Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Hematoma vulva adalah kumpulan darah yang memiliki batas,


sehingga menyebabkan kumpulan darah yang jelas menonjol ke kulit
vulva. Ini mungkin terletak di salah satu dari dua area anatomi, sering
disebut sebagai segitiga anterior dan posterior. Ketika hematoma terjadi di
anterior otot perineum transversal superfisial, membran perineum
(sebelumnya disebut diafragma urogenital) dan fasia Colles mencegah
perluasan perdarahan dari hematoma. 4
Hematoma dapat terjadi akibat persalinan obstetri, komplikasi
bedah ginekologi, atau akibat trauma. Menurut penelitian berbasis
populasi yang besar, hematoma terjadi pada 1 dari setiap 1218
persalinan pervaginam tunggal. Hematoma obstetrik lebih sering terjadi
pada mereka yang primipara, melahirkan bayi dengan berat> 4.500 g,
menjalani persalinan dengan instrumental, atau memiliki penyakit
penyerta seperti preeklamsia, varises vulva, atau koagulopati. 4
Hematoma dapat ditemukan pada semua usia, meskipun lebih
sering terjadi pada anak-anak / dewasa muda (dari trauma) dan pasien
pada usia reproduksi (setelah persalinan). Mereka paling sering terlihat
dalam 24 jam pertama setelah melahirkan. Pasien akan datang dengan
keluhan timbulnya pembengkakan dan nyeri yang tiba-tiba di satu sisi
vulva.4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI

Vulva, atau pudendum, adalah istilah kolektif untuk alat


kelamin luar yang terlihat di daerah perineum. Vulva terdiri dari:
mons pubis, labia majora, labia minora, Hymen, klitoris, Vestibula,
uretra, kelenjar Skene, kelenjar Bartholin, dan Vestibula bulb
(Gambar 1).1

Gambar 1

Struktur alat kelamin luar yang secara kolektif disebut vulva.

Batas-batas vulva meluas dari mons pubis ke anterior ke


rektum posterior dan dari satu lipatan genitokrural lateral ke yang
lain. Seluruh area vulva ditutupi oleh epitel skuamosa berkeratin
dan bertingkat. Kulit menjadi lebih tebal, lebih berpigmen, dan lebih
keratin dengan bertambahnya jarak dari vagina. 1

Mons Pubis

Mons Pubis adalah lemak, bulu halus yang membentuk


rambut setelah pubertas. Itu terletak anterior dan lebih tinggi dari
simfisis pubis. Pola rambut, berbentuk segitiga. Perbedaan genetik
dan ras menghasilkan variasi pola rambut normal. 1

Labia majora

Labia majora adalah dua lipatan jaringan adiposa dan fibrosa


yang besar dan membujur. Setiap labium majus memiliki panjang
sekitar 7 sampai 8 cm dan lebar 2 sampai 3 cm. Labia memanjang
dari mons pubis ke anterior menjadi hilang di kulit antara vagina
dan anus di area posterior fourchette. Kulit permukaan cembung
luar labia majora berpigmen dan ditutupi dengan folikel rambut.
Kulit tipis pada permukaan bagian dalam tidak memiliki folikel
rambut tetapi memiliki banyak kelenjar sebaceous. Secara
histologis labia majora memiliki kelenjar keringat dan kelenjar
sebaceous (Gambar 2). Kelenjar apokrin mirip dengan yang ada di
payudara dan ketiak. Ukuran labia terkait dengan kandungan
1
lemak. Biasanya labia mengalami atrofi setelah menopause.

Labia majora homolog dengan skrotum pada pria. Signifikansi


klinis dari area bantalan rambut pada vulva adalah bahwa kondisi
yang melibatkan kulit, seperti neoplasia intraepitelial vulva (VIN),
dapat ditemukan sedalam 3 mm di bawah permukaan karena dapat
1
melibatkan kulit di batang rambut.
Gambar 2

Bagian histologis dari labia majora. Perhatikan kelenjar dan saluran


ekrin. HF, folikel rambut; SG, kelenjar sebaceous.

Labia Minora

Labia minora, atau nymphae, adalah dua lipatan kulit kecil


berwarna merah yang terletak di antara labia majora dan lubang
vagina. Mereka lebih halus, lebih pendek, dan lebih tipis dari pada
labia majora. Di anterior, mereka membelah di klitoris untuk
membentuk preputium superior dan di bagian inferior frenulum
klitoris. Secara histologis tersusun dari jaringan ikat padat dengan
jaringan ereksi dan serat elastis, bukan jaringan adiposa. Kulit labia
minora kurang terkornifikasi dan memiliki banyak kelenjar
sebaceous tetapi tidak memiliki folikel rambut atau kelenjar
keringat. Labia minora dan payudara adalah satu-satunya area
tubuh yang kaya akan kelenjar sebaceous tetapi tanpa folikel
rambut. Di antara wanita usia subur, ada variasi yang cukup besar
dalam ukuran labia minora. Mereka relatif lebih menonjol pada
anak-anak dan wanita pascamenopause. Labia minora homolog
dengan uretra penis dan bagian kulit penis pada pria. 1

Hymen

Hymen dara adalah selaput tipis yang biasanya berlubang di


pintu masuk vagina. Ada banyak variasi struktur dan bentuk selaput
dara. Hymen secara histologis ditutupi oleh epitel skuamosa
berlapis di kedua sisi dan terdiri dari jaringan fibrosa dengan
beberapa pembuluh darah kecil. Tag kecil, atau nodul, dari bahan
berserat kuat, disebut carunculae myrtiformes, adalah sisa dari
hymen yang teridentifikasi pada wanita dewasa. 1

