Anda di halaman 1dari 57

1 Askep Bayi Baru Lahir

A. Definisi

Bayi baru lahir (neonatus) adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir dengan umur kehamilan 38-40 minggu.()
Bayi baru lahir adalah bayi baru lahir dengan umur kehamilan 38-40 minggu,lahir melalui jalan lahir dengan
presentasi kepala secara spontan tanpa gangguan, menangis kuat, nafas secara spontan dan teratur,berat badan
antara 2500-4000 gram.

Adaptasi bayi baru lahir


a. Sistem Kardiovaskular
Sistem kardiovaskular mengalami perubahan yang mencolok setelah bayi lahir, dimana foramen ovale,duktus
arterious dan duktus venosus menutup. Arteri umbilikalis, vena umbilikalis dan arteri hepatika menjadi ligamen.
Nafas pertama yang dilakukan bayi baru lahir membuat paru-paru berkembang dan menurunkan resistensi vaskular
pulmoner, sehingga darah paru mengalir. Tekanan arteri pulmoner menurun menyebabkan tekanan arterium kanan
menurun, aliran darah pulmoner kembali meningkat, masuk ke jantung bagian kiri, sehingga tekanan dalam atrium
kiri meningkat. Perubahan tekanan ini menyebabkan voramen ovale menutup.
Bila tekanan PO2 dalam darah arteri mencapai sekitar 50 mmHg, duktus arterious akan konstriksi (PO2 janin
27mmHg). Kemudian duktus arterious menutup dan menjadi sebuah ligamen. Tindakan mengklem dan memotong
tali pusat membuat arteri umbilikalis, vena umbilikalis dan duktus venosus segera menutup dan berubah menjadi
ligamen.
Denyut jantung bayi saat lahir berkisar antara 120-160 kali/menit, kemudian menurun 120-140 kali/menit.
Tekanan darah bayi baru lahir rata-rata 78/42 mmHg. Tekanan darah bayi berubah dari hari ke hari. Tekanan
sistolik bayi sering menurun sekitar 15mmHg selama 1 jam setelah kelahiran.

b. Sistem Pernapasan
Selama dalam uterus, janin mendapat O2 dari pertukaran gas melalui plasenta. Setelah bayi lahir pertukaran gas
harus melalui paru-paru bayi.
Rangsangan untuk gerakan pernapasan pertama adalah:
 Tekanan mekanis dari thorak saat melewati jalan lahir
 Penurunan Pa O2 dan kenaikan Pa CO2 merangsang khemoreseptor yang terletak pada sinus karotis
 Rangsangan dingin, bunyi, cahaya dan sensasi lain yang merangsang permukaan pernapasan
 Reflek deflasi Hering Breur
Pernafasan pertama pada bayi baru lahir normal dalam waktu 30 detik setelah lahir. Tekanan pada rongga dada
bayi pada saat melalui jalan lahir pervaginam mengakibatkan kelahiran kehilangan cairan paru 1/3 dari jumlahnya
(jumlah pada bayi normal 80-100 ml). Sehingga cairan ini diganti dengan udara. Pola pernapasan tertentu menjadi
karakteristik bayi baru lahir normal yang cukup bulan. Setelah pernafasan mulai berfungsi, nafas bayi menjadi
dangkaldan tidak teratur, bervariasi 30-60 kali/menit.
c. Sistem Hematopoiesis
Volume darah bayi baru lahir bervariasi dari 80-110 ml/kg selama hari pertama dan meningkat dua kali lipat pada
akhir tahun pertama. Nilai rata-rata hemoglobin dan sel darah merah lebih tinggi dari nilai normal orang dewasa.
Hemoglobin bayi baru lahir berkisar antara 14,5-22,5 gr/dl, hematokrit bervariasi dari 44% sampai 72% dan SDM
berkisar antara 5-7,5 juta/mm3. Leukosit janin dengan nilai hitungsel daerah putih sekitar 18.000/mm3,
merupakan nilai normal saat bayi lahir.
d. Sitem Gastrointestinal
Bayi baru lahir yang cukup bulan mampu menelan, mencerna, memetabolisme, mengabsorbsi protein, karbohidrat
sederhana dan mengemulsi lemak. Aktivitas peristaltik esofagus belum dikoordinasi pada awal kelahiran tapi
dengan cepat akan menjadi pola yang terkoordinasi dan bayi akan mampu menelan dengan mudah. Bising usus bayi
dapat didengar satu jam setelah kelahiran. Konsentrasi bakteri tertinggi terdapat dibagian bawah usus halus
terutama di usus besar. Flora normal usus akan membantu sintesis vitamin K, asam folat dan biotin. Kapasitas
lambung bervariasi dari 30-90 ml tergantung ukuran bayi, begitu juga untuk waktu pengosongan lambung, ini dapat
dipengaruhi oleh waktu pemberian makanan, volume makanan jenis makanan, suhu makanan dan stress psikis.

e. Sistem Imunitas
Ig A yang melindungi membran, lenyap dari traktus napas, urinarius dan gastrointestinal kecuali jika bayi diberi
ASI. Bayi yang menyusui mendapat kekebalan pasif dari kolostrum dan ASI. Tingkat proteksi bervariasi tergantung
pada usia, kematangan bayi serta sistem imunitas yang dimiliki ibu.

f. Sistem Integumen
Stuktur kulit bayi sudah terbentuk dari sejak lahir, tetapi masih belum matang. Epidermis dan dermis tidak terikat
dengan baik dan sangat tipis. Vernik kaseosa juga berfungsi sebagai lapisan pelindung kulit. Kulit bayi sangat
sensitif dan dapat rusak dengan mudah. Bayi baru lahir yang cukup bulan memiliki kulit kemerahan yang akan
memucat menjadi normal beberapa jam setelah kelahiran. Kulit sering terlihat bercak terutama sekitar
ektremitas. Tangan dan kaki sedikit sianotik (Akrosianotik). Ini disebabkan oleh ketidakstabilan vosomotor. Stasis
kapiler dan kadar hemoglobin yang tinggi. Keadaan ini normal, bersifat sementara dan bertahan selama 7-10 hari.
Terutama jika terpajan pada udara dingin.

g. Sistem Termogenik
Produksi panas pada bayi baru lahir dapat dihasilkan oleh aktivitas metabolisme lemak cokelat. Lemak cokelat
memilki vaskularisasi dan persarafan yang lebih kaya daripada lemak biasa sehingga aktivitas metabolisme lipid
dalam lemak cokelat dapat menghangatkan bayi baru lahir dengan meningkatkan produksi panas sebesar 100%.
Cadangan lemak cokelat biasanya bertahan beberapa minggu setelah bayi lahir dan menurun dengan cepat jika
terjadi stress dingin dan bayi tidak matur memiliki cadangan lemak cokelat yang lebih sedikit.

h. Sistem Reproduksi
Saat lahir ovarium bayi wanita berisi beribu-ribu sel germinal primitif yang akan berkurang sekitar 90% sejak bayi
lahir sampai dewasa. Peningkatan kadar estrogen selama masa hamil yang diikuti dengan penurunan setelah bayi
lahir mengakibatkan pengeluaran bercak darah melalui vagina. Genetalia eksterna biasanya edematosa disertai
hiperpigmentasi. Pada bayi prematur, klitoris menonjol dan labia mayora kecil dan terbuka.
Testis turun kedalam skrotum pada 90 % bayi baru lahir laki-laki. Prepusium yang ketat sering kali dijumpai pada
bayi baru lahir. Muara uretra dapat tertutup prepusium dan tidak dapat ditarik kebelakang selama 3-4 tahun.
Sebagai respon terhadap estrogen ibu, ukuran genetalia bayi baru lahir cukup bulan dapat meningkat begitu juga
pigmentasinya. Terdapat rugae yang melapisi kantong skrotum. Hidrokel sering terjadi dan akan mengecil tanpa
pengobatan.
Pembengkakan payudara pada bayi baru lahir disebabkan oleh peningkatan estrogen selama masa kehamilan. Pada
beberapa bayi baru lahir terlihat rabas encer (witch’s milk), ini tidak memiliki makna klinis, tidak perlu diobati,
akan hilang seiring dengan penurunan hormon ibu dalam tubuh bayi.

i. Sistem Neuromuskular
Bayi baru lahir memiliki banyak reflek primitif. Saat reflek muncul dan menghilang menunjukkan kematangan dan
perkembangan sistem syaraf yang baik.
Pengkajian Reflek Bayi Baru Lahir
REFLEKS PADA MATA:
1. Berkedip atau Refleks korneal:
Respon prilaku yang diharapkan: Bayi berkedip pada pemunculan sinar terang yang tiba-tiba atau pada pendekatan
objek ke arah kornea: harus menetap sepanjang hidup.
Deviasi: Tidak ada kedipan tidak simetris simetris menunjukkan adanya kerusakan pada syaraf kranial II, IV dan V.
2. Pupil: Pupil kontriksi bila sinar terang diarahkan padanya: reflek ini harus ada sepanjang hidup.
Deviasi: Kontriksi tidak sama pupil dilatasi terfiksasi
3. Mata boneka: Ketika kepala digerakkan dengan perlahan ke kanan dan ke kiri, mata normalnya tidak bergerak:
reflek ini harus hilang sesuai perkembangan.
Deviasi: Paralis abdusen asimetris
REFLEKS PADA HIDUNG:
1. Bersin: Respon spontan saluran terhadap iritasi atau obstruksi: reflek ini harus menetap sepanjang hidup.
Deviasi: Tidak ada bersin atau bersin terus menerus
2. Glabela: Ketukan halus pada glabela (bagian dahi antara dua alis mata) menyebabakan mata menutup dengan
rapat.
Deviasi: Tidak ada reflek
REFLEKS PADA MULUT DAN TENGGOROKAN
1. Menghisap: Bayi harus memulai gerakan menghisap kuat pada area sirkumolar sebagai respon terhadap
rangsang: reflek ini harus tetap ada selama masa bayi, bahkan tanpa rangsangan sekalipun, seperti pada saat tidur.
Deviasi: Menghisap lemah atau tidak ada
2. Muntah: Stimulasi faring posterior oleh makanan, hisapan, atau masuknya selang harus menyebabkan refleksi
muntah: reflek ini harus menetap sepanjang hidup
Deviasi: Tidak adanya reflek muntah menunjukkan adanya kerusakan pada syaraf glosoferingeal
3. Rooting: Menyentuh atau menekan dagu sepanjang sisi mulut akan menyebabkan bayi membalikan kepala ke
arah sisi tersebut dan mulai menghadap: harus hilang kira-kira pada usia 3-4 bulan, tetapi dapat menetap selama
12 bulan.
Deviasi: Tidak ada refleks, khususnya bila bayi tidak merasa kenyang
4. Ekstrusi:Bila lidah disentuh atau ditekan, bayi berespon dengan mendorongnya keluar: harus menghilang pada
usia 4 bulan
Deviasi: Protrusi konstan dari lidah dapat menunjukkan sindrom down
5. Menguap: Respon spontan terhadap penurunan oksigen dengan meningkatkan jumlah udara inspirasi, harus
menetap sepanjang hidup.
Deviasi: Tidak ada reflek
6. Batuk: Iritasi membran mukosa laring atau pohon trakeobronkial menyebabkan batuk: reflek ini harus tetap ada
sepanjang hidup: biasanya ada setelah hari pertama kelahiran.
Deviasi: Tidak ada reflek
REFLEKS PADA EKSTREMITAS
1. Menggenggam: Sentuhan pada telapak tangan atau telapak kaki dekat dasar jari menyebabkan fleksi tangan dan
jari kaki, genggaman telapak tangan harus berkurang setelah usia 3 bulan, digantikan dengan gerakan volunter,
genggaman plantar berkurang pada usia 8 bulan.
Deviasi: Fleksi asimetris dapat menunjukkan paralisis
2. Babinski: Tekanan ditelapak kaki bagian luar ke arah atas dari tumit dan menyilang bantalan kaki menyebabkan
jari kaki hiperekstensi dan halus dorsofleksi: reflek ini harus hilang setelah usia 1 tahun.
Deviasi: Menetap setelah usia 1 tahun menunjukkan lesi traktur piramidal
3. Klonus Pergelangan kaki: Dorsofleksi telapak kaki yang cepat ketika menopang lutut pada posisi fleksi parsial
mengakibatkan munculnya satu sampai dua gerakan oskilasi (denyut). Akhirnya tidak boleh ada denyut yang
teraba.
Deviasi: Beberapa denyutan
REFLEKS PADA MASSA/TUBUH
1. Moro: Denyutan atau perubahan tiba-tiba dalam ekuilibrium yang menyebabkan ekstensi dan abduksi
ekstremitas tiba-tiba serta mengipaskan jari membentuk huruf “C” diikuti dengan fleksi lemah: bayi mungkin
menangis: reflek ini harus hilang setelah usia 3-4 bulan, biasa paling kuat selama 2 bulan pertama
Deviasi: Menetapnya reflek moro 6 bulan terakhir dapat menunjukkan kerusakan otak reflek moro asimetris atau
tidak ada dapat menunjukkan cedera pada fleksus brakial, klavikula, atau humerus.
2. Startle: Suara keras yang tiba-tiba menyebabkan abduksi lengan dengan fleksi siku: tangan tetap tergenggam:
harus hilang pada usia 4 bulan.
Deviasi: Tidak adanya refleks ini menunjukkan kehilangan pendengaran
3. Perez: Saat bayi tertelungkup pada permukaan keras, ibu jari ditekan sepanjang medula spinalis dari sakrum ke
leher: bayi berespon dengan menangis, memfleksikan ekstremitas dan meninggikan pelvis dan kepala: lordosis
tulang belakang, serta dapat terjadi defekasi dan urinisasi, hilang pada usia 4-6 bulan.
Deviasi: Signifikasi hampir sama dengan reflek moro
4. Toknik leher asimetris (menengadah): Jika kepala bayi dimiringkan dengan cepat ke salah satu sisi, lengan dan
kakinya akan berekstensi pada sisi tersebut dan lengan yang berlawanan dan kaki fleksi,harus hilang pada usia 3-4
bulan, untuk digantikan dengan posisi simetris dari kedua sisi tubuh.
Deviasi: Tidak adanya atau menetapnya reflek ini menunjukkan kerusakan sistem syaraf.
5. Neck-rigthting: Jika bayi terlentang, kepala dipalingkan ke satu sisi: bahu dan batang tubuh membalik ke arah
tersebut, diikuti dengan pelvis: menghilang pada usia 10 bulan
Deviasi: Tidak ada: signifikansinya hampir sama dengan reflek tonik pada leher asimetris
6. Otolith-rigthing: Jika badan bayi yang tegak ditengadahkan, kepala kembali tegak, posisi tegak.
Deviasi: Tidak ada:signifikansinya hampir sama dengan tonikleher asimetris
7. Inkurvasi batang tubuh (Galant): Sentuhan pada punggung bayi sepanjang tulang belakang menyebabkan panggul
bergerak ke arah sisi yang distimulasi: refleks ini harus hilang pada usia 4 minggu.
Deviasi: Tidak adanya refleks ini menunjukkan lesi medula spinalis.
8. Menari atau melangkah: Jika bayi dipegang sedemikian rupa hingga telapak kaki menyentuh permukaan keras,
akan ada fleksi dan ekstensi resiprokal dari kaki, menstimulasi berjalan: harus hilang setelah usia 3-4 minggu,
digantikan oleh gerakan yang dikehendaki.
Deviasi: Langkah tidak simetris
9. Merangkak: Bayi bila ditempatkan pada abdomennya (tertelungkup), membuat gerakan merangkak dengan
tangan dan kaki: harus hilang kira-kira pada usia 6 minggu.
Deviasi: Gerakan tidak simetris
10. Placing: Bila bayi dipegang tegak dibawah lengannya dan sisi dorsal telapak kaki dengan tiba-tiba ditempatkan
diatas objek keras, seperti meja, kaki mengangkat seolah-olah telapak melangkah diatas meja, usia hilangnya
refleks ini bervariasi
Deviasi: Tidak ada reflek

Pengkajian fisik bayi baru lahir


1. Posture
a. Inspeksi
Bayi baru lahir akan memperlihatkan posisi didalam rahim selama beberapa hari
b. Riwayat persalinan
Tekanan saat dalam rahim pada anggota gerak atau bahu dapat menyebabkan ketidaksimetrisan wajah untuk
sementara atau menimbulkan tahanan saat ekstremitas akstensi.

