Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Kreasi Volume XV No. 1, Februari 2015 Hlm.

15-27

Konteks Pragmatik dalam Proses Pembelajaran Bahasa


di Kurikulum 2013

Izhar
Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Muhammadiyah Pringsewu
Lampung

Abstrak
Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis teks. Dalam proses pembelajaran, Kurikulum
2013 menekankan pendekatan scientific dengan tahapan mengamati, menanya, mencoba,
mengasosiasi, dan mengkomunikasikan teks. Teks dianggap sebagai satuan bahasa terlengkap
mulai dari kata hingga wacana, baik secara lisan maupun yang tervisualkan secara tertulis.
Sebagai objek ilmu bahasa, kita perlu menyadari ruang lingkup keberadaan teks. Kita dapat
saja menyimpulkan isi suatu teks, namun akan sangat ambigu bila dalam menafsirkannya
tidak dikaitkan dengan konteks pragmatik. Dengan memahami konteks dalam tahapan-tahapan
pembelajaran tersebut, khususnya dalam mata pelajaran bahasa Indonesia komunikasi bahasa yang
baik dan benar akan muncul pada diri siswa.

Pendahuluan ke siswa dalam dunia pendidikan ialah


Pembelajaran bahasa dan sastra untuk menyiapkan mereka agar memiliki
Indonesia senantiasa diarahkan agar siswa kompetensi komunikasi secara lisan dan
memiliki kemampuan berbahasa dan tertulis. Siswa dipersiapkan berperan aktif
bersastra. Kemampuan berbahasa berarti di sejumlah sektor pembangunan. Lebih-
kemampuan memahami dan memproduksi lebih dalam masyarakat modern sekarang
bahasa (ujaran hingga wacana/teks). ini. Hal ini sebagaimana tertuang dalam
Sedangkan, kemampuan bersastra ialah Pasal 1 ayat 2 mengenai sistem pendidikan
kemampuan memahami dan mengapresiasi nasional yang berbunyi “Pendidikan
karya sastra dalam bentuk aplikasi nilai nasional adalah pendidikan yang
dan wacana sastra. Upaya konkret yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
dilakukan untuk menguasai kemampuan Dasar 45 yang berakar pada nilai-nilai
tersebut dikemas dalam kegiatan agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan
menyimak, berbicara, membaca, dan tanggap terhadap tuntunan perubahan
menulis. Kemampuan memahami tertuang zaman” (Pidarta, 2009: 45).
dalam kegiatan menyimak dan membaca, Tentunya, kemampuan komunikasi
sedangkan kemampuan memproduksi (fungsi bahasa secara nyata) harus benar-
terealisasi dalam kegiatan berbicara dan benar dikuasai siswa. Artinya, siswa dapat
menulis. Seperangkat kemampuan yang berkomunikasi dalam berbagai konteks
dicanangkan, dirumuskan, dan dibelajarkan situasi. Konteks situasi meliputi mitra

Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/kreasi


STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 15
Jurnal Kreasi Volume XV No. 1, Februari 2015 Hlm. 15-27

