Anda di halaman 1dari 20

HAND OUT O1

MATA KULIAH ILMU POLITIK

ONTOLOGI ILMU POLITIK


A. Karakteristik Ontologi Ilmu Politik
1. Pendahuluan
Menurut Deliar Noer (1983:1-5) ada tiga kelompok orang yang
menggunakan kata politik dengan makna yang berbeda. Pertama adalah pejuang
pergerakan kemerdekaan. Pada kelompok in, nama HOS Tjokroaminoto, Agus
Salim, Soekarno, Hatta, Syahrir, adalah tokoh politik yang ada di jalur pejuang
kemerdekaan. Pelaku politik ini, mampu memain situasi dan struktur
kemasyrakatan dan menggerakan masyarakat. Sementara kelompok kedua, yaitu
para kolonialis Belanda atau Jepang, yang menjadi lawan politik. Pada kelompok
yang kedua ini, tidak mesti mereka yang berasal dari negeri Belanda atau Jepang.
Orang Indonesia yang sudah terkontaminasi pemikiran dan kebutuhannya oleh
pengaruh Belanda dan atau Jepang pun, dapat di masukkan ke dalam kelompok
yang kedua tersebut. Oleh karena itu, kelompok kedua ini, bukan dilihat dari sisi
identitas biologis atau admibnistratif, tetapi di lihat dari sisi sikap perjuangannya.
Mereka yang mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia di sebut pejuang
pergerakan politik Indonesia, sedangkan orang yang berlawanan adalah kelompok
penentang perjuangan politik Indonesia. Kedua kelompok ini, termasuk ke dalam
pelaku politik aktif, dan bersebrangan kepentingan atau kebutuhan. Sedangkan,
kelompok yang ketiga yaitu kelompok yang pasif. Di jaman penjajahan dulu,
Deliar Noer menyebutnya kelompok ini sebagai kelompok orang yang takut pada
politik. Maka, mereka lebih banyak berdiam diri atau tidak terlibat secara
praktis.
Dilihat dari sisi hakikat politik, kelompok ketiga ini pun pada dasarnya
adalah berpolitik. Demikian pula dengan orang yang menyatakan diri tidak mau
berpolitik atau golput dan sejenisnya. Tindakan seperti ini pun, sudah termasuk
ke dalam politik. Artinya, dia sudah memilih alternatif sikap politik untuk tidak

1
berpolitik, atau memililih berpolitik untuk tidak berpihak kepada salah satu pihak
yang sedang mengalami konflik politik. itupun, dapat dikategorikan sebagai sikap
politik. Dengan kata lain pula, (a) tidak ada orang yang tidak terlibat politik, dan
(b) berpolitik adalah penentuan sikap politik terhadap situasi yang sedang
berkembang. Oleh karena itu, sangat masuk akal jika Aristoteles (Rudy, 1993:1)
menyebut manusia sebagai makhluk politik (zoon politicon atau man is by
nature a political animal).
Varma (1990:3) mengatakan bahwa :
Ilmu politik merupakan salah satu ilmu tertua dari berbagai cabang ilmu yang ada.
Meskipun beberapa cabang ilmu pengetahuan yang ada telah mencoba melacak
asal-usul keberadaannya hingga zaman Yunani kuno, tetapi hasil yang dicapai
tidak segemilang apa yang telah di capai ilmu politik. Sejak sekelompok orang
mulai hidup bersama, masalah yang menyangkut pengartian dan pengawasan
mulai muncul dan sejak itulah para pemikir politik mulai membahas masalah-
masalah yang menyangkut lingkup serta batasan penerapan kekuasaan, hubungan
antara yang memerintah dengan yang diperintah, serta sistem apa yang paling
menjamin adanya pemenuhan kebutuhan akan pengaturan dan pengawasan
sebagai konsekuensi adanya kebebasan pemikiran manusia.

Ilmu politik ditinjau sebagai cabang dari ilmu-ilmu sosial yang memiliki
dasar dan kerangka yang jelas baru berkembang antara abad keenam belas
sampai dengan abad kedua puluh. Adapun istilah ilmu politik mulai populer
setelah abad keenam belas sewaktu Jean Bodin (1530-1596) seorang filosof
Prancis memperkenalkan istilah political science (ilmu politik). Sedangkan
ilmu politik ditinjau dari segi yang luas telah lahir jauh sebelum
berkembangnya disiplin ilmu-ilmu sosial lainnya, dan dapat dikatakan dasar-
dasar keilmuannya dipelopori oleh Aristoteles (384-322 S.M.) dengan
merintis pengkajian ilmu politik melalui pengamatan empiris.
Ilmu politik terus berkembang pesat terutama setelah Perang dunia II,
hal ini selain disebabkan oleh kebutuhan masyarakat yang merasakan perlunya
pengetahuan akan politik dalam rangka mengembangkan kehidupan
materialnya, juga dipengaruhi oleh semakin pesatnya kajian dan
penelitian ilmu politik diberbagai universitas, ditunjang dengan adanya
dukungan kuat dari badan internasional (UNESCO) dalam mengadakan
berbagai penelitian di bidang politik.