2. Tanda-tanda vital
a. Suhu: aksila 36,5-37°C, suhu stabil setelah 8-10 jam kelahiran
b. Frekuensi Jantung: 120-140 denyut/menit, bisa tidak teratur untuk periode singkat, terutama setelah menangis
c. Pernafasan: 30-60 kali/menit
d. Tekanan Darah:
 78/42mmHg
 Pada waktu lahir, sistolik 60-80mmHg dan diastolik 40-50mmHg
 Setelah 10 hari, sistolik 95-100mmHg dan diastolik sedikit meningkat
 Tekanan darah bayi baru lahir bervariasi seiring perubahan tingkat aktivitas (terjaga,menangis atau tidur )
3. Pengukuran umum
a. Berat: berat badan lahir 2500-4000gr
b. Panjang badan: dari kepala sampai tumit 45-55cm
c. Lingkar kepala: diukur pada bagian yang terbesar yaitu oksipito-frontalis 33-35cm
d. Lingkar dada: mengukur pada garis buah dada, sekitar 30-33cm
e. Lingkar abdomen: mengukur di bawah umbilikalis, ukuran sama dengan lingkaran dada.
4. Integumen
a. Warna: biasanya merah muda, ikterik fisiologis dialami oleh 50% bayi cukup bulan dan hiperpigmentasi pada
areola, genetalia dan linia nigra. Perubahan warna normal seperti akrosianosis-sianosis tangan dan kaki dan kurtis
marmorata- motting sementara ketika bayi terpapar suhu rendah.
b. Kondisi: hari kedua sampai ketiga, mengelupas, kering. Tidak terdapat edema kulit, beberapa pembuluh darah
terlihat jelas di abdomen. Vernik kaseosa, putih seperti keju, tidak berbau dengan jumlah dan tempat yang
bervariasi, Lanugo di daerah bahu, pinna, telinga dan dahi dengan jumlah yang bervariasi
c. Turgor kulit: dengan mencubit kulit bagian daerah perut dan paha bagian dalam, turgor kulit baik saat kulit
segera kembali kekeadaan semula setelah cubitan dilepas. Indikator terbaik untuk dehidrasi adalah kehilangan
berat badan pada bayi baru lahir kehilangan 10% BB setelah lahir adalah normal.

5. Kepala
a. Kulit kepala: rambut keperakan, helai rambut satu-satu, jumlah bervariasi. Kadang terdapat kaput
suksedaneum: bisa memperlihatkan adanya ekimosis
b. Bentuk dan ukuran: ukuran kepala bayi baru lahir seperempat panjang tubuh, kadang sedikit tidak simetris
akibat posisi dalam rahim.
c. Fontanel: fontanel anterior bentuk berlian, 2-5 sampai 4,0 cm. Fontanel posterior bentuk segitiga 0,5 sampai 1
cm. Fontanel harus datar, lunak dan padat.
d. Sutura: teraba dan tidak menyatu

6. Mata
a. Letak: pada wajah dengan jarak antar mata masing-masing 1/3 jarak dari bagian luar kantus ke bagian luar
kantus yang lain.
b. Bentuk dan ukuran: ukuran dan bentuk simetris, kedua bola mata ukuran sama, refleks kornea sebagai respons
terhadap sentuhan, refleks pupil sebagai respo terhadap cahaya, reflek berkedip sebagai respon terhadap cahaya
atau sentuhan. Gerakan bola mata acak, dapat fokus sebentar, dan dapat melihat kearah garis tengah.

7. Hidung
Berada di garis tengah wajah, tampak tidak ada tulang hidung, datar, lebar, terdapat sedikit mucus tetapi tidak
ada lender yang keluar. Kadang bersin untuk membersihkan hidung.

8. Telinga
Terletak pada garis sepanjang kantus luar, terdiri dari tulang rawan padat, berespon terhadap suara dan bayi.

9. Mulut
Gerakan bibir simetris , gusi berwarna merah muda, palatum lunak dan palatum keras utuh, uvula digaris tengah,
terdapat reflek menghisap, rooting dan ekstrusi.
10. Leher
Leher pendek, dikelilingi lipatan kulit dan tidak terdapat selaput. Kepala terdapat digaris tengah. Muskulus
strenokleidomastoideus sama kuat dan tidak teraba massa, bebas bergerak dari satu sisi ke sisi lain, terdapat
reflek leher tonik, reflek neck-righting dan reflek orolith-ligthing.

11. Dada
Bentuk hampir bulat (sperti tong), gerakan dada simetris, gerakan dada dan perut sinkron dengan pernapasan.
Putting susu menonjol dan simetris, nodul payudara sekitar 6 mm pada bayi cukup bulan.

12. Abdomen
Bentuk abdomen bulat, menonjol, hati teraba 1-2 cm di bawah batas iga kanan. Tidak teraba massa, tidak distensi.
Bising usus terdengar 1-2 jam setelah lahir, mekonium keluar 24-28 jam setelah lahir. Batas antara tali pusat dan
kulit jelas, tidak terdapat usus halus didalamnya, tali pusat kering didasar dan tidak berbau.

13. Genetalia
a. Wanita: labia dan klitoris biasanya edema, labia minora lebih besar dari labia mayora, meatus uretral di
belakang klitoris, vernika kaseosa di antara labia, berkemih dalam 24 jam.
b. Laki-laki: lubang uretra pada puncak glen penis, testis dapat diraba di dalam setiap skrotum, skrotum biasanya
besar, edema, pendulus, dan tertutup dengan rugae, biasanya pigmentasi lebih gelap pada kulit kelompok etnik.
Smegma dan berkemih dalm 24 jam
c. Periksa anus ada atau tidak menggunakan termometer anus
14. Ekstremitas
Mempertahankan posisi seperti dalam rahim. Sepuluh jari tangan dan jari kaki, rentang gerak penuh, punggung
kuku merah muda, dengan sianosis sementara segera stelah lahir. Fleksi ekstremitas atas dan bawah. Telapak
biasanya datar, Ekstremitas simetris, Tonus otot sama secara bilateral, Nadi brakialis bilateral sama.

EVALUASI APGAR PADA BAYI BARU LAHIR


No. TANDA 0 1 3
1. Frekuensi jantung Tidak ada Dibawah 100 Diatas 100
2. Upaya pernapasan Tidak ada Lambat, tidak teratur Baik, menangis
3. Tonus otot Lemah Beberapa fleksi tungkai Gerakan aktif
4. Respon terhadap kateter dalam lubang hidung (diuji sesudah osofaring bersih) Tidak ada respon Menyeringai
Batuk atau bersin
5. Warna Biru,pucat Tubuh merah muda,tungkai biru Seluruhnya merah muda

Asfiksia : Bayi tidak dapat segera bernapas spontan dan teratur setelah lahir.
Asfiksia berat : Apgar skor = 0-3
Asfiksia ringan: Apgar skor =4-6

Penatalaksanaan

1. mengeringkan dengan segera dan membungkus bayi dengan kain yang cukup hangat untuk mencegah hipotermi.
2. Menghisap lendir untuk membersihkan jalan nafas sesuai kondisi dan kebutuhan.
3. Memotong dan mengikat tali pusat, memberi ntiseptik sesuai ketentuan setempat.
4. Bonding Attacment (kontak kulit dini) dan segera ditetekan pada ibunya.
5. Menilai apgar menit pertama dan menit kelima
6. Memberi identitas bayi: Pengecapan telapak kaki bayi dan ibu jari ibu, pemasangan gelang nama sesuai
ketentuan setempat
7. Mengukur suhu, pernafasan, denyut nadi.
8. Memandikan/membersihkan badan bayi, kalau suhu sudah stabil (bisa tunggu sampai enam jam setelah lahir)
9. Menetesi obat mata bayi untuk mencegah opthalmia – neonatorum.
10. Pemerikksaan fisik dan antropometri.
11. Pemberian vitamin K oral/parenteral sesuai kebijakan setempat.
12. Rooming in (rawat gabung): penuh atau partial.

Diagnosa keperawatan dan intervensi pada bayi baru lahir


1. Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan mucus berlebihan, posisi tidak tepat
Intervensi keperawatan
1. Hisap mulut dan naso faring dengan spuit bulb sesuai kebutuhan
2. Tekan bulb sebelum memasukkan dan mengaspirasi faring, kemudian hidung untuk mencegah aspirasi cairan
3. Dengan alat penghisap mekanis, batasi setiap upaya penghisapan sampai lima detik dengan waktu yang cukup
antara upaya tersebut memungkinkan reoksigenisasi
4. Posisikan bayi miring ke kanan setelah memberikan makan untuk mencegah aspirasi
5. Posisikan bayi telungkup atau miring selama tidur
6. Lakukan sedikit mungkin prosedur pada bayi selama jam pertama dan sediakan oksigen untuk digunakan bila
terjadi distress pernapasan
7. Ukur tanda vital sesuai kebijakan institusional dan lebih sering bila perlu. Observasi adanya tanda-tanda distres
pernapasan dan laporkan adanya hal berikut dengan segera: tacipnea, mengorok, stridor, bunyi napas abnormal,
pernapasan cuping hidung, sianosis.
8. Pertahankan popok, pakaian dan selimut cukup longgar untuk memungkinkan ekspansi paru maksimum
(abdomen) dan untuk menghindari terlalu panas
9. Bersihkan lubang hidung dari sekresi kering selama mandi atau bila perlu.
10. Periksa kepatenan lubang hidung.

2. Resiko tinggi perubahan suhu tubuh berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur, perubahan suhu lingkungan.
Intervensi keperawatan:
1. Selimuti bayi dengan rapat dalam selimut hangat
2. Tempatkan bayi dalam lingkungan yang dihangatkan sebelumnya di bawah penghangat radian atau di dekat ibu
3. Tempatkan bayi pada permukaan yang diberi bantalan dan penutup
4. Ukur suhu bayi pada saat tiba di tempat perawatan atau kamar ibu: lakukan sesuai kebijakan rumah sakit
mengenai metode dan frekuensi pemantauan
5. Pertahankan temperatur ruangan antara 24°C-25,5°C dan kelembaban sekitar 40% sampai 50%
6. Berikan mandi awal sesuai kebijakan rumah sakit, cegah menggigil pada bayi sebelum mandi dan tunda mandi
bila ada pertanyaan mengenai stabilisasi suhu tubuh
7. Beri pakaian dan popok pada bayi dan bedong dalam selimut
8. Berikan penutup kepala pada bayi bila kehilangan panas menjadi masalah karena area permukaan besar dari
kepala memungkinkan terjadinya kehilangan panas
9. Buka hanya satu area tubuh untuk memeriksa atau prosedur
10. Waspada terhadap tanda hipotermia atau hipertermia.

3. Resiko tinggi infeksi atau inflamasi berhubungan dengan kurangnya pertahanan imunologis, faktor lingkungan,
penyakit ibu
Intervensi keperawatan:
1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat setiap bayi
2. Pakai sarung tangan ketika kontak dengan sekresi tubuh
3. Periksa mata setiap hari untuk melihat adanya tanda-tanda inflamasi
4. Jaga bayi dari sumber potensial infeksi
5. Bersihkan vulva pada arah posterior untuk mencegah kontaminasi fecal terhadap vagina atau uretra

4. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan ketidakberdayaan fisik


Intervensi keperawatan:
1. Hindari penggunaan termometer rektal karena resiko perforasi rektal
2. Jangan pernah meninggalkan bayi tanpa pengawasan di atas permukaan tinggi tanpa pagar
3. Jaga agar objek tajam atau runcing berada jauh dari tubuh bayi
4. Jaga agar kuku jari sendiri tetap pendek dan tumpul, hindari perhiasan yang dapat melukai bayi
5. Lakukan metode yang tepat dalam penanganan dan pemindahan bayi

5. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan imaturas, kurangnya
pengetahuan orang tua
Intervensi keperawatan:
1. Kaji kekuatan menghisap dan koordinasi dengan menelan untuk mengidentifikasi kemungkinan masalah yang
mempengaruhi makan
2. Berikan masukan awal sesuai keinginan orang tua, kebijakan RS dan protokol praktisi
3. Siapkan untuk pemberian makan yang dibutuhkan dari bayi yang minum ASI, pemberian makan malam
ditentukan oleh kondisi dan keinginan ibu
4. Berikan yang makan dengan botol 2-3 formula setiap 3-4 jam atau sesuai kebutuhan
5. Dukung dan bantu ibu menyusui selama pemberian makan awal dan lebih sering bila perlu
6. Hindari pemberian makan suplemen atau air rutin untuk bayi yang minum ASI
7. Dorong ayah atau orang tua pendukung lain untuk tetap bersama ibu untuk membantu ibu dan bayi dalam
merubah posisi, relaksasi dll
8. Dorong ayah atau orang pendukung lain untuk berpartisipasi dalam pemberian makan dengan botol
9. Tempatkan bayi miring ke kanan setelah makan untuk mencegah aspirasi
10. Observasi pola feces

6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis maturasi, kelahiran bayi cukup bulan, perubahan dalam
unit keluarga
Intervensi
1. Segera mungkin setelah kelahiran dorong orang tua untuk melihat dan menggendong bayi, tempatkan bayi baru
lahir dekat ke wajah orang tua untuk menciptakan kontak sosial
2. Idealnya lakukan perawatn mata setelah pertemuan awal bayi dengan orang tua, dalam 1 jam setelah kelahiran
bila bayi terjaga dan paling mungkin untuk berhubungan secara visual dengan orang tua
3. Identifikasikan untuk orang tua prilaku khusus yang ditunjukkan pada bayi (mis: kesadaran, kemampuan untuk
melihat, penghisapan yang kuat, rooting dan perhatiakn pada suara manusia)
4. Izinkan saudara kandung untuk berkunjung dan menyentuh bayi baru lahir bila mungkin
5. Jelaskan perbedaan fisik pada bayi baru lahir, seperti kepala botak, potongan tali pusat dan klemny dll
6. Jelaskan pada saudara kandung harapan realistis mengenai kemampuan pada bayi baru lahir contoh:
memerlukan perawatan komplit, bukan teman bermain
7. Dorong saudara kandung untuk berpartisipasi dalam perawatan dirumah agar mereka merasa menjadi bagian
dari pengalaman
8. Dorong orang tua untuk menghabiskan waktu dengan anak-anaknya yang lain dirumah untuk mengurangi
perasaan cemburu terhadap saudara baru
Implikasi Keperawatan
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pada bayi lahir normal umumnya tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium, namun kadang-kadang dengan dengan
riwayat kehamilan dan kondisi tertentu perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi tertentu perlu
dilakukan pemeriksaan sesuai indikasi dan kebijakan setempat antara lain:
1. Gula darah sewaktu untuk mendeteksi secara dini adanya hipoglikemia pada bayi dengan kondisi tertentu.
Diagnosa keperawatan:
Beresiko gangguan neurologi berhubungan dengan hipoglikemia.
Hasil yang diharapkan, hipoglikemia terdeteksi secara dini dan teratasi sehingga tidak terjadi kerusakan /
gangguan neurologik.
Intervensi keperawatan:
a. Tingkatkan termoregulasi untuk memenuhi kebutuhan glukosa.
b. Observasi ketat kondisi umum bayi
c. Beri minum dan pengobatan segera sesuai kondisi bayi.
2. Bilirubin direk dan indirek, golongan darah A B O dan rhesus faktor, Hb, Ht, leko dan trombosit, untuk yang ada
indikasi.
Diagnosa keperawatan:
a. Potensial infeksi sehubungan dengan adanya perlukan pada kulit.
Intervensi keperawatan:
• Melakukan tindakan dengan memenuhi standar aseptik dan antiseptik
• Menjaga kebersihan kulit bayi
• Mengobservasi dan mencatat dengan baik sebelum dan sesudah merawat setiap bayi
b. Cemas (orang tua) berhubungan dengan prosedur pemeriksaan laboratorium pada bayi.
• Kaji pengetahuan dan kekhawatiran orang tua tentang perlunya pemeriksaan laboratorium.
• Beri penjelasan dengan bahasa yang mudah diterima orang tua tentang perlunya dan prosedur pemeriksaan.
• Informasikan hasil pemikiran kepada orang tua secepat mungkin
• Beri pendampingan dan dukungan sesuai kebutuhan

b. Obat-obatan
1. Vitamin K Vitamin K penting untuk mempertahankan mekanisme pembekuan darah yang normal.pada bayi yang
baru lahir, karena usus yang amsih steril, bayi belum mampu membentuk vitamin K nya sendiri untuk beberapa
hari pertama, begitu juga bagi bayi yang mendapat ASI secara eksklusive juga beresiko mengalami kekurangan
vitamin K Fakta menunjukan cukup banyak bayi baru lahir mengalami pendarahan terutama di otak dan saluran
cerna, oleh karena itu bayi perlu diberi vitamin K sebagai tindakan pencegahan terhadap pendarahan.
Vitamin K yang diberikan yaitu vitamin K1 (phytonadione) untuk meningkatkan pembentukan promthrombin.
Pemberiannya biasa secara parental, 0,5 – 1 mg i.m dengan dosis satu kali segera setelah lahir (sebelum 24 jam).
Pemberian vitamin K1 bisa juga secara oral denagan ketentuan 2 mg apabila berat badan lahir lebih dari 2500 gram
segera setelah lahir dan diulangi dengan dosis yang sama (2 mg) pada hari keempat. Bila berat badan lahir kurang
dari 2500 gram, dosis yang dianjurkan adalah 1 mg dengan cara pemberian yang sama yaitu hari pertama dan ke
empat setelah lahir.
Diagnosa keperawatan:
Beresiko aspirasi berhubungan dengan muntah setlah pemberian obat.
Intervensi keperawatan:
a. Beritahu orang tua (ibu) tentang kebijakan pemberian obat vitamin K1
b. Beri obat secara hati-hati agar tidak tersedak
c. Bayi ditidurkan pada posisi miring (side position) setelah minum
d. Observasi bayi secara rutin
e. Pada pemberian oral, ingatkan pada ibu perlu dosis ulangan pada hari keempat