komunikasi, pesan yang dikomunikasikan, tertentu saja dan terbatas maksudnya tidak
saluran komunikasi, juga waktu dan tempat dilaksanakan secara keseluruhan, hanya
berkomunikasi. Melalui hal tersebut, beberapa jenjang tingkatan sekolah), geliat
interaksi yang muncul bukan kurikulum 2013 menilai, mengembangkan
mempertimbangkan ketepatan komunikasi dan menyempurnakan kurikulum
semata, tetapi juga muncul perilaku sebelumnya. KTSP dinilai belum juga
berbahasa (komunikasi) yang mampu memberikan hasil yang signifikan,
mencerminkan nilai-nilai bangsa Indonesia. lebih-lebih untuk mata pelajaran Bahasa
Karena, berkomunikasi tidak berarti hanya Indonesia yang dinilai sangat tinggi untuk
memahami, tetapi juga menghargai dan ditingkatkan setiap tahunnya. Hal ini
menimbulkan budi pekerti. Hal inilah seperti yang tertuang,
kiranya yang menjadi salah satu perhatian “Berlakunya Kurikulum 2006
(Tingkat Satuan Pendidikan/KTSP)
pemerintah Indonesia melalui menteri
yang berbasis pada kompetensi
pendidikannya untuk lebih meningkatkan memberi ruang baru bagi penguatan
pola penataan materi dan metode
mutu, efektivitas, efesiensi, dan relevansi
pembelajaran bahasa Indonesia
pendidikan terhadap pengaruh budaya dan dengan tujuan penguasaan bahasa
secara baik dan benar. Sayangnya,
perkembangan zaman, yaitu dengan
KTSP yang dikembangkan tidak
memberlakukan kurikulum baru, yakni juga mampu membuat prestasi
belajar bahasa Indonesia siswa
Kurikulum 2013.
menggembirakan. Hal itu dapat
Pemberlakuan perubahan-perubahan dibuktikan dengan rendahnya hasil
ujian nasional (UN) siswa untuk
kurikulum ditandai mulai dari: Kurikulum
mata pelajaran Bahasa Indonesia”
setelah kemerdekaan 1945-1955-1965, (Kemendikbud, 2013: 11).
kurikulum 1968-1975, kurikulum 1975-
Hal tersebutlah yang menjadi
1984, kurikulum 1984-1994, kurikulum
perhatian pemerintah dan sejumlah
1994-2004, kurikulum 2004-2006 (KTSP),
pemerhati pendidikan Indonesia, sehingga
dan kini, dari Kurikulum Tingkat Satuan
diberlakukannya Kurikulum Juli 2013 ini.
Pendidikan menjelma Kurikulum 2013 dan
Selain itu, Kaitannya dengan fungsi bahasa
telah dibakuujiterapkan di beberapa jenjang
secara nyata sebagai sarana komunikasi,
lembaga pendidikan dengan beberapa
wacana atau lebih tepatnya „teks‟ menjadi
tingkatan mulai dari Sekolah Dasar hingga
landasan pengembangan materi ajar.
Sekolah Menengah Atas.
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum
Meski masih terbatas dan bertahap
berbasis teks, yakni memandang teks
(terbatas artinya baru di beberapa sekolah
sebagai fokus materi. Sebab, teks dinilai
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/kreasi
STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 16
Jurnal Kreasi Volume XV No. 1, Februari 2015 Hlm. 15-27

sebagai satuan bahasa yang mengandung pengguna bahasa dan penafsirnya, serta
makna, pikiran, dan gagasan lengkap kaitan antara komunikasi bahasa dengan
(Kemendikbud, 2013: 12). Jelas saja, untuk konteks. Pragmatik sebagai ilmu yang
menginterpretasikan makna sebuah teks mempelajari tentang tanda dan makna
tidak hanya dapat dijelaskan berdasarkan dikembangkan oleh Morris dengan
kepaduan satuan bahasa yang membentuk mendasarkan pada gagasan Charles S.
makna, melainkan juga diperlukan Pierce dan W. James selaku pencetus atau
pengetahuan konteks situasi yang aliran yang mengkaji makna dalam kata
melingkupi informasi atau pesan suatu teks. atau kalimat yang didasarkan pada
Di samping kurikulum 2013 penggunaannya secara nyata. Meninjau
menempatkan konteks komunikasi agar peran serta fungsi pragmatik membangun
siswa dapat dengan mudah memahami dan memfasilitasi komunikasi, maka,
makna yang terkandung dalam suatu teks, pemerintah dalam Kurikulum 1984
kurikulum Juli 2013 ini juga membekali memasukkannya sebagai komponen
siswa untuk lebih menghayati dan kurikulum. Hal ini sebagaimana ditulis
mengekspresikan diri dalam sejumlah pakar bahasa,
capaian materi dan indikator pembelajaran. “Dalam GBPP 1984 Bahasa
Indonesia ada suatu komponen
Hal inilah mengapa pengetahuan konteks
kurikulum baru yang disebut
pragmatik penting dalam menunjang „pragmatik‟. Komponen ini
dianggap sebagai suatu bagian yang
ketercapaian sejumlah tujuan pembelajaran
penting dalam kemampuan
bahasa pada kurikulum 2013. Pengetahuan berkomunikasi atau keterampilan
berbahasa yang ditentukan sebagai
pragmatik membimbing kita memaknai
tujuan pengajaran bahasa Indonesia
wacana “teks‟ dan juga membantu dalam kurikulum 1984 dan
kurikulum-kurikulum sebelumnya
menginterpretasi, memproduksi, dan
(seperti kurikulum 1975)”
mengekspresikan diri dalam aneka tindak (Nababan, 73).
komunikasi.
Paparan di atas mengisyaratkan
kepada kita akan esensi pragmatik dalam
Pragmatik dan Konteks
wahana komunikasi. Istilah tersebut masuk
Pragmatik
dalam muatan kurikulum untuk
Istilah pragmatik banyak didefinisikan
memfasilitasi pengguna bahasa secara
oleh para ahli sebagai ilmu yang
ideasional, interpersonal, dan tekstual.
mempelajari dan menafsirkan tanda-tanda
Ideasional ialah bentuk ekspresi diri
dalam komunikasi, hubungan antara
pemakai bahasa, interpersonal merupakan
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/kreasi
STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 17
Jurnal Kreasi Volume XV No. 1, Februari 2015 Hlm. 15-27

