Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan pesantren yang semakin berkembang di era kemajuan teknologi
saat ini mendapat respon baik dikalangan masyarakat. Hal itu terlihat tingginya
keinginan masyarakat untuk mengantarkan anak-anaknya menempuh pendidikan di
pesantren. Pendidikan pesantren telah tersebar luas di berbagai daerah di seluruh
Indonesia, data terakhir mengenai jumlah pesantren di Indonesia pada tahun 2012 dari
Kementerian Agama Republik Indonesia yaitu berjumlah 27.230 pesantren.
Keberadaan pesantren mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan data
terbaru oleh Kementerian Agama mulai tahun 2014 menunjukkan jumlah pesantren
sekitar 29.535 [ CITATION Kem12 \l 1033 ].
Mayoritas pondok pesantren di Indonesia mempunyai permasalahan yang
begitu klasik yakni permasalahan tentang kesehatan santri dan pengaruhnya terhadap
penyakit. Permasalahan kesehatan dan penyakit di pesantren belum mendapat
perhatian khusus baik dari kalangan santri, pihak pesantren, masyarakat, dan juga
pemerintah. Beberapa permasalahan kesehatan yang sering terjadi di pesantren adalah
persoalan kebersihan lingkungan, gaya hidup, permasalahan pemenuhan gizi
makanan, dan permasalahan kesehatan reproduksi dan seksualitas [ CITATION Ann06 \l
1033 ].
Oleh karena itu kami memilih santri pondok pesantren sebagai responden ,
untuk mengetahui seberapa jauh santri putri yang telah duduk dibangku MA/SMA
mengetahui pendewasaan usia perkawinan dan nutrisi yang baik untuk wanita untuk
persiapan menuju proses pernikahan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk memberikan pendidikan kesehatan dalam rangka mencegah terjadinya
pernikahan usia dini serta perbaikan gizi untuk persiapan wanita menghadapi
kehamilannya.

1
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui tingkat pengetahuan siswi MA tentang Pendewasaan Usia
Perkawinan.
2. Mengetahui tingkat pengetahuan siswi MA nutrisi wanita prakonsepsi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)


2.1.1 Konsep Dasar PUP
Permasalahan kependudukan pada dasarnya terkait dengan kuantitas,
kualitas dan mobilitas penduduk. Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga telah
mengamanatkan perlunya pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas dan
pengarahan mobilitas penduduk agar mampu menjadi sumber daya yang
tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional. Usia perkawinan yang
masih muda bagi perempuan/remaja menjadi refleksi perubahan sosial
ekonomi. Pergeseran ini tidak hanya berpengaruh terhadap potensi kelahiran
tetapi juga terkait dengan peran dalam pembangunan bidang pendidikan dan
ekonomi.
Rendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi yaitu
tentang masa subur. Remaja perempuan dan laki-laki usia 15-24 tahun yang
mengetahui tentang masa subur mencapai 65 % ( SDKI 2007 ) terdapat
kenaikan dibanding hasil SKRRI tahun 2002-2003 sebesar 29% dan 32%.
Remaja yang cenderung rentan terkena dampak kesehatan reproduksi adalah
remaja putus sekolah, remaja jalanan, remaja penyalahguna napza, remaja
yang mengalami kekerasan seksual, korban perkosaan dan pekerja seks
komersial.
Para remaja masih perlu bekal yang banyak, baik bekal kedewasaan
fisik, mental maupun sosial ekonomi, ilmu pengetahuan umum, agama,
pengalaman hidup dalam kehidupan berumah tangga. Faktor lingkungan
masyarakat dan orangtua cukup berpengaruh terhadap terhadap pembentukan
konsep diri pada anak, karena si anak melihat kalau ibunya banyak yang juga
melakukan pernikahan dini. Faktor tingkat ekonomi orangtua yang rendah
banyak menyebabkan orangtua menikahkan anaknya di usia yang masih muda.
Peranan orang tua sangat besar artinya bagi psikologis anak-anaknya.
Mengingat keluarga adalah tempat pertama bagi tumbuh perkembangan anak

3
sejak lahir hingga dewasa, maka pola asuh anak perlu disebarluaskan pada
setiap keluarga.
Salah satu program pembangunan yang berkaitan dengan
kependudukan adalah Program Keluarga Berencana yang bertujuan
mengendalikan jumlah penduduk diantaranya melalui program Pendewasaan
Usia Perkawinan (PUP). Pendewasaan Usia Perkawinan diperlukan karena
dilatarbelakangi beberapa hal sebagai berikut:
1. Semakin banyaknya kasus pernikahan usia dini.
2. Banyaknya kasus kehamilan tidak diinginkan
3. Banyaknya kasus pernikahan usia dini dan kehamilan tidak diinginkan
menyebabkan pertambahan penduduk makin cepat (setiap tahun bertambah
sekitar 3,2 juta jiwa)
4. Karena pertumbuhan penduduk tinggi, kualitasnya rendah
5. Menikah dalam usia muda menyebabkan keluarga sering tidak
harmonis,sering cekcok, terjadi perselingkuhan, terjadi KDRT, rentan
terhadap perceraian.
Beberapa persiapan yang dilakukan dalam rangka berkeluarga antara
lain:
1. Persiapan fisik, biologis
2. Persiapan mental
3. Persiapan sosial ekonomi
4. Persiapan Pendidikan dan ketrampilan
5. Persiapan keyakinan dan atau agama
Dengan mendapat informasi yang benar mengenai resiko Kesehatan
Reproduksi Remaja (KRR), maka diharapkan remaja akan semakin berhati-
hati dalam melakukan aktifitas kehidupan reproduksinya. Pendewasaan Usia
Perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan
pertama saat mencapai usia minimal 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun
bagi laki-laki.
PUP bukan sekedar menunda perkawinan sampai usia tertentu
saja,akan tetapi juga mengusahakan agar kehamilan pertama terjadi pada usia
yang cukup dewasa. Apabila seseorang gagal mendewasakan usia
perkawinannya, maka diupayakan adanya penundaan kelahiran anak
pertama ini dalam istilah KIE (Komunikasi, informasi, dan Edukasi)