2. Tetes / zalf mata Pada bayi baru lahir yang normal, walaupun belum terdeteksi adanya masalah, kadang-kadang
perlu juga memberikan obat-obatan tertentu sebagai tidakan pencegahan yang rutin. Obat profilaksis yang rutin
diberikan adalah:
1. Vitamin K
2. Tetes / zalf mata

Pada bayi baru lahir secara rutin diberikan tetes mata nitrat perak 1% atau eritromycin tetes mata untuk
mencegah oftalmia neonatorum.
Pada situasi tidak tersedianya nitrat perak 1% atau erytromycin dapat diberikan obat tetes / zalf mata dari jenis
antibiotika lain, misalnya garamicin. Terramicin, kemicetin atau tetracilin tetes /zalf mata diberikan pada kedua
belah mata, obat diteteskan pada bagian dalam dari konjungtiva kelopak bawah mata. Dosis umumnya masing-
masing mata satu tetes.
Intervensi keperawatan:
a. Jaga kebersihan mata bayi
b. Cuci tangan secara rutin sebelum dan sesudah merawat bayi.
c. Pastikan obat yang dipakai tepat konsentrasinya dan dalam kondisi baik
d. Beri tetes / zalf mata setelah bayi kontak pertama dengan ibu, karena terutama zalf mata dianggap dapat
menghambat proses bonding dan attachment karena mengaburkan pandangan bayi (menghalangi eye contact)
e. Observasi tanda-tanda inveksi mata atau reaksi alergi
f. Dokumentasikan semua dengan singkat dan tepat.

Perawatan setelah bayi pulang kerumah:


Beri pengetahuan kepada keluarga:
1. Anjurkan ibu untuk memberikan ASI minimal 2 atau 3 jam sekali,namun jika bayi memerlukan lebih dari itu
maka sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan bayi.
2. Anjurkan pada keluarga untuk menjemur bayi 5 sampai 10 menit tiap pagi hari.
3. Anjurkan kepada keluarga untuk selalu merawat tali pusat selama tali pusat belum lepas.
4. Anjurkan keluarga untuk selalu memandikan bayi atau selalu memperhatikan kebersihan bayi.
5. Anjurkan keluarga untuk selalu memberikan imunisasi

2ASUHAN KEPERAWATAN INFERTILITAS
Maret 2, 2012 oleh eviesetya

ASUHAN KEPERAWATAN INFERTILITAS


A. Definisi Infertilitas
Menurut ahli reproduksi endokrinologi, infertilitas adalah (en.wikipedia.org, www.emedicine
health.com, inasoengkowo, 2009):
1. -Tidak hamil setelah 12 bulan melakukan hubungan intim secara rutin (1-3 kali seminggu) dan
bebas kontrasepsi bila perempuan berumur kurang dari 34 tahun.
2. – Tidak hamil setelah 6 bulan melakukan hubungan intim secara rutin (1-3 kali seminggu) dan
bebas kontrasepsi bila perempuan berumur lebih dari 35 tahun.
3. – Perempuan yang bisa hamil namun tidak sampai melahirkan sesuai masanya (37-42
minggu).
Infertilitas sendiri ada dua macam, yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder. Pasangan
dengan infertilitas primer tidak bisa hamil sedangkan infertilitas sekunder adalah sulit untuk
hamil setelah sudah pernah sekali hamil dan melahirkan secara normal sebelumnya
(en.wikipedia.org).
B. Epidemiologi
Infertlitas merupakan permasalahan global di bidang reproduksi kesehatan yang sangat
kompleks. Perlu penataan rasional dan terpadu. Data menunjukkan bahwa pasangan infertil di
Britain setiap tahun ada 25%, Swedia 10% . Prevalensi di dunia yang mengalami masalah
fertilitas setiap tahun adalah 1 dari 7 pasangan. Pasangan infertil di Indonesia tahun 2009 adalah
50 juta pasangan atau 15-20% (en.wikipedia.org, inasoengkowo, 2009).
C. Etiologi
Pada wanita (asuh.wikia.com; en.wikipedia.org)
1. Gangguan organ reproduksi:
a) -Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina yang akan membunuh sperma dan
pengkerutan vagina yang akan menghambat transportasi sperma ke vagina
b) -Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon esterogen yang mengganggu pengeluaran
mukus serviks. Apabila mukus sedikit di serviks, perjalanan sperma ke dalam rahim terganggu.
Selain itu, bekas operasi pada serviks yang menyisakan jaringan parut juga dapat menutup
serviks sehingga sperma tidak dapat masuk ke rahim
c) -Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang mengganggu
pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang menyebabkan terjadinya gangguan
suplai darah untuk perkembangan fetus dan akhirnya terjadi abortus berulang
d) -Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba falopii dan terjadi
obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat bertemu
2. Gangguan ovulasi
Gangguan ovulasi ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal seperti adanya hambatan
pada sekresi hormon FSH dan LH yang memiliki pengaruh besar terhadap ovulasi. Hambatan ini
dapat terjadi karena adanya tumor kranial, stress, dan penggunaan obat-obatan yang
menyebabkan terjadinya disfungsi hipothalamus dan hipofise. Bila terjadi gangguan sekresi
kedua hormon ini, maka folikel mengalami hambatan untuk matang dan berakhir pada gangguan
ovulasi.
3. Kegagalan implantasi
Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami kegagalan dalam mempersiapkan
endometrium untuk nidasi. Setelah terjadi pembuahan, proses nidasi pada endometrium tidak
berlangsung baik. Akibatnya fetus tidak dapat berkembang dan terjadilah abortus.
4. Endometriosis
Kondisi menebalnya lapisan endometrium di tuba falopii atau ovarium. Kondisi ini sering
menimbulkan kista. Kista dapat mengganggupematangan folikel dan pelepasan sel telur.
5. Abrasi genetis
Translokasi Robertsonian menyebabkan aborsi spontan atau infertilitas primer
6. Faktor immunologis
Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu memberikan reaksi
sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat menyebabkan abortus spontan pada wanita
hamil.
7. Lingkungan
Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas ananstesi, zat kimia, dan pestisida dapat
menyebabkan toxic pada seluruh bagian tubuh termasuk organ reproduksi yang akan
mempengaruhi kesuburan.
8. Usia
Usia 35 tahun peluang seorang wanita akan hamil adalah 95% setelah rutin melakukan hubungan
seks selama 3 tahun, pada wanita 38 tahun peluangnya akan turun menjadi 75%.
Pada Pria
Ada beberapa kelainan umum yang dapat menyebabkan infertilitas pada pria yaitu :
1) Abnormalitas sperma; morfologi, motilitas
2) Abnormalitas ejakulasi; ejakulasi retrograde, hipospadia
3) Abnormalitas ereksi
4) Abnormalitas cairan semen; perubahan pH dan perubahan komposisi kimiawi
5) Infeksi pada saluran genital yang meninggalkan jaringan parut sehingga terjadi penyempitan
pada obstruksi pada saluran genital
6) Lingkungan; Radiasi, obat-obatan anti kanker
7) Abrasi genetik
D. Patofisiologi
Infertilitas akan timbul bila syarat-syarat kehamilan tidak dapat terpenuhi. Syarat-syarat
kehamilan normal menurut Abdullah (2004), adalah:
1) -Testis menghasilkan sperma
2) -Ovarium menghasilkan ovum
3) -Tuba fallopii patent
4) -Endometrium/uterus mampu menunjang/mempertahankan kehamilan
5) -Lendir serviks normal
E. Tanda dan Gejala
Infertilitas ditunjukkan dengan kehamilan yang tidak kunjung tiba. Secara lebih lanjut akan
muncul stress berkepanjangan pada pasutri. Apabila pasutri sudah mempunyai anak maka akan
dijadikan tumpuan emosional (www.nlm.nih.gov).
F. Komplikasi
OHSS (Ovarian hyperstimulation syndrome) muncul karena pengobatam yang dipergunakan
untuk menstimulasi ovarium, gejalanya (www.nhs.uk):
1) mual
2) muntah
3) nyeri abdomen
4) konstipasi
5) diare
6) urine keruh
7) thrombosis
8) disfungsi ginjal dan hati
9) sulit bernapas
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan fisik
a) Hirsutisme diukur dengan skala Ferriman dan Gallway, jerawat
a) Pembesaran kel. Tiroid
b) Galaktorea
c) Inspeksi lendir serviks ditunjukkan dengan kualitas mukus
d) PDV untuk menunjukkan adanya tumor uterus / adneksa
2. Pemeriksaan penunjang
a) Analisis Sperma :
1) Jumlah > 20 juta/ml
2) Morfologi > 40 %
3) Motilitas > 60 %
b) Deteksi ovulasi :
1) Anamnesis siklus menstruasi, 90 % siklus menstrusi teratur :siklus ovulatoar
2) Peningkatan suhu badan basal, meningkat 0,6 – 1oC setelah ovulasi : Bifasik
3) Uji benang lendir serviks dan uji pakis, sesaat sebelum ovulasi : lendir serviks encer, daya
membenang lebih panjang, pembentukan gambaran daun pakis dan terjadi Estradiol meningkat
4) Biopsi Endometrium
Beberapa hari menjelang haid , Endometrium fase sekresi : siklus ovulatoar, Endometrium fase
proliferasi/gambaran, Hiperplasia : siklus Anovulatoar
5) Hormonal: FSH, LH, E2, PROGESTERON, PROLAKTIN
FSH serum : 10 – 60 mIU/ml
LH serum : 15 – 60 mIU/ml
Estradiol : 200 – 600 pg/ml
Progesteron : 5 – 20 mg/ml
Prolaktin : 2 – 20 mg/ml
c. USG transvaginal
Secara serial : adanya ovulasi dan perkiraan saat ovulasi
Ovulasi : ukuran folikel 18 – 24 m
d. Histerosalpinografi
1) Radiografi kavum uteri dan tuba dengan pemberian materi kontras. Disini dapat dilihat
kelainan uterus, distrosi rongga uterus dan tuba uteri, jaringan parut dan adesi akibat proses
radang. Dilakukan secara terjadwal. Menilai Faktor tuba : lumen, mukosa, oklusi, perlengketan
2) Faktor uterus : kelainan kongenital (Hipoplasia, septum, bikornus, Duplex), mioma, polip,
adhesi intrauterin (sindroma asherman)
3) Dilakukan pada fase proliferasi : 3 hari setelah haid bersih dan sebelum perkiraan ovulasi
4) Keterbatasan : tidak bisa menilai
5) Kelainan Dinding tuba : kaku, sklerotik
6) Fimbria : Fimosis fimbria
7) Perlengketan genitalia Int.
8) Endometriosis
9) Kista ovarium
10) Patensi tuba dapat dinilai :HSG, Hidrotubasi (Cairan), Pertubasi (gas CO2)
5. Pemeriksaan pelvis ultrasound
Untuk memvisualisasi jaringan pelvis, misalnya untuk identifikasi kelainan, perkembangan dan
maturitas folikuler, serta informasi kehamilan intra uterin.
6. Uji paska sanggama (UPS)
Syarat :
Pemeriksaan Lendir serviks + 6 – 10 jam paska sanggama
Waktu sanggama sekitar ovulasi, bentuk lendir normal setelah kering terlihat seperti daun pakis
Menilai :
Reseptifitas dan kemampuan sperma untuk hidup pada lendir serviks
Penilaian UPS : Baik : > 10 sperma / LPB
7. Laparoskopi :
Gambaran visualisasi genitalia interna secara internal menyuluruh
Menilai faktor :
a) Peritoneum/endometriosis
b) Perlengketan genitalia Interna
c) Tuba : patensi, dinding, fimbria
d) Uterus : mioma
e) Ovulasi : Stigma pada ovarium dan korpus luteum
Keterbatasan:
Tidak bisa menilai : Kelainan kavum uteri dan lumen tuba
Bersifat invasif dan operatif
H. Penatalaksanaan Medis
a. Medikasi
1. Obat stimulasi ovarium (Induksi ovulasi)
Klomifen sitrat
a) Meningkatkan pelepasan gonadotropin FSH & LH
b) Diberikan pd hari ke-5 siklus haid
c) 1 x 50 mg selama 5 hari
d) Ovulasi 5 – 10 hari setelah obat terakhir
e) Koitus 3 x seminggu atau berdasarkan USG transvaginal
f) Dosis bisa ditingkatkan menjadi 150 – 200 mg/hari
g) 3 – 4 siklus obat tidak ovulasi dengan tanda hCG 5000 – 10.000 IU
2. Epimestrol
Memicu pelepasan FSH dan LH, Hari ke 5 – 14 siklus haid, 5 – 10 mg/hari
3.Bromokriptin
Menghambat sintesis & sekresi prolaktin
Indikasi : Kdr prolaktin tinggi (> 20 mg/ml) dan Galaktore
Dosis sesuai kadar prolaktin :
Oligomenore 1,25 mg/hari
Gangguan haid berat : 2 x 2,5 mg/hari
Gonadotropin
HMG (Human Menopausal Gonadotropine)
FSH & LH : 75 IU atau 150 IU
Untuk memicu pertumbuhan folikel
Dosis awal 75 – 150 IU/hari selama 5 hari dinilai hari ke 5 siklus haid
4. hCG
5000 IU atau 10.000 IU, untuk memicu ovulasi
Diameter folikel17 – 18 mm dgn USG transvaginal
Mahal, sangat beresiko :
Perlu persyaratan khusus
Hanya diberikan pada rekayasa teknologi reproduksi
Catatan : Untuk pria diterapi dengan FSH, Testosteron
5. Terapi hormonal pada endometriosis
Supresif ovarium sehingga terjadi atrofi Endometriosis
6. Danazol
Menekan sekresi FSH & LH
Dosis 200 – 800 mg/hari, dosis dibagi 2x pemberian
7. Progesteron
Desidualisasi endometrium pada Atrofi jaringan Endometritik
8. Medroksi progesteron asetat 30 – 50 mg/hari
9. GnRH agonis
Menekan sekresi FSH & LH
Dosis 3,75 mg/IM/bulan
Tidak boleh > 6 bulan : penurunan densitas tulang
b. TINDAKAN OPERASI REKONSTRUKSI
Koreksi :
1) Kelainan Uterus
2) Kelainan Tuba : tuba plasti
3) Miomektomi
4) Kistektomi
5) Salpingolisis
6) Laparoskopi operatif dan Terapi hormonal untuk kasus endometriosis + infertilitas
7) Tindakan operatif pada pria : Rekanalisasi dan Operasi Varicokel
c. REKAYASA TEKNOLOGI REPRODUKSI
Metode lain tidak berhasil
1.Inseminasi Intra Uterin (IIU)
Metode ini merupakan rekayasa teknologi reproduksi yang paling sederhana
Sperma yang telah dipreparasi diinseminasi kedalam kavum uteri saat ovulasi
Syarat : tidak ada hambatan mekanik : kebuntuan tuba Falopii, Peritoneum/endometriosis
Indikasi Infertilitas oleh karena faktor :
a) Serviks
b) Gangguan ovulasi
c) Endometriosis ringan
d) Infertilitas Idiopatik
e) Angka kehamilan 7 – 24 % siklus
2. Fertilisasi Invitro (FIV)
Fertilisasi diluar tubuh dengan suasana mendekati alamiah.Metode ini menjadi alternatif atau
pilihan terakhir
Syarat :
Uterus & endometrium normal
Ovarium mampu menghasilkan sel telur
Mortilitas sperma minimal. 50.000/ml
Angka kehamilan : 30 – 35 %
3. INJEKSI SPERMA INTRA SITOPLASMIK (ICSI)
Injeksi sperma intra-sitoplasmik (intracytoplasmic sperm injection = ICSI) merupakan teknik
mikromanipulasi yang menyuntikkan satu spermatozoon ke dalam sitoplasma oosit mature telah
digunakan untuk penanganan infertilitas pria sejak lebih dari satu dekade ini (Palermo et al,
1992).
Segera setelah itu diikuti dengan keberhasilan teknik ini pada pria azoospermia dengan
menyuntikkan spermatozoa dari testis dan epididymis. Teknik ini memberikan harapan yang
nyata pada pria infertil dengan oligo-astheno-teratozoospermia berat maupun azoospermia,
dengan penyebab apapun. Dengan berkembangnya teknologi dimana ICSI dapat dilaksanakan
dengan tidak terlalu rumit, maka ketersediaan sarana yang melaksanakan ICSI berkembang
dengan sangat pesat (Hinting, 2009).
Klinik-klinik diberbagai tempat didunia berkembang terus melaksanakan ICSI dengan angka
keberhasilan yang memuaskan. Kurang dari 10% oocytes rusak dengan prosedur ini dan angka
fertilisasi berkisar antara 50-75%. Embryo transfer dapat dilaksanakan pada lebih dari 90%
pasangan dan menghasilkan angka kehamilan berkisar antara 25-45%. Hasil-hasil ini tidak
berbeda antara sperma ejakulat, epididymis maupun testis (Palermo et al, 2001; Hinting et al,
2001).
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Termasuk data etnis, budaya dan agama
2. Riwayat kesehatan
A. Wanita
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi di rumah
2) Riwayat infeksi genitorurinaria
3) Hipertiroidisme dan hipotiroid, hirsutisme
4) Infeksi bakteri dan virus ex: toksoplasama
5) Tumor hipofisis atau prolaktinoma
6) Riwayat penyakit menular seksual
7) Riwayat kista
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Endometriosis dan endometrits
2) Vaginismus (kejang pada otot vagina)
3) Gangguan ovulasi
4) Abnormalitas tuba falopi, ovarium, uterus, dan servik
5) Autoimun
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetik
d. Riwayat Obstetri
1) Tidak hamil dan melahirkan selama satu tahun tanpa alat kontrasepsi
2) Mengalami aborsi berulang
3) Sudah pernah melahirkan tapi tidak hamil selama satu tahun tanpa alat kontrasepsi

