MY INSPIRATION
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya
angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini
adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan
pada struktur ginjal yang lain.
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit
pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-
turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan
berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun
(kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual,
kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan
berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10%
menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui tentang
asuhan keperawatan glomerulonefritis akut.
2. Tujuan Khusus:
a. Mahasiswa mampu mengetahui Anatomi Fisiologi Ginjal.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
2. Bagi Pembaca
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Fisiologi
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh simpai
Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula (“juxtame-dullary”)
lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens, membentuk
lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata , dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola
efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler.
Gambar 1. Bagian-bagian nefron
Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada kutub
vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler . Dalam keadaan patologik,
sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi membentuk bulan sabit (” crescent”). Bulan sabit
bisa segmental atau sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR) merupakan
penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi yang juga disebut single nefron
glomerular filtration rate (SN GFR).besarnya SN GFR ditentuka oleh faktor dinding kapiler
glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.
B. Definisi
Glumerulonefritis ( juga disebut sindrom nefrotik) , mungkin akut, dimana pada kasusu
seseorang dapat meliputi seluruh fungsi ginjal atau kronis ditandai oleh penurunan fungsi ginjal lambat
, tersembunyi , dan progresif yang akhirnya menimbulkan penyakit ginjal tahap akhir. Ini memerlukan
waktu 30 tahun untuk merusak ginjal sampai tahap akhir.
Pada keadaan iini beberapa macam intervensi seperti dialisa atau pencangkokan ginjal dibutuhkan
untuk menopang kehidupan. ( Blaiir, 1990).
Glumerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glomerulus
diikuti pembentukan beberapa antigen yang mungkin endogenus ( seperti sirkulasi tiroglobulin) atau
eksogenus ( agen infeksius atau proses penyakiy sistemik yang menyertai). Hopes ( ginjal ) mengenali
antigen sebagai benda asing dan mulai membentuk antibodi untuk menyerangnya. Respons
peradangan ini menimbulkan penyebaran perubahan patofisiologi, termasuk menurunnya laju filtrasi
glomerulus ( LFG), peningkatan permebilitas dari dinding kapiler glomerulus terhadap protein plasma
( terutama albumin) dan SDM , dan retensi abnormal natrium dan air yang menekan produksi renin
dan aldosteron( Glassock, 1988).
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri
atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis
merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang
mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme
imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain
menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.
C. Etiologi
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius
bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29.
Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali oleh
Lohlein pada tahun 1907 dengan alas an timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi
skarlatina,diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan meningkatnya titer anti-
streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama
kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada
yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum
dan factor alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik akut yang ditandai
dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. Gejala-gejala ini timbul
setelah infeksi kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas
atau pada kulit. Glomerulonefritis akut pasca streptococcus terutama menyerang pada anak laki-laki
dengan usia kurang dari 3 tahun.Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi 5 % diantaranya
dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.
Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta hemoliticus
golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga pencegahan dan pengobatan
infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit ini. Dengan perbaikan
kesehatan masyarakat, maka kejadian penyakit ini dapat dikurangi.
Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan seperti keracunan timah
hitam tridion, penyakitb amiloid, trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan lupus eritematosus.
D. Patogenesis
Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya
kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab glomerulonefritis akut. Beberapa ahli mengajukan
hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis glomerulus dan
kemudian merusaknya.
2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan auto-imun
yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang
sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrane basalis ginjal.
a. Congenital (herediter)
1. Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif familial yang seing
disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom alport
merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua pasien yang
mendapatkan cangkok ginjal. Dalam suatu penelitian terhadap anak dengan hematuria yang dilakukan
pemeriksaan biopsi ginjal, 11% diantaranya ternyata penderita sindrom alport. Gejala klinis yang
utama adalah hematuria, umumnya berupa hematuria mikroskopik dengan eksasarbasi hematuria
nyata timbul pada saat menderita infeksi saluran nafas atas. Hilangnya pendengaran secara bilateral
dari sensorineural, dan biasanya tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal
umur sepuluh tahunan.
Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir. Gejala proteinuria massif,
sembab dan hipoalbuminemia kadang kala baru terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa bulan
kemudian. Proteinuria terdapat pada hamper semua bayi pada saat lahir, juga sering dijumpai
hematuria mikroskopis. Beberapa kelainan laboratories sindrom nefrotik (hipoproteinemia,
hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan tidak berbeda dengan sindrom nefrotik jenis
lainnya.
b. Glomerulonefritis Primer
1. Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang tidak spesifik,
bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan
hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala glomerulonefritis akut
dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom
nefrotik. Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas,
sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.
2. Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah pengobatan dengan
obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus
eritematosus sistemik. Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan insiden 2-
6% pada anak dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien pada berbagai penelitian berkisar
antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun.
Tidak ada perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik
merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%,
dan hipertensi 30%.
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut, sindroma nefrotik,
hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering dijumpai pada kasus dengan gangguan
hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala nefropati IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena
kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria makroskopik biasanya
didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain atau non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.
c. Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu glomerulonefritis pasca
streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah streptococcus beta hemolitikus grup A yang
nefritogenik terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca
streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai sembab mata atau
sembab anasarka dan hipertensi.
F. Manifestasi Klinis
1. Hematuria
3. Oliguria
5. Hypertensi
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada
akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka
tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan
penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari
pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang
mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare
tidak jarang menyertai penderita GNA.
G. Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat berkurangnya
filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia,
hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada
anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala
berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme
pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung
dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah,
melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas
dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan urine : adanya proteinuria (+1 sampai +4), kelainan sedimen urine dengan eritrosit
disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan
lain-lain. Analisa urine adanya strptococus
2. Pemeriksaan darah :
6. Pemeriksaan radiologi : foto thorak adanya gambaran edema paru atau payah jantung
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan
kulit.Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap
antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim,
ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena
mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O
mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin
sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu
antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya
infeksi sterptokokus.Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau
antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi
sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri.Kenaikan titer 2-3
kali berarti adanya infeksi.
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3.kompleks imun
bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu
dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.
I. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu
untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit
tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya
glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin
masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian
profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak
dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat
terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali.
Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama
10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari
dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah
garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan
biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD
dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan
dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi
dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala
serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07
mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya
reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat
parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah
dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus
(tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh
karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya
menolong juga.
6. Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk, 1972).
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.
KONSEP ASKEP GLOMERULONEFRITIS
a. Pengkajian Anamnesis
1. Indentitas klien:
GNA adalah suatu reaksi imunologi yang sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun lebih sering pada
pria
2. Riwayat penyakit
Sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus eritematosus atau penyakit
autoimun lain.
Sekarang :
Klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar mata dan seluruh tubuh. Tidak
nafsu makan, mual , muntah dan diare. Badan panas hanya sutu hari pertama sakit.
Ø Pertumbuhan :
BB = 9x7-5/2=29 kg , menurut anak umur 9 tahun BB nya adalah BB umur 6 tahun = 20 kg ditambah
5-7 lb pertahun = 26 - 29 kg, tinggi badan anak 138 cm. Nadi 80—100x/menit, dan RR 18-
20x/menit, tekanan darah 65-108/60-68 mm Hg. Kebutuhan kalori 70-80 kal/kgBB/hari. Gigi
pemanen pertama /molar, umur 6-7 tahun gigi susu mulai lepas, pada umur 10—11 tahun jumlah
gigi permanen 10-11 buah.
Ø Perkembangan :
Psikososial : Anak pada tugas perkembangan industri X inferioritas, dapat menyelesaikan tugas
menghasilkan sesuatu.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Aktivitas/istirahat
- Gejala: kelemahan/malaise
3. Eliminasi
4. Makanan/cairan
- Tanda: penurunan keluaran urine
5. Pernafasan
6. Nyeri/kenyamanan
c. Pengkajian Perpola
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan beban sirkulasi karena
adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar mata dan seluruh tubuh. Klien mudah
mengalami infeksi karena adanya depresi sistem imun. Adanya mual , muntah dan anoreksia
menyebabkan intake nutrisi yang tidak adekuat. BB meningkat karena adanya edema. Perlukaan
pada kulit dapat terjadi karena uremia.
b. Pola eliminasi :
Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi urin : gangguan pada glumerulus menyebakan sisa-sisa
metabolisme tidak dapat diekskresi dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus
yang tidak mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria sampai anuria, proteinuri, hematuria.
