Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KOMUNIKASI PADA ANAK

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK


Jl. Syamsudin, S.H. No. 50 Sukabumi Telp (0266) 218431 Fax. (0266) 218432

Dosen Pengampu
Anggun Fajar Ramadhani M.Kep
Disusun oleh :
1. Ira Sri Yunita (1941111013)
2. Daffa Abidzar (1941111014)
3. Zulfa Fauziah (1941111020)
4. Yusri Melawati (1941111021)
5. Maya Nur P (1941111022)
6. Satra Azmia H (1941111023)
7. Lutfia Raditha SR (1941111024)
8. Septi Priwindani (1941111025)
9. Moch Ramdhani (1941111026)
10. M Rizky Septiana (1941111027)
11. Widi Saskia (1941111028)
12. Reni Nuraeni (1941111029)
13. Putri Suryani (1941111030)
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
TAHUN AJARAN 2020 – 2021
KOTA SUKABUMI
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat nikmat serta karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah “Komunikasi pada anak” untuk memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan Anak di Jurusan DIII Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Sukabumi tepat pada waktunya. Banyak hambatan dan rintangan
dalam menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat di harapkan demi kesempurnaan
makalah ini di masa mendatang.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dan semoga makalah ini
dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan para mahasiswa dan
masyarakat dan pembaca.

Sukabumi, 28 September 2020

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana dapat dilihat,kelangsungan hidup anak membutuhkan kerja
sama antar individu dalam berbagai tingkat struktur sosial, kelurga, komunitas
ban system kesehatan untuk mengubah praktik – praktik mereka yang berkaitan
dengan kesehatan anak. agar memiliki dampak,maka praktik – praktik ini perlu
dilakukan dengan benar dan mengikuti perkembangan zaman. Hal ini karena,
setiap anak dilahirkan dengan membawa potensi kelebihan dan kekurangan. Ia
adalah sosok pribadi mandiri dengan warna potensi khas dari mereka sendiri.
Oleh sebab itu, dalam proses berkomunikasi dengan anak harus
memperhatikan prinsip, strategi dan hambatan dalam berkomunikasi. Dari uraian
tersebut diatas penulis membuat makalah dengan judul “Komunikasi pada anak
“.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi pada anak?
2. Apa saja komponen dalam komunikasi pada anak?
3. Bagaimana sikap dalam komunikasi pada anak?
4. Bagaimana sikap komunikasi terapeutik pada anak?
5. Bagaimana komunikasi berdasarkan tumbuh kembang?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tentang komunikasi pada anak
2. Untuk mengetahui komponen komunikasi pada anak
3. Untuk mengetahui sikap dalam komunikasi pada anak
4. Untuk mengettahui sikap komunikasi terapeutik pada anak
5. Untuk mengetahui komunikasi berdasarkan tumbuh kembang

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Komunikasi pada Anak


Komunikasi adalah kontak atau hubungan atau penyampaian berita atau
penerimaan berita yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang memungkinkan
pesan atau berita itu bias diterima atau dipahami. (Kamus penerbit Gita Media
Press. Kenangan dari TIM PRIMA PENA).
Komunikasi terapeutik adalah hubungan interpersonal perawat-klien (anak)
merupakan proses belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman
emosional klien. ( Stuart G. W. 1998).
Secara umum komunikasi kesehatan merupakan upaya sistematis yang secara
positif mempengarui praktek-praktek kesehatan populasi besar. Sasaran utama
komunikasi kesehatan adalah melakukan perbaikan kesehatan yang berkaitan
dengan praktek dan pada gilirannya status kesehatan. Komunikasi kesehatan
yang efektif merupakan suatu kombinasi antara seni dan ilmu.
Pendekatan komunikasi kesehatan diturunkan dari disiplin ilmu meliputi
pemasaran sosial, antropologi, analisis perilaku, periklanan, komunikasi
pendidikan, serta ilmu-ilmu sosial yang lain. Hal ini saling melengkapi, saling
tukar menukar prinsip dan tehnik umum satu sama lain sehingga masing-masing
memberikan sumbangan yang unik bagi metodelogi komunikasi kesehatan.
B. Komponen dalam Komunikasi
1. Pengirim Pesan
Pengirim pesan atau komunikator yang menjadi sumber komunikasi.
Komunikasi bisa berjalan efektif, bila terjalin faktor pemilihan simbol
bermakna dan sikap komunikator. Pengirim pesan harus mempunyai sikap
positif. Sedangkan maksud pemilihan simbol adalah bisa menyesuaikan