B. Pria
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi (panas, radiasi,
rokok, narkotik, alkohol, infeksi)
2) Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin tertentu
3) Riwayat infeksi genitorurinaria
4) Hipertiroidisme dan hipotiroid
5) Tumor hipofisis atau prolactinoma
6) Trauma, kecelakan sehinga testis rusak
7) Konsumsi obat-obatan yang mengganggu spermatogenesis
8) Pernah menjalani operasi yang berefek menganggu organ reproduksi contoh : operasi prostat,
operasi tumor saluran kemih
9) Riwayat vasektomi
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Disfungsi ereksi berat
2) Ejakulasi retrograt
3) Hypo/epispadia
4) Mikropenis
5) Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat paha)
6) Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan motilitas sperma)
7) Saluran sperma yang tersumbat
8) Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis )
9) Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis)
10) Abnormalitas cairan semen
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetik
3. Pemeriksaan Fisik
Terdapat berbagai kelainan pada organ genital, pria atupun wanita.

4. Pemeriksaan penunjang
a. Wanita
1) Deteksi Ovulasi
2) Analisa hormon
3) Sitologi vagina
4) Uji pasca senggama
5) Biopsy endometrium terjadwal
6) Histerosalpinografi
7) Laparoskopi
8) Pemeriksaan pelvis ultrasound
b. Pria
Analisa Semen:
Parameter
1) Warna Putih keruh
2) Bau Bunga akasia
3) PH 7,2 – 7,8
4) Volume 2 – 5 ml
5) Viskositas 1,6 – 6,6 centipose
6) Jumlah sperma 20 juta / ml
7) Sperma motil > 50%
8) Bentuk normal > 60%
9) Kecepatan gerak sperma 0,18-1,2 detik
10) persentase gerak sperma motil > 60%
11) Aglutinasi Tidak ada
12) Sel – sel Sedikit,tidak ada
13) Uji fruktosa 150-650 mg/dl
14) Pemeriksaan endokrin
15) USG
16) Biopsi testis
17) Uji penetrasi sperma
18) Uji hemizona
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN (Stuart, 2007)
1. Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan tentang akhir proses diagnostik
2. Gangguan konsep diri ; harga diri rendah berhubungan dengan gangguan fertilitas
3. Berduka dan antisipasi berhubungan dengan prognosis yang buruk
4. Nyeri akut berhubungan dengan efek test diagnostik
5. Ketidakberdayaan berhubungan dengan kurang kontrol terhadap prognosis
6. Resiko tinggi terhadap kerusakan koping induvidu / keluarga berhubungan dengan metode
yang digunakan dalam investigasi fertilitas
C. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan:
1.Ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan tentang akhir proses diagnostik
Tujuan : Mengurangi ansietas / rasa takut
Kriteria Hasil:
1. Klien mampu mengungkapkan tentang infertilitas dan bagaimana treatmentnya
2. Klien memperlihatkan adanya peningkatan kontrol diri terhadap diagnosa infertil
3. Klien mampu mengekspresikan perasaan tentang infertil
INTERVENSI RASIONAL
Jelaskan tujuan test dan prosedur Menurunkan cemas dan takut terhadap diagnosis dan prognosis
Tingkatkan ekspresi perasaan dan takut, contoh : menolak, depresi, dan marah. Biarkan pasien /
orang terdekat mengetahui ini sebagai reaksi yang normal Perasaan tidak diekspresikan dapat
menimbulkan kekacauan internal dan efek gambaran diri
Dorong keluarga untuk menganggap pasien seperti sebelumnya Meyakinkan bahwa peran dalam
keluarga dan kerja tidak berubah
Kolaborasi : berikan sedative, tranquilizer sesuai indikasi Mungkin diperlukan untuk membantu
pasien rileks sampai secara fisik mampu untuk membuat startegi koping adekuat

Diagnosa Keperawatan:
2. Gangguan konsep diri ; harga diri rendah berhubungan dengan gangguan fertilitas
Tujuan : Memfasilitasi integritas diri konsep pribadi dan perubahan gambaran
Diri
Kriteria Hasil:
1. Klien mampu mengekspresikan perasaan tentang infertil
2.Terjalin kontak mata saat berkomunikasi
3. Mengidentifikasi aspek positif diri
INTERVENSI RASIONAL
Tanyakan dengan nama apa pasien ingin dipanggil Menunjukan kesopan santunan / penghargaan
dan pengakuan personal
Identifikasi orang terdekat dari siapa pasien memperoleh kenyaman dan siapa yang harus
memberitahuakan jika terjadi keadaan bahaya Memungkinkan privasi untuk hubungan personal
khusus, untuk mengunjungi atau untuk tetap dekat dan menyediakan kebutuhan dukungan bagi
pasien
Dengarkan dengan aktif masalah dan ketakutan pasien Menyampaikan perhatian dan dapat
dengan lebih efektif mengidentifikasi kebutuhan dan maslah serta strategi koping pasien dan
seberapa efektif
Dorong mengungkapkan perasaan, menerima apa yang dikatakannya Membantu pasien / orang
terdekat untuk memulai menerima perubahan dan mengurangi ansietas mengenai perubahan
fungsi / gaya hidup
Diskusikan pandangan pasien terhadap citra diri dan efek yang ditimbulkan dari penyakit /
kondisi Persepsi pasien mengenai perubahan pada citra diri mungkin terjadi secara tiba- tiba atau
kemudian

Diagnosa Keperawatan:
3. Berduka dan antisipasi berhubungan dengan prognosis yang buruk
Tujuan : Memfasilitasi proses berduka
Kriteria Hasil:
1.Menunjukan rasa pergerakan kearah resolusi dan rasa berduka dan harapan untuk masa depan
2. Klien menunjukkan fungsi pada tingkat adekuat, ikut serta dalam pekerjaan
INTERVENSI RASIONAL
Berikan lingkungan yang terbuka pasien merasa bebas untuk dapat mendiskusikan perasaan dan
masalah secara realitas kemampuan komunikasi terapeutik seperti aktif mendengarkan, diam,
selalu bersedia, dan pemahaman dapat memberikan pasien kesempatan untuk berbicara secara
bebas dan berhadapan dengan perasaan
Identifikasi tingkat rasa duka / disfungsi : penyangkalan, marah, tawar – menawar, depresi,
penerimaan Kecermatan akan memberikan pilihan intervensi yang sesuai pada waktu induvidu
menghadapi rasa berduka dalam berbagai cara yang berbeda
Dengarkan dengan aktif pandangan pasien dan selalu sedia untuk membantu jika diperlukan
Proses berduka tidak berjalan dalam cara yang teratur, tetapi fluktuasainya dengan berbagai
aspek dari berbagai tingkat yang muncul pada suatu kesempatan yang lain
Identifikasi dan solusi pemecahan masalah untuk keberadaan respon – respon fisik, misalnya
makan, tidur, tingkat aktivitas dan hasrat seksual Mungkin dibutuhkan tambahan bantuan untuk
berhadapan dengan aspek – aspek fisik dari rasa berduka
Kaji kebutuhan orang terdekat dan bantu sesuai petunjuk Identifikasi dari masalah – masalah
berduka disfungsional akan mengidentifikasi intervensi induvidual
Kolaborasi : rujuk sumber – sumber lainnya misalnya konseling, psikoterapi sesuai petunjuk
Mungkin dibutuhkan bantuan tambahan untuk mengatasi rasa berduka, membuat rencana, dan
menghadapi masa depan

Diagnosa Keperawatan:
4. Nyeri akut berhubungan dengan efek test diagnostik
Tujuan : nyeri dapat teratasi
Kriteria Hasil:
1. Ekspresi klien terlihat tenang
2. Napas klien teratur
INTERVENSI RASIONAL
Lakukan komunikasi terapeutik kemampuan komunikasi terapeutik seperti aktif mendengarkan,
diam, selalu bersedia, dan pemahaman dapat memberikan pasien kesempatan untuk berbicara
secara bebas dan berhadapan dengan perasaan
Pantau lokasi, lamanya intensitas dan penyebaran (PQRST) Perhatikan tanda nonverbal, contoh
peningkatan TD dan nadi, gelisah, merintih
Untuk menentukan intervensi selanjutnya
Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke staff terhadap karakteristik nyeri
Memberikan kesempatan untuk pemberian analgesik sesuai waktu
Berikan tindakan relaksasi, contoh pijatan, lingkungan istirahat Menurunkan tegangan otot dan
meningkatan koping efektif
Bantu atau dorong penggunaan nafas efektif Mengarahkan kembali perhatian dan membantu
dalam relaksasi otot
Bimbingan imajinasi Mengontrol aktivitas terapeutik

Diagnosa Keperawatan:
5. Ketidakberdayaan berhubungan dengan kurang kontrol terhadap prognosis
Tujuan : mengembalikan kemandirian pasien
Kriteria Hasil:
1.Mendemonstrasikan teknik / perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
2.Melakukan aktivitas perawatan diri sesuai tingkat kemampuan sendiri
3.Mengidentifikasi sumber pribadi dan komunitas dalam memberikan bantuan sesuai kebutuhan
INTERVENSI RASIONAL
Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melaukan kebutuhan sehari – hari Membantu
dalam mengantisipasi / merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
Hindari melaukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan
bantuan sesuai kebutuhan Pasien ini mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung
dan meskipun bantuan yang diberikan bermamfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi
pasien untuk diri sendiri untuk mempertahankan harga diri
Sadari perilaku / aktivitas impulsif karena gangguan dalam mengambil keputusan Dapat
menunjukan kebutuhan intervensi dan pengawasan tambahan untuk meningkatakan keamanan
pasien
Pertahankan dukungan, sikap yang tegas, beri pasien waktu yang cukup untuk mengerjakan
tugasnya Pasien akan memerlukan empati tetapi perlu untuk mengetahui pemberi asuhan yang
akan membantu pasien secara konsisten

Dx 6. Resiko tinggi terhadap kerusakan koping induvidu / keluarga berhubungan dengan metode
yang digunakan dalam investigasi fertilitas
Tujuan : Mendorong kemampuan koping yang efektif dari pasien / keluarga
Kriteria Hasil:
1.Mengidentifikasi tingkah laku koping yang tidak efektif dan konsekuensi
2.Menunjukan kewaspadaan dari koping pribadi / kemampuan memecahkan masalah
3.Memenuhi kebutuhan psikologis yang ditunjukan dengan mengekspresikan perasaan yang
sesuai, identifikasi pilihan dan pengguanaan sumber – sumber
4. Membuat keputusan dan menunjukan kepuasaan dengan pilihan yang diambil.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi prilaku kemampuan menyatakan
perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan
Kembangkan mekanisme adaptif mengubah pola hidup seseorang, mengatasi hipertensi kronik,
dan mengintegrasikan terapi yang diharuskan kedalam kehidupan sehari – hari
Bantu klien untuk mengidentifikasi stresor spesifik dan kemungkinan strategi untuk
mengatasinya Pengenalan terhadap stressor adalah langkah pertama dalam mengubah respons
seseorang terhadap stresor
Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi maksimal dalam
rencana pengobatan Keterlibatan memberikan pasien perasaan kontrol diri yang berkelanjutan,
memperbaiki keterampilan koping dan dapat meningkatkan kerjasama dalam regimen terapeutik
Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas / tujuan hidup Fokus perhatian pasien pada realitas
situasi yang ada.
Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan hidup yang perlu.
Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara realisti untuk menghindari rasa tidak menentu
dan tidak berdaya

3 Mioma Uteri
A. Pengertian

Mioma uteri adalah tumor yang paling umum pada traktus genitalis (Derek Llewellyn- Jones,
1994).

Mioma uteri adalah tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya (www. Infomedika. htm,
2004).

B. Etiologi

Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit
multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan
dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas
kromosom, khususnya pada kromosom lengan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
tumor, di samping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth
hormone.

1. Estrogen

Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang
cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada
saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya
yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari
payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%).Mioma
uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan
sterilitas. 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen
kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan
miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada
miometrium normal.

2. Progesteron

Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat


pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan
menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
3. Hormon pertumbuhan

Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai
struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan
bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mingkin merupakan
hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.

Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor
predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :

1. Umur :
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada wanita
berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35 – 45
tahun.

2. Paritas :
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanirta yang relatif infertil, tetapi sampai saat ini
belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang
menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.

3. Faktor ras dan genetik :


Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri tinggi.
Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang
menderita mioma.

4. Fungsi ovarium :
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma
uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah
menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat
mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan
dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat
bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin-
like growth factor yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan
munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma daripada miometrium
normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang
meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause
sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang berkembang setelah
menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.
Askep Mioma Uteri

C. Klasifikasi

Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena

1. Lokasi

Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi. Isthmica (7,2%), lebih
sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius. Corporal (91%), merupakan lokasi
paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.