Klitoris
Klitoris adalah organ pendek, silindris, ereksi di bagian
superior ruang depan. Kelenjar klitoris dewasa normal memiliki
lebar kurang dari 1 cm, dengan panjang rata-rata 1,5 - 2 cm.
Pasien yang melahirkan sebelumnya dapat mempengaruhi ukuran
klitoris, tetapi usia, berat badan, dan penggunaan kontrasepsi oral
tidak mengubah dimensi anatomi. Biasanya, hanya kelenjar yang
terlihat, dengan tubuh klitoris diposisikan di bawah permukaan kulit.
Klitoris terdiri dari dasar dua krura, yang menempel pada
periosteum simfisis pubis. Tubuh memiliki dua corpora cavernosa
silinder yang terdiri dari saluran vaskular berdinding tipis yang
berfungsi sebagai jaringan ereksi (Gambar 3). Sepertiga bagian
distal dari klitoris adalah kelenjar, yang memiliki banyak ujung
saraf. Klitoris adalah homolog wanita dari penis pada pria. 1

Gambar 3
A histologic section of the clitoris. Note the two corpus cavernosa
(CC), the septum (S), and the fibrous-collagenous sheath (F). Multiple nerve
endings may be seen surrounding the clitoris. PC , Pacinian touch
corpuscles.

Vestibula

Vestibula adalah bagian terendah dari sinus urogenital


embrionik. Ini adalah celah distal ke vagina antara labia minora
yang divisualisasikan saat labia dipisahkan. Ruang depan
memanjang dari klitoris ke fourchette posterior. Lubang uretra dan
vagina serta saluran dari kelenjar Bartholin membuka ke ruang
depan. Di dalam area ruang depan terdapat sisa-sisa selaput dara
dan banyak kelenjar musinus kecil.1

Uretra

Uretra adalah saluran membran untuk urin dari kandung


kemih ke Vestibula. Uretra wanita berukuran panjang 3,5 sampai 5
cm. Mukosa dari dua pertiga proksimal uretra terdiri dari epitel
transisi berlapis, sedangkan sepertiga distal adalah epitel
skuamosa berlapis. Lubang distal berdiameter 4 sampai 6 mm, dan
tepi mukosa tampak menonjol keluar.1

Kelenjar Skene

Kelenjar skene, atau kelenjar paraurethral, adalah kelenjar


tubular bercabang yang berdekatan dengan uretra distal. Biasanya
duktus skene sejajar dengan sumbu panjang uretra selama kurang
lebih 1 cm sebelum membuka ke uretra distal. Terkadang saluran
terbuka ke area di luar lubang uretra. Kelenjar skene adalah yang
terbesar dari kelenjar paraurethral; Namun, banyak kelenjar kecil
yang bermuara ke uretra. Kelenjar skene homolog dengan prostat
pada pria.1

Kelenjar Bartholin

Kelenjar bartholin adalah kelenjar vulvovaginal yang terletak


tepat di bawah fasia sekitar pukul 4 dan 8, masing-masing, pada
aspek posterolateral lubang vagina. Setiap lobus, kelenjar
racemose seukuran kacang polong. Secara histologis, kelenjar
terdiri dari epitel kuboid (Gambar 4). Saluran dari masing-masing
kelenjar dilapisi oleh epitel transisi dan panjangnya kira-kira 2 cm.
Saluran bartholin terbuka menjadi alur antara selaput dara dan
labia minora. Kelenjar Bartholin homolog dengan kelenjar Cowper
pada pria.1

Gambar 4
Bagian histologis dari kelenjar Bartholin. Perhatikan beberapa alveoli
mengalir ke saluran tengah.

Vestibula Bulbar

Vestibula bulbar adalah dua massa jaringan yang memanjang


yang terletak di kedua sisi lubang vagina. Setiap umbi berada tepat
di bawah otot bulbocavernosus. Ujung distal dari bola vestibular
berdekatan dengan kelenjar Bartholin. Mereka homolog dengan
bulb of the penis pada pria.1
Vaskularisasi vulva

Gambar 5. Vaskularisasi Vulva

A. Suplai vaskular dan saraf ke vulva berasal dari arteri pudendal


internal (cabang perineum) dan dari saraf pudendal saat mereka
keluar dari kanal Alcock dan dari bawah tuberositas iskia. Saraf
femoralis posterior femoralis, ilioinguinal, dan genital juga memasok
sebagian dari vulva. B. Area merah muda (mons, labia majora atas)
disuplai oleh saraf femoralis ilioinguinal dan genital. Area krural kuning
disuplai oleh saraf kutaneus femoralis posterior. Sisa dari vulva dan
kulit perianal disuplai oleh saraf pudendal. C. Ujung menunjuk ke
cincin inguinal eksternal. Genital femoralis (cabang genital) dan saraf
ilioinguinal muncul di dalam lemak, disertai dengan ligamentum
bundar, yang dengan sendirinya meluas ke labium majus. Cincin
inguinal eksternal yang diilustrasikan di foto ini menonjol karena lemak
hernia yang muncul darinya. D. Pada ujung melebar di bawah round
ligament. Round ligament melintasi lemak mons untuk berhenti di
dalam lemak labium majus. E. Saraf ilioinguinal telah dibedah dari
round ligament dan jaringan lemak di sekitarnya. Cabang-cabang
saraf memasok kulit mons dan bagian atas labia majora. 2

3.2 HEMATOM VULVA

Hematoma adalah kebocoran darah ke jaringan di bawah


epidermis. Hematoma vulva sering terjadi pada populasi obstetri.
Namun, sebagian besar kasus tersebut memiliki penyebab
traumatis, dan penanganannya berbeda. Meskipun kebanyakan
hematoma vulva berukuran kecil dan tidak memiliki signifikansi
lebih lanjut, hematoma vulva non-obstetrik dapat mencapai volume
yang dapat menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik pada
pasien.3