2
3

target pendegarnya. Jadi, komunikator harus memahami khalayak sasaran,


pesan yang jelas, dan mengerti hasil yang diinginkan.
2. Pesan
Pesan yang dikirimkan bisa bersifat verbal atau non verbal. Supaya pesan
bisa diterima dengan baik, maka komunikator harus mengerti isi pesan,
sasaran, kebutuhan khalayak, harapan, dan juga kemungkinan respon yang
diberikan oleh penerima pesan tersebut.
3. Encoding
Persiapan yang baik akan memberikan hasil komunikasi yang memuaskan
pula. Sebelum memberikan informasi kepada khalayak, penting untuk
memahami kebutuhan khalayak. Kemudian menggunakan bahasa yang
gampang dipahami atau dicerna semua kalangan.
4. Saluran atau Media Komunikasi
Pemilihan media komunikasi akan menentukan tingkat kesuksesan
komunikasi. Perhatikan sasaran Anda, dan pilihlah saluran komunikasi yang
tepat. Semisal, menggunakan media cetak, televisi, internet dan sebagainya.
Semakin tepat dalam pemilihan kebutuhan itu, maka pesan akan sampai ke
sasaran dengan efektif.
5. Decoding
Kondisi ini terjadi saat sasaran informasi sudah mendapatkan pesan
sebelumnya. Sayangnya, mereka belum bisa mencerna dengan baik.
Sehingga dibutuhkan kemampuan memadai, agar bisa memberikan
penjelasan yang lebih mudah dipahami.
6. Penerima Pesan atau Receiver
Tanpa adanya penerima pesan, maka tidak akan terjadi proses komunikasi.
Bila penerima pesan bisa memahami apa yang dimaksud oleh komunikator,
maka komunikasi itu dianggap berhasil. Karena itu, pemberi pesan harus
memahami berbagai kondisi dari penerima pesan.
4

7. Feedback atau umpan balik


Komunikasi akan berlangsung lebih efektif, bila ada umpan balik dari
penerima pesan. Sehingga komunikator juga menemukan hal yang harus
dikaji ulang, terkait materi informasi atau cara penyampaiannya. Adanya
umpan balik sebagai bukti, kalau pemberi pesan bisa diterima informasinya.
Tetapi ada bagian yang membuat sasaran kurang memahaminya.
8. Konteks
Komunikasi yang berlangsung harus melihat konteks, sebelum dilakukan.
Sebagai contoh pertimbangan akan suasana, lingkungan dan sebagainya.
Sehingga tidak ada salah paham antara pemberi dan penerima pesan. Karena
dalam menjalin komunikasi tidak boleh sembarangan, karena harus melihat
kondisi dari lawan bicaranya.
9. Gangguan
Berbagai gangguan bisa terjadi saat terjadi komunikasi. Kondisi itu bisa
berupa gangguan semantik, gangguan psikologis, dan gangguan mental.
Sehingga akan mengganggu proses penerimaan pesan, penafsiran, dan juga
umpan baliknya.
10. Efek
Maksudnya adalah pengaruh atas komunikasi yang terjalin, bisa berupa
tingkah laku dari penerima pesan tersebut. Kalau ternyata tindakan dari
penerima pesan bertolak belakang dengan keinginan komunikator, maka
komunikasi selama itu dianggap gagal. Sebaliknya, kalau penerima pesan
mampu menunjukkan tingkah laku sesuai harapan, berarti Anda sukses
dalam berkomunikasi.
C. Sikap dalam Komunikasi
Sikap berkomunikasi merupakan komponen yang terkait pada diri komunikator
yang menentukan keberhasilan dan keefektifan komunikasi. Sikap
berkomunikasi yang dibawakan seseorang dalam berkomunikasi dapat
5