2
Dalam perkembangan selanjutnya ilmu politik sebagai ilmu
pengetahuan yang senantiasa dihubungkan dengan kekuasaan atau kekuatan
yang menjadi obyek studinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan tersebut antara lain: faktor demokratisasi dan semakin
berkembang luasnya kebijakan pemerintah serta kebutuhan masyarakat yang
meningkat akan berbagai pengetahuan untuk mempengaruhi kebijakan
tersebut.

2. Pengertian Teori
Teori adalah suatu generalisasi yang abstrak mengenai beberapa
fenomena. Generalisasi-generalisasi tersebut disusun berdasarkan konsep,
sedangkan konsep merupakan hasil pemikiran maupun hasil pengamatan atas
dasar fakta/data.
Dalam menyusun sebuah teori, dibutuhkan adanya sejumlah konsep-konsep
yang akan mendukung teori tersebut. Sementara konsep itu sendiri adalah
representasi dari fenomena politik yang memiliki makna tersendiri. Dengan
demikian, sangat jelaslah bahwa teori politik itu berbeda dengan pemikiran
seseorang atau perkataan seseorang. Memang benar, bahwa teori adalah hasil
pemikiran seseorang (karya manusia), namun teori tidak sama dengan pemikiran
seseorang.
Pembentukan sebuah teori, ada yang berawal dari kumpulan fenomena
empirik (empirisme), dan ada yang diturunkan dari pemikiran akal manusia
(idealisme). Dengan sejumlah metodologi disiplin ilmu tertentu, teori itu
kemudian diujicobakan. Semakin kokoh dari kritik, maka semakin memungkinkan
sebuah teori untuk dipertahankan oleh kaum ilmuwan.
Bailusy (2001:1.4) menyebutkan bahwa sebuah teori memiliki dua cirri.
Pertama, cirri structural, yaitu cirri yang menunjukkan hubungan antara konsep-
konsep teoritik. Kedua, cirri substantif, yaitu isi dari empirik itu sendiri. Misalnya
saja, orang yang sedang mengikuti kegiatan kampanye. Secara empirik orang
yang sedang berkampanye itu, mengikuti pertemuan, mendengar orasi politik dan
kemudian (bila memungkinkan) menyatakan sikap. Rangkaian perilaku tersebut,

3
merupakan rangkaian empiris, dan sikap yang dilakukannya adalah berkaitan
dengan partisipasi atau relasi kekuasaan antara konstituen dengan elit politik
(hubungan structural).
Dalam ilmu sosial, fungsi teori itu sendiri, bisa bervariasi. Khusus,
berkaitan dengan ilmu politik ini, setidaknya kita menemukan ada sejumlah fungsi
teori yang perlu dipahami bersama.
a. Deskripsi, yaitu teori memberikan penjelasan, gambaran atau analisa
terhadap sebuah fenomena politik. Sebuah teori, memiliki sudut
pandang tertentu dalam menjelaskan, menggambarkan fenomena
sosial politik. Oleh karena itu, sebuah teori memiliki peran deskriptif.
b. Prediksi, yaitu memberikan penjelasan mengenai sejumlah
kemungkinan sosial politik yang bakalan terjadi bila sebuah perilaku
politik tertentu terjadi.
c. Guidance, yaitu memandu dalam melaksanakan sebuah model atau
program rekayasa sosial. Dalam sebuah teori, terdapat adanya sebuah
cirri atau karakteristik yang khas. Oleh karena itu, bagi seseorang
yang akan melakukan perubahan sosial dengan paradigma teori
tertentu, maka sebuah teori dapat menjadi bimbingan langkah
politiknya untuk mencapai tujuan tertentu.
d. Kritik, yaitu memberikan komentar kritis terhadap sejumlah perilaku
politik yang terjadi. Implikasi dari fungsi (c), maka teori pun dapat
beralih posisi ke fungsi kritik, atau kontrol terhadap perilaku politik
tertentu.
Berdasarkan pemikiran seperti ini, maka memahami teori politik, bukan
hanya menjadi bekal ilmuwan muda, tetapi juga menjadi bekal bagi praktisi
politik dalam membimbing, membina, memprediksi atau mengkriti sebuah
fenomena sosial politik yang berkembang di masyarakat.
Sedangkan teori politik adalah generalisasi-generalisasi yang
menerangkan fenomena-fenomena politik. Miriam Budiardjo (1992:30)
menjelaskan bahwa teori politik adalah bahasan dan renungan tentang:

a. tujuan dan kegiatan politik

4
b. cara-cara mencapai tujuan tersebut
c. kemungkinan-kemungkinan dan kebutuhan-kebutuhan yang timbul oleh
situasi politik tertentu
a. kewajiban-kewajiban yang diakibatkan oleh tujuan politik tersebut.

Selanjutnya ia, berdasarkan pendapat Thomas P. Jenkin (1967)


mengemukakan bahwa teori politik pada intinya dapat dibedakan atas dua
golongan besar yaitu teori politik normatif dan teori politik non-normatif,
sekalipun perbedaan antara kedua kelompok tersebut tidak bersifat mutlak.