2. Lapisan Uterus

Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
o Mioma Uteri Subserosa

Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula
sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke
arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma
intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu
massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di sekitarnya
menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya
tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai
massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai
jenis parasitik.

o Mioma Uteri Intramural

Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih kecil tidak
merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol,
uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan
gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah
perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan
kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat
(jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan).

o Mioma Uteri Submukosa

Terletak di bawah endometrium. Dapat pula bertangkai maupun tidak. Mioma


bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada keadaan ini mudah
terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas permukaan ruangan rahim.
Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting
dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural
walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak
berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan
keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai
terapinya dilakukan histerektomi.

Askep Mioma Uteri

D. Komplikasi

1. Pertumbuhan leimiosarkoma.

Mioma dicurigai sebagai sarcoma bila selama beberapa tahun tidak membesar, sekonyong –
konyong menjadi besar apabila hal itu terjadi sesudah menopause.

2. Torsi (putaran tangkai)

Ada kalanya tangkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau proses ini terjadi
mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan dan akan
tampak gambaran klinik dari abdomenakut.

3. Nekrosis dan Infeksi

Pada myoma subserosum yang menjadi polip, ujung tumor, kadang-kadang dapat melalui
kanalis servikalis dan dilahirkan dari vagina, dalam hal ini kemungkinan gangguan situasi dengan
akibat nekrosis dan infeksi sekunder.

Askep Mioma Uteri

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb: turun, Albumin : turun, Lekosit : turun / meningkat, Eritrosit :
turun.
2. USG : terlihat massa pada daerah uterus.
3. Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.
4. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.
5. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan
operasi.
6. ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan operasi.

F. Penatalaksanaan

Indikasi mioma uteri yang diangkat adalah mioma uteri subserosum bertangkai. Pada mioma
uteri yang masih kecil khususnya pada penderita yang mendekati masa menopause tidak
diperlukan pengobatan, cukup dilakukan pemeriksaan pelvic secara rutin tiap tiga bulan atau
enam bulan. Adapun cara penanganan pada myoma uteri yang perlu diangkat adalah dengan
pengobatan operatif diantaranya yaitu dengan histerektomi dan umumnya dilakukan histerektomi
total abdominal. Tindakan histerektomi total tersebut dikenal dengan nama Total Abdominal
Histerektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-BSO). TAH–BSO adalah suatu
tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus, serviks, kedua tuba falofii dan ovarium dengan
melakukan insisi pada dinding, perut pada malignan neoplasmatic desease, leymyoma dan
chronic endrometriosis (Tucker, Susan Martin, 1998).

Askep Mioma Uteri

G. Diagnosa Keperawatan yang Muncul

1. Gangguan eliminasi urin (retensio) berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan
neoplasm pada daerah sekitarnnya, gangguan sensorik / motorik.

2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan otot.

H. Intervensi

Diagnosa Keperawatan I

Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan otot dan system saraf akibat
penyempitan kanalis servikalis oleh myoma

Tujuan :
Klien dapat mengontrol nyerinya dengan criteria hasil mampu mengidentifikasi cara mengurangi nyeri,
mengungkapkan keinginan untuk mengontrol nyerinya.

Intervensi :
 Observasi adanya nyeri dan tingkat nyeri.
Rasional : Memudahkan tindakan keperawatan
 Ajarkan dan catat tipe nyeri serta tindakah untuk mengatasi nyeri
Rasional : Meningkatkan persepsi klien terhadap nyeri yang dialaminya.
 Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : Meningkatkan kenyamanan klien
 Anjurkan untuk menggunakan kompres hangat
Rasional : Membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan klien
 Kolaborasi pemberian analgesik
Rasional : Mengurangi nyeri

Diagnosa Keperawatan II :

Gangguan eliminasi urine (retensio) berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasma
pada daerah sekitarnnya, gangguan sensorik / motorik.

Tujuan :
Pola eliminasi urine ibu kembali normal dengan criteria hasil ibu memahami terjadinya retensi urine,
bersedia melakukan tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan retensi urine.

Intervensi :

 Catat pola miksi dan monitor pengeluaran urine


Rasional : Melihat perubahan pola eliminasi klien
 Lakukan palpasi pada kandung kemih, observasi adanya ketidaknyamanan dan rasa nyeri.
Rasional : Menentukan tingkat nyeri yang dirasakan oleh klien
 Anjurkan klien untuk merangsang miksi dengan pemberian air hangat, mengatur posisi,
mengalirkan air keran.
Rasional : Mencegah terjadinya retensi urine

4 .Asuhan Keperawatan Pada Gangguan


Haid
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN HAID

A.    FISIOLOGI HAID


Haid ialah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi)
endometrium. Panjang siklus haid normal atau yang dianggap klasik adalah 28 hari. Panjang
siklus dipengaruhi usia, rata- rata  pada gadis usia 12 tahun ialah 25,1 hari, wanita 43 tahun 27,1
dan wanita 55 tahun 51,9 hari. Lama haid biasanya 3- 5 hari dengan jumlah darah 33,2 + 16 cc.
Siklus haid dapat dipahami dengan membaginya menjadi fase folikuler, saat ovulasi dan fase
luteal. Perubahan- perubahan kadar hormon sepanjang siklus haid disebabkan oleh mekanisme
umpan balik antara estrogen dan gonadotropin. Tempat utama umpan balik ini mungkin pada
hipotalamus. Pada fase folikuler beberapa folikel berkembang karena pengaruh FSH yang
meningkat. Meningkatnya FSH karena regresi korpus luteum sehingga estrogen berkurang.
Dengan berkembangnya folikel, estrogen meningkat dan LH juga meningkat yang pada
pertengahan siklus mengakibatkan terjadinya ovulasi. Setelah ovulasi terjadi fase luteal dimana
sel- sel granulosa membesar, membentuk vakuola dan bertumpuk pigmen kuning, folikel
menjadi korpus luteum. Pada korpus luteum diproduksi estrogen dan progesteron. Jika tidak
terjadi pembuahan, setelah 8 hari korpos luteum berdegenerasi dan setelah 14 hari mengalami
atrofi menjadi korpus albikan.
Mekanisme haid belum sepenuhnya diketahui, selain faktor hormonal ada beberapa faktor yang
memegang peranan yaitu :
•    Faktor- faktor enzim
Pada fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya enzim hidrolitik dalam endometrium
serta merangsang pembentukan glikogen dan asam mukopolisakarida. Zat ini berperan dalam
pembangunan endometrium khususnya pembentukan stroma. Pada fase luteal sintesis
mukopolisakarida terhenti dengan akibat mempertinggi permiabilitas pembuluh darah yang mana
ini akan meningkatkan aliran zat makanan ke stroma endometrium sebagai persiapan implantasi
ovum. Jika kehamilan tidak terjadi, enzim hidrolitik dilepaskan dan merusakkan bagian dari sel-
sel yang berperan dalam sintesa protein yang mengakibatkan regresi endometrium dan
perdarahan.
•    Faktor- faktor vaskular
Dengan regresi endometrium timbul statis dalam vena dan sambungannya dengan arteri, nekrotis
dan perdarahan
•    Faktor prostaglandin
Endometrium banyak mengandung prostaglandin E2 dan F2, yang bila terjadi disintegrasi
endometrium ini akan terlepas dan menyebabkan kontraksi miometrium

Kompartimen – kompartimen yang berperan dalam haid


B.    GANGGUAN HAID
Gangguan haid dan siklusnya khususnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan :
1.    Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan
a.    Hipermenorea atau menoragia
b.    Hipomenorea
2.    Kelainan siklus
a.    Polimenorea
b.    Oligomenorea
c.    Amenorea
3.    Perdarahan di luar haid
a.    Metroragia
4.    Gangguan lain yang ada hubungan dengan haid
a.    Premenstrual tension
b.    Mastodinia
c.    Mittelschmerz (rasa nyeri pada ovulasi)
d.    Dismenorea

Hipermenorea
Hipermenorea adalah perdarahan haid yang lebih banyak dari normal atau lebih lama dari normal
(> 8 hari). Penyebabnya adalah kelainan dalam uterus seperti mioma uteri, polip endometrium,
gangguan pelepasan endometrium.
Hipomenorea
Hipomenorea adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih kurang dari biasa.
Penyebabnya pada konstitusi penderita, pada uterus (miomektomi), gangguan endokrin.
Polimenorea
Pada polimenorea, siklus haid lebih pendek dari biasa (kurang dari 21 hari). Dapat disebabkan
oleh gangguan hormonal yang menyebabkan gangguan ovulasi atau menjadi pendeknya masa
luteal, sebab lain ialah kongesti ovarium.

Oligomenorea
Siklus haid lebih panjang, lebih dari 35 hari. Oligo dan amenorea sering kali mempunyai dasar
yang sama. Pada kebanyakan kasus oligomenorea kesehatan wanita tidak terganggu dan fertilitas
cukup baik.
Amenorea
Adalah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut- turut. Amenorea primer
adalah apabila seorang wanita berumur 18 tahun keatas tidak pernah dapat haid. Umumnya
mempunyai sebab- sebab yang sulit diketahui seperti kelainan kongenital dan genetik. Pada
amenorea sekunder, penderita pernah mendapat haid tapi kemudian tidak lagi. Sebabnya seperti
gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor, penyakit infeksi, dll.
a.    Penyebab amenorea dapat di klasifikasikan  mencakup :
1.    Gangguan organik pusat
•    Tumor
•    Radang
•    Destruksi
2.    Gangguan kejiwaan
•    Syok emosional
•    Psikosis
•    Anoreksia nervosa
3.    Gangguan poros hipotalamus – hipofisis
•    Sindrom amenorea galaktorea
•    Amenorea hipotalamik
4.    Gangguan hipofisis
•    Tumor (adenoma basofil, asidofil, kromofob)
5.    Gangguan Gonad
•    Kongenital (sindrom Turner)
•    Menopause prematur
•    The insensitive ovary
•    Penghentian fungsi ovarium karena operasi, radiasi, radang
6.    Gangguan glandula suprarenalis
•    Sindrom adrenogenital
7.    Gangguan pankreas
•    DM
8.    Gangguan uterus, vagina
•    Aplasia dan hipoplasia uteri
•    Sindrom Asherman
•    Endometritis tuberkulosa
•    Histerektomi
•    Aplasia vaginae
9.    Penyakit – penyakit umum
•    Penyakit umum
•    Gangguan gizi
•    Obesitas

b.    Diagnosis
Ada jenis amenore yang memerlukan pemeriksaan lengkap, akan tetapi ada juga yang dapat
ditegakkan diagnosisnya dengan pemeriksaan sederhana.
1.    Anamnesis
Harus diketahui apakah amenore primer atau sekunder, selanjutnya apakah ada hubungannya
dengan faktor emosional, kemungkinan kehamilan, penderita menderita penyakit akut atau
menahun, apakah ada gejala penyakit metabolik.
2.    Pemeriksaan umum
Keadaan tubuh penderita tidak jarang memberi petunjuk, penderita pendek atau tinggi, ciri
kelamin sekunder, hirsutisme.

3.    Pemeriksaan ginekologik


Biasanya didapatkan adanya aplasia vagina, keadaan klitoris, aplasia uteri, tumor ovarium dll.
4.    Pemeriksaan Penunjang
Apabila pemeriksaan klinis tidak memberikan gambaran yang jelas dapat dilakukan pemeriksaan
:
•    Rontgen : thorax terhadap tuberkulosis serta sella tursika
•    Sitologi vagina
•    Tes toleransi glukosa
•    Pemeriksaan mata untuk mengetahui tanda tumor hipofise
•    Kerokan uterus
•    Pemeriksaan metabolisme basal atau T3 dan T4 tiroid
•    Laparoskopi
•    Pemeriksaan kromatin seks
•    Pemeriksaan kadar hormon
c.    Penanganan
Amenorea sendiri tidak memerlukan terapi tapi bagi penderita wanita muda yang mengeluh
tentang infertilitas atau sangat terganggu oleh tidak datangnya haid akan memerlukan
penanganan. Terapi umum dilakukan dengan memperbaiki keadaan kesehatan, termasuk gizi,
kehidupan dalam lingkungan sehat dan tenang. Pengurangan BB pada obesitas.
Terapi yang penting bila pada pemeriksaan ginekologi tidak ada kelainan mencolok adalah
dengan pemberian hormon gonadotropin yang berasal dari hipofise dan pemberian klomifen

Perdarahan Bukan Haid


Adalah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid. Penyebabnya dapat karena kelainan
organik alat genital atau oleh kelainan fungsional. Sebab organik seperti kelainan pada serviks,
abortus, KET, radang tuba, radang atau tumor ovarium.
Dismenorea
a.    Pengertian
Hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak di perut bawah sebelum dan selama haid dan
seringkali disertai mual, maka istilah dismenorea dipakai jika nyeri haid demikian hebatnya
sehingga memaksa wanita untuk istirahat, meninggalkan pekerjaannya atau cara hidupnya
sehari- hari untuk beberapa jam atau beberapa hari. Dismenorea dibagi atas primer dan sekunder.
Dismenore sekunder disebabkan oleh kelainan ginekologi seperti salpingitis, endometritis dll.
Sedangkan dismenore primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan alat genital yang
nyata. Dismenore ini terjadi beberapa waktu setelah menarce oleh karena siklus haid pada bulan-
bulan pertama bersifat anovolatoar. Sifat rasa nyeri adalah kejang berjangkit, terbatas pada perut
bawah, tetapi dapat menyebar ke pinggang dan paha, dapat disertai mual, muntah, sakit kepala,
iritabilitas, dll.
b.    Etiologi
Belum jelas, beberapa faktor yang berperan adalah :
1.    Kejiwaan
2.    Faktor konstitusi seperti anemia, penyakit menahun
3.    Obstruksi kanalis servikalis
4.    Faktor endokrin
5.    Prostaglandin F2
Penjelasan ini diberikan oleh Clitheroe dan Pickles dimana pada endometrium fase sekresi
memproduksi prostaglandin F2 yang menyebabkan kontraksi otot polos, jika prostaglandin ini
dilepaskan ke darah dapat terjadi juga diare, muntah, flushing.
6.    Faktor alergi
c.    Penanganan
1.    Penerangan dan nasehat
Dijelaskan bahwa dismenorea adalah gangguan yang tidak berbahaya untuk kesehatan.
Diberikan penjelasan dan diskusi tentang cara hidup, pekerjaan, kegiatan dan lingkungan
penderita. Makanan sehat, istirahat yang cukup serta olah raga mungkin berguna, kadang-
kadang diperlukan psikoterapi.
2.    Pemberian analgetik
Sebagai terapi simptomatik, jika nyeri berat diperlukan istirahat di tempat tidur dan kompres
panas pada perut bawah.
3.    Terapi hormonal
Tujuannya adalah menekan ovulasi, bersifat sementara dengan maksud membuktikan bahwa
gangguan ini bersifat primer.
4.    Terapi dengan nonsteroid antiprostaglandin
5.    Dilatasi kanalis servikalis
C.    ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN MENSTRUASI
1.    PENGKAJIAN
a.    Riwayat penggunaan kontrasepsi: kontrasepsi dapat menganggu siklis menstruasi
b.    Riwayat seksual: tanda pubertas sekunder, pola dan aktivitas seksual
c.    Riwayat obstetric: pernah hamil, melahirkan
d.    Riwayat menstruasi: menarche umur berapa tahun, silklusnya teratur atau tidak, banyak atau
sedikit.
e.    Riwayat Penyakit seperti DM, tiroid, tumor
f.    Persepsi wanita tentang budaya dan etnik
g.    Gaya hidup: aktivitas yang berlebihan menyebabkan amenorea hipoganadotropi
h.    Koping : apa yang dilakukan bila setiap kali ada masalah waktu menstruasi
i.    Nyeri : lokasi( di punggung, simpisis, paha, abdomen,dll), intensitas, kualitas, pola, gejala
penyerta, serta koping terhadap nyeri
j.    Status emosi: malu dengan keadaan, putus asa, menyalahkan diri, merasa tidak ada kekuatan,
merasa tidak berguna.
2.    WOC GANGGUAN MENSTRUASI (AMENOREA SEKUNDER)

3.    DIAGNOSA KEPERAWATAN


a.    Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan kontraksi uterus selama fase menstruasi.
DS : klien mengeluh nyeri di daerah punggung, dareah simpisis, paha, kepala,nyeri tekan pada
payudara, pusing.
DO :   keringat banyak, klien memegang daerah yang sakit, menangis.
b.    Kurang pengetahuan tentang gangguan menstruasi dan terapinya berhubungan dengan
kurang informasi.
DS :  klien dan keluarga mengatakan belum pernah mendengar tentang gangguan menstruasi.
DO:  klien dan keluarga sering bertanya, tidak menggunakan tehnik mengurangi nyeri, tidak bisa
menjelaskan tentang gangguan yang dialaminya.
c.    Resiko/actual gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya gangguan menstruasi.
DS:  klien mengatakan malu, tidak berguna, merasa bersalah, merasa tidak ada kekuatan.
DO: klien tidak mengurus diri, penampilan tidak diperhatikan, sering membicarakan
penyakitnya, tampak putus asa.