meningkatkan atau melemahkan suatu hubungan antar orang. Beberapa sikap


dalam berkomunikasi yaitu : asertif, submisif, dan agresif.
1. Asertif merupakan cara penyampaian gagasan secara terbuka. Sikap ini
dicirikan dengan berani, positif, dan enuh keyakinan dengan segala sesuatu
yang dilakukan atau dikatakan yakni berani memperahankan hal-hal yang
benar secara keyakinan.
2. Submisiif merupakan suatu sikap yang selalu mengiyakan segala permintaan
orang lain atau kecenderungan menyetujui pendapat orang lain tanpa
megemukakan pendapat sendiri atau ragu-ragu dalam berbicara atau
bertindak. Sikap ini menunjukkan orang yang bernampilan lemah tak
berdaya serta menempatkan diri dalam posisi subordinat karena
kekahwatiran memperoleh hal-hal yang tidak mengenakan, seperti reaksi-
reaksi negatif dari lawan komunikasinya.
3. Agresif merupakan sikap berperilaku dogmatis, sering megadili orang lain
dan terkadang menyerang orang lain secara personal. Orang ini cenderung
bertindak negatif dan merasa bermusuhan dengan orang lain, memaksakan
pendapatnya pada orang lain, merasa superior dalam berkomunikasi dengan
orang lain.
Social power yaitu potensi untuk merubah sikap, keyakinan, kepercayaan, dan
perilaku orang lain. Social power diperlukan supaya orang dapat bersikap tegas
pada dirinya sendiri. Menurut French dan Roven dalam Verdeber (1973) terdapat
5 jenis social power meliputi :
1. Coercive Power merupakan bentuk kekuasaan mengancam, dengan
menggunakan paksaan baik fisik maupun psikologis. Seseorang menjadi
asertif karena dia diintimidasi oleh orang yang memberikan ancaman.
2. Reward Power yakni potensi untuk merubah perilaku seseorang dengan
meberikan keuntungan-keuntungan yang bersifat fisik, psikologis, dan uang.
Dalam hal ini orang tidak asertif karena dia khawatir kehilangan reward jika
bersikap tegas.
6

3. Legitimate Power ialah kekuasaan yang diperolehnya karena ia menduduki


posisi tertentu dalam sistem sosial. Kedudukan ini dapat membuat orang
tidak tegas.
4. Expert Power ialah kekuasan yang dimiliki seseorang karena memeliki
pengetahuan dalam ilmu disiplin tertentu. Orang cenderung tidak
membantah apa yang dikatakannya karena dia dianggap sudah ahli.
5. Referent Power kekuasaan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi
orang lain dengan imej, kharisma atau keribadian orang itu. Banyak diantara
kita menjadi tidak tegas karena berhadapan dengan orang yang kita kagumi.
Sikap berkomunikasi yang paling baik adalah asertif karena sikap ini
menunjukkan rasa percaya diri, positif terhadap orang lain, dan memungkinkan
orang lain berespon secara spontan, terbuka dalam mengemukakan pendapat,
memperlakukan pasangan komunikasi setara tanpa menyakiti hati orang lain
maupun diri sendiri. Sikap asertif dalam berkomunikasi tidak selalu dapat
diwujudkan karena adanya gangguan yang bersifat abjektif dan subjektif.
Hambatan objektif merupakan gangguan yang tidak sengaja dilakukan, dan
hambatan subjektif ialah gangguan komunikasi yang dibuat oleh orang lain atas
dasar perhitungan kepentingan dan prasangka.
D. Sikap Komunikasi Terapetik
Perawat hadir secara utuh (fisik dan psikologis) pada waktu berkomunikasi
dengan klien. Perawat tidak cukup mengetahui teknik komunikasi dan isi
komunikasi, tetapi yang sangat penting adalah sikap dan penampilan komunikasi.
Kehadiran fisik, menurut Evans (1975, dikutip dalam Kozier dan E.B, 1993 :
372) mengidentifikasi 4 sikap dan cara utnuk menghadirkan diri secara fisik,
yaitu :
1. Berhadapan : arti dari posisi ini yaitu "saya siap utnuk anda"
2. Mempertahankan kontak mata : berarti mengahargai klien dan menyatakan
keinginan untuk tetap berkomunikasi.
7

