Dosen Pengampuh:
Disusun Oleh:
Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT, yang telah
memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugasPendidikan Dalam Perspektif Teori-Teori Fungsional Struktural,
Teori Konflik, Teori Interaksionisme Simbolik, Serta Teori Strukturasi.
Shalawat serta salam tidak lupa kita haturkan kepada junjungan alam nabi
besar kita yaitu Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing umat manusia menuju
jalan yang benar hingga saat ini.
Terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I.,
M.Sos selaku Dosen pengampuh mata kuliah Sosiologi Pendidikan atas bimbingannya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu.
Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat dan menambah wawasan
kepada setiap pembaca. Oleh sebab itu, saya memohon kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sebagai materi evaluasi untuk penulisan tugas berikutnya.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. Pendidikan dalam Perspektif Teori Fungsional Struktural 1
BAB II. Pendidikan dalam Perspektif Teori Konflik 3
BAB III. Pendidikan dalam Perspektif Teori Interaksionisme Simbolik 6
BAB IV. Pendidikan dalam Perspektif Teori Strukturasi 9
KESIMPULAN DAN ANALISIS KRITIS 11
DAFTAR PUSTAKA 12
LAMPIRAN
iii
BAB I
Teori ini mempunyai asumsi bahwa setiap struktur dalam sosial, fungsional
terhadap yang lainnya. Fungsi merupakan akibat-akibat yang dapat diamati menuju
adaptasi atau penyesuaian dalam satu sistem. Fungsionalisme lebih banyak ditujukan
kepada fungsi-fungsi dibandingkan dengan motif-motif.
Salah satu karya yang terkenal dari fungsionalisme adalah teori tentang
stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial dianggap sebagai suatu kenyataan universal untuk
mempertahankan keberlangsungan hidup suatu masyarakat (Langer, 2005: 107).
Startifikasi yang dimaksud bukan individu-individu tetapi posisi yang mengandung
prestise yang bervariasi di dalam masyarakat, sehingga memotivasi masyarakat dan
menempatkan orang sesuai dengan posisi dalam sistem stratifikasi tersebut (Syarbaini
dan Rusdiyanta, 2009: 53).
1
Menurut Weber, stratifikasi merupakan kekuatan sosial yang berpengaruh
besar. Seperti halnya dalam sekolah, pendidikan merupakan variabel kelas atau
status. Pendidikan akan mengantar seseorang untuk mendapatkan status yang tinggi
yang menuju ke arah konsumeris yang membedakan dengan kaum buruh. Namun
tekanan disini bukan pada pendidikannya melainkan pada unsur kehidupan yang
memisahkan dengan golongan lain. Menurut Weber, dalam dunia kerja belum tentu
mereka yang berpendidikan tinggi lebih terampil dengan mereka yang diberi latihan-
latihan, namun pada kenyataannya mereka yang berpendidikan tinggi yang menduduki
kelas penting. Jadi, pendidikan seperti dikuasai oleh kaum elite, dan melanggengkan
posisinya untuk mendapatkan status dan kekuasaannya.
Teori ini menekankan pada fungsi peran dari struktur sosial yang didasarkan
pada konsensus dalam suatu masyarakat. Struktur itu sendiri berarti suatu sistem yang
terlembagakan dan saling berkaitan. Kaitannya dengan pendidikan, Talcott Parson,
mempunyai pandangan terhadap fungsi sekolah diantaranya:
2
BAB II
Karl Marx dianggap sebagai orang yang paling banyak memberi sumbangsi
dalam pengembangan teori sosial konflik. Teori konflik Karl Marx didasarkan pada
pemilikan sarana-sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam
masyarakat. Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan
perjuangannya. Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia
menunjukkan bahwa dalam masyarakat pada abad ke-19 di Eropa, terdiri dari kelas
pemilik modal atau borjuis dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar (Lukacs,
2010: 95-100 dan Umar, 1999: 43-51). Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur
sosial hirearkis, kaum borjuis melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam
proses produksi. Menurut Marx eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran
semu (false conciousness) dalam diri proletar, yaitu berupa rasa menyerah diri, dan
menerima keadaan apa adanya.
Teori ini berangkat dari asumsi dasar bahwa terjadinya class struggle antara
satu kelompok dengan kelompok lain karena adanya perbedaan kepentingan maka
akan melicinkan jalan terciptanya sebuah masyarakat (Al-Nadwi, 1983: 49-50 dan Rex,
1985: 150-155). Hal ini dikarenakan suatu masyarakat harus memilih salah satu
kelompok. Dari hasil persaingan perebutan kekuasaan itu lahir tatanan kelas
masyarakat pemenang yang kemudian mampu membentuk tatanan ekonomi dan
peradaban yang maju dalam masyarakat.