4
disebut sebagai anjuran untuk mengubah bulan madu menjadi tahun
madu. Pendewasaan Usia Perkawinan merupakan bagian dari program
Keluarga Berencana Nasional. Program PUP akan memberikan dampak
terhadap peningkatan umur kawin pertama yang pada gilirannya akan
menurunkan Total Fertility Rate (TFR) (BKKBN, 2010a:19).
2.1.2 Tujuan Pendewasaan Usia Perkawinan
Tujuan Program Pendewasaan Usia Perkawinan adalah memberikan
pengertian dan kesadaran kepada remaja agar didalam merencanakan
keluarga, mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan
dengan kehidupan berkeluarga, kesiapan fisik, mental, mental, emosional,
pendidikan, ekonomi serta menentukan jumlah dan jarak kelahiran. Tujuan
PUP seperti ini berimplikasi pada perlunya peningkatan usia kawin yang
lebih dewasa. Program PUP dalam program KB bertujuan meningkatkan
usia kawin perempuan pada umur 21 tahun serta menurunkan kelahiran
pertama pada usia ibu di bawah 21 tahun menjadi sekitar 7% (RPJM 2010-
2014) (BKKBN, 2010a:20).
2.1.3 Program Pendewasaan Usia Perkawinan dan Perencanaan Keluarga
Pendewasaan Usia Perkawinan dan Perencanaan Keluarga merupakan
kerangka dari program Pendewasaan Usia perkawinan. Menurut (BKKBN
2010a:20) kerangka ini terdiri dari tiga masa reproduksi, yaitu :
a. Masa Menunda Perkawinan dan Kehamilan
Sehat adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan
hanya bebas dari penyakit atau kecacatan namun juga sehat secara mental
dan sosio cultural. Salah satu prasyarat untuk menikah adalah kesiapan
secara fisik, yang sangat menentukan adalah umur untuk melakukan
pernikahan. Secara biologis fisik manusia tumbuh berangsur-angsur sesuai
dengan pertambahan usia. Pada laki- laki, organ-organ reproduksinya di
usia 14 tahun baru sekitar 10 persen dari ukuran matang. Setelah dewasa,
ukuran dan proporsi tubuh berkembang, begitu juga organ-organ
reproduksi. Bagi laki-laki, kematangan organ reproduksi terjadi pada usia
20-21 tahun. Pada perempuan, organ reproduksi tumbuh pesat pada usia 16
tahun. Pada masa tahun pertama menstruasi dikenal dengan nama
kemandulan remaja, yang tidak menghasilkan ovulasi atau pematangan dan
pelepasan telur yang matang dari folikel dalam indung telur. Organ

5
reproduksi dianggap sudah cukup matang diatas usia 18 tahun, pada usia ini
rahim atau uterus bertambah panjang dan indung telur bertambah berat.
Usia yang di bawah 20 tahun adalah usia yang dianjurkan untuk
menunda perkawinan dan kehamilan. Dalam usia ini seorang remaja masih
dalam proses tumbuh kembang baik secara fisik maupun psikis. Proses
pertumbuhan berakhir pada usia 20 tahun. Apabila pasangan suami isteri
menikah pada usia tersebut, maka dianjurkan untuk menunda kehamilan
sampai usia isteri 20 tahun dengan menggunakan alat kontrasepsi (BKKBN,
2010a:22).
Seorang perempuan yang telah memasuki jenjang pernikahan maka ia
harus mempersiapkan diri untuk proses kehamilan dan melahirkan.
Semetara itu jika ia menikah pada usia di bawah 20 tahun, akan banyak
resiko yang terjadi karena kondisi rahim dan panggul belum berkembag
optimal. Hal ini dapat mengakibatkan resiko kesakitan dan kematian yang
timbul selama proses kehamilan dan persalinan, yaitu:
1) Resiko pada proses kehamilan
Perempuan yang hamil pada usia dini atau remaja cenderung memiliki
berbagai resiko kehamilan dikarenakan kurangnya pengetahuan dan
ketidaksiapan dalam menghadapi kehamilannya. Akibatnya mereka
kurang memperhatikan kehamilannya. Resiko yang mungkin terjadi
selama proses kehamilan adalah :
a) Keguguran (aborsi), yaitu berakhirnya proses kehamilan pada usia
kurang dari 20 minggu. Keguguran sebagian dilakukan dengan
sengaja untuk menghilangkan kehamilan remaja yang tidak
dikehendaki. Abortus yang dilakukan oleh tenaga nonprofesional
dapat menimbulkan tingginya angka kematian dan infeksi alat
reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan.
b) Pre ekslampia, yaitu kombinasi keadaan alat reproduksi yang
belum siap hamil dengan hipertensi makin meningkatkan
terjadinya keracunan saat hamil dalam bentuk eklampsi dan pre
eklampsi sehingga dapat menimbulkan kematian.
c) Infeksi, yaitu peradangan yang terjadi pada kehamilan.
d) Anemia, yaitu kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.

6
e) Kanker rahim, yaitu kanker yang terdapat dalam rahim, hal ini erat
kaitannya dengan belum sempurnanya perkembangan dinding
rahim.
f) Kematian bayi, yaitu bayi yang meninggal dalam usia kurang dari
1 tahun.

2) Resiko pada proses persalinan


Melahirkan mempunyai resiko kematian bagi semua perempuan.
Bagi seorang perempuan yang melahirkan kurang dari usia 20 tahun
dimana secara fisik belum mecapai kematangan maka resikonya
akan semakin tinggi. Resiko yang mungkin terjadi adalah :
a) Premature, yaitu kelahiran bayi sebelum usia kehamilan 37
minggu
b) Timbulnya kesulitan persalinan, yang dapat disebabkan karena
factor dari ibu, bayi dan proses persalinan.
c) BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah), yaitu bayi yang lahir dengan
berat dibawah 2.500 gram
d) Kematian bayi, yaitu bayi yang meninggal dalam usia kurang
dari 1 tahun
e) Kelainan bawaan, yaitu kelainan atau cacat yang terjadi sejak
dalam proses kehamilan.

b. Masa Mencegah Kehamilan


Perempuan yang menikah pada usia kurang dari 20 tahun dianjurkan
untuk menunda kehamilannya sampai usianya minimal 20 tahun. Untuk
menunda kehamilan pada masa ini kontrasepsi yang di perlukan adalah
kontrasepsi yang mempunyai reversibilitas dan efektifitas tinggi.
Kontrasepsi yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
1) Kondom. Namun penggunaan ini kurang menguntungkan,
karena pasangan sering bersenggama (frekuensi tinggi) sehingga
akan mempunyai angka kegagalan tinggi.
2) Prioritas kontrasepsi adalah oral pil, oleh karena peserta masih
muda dan sehat.