Labia majora pada wanita dewasa terdiri dari timbunan


lemak yang melindungi banyak pembuluh darah dan ujung saraf di
area ini dari trauma, tetapi selama masa kanak-kanak dan remaja
mereka kekurangan perlindungan ini, yang berarti trauma vulva
lebih sering terjadi. Faktor risiko hematoma vulva termasuk
keperawanan, masuknya benda asing, manipulasi diri, dan praktik
seksual yang kasar. Hipoestrogenisme pada wanita
pascamenopause dengan atrofi genital dan hilangnya elastisitas
juga dapat meningkatkan risiko lesi di area ini tanpa alas an
obstetri.3

3.3 ETIOLOGI

Hematoma yang terjadi di vulva dapat disebabkan oleh


berbagai penyebab: episiotomi, persalinan dengan forsep
traumatis, terapi injeksi vulva atau vagina bagian bawah, operasi
vulva, dan trauma vulva, adalah beberapa penyebabnya. 2
Gambar 6

Hematoma vulva masif. Perhatikan bahwa darah telah dibedah


sehingga melibatkan labium kanan minus, labium majus, perineum, dan
mons. Ini sebenarnya telah meluas ke labium majus kontralateral. Diseksi
telah berkembang di sepanjang bidang di atas fasia Colles.

Terlepas dari penyebabnya, hasil akhirnya mungkin berupa


deposit sejumlah besar darah secara subkutan, biasanya di
sepanjang bidang fasia Colles atau di bawahnya. Ditambah
dengan faktor-faktor yang disebutkan sebelumnya mungkin
gangguan salah satu struktur yang membentuk "lake of blood"
yang terletak di antara fasia Colles dan fasia yang meliputi otot
levator ani. Struktur kavernosa ini (klitoris, bulb dan vestibule, dan
corpora cavernosa) dapat dan akan berdarah tanpa remisi untuk
waktu yang lama, seperti yang ditunjukkan oleh cairan lambat yang
konstan.2

3.4 FAKTOR RISIKO

Kemungkinan terjadinya hematom vulva akan meningkat ketika


wanita tersebut menderita:5

1. Aktivitas olah raga


2. Consensual intercourse
3. Primipara
4. Melahirkan bayi dengan berat >4.500 gram
3.5 DIAGNOSIS
Hematoma vulva di diagnosis berdasarkan nyeri peritoneum
hebat dan kemunculan mendadak benjolan yang tegang, fluktuatif,
dan sensitif dengan ukuran beragam serta perubahan warna kulit
diatasnya. Apabila terbentuk di dekat vagina, kadang-kadang
massa mungkin tidak terdeteksi , tetapi gejala-gejala penekanan
apabila penekanan bukan nyeri, atau ketidakmampuan berkemih
seyogyanya di lakukan segera pemeriksaan vagina. Apabila
meluas ke atas di antara ligamentum latum, hematom mungkin
lolos deteksi, kecuali apabila sebagian benjolan dapat di raba dan
di palpasi abdomen atau terjadi hipovelemia. 6
Hematoma vulva yang kecil dan teridentifikasi setelah pasien keluar
dari kamar bersalin dapat di biarkan. Namun, apabila nyerinya
parah, atau apabila hematoma terus membesar, terapi terbaik
adalah insisi segera.6
3.6 DIAGNOSIS BANDING
Hematoma vagina terjadi akibat kerusakan jaringan lunak yang
berhubungan dengan persalinan. Hematoma ini sering menumpuk
di atas diafragma pelvis dan menonjol ke area vagina-rektal
(Gambar 7).
Gambar 7. Hematoma Vulva
Seperti hematoma vulva, hematoma vagina disebabkan oleh
beberapa laserasi pembuluh darah kecil. Bergantung pada luasnya
perdarahan, hematoma vagina mungkin memerlukan atau tidak
memerlukan drainase bedah. Hematoma kecil dan tidak membesar
seringkali paling baik ditangani dengan harapan tatalaksana
konservatif. Hematoma yang lebih besar dan meluas
membutuhkan intervensi bedah. Tidak seperti hematoma vulva,
sayatan hematoma vagina tidak perlu ditutup; sebagai gantinya,
paket vagina atau perangkat tamponade harus diletakkan di tepi
yang kasar. Jika perdarahan berlanjut, embolisasi arteri selektif
dapat dipertimbangkan.7
Varises Vulva
Varises vulva, adalah vena yang melebar di labia majora dan labia
minora. Varises vulva berhubungan dengan kejadian tromboemboli
vena, baik selama kehamilan maupun dalam keadaan tidak hamil,
dispareunia superfisial, dan vulvodynia. Ini juga dapat
menyebabkan masalah psikoemosional dan keluarga. Sulit untuk
memperkirakan secara tepat prevalensi kondisi patologis ini,
karena varises vulva seringkali tetap tidak terdiagnosis karena
lokalisasi varises atipikal, keengganan wanita untuk berkonsultasi,
dan dalam beberapa kasus tidak adanya ketidaknyamanan. 8
Dasar anatomi untuk perkembangan varises vulva berkaitan
dengan hubungan antara vena panggul dan alat kelamin eksternal.
Vena vulva mengalir ke vena pudenda eksternal dan internal, yang
mengalirkan darah ke vena safena major dan vena iliaka interna.
Vena labia majora dan labia minora beranastomosis dengan
pleksus uterovaginal. Selain itu, sambungan ke vena pelvis
disediakan melalui vena obturator dan vena iliaka sirkumfleksa
superfisial, serta vena perforant selangkangan, klitoris, dan
perineum.8
3.7 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan hematoma vulva nonobstetrik biasanya


konservatif kecuali jika hematom berdiameter lebih dari 10 cm atau
berkembang pesat. Perdarahan yang menghasilkan hematoma
vulva biasanya berasal dari vena. Oleh karena itu dapat dikontrol
dengan tekanan langsung. kompres es ke area tersebut adalah
terapi yang tepat. Jika hematoma terus membesar, terapi operatif
diindikasikan untuk mengidentifikasi dan mengikat pembuluh darah
yang rusak. Seringkali identifikasi "vena kunci yang bertanggung
jawab" merupakan prosedur operasi yang sia-sia. Namun,
pembuluh darah yang jelas mengalami ligasi, dan kemasan
dipasang untuk meningkatkan hemostasis. Selama operasi,
pemeriksaan yang cermat dan, jika diperlukan, endoskopi
dilakukan untuk menyingkirkan cedera pada kandung kemih dan
rektosigmoid.9

