Pada reduksi fenomenologis, kita harus menangguhkan lebih dahulu sikap natural
atau kepercayaan kita terhadap dunia. Setiap pemahaman tentangnya tidaklah
menyuguhkan kebenaran yang sebenarnya. Maka reduksi fenomenologis
merupakan suatu sikap menunda pemahaman yang melekat pada diri manusia
karena benda-benda yang menampakkan diri pada kita hanyalah sebentuk citra
(warna, bentuk, ukuran, dll). Maka penundaan pemahaman akan menyisakan
kesadaran akan benda-benda itu. Nah, dalam reduksi eiditis (eidos= hakikat),
benda-benda hanya menyisakan kesadaran diri tentang benda itu. Jadi, reduksi
eiditis menggeserkan pemahaman dari benda material menuju benda dalam
kesadaran diri. Kita ambil contoh: bertemu dengan seseorang yang memiliki kesan
yang kuat pada diri kita (mantan pacar, orang yang pernah berbuat jahat pada kita,
teman lama, dll). Walaupun orang itu telah pergi, tapi gambarannya masih terkenang
dalam pikiran kita. Itu menandakan pergeseran dari benda material menuju benda
kesadaran diri. Maka pada reduksi transendental, kita tidak harus melihat benda-
benda lagi. Semuanya telah tergambar dengan jelas dalam pikiran atau kesadaran
kita sehingga kebenaran tidak harus melihat lagi realitas kebendaan.
Kritik yang sangat mendasar pada pemikiran Husserl adalah kriteria kebenaran
adalah kesadaran diri tanpa harus melihat realitas. Ini kemudian yang tidak bisa
diterima oleh murid-muridnya, termasuk Alfred Schutz.
Jadi, masyarakat adalah kesadaran kolektif atau sosial di mana individu mampu
memahami tindakannya dan tindakan orang lain secara bersama-sama serta
mengkomunikasikannya dengan individu lain. Hal ini dimungkinkan karena
seseorang memiliki kesadaran langsung atas kehidupan sosial dan ia juga
memahami bahwa orang lain pun memiliki kesadaran langsung terhadap kehidupan
sosial juga.