7
3) IUD, metode sederhana, implant dan suntikan (BKKBN
2010a:25).

c. Masa Menjarangkan Kehamilan


Masa menjarangkan kehamilan terjadi pada periode PUS
berada pada umur 20-35 tahun. Secara empirik diketahui bahwa PUS
sebaiknya melahirkan pada periode umur 20-35 tahun, sehingga
resiko-resiko medik yang diuraikan diatas tidak terjadi. Pada masa ini
usia istri antara 20 – 35 tahun, merupakan periode yang paling baik
untuk hamil dan melahirkan karena mempunyai resiko paling rendah
bagi ibu dan anak. Jarak ideal untuk menjarangkan kehamilan adalah 5
tahun, sehingga tidak terdapat 2 balita dalam 1 periode. Pemakaian alat
kontrasepsi pada tahap ini dilaksanakan untuk menjarangkan kelahiran
agar ibu dapat menyusui anaknya dengan cukup banyak dan lama. Ciri
kontrasepsi yang dianjurkan pada masa ini adalah alat kontrasepsi yang
mempunyai reversibilitas dan efektifitas cukup tinggi dan tidak
menghambat air susu ibu (ASI). Kontrasepsi yang dianjurkan adalah
IUD, Suntikan, Pil, Implant dan metode sederhana (BKKBN,
2010a:25).

d. Masa Mengakhiri Kehamilan


Masa mengakhiri kehamilan berada pada usia PUS diatas 35
tahun,sebab secara empiris diketahui melahirkan anak diatas usia 35
tahun banyak mengalami resiko medis. Ciri kontrasepsi yang
dianjurkan untuk masa ini adalah kontrasepsi yang mempunyai
efektifitas sangat tinggi, dapat dipakai untuk jangka panjang, dan tidak
menambah kelainan yang sudah ada (pada usia tua kelainan seperti
penyakit jantung, darah tinggi, keganasan da metabolik biasanya
meningkat oleh karena itu sebaiknya tidak diberikan kontrasepsi yang
menambah kelainan tersebut). Kontrasepsi yang dianjurkan adalah
Steril, IUD, Implant, Metode Sederhana dan Pil (BKKBN, 2010a:26).
2.1.4 Batasan Usia anak dan Usia Perkawinan
Batas usia dalam melangsungkan perkawinan adalah sangat
penting. Hal ini karena di dalam perkawinan menghendaki kematangan

8
psikologis. Usia perkawinan yang terlalu muda dapat mengakibatkan
meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk
bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri.
Meskipun batas umur perkawinan telah ditetapkan dalam pasal 7 ayat
(1) UU No. 1 Tahun 74, yaitu perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria
sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16
tahun. Kenyataannya masih banyak kita jumpai perkawinan di bawah umur.
Undang-Undang nomer 23 tahun 2002, tentang Perlindungan Anak pasal 1,
menjelaskan dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan Anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk yang masih dalam
kandungan. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib
dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orangtua, masyarakat, pemerintah dan
negara.
Nusa Tenggara Barat adalah provinsi pertama yang mengatur
pendewasaan usia perkawinan, dengan terbitmya Surat Edaran Nomer
150/1138/Kum tahun 2014, tentang PUP yang merekomendasikan usia
perkawinan untuk laki-laki dan perempuan minimal 21 tahun. Surat edaran
ini diterbitkan untuk mendorong seluruh satuan kerja perangkat daerah serta
bupati/wali kota se-NTB melaksanakan program PUP sesuai dengan tugas
dan tanggung jawab masing-masing.
Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak,
menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan
belum menikah. Maka, secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rentang usia
anak terletak pada skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai
batas usia 21 tahun ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha
kesejahteraan sosial, kematangan pribadi dan kematangan mental seseorang
yang umumnya dicapai setelah seseorang melampaui usia 21 tahun.
2.1.5 Faktor-faktor penyebab pernikahan dini
Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan oleh mereka yang
berusia dibawah usia yang diperbolehkan untuk menikah dalam UU
Perkawinan nomer I tahun 1974, yaitu minimal 16 tahun untuk perempuan dan
19 tahun untuk laki-laki.
Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Dini:
a) Pola Pikir Masyarakat / Budaya Lokal

9
Dari berbagai pengkajian yang dilakukan pada wilayah pulau Jawa,
pernikahan dini yang terjadi pada umumnya salah satunya disebabkan
oleh pola pikir masyarakat dan sosial budaya.
Masih ada anggapan di tengah masyarakat bahwa perempuan yang
sudah menginjak usia remaja dan belum menikah itu dianggap tidak
laku. Pandangan ini diperkuat dengan budaya masyarakat khususnya di
Jawa tentang “kawin lari”. Di Lombok kawin lari sering disebut degan
Merariq. Merariq merupakan sebuah prosesi awal perkawinan. Jika
ada perempuan dilarikan oleh laki-laki, maka konsekuensinya
perempuan tersebut harus dinikahkan.
Namun merariq sendiri seharusnya melewati serangkaian proses lain.
b) Rendahnya Pendidikan Masyarakat
Kualitas pendidikan Indonesia masih tergolong rendah, sehingga
akhirnya masyarakat yang berpendidikan rendah ini memandang
pendidikan sebagai suatu hal yang tidak penting sehingga banyak orang
tua yang memasung impian anak-anaknya.
Anak-anak yang memiliki cita-cita tinggipun akhirnya terpaksa
mengubur impiannya karena masih banyak masyarakat Indonesia yang
berpendapat, bahwa seorang anak perempuan tidak perlu sekolah
hingga jenjang yang tinggi karena mereka akan kembali ke sumur,
dapur dan kasur untuk mengabdi pada suami. Padahal setiap anak
memiliki hak, selain hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk
berekspresi dan berkreasi. Tidak hanya untuk anak laki-laki tetapi juga
anak perempuan.
c) Rendahnya Ekonomi Masyarakat
Masyarakat dengan ekonomi yang rendah dan memiliki banyak anak,
cenderung menikahkan anaknya di usia dini. Selain karena tidak
memiliki biaya untuk menyekolahkan anak, juga karena orang tua
berharap dengan anaknya menikah, maka beban hidup orang tua akan
berkurang. Keluarga dari kalangan miskin seringkali mendorong
anaknya perempuan mereka untuk segera menikah.
d) Seks Bebas dan Kehamilan di Luar Pernikahan
Perkembangan tehnologi yang tidak seiring dengan kondisi moral anak
bangsa yang semakin menurun. Mudahnya mengakses tontonan serta