4.    PERENCANAAN
a.    Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan kontraksi uterus selama fase menstruasi.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama …..x 24 jam nyeri klien akan berkurang.
Kriteria evaluasi: klien mengatakan nyeri berkurang, klien tidak memegang punggung, kepala
atau daerah lainnya yang sakit, keringat berkurang.

Intervensi;
a.    Pantau/ catat karakteristik nyeri ( respon verbal, non verbal, dan respon hemodinamik) klien.
 R/ untuk mendapatkan indicator nyeri.
b.    Kaji lokasi nyeri dengan memantau lokasi yang ditunjuk oleh klien. R/untuk mendapatkan
sumber nyeri.
c.    Kaji intensitas nyeri dengan menggunakan skala 0-10.
R/ nyeri merupakan pengalaman subyektif klien dan metode skala merupakan metodeh yang
mudah serta terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri.
d.    Tunjukan sikap penerimaan respon nyeri klien dan akui nyeri yang klien rasakan.
R/ ketidakpercayaan orang lain membuat klien tidak toleransi terhadap nyeri sehingga klien
merasakan nyeri semakin meningkat.
e.    Jelaskan penyebab nyeri klien.
R/dengan mengetahui penyebab nyeri klien dapat bertoleransi terhadap nyeri.
f.    Bantu untuk melakukan tindakan relaksasi, distraksi, massage.
R/ memodifikasi reaksi fisik dan psikis terhadap nyeri.
g.    Lakukan kompres/mandi air panas.
R/ meningkatkan sirkulasi dan menurunkan kontraksi uterus sehingga iskemia tidak terjadi.
h.    Berikan pujian untuk kesabaran klien.
R/meningkatkan motivasi klien dalam mengatasi nyeri.
i.    Kolaborasi pemberian analgetik ( ibuprofen, naproksen, ponstan) dan Midol.
R/ analgetik tersebut bekerja menghambat sintesa prostaglandin dan midol sebagai relaksan
uterus.

b.    Kurang pengetahuan tentang gangguan menstruasi dan penanganannya berhubungan dengan
kurang informasi.
 Tujuan: setelah diberikan penyuluhan klien akan mengetahui tentang gangguan menstruasi
 Kriteria evaluasi: klien menyebutkan jenis gangguan menstruasi, penyebab, gejalanya ,serta
penanganannya, menjelaskan menstruasi yang normal.
Intervensi:
a.    Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai menstruasi yang normal, jenis gangguan
menstruasi,penyebab, gejala dan penanganannya.
R/mengidentifikasi luasnya masalah klien dan perlunya intervensi.
b.    Jelaskan mengenai siklus menstruasi yang normal, jenis gangguan menstruasi, penyebab,
gejala, dan penanganannya.
R/dengan memiliki pengetahuan tentang menstruasi klien dapat meningkatkan toleransi terhadap
nyeri dan dapat mencari jalan keluar untuk masalah gangguan menstruasinya.
c.    Jelaskan metode-metode untuk mengurangi nyeri
R/ meningkatkan pengetahuan klien tentang penanganan nyeri secara non farmakologis.
d.    Beri kesempatan klien untuk bertanya.
R/meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang menstruasi.
c.    Resiko/actual gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya gangguan   menstruasi.
             Tujuan:  setelah diberikan asuhan keperawatan …..x 24 citra diri klien akan meningkat.
Kriteria evaluasi: klien mengatakan tidak malu, merasa berguna, penampilan klien rapi,
menerima apa yang sedang terjadi.

Intervensi:
a.    Bina hubungan saling percaya dengan klien
R/klien dengan mudah mengungkapkan masalahnya hanya kepada orang yang dipercayainya.
b.    Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan, pikiran, dan pandangan tentang dirinya.
R/meningkatkan kewaspadaan diri klien dan membantu perawat dalam membuat penyelesaian.
c.    Diskusikan dengan system pendukung klien tentang perlunya menyampaikan nilai dan arti
klien bagi mereka.
R/ penyampaian arti dan nilai klien dari system pendukung membuat klien merasa diterima.
d.    Gali kekuatan dan sumber-sumber yang ada pada klien dan dukung kekuatan tersebut
sebagai aspek positif.
R/ mengidentifikasi kekuatan klien dapat membantu klien berfokus pada karakteristik positif
yang mendukung keseluruhan konsep diri.
e.    Libatkan klien pada setiap kegiatan di kelompok
R/ Memungkinkan menerima stimulus social dan intelektual yang dapat meningkatkan konsep
diri klien.
f.    Informasikan dan diskusikan dengan jujur dan terbuka tentang pilihan penanganan gangguan
menstruasi seperti ke klinik kewanitaan, dokter ahli kebidanan.
R/ Jujur dan terbuka dapat mengontrol perasaan klien dan informasi yang diberikan dapat
membuat klien mencari penanganan terhadap masalah yang dihadapinya.

5.    IMPLEMENTASI
Implementasi diberikan sesuai rencana intervensi. Penyuluhan dibuatkan SAP dengan metode,
alat peraga atau media yang memadai seperti demonstrasi, leflet, LCD.
6.    EVALUASI
Evaluasi berdasarkan criteria yang sudah disebutkan pada masing-masing diagnosa keperawatan.

5Asuhan Keperawatan Kanker Ovarium


Posted: 18 November 2011 in Kumpulan Askep
Tag:Kanker, KGB, ovarium

A. Definisi

Kanker epitel ovarium atau dikenal dengan kanker indung telur yang berasal dari sel epitel.
Kanker Indung Telur (Kanker Ovarium) adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur).

Kanker ovarium bisa menyebar secara langsung ke daerah di sekitarnya dan melalui sistem getah
bening bisa menyebar ke bagian lain dari panggul dan perut. Melalui pembuluh darah, kanker
bisa menyebar ke hati dan paru-paru.

Kanker ovarium sebenarnya merupakan sekelompok tumor yang berbeda yang timbul dari
beragam jenis jaringan yang terkandung dalam ovarium . Jenis yang paling umum kanker
ovarium muncul dari epitel sel (lapisan luar sel) dari permukaan ovarium. Kasus lainnya adalah
jenis yang jarang terjadi dari kanker ovarium yaitu kanker yang berkembang dari sel – sel
pembentuk telur kuman atau dari jaringan pendukung (stroma) dari organ jinak (non-kanker)
tumor dan kista juga ditemukan di ovarium dan jauh lebih umum daripada kanker ovarium.

B. Klasifikasi

Jenis kanker ovarium meliputi:

1. 1.       Disebut tumor epitel, kanker ini dimulai pada lapisan tipis jaringan yang menutupi bagian
luar ovarium. Kanker ovarium paling banyak ditemui adalah tumor epitel.

2. Kanker yang dimulai dalam sel yang memproduksi telur. Disebut tumor sel germinal, ovarium
kanker ini cenderung terjadi pada wanita muda.
3. Kanker yang dimulai dalam sel-sel memproduksi hormon-kanker ini,. Disebut tumor stroma,
mulai dalam jaringan ovarium yang menghasilkan hormon estrogen, progesteron dan
testosteron.

Klasifikasi stadium kanker ovarium berdasarkan FIGO (International Federation of Gynecology


and Obstetrics

Stadium I terbatas pada 1 / 2 ovarium

IA Mengenal 1 ovarium, kapsul utuh, ascites (-)

IB Mengenai 2 ovarium, kapsul utuh, ascites (-)

IC Kriteria I A / I B disertai 1 > lebih keadaan sbb :

1.     Mengenai permukaan luar ovarium

2.     Kapsul ruptur

3.     Ascites (+)


Stadium II perluasan pada rongga pelvis

II A Mengenai uterus / tuba fallopi / keduanya

II B Mengenai organ pelvis lainnya

II C Kriteria II A / II B disertai 1 / > keadaan sbb :

1.     Mengenai permukaan ovarium

2.     Kapsul ruptur

3.     Ascites (+)


 
Stadium III kanker meluas mengenai organ pelvis dan intraperitoneal
III A Makroskopis : terbatas 1 / 2 ovarium

Mikroskopis : mengenai intraperitoneal


III B Makroskopis : mengenai intraperitoneal diameter < 2 cm, KGB (-)

III C 1.     Meluas mengenai KGB dan /

2.     Makroskopis mengenai intraperitoneal diameter > 2 cm

Derajat keganasan kanker ovarium

1.     Derajat 1 : differensiasi baik

2.     Derajat 2 : differensiasi sedang

3.     Derajat 3 : differensiasi buruk

Dengan derajat differensiasi semakin rendah pertumbuhan dan prognosis akan lebih baik.

C.  Etiologi

Tidak jelas apa yang menyebabkan kanker ovarium. Secara umum, kanker dimulai ketika sel-sel
sehat mengalami mutasi genetik yang mengubah sel normal menjadi sel abnormal. Sel sehat
tumbuh dan berkembang biak pada tingkat yang ditetapkan, akhirnya mati pada waktu yang
ditetapkan. Sel-sel kanker tumbuh dan berkembang di luar kendali, dan mereka tidak mati.
Adanya akumulasi sel abnormal akan membentuk suatu massa (tumor). Sel kanker menginvasi
jaringan terdekat dan dapat pecah dari tumor awal untuk menyebar ke tempat lain dalam tubuh
(metastasis).

Efek perlindungan terhadap kanker ovarium ditemukan pada wanita yang memiliki banyak anak,
wanita yang kehamilan pertamanya terjadi di usia dini dan wanita yang memakai pil KB.

Faktor resiko tejadinya kanker ovarium adalah:

1. Obat kesuburan
2. Pernah menderita kanker payudara
3. Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara dan/atau kanker ovarium
4. Riwayat keluarga yang menderita kanker kolon, paru-paru, prostat dan rahim (menunjukkan
adanya sindroma Lynch II).

D.         Patofisiologi
Kebanyakan teori patofisiologi kanker ovarium meliputi konsep yang dimulai dengan
dedifferentiation dari sel-sel yang melapisi ovarium. Selama ovulasi, sel-sel ini dapat
dimasukkan ke dalam ovarium, di mana mereka kemudian berkembang biak. Kanker ovarium
biasanya menyebar ke permukaan peritoneum dan omentum.

Karsinoma ovarium bisa menyebar dengan ekstensi lokal, invasi limfatik, implantasi
intraperitoneal, penyebaran hematogen, dan bagian transdiaphragmatic. Penyebaran
intraperitoneal adalah karakteristik yang paling umum dan diakui dari kanker ovarium. Sel-sel
ganas dapat implan di mana saja dalam rongga peritoneal tetapi lebih cenderung untuk
menanamkan di situs statis sepanjang sirkulasi cairan peritoneum. Seperti dibahas selanjutnya,
mekanisme penyebaran mewakili pemikiran untuk melakukan pementasan bedah, operasi
debulking, dan administrasi kemoterapi intraperitoneal. Sebaliknya, penyebaran hematogen
secara klinis yang tidak biasa pada awal proses penyakit, meskipun tidak jarang terjadi pada
pasien dengan penyakit lanjut.

E.  Manifestasi Klinis

Gejala kanker ovarium tidak spesifik dan lebih mirip gejala-gejala umum seperti gejala gangguan
pencernaan atau kandung kemih. Seorang wanita dengan kanker ovarium dapat didiagnosis
dengan cara membandingkan dengan kondisi lain sebelum akhirnya memahami dia menderita
kanker.

Kunci utama untuk memahami kanker ovarium adalah tanda-tanda dan gejala yang terus
memburuk. Gejala tersebut meliputi gangguan pencernaan, yang cenderung untuk datang dan
hilang atau terjadi dalam situasi tertentu atau setelah makan makanan tertentu. Kanker ovarium,
biasanya fluktuatif, konstan, dan secara bertahap memburuk.

Studi terbaru menunjukkan bahwa wanita dengan kanker ovarium lebih mungkin dibandingkan
perempuan lain untuk secara konsisten mengalami gejala berikut:

1. Gejala awalnya berupa rasa tidak enak yang samar-samar di perut bagian bawah
2. Tekanan pada perut, merasa kenyang, bengkak atau kembung
3. Urinary urgensi
4. Rasa tidak nyaman atau sakit panggul
5. Mual
6. Sembelit
7. Sering buang air kecil
8. Kehilangan nafsu makan atau cepat merasa kenyang
9. Peningkatan ketebalan perut atau pakaian ketat pas di pinggang Anda
10. Sakit saat hubungan seksual (dispareunia)
11. Kekurangan energy
12. Punggung sakit
13. Perubahan menstruasi
14. Panggul terasa berat
15. Perdarahan pervaginam
Ovarium yang membesar pada wanita pasca menopause bisa merupakan pertanda awal dari
kanker ovarium. Di dalam perut terkumpul cairan dan perut membesar akibat ovarium yang
membesar ataupun karena penimbunan cairan. Pada saat ini penderita mungkin akan merasakan
nyeri panggul, anemia dan berat badannya menurun. Kadang kanker ovarium melepaskan
hormon yang menyebabkan pertumbuhan berlebih pada lapisan rahim, pembesaran payudara
atau peningkatan pertumbuhan rambut.

Gejala dan tanda klinis dari KO yang biasa dijumpai adalah sebagai berikut:

Tanda dan Gejala Frekuensi Relatif


1. Pembesaran perut XXXX

2. Nyeri perut XXX

3. Gejala-gejala dyspepsia XX

4. Gangguan buang air kecil/besar XX

5. Penurunan berat badan XX

6. Gangguan haid XX

7. Pembesaran kelenjar inguinal X

F.        Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan yang biasa dilakukan:

1. Pemeriksan darah lengkap


2. Pemeriksaan kimia darah
3.  Serum HCG
4. Alfa fetoprotein
5. Analisa air kemih
6. Pemeriksaan saluran pencernaan
7.  Laparatomi
8. CT scan atau MRI perut.
9. Pemeriksaan panggul. Selama pemeriksaan panggul, dokter dengan hati-hati memeriksa bagian
luar alat kelamin terkena (vulva), dan kemudian memasukkan dua jari dari satu tangan ke dalam
vagina dan sekaligus menekan sisi lain di perut untuk merasakan rahim anda dan ovarium. Dia
atau dia juga menyisipkan sebuah alat yang disebut spekulum ke dalam vagina. Spekulum vagina
terbuka sehingga dokter Anda secara visual dapat memeriksa vagina dan leher rahim untuk
kelainan.
10. USG menggunakan frekuensi tinggi gelombang suara untuk menghasilkan gambar dari bagian
dalam tubuh. USG membantu dokter menyelidiki ukuran, bentuk dan konfigurasi ovarium Anda.
Untuk membuat gambar dari ovarium Anda, dokter Anda mungkin memasukkan penyelidikan
USG ke dalam vagina Anda. Prosedur ini disebut USG transvaginal. Pencitraan USG dapat
membuat gambar dari struktur dekat ovarium Anda, seperti rahim anda.
11. Pembedahan untuk mengangkat contoh jaringan untuk pengujian. Jika tes lain menyarankan
Anda mungkin memiliki kanker ovarium, dokter anda dapat merekomendasikan operasi untuk
mengkonfirmasi diagnosis. Selama operasi, seorang ahli onkologi ginekologi membuat sayatan di
perut dan mengesplorasi rongga perut untuk mendeteksi adanya kanker. Ahli bedah dapat
mengumpulkan sampel cairan perut dan menghapus ovarium untuk pemeriksaan oleh seorang
ahli patologi. Jika kanker ditemukan, ahli bedah segera mungkin mulai operasi untuk menghapus
sebanyak mungkin kanker. Dalam beberapa kasus, ahli bedah dapat membuat beberapa sayatan
kecil di perut Anda dan masukkan alat-alat bedah khusus dan sebuah kamera kecil, sehingga
prosedur tidak akan memerlukan sayatan yang lebih besar.
12. CA 125 tes darah. CA 125 adalah protein yang ditemukan pada permukaan sel kanker ovarium
dan beberapa jaringan sehat. Banyak wanita dengan kanker ovarium memiliki tingkat abnormal
tinggi CA 125 dalam darah mereka. Namun, sejumlah kondisi non-kanker juga menyebabkan
peningkatan kadar CA 125, dan banyak perempuan dengan stadium awal kanker ovarium yang
normal memiliki kadar CA 125. Untuk alasan ini, tes CA 125 tidak biasanya digunakan untuk
mendiagnosa atau ke layar untuk kanker ovarium, tetapi dapat digunakan untuk memantau
bagaimana perawatan Anda maju.