3
Menurut Coser konflik dibagi menjadi dua: pertama, konflik realistis, konflik ini
berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi dalam
hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang
ditujukan pada objek yang dianggap mengecewakan. Kedua, konflik non realistis,
konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari
kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Menurut
Coser, konflik dapat bersifat fungsional positif maupun negatif. Fungsional positif
apabila konflik melawan struktur. Dalam kaitan dengan sistem nilai yang ada di
masyarakat, konflik dapat bersifat fungsional apabila menyerang suatu nilai inti
(Soetomo, 1986: 35). Akan tetapi apabila konflik berkembang dalam hubungan-
hubungan yang intim, maka pemisahan (antara konflik realistis dan non realistis) akan
lebih sulit untuk dipertahankan. Semakin dekat suatu hubungan semakin besar rasa
kasih sayang yang sudah tertanam, sehingga semakin besar juga kecenderungan
untuk menekan ketimbang mengungkapkan rasa permusuhan.
Dalam teori konflik nampak jelas didominasi oleh kaum borjuis sebagai
pemegang kendali maupun kebijakan dan keputusan, mereka dengan mudah
mendapatkan stratifikasi sosial dalam masyarakat, demikian dalam dunia pendidikan,
karena yang dapat mengendalikan adalah status ekonomi.
Dalam stratifikasi sosial kita mengenal bahwa kelas bawah tidak akan
mempunyai dan memperoleh pendidikan dibandingkan dengan kelas menengah dan
kelas tinggi. Contoh dalam hal ini adalah kelas tinggi tidak akan dapat dipahami oleh
kelas tengah dan kelas bawah, dikarenakan pengalaman yang diperolehnya sangat
berbeda satu dengan yang lainnya. Realita menunjukkan bahwa pendidikan ditentukan
oleh penguasa, sehingga kebijakan untuk mendapatkan kesempatan dalam
mengenyam pendidikan dan keilmuan kurang bahkan tidak sesuai dengan yang kita
harapkan.
4
peristiwa yang normal yang sebenarnya dapat memperkuat struktur sosial. Sehingga
ketiadaan konflik bukanlah indikator dari kekuatan kestabilan suatu hubungan.
Pendidikan yang dilaksanakan baik pemerintah maupun swasta adalah pendidikan
yang tidak statis, akan tetapi penuh dengan dinamika sosial. Konflik yang terjadi dalam
pendidikan adalah bagian dari proses konstruksi pendidikan kearah yang lebih baik.
5
BAB III
Inti pandangan pendekatan ini adalah individu. Para ahli di belakang perspektif
ini mengatakan bahwa individu merupakan hal yang paling penting dalam konsep
sosiologi. Teori ini beranggapan bahwa individu adalah objek yang dapat secara
langsung ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya dengan individu yang lainnya.
6
Padahal, dapat saja kemampun semua peserta belajar di satu kelas tidak signifikan
perbedaannya atau mirip (Jones, 2009: 144). Oleh karena itu, dibutuhkan interaksi
langsung dengan melihat dari dekat –tidak sepintas– serta memberi perlakuan sama
yang mendorong peserta didik tersebut mempunyai progres akademik yang positif
sehingga interpretasinya benar dan sesuai dengan fakta lapangan.
7
untuk mengetahui siapa dirinya, seseorang harus menjadi anggota komunitas. I
adalah kekuatan spontan yang tidak dapat diprediksi. Ini adalah bagian dari diri
yang tidak terorganisir. Sementara me adalah gambaran diri yang tampak
dalam the looking-glass dari reaksi orang lain.Me hanya dapat dibentuk melalui
interaksi simbolik yang terus menerus mulai dari keluarga, teman bermain,
sekolah, dan seterusnya. Oleh karena itu, seseorang membutuhkan komunitas
untuk mendapatkan konsep dirinya. Seseorang membutuhkan the generalized
other, yaitu berbagai hal (orang, obyek, atau peristiwa) yang mengarahkan
bagaimana kita berpikir dan berinteraksi dalam komunitas. Me adalah
organized community dalam diri seorang individu.
8
BAB IV
Problem hubungan antara manusia dan masyarakat atau tindakan dan struktur
sosial berada pada inti persoalan teori sosial dan filsafat ilmu sosial (Thompson,
1994:56). Perdebatannya berkaitan diantara mana yang lebih penting antara individu
dan struktur. Biasanya, beberapa pemecahan yang diambil dititikberatkan pada satu
istilah dengan cara mengabaikan yang lain, baik struktural sosial yang diambil sebagai
objek pokok penerapan analisanya dan alat yang secara efektif justru berlebihan. Atau
individu-individu yang hanya dilihat sebagai unsur pokok dari kelompok aksi dan reaksi
sosial. Dalam teori sosial terdapat pertanyaan yang kadang diajukan sebagai keinginan
kuat untuk membangun analisa yang mapan, seperti pertanyaan “bagaimana” dan
“dengan cara apa” tindakan yang dihasilkan agen-agen individu berkaitan dengan ciri-
ciri struktural masyarakat yang didiami (Thompson, 1984:238). Teori Strukturasi
sebagai bagian dari contoh hasil perdebatan atas hubungan agen-struktur (di Eropa),
dan hubungan makro-mikro (di Amerika) (Ritzer, 203:471-505). Giddens menawarkan
konseptualisasi ulang antara ‘makro’ dan ‘mikro’ berkaitan dengan cara bagaimana
interaksi dalam konteks pertemuan muka dilibatkan secara struktural dalam sistem-
sistem perentangan ruang dan waktu yang luas, dengan kata lain, bagaimana sistem-
sistem seperti ini menjangkau sektor-sektor luas dari ruang dan waktu.