3. Membungkuk ke arah klien : posisi ini menunjukkan keinginan atau


mendengar sesuatu.
4. Tetap rileks : dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan
relaksasi dalam merespon klien.
Sedangkan kehadiran psikologis dapat dbagi dalam dua dimensi yaitu dimensi
tindakan dan dimensi respon (Truax, Carkhfoff dan Benerson, dikutip dalam
Stuart dan Sundeen, 1987 : 126)
1. Dimensi Respon
Dimensi respon terdiri dari respon perawat yang ikhlas, menghargai, simpati
dan konkrit. Dimensi respon sangat penting pada awal hubungan klien untuk
membina hubungan saling percaya dan komunikasi terbuka. Respon ini terus
dipertahankan sampai pada akhir hubungan.
a. Keikhlasan
Perawat menyatakan keikhlasan melalui keterbukaan, kejujuran,
ketulusan dan berperan aktif dalam hubungan dengan klien
b. Menghargai
Rasa menghargai dapat diwujudkan dengan duduk diam bersama klien
yang menangis, minta maaf atas hal yang tidak disukai klien.
c. Empati
Perawat memandang dalam pandangan klien, merasakan melalui
perasaan klien dan kemudian mengidentifikasi masalah klien serta
membantu klien mengatasi masalah tersebut.
d. Konkrit
Perawat menggunakan terminologi yang spesifik, bukan abstrak.
Fungsinya yaitu, mempertahankan respon perawat terhadap perasaan
klien, memberikan penjelasan yang akurat dan mendorong klien
memikirkan masalah yang spesifik.
8

2. Dimensi Tindakan
Dimensi tindakan terdiri dari konfrontasi, kesegeraan, keterbukaan,
emosional katarsis, dan bermain peran (Stuart da Sundeen, 1987 : 131)
a. Konfrontasi
Konfrontasi adalah perasaan perawat tentang perilaku klien yang tidak
sesuai. Konfrontasi berguna untuk meningkatkan kesadaran klien akan
kesesuaian perasaan, sikap, kepercayaan, dan perilaku. Konfrontasi
sangat diperlukan klien yang telah mempunyai kesadaran tetapi belum
merubah perilakunya.
b. Kesegeraan
Perawat sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu
dengan segera.
c. Keterbukaan perawat
Perawat membuka diri tentang pengalaman yang sama dengan
pengalaman klien. Tukar pengalaman inim memberi keuntungan pada
klien untuk mendukung kerjasama dan memberikan sokongan.
d. "Emosional Catharsis"
Emosional katarsis tejadi jika klien diminta untuk bicara tentang hal
yang menganggu dirinya. Perawat harus megkaji kesiapan klien untuk
mendiskusikan masalahnya. Jika klien mengalami kesukaran dalam
mengekspresika perasaannya, perawat dapat membantu dengan
mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien. Jika klien
menyadari bahwa ia mengekspresikan perasaan dalam suasan menerima
dan aman maka klien akan memperluas kesadaran dan penerimaan pada
dirinya.
e. Bermain Peran
Bermain peran adalah melakukan peran pada situasi tertentu ini berguna
untuk meningkatkan kesadaran dalam berhubungan dan kemampuan
melihat situasi dari pandangan orang lain. Bermain peran menjembatani
9