Mayoritas hematoma kecil menurun seiring waktu. Namun,


“hematoma kronis yang meluas” bisa menjadi sangat bermasalah.
Contoh klinis yang paling umum dari jenis masalah ini adalah
hematoma subdural kronis, tetapi situasi serupa dapat menyertai
hematoma vulva. Patofisiologi yang mendasari adalah episode
perdarahan berulang dari kapiler di jaringan granulasi hematoma,
yang mengakibatkan massa vulva kronis yang membesar secara
perlahan. Pengobatan hematoma kronis yang meluas adalah
drainase dan debridement.9

Drainase bedah adalah pengobatan utama hematoma vulva besar.


Insisi linier lebar melalui kulit, direkomendasikan. Biasanya
perdarahan disebabkan oleh banyak pembuluh darah kecil;
karenanya pengikatan pembuluh darah tidak mungkin dilakukan.
Setelah hematoma dievakuasi, area harus ditutup berlapis-lapis
dengan jahitan yang dapat diserap dan balutan tekanan steril
diterapkan. Kateter transurethral harus dipasang sampai edema
jaringan yang signifikan mereda.7

Gambar 8

A. Hematoma ini terjadi setelah injeksi vestibular dengan jarum ukuran 27.
Darah menciptakan pembengkakan pada vestibula, perineum, dan labium
majus. Situs drainase dicatat di vestibula kanan bawah. B. Tampilan lokasi
drainase yang diperbesar. Pengurasan Penrose telah dihapus 72 jam
setelah drainase. Pasien dirawat dan dipasang kateter selama 24 jam. Dia
dikirim pulang dengan instruksi untuk mandi di bak air asin tiga kali
sehari.2

3.8 KOMPLIKASI
Tekanan darah pada kulit vulva dapat mengganggu suplai
darahnya, dapat menyebabkan nekrosis. Oleh karena itu saat kondisi ini
terjadi, hematoma harus ditangani untuk mengurangi tekanan. Sebelum
mencapai keadaan yang memerlukan intervensi pembedahan,
perdarahan dapat dikontrol dengan aplikasi kompres es tepat waktu ke
lesi, serta dengan drainase postural.2
3.9 PROGNOSIS

Harus dilakukan observasi untuk hematoma yang meluas, pemantauan


hemodinamik jika kehilangan darah yang masif. Kebanyakan hematoma
secara bertahap sembuh hanya dengan penatalaksanaan konservatif.
Hematoma vulva tidak berpengaruh pada kehamilan. Jarang dapat
mempersulit persalinan jika ada sebelum atau selama persalinan. Lebih
sering, persalinan mendahului lalu terjadi pembentukan hematoma. 5

3.11 HEMATOMA VULVA PADA KEHAMILAN BERDASARKAN


BIOETIK, HUMANIORA & PROFESIONALISME

Bioetika adalah studi interdisipliner tentang masalah-masalah yang


ditimbulkan oleh perkembangan biologi dan kedokteran, tidak hanya
memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada masa sekarang,
tetapi juga memperhitungkan timbulnya masalah pada masa yang akan
datang.10

Beauchamp dan Childress ,menguraikan empat prinsip etika Eropa


bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar
moral atau kaidah dasar bioetik. Keempat kaidah dasar moral tersebut
adalah: berbuat baik (beneficence), tidak merugikan (non-maleficence),
menghargai otonomi pasien (autonomy), dan berlaku adil (justice). 10,11

a. Respect for Autonomy (Menghormati Otonomi Pasien)

Yaitu prinsip yang menghormati hak-hak pasien, terutama

hak otonomi pasien dan merupakan kekuatan yang dimiliki pasien


untuk memutuskan suatu prosedur medis. Prinsip moral inilah

informed consent. Pasien harus dihormati secara etik, akan tetapi

perlu diperhatikan bahwa dibutuhkan pasien yang dapat

berkomunikasi dan pasien yang sudah dewasa untuk dapat

menyetujui atau menolak tindakan medis. 11

Pada pasien ini, melalui informed consent, pasien diberikan

penjelasan serta persetujuan terkait tindakan medis yang ingin

dilakukan. Dan kemudian dilakukan tindakan medis kepada pasien

untuk mengetahui kondisi dari pasien. Tindakan yang dilakukan

berupa anamnesis, Pemeriksaan fisik, pemeriksaan inspekulo dan

kemudian diberikan kompres es dan surgical drainage. Autonomy

menyaratkan bahwa pasien harus terlebih dahulu menerima dan

memahami informasi yang akurat tentang kondisi mereka, jenis

tindakan medik yang diusulkan, risiko, dan juga manfaat dari

tindakan medis tersebut. Terlepas dari keputusan yang diambil oleh

pasien kemudian.

b. Beneficence (Berbuat Baik)