10
bacaan yang tidak mendidik via internet tanpa pengawasan orang tua
menjadi faktor pendorong adanya seks bebas yang akhirnya
menyebabkan kehamilan diluar pernikahan. Kehamilan tanpa adanya
persiapan dan kesiapan, baik secara fisik dan mental akan
menimbulkan berbagai macam akibat, seperti aborsi, penularan
HIV/AIDS dan pernikahan dini.
2.1.6 Dampak Pernikahan Dini
Dampak Pernikahan Dini atau Perkawinan di bawah umur adalah
sebagai berikut:
1. Dampak Hukum
Adanya pelanggaran terhadap Undang-Undang di negara kita, yaitu:
1. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pada pasal 7 (1),
perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur
19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Pasal 6
ayat (2) untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum
mencapai umur 21 tahun harus mendapatkan izin kedua orang tua.
2. UU no. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 26 (1)
orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab untuk: mengasuh,
memelihara, mendidik dan melindungi anak,
menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat
dan minatnya serta mencegah terjadinya perkawinan pada usia
anak-anak.
Amanat UU tersebut bertujuan untuk melindungi anak agar tetap
memproleh haknya untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta
melindungi dari perbuatan kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.
2. Kehilangan masa muda
3. Dampak Biologis
1. Secara biologis, organ reproduksi anak masih dalam proses menuju
kematangan sehingga belum siap untuk melakukan fungsinya
2. Kematangan fisik seorang anak, tidak sama dengan kematangan
psikologisnya sehingga meskipun anak tersebut memiliki badan
bongsor dan sudah menstruasi tetapi secara perilaku tetap seperti
anak-anak

11
4. Dampak Psikologis
a. Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan
seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan
b. Kematangan psikologis ibu menjadi hal utama, karena sangat
berpengaruh terhadap pola asuh anak dikemudian hari sehingga
akan menimbulkan ketidak mandirian
5. Dampak Pendidikan
a. Pernikahan dini mengakibatkan anak tidak mampu mencapai
pendidikan yang lebih tinggi
b. Pendidikan yang minim mengakibatkan sulitnya memperoleh
penghasilan yang layak
c. Keluarga menjadi beban perekonomian yang cukup berat
6. Dampak Administrasi Kependudukan
a. Tidak memiliki akte nikah
b. Tidak memiliki kartu keluarga
c. Apabila terjadi perceraian sulit untuk mengurus pembagian
hartanya
7. Merepotkan orang tua atau orang sekitar
8. Rentan terhadap perceraian
2.1.7 Pencegahan Pernikahan Dini
Dalam rangka Membangun komitmen, partisipasi dan peran aktif para
pemangku kepentingan termasuk para petugas pelayanan dan masyarakat
dalam pelaksanaan pembangunan, serta untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan dalam mengimplementasi kebijakan-kebijakan. Negara yang telah
digulirkan pada bidang Tumbuh Kembang Anak lebih khususnya dalam
Pencegahan Perkawinan Anak, maka Kementrian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak melalui Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak
menggelar Pelatihan Forum dan Penggiat Pencegahan Perkawinan Anak
dengan tujuan untuk meningkatkan koordinasi para pemangku kepentingan
termasuk para petugas pelayanan dan masyarakat dalam menerapkan
pelaksanaan kegiatan bidang tumbuh kembang anak, khususnya dalam
Pencegahan Perkawinan Anak dan mendukung terwujudnya salah satu
indikator pengembangan Kab/Kota Layak Anak.

12
Salah satu respon yang cukup berani dilakukan oleh Kabupaten
Gunungkidul dengan mengeluarkan Peraturan Bupati Gunung Kidul Nomor
36 Tahun 2015 tentang Pencegahan Perkawinan Pada Usia Anak pada 24 Juli
2015 lalu. Peraturan ini didesain karena terjadi peningkatan secara drastis
jumlah perkawinan anak di wilayah tersebut yang mengalami peningkatan
lebih dari 100 persen dalam beberapa tahun terakhir ini. Menurut Koalisi 18+,
karena Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan masih berlaku maka Peraturan Bupati
tersebut sangat penting untuk meminimalisasi jumlah perkawinan anak.
Dengan adanya kebijakan ini mengindikasikan bahwa batas usia minimal
perempuan untuk menikah yang ada dalam Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan
sudah tidak lagi sesuai dengan kondisi sosiologis masyarakat Indonesia.
Peraturan ini memandatkan kebijakan pencegahan perkawinan anak
dalam beberapa level yakni di tingkat keluarga, masyarakat, anak, Pemerintah
Daerah dan para pemangku kepentingan lainnya. Peraturan juga memandatkan
upaya pendampingan dan pemberdayaan bagi korban termasuk memandatkan
tugas bagi beberapa lembaga di wilayah untuk melakukan monitoring atas
kasus-kasus perkawinan anak. Koalisi 18+ mendorong agar Peraturan Bupati
Gunung Kidul juga diikuti oleh beberapa pemerintah daerah di beberapa
wilayah yang saat ini tengah di rundung kasus meningkatnya perkawinan
anak, khususnya bagi daerah – daerah yang sudah memproklamirkan dirinya
sebagai kabupaten ramah anak atau propinsi ramah anak. Koalisi 18+ juga
mendorong agar pemerintah pusat segera mengambil kebijakan khusus yang
pro aktif dan segera untuk melindungi kepentingan anak-anak Indonesia yang
terancam hak-haknya yang diakibatkan masih maraknya perkawinan anak.
2.2 Status Gizi Pada Masa Pranikah
2.2.1 Pengertian
Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang
dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di
dalam tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang,
gizi normal, dan gizi lebih. Status gizi normal merupakan suatu ukuran status
gizi dimana terdapat keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam
tubuh dan energi yang dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan
individu. Energi yang masuk ke dalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat,