antara pikirandan perilaku serta klien merasa bebas mempraktekan


perilaku baru pada lingkungan yang nyaman.
E. Komunikasi Pada Anak berdasarkan usia tumbuh kembang.
Dalam melakukan komunikasi pada anak perawat perlu memperhatikan
berbagai aspek diantaranya adalah usia tumbuh kembang anak, cara
berkomunikasi dengan anak, metode dalam berkomunikasi dengan anak tahapan
atau langkah-langkah dalam melakukan komunikasi dengan anak serta peran
orang tua dalam membantu proses komunikasi dengan anak sehingga bisa
didapatkan informasi yang benar dan akurat.
1. Usia Bayi (0-1 tahun)
Komunikasi pada bayi yang umumnya dapat dilakukan adalah dengan
melalui gerakan-gerakan bayi, gerakan tersebut sebagai alat komunikasi
yang efektif, di samping itu komunikasi pada bayi dapat dilakukan secara
non verbal. Perkembangan komunikasipada bayi dapat dimulai dengan
kemampuan bayi untuk melihat sesuatu yang menarik, ketika bayi
digerakkan maka bayi akan berespons untuk mengeluarkan suara-suara bayi.
Perkembangan komunikasi pada bayi tersebut dapat dimulai pada usia
minggu ke delapan dimana bayi sudah mampu untuk melihat objek atau
cahaya, kemudian pada minggu kedua belas sudah mulai melakukan
tersenyum. Pada usia ke enam belas bayi sudah mulai menolehkan kepala
pada suara yang asing bagi dirinya. Pada pertengahan tahun pertama bayi
sudah mulai mengucapkan kata-kata awal seperti ba-ba, da-da, dan lain-lain.
Pada bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap panggilan terhadap
namanya, mampu melihat beberapa gambar yang terdapat dalam buku. Pada
akhir tahun pertama bayi sudah mampu mengucapkan kata-kata yang
spesifik antara dua atau tiga kata. Selain melakukan komunikasi seperti di
atas terdapat cara komunikasi yang efektif pada bayi yakni dengan cara
menggunakan komunikasi non verbal dengan tehnik sentuhan seperti
mengusap, menggendong, memangku, dan lain-lain.
10

2. Usia Todler dan Pra Sekolah (1-2,5 tahun, 2,5-5 tahun)


Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan
perkembangan bahasa anak dengan kemampuan anak sudah mampu
memahami kurang lebih sepuluh kata, pada tahun ke dua sudah mampu 200-
300 kata dan masih terdengan kata-kata ulangan. Pada anak usia ini
khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai sembilan ratus kata
dan banyak kata-kata yang digunakan seperti mengapa, apa, kapan dan
sebagainya. Komunikasi pada usia tersebut sifatnya sangat egosentris, rasa
ingin tahunya sangat tinggi, inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasanya mulai
meningkat, mudah merasa kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi,
setiap komunikasi harus berpusat pada dirinya, takut terhadap ketidaktahuan
dan perlu diingat bahwa pada usia ini anak masih belum fasih dalam
berbicara (Behrman, 1996). Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat
dilakukan adalah dengan memberi tahu apa yang terjadi pada dirinya,
memberi kesempatan pada mereka untuk menyentuh alat pemeriksaan yang
akan digunakan, menggunakan nada suara, bicara lambat, jika tidak dijawab
harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana, hindarkan
sikap mendesak untuk dijawab seperti kata-kata “jawab dong”, mengalihkan
aktivitas saat komunikasi, memberikan mainan saat komunikasi dengan
maksud anak mudah diajak komunikasi dimana kita dalam berkomunikasi
dengan anak sebaiknya mengatur jarak, adanya kesadaran diri dimana kita
harus menghindari konfrontasi langsung, duduk yang terlalu dekat dan
berhadapan. Secara non verbal kita selalu memberi dorongan penerimaan
dan persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh anak tanpa disetujui dari
anak, bersalaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan
perasaan cemas, menggambar, menulis atau bercerita dalam menggali
perasaan dan fikiran anak si saat melakukan komunikasi.
11