Menurut teori Beuchamp dan Childress. Prinsip atau kaidah

ini tidak hanya menuntut manusia memperlakukan sesamanya

sebagai makhluk yang otonom dan tidak menyakiti mereka, tetapi

juga dituntut agar manusia tersebut dapat menilai kebaikan orang

lain selanjutnya.11 Yaitu prinsip moral mengutamakan tindakan yang

ditujukan ke kebaikan pada pasien atau penyediaan keuntungan


dan menyeimbangkan keuntungan tersebut dengan risiko dan

biaya. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk

kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya

(manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya (mudharat). Dan

memandang pasien tidak saja menguntungkan dokternya, serta

meminimalisasikan akibat buruk. Point utama dari

prinsip beneficence sebenarnya lebih menegaskan bahwa seorang

dokter harus mengambil langkah atau tindakan yang lebih bayak

dampak baiknya daripada buruknya sehingga pasien memperoleh

kepuasan tertinggi.,11

Dalam hal ini dokter telah melakukan yang terbaik kepada

pasien dalam upaya penanganan dan pengobatan. Dokter telah

berusaha memberikan pemahaman kepada pasien. Dan juga

dokter telah melakukan hal yang terbaik demi kebaikan pasien.

c. Non-maleficence (Tidak Merugikan Pasien)

Tujuan prinsip ini adalah untuk melindungai seseorang yang

tidak mampu ( cacat) atau orang yang non otonomi, seperti yang

sudah dijelaskan adalah prinsip menghindari terjadinya kerusakan

atau prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk

keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “Primum non nocere”

atau “ above all do not harm”.,11

Prinsip yang diterapkan pada pasien ini adalah dilakukannya

drainase pada pasien bertujuan untuk membuang darah yg


menumpuk di subkutan yang ada pada pasien sehingga tidak

memperburuk keadaan pasien dan mengakibatkan komplikasi

lanjutan. Dan juga tetap melakukan tindakan sesuai prosedur yang

telah diterapkan untuk menangani kasus tersebut.

d. Justice atau keadilan

Adalah prinsip moral yang mementingkan keadilan dalam

bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya atau

pendistribusian dari keuntungan, biaya dan risiko secara adil

dimana seorang dokter wajib memberikan perlakuan sama rata

serta adil untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut.

Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan politik, agama,

kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial, dan kewarganegaraan

tidak boleh mengubah sikap dan pelayanan dokter terhadap

pasiennya. Dalam hal ini, dokter dilarang membeda-bedakan

pasiennya berdasarkan tingkat ekonomi, agama, suku, kedudukan

sosial, dan sebagainya..11

Pada kasus ini, dokter memberlakukan segala sesuatu

secara universal artinya dokter memberikan penanganan yang

sama pada semua pasien yang menderita penyakit yang sama

dalam hal ini dilakukan drainase surgical pada pasien dan

tatalaksana yang lain demi kepentingan pasien tanpa memandang

unsur SARA, status sosial, dan sebagainya.

Etika klinik Jonsen – Slegler W


Pembuatan keputusan etik, terutama dalam situasi klinik

dapat juga dilakukan dengan pendekatan yang berbeda yang

dikemukakan Jonsen, Siegler, dan Winslade mereka

mengembangkan teori etik yang menggunakan 4 topik. 11

 Medical Indication

Merupakan indikasi medis berupa diagnosis, perjalanan

penyakit, komdisi pasien, prognosis, dan pilihan terapi

penialaian aspek indikasi medis ini ditinjau dari sisi etiknya, dan

terutama menggunakan kaidah dasar bioetik beneficence dan

non-malificence. Adapun beberapa jawaban pertanyaan etik

yang selayaknya disampaikan kepada pasien ini pada informed

consent. 10,11

 Pasien dilakukan drainase surgical, serta dokter menjelaskan

prosedur dilakukannya tindakan.


 Tujuan pengobatan untuk memperbaiki keadaan pasien,

mencegah komplikasi buruk yang dapat muncul jika tidak

dilakukan pengobatan tersebut.

 Patient Preference

Kita memperhatikan nilai (value) dan penilaian tentang

manfaat dan beban yang akan diterimanya, yang berarti

cerminan kaidah autonomy. Secara rinci jawaban pertanyaan

etikanya adalah :

 Pasien secara mental mampu dan kompeten secara legal

dalam menyadari dan memahami kondisi klinis yang saat ini

dialaminya.

 Pasien mengetahui segala resiko yang sudah dijelaskan dan

memutuskan untuk mengikuti saran dari dokter.

Tentunya pasien telah mengetahui keuntungan serta kerugian

dari tindakan yang akan dilakukan serta efek samping yang

dapat timbul melalui komunikasi yang baik antar petugas medis

dan pasien.10,11

 Quality of life

Merupakan aktualisasi salah satu tujuan kedokteran,

yaitu memperbaiki, menjaga atau meningkatkan kualitas hidup

insani. Apa, siapa, dan bagaimana melakukan penilaian kualitas

hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis, yang


berkaitan dengan salah satu kaidah dasar bioetik yaitu

Beneficence, Non-malificence, & Autonomy.10 Secara rinci :

 Dalam hal ini, terdapat beberapa kendala yang terjadi,

dimana tindakan yang dilakukan bersifat privasi dan

diperlukan penjelasan yang baik kepada pasien agar pasien

bisa mengerti dan menerima.

 Karena keteguhan dan kedisiplinan dari pihak medis untuk

tetap memberikan informe consent kepada pasien mengenai

akibat yang nantinya terjadi jika pasien tidak mengikuti

prosedur pelayanan di RS. Akhirnya pasien dapat

menyetujui dan mau mengikuti prosedur pelayanan di RS.

 Kondisi pasien pasca tindakan draignase surgical diharapkan

akan membaik.

 Contextual Features

Prinsip dalam bagian ini adalah loyalty and fairness. Disini

dibahas pertanyaan etik seputar aspek non medis yang

mempengaruhi keputusan. Sesuai dengan kasus ini, jawaban

dari pertanyaan etikanya adalah :10,11

 Tidak ada faktor religius, budaya, dan kepercayaan pada

pasien.