kemampuan jalin komunikasi, dan tekstual, “Pragmatic as being…“the study of


those relations between language and
yaitu menempatkan bahasa dalam
context that the grammaticalized, or
penggunaannya secara lisan dan tertulis. encoded in the structure of a
language”(Mey, 2001: 5).
Maka, tidaklah mengherankan jika
Selain itu, Leech, mengungkapkan
pengetahuan pragmatik kembali bergema
“ancangan pragmatik mengacu pada kajian
dalam kurikulum 2013 meskipun tidak
mengenai pemakaian bahasa secara efektif
secara khusus ditulis dan dimuat seperti
di dalam komunikasi” (1993: 22).
dalam kurikulum sebelumnya (Kurikulum
Kompleksitas komunikasi yang
1984).
menggunakan bahasa sebagai media utama
Levinson dalam Mey, mendefinisikan
tidak dapat selalu dimaknai secara
pragmatik sebagai ilmu yang mempelajari
ketatabahasaan atau intralingual saja,
hubungan-hubungan antara bahasa dan
melainkan juga terdapat dimensi lain yang
konteks yang ditatabahasakan, atau yang
turut pula diperhatikan untuk
dikodekan ke dalam tata bahasa suatu
memperlancar jalannya komunikasi, yaitu
bahasa. Pengertian ini menunjukkan bahasa
ekstralingual (konteks). Untuk secara tepat
sebagai bangun struktur yang dikaitkan
memahami komunikasi (bahasa) dalam
dengan konteks dalam penggunaannya.
situasi interaksi pihak yang berkomunikasi
Pragmatik dianggap sebagai studi yang
harus melalui proses interpretasi bahasa
penting dalam menerjemahkan komunikasi.
yang berwujud wahana verbal dan non-
Dalam pragmatik, yang dipersoalkan bukan
verbal. Karena, komunikasi bukanlah
hanya kebenaran, keserasian, dan
sekadar sebuah percakapan biasa, tetapi
kesesuaian kata, kalimat, bahkan wacana
komunikasi bersifat fungsional yang
„teks‟ berdasarkan tata bahasa, melainkan
memiliki tujuan dan pengaruh antara pihak
juga ketepatan atau kecocokan suatu
yang berkomunikasi. Terbangunnya sebuah
kalimat yang digunakan pada suatu tindak
komunikasi yang baik tentunya
komunikasi tertentu. Untuk ketepatan
dikarenakan keberhasilan pemakai bahasa
pemilihan kata atau kalimat, pemakai
membentuk, menyelaraskan, dan
bahasa harus menata atau memilih strategi
menggunakan bahasa berdasarkan
komunikasinya, sehingga kalimat atau
fungsinya.
ujaran yang diungkapkan sesuai dengan
Definisi dan pandangan di atas
konteks yang dihadapinya. Batasan
mengukuhkan bagaimana pengetahuan
pragmatik Levinson di atas dapat dilihat
pragmatik sejalan dengan konsep para
berikut ini,
pakar sebelumnya dan rekayasa

Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/kreasi


STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 18
Jurnal Kreasi Volume XV No. 1, Februari 2015 Hlm. 15-27