1.Teori-teori normatif
Teori yang mempunyai dasar moril dan yang menentukan norma-
norma politik. Teori ini sering juga disebut valuantional (mengandung
nilai), karena memasukan unsur-unsur norma dan nilai dalam teorinya. Teori
politik yang termasuk golongan teori ini antara lain:
a) Filsafat Politik
Filsafat merupakan proses pemikiran dengan menggunakan rasio
sebagai sarana utamanya. Ukuran hasil pemikran tersebut adalah nilai-nilai asasi
yang berlaku dalam masyarakat. Alasan utama penggunaan filasafat dalam
kajian ilmu politik adalah kenyataan bahwa setiap tindakkan politik selalu
melibatkan beberapa nilai politik yang mendasarinya.
Pokok pikiran dari filsafat politik adalah bahwa persoalan-persoalan
yang menyangkut alam semesta seperti metaphysikadan epistemologi harus
dipecahkan terlebih dahulu sebelum persoalan-persoalan politik yang kita alami
sehari-hari dapat diatasi. Pada perkembangannya, filsafat politik telah
berkembang menjadi sub disiplin ilmu politik, terutama digunakan dalam
mempelajari organisasi politik dan tingkah laku, hal ini disebabkan karena
studi ilmu politik tidak dapat mengesampingkan nilai-nilai
kemanusiaan. Ilmu tanpa filsafat bukan membantu manusia, melainkan
menjadikan manusia sebagai obyek.
b) Teori Politik sistematis

5
Teori ini seperti halnya filsafat politik berusaha menerapkan norma-
norma dan nilai-nilai dalam praktek politik. Perbedaannya, teori politik
sistematis tidak menjelaskan asal usul atau cara-cara lahirnya nilai-nilai
atau norma-norma tersebut. Jadi teori politik sistematis dapat merupakan
kelanjutan dari filsafat politik.

c) Ideologi Politik
Ideologi adalah kumpulan gagasan logis, mengandung prinsip-prinsip
atau nilai-nilai yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang sebagai
landasan dalam menentukan sikap dan perilakunya.

Ideologi merupakan suatu pedoman untuk memilih kebijakan dan


perilaku politik, serta dapat memberikan cara-cara kepada mereka yang
menginginkannya serta kepada yang yakin akan keberadaan dan tujuan
tindakannya. Dasar dari ideologi politik adalah keyakinan akan adanya suatu
pola tata tertib sosial politik yang ideal.

2. Teori-teori yang a-normatif


Teori ini menggambarkan dan membahas berbagai fenomena dan fakta-
fakta politik dengan tidak mepersoalkan norma-norma dan nilai-nilai yang
berlaku. Teori ini dinamakan non-valuantional. Teori ini biasanya bersifat
deskriftip-komparatif (menggambarkan dan/atau membandingkan). Dia
berusaha untuk membahas fakta-fakta kehidupan politik sedemikian rupa
sehingga dapat disitematiskan dan disimpulkan dalam bentuk generalisasi.

3. Pengertian Politik dan Ilmu Politik

Para pakar (Rudy, 1993:1) menyebut ilmu politik sebagai ratunya ilmu-
ilmu sosial (the queen of the social science) diantara ilmu-ilmu sosial
kemasyrakatan. Hal demikian, ada dua alasan yang bisa dikemukakan. Pertama,
ilmu politik di anggap dan diposisikan sebagai ilmu yang tertua. Kedua, ilmu
politik mengkaji masalah yang paling hakiki dalam kehidupan masyarakat

6
manusia. Misalnya saja, dalam kehidupan manusia, mulai awal sejarah peradaban
manusia sampai sekarang, tidak bisa dilepaskan dari upaya perjuangan
mempertahankan hidup (struggle for life), atau perjuangan untuk meraih
kekuasaan (struggle for power). Kedua gejala tersebut di atas, merupakan gejala
sosial yang dijadikan sebagai bagian dari objek kajian ilmu politik. Dengan
demikian, masuk akal jika ilmu politik dikatakan sebagai ratunya ilmu di
lingkungan ilmu sosial lainnya.

Kendatipun ilmu politik merupakan ilmu yang tertua dan membicarakan


masalah hakiki kehidupan manusia, namun banyak pihak yang tidak paham
terhadap makna ilmu politik itu sendiri. Membicarakan masalah politik, mirip
dengan membicarakan masalah cuaca, yaitu sesuatu hal yang sering dibicarakan
orang, namun tidak gampang dimengerti substansi permasalahannya (every body
talks about the wheater, but no body does anything about it). Kaitannya dengan
masalah politik Mark Twin (Rudy, 1993:7) mengatakan everybody knows about
politics, but nobody understand it). Maka tidak mengherankan, jika banyak orang
menggunakan dan meneriakkan reformasi, tetapi tidak mengerti apa yang
dimaksud dengan reformasi. Demikian selanjutnya.

Oleh karena itu, sebelum membahas ilmu politik lebih lanjut, terlebih
dahulu kita tinjau istilah politik itu sendiri. Istilah politik berasal dari bahasa
Yunani yaitu polistaia. Polis berarti negara kota, yakni suatu masyarakat yang
mampu mengurus diri sendiri atau mandiri, sedangkan taia berarti urusan. Jadi
politik dapat diartikan segala urusan yang berkenaan dengan negara, termasuk di
dalamnya kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan maupun pembagian
dan pengalokasian nilai-nilai dalam masyarakat yang bersangkutan.

Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, bahwa dalam penggunaan sehari-


hari istilah politik sering mempunyai arti yang berbeda-beda. Hal demikian,
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kontejs penggunaan, maupun
unsure kepentingan para pengguna itu sendiri. Kendatipun demikian, dalam
konteks keilmuan, perbedaan penggunaan konsep politik ini, dapat
dikategorisasikan sebagai berikut :

7
a. Politik dalam arti kepentingan
Manusia memiliki kebutuhan atau keinginan. Dengan berbagai tindakan
dan perilakunya, manusia kerap melakukan upaya-upaya untuk mendapatkan
kebutuhan atau keinginnya. Menurut Deliar Noer (1983:21) keinginan itu bisa
terwujud dalam bentuk yang lebih keras, yaitu kepentingan. Masalah kepentingan
ini, sudah dengan konsepsi hak sebagaimana di kenal dalam konsep politik
demokrasi.
Misalkan ada sebuah kasua, si A memiliki sebidang tanah. Kemudian,
datang aparatur pemerintah untuk mengambil lokasi tanah tempat berdirinya
rumah si A tersebut. Aparat pemerintah tersebut mengatakan, daerah tersebut
akan dibuat sebuah jembatan laying yang akan menjadi kepentingan bersama.
Maka, tanah lokasi tempat berdirinya rumah si A akan diambilalih oleh
pemerintah. Bila memungkinkan akan dilakukan melalui ganti rugi, dan jika tidak
mau, atas nama “kepentingan negara dan kepentingan umum” si aparat tersebut
akan menggunakan kekuasaan dan kekuarannya untuk memaksa si A tersebut.
Dalam kasus tersebut, terdapat sejumlah konsep dasar yang erat kaitannya
dengan ilmu politik. Diantaranya, kekuasaan, kekerasan, paksaan, hubungan
antara rakyat dan pemerintah. Dan hal yang relevan pembicaraannya dengan
konteks ini adalah adanya relasi kepentingan atau perbedaan kepentingan antara
rakyat dan pemerintah. Si A memiliki kepentingan untuk mempertahankan haknya
(tanah dan rumah), sedangkan si aparatur pemerintah memiliki kepentingan untuk
melancarkan program pembangunan yang dicanangkan oleh atasannya. Hak yang
melekat pada pelaku politik itulah itu yang merupakan kristal dari kebutuhan,
keinginan atau kepentingan seseorang. Dan ilmu politik, tidak bisa dilepaskan dari
masalah kepentingan tersebut di atas.
Secara umum, setiap manusia pernah dan selalu membutuhkan sesuatu,
baik untuk kepentingan diri kita sendiri, keluarga, masyarakat atau yang
lainnya. Sejalan dengan kebutuhan ini, semua kebutuhan tersebut tidak akan
terpenuhi apabila tidak ada cara dan alat-alat yang digunakan untuk mencapai
tujuan yang diharapkan. Proses penentuan cara dan alat-alat yang akan
digunakan serta tujuan yang ingin dicapai sebenarnya sudah merupakan

8
bagian dari politik, oleh karena itu benar apa yang dikatakan Ariestoteles
bahwa sebenarnya manusia adalah binatang politik (zoon politicon).
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, dapat dirumuskan sejumlah
pemikiran dasar yang dapat dijadikan penjelasan terhadap masalah definisi politik
ini :

 Politik adalah ilmu yang menjelaskan tentang kepentingan, baik dalam


konteks individu maupun kelompok.

 Politik adalah ilmu yang mempelajarai tentang cara meraih, merebut


atau mempertahankan kepentingan.

 Politik adalah ilmu yang mempelajari tentang lembaga perjuangan


penegakkan kepentingan baik yang digunakan oleh perorangan maupun
kelompok. Tidak mengherankan, jika Marxis mengatakan bahwa
negara adalah lembaga kepentingan kaum borjuis, dan adanya negara,
hanya melanggenggkan kekuasaan kaum kapitalis belaka.

Berdasarkan kajian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan sebuah


prinsip dasar bahwa “tidak mungkin ada perjuangan politik yang tanpa unsure
kepentingan dari si pelakunya” atau “tidak ada politic zonder interest”. Tidak
mengherankan jika Harrold D. Laswell (Masdar, 1999: 8) bahwa politik adalah
siapa mendapatkan apa, kapan, dan dengan menggunakan cara bagaimana ?
Setiap tindakan politik akan bermuatan kepentingan, apapaun bentuk kepentingan
dan siapapun pemilik kepentingan tersebut di atas. Dan dengan demikian pula,
dapat dilanjutkan bahwa masalah politik adalah masalah perjuangan kepentingan,
penyelarasan kepentingan, interaksi kepentingan, konflik kepentingan dan
konsolidasi kepentingan.

b. Politik dalam arti kebijakan


Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa (a) masalah politik tidak
bisa dilepaskan dari konteks kemasyarakatan, (b) interaksi antar kepentingan, dan
(c) upaya untuk perjuangan kepentingan. Maka salah satu perkembangan ilmu
politik itu, adalah adanya penguatan makna politik sebagai sebuah kebijakan.