13
protein, lemak dan zat gizi lainnya. Status gizi normal merupakan keadaan
yang sangat diinginkan oleh semua orang.
Status gizi prakonsepsi merupakan salah satu faktor yang dapat
memengaruhi kondisi kehamilan dan kesejahteraan bayi yang
penanggulangannya akan lebih baik jika dilaksanakan pada saat sebelum
hamil.
2.2.2 Status Gizi Pada Masa Pranikah
Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang
diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu
populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih.
Pengukuran status gizi bisa dilakukan dengan penghitungan IMT dan pengukuran
LILA.
a. Status Gizi berdasarkan IMT
Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks
antropometri bisa merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih
pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur dan tingkat gizi. Salah satu
contoh dari indeks antropometri adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) atau yang
disebut dengan Body Mass Index.
IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa
khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka
mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai
usia harapan hidup yang lebih panjang. IMT hanya dapat digunakan untuk orang
dewasa yang berumur diatas 18 tahun.
Dua parameter yang berkaitan dengan pengukuran Indeks Massa Tubuh,
terdiri dari : (1) Berat badan, Berat badan merupakan salah satu parameter massa
tubuh yang paling sering digunakan yang dapat mencerminkan jumlah dari
beberapa zat gizi seperti protein, lemak, air dan mineral. Untuk mengukur Indeks
Massa Tubuh, berat badan dihubungkan dengan tinggi badan dan (2) Tinggi badan,
Tinggi badan merupakan parameter ukuran panjang dan dapat merefleksikan
pertumbuhan skeletal (tulang).

1) Cara mengukur IMT


Indeks Massa Tubuh diukur dengan cara membagi berat badan dalam
satuan kilogram dengan tinggi badan dalam satuan meter kuadrat.

14
IMT = Berat badan (kg)
Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)

2) Kategori IMT
Kategori IMT Total Pertambahan Berat Badan
(kg/m2) (kg)
Kurang < 18,5 12,5-18
Normal 18,5-24,9 11,5-16
Overweight 25-29,9 7-11,5
Obesitas ≥30 5-9
Sumber : Kemenkes RI
b. Status Gizi berdasarkan LILA
Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) merupakan pengukuran sederhana
untuk menilai malnutrisi energi protein karena massa otot merupakan indeks
cadangan protein, serta sensitif terhadap perubahan kecil pada otot yang terjadi,
misalnya bila jatuh sakit. Pengukuran LILA juga memberi gambaran tentang
keadaan jaringan otot dan lapisan lemak di bawah kulit. Pengukuran LILA tidak
dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek.
Pengukuran LILA digunakan karena pengukurannya sangat mudah dan dapat
dilakukan oleh siapa saja.
1) Cara Mengukur LILA
Pengukuran LILA dilakukan melalui urutan-urutan yang telah ditetapkan. Ada
7 (tujuh) urutan pengukuran LILA, yaitu :
1) Tetapkan posisi bahu dan siku
2) Letakkan pita antara bahu dan siku
3) Tentukan titik tengah lengan
4) Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan
5) Pita jangan terlalu ketat
6) Pita jangan terlalu longgar
7) Cara pembacaan skala yang benar
Hal-hal yang penting dalam pengukuran LILA adalah pengukuran
dilakukan dibagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri (kecuali orang
kidal diukur di lengan kanan). Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju
dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau kencang. Alat pengukur

15
dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-lipat sehingga
permukaannya sudah tidak rata.
2) Kategori Hasil Pengukuran LILA
Kategori LILA (cm)
Normal ≥ 23,5
Kurang Energi Kronik (KEK) < 23,5
Sumber : Kemenkes RI
2.2.3 Pengaruh Status Gizi Pada Masa Pranikah
a. Underweight
Underweight secara harfiah berarti berat badan rendah. Underweight
adalah keadaan gizi kurang yang terjadi akibat kurangnya asupan zat gizi
yang masuk ke dalam tubuh. Status gizi kurang atau yang lebih sering
disebut undernutrition merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah
energi yang masuk lebih sedikit dari energi yang dikeluarkan. Hal ini dapat
terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran
kebutuhan individu.
Pengaruh status gizi wanita usia subur yang mengalami underweight
menjelang persiapan kehamilan/masa prakonsepsi, ialah :
1) Menimbulkan masalah-masalah kekurangan gizi, seperti : Kekurangan
Energi Protein (KEP), Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) dan
Anemia Gizi Besi (AGB).
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), secara klinis dapat
didefinisikan sebagai kumpulan gejala yang timbul karena tubuh seseorang
kekurangan unsur iodium secara terus menerus, dalam jangka waktu yang
cukup lama. Gejala khas yang dialami penderita GAKI adalah defisiensi
mental yang disertai gangguan saraf pada organ ekstremitas, auditori dan
mata.
Anemia besi adalah kondisi dimana kandungan besi tubuh total
menurun di bawah kadar normal. Anemia ini dapat terjadi akibat rendahnya
presentase zat besi yang dapat diserap dari makanan. Gejalanya dapat berupa
lemas, letih, sakit kepala, mual, dan mudah kesemutan. Selain itu anemia besi
juga dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi karena sistem
kekebalan tubuh yang menurun serta menurunkan fungsi dan daya tahan
tubuh.