pengetahuan yang distandardisasikan oleh bahasa, kita perlu menyadari ruang lingkup
para ahli pendidikan bahasa pada keberadaan teks. Kita dapat saja
kurikulum 2013, yakni mengarahkan dan menyimpulkan suatu teks, namun akan
memfasilitasi siswa dalam menginterpretasi sangat ambigu bila dalam menafsirkannya
bahasa, serta membentuk dan memproduksi tidak dikaitkan dengan konteks. Secara
bahasa sebagai bagian dari ekspresi diri semantis mungkin dipahami kandungan
secara tekstual dalam konteks situasi makna bahasa. Tetapi dengan memisahkan
penggunaannya. konteks dari teks, komunikasi tidak akan
berjalan efektif.
Konteks Dalam Schriffrin, konteks
Memahami, menginterpretasi, dan diterjemahkan sebagai pengetahuan dan
memproduksi komunikasi baik tuturan situasi. Konteks sebagai pengetahuan, yaitu
maupun wacana/teks adalah menganalisis apa yang mungkin bisa diketahui oleh
kekomunikatifan bahasa. Artinya, selain antara si pembicara dan mitra tutur dan
pernyataan yang disampaikan itu harus bagaimana pengetahuan
mengandung kebenaran, wacana/teks yang membimbing/menunjukkan penggunaan
disampaikan berperan nyata dalam bahasa dan interpretasi tuturannya. Sebagai
kehidupan. Pengguna bahasa menjalankan situasi, konteks diistilahkan sebagai
bahasa sesuai fungsinya, yakni tujuan lingkungan, yakni lingkungan sosial di
komunikasi. Agar fungsi dalam komunikasi mana tuturan-tuturan dapat dihasilkan dan
berjalan efektif, dalam diinterpretasikan sebagai realisasi aturan-
mengoperasionalkannya tidak semata-mata aturan yang mengikat (2007: 549-559).
mendasarkan pada struktur yang Paparan tersebut memberikan gambaran
membangun bahasa dan makna yang bahwa selain pengetahuan yang dimiliki
menjadi acuan, tetapi juga perlu partisipan tuturan, situasi lingkungan
mengaitkannya dengan konteks situasi. (sosial dan sebagainya) menafsirkan juga
Teks dapat berupa kesatuan paragraf, maksud suatu ujaran tekstual. Walau
kalimat, juga frase. Bahkan, kata pun pemakai bahasa memiliki pengetahuan
dipandang sebagai teks asalkan informasi, namun konstruk maksud yang
bersubstansi lengkap. dicapai boleh jadi berbeda akibat situasi.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum Situasi menentukan bagaimana sepatutnya
berbasis teks. Teks merupakan satuan tindak komunikasi. Apakah fungsi
bahasa terlengkap. Sebagai objek ilmu komunikasi penggunaan bahasa dalam

Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/kreasi


STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 19
Jurnal Kreasi Volume XV No. 1, Februari 2015 Hlm. 15-27

bentuk ujaran langsung atau pun tidak context is everything”. Dalam berbahasa
langsung, siapa partisipan komunikasi, di (berkomunikasi) konteks adalah segala-
mana komunikasi dilaksanakan, apakah galanya (2013, 147).
dalam lingkup formal dan nonformal,
bahkan lingkungan sosial dan budaya
dalam suatu masyarakat menentukan Pembelajaran
perilaku tindak komunikasi. Istilah pembelajaran dalam Brown ialah
Konteks mendukung pengetahuan penguasaan atau pemerolehan pengetahuan
makna secara menyeluruh. Ia tentang suatu subjek atau sebuah
mengeliminasi kemungkinan-kemungkinan keterampilan dengan belajar, pengalaman,
makna lain yang tidak sesuai dengan yang atau instruksi (2000: 7). Makna
diisyaratkan. Lebih lengkapnya, Hymes pembelajaran tersebut mengisyaratkan
dalam Widdowson mengatakan, bahwa pembelajaran berorientasi pada diri
“The use of a linguistic form identifies si pembelajar, bagaimana ia berupaya
a range of meanings. A context can
semaksimal mungkin untuk memperoleh
support a range of meanings. When a
form is used in a context, it eliminates sejumlah kompetensi yang diprogramkan
the meanings possible to that context
oleh satuan pendidikan melalui suatu
other than those the form can signal:
the context eliminates from rangkaian kegiatan, yakni belajar,
consideration the meanings possible
mengalami, dan melaksanakan instruksi.
to the form other than those the
context can support” (Widdowson, Selanjutnya, UUSPN No. 20 tahun
2004: 38).
2003 dalam Syaiful Sagala menyatakan
Sebut saja ketika ada pertanyaan “Siapa bahwa Pembelajaran adalah proses
malingnya? dan jawaban “Dia malingnya, interaksi peserta didik dengan pendidik dan
Pak!”. Dalam asumsi kita kejadian tersebut sumber belajar pada suatu lingkungan
berlatar di kantor polisi. Padahal dugaan belajar (2012: 62). Dalam pernyataan di
tersebut dapat dipatahkan oleh sebab atas, pendidik berkewajiban untuk
konteks. Pertanyaan “Siapa malingnya?” melaksanakan kegiatan pembelajaran yang
bukanlah interogasi polisi kepada pencuri berkonstruksi aktif komunikatif, dan
atau saksi kejadian, melainkan kuisioner mencoba mengerahkan segala daya untuk
seorang guru kepada muridnya saat latihan membantu si pembelajar belajar. Aktif
drama. Jadi, konteks memfasilitasi dipandang sebagai kegiatan operasional.
keambiguan interpretasi. Meminjam istilah Aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik
Achmad HP dan Alek, “in language,

Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/kreasi


STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 20
Jurnal Kreasi Volume XV No. 1, Februari 2015 Hlm. 15-27

siswa dalam komunikasi pembelajaran di Proses pembelajaran tak lepas dari


kelas haruslah dapat dipantau. komponen-komponennya. Komponen-
Hal yang tak kalah penting adalah komponen pembelajaran meliputi: tujuan
sumber belajar. Sumber belajar dapat pembelajaran, materi pelajaran, metode
dimaknai sebagai segala sesuatu yang atau strategi pembelajaran, media
membantu siswa memperoleh pengetahuan pembelajaran, dan evalusai pembelajaran
dan pengalaman. Sumber belajar dapat (Sanjaya, 2009: 58).
berupa manusia, alat, lingkungan, dan Tujuan pembelajaran merupakan
media belajar lainnya. Walaupun utama, komponen utama dalam sistem
untuk mendukung kreativitas siswa, guru pembelajaran. Tujuan merupakan kompas
tidak hanya memanfaatkan satu sumber pembelajaran. Ia adalah penunjuk arah
belajar, lebih-lebih beranggapan ia dapat pembelajaran. Semua kegiatan belajar
memfasilitasi segalanya. Sebab, belajar berawal dari komponen yang pertama ini.
adalah memanfaatkan dan mengembangkan Selanjutnya, komponen kedua ialah
segala potensi yang ada pada diri si materi pelajaran. Materi pelajaran ialah
pembelajar. Semakin konkret siswa dengan seperangkat pengetahuan yang tervisualkan
pengalaman, maka akan semakin optimal secara lisan maupun tertulis. Materi
hasil belajarnya. tersusun atas bahan pelajaran yang telah
disiapkan. Misalnya yang terdapat dalam
Komponen Pembelajaran buku teks. Oleh karena tujuan
Belajar adalah menguasai dan pembelajaran beraneka, maka materi
memperoleh (Brown, 2000: 7). Artinya, pelajaran tidak hanya menggunakan
terdapat suatu pengetahuan baru yang perangkat buku teks. Lebih-lebih di era
didapat siswa setelah melaksanakan modern ini.
pembelajaran. Pembelajaran yang Komponen berikutnya ialah metode
direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi atau strategi pembelajaran. Metode belajar
hasilnya menjadi tolok ukur keberhasilan sangat menentukan efektivitas
belajar. Proses dan hasil belajar adalah dua pembelajaran. Ia adalah implementasi
hal berkait. Sudah barang tentu, seyogianya rencana pembelajaran. Metode merupakan
proses yang baik akan memperoleh hasil jembatan yang menghubungkan tujuan
yang baik. Pun sebaliknya, proses yang pembelajaran dan materi pelajaran kepada
buruk maka hasilnya juga menjadi buruk. siswa. pelaksanaannya, guru harus dapat
memilih dan menggunakan metode yang

Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/kreasi


STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 21
Jurnal Kreasi Volume XV No. 1, Februari 2015 Hlm. 15-27