9
Artinya, politik bukan diartikan sebagai satu perjuangan kepentingan atau usaha
mempertahankan kepentingan, tetapi erat kaitannya dengan ‘bagaimana
membangun sebuah regulasi atau mekanisme pengelolaan kepentingan publik
dengan cara yang dapat diterima oleh semua pihak”. Kendatipun agak sulit adanya
sebuah mekanisme yang mampu menampung secara adil bagi semua pihak, tetapi
diharapkan dengan adanya mekanisme ini ada sebuah aturan main (rule of game)
dalam memperjuangkan kepentingan tersebut.

Diantara ilmuwan yang menyatakan pengertian politik dari sisi kebijakan


adalah David Easton dalam bukunya The Political System mengungkapkan:
‘Political science is the study of the making of public policy”. Karl W. Deutsch
(1970:5) dalam bukunya Politics and Government mengungkapkan: “Politics
is the making of decisionsby public means”.

Pemaknaan terhadap makna politik ini, merupakan sebuah perkembangan


yang positif. Karena secara tidak langsung, politik bukan hanya diartikan dari sisi
individu atau subjektif (kepentingan) tetapi juga dari sisi kepentingan umum atau
kolektif yaitu mekansime pengaturan kepentingan itu sendiri. Dalam konteks yang
terakhir itulah, maka politik di maknai sebagai sebuah ilmu yang mempelajari
mengenai kebijakan publik.

Politik sebagai sebuah kebijakan memberikan penjelasan bahwa :

 Setiap individu atau kelompok kepentingan, tidah hanya dihadapkan


pada satu kepentingan. Setiap pelaku politik, kerkap dihadapkan
pada berbagai kepentingan. Dimana kepentingan tersebut, bukan
hanya sebuah kepentingan yang mampu saling berdampingan atau
saling menunjang, tetapi mungkin bersifat bersebrangan.

 Pada kondisi yang dihadapkan terhadap lebih dari satu kepentingan,


atau satu alternatif kepentingan, maka si pelaku politik dituntut
untuk melakukan pengambilan keputusan untuk memilihnya. Pilihan
politiknya itulah yang kemudian menjadi kebijakan dirinya dalam
merespon realitas politik. Setiap orang atau sekelompok orang

10
(kelompok, masyarakat, negara, dan sebagainya) sering
dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang memerlukan
berbagai pertimbangan-pertimbangan untuk memecahkan masalah-
masalah tersebut. Penentuan berbagai pertimbangan-
pertimbangan untuk menentukan alternatif yang terbaik guna
mencapai suatu tujuan atau keadaan yang kita kehendaki tersebut
sebenarnya merupakan proses kebijakan yang sekaligus merupakan
bidang politik.

 Jika dilihat dari sisi pemerintah, kebijakan itu disebut sebagai sebuah
kebijakan publik. Dan bila dilihat dari sisi individu, disebut sebagai
sebuah sikap politik.

Ini berarti politik dalam arti kebijakan berarti suatu penggunaan


pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dianggap dapat menjamin
terlaksananya suatu usaha, cita-cita atau keinginan serta keadaan yang
dikehendaki, baik yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang.

Dalam perkembangan selanjutnya ilmu politik berkembang menjadi


suatu disipin ilmu pengetahuan sebagai bagian dari ilmu-ilmu sosial. Ilmu
politik di sini merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari negara
( struktur dan lembaganya), kekuasaan, pengambilan keputusan,
kebijakan, pembagian dan pengalokasian nilai-nilai dalam masyarakat.

Implikasi yang lebih lanjut, dari adanya perbedaan definisi ilmu politik
ini, adalah (a) terjadinya sejumlah pengembangan makna dari politik, dan (b) luas
cakupan ilmu politik atau objek kajian politik yang semkain berkembang. Pada
satu sisi, gejala serupa ini merupakan sebuah dinamika dan perkembangan yang
menggembirakan mengenai sebuah disiplin ilmu. Namun pada sisi lain, dapat
melahirkan adanya ambiguitas makna dan objek kajian ilmu politik. Untuk
kepentingan penegasan politik sebagai sebuah disiplin ilmu, maka dibutuhkan
upaya-upaya sistematik, untuk merinci ulang mengenai definisi atau sasaran ilmu
politik. Berdasarkan hasil kajian Isjwara (1982:38-64) terhadap berbagai
definisi ilmu politik yang ada dalam literatiur akademik, menemukan ada tiga

11
cara pendefinisian ilmu politik. Ketiga perspektif pendefinisian ini, secara
akademik bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, namun tidak dapat
dipisahkan secara empirik. Artinya, kendatipun dalam kerangka teroritik bisa
diddefinitifkan secara distinc (tegas berbeda), namun dalam realitas politiknya,
sangat sulit untuk dipisah-pisahkan, karena antara satu dengan yang lainnya,
terjadi saling berkaitan.