G.         Penatalaksanaan

1. 1.    Pengobatan

Pada umumnya, pengobatan kanker ovarium dilakukan dengan tindakan operasi, lalu dilanjutkan
dengan pengobatan tambahan seperti kemoterapi, radioterapi, dan imunoterapi.

1. Operasi

Pada umumnya dilakukan:

-Histerektomi total yaitu mengangkat rahim dengan organ sekitarnya

-Salpingo ooporekmitomi yaitu mengangkat kedua ovarium dan kedua saluran tuba fallopii

-Omentektomi yaiut mengangkat lipatan selaput pembungkus perut yang memanjang dari
lambung ke alat-alat perut

1. Radioterapi

Teleterapi pelvis dan abdomen dan penetesan isotop radioaktif pada rongga peritoneal digunakan
pada wanita dengan kanker ovarium tahap awal (stadium I dan II). Isotop radioaktik (P32)
digunakan sebagai terapi residual kanker pada rongga peritoneum. Pasien yang memiliki residu
penyakit yang terbatas, kurang dari 2cm, merupakan kandidat utama terapi P32 ini.

1. Kemoterapi
Penggunaan melphana, 5-FU, thiotepa dan siklosfosfamid secara sistematik menunjukkan
aktivitas yang baik. Altretamine, sisplastin, karboplatin, doksorubisin, ifosfamid, dan etoposid
juga menunjukkan hasil yang bervariasi dari 27% sampai 78%. Secara keseluruhan, kombinasi
terapi sistematik dengan takson, sisplatin, siklofosfamid meningkatkan respon terapi, angka
kesembuhan atau kemungkinan hidup.

-       Kanker ovarium epitelial :

Stadium I : Pilihan terapi stadium I dengan derajat diferensiasi baik sampai sedang, operasi
salpingo-ooforektomi bilateral (operasi pengangkatan tuba fallopi dan ovarium) atau disertai
histerektomi abdominal total (pengangkatan uterus) dan sebagian jaringan abdominal, harapan
hidup selama 5 tahun mencapai 90%, pada stadium I dengan diferensiasi buruk atau stadium IC
pilihan terapi berupa: radioterapi, kemoterapi sistemik. histerektomi total abdominal.

Stadium II: Pilihan terapi utama operasi disertai kemoterapi atau radioterapi, dengan terapi
ajuvan memperpanjang waktu remisi dengan harapan hidup selama 5 tahun mendekati 80 %.

Stadium III dan IV: sedapat mungkin massa tumor dan daerah metastasis sekitarnya diangkat
(sitoreduktif) berupa pengeluran asites, omentektomi, reseksi daerah permukaan peritoneal, dan
usus, jika masih memungkinkan salpingo-ooforektomi bilateral dilanjutkan terapi ajuvan
kemoterapi dan atau radioterapi.

-       Kanker ovarium germinal :

Disgerminoma: pengangkatan ovarium dan tuba fallopi dimana kanker ditemukan dilanjutkan
radioterapi atau kemoterapi. Tumor sel germinal lainnya: pengangkatan ovarium dan tuba fallopi
dilanjutkan kemoterapi.

-       Kanker ovarium stromal :

Operasi yang dilanjutkan dengan kemoterapi. Kombinasi standar sistemik kemoterapi berupa TP
(paclitaxel + cisplatin atau carboplatin), CP (cyclophosphamide + cisplatin), CC
(cyclophosphamide + carboplatin).

 H.    Pencegahan

Beberapa faktor muncul untuk mengurangi risiko kanker indung telur, termasuk:

1. Kontrasepsi oral(pil KB). Dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah menggunakan mereka,
para wanita yang menggunakan kontrasepsi oral selama lima tahun atau lebih mengurangi risiko
kanker ovarium sekitar 50 persen, sesuai dengan ACS.
2. Kehamilan dan menyusui. Memiliki paling tidak satu anak menurunkan risiko Anda mengalami
kanker ovarium. Menyusui anak-anak juga dapat mengurangi risiko kanker ovarium.
3. Tubal ligasi atau histerektomi. Setelah tabung Anda diikat atau memiliki histerektomi dapat
mengurangi risiko kanker ovarium.
Perempuan yang berada pada risiko yang sangat tinggi mengalami kanker ovarium dapat
memilih untuk memiliki indung telur mereka diangkat sebagai cara untuk mencegah penyakit.
Operasi ini, dikenal sebagai profilaksis ooforektomi, dianjurkan terutama bagi perempuan yang
telah dites positif untuk mutasi gen BRCA atau wanita yang mempunyai sejarah keluarga yang
kuat payudara dan kanker ovarium, bahkan jika tidak ada mutasi genetik yang telah
diidentifikasi.

Studi menunjukkan bahwa ooforektomi profilaksis menurunkan risiko kanker ovarium hingga 95
persen, dan mengurangi risiko kanker payudara hingga 50 persen, jika ovarium diangkat sebelum
menopause. Profilaksis ooforektomi mengurangi, tetapi tidak sepenuhnya menghilangkan, risiko
kanker ovarium. Karena kanker ovarium biasanya berkembang di lapisan tipis rongga perut yang
meliputi ovarium, wanita yang pernah diangkat indung telur mereka masih bisa mendapatkan
yang serupa, tetapi jarang bentuk kanker yang disebut kanker peritoneal primer.

Selain itu, profilaksis ooforektomi menginduksi menopause dini, yang dengan sendirinya
mungkin memiliki dampak negatif pada kesehatan Anda, termasuk peningkatan risiko
osteoporosis, penyakit jantung dan kondisi lain. Jika Anda sedang mempertimbangkan setelah
prosedur ini dilakukan, pastikan untuk membahas pro dan kontra dengan dokter Anda.

I.  Komplikasi

1. Penyebaran kanker ke organ lain


2. Progressive function loss of various organs Fungsi progresif hilangnya berbagai organ
3. Ascites (fluid in the abdomen) Ascites (cairan di perut)
4. Intestinal Obstructions Usus Penghalang

Sel-sel dapat implan di lain perut (peritoneal) struktur, termasuk rahim, kandung kemih, usus,
lapisan dinding usus (omentum) dan, lebih jarang, ke paru-paru.

J.          Prognosis

Kanker ovarium biasanya memiliki yang buruk prognosis. Ini tidak proporsional mematikan
karena kekurangan apapun deteksi dini jelas atau tes skrining, yang berarti bahwa kebanyakan
kasus tidak terdiagnosis sampai mereka telah mencapai stadium lanjut. Lebih dari 60% dari
perempuan dengan kanker ini memiliki stadium III atau stadium IV kanker, ketika ia telah
menyebar ke luar ovarium. Kanker ovarium gudang sel ke dalam cairan alami dalam rongga
perut. Sel-sel kemudian dapat implan di lain perut (peritoneal) struktur, termasuk rahim ,
kandung kemih , usus dan lapisan dinding usus omentum pertumbuhan tumor yang membentuk
baru sebelum kanker bahkan dicurigai.

Kanker ovarium paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 50-70 tahun dan 1 dari 70
wanita menderita kanker ovarium.
Kanker indung telur merupakan penyebab kematian ke-5 terbanyak di Amerika Serikat dan
merupakan salah satu dari 7 keganasan tersering di seluruh dunia. Kanker indung telur memiliki
angka kematian yang tinggi, dari  23.100 kasus baru kanker indung telur, sekitar 14.000 atau
separuh lebih wanita meninggal karena penyakit ini. Kanker epitel ovarium jarang didapatkan
pada wanita berusia < 40 tahun. Puncaknya terjadi pada wanita usia 60-64 tahun. Angka kejadian
kanker epitel ovarium rendah pada negara berkembang dan Jepang.

Baca juga Kanker Serviks

K.  Diagnose keperawatan

1. Nyeri  berhubungan dengan penekanan perut bagian bawah akibat kanker metastasis.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan pernafasan akibat penekanan asites
pada diafragma.
3. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, dan
gangguan GI akibat adanya kanker metastasis.
4. Ansietas berhubungan dengan stres akibat kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan
penatalaksanaannya.
5. Perubahan Pola eliminasi urin berhubungan dengan penekanan tumor pada pelvis.
6. Gangguan citra diri berhubungan dengan pembesaran perut.

L.  Intervensi

1. Nyeri  berhubungan dengan penekanan perut bagian bawah akibat kanker metastasis.

Tujuan : Dalam 2x 24 jam rasa nyeri berkurang

Kriteria Hasil : Setelah diberi tindakan keperawatan skala nyeri berkurang menjadi 4.

Intervensi Rasional
1. Kolaburasi tindakan pembedahan a. Pembedahan bertujuan untuk
untuk pengangkatan kanker. menghilangkan faktor utama penyebab
nyeri.
1. Kolabarasi untuk pemberian terapi
analgesik.
b.Menghilangkan rasa nyeri
2. Atur posisi senyaman mungkin.
c.Menurunkan tingkat ketegangan
1. Ajarkan dan lakukan tehnik relaksasi.
pada daerah nyeri
2. Kaji tingkat dan intensitas nyeri.
d.Merelaksasi otot – otot tubuh

e. Mengidentifikasi skala dan


perkembangan nyeri.

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan pernafasan akibat penekanan asites
pada diafragma.
Tujuan : Mengembalikan pola nafas klien menjadi normal kembali

Kriteria Hasil :

- Klien tidak mengeluh sesak

- RR normal kembali antara 16-24x/mnt

-Klien tidak terlihat cemas dan gelisah

Intervensi Rasional
a. Batasi aktivitas dan mobilisasi  klien a. Istirahat dapat mengurangi konsumsi
O2 klien
b. Mengistirahatkan klien dengan posisi
semifawler b. Posisi semi fawler menambah
ruang ekspansi dada
c. longgarkan baju klien
c. Baju klien yang longgar
d. Kolaborasi pemberian terapi oksigen mempermudah klien dalam bernafas

e. Tenangkan klien d. terapi oksigen dibutuhkan jika


klien membutuhkan O2 lebih

e. Jika klien tenang maka konsumsi


O2 semakin efisien

3. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, dan
gangguan GI akibat adanya kanker metastasis.

Tujuan : Dalam 2x 24 jam nutrisi pasien terpenuhi

Kriteria Hasil : mual (-), nafsu makan pasien meningkat, berat badan stabil, penambahan berat
badan progresif.

Intervensi Rasional
1. Pantau masukan makanan setiap hari. a. Mengidentisifikasi kekuatan atau
2. Dorong pasien untuk makan diet tinggi defisiensi nutrisi.
kalori kaya protein kaya nutrient,
dengan masukan cairan adekuat. b. Kebutuhan jaringan metabolic
3. Dorong penggunaan suplement dan ditingkatkan begitu juga cairan (untuk
makan sering atau lebih sedikit yang
menghilangkan produk sisa).
dibagi-bagi selama sehari
4. Kontrol factor lingkungan. Hindari
c. Suplemen dapat memainkan peran
terlalu terlalu manis, berlemak, atau
makanan pedas.
5. Dorong penggunaan teknik relaksasi, penting dalam mempertahankan
visualisasi, bimbingan imajenasi, kalori dan protein adekuat.
latihan sedang sebelum makan.
d. Dapat mentriger respons mual
1. Identifikasi pasien yang mengalami muntah.
mual atau muntah yang diantisipasi.
e. Dapat mencegah awitan atau
  menurunkan beratnya mual,
penurunan anoreksia, dan
memungkinkan pasien meningkatkan
masukan oral.

f. Mual atau muntah psikogenik


terjadi karena perubahan lingkungan
pengobatan atau rutinitas pasien pada
hari pengobatan mungkin efektif.

4. Ansietas berhubungan dengan stress akibat kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan
penatalaksanaannya.

Tujuan : Dalam 2x 24 jam klien tidak terlihat cemas dan gelisah

Kriteria hasil :  berkurangnya rasa takut, klien tahu dan mengerti tentang keadaan dirinya, klien
dapat melakukan manajemen stress terhadap kondisinya.

Intervensi Rasional
a. Dengarkan dengan seksama apa keluh kesah a. Dengan mendengarkan keluh kesah
klien klien maka akan mengurangi stress klien

b. Berikan solusi yang relevan b. Solusi relevan sangat dibutuhkan


klien
c. Berikan informasi tentang kesehatan
klien c. Informasi tentang keadaan klien
sangat dibutuhkan
d. Temani klien dalam memutuskan sesuatu
d. klien membutuhkan teman untuk
e. Berikan humor ringan kepada klien berbagi

  e. Humor sangat diperlukan klien


untk mengurangi stress yang
dirasakanya

5. Perubahan Pola eliminasi urin berhubungan dengan penekanan tumor pada pelvis.
Tujuan : Dalam 2x 24 jam tidak terjadi gangguan pola eliminasi urin.

Kriteria Hasil : klien dapat berkemih normal (5x sehari), jumlah output sesuai input.

Intervensi Rasional
1. Kaji dan pantau frekuensi BAK setiap a. Mengidentifikasi masalah secara dini,
hari sebagai pedoman tindakan selanjutnya

1. Berikan obat diuretik jika di perlukan b. Kolaborasikan pemberian diuretik


(kolaborasi) dengan dokter agar pasien bisa BAK
2. Pemasangan alat bantu kateter jika di dengan lancar
perlukan
c. Pemasangan kateter dapat
  digunakan selama praoperasi

6. Gangguan citra diri berhubungan dengan pembesaran perut.

Tujuan : Dalam 2x 24 jam klien dapat menerima kondisi yang dialami.

Kriteria hasil : dapat mengungkapkan pemahaman tentang perubahan tubuh, penerimaan diri
dalam situasi sekarang.

Intervensi Rasional

1. Diskusikan dengan pasien atau orang a. Membantu dalam memastikan


terdekat bagaimana diagnosis dan masalah untuk memulai proses
pengobatan yang mempengaruhi pemecahan masalah.
kehidupan pribadi pasien atau rumah
dan aktifitas kerja
b. Bimbingan antisipasi dapat
2. Tinjau ulang efek samping yang
membantu pasien atau orang terdekat
diantisipasi berkenaan dengan
pengobatan tertentu, termasuk
memulai proses adaptasi pada status
kemungkinan efek pada aktifitas seksual baru dan menyiapkan untuk beberapa
dan rasa ketertarikan atau keinginan. efek samping misalkan membeli wig
Beritahu pasien bahwa tidak semua sebelum radiasi.
efek samping terjadi.
3. Dorong diskusi tentang atau pecahkan c. Dapat membantu menurunkan
masalah tentang efek kanker atau masalah yang mempengaruhi
pengobatan pada peran sebagai ibu penerimaan pengobatan atau
rimah tangga, orang tua, dan merangsang kemajuan penyakit.
sebagainya.
4. Berikan dukungan emosi untuk pasien d. Meskipun beberapa pasien
atau orang terdekat selama tes berdaptasi atau menyesuaikan diri
diagnistik dan fase pengobatan. dengan efek kanker atau efek samping
therapy;banyak memerlukan
dukungan tambahan selama periode
1. Rujuk pada konseling professional bila ini.
diindikasikan.
e. Mungkin perlu memulai dan
mempertahankan struktur psikososial
positif bila system pendukung pasien
atau orang orang terdekat terganggu.