Dimana pada etika kedokteran (KODEKI) pada pasal 10 juga

disebutkan “ setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan

ilmu keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini tidak


mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atau persetujuan

pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian

dalam penyakit tersebut”. Pada kasus ini, keputusan dan tindakan yang di

ambil oleh dokter tersebut sudah benar, dimana dokter berusaha

memberikan informe consent dan juga berusaha untuk memberikan

pelayanan terbaik untuk pasien tersebut, dan juga bersikap melindungi

teman sejawatnya.

3.12 Hematoma Vulva Pada Kehamilan Berdasarkan Prespektif

Islam

Teori etika islam (Maqasid Al Shari’at) ditemukan dalam 5 tujuan

hukum, kelima tujuan tersebut adalah preservasi Diin, kehidupan,

keturunan, intelektual, dan kekayaan. Semua tindakan medis harus

memenuhi tujuan diatas jika ingin dianggap etis. Sedangkan prinsip etika

dasar Islam yang relevan dengan praktek medis diambil dari 5 prinsip

hukum Islam yaitu:12,13

1. Prinsip Niat / Intention (qa’idat al qasd)

Tiap tindakan dinilai berdasarkan niatnya: Prinsip ini

meminta dokter untuk berkonsultasi dengan hati nuraninya.

Terdapat banyak masalah mengenai prosedur dan keputusan

medis yang tidak diketahui umum. Sebuah contoh praktis dalam

kasus ini, dimana pasien beberapa kali menolak untuk dirujuk ke

RS yang lebih kompeten dalam hal ini,dan juga pasien berusaha

menutupi hasil pemeriksaan rapid test pasien dimana hasilnya


positif. Akan tetapi pihak tenaga medis masih tetap sabar dan

berusaha untuk memberikan informe consent yang baik kepada

pasien dimana tujuannya untuk menghindari mudharat yang lebih

besar. 12,13

Pengijinan: semua prosedur medis dianggap boleh dilakukan

kecuali jika ada bukti-bukti yang melarangnya, al asl fi ashiya al

ibaaha.

2. Prinsip Kepastian (qa’idat al yaqiin).


Tidak ada yang benar-benar pasti (yaqiin) dalam ilmu

kedokteran, artinya tingkat kepastian (yaqiin) dalam ilmu

kedokteran tidak mencapai standar yaqiin yang diminta oleh

hukum. Meskipun demikian diharapkan dokter dalam mengambil

keputusan medis, mengambil keputusan dengan tingkat

probabilitas terbaik dari yang ada (evidence based medicine).

Termasuk pula dalam hal diagnosis, perawatan medis didasarkan

dari diagnosis yang paling mungkin. Pastinya dalam hal

pengambilan tindakan medis dokter spesialis telah melihat segala

kemungkinan yang terjadi sebelum melakukan tindakan medis. 12,13

Begitupun dalam kasus ini, dokter mengambil kesimpulan

diagnosis berdasarkan anamnesis,pemeriksaan fisik dan hasil Lab.

yang dirujuk berbasis evidence based medicine. Juga pada saat

mengambil keputusan untuk menolong pasien ini berdasarkan

diagnosis yang sudah ditegakkan, serta sesuai dengan prosedur

yang sduah ditetapkan.


3. Prinsip Kerugian / Harm (qa’idat aldharar)

Intervensi medis untuk menghilangkan luka: intervensi medis

dibolehkan dengan prinsip dasar bahwa suatu kelainan jika muncul

seharusnya dihilangkan, al dharar yuzaal. Namun, dokter

sebaiknya tidak menyebabkan adanya kerugian pada saat

melakukan pekerjaannya, menurut prinsip al dharar wa la dhirar.

Kelainan utamanya harus dicegah atau dikurangi kegawatannya

sebanyak mungkin, al dharar yudfau bi qadr al imkaan. Oleh karena

itu, kelainan harus dihilangkan. 13

Keseimbangan antara kerugian dengan keuntungan: pada

situasi dimana intervensi medis yang diusulkan memiliki efek

samping, kita mengikuti prinsip bahwa pencegahan penyakit

memiliki prioritas yang lebih tinggi dibandingkan dengan

keuntungan dengan nilai yang sama, dariu an mafasid awla min

jalbi al masaalih. Jika keuntungan memiliki kepentingan yang jauh

lebih tinggi dari pada kerugian, maka mendapatkan keuntungan

memiliki prioritas lebih tinggi. 11,12

Keseimbangan antara larangan dan yang diperbolehkan:

petunjuk hukum adalah bahwa yang dilarang memiliki prioritas lebih

tinggi untuk dikenali jika keduanya muncul bersamaan dan sebuah

keputusan harus diambil, idha ijatama’a al halaal wa al haram

ghalaba al haram al halal.


Pilihan antara kedua keburukan: suatu hal yang merugikan

dilakukan untuk mencegah munculnya kerugian yang lebih besar.


12,13

Pada kasus ini, pasien selalu dihadapkan dengan pilihan

penanganan terbaik kepada pasien yang mungkin mengakibatkan

ketidaknyamanan pada pasien tetapi jika tidak dilakukan prosedur

perawatan dan tindakan dapat memperburuk kondisi pasien.

4. Prinsip Kesukaran / Difficulty (qa’idat al mashaqqat)

Kebutuhan melegalisir yang dilarang. Dalam kondisi yang

menyebabkan gangguan serius pada kesehatan fisik dan mental,

jika tidak segera disembuhkan, maka kondisi tersebut memberikan

keringanan dalam mematuhi dan melaksanakan peraturan dan

kewajiban syari’ah.13

Batas-batas prinsip kesulitan: dalam melanggar syari’ah

tersebut tidak melewati batas batas yang diperlukan (secukupnya

saja).14

Aplikasi sementara dari prinsip kesulitan: Adanya suatu

keperluan tidak menghilangkan secara permanen hak-hak pasien

yang harus di rekompensasi dan dikembalikan pada keadaan

seiring dengan waktu. 12,13

Dalam kasus ini, segala bentuk komplikasi yang dapat terjadi

pada pasien harus segera di minimalisir untuk menjaga kesehatan

fisik maupun mental pada pasien.