Pada Klien dengan kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya
hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan jantung dan dan
tekanan darah mutlak selama 2 minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila tekanan ddarah sudah
normaal selama 1 minggu. Adanya edema paru maka pada inspeksi terlihat retraksi dada,
pengggunaan otot bantu napas, teraba , auskultasi terdengar rales dan krekels , pasien mengeluh
sesak, frekuensi napas. Kelebihan beban sirkulasi dapat menyebabkan pemmbesaran jantung
(Dispnea, ortopnea dan pasien terlihat lemah) , anemia dan hipertensi yang juga disebabkan oleh
spasme pembuluh darah. Hipertensi yang menetap dapat menyebabkan gagal jantung. Hipertensi
ensefalopati merupakan gejala serebrum karena hipertensi dengan gejala penglihatan kabur,
pusing, muntah, dan kejang-kejang. GNA munculnya tiba-tiba orang tua tidak mengetahui
penyebab dan penanganan penyakit ini.
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia. keletihan,
kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal. Gangguan penglihatan
dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi. Hipertemi terjadi pada hari pertama sakit dan
ditemukan bila ada infeksi karena inumnitas yang menurun.
f. Persepsi diri :
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan perawatan yang lama.
Anak berharap dapat sembuh kembali seperti semula
g. Hubungan peran :
Anak tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh dan lingkungan perawatann yang baru serta
kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
d. Pemeriksaan Diagnostik
( Ureum : Laki-laki = 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam, wanita = 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-
1,6 mg/24jam, Sedangkan Serum kreatinin : Laki-laki = 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl, wanita =
44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl ).
- Pemeriksaan darah
LED meningkat.
Kadar HB menurun.
Albumin serum menurun (++).
e. Analisa Data
No Etiologi Problem
DX
Migrasi sel
radang ke
glomerulus
Antigen-
Antibody
dalam dinding kapiler
Eposit, komplemen, ant trase, netrofit,
netrofil dan monosit
Fibrinogen
dan plasma
melalui dinding sel
Proteinuria
Intoleransi aktivitas
Merusak glomerulus
Gangguan filtrasi
Edema
3 Resiko peradangan/infeksi
Infeksi streptococcus β hemoliticus
berhubungan dengan
groupA
depresi system imun
Resiko
Hipertensi
BUN
Menurunnya
perfusi kapiler
glomerular, manifestasi klinis
meningkatnya dan Creatimin, Retensi
cairan
Odema
Terjadi Infeksi
streptococcus β
hemoliticus group A
Odema
2. Potensial kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi air dan natrium serta disfungsi ginjal.
6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit,
perawatan dirumah dan instruksi evaluasi.
g. Intervensi
Intervensi Rasional
2. Potensial kelebihan volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta disfungsi ginjal.
Rencana Rasional
1. Pantau dan laporkan tanda dan gejala Memonitor
kelebihan cairan sehingga
kelebihan cairan: dapat dilakukan tindakan penanganan
Hiperfosfatemia: hiperefleksi,parestesia,
kram otot, gatal, kejang
3. Potensial terjadi infeksi (ISK, lokal, sistemik) b.d. depresi sistem imun
Rencana Rasional
6. Pantau tanda dan gejala ISK dan lakukan 4. Urine keruh mmenunjukan adanya
tindakan pencegahan ISK. infeksi saluran kemiih
7. Gunakan dan anjurkan tehnik cuci tangan 5. Kateter dapat menjadi media
yang baik. masuknya kuman ke saluran kemih
Rencana Rasional
1. Pantau tanda dan gejala krisis hipertensi Krisis hipertensi menyebabkan suplay
(Hipertensi, takikardi, bradikardi, kacau darah ke organ tubuh berkurang.
mental, penurunan tingkat kesadaran, sakit
Tekanan darah yang tinggi menyebabkan
kepala, tinitus, mual, muntuh, kejang dan
suplay darah berkurang.
disritmia).
