Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENELITIAN TERDAHULU

Sagar, et al., (2017) melakukan penelitian dengan membandingkan tiga bentuk fin yang
berbeda. Masing-masing bentuk fin tersebut yaitu fin dengan bentuk persegi, cembung dan
cekung. Material masing-masing fin yaitu alumunium alloy 6061. Penelitian ini
menggunakan metode simulasi dengan software Autodesk Nastran untuk diaplikasikan pada
motor bakar. Bagian dalam dari masing-masing fin memiliki temperatur 2220C. Fin
ditempatkan di suatu ruangan yang temperaturnya sama dengan temperatur lingkungan dan
nilai koefisien perpindahan panasnya sebesar 22 W/m2 K. Dari hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa fin dengan bentuk cembung memiliki laju perpindahan panas yang lebih
tinggi dari fin bentuk persegi dan cekung.
Senapati, et al., (2017) melakukan simulasi pada vertical cylinder dengan annular fin
untuk kondisi konveksi alami dengan memvariasikan bilangan Reynold pada kondisi laminer
dan turbulen. Simulasi yang dilakukan juga membandingkan rasio diameter fin terhadap
diameter silinder (D/d) serta rasio jarak antar fin terhadap diameter silinder (s/d). Rasio
diameter fin terhadap diameter silinder (D/d) berkisar antara 2 – 5 dan rasio jarak antar fin
terhadap diameter silinder (s/d) berkisar antara 0,126 – 5,840. Dari hasil simulasi pada
penelitian ini diketahui bahwa jarak antar fin yang paling optimal untuk vertical cylinder
dengan annular fin antara nilai s/d = 0,28 sampai 0,31 atau 7 mm sampai 7,7 mm. (berikan
alasan)
Sathe, et al., (2020) melakukan eksperimen dan simulasi pada vertical rectangular fin
pada kondisi konveksi alami. Untuk meningkatkan kinerja termal perpindahan panas
konveksi alami ditambahkan celah (slit) pada vertical heatsink. Jumlah celah divariasikan
dengan jumlah 1 sampai 4 dan jarak celah divariasikan sebesar 5 mm sampai 20 mm. Sebagai
sumber panas digunakan heater dengan daya divariasikan dari 25 W sampai 125 W. Dari
penelitian ini dapat diketahui dengan adanya penambahan celah (slit) dapat meningkatkan
kinerja (thermal performance) pada vertical rectangular fin.
Al-Doori., (2011) melakukan penelitian dengan membandingkan rectangular fin
berlubang dengan tanpa lubang. Jumlah lubang divariasikan dengan jumlah 24 lubang sampai
56 lubang dengan kelipatan 8. Diameter lubang yang digunakan pada penelitian ini dibuat
tetap (konstan) sebesar 12 mm. Fin-fin tersebut diletakkan pada sebuah heater dengan daya
divariasikan dari 6 W sampai 220 W.
Untuk mengukur temperatur pada masing-maisng fin digunakan termokopel dengan jarak
20 mm untuk masing-maisng fin. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa fin berlubang
dengan jumlah lubang lebih banyak memiliki koefisien perpindahan panas yang lebih besar
dibandingkan fin dengan jumlah lubang lebih sedikit. Distribusi temperatur pada fin
berlubang lebih besar dari pada fin tanpa lubang.

2.2 Perpindahan Panas

panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat berpindah dari suatu sistem ke sistem
yang lain karena adanya perbedaan temperatur. Cabang ilmu yang membahas berapa besar
energi yang berpindah tersebut dikenal dengan perpindahan panas (heat transfer). Misalkan
ada sebuah minuman kaleng dingin yang berada di suatu ruangan. Beberapa saat kemudian
minuman kaleng tersebut akan meningkat temperaturnya. Begitu juga jika minuman kaleng
yang hangat di letakkan di dalam kulkas. Beberapa saat kemudian minuman kaleng tersebut
akan turun temperaturnya. Hal ini terjadi karena ada energi yang berpindah dari benda
dengan temperatur tinggi ke benda dengan temperatur rendah. Perpindahan energi tersebut
akan berhenti jika temperatur kedua benda tersebut sama.

2.3 Mekanisme Perpindahan Panas

Perpindahan panas terjadi jika adanya perbedaan temperatur, dari temperatur tinggi ke
temperatur rendah. Perpindahan panas akan berhenti jika kedua benda memiliki temperatur
yang sama. Ada 3 metode panas dapat berpindah dari satu benda ke benda yang lain yaitu
melalui konduksi, konveksi dan radiasi. Semua metode memerlukan perbedaan temperatur,
dari temperatur tinggi ke temperatur rendah. Berikut ini adalah penjelasan mengenai
mekanisme perpindahan panas masing-masing metode.
2.3.1 Konduksi