9
agen sosial setidaknya memiliki kepribadian kuat sehingga tidak hanya memberi warna
terhadap struktur sosial yang ada. Tetapi juga dapat merubah struktur yang ada.
Pendidikan memiliki tujuan untuk membekali individu dengan pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap sehingga mampu meningkatkan kualitas dirinya.
Pendidikanyang berkaitan erat dengan anak didik, tentu saja dapat dikategorikan
sebagai pencetak agen-agen sosial di masa depan. Anak didik yang berperan sebagai
agen sosial perlu dipersiapkan. Tugas keluarga, guru, sekolah, pemerintah, dan
masyarakat berkewajiban untuk melancarkan proses pencapaian tujuan pendidikan.
Keunikan setiap anak didik sudah sepantasnya dipandang sebagai suatu kelebihan
yang dimiliki dalam upayanya menjadi seorang agen sosial.
KESIMPULAN
10
sini, dapat dibedakan teori interaksionisme simbolis dengan teori-teori lainnya.
Teori interaksionisme simbolis memandang bahwa “arti” muncul dari proses
interaksi sosial yang telah dilakukan.
4. Teori strukturasi menyatakan bahwa individu adalah agen-agen sosial dengan
kemampuan dapat merombak struktur sosial yang ada. Individu yang berperan
sebagai agen sosial setidaknya memiliki kepribadian kuat sehingga tidak hanya
memberi warna terhadap struktur sosial yang ada. Tetapi juga dapat merubah
struktur yang ada. Pendidikan memiliki tujuan untuk membekali individu dengan
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap sehingga mampu meningkatkan kualitas
dirinya. Pendidikanyang berkaitan erat dengan anak didik, tentu saja dapat
dikategorikan sebagai pencetak agen-agen sosial di masa depan.
ANALISIS KRITIS
Teori sosiologi sangat menarik untuk dijadikan sebagai pisau analisis untuk
memahami berbagai macam realitas sosial yang ada di masyarakat terutama
pendidikan. Teori-teori sosiologi dapat membantu kita mempelajari hubungan interaksi
yang terjadi dalam bidang pendidikan terutama interaksi antara guru dengan peserta
didik, maupun stake holders yang ada di dalamnya. Teori yang satu dengan yang
lainnya akan berbeda pandangan tetapi saling melengkapi satu sama lainnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Langer, Beryl. “Emile Durkheim” dalam Peter Beilharz, ed. “Social Theory: A Guide to
Central Thinkers”. Diterjemahkan oleh Sigit Jatmiko, Teori-teori Sosial:
Observasi Kritis terhadap Para Filosof Terkemuka. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005.
Wulandari, Dewi. Sosiologi Konsep dan Teori. Bandung: Refika Aditama, 2009.
Giddens, Anthony. 1979. Problematika Utama dalam Teori Sosial; Aksi, Struktur, dan
Kontradiksi dalam Analisis Sosial. Terjemahan oleh Dariyatno. 2009.
Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
12
Giddens, Anthony. 1984. Teori Strukturasi Dasar-Dasar Pembentukan Struktur Sosial
Masyarakat. Terjemahan oleh Maufur dan Daryanto. 2010. Yogyakarta:Pustaka
Pelajar.
Giddens, Anthony. 1993. Metode Sosiologi Kaidah-Kaidah Baru. Terjemahan oleh Eka
Adi Nugraha dan Wahmuji. 2010. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
https://masdwihatmoko.blogspot.com/2016/11/melihat-pendidikan-dari-kacamata-
teori.html#:~:text=Teori%20Strukturasi%20Anthony%20Gidens
%20menyatakan,merombak%20struktur%20sosial%20yang
%20ada.&text=Pendidikan%20memiliki%20tujuan%20untuk
%20membekali,sehingga%20mampu%20meningkatkan%20kualitas%20dirinya
(diakses pada tanggal 14 Oktober 2020).
13
LAMPIRAN
Kelas : SOSIOLOGI A
PERNYATAAN
Apa yang saya tulis ini sebagai jawaban atas pertanyaan (soal) adalah murni
hasil pemikiran saya sendiri, dan jika nanti ditemukan kesamaan dengan tulisan orang
lain, baik dari sumber (web/situs dan referensi) tertentu atau tulisan saya memiliki
kesamaan dengan tulisan rekan-rekan saya, maka saya siap menerima sanksi yang
diberikan oleh dosen pengasuh matakuliah ini.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya secara sadar dan
bertanggung jawab.
Tanda Tangan:
14