3. Usia Sekolah (5-11 tahun)


Perkembangan komunikasi pada anak usia ini dapat dimulai dengan
kemampuan anak mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan yang
besar dan apa yang dilaksanakan oleh anak mencerminkan pikiran anak dan
kemampuan anak membaca disini sudah muncul, pada usia ke delapan anak
sudah mampu membaca dan sudah mulai berfikir tentang kehidupan.
Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini adalah tetap masih
memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu menggunakan kata-
kata sederhana yang spesifik, menjelaskan sesuatu yang membuat
ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak diketahui, pada usia ini
keingintahuan pada aspek fungsional dan prosedural dari objek tertentu
sangat tinggi. Maka jelaskan arti, fungsi dan prosedurnya, maksud dan
tujuan dari sesuatu yang ditanyakn secara jelas dan jangan menyakiti atau
mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu berkomunikasi
secara efektif.
4. Usia Remaja (11-18 tahun)
Perkembangan komunikasi pada usia remaja ini ditunjukkan dengan
kemampuan berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai berpikir secara
konseptual, sudah mulai menunjukkan perasaan malu, pada anak usia sering
kali merenung kehidupan tentang masa depan yang direfleksikan dalam
komunikasi. Pada usia ini pola pikir sudah mulai menunjukkan ke arah yang
lebih positif, terjadi konseptualisasi mengingat masa ini adalah masa
peralihan anak menjadi dewasa. Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia
ini adalah berdiskusi atau curah pendapat pada teman sebaya, hindari
beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu dan jaga
kerahasiaan dalam komunikasi mengingat awal terwujudnya kepercayaan
anak dan merupakan masa transisi dalam bersikap dewasa.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan dan pesan yang
disampaikan melalui lambang-lambang tertentu, mengandung arti, dilakukan
oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan. Tujuan komunikasi
yaitu pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat dimengerti oleh si
komunikan. Dalam melakukan komunikasi pada anak dan remaja, perawat perlu
memperhatikan berbagai aspek diantaranya adalah cara berkomunikasi dengan
anak, tehnik komunikasi, tahapan komunikasi dan faktor yang mempengaruhi
komuikasi.
Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu yang penting dalam menjaga
hubungan dengan anak, melalui komunikasi ini pula perawat dapat memudahkan
mengambil berbagai data yang terdapat pada diri anak yang selanjutnya
digunakan dalam penentuan masalah keperawatan atau tindakan keperawatan.
Dalam proses berkomunikasi dengan anak sangat perlu memperhatikan prinsip-
prinsip, strategi / tehnik, dan hambatan - hambatan yang mungkin akan timbul /
ada dalam komunikasi. Tehnik komunikasi dengan anak sangatlah bervariasi,
tergantung pada umur dari anak tersebut. Pembagian rentang 19 umur dapat
dibedakan atas bayi (0-1), toddler (1-3), anak-anak pra sekolah (3-5), anak usia
sekolah (5-12).
Kesadaran diri perawat merupaka dasar utama dalam membina hubungan
terapeutik dengan klien. Sikap fisik dan psikologis yang diuraikan melalui
nonverbal, dimensi respon dan dimensi tindakan perlu dipelajari dan dipakai
dalam prkatek keperawatan. Kepuasan klien akan asuhan keperawatan banyak
dpengaruhi oleh sikap perawat dalam berkomunikasi. Integrasi sikap yang

12
13

terapeutik dalam berkomunikasi dalam setiap tindakan keperawatan merupakan


keharusan untuk asuhan yang berkualitas.
B. Saran
Dengan penulisan maklah ini penulis mengharapkan agar pembaca dalam
berkomunikasi dengan anak lebih efektif karena telah mengetahui bagaimana
prinsip dan strategi berkomunikasi dengan anak, serta mengetahui hambatan
yang akan ditemui ada saat akan berkomunikasi dengan anak.
DAFTAR PUSTAKA

Graeff, AJudith, dkk. 1996 . Komunikasi dalam kesehatan dan perubahan perilaku.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Dalami, Ermawati., dkk. 2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta: Trans
Info Media.

Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan anak 1. Salemba Medika:
Surabaya.

Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Zen, Pribadi. 2013. Panduan Komunikasi Efektif untuk Bekal Keperawatan


Profesional. Yogyakarta: D-Medika.

14

Anda mungkin juga menyukai