Konduksi merupakan perpindahan energi yang disebabkan adanya getaran pada partikel-
partikel penyusun suatu zat, partikel-partikel yang bergetar akan mengetarkan partikel-
partikel yang ada di dekatnya. Hal inilah yang membuat terjadinya perpindahan panas secara
konduksi. Konduksi terjadi pada zat padat, cair dan gas. Konduksi pada zat cair dan gas
disebabkan oleh gerakan acak partikel-partikel penyusunnya.
Laju perpindahan panas secara konduksi tergantung dari bentuk geometri benda, material
yang digunakan, ketebalan benda dan perbedaan temperatur benda tersebut. Laju perpindahan
panas konduksi sebanding dengan perbedaan temperatur sepanjang material dan luas
permukaan material, tetapi berbanding terbalik dengan ketebalan material. Adapun
persamaan laju perpindahan panas konduksi dapat dilihat di bawah ini.
T 1−T 2 ∆T
Q̇ = kA = - kA (1)
∆x ∆x
Dengan k adalah konduktivitas termal material yaitu ukuran suatu material untuk
menghantarkan panas. Nilai minus pada persamaan di atas maksudnya besar temperatur
material akan berkurang seiring dengan meningkatnya nilai x material tersebut. Adapun
ilustrasi perpindahan panas secara konduksi dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.1. Ilustrasi Perpindahan Panas Konduksi

2.3.2 Konveksi

Konveksi merupakan perpindahan energi antara permukaan benda padat dan fluida yang
bergerak. Peristiwa konveksi merupkan kombinas antara konduksi dan gerakan fluida.
Semakin cepat fluida bergerak, semakin cepat perpindahan panas konveksinya. Misalkan
proses pendinginan sebuah blok panas dengan meniupkan udara yang dingin di atas
permukaan blok tersebut. Energi berpindah dari permukaan blok ke lapisan udara pada blok
dengan konduksi. Kemudian energi ini berpindah ke lapisan udara yang ada di atasnya
dengan konveksi. Dengan adanya konduksi menyebabkan terjadinya pergerakan udara dan
pergerakan udara ini memindahkan udara yang panas di dekat permukaan blok dan
menggantinya dengan udara yang dingin.
Konveksi dikatakan sebagai konveksi paksa (forced convection) jika fluida dipaksa
untuk mengalir pada permukaan dengan menggunakan alat seperti kipas dan pompa.
Konveksi dikatakan sebagai konveksi alami (natural convection) jika pergerakan fluida
disebabkan oleh efek buoyancy yang ditimbulkan karena adanya perbedaan densitas akibat
perbedaan temperatur fluida. Laju perpindahan panas konveksi (Q̇ konveksi )sebanding dengan
perbedaan temperatur dan laju perpindahan konveksi menurut Newton’s law cooling dapat
dilihat di bawah ini.
Q̇ konveksi = h As (T s – T ∞) (2)
dengan :
h = koefisien laju perpindahan panas konveksi (W/m2 oC)
As = luas permukaan terjadinya konveksi
Ts = temperatur permukaan
T∞ = temperatur lingkungan
Adapun ilustrasi konveksi paksa dan konveksi alami dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini.

Gambar 2.2 Ilustrasi Konveksi Paksa dan Alami

2.4.1 Radiasi

Radiasi merupakan energi yang dipancarkan dalam bentuk gelombang elektromagnetik


(foton) karena adanya perubahan konfigurasi elektron-elektron pada atom atau molekul.
Perpindahan panas pada radiasi tidak memerlukan media. Perpindahan energi secara radiasi
terjadi sangat cepat pada kecepatan cahaya. Contoh perpindahan panas secara radiasi adalah
panas matahari dapat dirasakan sampai di bumi.
Adapun persamaan untuk menentukan laju perpindahan panas radiasi dapat dilihat pada
persamaan di bawah ini.
4
Q̇ radiasi = ε σ A s T s (3)
Dengan σ = 5,67 x 10-8 W/m2 K4 yang dikenal sebagai konstanta Stefan-Boltzmann. ε adalah
emisivitas permukaan materialdengan nilai antara 0 sampai 1
2.4 Fin

Ada dua metode untuk meningkatkan laju perpindahan panas yaitu meningkatkan nilai
koefisien perpindahan panas konveksi (h) dan memperbesar luas permukaan (As). Untuk
meningkatkan nilai h mungkin dibutuhkan alat tambahan seperti kipas atau pompa dan hal ini
mungkin tidak praktis. Salah satu alternatifnya yaitu dengan memperluas luas permukaan
dengan menggunakan fin. fin adalah komponen yang terbuat dari material dengan
konduktivitas termal yang tinggi terdiri dari sirip-sirip yang yang memperluas kontak
permukaan. Jenis-jenis fin ada banyak, adapaun beberapa jenis fin dapat dilihat pada gambar
di bawah ini.

Gambar 1. Jenis jenis fin

2.5 Konveksi Alami pada Annular Fin


Laju perpindahan panas konveksi dinyatakan seperti pada persamaan 2 yaitu
Q̇ konveksi = h As (T s – T ∞)
h adalah koefisien perpindahan panas konveksi. nilai h ditentukan dengan persamaan di
bawah ini.
hL
Nu = (4)
k
Dengan Nu

2.6 CFD

Anda mungkin juga menyukai