16
2) Menurunnya kekebalan tubuh
3) Resiko melahirkan bayi BBLR
4) Karena kurangnya asupan nutrisi pada wanita subur sehingga jika kondisi
ini berlanjut hingga hamil maka tentu akan berpengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan janin.
5) Resiko melahirkan premature
6) Resiko melahirkan bayi stunting, akibat kekurangan gizi/malnutrisi sejak
dalam kandungan
b. Kurang Energi Kronik (KEK)
Status kekurangan energi kronis sebelum kehamilan dalam jangka
panjang dan selama kehamilan akan menyebabkan ibu melahirkan bayi
dengan berat badan lahir rendah, anemia pada bayi baru lahir, mudah
terinfeksi, abortus, dan terhambatnya pertumbuhan otak janin. Kurang
energi kronis pada masa usia subur khususnya masa persiapan kehamilan
maupun saat kehamilan dapat berakibat pada ibu maupun janin yang
dikandungnya. Terhadap persalinan pengaruhnya dapat mengakibatkan
persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya dan pendarahan.
Serta terhadap janin pengaruhnya dapat menimbulkan keguguran/abortus,
bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, dan
bayi berat lahir rendah.
c. Obesitas
Status gizi lebih (overnutrition) merupakan keadaan gizi seseorang
dimana jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dari jumlah
energi yang dikeluarkan. Hal ini terjadi karena jumlah energi yang masuk
melebihi kecukupan energi yang dianjurkan untuk seseorang, akhirnya
kelebihan zat gizi disimpan dalam bentuk lemak yang dapat mengakibatkan
seseorang menjadi gemuk.
Pengaruh status gizi wanita usia subur yang mengalami obesitas pada
masa prakonsepsi, ialah :
1) Dapat menimbulkan penyakit diabetes, jantung, stroke maupun
osteoartitis.
2) Ibu dengan obesitas kemungkinan besar mengalami menstruasi yang
tidak teratur dan kemandulan.

17
Walaupun banyak dari wanita yang telah memiliki anak adalah
obesitas, dan memang wanita yang obesitas dapat hamil, banyak penelitian
menunjukkan bahwa wanita yang kelebihan berat badan (BMI ≥ 25) dan
obesitas (BMI ≥ 30) tiga kali lipat memiliki kemungkinan untuk infertile
dibandingkan dengan wanita yang berat badannya normal. Distribusi lemak
di perut pada wanita dengan berat badan berlebih atau obesitas secara
signifikan mempengaruhi fungsi dan produksi hormone-hormon (androgen
dan estrogen) yang berperan dalam ovulasi. Oleh karena itu, wanita yang
kelebihan berat badan atau obesitas lebih mungkin untuk mengalami
ketidakteraturan ovulasi sehingga menstruasinya menjadi tidak teratur dan
infertile.
Dalam hal reproduksi, tingginya insulin yang beredar berperan dalam
terjadinya ganggguan ovulasi, yang pada gilirannya memicu peningkatan
androgen dari ovarium dan estrogen dari lemak tubuh. Keduanya akan
menghambat ovulasi.
2.2.4 Cara Mengatasi Gizi Abnormal Pada Masa Pranikah
Cara mengatasi status gizi abnormal pada masa prakonsepsi, adalah
sebagai berikut :
a. Underweight
Beberapa cara mengatasi underweight pada masa prakonsepsi, yakni :
1) Memberikan pengetahuan/penyuluhan tentang pentingnya status gizi
yang normal bagi wanita yang berencana untuk hamil, sehingga timbul
keinginan wanita dan pasangannya untuk memperbaiki status gizi
sebelum hamil agar tidak terjadi masalah pada saat hamil.
2) Memastikan wanita usia subur tersebut mengonsumsi makanan yang
mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin A, asam folat, vitamin
D, kalsium, besi serta yodium yang cukup. Dimana karbohidrat
merupakan sumber energy yang sangat dibutuhkan oleh tubuh dalam
jumlah yang besar untuk menghasilkan energy/tenaga. Selain itu, protein
berguna untuk membangun dan memperbaiki semua sel tubuh. Protein
yang lengkap dapat berguna bagi pertumbuhan, mengganti sel-sel yang
rusak dan untuk pembentukan enzim, hormone serta antibody. Protein
bisa didapat dengan mengonsumsi telur, susu, daging, ikan, ayam, bisa
juga dari biji-bijian, kacang-kacangan dan sereal. Sedangkan, asam

18
lemak yang diperlukan oleh tubuh yaitu Essential Fatty Acid (EFA) yang
merupakan komponen penting untuk pembentukan struktur membrane
sel, system saraf pusat dan struktur membrane sel retina. Dan tidak kalah
pentingnya yaitu pemberian vitamin A, dimana pemberian vitamin A
yang adekuat diperlukan untuk fungsi visual, pertumbuhan fetus,
reproduksi, imunitas, dan untuk menjaga integritas jaringan ephitelial.
Diet yang direkomendasikan dari pro-vitamin A untuk wanita adalah 700
retinol activity equivalent (RAEs) perharinya yang bisa didapat dengan
mengonsumsi hati, susu, sayuran hijau, dan buah-buahan seperti papaya,
wortel, manga serta apricot. Folat atau vitamin B9 merupakan vitamin
yang larut dalam air dan diperlukan untuk pembelahan sel, asam folat
bisa didapatkan dengan mengonsumsi brokoli, jeruk, sayuran hijau,
asparagus, kacang-kacangan, ikan, telur maupun daging. Sedangkan,
mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi membantu
melancarkan suplai oksigen keseluruh tubuh, karena besi merupakan
komponen utama haemoglobin yang bertanggung jawab membawa
oksigen kedalam sel. Pemenuhan yodium juga penting karena berguna
untuk tumbuh kembang janin pada saat hamil. Oleh sebab itu,
pemenuhan kebutuhan nutrisi ibu selama prakonsepsi harus terpenuhi
agar hasil konsepsi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
3) Menumbuhkan perilaku makan (nutrition behavior), dimana wanita
tersebut memberikan respon aktif bahwa makan merupakan kebutuhan
pokok manusia sehingga timbul kepedulian untuk mengontrol jenis dan
unsur zat gizi yang terkandung didalam makanannya agar status gizinya
menjadi normal.
4) Memulai pola hidup sehat, seperti menjauhkan diri dari rokok maupun
paparan asap rokok. Kandungan nikotin dalam rokok dapat menekan
selera makan sehingga memicu perubahan perilaku yang mendorong
perokok untuk mengurangi porsi makan. Proses ini dimulai saat
pembakaran rokok, yaitu masuknya nikotin ke sirkulasi darah sebesar
25% dan ke otak manusia ± 15 detik. Kemudian, nikotin akan diterima
oleh reseptor asetilkolin-nikotinik untuk memacu sistem dopaminergik
pada jalur imbalan sehingga akan mengurangi selera makan. Selain itu,
merokok juga membuat makanan kurang bercita rasa bagi beberapa

19
perokok, yang pada akhirnya juga mengekang selera makan(Ilfandari,
2015).

