplin ilmu dapat
terapi okupasi, terapi wicara dan menciptakan rencana panatalaksanaan
terapi kognitif. terintegrasi yang berfokus pada
masalah klien
Gangguan mobilitas Pasien dapat melakukan 1. Periksa kembali kemampuan dan Mengidentifikasi kerusakan secara
fisik b/d spastisitas mobilitas fisik dengan keadaan secara fungsional pada fungsional dan mempengaruhi pilihan
kontraktur, kriteria hasil : kerusakan yang terjadi intervensi yang akan dilakukan.
kerusakan saraf 1. tidak adanya
motorik. kontraktur, footdrop.
2. Ada peningkatan
kekuatan dan fungsi
bagian tubuh yang
sakit.
3. Mampu
mendemonstrasikan
aktivitas 2. Pertahankan kesejajaran tubuh Penggunaan sepatu tenis hak tinggi
yang secara fungsional, seperti dapat membantu mencegah footdrop,
memungkinkan bokong, kaki, tangan. Pantau penggunaan bantal, gulungan alas tidur
dilakukannya selama penempatan alat atau dan bantal pasir dapat membantu
tanda penekanan dari alat mencegah terjadinya abnormal pada
tersebut. bokong.
3. Berikan/ bantu untuk latihan Mempertahankan mobilitas dan fungsi
rentang gerak sendi/ posisi normal ekstrimitas dan
menurunkan terjadinya vena statis.
4. Bantu pasien dalam program Proses penyembuhan yang lambat
latihan dan penggunaan alat seringakli menyertai trauma kepala dan
mobilisasi. Tingkatkan pemulihan fisik
aktivitas dan partisipasi dalam merupakan bagian yang sangat penting.
merawat Keterlibatan pasien dalam program
diri sendiri sesuai kemampuan. latihan sangat penting untuk
meningkatkan kerja sama atau
keberhasilan program.
Resiko infeksi b/d Tujuan : Setelah 1. Berikan perawatan aseptik dan Cara pertama untuk menghindari
jaringan trauma, dilakukan tindakan antiseptik, pertahankan teknik nosokomial infeksi.
kerusakan kulit keperawatan infeksi cuci tangan yang baik
kepala. tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda
infeksi (rubor, kalor,
dolor, tumor dan
fungsio laesa) 2. Observasi daerah kulit yang Deteksi dini perkembangan infeksi
2. Tanda-tanda vital mengalami kerusakan, daerah memungkinkan untuk melakukan
normal terutama suhu yang terpasang alat invasi, catat tindakan dengan segera dan
0
(36-37 C) karakteristik drainase dan adanya pencegahan terhadap komplikasi
inflamasi. selanjutnya.
3. Batasi pengunjung yang dapat Menurunkan pemajanan
menularkan infeksi atau cegah terhadap pembawa
pengunjung yang mengalami kuman infeksi.
infeksi saluran nafas atas.
4. Kolaborasi pemberian atibiotik Terapi profilaktik dapat digunakan
sesuai indikasi. pada pasien yang mengalami trauma,
kebocoran LCS atau setelah dilakukan
pembedahan untuk menurunkan resiko
terjadinya infeksi nosokomial.
Gangguan Ganguan keseimbangan 1. Kaji tanda klinis dehidrasi atau Deteksi dini dan intervensi dapat
keseimbangan cairan cairan dan elektrolit kelebihan cairan mencegah kekurangan / kelebihan
dan elektrolit b/d dapat teratasi dengan fluktuasi keseimbangan cairan.
haluaran urine dan kriteria hasil :
elektrolit meningkat. 1. Menunjukan

membran mukosa 2. Catat masukan dan haluaran, Kehilangan urinarius dapat


lembab, tanda vital hitung keseimbangan cairan, menunjukan terjadinya dehidrasi dan
normal haluaran urine ukur berat jenis urine. berat jenis urine adalah indikator
adekuat dan bebas hidrasi dan fungsi renal
oedema.
3. Kolaborasi pemeriksaan lab. Hipokalimia/ fofatemia dapat terjadi
kalium/fosfor serum, Ht dan karena perpindahan intraselluler
albumin serum. selama pemberian makan awal dan
menurunkan fungsi jantung bila
tidak diatasi.
Gangguan Pasien tidak mengalami 1. Kaji kemampuan pasien untuk Faktor ini menentukan terhadap jenis
gangguan nutrisi dengan mengunyah dan menelan, batuk makanan sehingga pasien harus
kebutuhan nutrisi b/ d kriteria hasil: dan mengatasi sekresi. terlindung dari aspirasi.
kelemahan otot 1. Tidak mengalami
untuk menguyah dan tanda- tanda mal
menelan nutrisi dengan nilai
lab. Dalam rentang
normal.
2. Peningkatan berat 2. Auskultasi bising usus, catat Fungsi bising usus pada umumnya
badan sesuai tujuan. adanya penurunan/ hilangnya tetap baik pada kasus cidera kepala.
atau suara hiperaktif. Jadi bising usus membantu dalam
menentukan respon untuk makan atau
berkembangnya komplikasi seperti
paralitik ileus.
3. Jaga keamanan saat memberikan Meningkatkan proses pencernaan dan
makan pada pasien, seperti toleransi pasien terhadap nutrisi yang
meninggikan kepala selama diberikan dan dapat meningkatkan
makan atatu selama pemberian kerjasama pasien saat makan
makan lewat NGT.
4. Kaji feses, cairan lambung, Perdarahan subakut/ akut dapat terjadi
muntah darah. dan perlu intervensi dan metode
alternatif pemberian makan.

Metode yang efektif untuk


5. Kolaborasi dengan ahli gizi. memberikan kebutuhan kalori.
Gangguan pola nafas Tidak terjadi gangguan 1. Pantau frekuensi, irama, Perubahan dapat menunjukan
b/d obstruksi pola nafas dengan kedalaman pernafasan. Catat komplikasi pulmonal atau menandakan
trakeobronkial, kriteria hasil : ketidakteraturan pernafasan. lokasi/ luasnya keterlibatan otak.
neurovaskuler, Memperlihatkan Pernafasan lambat, periode apneu
kerusakan medula pola nafas dapat menendakan perlunya ventilasi
oblongata. normal/ efektif, bebas mekanis.
sianosis dengan
GDA dalam
batas
normal pasien.
2. Angkat kepala tempat tidur sesuai Untuk memudahkan ekspansi paru dan
aturan posisi miring sesuai menjegah lidah jatuh yang menyumbat
indikasi. jalan nafas.
3. Anjurkan pasien untuk latihan Mencegah/ menurunkan atelektasis.
nafas dalam yang efektif jika
pasien sadar Untuk mengidentifikasi adanya
4. Auskultasi suara nafas. masalah paru seperti atelektasis,
Perhatikan daerah hipoventilasi kongesti atau obstruksi jalan nafas
dan adanya suara- suara yang membahayakan oksigenasi
tambahan yang tidak normal. serebral atau menandakan adanya
(cracklels, ronchi dan wheezing). infeksi paru (umumnya merupakan
komplikasi pada cidera kepala).
5. Kolaborasi untuk pemeriksaan Menentukan kecukupan oksigen,
AGD, tekanan oksimetri. keseimbangan asam-basa dan
kebutuhan akan terapi.
6. Berikan oksigen sesuai indikasi. Mencegah hipoksia, jika pusat
pernafasan tertekan. Biasanya dengan
menggunakan ventilator mekanis jika
ada gangguan pada medula oblongata.

Anda mungkin juga menyukai