1. Pendefinisian secara institusional


Konsep institusional yang dimaksudkan di sini, yaitu kelembagaan.
Dengan kata lain, terdapat sejumlah ilmuwan politik yang mendefinisikan ilmu
politik sebagai ilmu yang mempelajari lembaga-lembaga politik, seperti negara,
pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat dan sebagainya berdasarkan struktur
dan dokumen-dokumen resmi tentang lembaga-lembaga yang bersangkutan.
Dillon, Leiden dan Stewart (Gie, 1981:13) mengatakan bahwa ilmu
politik adalah ‘the scientific study of the organization of the state and its
government and the political activity of its citizens’. Dalam pandangan ini, ilmu
politik lebih ditekankan pada studi mengenai organisasi kenegaraan dan
pemerintahannya, termasuk di dalamnya adalah aktivitas warga negaranya itu
sendiri. Kogekar (Gie, 1981:12) mengatakan politik adalah ‘a study of the
organization of society in its widest sense, including all organization the family,
the trade union and the state, with special reference ist one aspect of human
behavior, the exercise of control and the rendering of obedience’.
Dari contoh pendefinisian ilmu politik tersebut, terang sudah bagi kita
bahwa ilmu politik, adalah ilmu yang mempelajarai bentuk negara, struktur
organisasi kenegeraan, alat-alat negara atau perangkat kenegaraan dalam menjalan
roda pemerintahan guna mencapai tujuan kenegaraan itu sendiri. dalam batasan
tertentu, pada sisi inilah, definisi ilmu politik bersinggungan erat dengan ilmu
negara atau ilmu tata negara.
Perbedaan definisi ketiga ilmu tersebut adalah pada titik tekan kajian. Ilmu
negara, merupakan ilmu yang bersifat general dan abstrak di dalam mempelajari
sebuah negara, misalnya hakikat negara, tujuan negara dan sejarah terbentuk

12
negara. sedangkan ilmu tata negara, adalah ilmu negara yang lebih spesifik,
terfokus pada sebuah sistem ketatanegaraan sebuah negara. Dalam ilmu tata
negara ini, dipelajari sebuah susunan keorganisasian. Sementara pada konteks
aktivitas pelaksanaan fungsi keorganisasian dari alat-alat negara itu, lebih banyak
dikaji oleh politik. Sehingga tidak menggerankan, jika Laski (1961:1), pada
bagian awal kajiannya di buku “An Introduction to Politics’, mengkaji masalah
negara.
Pandangan lain, yang sejalan dengan pemikiran ini, yaitu Roger F. Soltau
dalam bukunya Introduction to Politics menyatakan: ‘Political science is the
study of the state, its aims and purposes... the institutions by which these are
going to be realized, its relations with its individual members and other
states’. J. Barent mengungkapkan bahwa ilmu politik adalah ilmu yang
mempelajari kehidupan negara, yang merupakan bagian dari kehidupan
masyarakat. Ilmu Politik mempelajari negara-negara itu melaksanakan tugas-
tugasnya’,

2. Pendefinisian secara fungsional


Terhadap definisi yang bersifat institusional ini, tidak memberikan sebuah
kegairahan akademik ilmu politik. Sejumlah pandangan dan kritik terhadap
pendefinisian institusional itu terus berkembang. Mereka memandang bahwa
definisi secara institusional, tampak pasif dan formalistic.
Sebagai reaksi terhadap definisian politik secara fungsional ini,
memunculkan ilmuwan politik yang menggunakan konteks fungsi dan aktivitas
politik yang dinamis sebagai cirri khas dari kajian ilmu politik Pendefinisian ini
didasari suatu asumsi bahwa lembaga-lembaga politik merupakan sesuatu yang
dinamis yang tidak luput dari pengawasan faktor-faktor non yuridis.
Dalam real politics, kelompok-kelompok berkepentingan (pressure group)
adalah kelompok yang turut menumbuhkembangkan dinamika politik. Oleh
karena itu pula, aktivitas lobbying, tekanan politik, pendapat umum atau opini,
merupakan bagian dari ilmu politik itu sendiri. Jacobean dan Lipman (1981:7)
memberikan keterangan bahwa politik adalah “sciences of the state. It deals with

13
(a) the relations of individual t one another insofar as the state regulates them by
law; (2) the relations of individuals or group of individual to the state; (3) the
relations of the state of state”. Definisi ini sangat tegas, ilmu politik itu berkaitan
erat dengan aktivitas politik itu sendiri, baik dalam konteks interaksi antar
individu, antara individu dengan negara, maupun aktivitas antara negara dengan
negara. salah satu diantara hubungan antara individu dengan negara, adalah
pelaksanaan pemilihan umum.
Pemilihan umum, bukan merupakan sebuah alat atau organisasi negara.
Pemilu adalah aktivitas politik, atau fungsi dari sebuah sistem sosial demokrasi.
Namun demikian, Pemilu sudah pasti sangat jelas identitas kepolitisannya. Jika
menggunakan definisi institusional, maka masalah pemilu ini tidak akan dapat
dijelaskan dengan baik. Oleh karena itu, pemilu sebagai sebuah aktivitas politik,
hanya bisa dijelaskan melalui pendekatan fungsional dari ilmu politik itu sendiri.