5. Prinsip Kebiasaan/ Custom (qa’idat al ‘aadat)

Pengertian dari kebiasaan: apa yang biasa dinggap

kebiasaan adalah memiliki sifat keseragaman, tersebar luas, dan

mendominasi, innama tuutabaru al aadat idha atradat aw ghalabat,

dan umum. Kebiasaan juga sebaliknya ada sejak dahulu dan bukan

merupakan fenomena yang baru agar terdapat kesempatan

terbentuknya konsensus medis. 12,13

Dalam prinsip ini, standar yang diterima secara umum,

seperti standard operational procedure (SOP/Protap) untuk

perawatan klinis dianggap sebagai hukum dan diperkuat oleh

syari’ah.13

Begitu banyak ayat suci Al-quran yang menyegerakan manusia

untuk berbuat baik. Dalam hal ini tenaga medis yang berusaha meberikan

penanganan terbaik meskipun mereka mengetahui bahaya yang akan

mereka jumpai. 13

ً ‫اء إِالَّ أَ ْن َزل لَ ُه شِ َف‬


‫اء‬ ً َ‫َما أَ ْن َزل َ هللاُ د‬

Artinya:

“ Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan akan menurunkan

pula obat untuk penyakit tersebut ” (H.R. Bukhari)23

ِ ‫دَوا ُء الدَّ اءِ َب َرأَ بِإِ ْذ ِن‬


‫هللا‬ َ ‫ب‬ َ ‫ َفإِ َذا أُصِ ْي‬،‫لِ ُكل ِّ دَاءٍ دَ َوا ٌء‬

Artinya:
“ Untuk setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat tersebut sesuai dengan

penyakitnya, penyakit tersebut akan sembuh dengan seizin Allah ” (H.R.

Muslim)14

Dalam beberapa hadits diatas dijelaskan bahwa Allah menurunkan

penyakit juga akan menurunkan obatnya. Apabila dokter sudah berusaha

untuk memberikan pengobatan yang sesuai tetapi penyakit tersebut tidak

sembuh, maka itu adalah kehendak dari Allah SWT. Dan ketika Allah

menurunkan penyakit kepada hamba-Nya, maka manusia harus meyakini

bahwa itu adalah salah satu bentuk dari kebaikan Allah untuk menghapus

dosa-dosanya, agar orang yang terkena penyakit tersebut tetap

berprasangka baik dan beribadah kepada Allah walaupun dalam keadaan

sakit.

HR. Bukhari dan Muslim.16

Terbukti apa yang Allah dan Rasulullah ajarkan semua demi


memberikan yang terbaik untuk-mu dan umat pada umum-nya. Karena
Islam mengetahui dampak yang akan terjadi jika kita melanggar apa yang
sudah tertuang dalam Al-Qur’an dan sunah.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

َ ‫ت َف َس َد ْال َج َس ُد ُكلُّ ُه أَاَل َوه‬


: ُ‫ِي ْال َق ْلب‬ ْ ‫صلَ َح ْال َج َس ُد ُكلُّ ُه َوإِ َذا َف َس َد‬ َ ‫أَاَل َوإِنَّ فِي ْال َج َس ِد مُضْ َغ ًة إِ َذا‬
ْ ‫صلَ َح‬
َ ‫ت‬

Ingatlah, sesungguhnya dalam jasad manusia itu ada segumpal


daging, jika ia baik, baiklah seluruh jasad, dan jika ia rusak, rusaklah
seluruh jasad, segumpal daging itu adalah hati( jantung/hati (nurani). [HR
Muttafaq ‘alaih].18

Jadi memang demikianlah jika hati diperhatikan, di jaga dan di


pedulikan maka kehidupan dunia dan akhirat kita akan selamat dan akan
mendapat kebahagiaan. karena dengan hati yang sehat, orang bisa
menahan diri dari syubhat, menahan diri dari syahwat. Sebaliknya, jika
hati di abaikan maka penyakit, halangan dan duri berupa syubhat dan
syahwat mudah hinggap dalam perjalanan kita menuju akhirat, dan
niscaya kita akan sengsara, nelangsa.

Saat menjelaskan makna haditd diatas, Ibnu Rajab mengatakan,


“Dalam hadis ini terdapat isyarat bahwa baiknya gerakan anggota badan
seorang hamba, jauhnya dari yang haram dan terhindarnya dari syubhat
sangat tergantung dari baik atau buruknya hatinya. Jika hatinya selamat,
penuh dengan mahabbah (rasa cinta) kepada Allâh dan cinta kepada apa
yang dicintai Allâh Azza wa Jalla, kemudian dipenuhi rasa takut kepada
Allâh dan takut melakukan apa yang Allâh Azza wa Jalla benci maka
baiklah seluruh gerkan anggota badannya, dan dari sini berbuah menjadi
jauhnya ia dari hal-hal yang haram dan terhindar dari syubhat-syubhat.
(Sebaliknya), jika hati itu rusak maka akan dikuasai untuk mengikuti hawa
nafsu, dan selalu mencari sesuatu yang dicintai hawa nafsunya meskipun
dibenci oleh Allâh Azza wa Jalla , dan menggiring kepada maksiat dan
syubhat-syubhat sesuai apa yang di inginkan hawa nafsunya. 18

ِ ‫ق اإْل ِ ْن َسانُ ِم ْن َع َج ٍل ۚ َسأ ُ ِري ُك ْم آيَاتِي فَاَل تَ ْستَع‬


‫ْجلُو ِن‬ َ ِ‫ُخل‬
Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku
perIihatkan kepadamu tanda-tanda azab-Ku. Maka janganlah kamu minta
kepada-Ku mendatangkannya dengan segera. (Al anbiya 21:37). 17

Manusia itu diciptakan dengan tabiat suka tergesa-gesa, ia selalu


meminta disegerakan sesuatu sebelum terjadi, di antaranya tergesa-
gesanya orang-orang musyrik yang meminta diberikan azab. Maka aku
akan perlihatkan kepada kalian, wahai orang yang tergesa gesa dengan
datangnya azab-Ku- apa yang kalian meminta Aku lagi untuk
menyegerakan.

