Anda di halaman 1dari 3

https://media.unpad.ac.id/thesis/170720/2009/170720090503_2_2827.

pdf

Charles O. Jones mengemukakan teori implementasi kebijakan yang terdiri dari tiga aktivitas utama yang
sangat penting dalam implementasi kebijakan publik, yaitu organization, interpretation, and application.
Selengkapnya Jones mengemukakan bahwa: Implementation is that set of activities directed toward
putting a program into effect. three activities, in particular, are significant : 1. Organization: the
establishment or rearrangement of resources, unit and methods for putting a policy into effect 2.
Interpretation: the translation of program language (often contaned in a statute) into acceptable and
feasible plans and directives 3. Application: the routine provision of service, paymens, or other agree
upon objectives of instruments. (Jones, 1984:166) Berdasarkan teori tersebut maka dalam implementasi
kebijakan publik terdapat tiga aktivitas utama yang sangat penting. Aktivitas yang pertama adalah
organisasi pelaksana kebijakan, yang mencakup pembentukan atau penataan kembali sumber daya,
unit-unit serta metode untuk menjadikan program berjalan. 26 Kemudian aktivitas yang kedua adalah
interpretasi para pelaksana kebijakan, yaitu aktivitas pelaksana kebijakan yang menafsirkan agar
program (seringkali dalam hal status) menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima
serta dilaksanakan. Terakhir, aktivitas yang ketiga adalah aplikasi atau penerapan oleh para pelaksana
kebijakan yang mencakup ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran, atau lainnya yang disesuaikan
dengan tujuan dan perengkapan program dari kebijakan publik yang telah ditentukan. Bertumpu pada
apa yang dikemukakan Jones tersebut, maka masalah implementasi kebijakan publik semakin lebih jelas
dan luas, dimana implementasi itu merupakan proses yang memerlukan tindakan-tindakan sistematis
yang terdiri dari organisasi, interpretasi dan aplikasi.

Charles O. Jones (1984:176) mengemukakan bahwa “the point is that implementation of policy may very
depending on the particular stage of agency development.” Setiap kegiatan memerlukan birokrasi yang
mampu berkomunikasi dengan pihak yang membuat kebijakan dan juga dengan pihak yang
melaksanakan kebijakan. Tujuan organisasi adalah menjalankan programprogram yang telah dirancang.

Sementara itu, Charles O. Jones mengemukakan lebih lanjut bahwa selain patokannya harus jelas,
langkah selanjutnya adalah mengembangkan sarana untuk menerapkannya. Bagaimana para pelaksana
akan melaksanakan tugasnya tergantung pada sejumlah keadaan, dimana hal terpenting pada masalah
ini adalah perkiraan para pelaksana tersebut tentang proses yang harus dipelajari dan estimasi
ketersediaan sumber daya. Berikut penjelasan menurut Charles O. Jones: “A clear standard must also be
applied, which involes, at a minimum, a process by which implementers learn that the standard is and
develop means for appliying it. Where the standard is not clear, however implementers are faced with
havier responsibilities. Wheter and how they assume these responsibilities depends on a multitude of
conditions. Surely, 30 among the most important of these is the implementors’ estimate of the available
resources” (Jones, 1984:178) Berdasarkan pada penjelasan mengenai dimensi interpretasi yang telah
dipaparkan, selanjutnya Charles O. Jones (1986:178) menegaskan mengenai interpretasi oleh para
pelaksana kebijakan sebagai berikut : That the implementer must respond to the question, What do I do
now? disturbs many people. it guarantees frustration for the tidy mind seeking Closure in the policy
process. It is not surprising, therefore, that formulas for good administration or effective
implementation are developed. Typically these formulas emphasize clarity, precision, consistency,
priority setting, adequate resources and the like. The study of public administration is replete with these
guides to efficient management. (Jones, 1984:178) Dengan demikian jelaslah bahwa interpretasi dari
para pelaksana kebijakan harus mengetahui dengan baik mengenai substansi kebijakan, makna
kebijakan, dan tujuan kebijakan agar penfsiran ini tidak menyimpang dari kebijakan tersebut.
Charles O. Jones: “A clear standard must also be applied, which involes, at a minimum, a process by
which implementers learn that the standard is and develop means for appliying it. Where the standard is
not clear, however implementers are faced with havier responsibilities. Wheter and how they assume
these responsibilities depends on a multitude of conditions. Surely, 30 among the most important of
these is the implementors’ estimate of the available resources” (Jones, 1984:178) Berdasarkan pada
penjelasan mengenai dimensi interpretasi yang telah dipaparkan, selanjutnya Charles O. Jones
(1986:178) menegaskan mengenai interpretasi oleh para pelaksana kebijakan sebagai berikut : That the
implementer must respond to the question, What do I do now? disturbs many people. it guarantees
frustration for the tidy mind seeking Closure in the policy process. It is not surprising, therefore, that
formulas for good administration or effective implementation are developed. Typically these formulas
emphasize clarity, precision, consistency, priority setting, adequate resources and the like. The study of
public administration is replete with these guides to efficient management. (Jones, 1984:178) Dengan
demikian jelaslah bahwa interpretasi dari para pelaksana kebijakan harus mengetahui dengan baik
mengenai substansi kebijakan, makna kebijakan, dan tujuan kebijakan agar penfsiran ini tidak
menyimpang dari kebijakan tersebut