b. Obesitas
Beberapa cara mengatasi underweight pada masa prakonsepsi (Sugondo,
2008), yakni :
1) Merubah gaya hidup
Diawali dengan merubah kebiasaan makan. Mengendalikan kebiasaan
ngemil dan makan bukan karena lapar tetapi karena ingin menikmati
makanan dan meningkatkan aktifitas fisik pada kegiatan sehari-hari.
Meluangkan waktu berolahraga secara teratur sehingga pengeluaran
kalori akan meningkat dan jaringan lemak akan dioksidasi.
2) Terapi Diet
Mengatur asupan makanan agar tidak mengkonsumsi makanan dengan
jumlah kalori yang berlebih, dapat dilakukan dengan diet yang
terprogram secara benar. Diet rendah kalori dapat dilakukan dengan
mengurangi nasi dan makanan berlemak, serta mengkonsumsi makanan
yang cukup memberikan rasa kenyang tetapi tidak menggemukkan
karena jumlah kalori sedikit, misalnya dengan menu yang mengandung
serat tinggi seperti sayur dan buah yang tidak terlalu manis. Pengaturan
diet pada ibu yang mengalami obesitas :
a) Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan
normal
b) Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30%
dengan lemak jenuh < 10% dan protein 15-20% energi total serta
kolesterol < 300 mg per hari.
3) Aktifitas Fisik
Peningkatan aktifitas fisik merupakan komponen penting dari program
penurunan berat badan, walaupun aktifitas fisik tidak menyebabkan
penurunan berat badan lebih banyak dalam jangka waktu enam bulan.
Untuk penderita obesitas, terapi harus dimulai secara perlahan, dan
intensitas sebaiknya ditingkatkan secara bertahap. Penderita obesitas
dapat memulai aktifitas fisik dengan berjalan selama 30 menit dengan

20
jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya
selama 45 menit dengan jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat
ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu 5 kali
seminggu.
4) Terapi perilaku
Untuk mencapai penurunan berat badan dan mempertahankannya,
diperlukan suatu strategi untuk mengatasi hambatan yang muncul pada
saat terapi diet dan aktifitas fisik. Strategi yang spesifik meliputi
pengawasan mandiri terhadap kebiasaan makan dan aktifitas fisik,
manajemen stress, stimulus control, pemecahan masalah, contigency
management, cognitive restructuring dan dukungan sosial.
5) Farmakoterapi
Farmakoterapi merupakan salah satu komponen penting dalam program
manajemen berat badan. Sirbutramine dan orlistat merupakan obat-
obatan penurun berat badan yang telah disetujui untuk penggunaan
jangka panjang. Sirbutramine ditambah diet rendah kalori dan aktifitas
fisik efektif menurunkan berat badan dan mempertahankannya. Orlistat
menghambat absorpsi lemak sebanyak 24 30 persen. Dengan
pemberian orlistat, dibutuhkan penggantian vitamin larut lemak karena
terjadi malabsorpsi parsial.

21
BAB III
PERENCANAAN KEGIATAN
Jadwal Kegiatan Kesehatan Remaja
Tanggal Tempat Materi Media Metode Sarana Evaluasi
/ Jam Prasarana
18-10-2019 Ponpes 1. Pendewasaan Usia Lembar Ceramah dan Alat Tulis 1. Peserta aktif dan mengetahui tentang
09.00 WIB Istiqomah Perkawinan balik tanya jawab (Buku, Perubahan Pada Masa Remaja, Perilaku
2. Status Gizi Pada Bolpoin) Hidup Sehat Pada Remaja, Resiko
Masa Pranikah Reproduksi Remaja
2. Feed back dapat dijawab oleh peserta
3. Peserta memahami 90 % materi yang
diberikan

BAB IV

22
PELAKSANAAN KEGIATAN
Tanggal Tempat Materi Media Metode Sarana Hambatan Solusi
/ Jam Prasarana
18-10-2019 Ponpes 1. Pendewasaan Usia Lembar Ceramah Alat Tulis 1. Kegiatan yang 1. Mencari waktu yang
09.00 WIB Istiqomah Perkawinan (PUP) Balik dan tanya (buku, bolpoin) dilaksanakan tepat sehingga siswi
2. Status Gizi Pada jawab waktu kurang dapat fokus dalam
Masa Pranikah efisien. pemberian
2. Tempat yang sulit penyuluhan.
terjangkau 2. Memberikan
3. Bahasa yang semangat
digunakan kurang 3. Membuat suasana
dimengerti yang nyaman tetapi
fokus
4. Medan yang sulit
terjangkau dengan
mobil sehingga
menggunakan sepeda
motor
5. Penyuluh
menggunakan bahasa
daerah

23
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Analisis Evaluasi


5.1.1 Tingkat pengetahuan siswi MA tentang Pendewasaan Usia Pernikahan
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh pendidikan kesehatan
reproduksi terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap remaja (Panjaitan,
2017). Sehingga para remaja perlu diberi penyuluhan tentang materi dasat
kependudukan , remaja dan program PUP sendiri. Sikap remaja setelah
melalui kegiatan ini dapat dilihat dalam hasil posttest dimana rata-rata usia
menikah yang diinginkan adalah lebih dari 25-27 tahun untuk remaja putri
maupun putra. Hal ini sesuai dengan penelitian lainnya bahwa ada hubungan
tingkat pengetahuan remaja dengan sikap tentang pernikahan usia dini (Lubis,
2012).
Para remaja yang usianya masih labil akan mudah dipengaruhi oleh
lingkungannya. Teman sebaya bahkanidolanya dapat dijadikan panutan para
remaja dalam menjalani kehidupannya. Hal ini yang melatarbelakangi untuk
menghadirkan Putri Duta Mahasiswa GenRe UNISA 2016 sebagai idola baru
para remaja. Hendaknya para remaja dapat saling berbagi pengalaman tentang
upaya yang telah dilakukan dalam program GenRe ini. Putri Duta Mahasiswa
GenRe UNISA 2016 mengkapanyekan program PUP dengan mengajak para
remaja menandatangani pakta integritas untuk mendukung program PUP dan
berjanji untuk tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah serta
menuliskan usia mereka akan menikah kelak. Harapannya akan tertanam
dihati para remaja untuk tidak menikah diusia muda. Menurut hasil penelitian
sebelumnya terkait hubungan persepsi usia menikah dengan jumlah anak
dalam keluarga bahwa seseorang yang memiliki persepsi usia menikah diatas
21 tahun akan memiliki anak antara 1 hingga 2 orang anak (Cenia & Rosida,
2017)
5.1.2 Tingkat pengetahuan siswi MA tentang Status Gizi Pada Masa Pranikah
Hasil penelitian menunjukkan, terjadi peningkatan pengetahuan.
Dimana sebelum diberikan konseling rata-rata nilai pengetahuan yang
didapat sampel sebesar 12,60 dengan nilai terendah 8 dan nilai tertinggi
16 dari total nilai 20. Dan setelah diberikan konseling rata-rata nilai