Dalam salah satu penyebab dari hematoma vulva adalah trauma, disini
dilihat bahwa trauma yang sering terjadi karena trauma tumpul akibat
berolah raga. Sejatinya seorang manusia harus selalu berhati-hati dan
tidak tergesa gesa dalam berkegiatan agar menghindari dampak yang
dapat ditimbulkannya ke tubuh yaitu trauma. Sejatinya manusia hanya
dipinjamkan kehidupan dan akan kembali kepada sang pencipta. Dari
penggalan ayat tersebut, Allah tidak menyukai orang yang tergesa-gesa.
BAB III

KESIMPULAN

Hematoma vulva adalah pecahnya pembuluh darah vena yang


menyebabkan perdarahan, yang dapat terjadi saat kehamilan berlangsung
atau yang lebih sering pada persalinan.

Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besarnya


hematoma. Pada hematoma yang kecil tidak perlu tindakan operatif,
cukup dilakukan kompres. Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai
dengan anemia dan presyok, perlu segera dilakuakn pengosongan
hematoma tersebut. Dilakukan sayatan disepanjang bagian hematoma
yang paling teregang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong
hematoma kosong. Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan
dengan mengikat atau menjahit sumber perdarahan tersebut.

Adapun tindakan medis yang dilakukan pada kasus ini telah


mengikuti standar pelayanan medis yang telah ditetapkan. Dan
mengutamakan hak dan keselamatan pasien.

Dari berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Allah


dan Rasulullah ajarkan semua demi memberikan yang terbaik untuk-mu
dan umat pada umum-nya. Karena Islam mengetahui dampak yang akan
terjadi pada setiap apa yang telah diperbuat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fidel A. Valea. 2017. Comprehensice Gynecology. Reproductive


Anatomy: Gross and Microscopic, Clinical Correlations. Seventh
Edition. Elsevier. Hal 48-76

2. Michael S. Baggish. 2016. Atlas of Pelvic Anatomy and Gynecologic


Surgery. Chapter 65: Vulvar and Perineal Anatomy. Fourth Edition.
Elsevier. Hal 823-840

3. Lapresa Alcalde, M. V., Hernández Hernández, E., Bustillo Alfonso,


S., & Doyague Sánchez, M. J. 2019. Non-obstetric traumatic vulvar
hematoma: Conservative or surgical approach? A case report. Case
reports in women's health, 22, e00109.
https://doi.org/10.1016/j.crwh.2019.e00109

4. Lauren A. Cadish. 2019. Ob/Gyn Hospital Medicine. Chapter 70:


Vulvar and Vaginal haematoma. McGraw-Hill Education.

5. Roger P. Smith. 2018. Netter's Obstetrics and Gynecology. Vulvar


Hematoma. Third Edition. Elsevier. Hak 201-202.

6. Oxorn, Harry dan William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan, Patologi


dan Fisiologi Persalinan:Hematoma. Yogyakarta: ANDI pp.461-462.

7. Jennifer M. Banayan MD, Jennifer E. Hofer MD and Barbara M.


Scavone M. Chestnut's Obstetric anesthesia. Antepartum and
Postpartum Hemorrhage. Elsevier. Hal 901-936.

8. Gavrilov S. G. 2017. Vulvar varicosities: diagnosis, treatment, and


prevention. International journal of women's health, 9, 463–475.
https://doi.org/10.2147/IJWH.S126165
9. Mary Segars Dolan, Cherie Hill and Fidel A. Valea. 2017. Benign
Gynecologic Lesions: Vulva, Vagina, Cervix, Uterus, Oviduct, Ovary,
Ultrasound Imaging of Pelvic Structures. Elsevier. Hal 370-422.

10. Mappaware, Nasrudin Andi. Konsep Dasar Bioetika Hukum


Kedokteran dalam Penerapan Masa Kini dan Kesehatan sebagai Hak
Asasi Manusia. 2007. Makassar

11. Afandi, Dedi. Kaidah Dasar Bioetika dalam Pengambilan Keputusan


Klinis yang Etis. Sumatera Barat : Universitas Andalas. 2017. Diakses
pada tanggal 29 Maret 2019 dari http://www.jurnalmka.fk.unand..ac.id

12. Suryanto BA. Perspektif Islam dalam Kegawatdaruratan. Yogjakarta:


FK UII.

13. Shobahussurur. Proses Pengambilan Keputusan dari Perspektif Ibn


Taimiyyah. Jakarta: Jurnal Tsaqafah UIN Syarif Hidayatullah.

14. Afandi, Dedi. Kaidah Dasar Bioetika dalam Pengambilan Keputusan


Klinis yang Etis. Sumatera Barat : Universitas Andalas. 2017. Diakses
pada tanggal 1 Agustus 2020 dari
http://www.jurnalmka.fk.unand..ac.id

15. Rahamdi, Agus. 2019. Kitab Pedoman Pengobatan Nabi. Jakarta:


Wahyu Qolbu

16. Baqi, Muhammad. 2017. Hadist Shahih Bukhari-Muslim. Jakarta:


Gramedia.

17. Al-Quran Terjemahan. 2015. Departemen Agama RI. Bandung: CV


Darus. Sunnah. Abdullah, Amin. 2000. Dinamika Islam Kultural:
Pemetaan Atas Wacana.
18. Ibnu Rajab Al-Hambali, Jami’ul ulum wal hikam, (Dar Ibnu Jauzi, 1429)
hlm.144

Anda mungkin juga menyukai