6 ENDOMETRITIS
 

A.    PENGERTIAN
-          Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya disebabkan oleh
infeksi bakteri pada jaringan. (Taber, B., 1994).

-          Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). (Manuaba, I.
B. G., 1998).

-          Endometritis adalah suatu infeksi yag terjadi di endometrium, merupakan komplikasi
pascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72 jam setelah melahirkan.

B.     ETIOLOGI
Endometritis sering ditemukan pada wanita setelah seksio sesarea terutama bila sebelumnya ada
riwayat koriomnionitis, partus lama, pecah ketuban yang lama. Penyebab lainnya dari
endometritis adalah adanya tanda jaringan plasenta yang tertahan setelah abortus dan melahirkan.
(Taber, B. 1994).

Menurut Varney, H. (2001), hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi pada wanita adalah:

-          Waktu persalinan lama, terutama disertai pecahnya ketuban.

-          Pecahnya ketuban berlangsung lama.

-          Adanya pemeriksaan vagina selama persalinan dan disertai pecahnya ketuban.

-          Teknik aseptik tidak dipatuhi.

-          Manipulasi intrauterus (pengangkatan plasenta secara manual).


-          Trauma jaringan yang luas/luka terbuka.

-          Kelahiran secara bedah.

-          Retensi fragmen plasenta/membran amnion.

C.    KLASIFIKASI
Menurut Wiknjosastro (2002),

-          Endometritis akuta

Terutama terjadi pada masa post partum / post abortum.

Pada endometritis post partum regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga
endometritis post partum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9. Endometritis post abortum
terutama terjadi pada abortus provokatus.

Pada endometritis akuta, endometrium mengalami edema dan hiperemi, dan pada pemeriksaan
mikroskopik terdapat hiperemi, edema dan infiltrasi leukosit berinti polimorf yang banyak, serta
perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab yang paling penting ialah infeksi gonorea dan infeksi
pada abortus dan partus.

Infeksi gonorea mulai sebagai servisitis akut, dan radang menjalar ke atas dan menyebabkan
endometritis akut. Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus.

Pada abortus septik dan sepsis puerperalis infeksi cepat meluas ke miometrium dan melalui
pembuluh-pembuluh darah limfe dapat menjalar ke parametrium, ketuban dan ovarium, dan ke
peritoneum sekitarnya. Gejala-gejala endometritis akut dalam hal ini diselubungi oleh gejala-
gejala penyakit dalam keseluruhannya. Penderita panas tinggi, kelihatan sakit keras, keluar
leukorea yang bernanah, dan uterus serta daerah sekitarnya nyeri pada perabaan.

Sebab lain endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di luar partus atau
abortus, seperti kerokan, memasukan radium ke dalam uterus, memasukan IUD (intra uterine
device) ke dalam uterus, dan sebagainya.

Tergantung dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus, apakah endometritis akut tetap
berbatas pada endometrium, atau menjalar ke jaringan di sekitarnya.

Endometritis akut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapa patogen pada
umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri, dibantu dengan pelepasan lapisan
fungsional dari endometrium pada waktu haid. Dalam pengobatan endometritis akuta yang
paling penting adalah berusaha mencegah, agar infeksi tidak menjalar.
Gejalanya :

 Demam
 Lochea berbau : pada endometritis post abortum kadang-kadang keluar flour yang purulent.
 Lochea lama berdarah malahan terjadi metrorrhagi.
 Kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau parametrium tidak nyeri.

Terapi :

 Uterotonika.
 Istirahat, letak fowler.
 Antibiotika.
 Endometritis senilis perlu dikuret untuk menyampingkan corpus carsinoma. Dapat diberi
estrogen.

-          Endometritis kronika

Endometritis kronika tidak seberapa sering terdapat, oleh karena itu infeksi yang tidak dalam
masuknya pada miometrium, tidak dapat mempertahankan diri, karena pelepasan lapisan
fungsional darn endometrium pada waktu haid. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan
banyak sel-sel plasma dan limfosit. Penemuan limfosit saja tidak besar artinya karena sel itu juga
ditemukan dalam keadaan normal dalam endometrium.

Gejala-gejala klinis endometritis kronika adalah leukorea dan menorargia.

Pengobatan tergantung dari penyebabnya.

Endometritis kronis ditemukan:

1. Pada tuberkulosis.
2. Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus.
3. Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri.
4. Pada polip uterus dengan infeksi.
5. Pada tumor ganas uterus.
6. Pada salpingo – oofaritis dan selulitis pelvik.

Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus TB genital. Pada


pemeriksaan mikroskopik ditemukan tuberkel pada tengah-tengah endometrium yang meradang
menahun.

Pada abortus inkomplitus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat desidua dan vili
korealis di tengah-tengah radang menahun endometrium.
Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat peradangan dan
organisasi dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah, dan terbentuklah apa yang dinamakan
polip plasenta.

Endometritis kronika yang lain umumnya akibat ineksi terus-menerus karena adanya benda asing
atau polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri.

Gejalanya :

 Flour albus yang keluar dari ostium.


 Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi.

Terapi :

 Perlu dilakukan kuretase.

D.    GAMBARAN KLINIS


Gambaran klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan virulensi kuman, daya tahan
penderita dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang lokhea tertahan oleh darah, sisa-
sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiometra dan dapat menyebabkan
kenaikan suhu yang segera hilang setelah rintangan dibatasi. Uterus pada endometrium agak
membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek. Pada endometritis yang tidak meluas
penderita pada hari-hari pertama merasa kurang sehat dan perut nyeri, mulai hari ke 3 suhu
meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun, dan
dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali, lokhea pada endometritis,
biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal yang terakhir ini tidak boleh menimbulkan
anggapan bahwa infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokhea
yang sedikit dan tidak berbau.

Gambaran klinik dari endometritis:

1. Nyeri abdomen bagian bawah.


2. Mengeluarkan keputihan (leukorea).
3. Kadang terjadi pendarahan.
4. Dapat terjadi penyebaran.

-          Miometritis (pada otot rahim).

-          Parametritis (sekitar rahim).

-          Salpingitis (saluran otot).

-          Ooforitis (indung telur).


-          Pembentukan penahanan sehingga terjadi abses.

(Manuaba, I. B. G., 1998)

Menurut Varney, H (2001), tanda dan gejala endometritis meliputi:

-          Takikardi 100-140 bpm.

-          Suhu 30 – 40 derajat celcius.

-          Menggigil.

-          Nyeri tekan uterus yang meluas secara lateral.

-          Peningkatan nyeri setelah melahirkan.

-          Sub involusi.

-          Distensi abdomen.

-          Lokea sedikit dan tidak berbau/banyak, berbau busuk, mengandung darah seropurulen.

-          Awitan 3-5 hari pasca partum, kecuali jika disertai infeksi streptococcus.

-          Jumlah sel darah putih meningkat.

E.     PATOFISIOLOGI
Kuman-kuman masuk endometrium, biasanya pada luka bekas insersio plasenta, dan waktu
singkat mengikut sertakan seluruh endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa
patogen, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan
darah menjadi nekrosis serta cairan. Pada batas antara daerah yang meradang dan daerah sehat
terdapat lapisan terdiri atas lekosit-lekosit. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium
dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran.

 
 

PATHWAY KEPERAWATAN

Bakteri/kuman

(melalui luka bekas insersio plasenta)

Masuk ke endometrium

Gangguan psikologis                      Radang


Nyeri endometrium

Ibu

Jaringan desidua + bekuan darah

Resiko tinggi terhadap


perubahan menjadi
orang tua

                Nekrosis                                   Tidak nafsu makan

      Getah berbau             Keputihan                    Intake kurang

Kebutuhan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh

 
 

( Wiknjosastro, H. 2002 )

F.     KOMPLIKASI
-          Wound infection

-          Peritonitis

-          Adnexal infection.

-          Parametrial phlegmon

-          Abses pelvis

-          Septic pelvic thrombophlebitis.

G.    PENATALAKSANAAN
-          Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan pojok sasaran terpi. Evaluasi
klinis daan organisme yang terlihat pada pewarnaan gram, seperti juga pengetahuan bakteri yang
diisolasi dari infeksi serupa sebelumnya, memberikan petunjuk untuk terapi antibiotik.

-          Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi ditambah
terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu mentoleransi makanan lewat mulut.
Secepat mungkin pasien diberikan diit per oral untuk memberikan nutrisi yang memadai.

-          Pengganti darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post abortus atau post
partum.

-          Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak manfaatnya.

-          Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringan plasenta yang
tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai sangat penting. Jaringan plasenta
yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase perlahan-lahan dan hati-hati. Histerektomi dan
salpingo – oofaringektomi bilateral mungkin ditemukan bila klostridia teah meluas melampaui
endometrium dan ditemukan bukti adanya sepsis sistemik klostridia (syok, hemolisis, gagal
ginjal).

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ENDOMETRITIS

PENGKAJIAN

1. Aktifitas/istirahat

-          Malaise, letargi.

-          Kelelahan/keletihan yang terus menerus.

2. Sirkulasi

-          Takikardi.

3. Eliminasi

-          Diare mungkin ada.

-          Bising usus mungkin tidak ada jika terjadi paralitik ileus.

4. Integritas ego

-          Ansietas jelas (poritunitis).

5. Makanan atau cairan

-          Anoreksia, mual/muntah.

-          Haus, membran mukosa kering.

-          Distensi abdomen, kekakuan, nyeri lepas (peritonitis).

6. Neurosensori

-          Sakit kepala.


7. Nyeri/ketidaknyamanan.

-          Nyeri lokal, disuria, ketidaknyamanan abdomen.

-          Nyeri abdomen bawah/uterus serta nyeri tekan.

-          Nyeri/kekakuan abdomen.

8. Pernapasan

-          Pernapasan cepat/dangkal (berat/pernapasan sistemik).

9. Keamanan

-          Suhu 38 derajat celcius atau lebih terjadi jika terus-menerus, di luar 24 jam pascapartum.

-          Demam ringan.

-          Menggigil.

-          Infeksi sebelumnya.

-          Pemajanan lingkungan.

10. Seksualitas

-          Pecah ketuban dini/lama, persalinan lama.

-          Hemorargi pascapartum.

-          Tepi insisi: kemerahan, edema, keras, nyeri tekan, drainase purulen.

-          Subinvolusi uterus mungkin ada.

-          Lokhia mungkin bau busuk/tidak bau, banyak/berlebihan.

11. Interaksi sosial

-          Status sosio ekonomi rendah.

Pemeriksaan Diagnostik

-          Jumlah sel darah putih: normal/tinggi.

-          Laju sedimentasi darah dan jumlah sel darah merah: sangat meningkat pada adanya
infeksi.
-          Hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht): penurunan pada adanya anemia.

-          Kultur (aerobik/anaerobik) dari bahan intrauterus/intraservikal drainase luka/pewarnaan


gram dari lokhia servik dan uterus: mengidentifikasi organisme penyebab.

-          Urinalisis dan kultur: mengesampingkan infeksi saluran kemih.

-          Ultrasonografi: menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta yang tertahan,


melokalisasi abses peritoneum.

-          Pemeriksaan bimanual: menentukan sifat dan lokasi nyeri pelvis,massa, pembentukan
abses atau adanya vena-vena dengan trombosis.

-          Bakteriologi: spesimen darah, urin dikirim ke laboratorium bakteriologi untuk pewarnaan
gram, biakan dan pemeriksaan sensitifitas antibiotik. Organisme yang sering diisolasi dari darah
pasien dengan endometritis setelah seksio sesarea adalah peptokokus, enterokokus, clostridium,
bakterioles fragilis, Escherechia coli, Streptococcus beta hemilitikus, stafilokokus koagulase-
positif, mikrokokus, proteus, klebsiela dan streptokokus viridans (Di Zerega).

-          Kecepatan sedimentasi eritrosit:

Nilai dari tes ini sangat terbatas karena derajat sedimentasi cenderung meningkat selama
kehamilan maupun selama infeksi.

-          Foto abdomen

Udara di dalam jaringan pelvis memberi kesan adanya mionekrosis klostridia.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.


2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan yang tidak
adekuat.
3. Nyeri akut berhubungan dengan respon tubuh dan sifat infeksi.
4. Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan interupsi pada
proses pertalian, penyakit fisik, ancaman yang dirasakan pada kehidupan sendiri.

INTERVENSI

1. Diagnosa Keperawatan I:

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.


Intervensi:

-          Tinjau ulang catatan prenatal, intrapartum dan pascapartum.

-          Pertahankan kebijakan mencuci tangan dengan ketat untuk staf, klien dan pengunjung.

-          Berikan dan instruksikan klien dalam hal pembuangan linen terkontaminasi.

-          Demonstrasikan massase fundus yang tepat.

-          Pantau suhu, nadi, pernapasan.

-          Observasi/catat tanda infeksi lain.

-          Pantau masukan oral/parenteral.

-          Anjurkan posisi semi fowler.

-          Selidiki keluhan-keluhan nyeri kaki dan dada.

-          Anjurkan ibu bahwa menyusui secara periodik memeriksa mulut bayi terhadap adanya
bercak putih.

-          Kolaborasi dengan medis.

2. Diagnosa Keperawatan II:

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan yang tidak
adekuat.

Intervensi:

-          Anjurkan pilihan makanan tinggi protein, zat besi dan vitamin C bila masukan oral
dibatasi.

-          Tingkatkan masukan sedikitnya 2000 ml/hari jus, sup dan cairan nutrisi lain.

-          Anjurkan tidur/istirahat adekuat.

-          Kolaborasi dengan medis.

 Berikan cairan/nutrisi parenteral, sesuai indikasi.


 Berikan parenteral zat besi dan atau vitamin sesuai indikasi.
 Bantu penempatan selang nasogastrik dan Miller Abbot.

3. Diagnosa Keperawatan III:


Nyeri akut berhubungan dengan respon tubuh dan sifat infeksi.

Intervensi:

-          Kaji lokasi dan sifat ketidakmampuan/nyeri.

-          Berikan instruksi mengenai membantu mempertahankan kebersihan dan kehangatan.

-          Instruksikan klien dalam melakukan teknik relaksasi.

-          Anjurkan kesinambungan menyusui saat kondisi klien memungkinkan.

-          Kolaborasi dengan medis:

 Berikan analgesik/antibiotik.
 Berkan kompres panas lokal dengan menggunakan lampu pemanas/rendam duduk sesuai
indikasi.

4. Diagnosa Keperawatan IV:

Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan interupsi pada proses
pertalian, penyakit fisik, ancaman yang dirasakan pada kehidupan sendiri.

Intervensi:

-          Berikan kesempatan untuk kontak ibu bayi kapan saja memungkinkan.

-          Pantau respon emosi klien terhadap penyakit dan pemisahan dari bayi, seperti depresi dan
marah.

-          Anjurkan klien untuk menyusui bayi.

-          Observasi interaksi bayi-ibu.

-          Anjurkan ayah/anggota keluarga lain untuk merawat dan berinteraksi dengan bayi.

-          Kolaborasi dengan medis.

EVALUASI

1. Diagnosa Keperawatan I

Mengungkapkan pemahaman tentang faktor resiko penyebab secara individual. Melakukan


perilaku untuk membatasi penyebaran infeksi dengan tepat, menurunkan risiko komplikasi.
Mencapai pemulihan tepat waktu.

1. Diagnosa Keperawatan II

Memenuhi kebutuhan nutrisi yang dibuktikan oleh pemulihan luka tepat waktu, tingkat energi
tepat, penurunan berat badan dan Hb/Ht dalam batas normal yang diharapkan pasca partum.

1. Diagnosa Keperawatan III

Mengidentifikasi/menggunakan tindakan kenyamanan yang tepat secara individu.

Melaporkan ketidaknyamanan hilang atau terkontrol.

1. Diagnosa Keperawatan IV

Menunjukkan perilaku kedekatan terus-menerus selama interaksi orang tua-bayi.

Mempertahankan/melakukan tanggung jawab untuk perawatan fisik dan emosi terhadap bayi
baru lahir, sesuai kemampuan.

Mengekspresikan kenyamanan dengan peran sebagai orang tua.

Anda mungkin juga menyukai