Penerapan seringkali merupakan suatu proses dinamis dimana para pelaksananya ataupun para petugas
diarahkan oleh pedoman program maupun patokan-patokannya, ataupun secara khusus diarahkan oleh
kondisi yang aktual. Berikut ini penjelasan menurut Charles O.Jones: 31 “Adjustments in either
organization or interpretation during program application are not at all unusual. A political feasible
interpretation of authority may turn out in to be impractical in the field. Application is often a dynamic
process in which the implementor are enforcer is guided generally by program directives or standards
and specifically by actual circumstances” (Jones, 1984:180) Penentuan tarif pembayaran merupakan
bagian dari kegiatan dalam aplikasi kebijakan. Charles O. Jones (1994:296) mengemukakan bahwa:
“aplikasi terdiri dari kegiatan yang melakukan ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran, atau lainnya
yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program.” Selanjutnya, dalam melaksanakan
kebijakan, para pelaksana diarahkan oleh pedoman-pedoman program maupun patokan-patokannya.
Selain itu pelaksanaan pun bersifat dinamis. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Jones: Suatu
penafsiran politis dari yang berwenang mungkin tak akan dapat dipraktekkan di lapangan, dan
sebaliknya penerapan seringkali merupakan suatu proses dinamis di mana para pelaksananya ataupun
para petugas diarahkan oleh pedoman program maupun patokan-patokannya. (Jones, 1994:325) Dalam
aplikasi kebijakan, pelaksanaan harus juga memperhatikan aspek efektivitas, efisiensi, dan objektivitas.
Mengenai hal ini, Jones mengemukakan: Aplikasi pelaksanaan kebijakan publik merupakan suatu proses
aktif dan selalu berubah. Hal ini tidak hanya menunjuk pada sebuah kemungkinan kecil terhadap
penerapan harfiah suatu peraturan, tetapi juga menunjukkan bahwa mereka yang membuat upaya
semacam itu akan menghadapi permasalahan dalam organisasinya. Aplikasi ini adalah suatu varian
dengan konsep administrasi serta ilmu manajemen yang menekankan pada terciptanya tujuan kebijakan
yang efektif dan efisien serta dilaksanakan oleh suatu pelayanan sipil yang objektif. (Jones, 1994: 328)
Dalam aplikasi kebijakan, pelaksana dituntut pula untuk memiliki strategi yang tepat dalam
melaksanakan kebijakan, disertai dengan pengelolaan terhadap 32 pendukung kebijakan, serta antisipasi
terhadap pihak yang dirugikan. Mengenai hal ini, Jones menjelaskan: Eugene Bardach menggunakan
gagasan "permainan" sebagai "metafor utama yang mengarahkan perhatian serta merangsang
pandangan" di dalam pengkajian pelaksanaan. Dalam bentuknya "games atau permainan" melibatkan
peraturan, pemain, strategi, pihak yang menang, serta pihak yang kalah; penggunaan mereka sebagai
metafora menghapuskan pemikiran bahwa hanya terdapat satu cara dalam mencapai tujuan tersebut
Penulis sadar betul bahwa tidak satu pun permainan atau pertandingan dapat dimenangkan dengan
hanya bermodalkan strategi. (Jones, 1994: 324-325) Aplikasi juga harus mempertimbangkan aspek
politik, dimana politik selalu melibatkan kepentingan berbagai pihak dan juga rawan konflik. Charles O.
Jones kemudian menyatakan conflict means ambivalence dengan pernyataan berikut : Politics always