3. Pendefinisian menurut hakikat politik itu sendiri.


Para sarjana ilmu politik pada umumnya sependapat bahwa hakekat
politik adalah kekuasaan (Goodin dan Klingemann, 1989:7-8). Dalam konteks ini,
Goodin dan Klingemann mengatakan bahwa ‘politics might best be characterized
as the constrained use of social power’. Proses politik adalah serentetan peristiwa
yang berhubungan dengan kekuasaan. Politik merupakan perjuangan
untuk memperoleh kekuasaan, teknik untuk menjalankan kekuasaan,
masalah pelaksanaan dan kontrol kekuasaan, atau pembentukan dan penggunaan
kekuasaan.
Dalam konteks ini, salah satu definisi dikemukakan oleh Delair Noer
(1965:15) yang mengatakan bahwa, secara definitif dikatakan bahwa ilmu politik
memusatkan perhatiannya pada masalah kekuasaaan dalam kehidupan bersama
atau masyarakat. Pemikiran ini sejalan dengan pandangan Iwa Kusumasumantri,
(1966:7) yang berpendapat bahwa ilmu politik ialah ilmu yang memberikan
pengetahuan tentang segala sesuatu kearah usaha penguasaan negara dan alat-
alatnya atau untuk mempertahankan kedudukan/penguasaannya atau negara dan
alat-alatnya itu, dan/atau untuk melaksanakan hubungan-hubungan tertentu

14
dengan negara-negara lain atau rakyatnya. Valkenburg (1968:5-9) dalam bukunya
Inleiding tot de Politicologie: Problemen van Maatschappij en Macht,
mengemukakan bahwa politik pada hakekatnya tiada lain merupakan
pertarungan untuk kekuasaan.
Jadi menurut pendefinisian hakekat kekuasaan, ilmu politik adalah ilmu
tentang kekuasaan, karena hakekat politik itu sendiri adalah tentang kekuasan.
Hal ini didasari oleh suatu kesadaran bahwa faktor kekuasaan mempunyai
peranan yang sangat penting dalam kehidupan sosial.
Pendefinisian ilmu politik menurut hakikat kekuasaan dapat dibagi
dalam tiga golongan, yaitu
(1) Pendekatan Postulation, dengan tokohnya Catlin. Menurut pendekatan
ini ilmu politik adalah ilmu yang meneliti manusia yang berusaha
memperoleh kekuasaan sebagaimana ekonomi meneliti manusia dalam
usahanya memperoleh kemakmuran.
(2) Pendekatan Psikologis, dengan tokohnya oleh Laswell dan Schumman.
Menurut pendekatan ini ilmu politik adalah ilmu yang meneliti latar belakang
psikologis tentang kehausan kekuasaan, motivasi memperoleh dan
menggunakan kekuasaan.
(3) Pendekatan Sosologis, dengan tokohnya Charles Merriam dan Lord Russel.
Pendekatan Sosiologis menganalisa kekuasaan sebagai gejala sosial, di
mana kekuasaan itu berlaku atau digunakan sebagai alat untuk menjelaskan
keadaan masyarakat.
Berdasarkan kajian tersbut di atas, dapat dikemukakan bahwa ilmu
politik terkait erat dengan dua wilayah yang sangat luas. Satu sisi berkaitan erat
dengan fenomena ebjektif, misalnya struktur negara dan variasi alat-alat negara.
Namun pada sisi yang lainnya, terkait erat dengan masalah subjektif, misalnya
saja kekuasaan, kepentingan dan aspirasi. Kedua hal tersebut, merupakan sebuah
kajian keilmuan yang sangat luas dan memberikan harapan terhadap pemantapan
ilmu politik sebagai disiplin ilmu yang matang, baik dalam konteks objek material
keilmuan, maupun objek formal keilmuan. Artinya, ilmu politik menjadi ilmu
yang matang dalam metodologi dan sasaran kajian itu sendiri.

15
Sebagai perbandingan, dapat dikemukakan kategorisasi yang
dikemukakan oleh Teuku Rudy (1992:9). Dalam menjelaskan bidang kajian dan
sasaran ilmu politik, Teuku Rudy menyebutkan ada 5 bidang kajian ilmu politik.

a. Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari hal ihwal Negara. Salah
satu diantara tokoh yang dapat dikategorikan ke dalam kelompok ini
adalah :

Ilmu politik adalah ‘ the science which is concerned with the state in
its conditions, in its essential nature, its various form or
manifestation (and) its development’. (Blunctshil, 1921.)

Ilmu politik adalah ‘is correctly designed the science of State” :


Objectively gathering and classifying fact about the State is the main
purpose of the branch of learning’. (Jacobsen and Lipman, 1939).

b. Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari (negara dan)


pemerintahan. Salah satu diantara tokoh yang dapat dikategorikan ke
dalam kelompok ini adalah :

Ilmu politik adalah, ‘the study of the formation, form, and processes
of the states and government’ (White, 1947).

c. Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari gejala kekuasaan. Salah


satu diantara tokoh yang dapat dikategorikan ke dalam kelompok ini
adalah :

Ilmu politik adalah, ‘the science of political power and political


purpose in their interaction and interdependence’ (Felctheim, 1952).

Ilmu politik ditempatkan ‘ as one of the police science- that which


study indulgency and power as instruments of such integrations’ dan
bahwa ‘ political science is concerned with power in general with all
the form in which is accurse’. (Klaswell dan Abraham Kaplan, 1961).

Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam bukunya Power and


Society berpendapat bahwa bahwa: Ilmu politik adalah ilmu yang
mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan’,

16
d. Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kelembagaan masyarakat.
Salah satu diantara tokoh yang dapat dikategorikan ke dalam
kelompok ini adalah :

Politics therefore is different from economics in being concerned


with the organization of society for the purpose if obtaining a life
which is fine in quality’ (Burn dalam Gie, 1978 : 12)

Peter Von Oertzen (1965:107) dalam bukunya Uberlegungen zur


Stellung der politik under den Sozialwissenschaften
mengemukakan bahwa politik adalah tindakan yang
dijalankan menurut suatu rencana tertentu, yang terorganisir
dan terarah yang secara tekun berusaha menghasilkan,
mempertahankan atau merubah susunan masyarakat.

e. Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kegiatan politik. Negara.


Salah satu diantara tokoh yang dapat dikategorikan ke dalam
kelompok ini adalah :

Viewed some what more broadly, (political Science) also includes


‘political’ (power seeking) behavior in or by group, organization and
institution which are more or less distinct from the state but which
seek to influence public policy an d the direction of social change’.
(Anderson, Christol, 1957).

Talcott Parsons (1966:71-72) dalam bukunya The Political


Aspect of Social Structure and Process mengemukakan bahwa
politik adalah aspek dari semua perbuatan yang berkenaan dengan
usaha kolektif bagi tujuan-tujuan kolektif.

TUGAS Dengan
DANmenggunakan
LATIHAN klasifikasi hal tersebut, maka dimungkinkan terjadi
pula perbedaan klasifikasi antara satu tokoh dengan tokoh yang lainnya. Hal
demikian, merupakan tradisi
1. Kumpulkan yangdefinisi
sejumlah sehat bagi
ilmuperkembangan
politik dari ilmu politik.
berbagai pendapat
ilmuwan politik, atau referensi lainnya yang relevan.
2. Klasifikasi ulang oleh Anda, berdasarkan ketiga kategori tersebut di
atas.
3. Bila memungkinkan, dan Anda memiliki model penggolongan yang
berbeda, silakan lakukan sendiri, dan kelompok-kelompokkan definisi
tersebut, sehingga Anda memiliki kejelasan dan kejernihan katgeori
ilmu politik itu sendiri.
4. Jelaskan perbedaan antara definsi yang satu dengan yang lainnya,
sehingga Anda menemukan kejelasan perbedaan, dan focusing dari
setiap definisi ilmu politik tersebut ? 17
GLOSARIUM

Deskripsi (fungsi teori), yaitu teori memberikan penjelasan, gambaran atau analisa
terhadap sebuah fenomena politik.

Guidance (fungsi teori), yaitu memandu dalam melaksanakan sebuah model atau
program rekayasa sosial. Dalam sebuah teori, terdapat adanya sebuah cirri
atau karakteristik yang khas.

Kebijakan dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang dibuat oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam menentukan tujuan, serta sarana dan metode
yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut

Kepentingan adalah usaha, upaya atau strategi dalam mewujudkan keinginan atau
kebutuhan

Kritik (fungsi teori), yaitu memberikan komentar kritis terhadap sejumlah perilaku
politik yang terjadi.

Polis berarti negara kota, yakni suatu masyarakat yang mampu mengurus diri
sendiri atau mandiri, sedangkan taia berarti urusan.

Prediksi (fungsi teori), yaitu memberikan penjelasan mengenai sejumlah


kemungkinan sosial politik yang bakalan terjadi bila sebuah perilaku
politik tertentu terjadi.

Structural (ciri teori politik), yaitu cirri yang menunjukkan hubungan antara
konsep-konsep teoritik.

18
Substantif (cirri teori politik), yaitu isi dari empirik itu sendiri. Misalnya praktek
pemilihan umum, praktek demontrasi sebagai wujud partisipasi politik

Teori politik, menurut Mirriam Budiardjo (1992:30) merupakan bahasan dan


generalisasi terhadap fenomena yang bersifat politis.

Zoon politicon (makhluk politik) adalah istilah Aristoteles, yang diartikan


sebagai man is by nature a political animal.

DAFTAR PUSTAKA

Hoogerwerf, A. 1985. Politikologi, Pengertian dan Problem- problemnya,


Jakarta : Erlangga
Rodee, CC. 1983 Introduction to Political Sciense. McGrawhill
Noer, Deliar. 1983. Pengantar Ke Pemikiran Politik, Jakarta : CV. Rajawali
Isjwara, F. 1982. Pengantar Ilmu Politik, Bandung : Bina Cipta
Budiardjo, Miriam. 1983. Pengantar Ilmu Politik, Gramedia : Jakarta
Flechteim, Ossip K. 1952. Fundamental of Political Science, New York : Ronal
Press. Co.
Robson, W.A. 1954. The University Teaching of Social Science: Political
Science, Leiden: UNESCO
Varma, S.P. 1990. Modern Political Theory. (diterjemahkan oleh Y. Kristiarto
dkk), Jakarta: Rajawali
Bailusy, M. Kausar. 2001. Teori Politik. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
2001. Jakarta.

19
20

Anda mungkin juga menyukai