sesuai dengan pelbagai karakteristik, yakni mengabaikan sikap, maka yang muncul
siswa, materi, media, dan sebagainya. adalah kesombongan dan tindakan yang
Berikutnya adalah alat atau sumber membabibuta. Sebaliknya, bila seseorang
belajar. Meskipun sifatnya membantu, memiliki keterampilan dan sikap yang baik,
peran teknologi sangat penting di zaman tetapi lemah pengetahuan, maka ia akan
yang serba canggih ini. Segala yang jauh mudah sekali terkecoh atau ekstremnya
dapat dijangkau dan dimanipulasi. dikendalikan seseorang. Pun begitu juga
Keterbatasan-keterbatasan inderawi yang bila memiliki pengetahuan dan sikap yang
ada pada pembelajar dapat baik tetapi tidak memiliki keterampilan,
diminimalisasikan. maka ia tidak memiliki dan tidak dapat
Komponen belajar yang terakhir adalah mengembangkan apa-apa dari yang
evaluasi pembelajaran. Evaluasi menjadi diketahuinya. Lebih-lebih memberikan
umpan balik untuk untuk siswa dan seluruh sumbangsih, khususnya di dunia
yang terkait sebagai pelaksana pendidikan.
pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang Kurikulum 2013 pun disebut sebagai
telah dilaksanakan dievaluasi, mulai dari kurikulum data. Maksudnya, Kurikulum
tujuan, materi pelajaran, startegi atau 2013 membaca data dan menginterpretasi
metode mengajar, sumber belajar, dan data. Komunikasi yang dilakukan adalah
bahkan evaluasi sendiri pun dievaluasi komunikasi faktual, yakni berdasarkan data
validitasnya, relialibilitasnya, serta dan tidak keliru dalam menginterpretasi
kemanfaatannya. Melalui evaluasi, minimal data.
kekurangan-kekurangan yang signifikan Tidak jauh berbeda dengan kurikulum
dalam setiap komponen dapat terhindarkan. sebelumnya, Kurikulum 2013 pun mengacu
pada delapan standar nasional pendidikan,
Kurikulum 2013 yakni: standar kompetensi lulusan, standar
Kurikulum 2013 adalah kurikulum isi, standar proses, standar penilaian,
yang menyeimbangkan aspek pengetahuan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
aspek keterampilan, dan aspek sikap. standar sarana dan prasarana, standar
Keseluruhan aspek tersebut berelasi dan pembiyaan, dan standar pengelolaan
berintegerasi. Bila salah satu lemah, maka (Online: http://Rasional Kurikulum 2013).
akan muncul ketidakseimbangan. Lihat saja Beberapa penekanan kurikulum 2013
manakala seseorang mapan dalam dibanding kurikulum sebelumnya (KTSP)
pengetahuan dan keterampilan tetapi nampak pada standar kompetensi lulusan,

Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/kreasi


STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 22
Jurnal Kreasi Volume XV No. 1, Februari 2015 Hlm. 15-27

standar isi, standar penilaian, dan standar Lima tahapan dalam proses belajar
proses. Pada KTSP standar kompetensi pada Kurikulum 2013, yakni 1) mengamati,
lulusan diturunkan dari standar isi, 2) menanya, 3) mencoba, 4) mengasosiasi,
sedangkan dalam Kurikulum 2013 standar dan 5) mengkomunikasikan.
kompetensi lulusan diturunkan dari 1) Kegiatan mengamati
kebutuhan. Standar isi di KTSP Mengamati dapat diartikan menyimak.
dirumuskan berdasarkan tujuan mata Luasnya, kegiatan pengamatan bukan
pelajaran yang dirinci menjadi Standar hanya dilakukan oleh indera
Kompetensi dan Kompetensi Dasar, penglihatan, tetapi juga dapat dengan
sementara itu, Standar Isi Kurikulum 2013 indera pendengaran. Kegiatan
diturunkan dari Standar Kompetensi mengamati ialah kegiatan membaca
Lulusan melalui Kompetensi Inti yang informasi baik dengan atau tanpa
bebas mata pelajaran. bantuan alat. Diperlukan ketelitian
Selanjutnya, penilaian dalam dalam pencarian informasi.
kurikulum 2013 haruslah menyeluruh 2) Kegiatan menanya
dengan memperhatikan perdomainnya, Menanya dimaksudkan untuk menggali
yakni domain pengetahuan, domain informasi dari narasumber. Mengingat
keterampilan, dan domain sikap. Penilaian guru bukanlah satu-satunya sumber
yang dilakukan tidak hanya mengacu pada belajar, siswa dapat saling bertanya
hasil pembelajaran, proses pun dinilai. dengan siswa lain atau kelompok
Untuk itu, diperlukan penilaian fortopolio. belajarnya. Mereka dapat saling
Begitu juga dengan standar proses, mengkonfirmasi. Maka dari itu, saat
Kurikulum 2013 menekankan pendekatan prapembelajaran siswa sudah diberikan
scientific dengan tahapan mengamati, gambaran kompetensi yang akan
menanya, mencoba, mengasosiasi, dan dicapai terlebih dahulu.
mengkomunikasikan. Diharapkan melalui 3) Kegiatan mencoba
tahapan-tahapan pembelajaran tersebut, Mencoba berarti bereksperimen. Baik
khususnya dalam mata pelajaran bahasa yang sifatnya membuat rumusan,
Indonesia komunikasi bahasa yang baik membandingkan atau menyiapkan
dan benar pada diri siswa muncul. komentar atas setiap maksud
kompetensi inti yang dipelajari. Siswa
Proses Pembelajaran dalam Kurikulum belajar menerapkan atau menemukan.
2013 4) Kegiatan mengasosiasi

Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/kreasi


STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 23
Jurnal Kreasi Volume XV No. 1, Februari 2015 Hlm. 15-27

Mengasosiasi merupakan kegiatan bahasa di Kurikulum 2013 dapat tergambar


mengolah informasi yang telah jelas.
dikumpulkan. Kegiatan ini
mengembangkan sikap prosedural dan Hasil Penelitian dan Pembahasan
kemampuan siswa dalam berpikir. Perihal pengetahuan konteks pragmatik
Pelaksanaanya ialah bagaimana siswa dalam kurikulum berbasis teks ini nampak
menerjemahkan berbagai informasi dalam proses pembelajaran dengan
yang didapat dari berbagai sumber, konstruk lima pengalaman belajar yang
berkontemplasi, lalu menyatukannya dibakukan, yakni: mengamati, menanya,
dalam satu ide sehingga terbentuk satu mencoba, mengasosiasi, dan
kesimpulan yang bulat. mengkomunikasikan.
Kegiatan mengamati dimaknai juga
sebagai kegiatan menyimak, membaca, dan
5) Kegiatan mengkomunikasikan. meneliti informasi baik dengan
Kegiatan akhir dalam proses menggunakan atau tanpa alat. Dalam
pembelajaran Kurikulum 2013 ialah kegiatan mengamati, siswa harus sangat
siswa mengkomunikasikan. Akhir teliti. Pesan dalam teks atau data yang
pengalaman belajar tersebut diamati bukan hanya tergambarkan melalui
menempatkan fungsi bahasa sebagai rangkaian huruf-huruf yang tervisualkan,
komunikasi yang konkret, yaitu tetapi juga maksud penulis merumuskan
bagaimana siswa mengekspresikan diri teks tersebut. Perlu ketelitian dalam
dan informasi, berbahasa dengan baik menafsirkan data. Sebab, pesan yang
dan benar, lisan maupun tertulis disampaikan dapat tersurat atau tersirat
dengan mempertimbangkan konteks dalam teks. Kepaduan dan koherensi kata
situasi tentunya. yang membentuk kalimat hingga teks yang
lengkap menjadi penghantar memaknai
Metode Penelitian maksud suatu data. Bisa jadi juga
Penelitian ini menggunakan diperlukan konteks pengetahuan akan
pendekatan kualitatif deskriptif teknik penulisnya sendiri dalam menafsirkan suatu
analisis isi. Peneliti mengkaji secara teks.
komprehensif objek penelitian sehingga Begitu juga di kegiatan menanya,
fokus penelitian ini, yakni konteks realisasinya perlu memperhatikan siapa
pragmatik dalam proses pembelajaran yang menjadi mitra komunikasi dan sumber

Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/kreasi


STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 24
Jurnal Kreasi Volume XV No. 1, Februari 2015 Hlm. 15-27

informasi, waktu dan tempatnya, juga mengolah informasi yang telah


situasi yang melingkupi komunikasi. Akan dikumpulkan. Pengalaman ini
berbeda bentuk bahasa dalam mengembangkan sikap prosedural dan
penggunaannya sebagai fungsi di lingkup kreativitas siswa dalam berpikir. Siswa
pembicaraan antarteman dan orang lain, belajar menafsirkan pelbagai data atau
juga faktor usia dan status sosial. informasi yang didapat. berdasarkan
Hakikatnya, pengalaman belajar yang kumpulan informasi tersebut, sehingga
dilaksanakan bukan hanya menggali siswa memperoleh satu kesimpulan yang
informasi dari teman kelompok, bisa saja bulat. Data (teks) merupakan sistem
dari narasumber lainnya. Oleh karena lambang bunyi dan merupakan sistem
sumber belajar sangat banyak sekali. tanda. Untuk menafsirkannya diperlukan
Kendati pun tidak bersertifikasi, asalkan ia pengetahuan yang menyeluruh agar tidak
mapan dan mampu memfasilitasi ambigu.
kompetensi inti yang disipakan, dapatlah ia Kegiatan selanjutnya ialah
dijadikan sebagai sumber belajar. mengkomunikasikan. Final pengalaman
Pengalaman belajar selanjutnya, yakni belajar ini menempatkan fungsi bahasa
mencoba. Siswa belajar memberanikan diri sebagai komunikasi yang konkret, yaitu
bereksperimen dengan hasil temuannya, bagaimana menggunakan bahasa dalam
baik yang sifatnya merumuskan membuat situasi nyata. Siswa belajar menyampaikan
konsep, membandingkan atau menyiapkan informasi dan mengekspresikan diri,
alasan tentang apa yang menjadi berbahasa dengan baik dan benar, lisan
bahasannya. Siswa belajar mengumpulkan maupun tertulis dengan
informasi. Informasi yang didapat haruslah mempertimbangkan konteks situasi
informasi yang mendukung bahasan materi tentunya.
siswa. Maka, siswa perlu mengetahui
konteks tema pembelajaran atau materi, Jelas, kelima pengalaman belajar di
apakah materi tentang bahasa, sastra, atas tak terlepas dari pengetahuan konteks
apakah bertema keluarga, lingkungan, dan pragmatik. Pragmatik melayani pemakai
sebagainya. bahasa. Bagaimana seharusnya seseorang
Tahapan kegiatan belajar berikutnya berkomunikasi. Apakah dalam situasi
ialah siswa belajar mengasosiasi informasi, formal maupun kegiatan keseharian. Secara
tahapan ini merupakan kegiatan lisan baik ketika berdialog, bertanya jawab,
mengestimasi, menginterpretasi, dan memberikan informasi, dan sebagainya,

Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/kreasi


STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 25
Jurnal Kreasi Volume XV No. 1, Februari 2015 Hlm. 15-27

atau secara tertulis seperti membuat bahasa mulai dari tingkat SD hingga
karangan, mengungkapkan ide dan Perguruan Tinggi.
perasaan dalam bentuk prosa, dan bentuk
ekspresi diri lainnya dalam bentuk teks.
Konteks pragmatik memfasilitasi siswa
memahami, memaknai dan mengolah
informasi, serta berkomunikasi secara
nyata.

Simpulan dan Saran


Simpulan
Dari paparan singkat di atas dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan akan
konteks pragmatik penting dalam upaya
menjembatani siswa agar terampil
berbahasa (berkomunikasi) diberbagai
situasi, terlebih dalam kurikulum 2013
yang berbasis teks. Kemampuan
Referensi
menginterpretasi makna suatu teks akan
luar biasa ambigu tanpa mengaitkan Achmad HP dan Alek Abdullah. 2013.
Linguistik Umum. Jakarta: Erlangga
informasi dengan konteks. Tidak akan
muncul bentuk ekspresi diri yang tepat Brown, Douglas. 2000. Principles of
serta sikap komunikasi yang berterima, Language Learning And Teaching (4th ed.).
San Francisco: Longman Pearson
lebih-lebih melekatnya budi pekerti jika Education
tidak melihat konteks dalam
Kemendikbud. 2013. Bahasa Indonesia:
pelaksanaannya. Ekspresi Diri dan Akademik Kelas X (Buku
Guru). Jakarta: Kemendikbud
Saran
Kemendikbud. 2013. (dalam) Lampiran IV
Jika kehadiran kurikulum 2013 tentang Implementasi Kurikulum Pedoman
menyadari peran penting bahasa sebagai Umum Pembelajaran. Jakarta:
wahana ekspresi diri secara estetis dan Kemendikbud

logis, seyogianya kehadiran pragmatik


Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip
kembali direkatkan pada seluruh pengajar Pragmatik (terjemahan M.D.D. Oka).
Jakarta: Universitas Indonesia
Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/kreasi
STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 26
Jurnal Kreasi Volume XV No. 1, Februari 2015 Hlm. 15-27

Mey, Jacob L. 2001. Pragmatics: An


Introduction (2nd ed.). Carlton: Blackwell
Publishing

Nababan dalam Majalah Pembinaan


Bahasa Indonesia. (Makalah: Pengajaran
Bahasa dan Pendekatan Pragmatik dalam
simposium Pengajaran Bahasa dan Sastra
di Sekolah Menengah UniKa Atma jaya, 22
Februari 1988). Jakarta: Bhratara Karya
Aksara

Online: http://Rasional Kurikulum 2013

Pidarta. 2009. Landasan Kependidikan:


Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak
Indonesia Edisi 2. Jakarta: Rineka Cipta

Schriffrin, Deborah. 2007. Ancangan


Kajian Wacana (penerjemah Abd. Syukur
Ibrahim). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Syaiful Sagala. 2012. Konsep dan Makna
Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Widdowson, H.G. 2004. Text, Context,


Pretext: Critical Issues in Discurse
Analysis . Carlton: Blackwell Publishing

Wina Sanjaya. 2009. Strategi Pembelajaran


Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana.

Diterbitkan Oleh: http://ejournal.stkipmpringsewu-lpg.ac.id/index.php/kreasi


STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung 27

Anda mungkin juga menyukai