involve conflicts. For the Individual decision maker group conflict means ambivalence, and ambivalence
can be described In behavioral terms as the concomitant of taking of Incompatible roles, Enforcers and
"en· forced" alike assume both the role of the potential violator and the role of his victim. Out of their
responses to such mutual role taking come the rules as actualy acted out; the specification of the
loopholes, penalties, and rewards that reflect an acceptable adjustment of these incompatible roles.
(Jones, 1984:181) Berdasarkan pernyataan tersebut, maka aplikasi kebijakan publik ini merupakan upaya
yang menekankan the establishment of policy goals, agar tujuan kebijakan tersebut dapat tercapai
secara efektif dan efisien (to be effectively and efficiently) dalam sebuah pelayanan di bidang sertipikasi
pertanahan yang sesungguhnya kepada masyarakat (objective civil service). Implementasi kebijakan
dalam program penerbitan sertipikat tanah di Kota Bandung Larasita dilakukan untuk menjaga
penyelenggaraan sertipikasi tanah agar tepat sasaran dan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang
tidak 33 bertanggung jawab. Sertipikasi tanah merupakan program pemerintah yang ditujukan untuk
menjamin hak-hak rakyat atas tanahnya sehingga masyarakat dapat diberdayakan dalam konteks
reforma agraria. Kegiatan implementasi kebijakan Larasita pada Kantor Pertanahan Kota Bandung ini
pada dasarnya dilakukan dalam rangka mencapai memberikan layanan sertipikasi tanah, khususnya di
Kota Bandung sehingga tanah-tanah yang belum terdaftar dapat dengan segera dijamin hak-haknya oleh
pemerintah. Tujuan kebijakan Larasita akan tercapai apabila tujuan dari kegiatan implementasi
kebijakan tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah dalam implementasi kebijakan.
Implementasi kebijakan merupakan proses untuk mencapai tujuan yang telah digariskan sebelumnya.
Mengacu pada pendapat Van Meter dan Van Horn, Wibawa (1994:15) mengemukakan pengertian
implementasi kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta baik secara
individual maupun kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagaimana dirumuskan di
dalam kebijakan. Dari definisi implementasi kebijakan dan komponennya tersebut dapat disimpulkan
bahwa implementasi kebijakan merupakan upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya. Jones (1984:178) mengungkapkan ”effective program implementation is likely to be rare if
clarity is a preguiresite. It appears to be unwritten law that the more complex the social issue, the more
ambiguous the cocial policy”. Pendapat Jones tersebut menunjukan bahwa implementasi kebijakan
jarang dijadikan 34 sebagai penilaian dan hanya menjadi suatu yang tidak tertulis. Jones mengutip
pendapat Edward III “ the first requirement for effective implementation is that those who are to
implement a decision must knaow what they are supposed to do…” (Jones, 1984:178). Hal ini
menunjukkan Edward III melihat adanya hubungan antara implementasi kebijakan dengan implementor,
dan bagaimana kebijakan tersebut dapat terimplementasikan tergantung kepada sejauh mana
implementor memahami apa yang harus mereka kerjakan

Anda mungkin juga menyukai