Efektifitas obat anti hipertensi penting
2. Pantau tekanan darah tiap jam dan
untuk menjaga adekuatnya perfusi
kolaborasi bila ada peningkatan TD sistole
jarringan.
>160 dan diastole > 90 mm Hg
Posisi tidur yang rendah menjaga suplay
3. Kaji keefektifan obat anti hipertensi
darah yang cukup ke daerah cerebral
4. Pertahankan TT dalam posisi rendah
5. Perubahan integritas kulit b.d. imobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler dan edema.
Tujuan : Klien tidak menunjukan adanya perubahan integritas kulit selama menjalani perawatan.
Rencana Rasional
2. Jaga kulit tetap kering dan bersih 2. Kulit yang kering dan bersih tidak mudah
terjadi iritasi dan mengurangi media
Bersihkan & keringkan daerah perineal
pertumbuhan kuman.
setelah defikasi
3. Lotion dapat melenturkan kulit sehingga
3. Rawat kulit dengan menggunakan lotion
tidak mudah pecah/rusak.
untuk mencegah kekeringan untuk
daerah pruritus. 4. Sabun yang keras dapat menimbulkan
kekeringan kulit dan sabun yang kasar
4. Hindari penggunaan sabun yang keras
dapat menggores kulit.
dan kasar pada kulit klien
5. Menggaruk menimbulkan kerusakan
5. Instruksikan klien untuk tidak
kulit.
menggaruk daerah pruritus.
6. Ambulasi dan perubahan posisi
6. Anjurkan ambulasi semampu klien.
meningkatkan sirkulasi dan mencegah
7. Bantu klien untuk mengubah posisi penekanan pada satu sisi.
setiap 2 jam jika klien tirah baring.
7. Lipatan menimbulkan tekanan pada kulit.
Pertahankan linen bebas lipatan
8. Sirkulasi yang terhambat memudahkan
Beri pelindung pada tumit dan siku terjadinya kerusakan kulit.
h. Implementasi
Melakukan implementasi sesuai dengan intervensi dengan memegang prinsip sebagai berikut :
Dari setiap tindakan yang dilakukan secara paripurna untuk mengatasi masalah keperawatan akan
didapatkan hasil sebagai berikut :
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
GNA adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu
(infeksi kuman streptococcus). GNA sering ditemukan pada anak usia 3-7 thn dan pada anak pria
lebih banyak. Penyakit sifilis,keracunan,penyakit amiloid,trombosis vena renalis,purpura
anafilaktoid, dan lupus eritematosus. Laju endap darah meninggi, HB menurun pada pemeriksaan
laboratorium. Pada pemeriksaan urin didapatkan jumlah urin mengurang, berat jenis
meninggi,hematuria makroskopik, albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+),silinder leukosit,ureum dan
kreatinin darah meningkat. Pada penyakit ini, klien harus istirahat selama 1-2 minggu, diberikan
penicilli, pemberian makanan rendah protein dan bila anuria, maka ureum harus dikeluarkan.
Komplikasi yang ditimbulkan adalah oliguria,ensefalopati hipertensi,gangguan sirkulasi serta
anemia. Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalh rasa lelah, anoreksia
dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang paling sering ditemukan adalah
:hematuria, oliguria,edema,hipertensi
Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk meminimalkan
kerusakan pada glomerulus, meminimalkan metabolisme pada ginjal, meningkatkan fungsi ginjal
Pronosis penyakit pada anak-anak baik sedangkan prognosisnya pada orang dewasa tidak
begitu baik.
2. Saran
1. Bagi Penulis
2. Bagi Pembaca
Andrianto, petrus. Gumawan Johannes,1990. Kapita Selekta Patologi klinik. Edisi 4. Jakarat: EGC
Arfin, Behrama Kliegman, 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EEC
Brunner and Suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol.2. Jakarta : EEC
Engram Barbara, 1999. Rencana Asuhan Kepertawatan Medikal Bedah.Vo.l 1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Mansjoer, Arif.dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.3. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. FKUI
Diposting oleh Rezasyah di 05.27
Berbagi
1 komentar:
Follow Us on Twitter!
"Join Us on Facebook!
RSS
Contact
Latest Tweets
Theme by Site5.
Experts in Web Hosting.