24
pengetahuan yang didapat sampel sebesar 15,97 dengan nilai terendah 11
dan nilai tertinggi 18. Sebelum diberikan konseling, sampel hanya mampu
menguasai 63% dari total semua pertanyaan yang diberikan. Dengan nilai
pengetahuan yang paling tinggi diperoleh oleh sampel yang memiliki
kategori pendidikan tinggi dan nilai pengetahuan terendah diperoleh oleh
sampel yang memiliki kategori pendidikan menengah. Hal ini berarti
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka keinginan untuk balajar
dan mudah melakukan perubahan positif semakin tinggi juga. Kategori
pengetahuan sampel sebelum konseling secara umum adalah cukup.
Sebelum diberikan konseling gizi prakonsepsi, ada 5 pertanyaan
tentang pengetahuan yang =50% dijawab salah oleh sampel, yaitu
pertanyaan tentang berapa bulan sebelum konsepsi wanita prakonsepsi
seharusnya mengonsumsi suplemen asam folat (nomor 4), pengertian KEK
(nomor 7) cut of point bagi seseorang wanita dapat dikatakan mengalami
KEK dari hasil pengukuran LILA (nomor 8) akibat KEK pada anak ketika
dewasa (nomor 10) dan bahan makanan sumber protein (nomor 13).
Setelah diberikan konseling, terjadi peningkatan dimana sampel
sudah mampu menguasai 78,9% dari total semua pertanyaan yang
diberikan. Hal ini sejalan dengan rata-rata kategori pengetahuan sampel
meningkat menjadi baik. Setelah diberikan konseling diperoleh hasil
bahwa pengetahuan sampel meningkat mengenai pertanyaan tersebut,
dengan tidak ditemukannya lagi persentase sampel menjawab salah diatas
50%.

25
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Permasalahan kependudukan pada dasarnya terkait dengan kuantitas, kualitas
dan mobilitas penduduk. Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga telah mengamanatkan perlunya
pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas dan pengarahan mobilitas penduduk
agar mampu menjadi sumber daya yang tangguh bagi pembangunan dan ketahanan
nasional.
Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang
diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu
populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih.
Pengukuran status gizi bisa dilakukan dengan penghitungan IMT dan pengukuran
LILA.
6.2 Saran
Kita sebagai tenaga kesehatan dapat meningkatkan pemberian pendidikan
kesehatan khususnya di daerah lingkungan pesantren dengan segala bentuk kebiasaan
maupun adat istiadat sehingga dapat memperbaharui pengetahuan mereka utamanya
tentang kesehatan di lingkungan pesantren. Khususnya untuk siswi tentang kesehatan
reproduksi dan dampaknya bagi kesehatan dan penyakit yang bisa menimpa mereka.

26
DAFTAR PUSTAKA

https://dinkes.ntbprov.go.id/jurnal/jurnal-pendewasaan-usia-perkawinan/ (Diakses pada


tanggal 13 September 2019Pukul 21.00 WIB)
Anonim, Buku Pegangan Kader KB Pendewasaan Usia Perkawinan, Badan Koordinasi
Keluarga Nasiaonal, Jakarta: 1992
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Pendewasaan Usia Perkawinan
dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi bagi Remaja Indonesia. Cetakan ke 2. Jakarta :
Direktorat Remaja dan Hak-Hak Reproduksi Remaja, 2010.
Azzahra Margareta Fatimah dan Lailatul Muniroh. 2015. Pengaruh Konseling Terhadap
Pengetahuan Dan Sikap Pemberian Mp-Asi. Surabaya: Universitas Airlangga.
Azwar, Saifuddin. 2002. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Baker, PN.;S.J. Wheeler; Sanders, TA.; Thomas, JE.; Hutchinson, Cj,; Clarke, K.; et al.
2009. A Prospective Study of Micronutrient Status in Adolescent Pregnancy.
American Journal of Clinical Nutrition, Vol. 89 (4); 1114-1124.
Cornelia, Edith Sumedi dan Irfanny Anwar. 2013. Konseling Gizi. Jakarta: Penerbit Plus.
Dinkes Deli Serdang. (2016). Profil Kesehatan Kabupaten Deli Serdang Tahun
2016. Deli Serdang : Tidak dipublikasikan.
Fauziyah, Anny. 2012. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Nutrisi Prakonsepsi
Terhadap Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Praktik Konsumsi Makanan Sehat
Wanita Pranikah di Kota Tegal. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia.
Fikawati, Sandra, Ahmad Syafiq dan Khaula Karima. 2015. Gizi Ibu dan Bayi. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada
Hestuningtyas, Tiara Rosania dan Etika Ratna Noer. 2014. Pengaruh Konseling Gizi
Terhadap Pengetahuan, Sikap, Praktik Ibu Dalam Pemberian Makan Anak

27
Lampiran 1 Jadwal Kegiatan

Tanggal Tempat Materi Media Metode Sarana


/ Jam Prasarana
18-10-2019 Ponpes 1. Pendewasaan Usia Lembar Ceramah Alat Tulis
09.00 WIB Istiqomah Perkawinan (PUP) Balik dan tanya (buku, bolpoin)
2. Status Gizi Pada jawab
Masa Pranikah

28
Lampiran 2 Daftar Hadir

29
Lampiran 3 Media SAP

30
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)

Topik : Usia Pernikahan dan Status Gizi


Sub Topik : 1. Status Gizi pada Masa Prakonsepsi
2. Pendewasaan Usia Perkawinan
Tempat : Pondok Pesantren Istiqomah Karanganyar-Ambulu
Sasaran : Siswi putri MA Pondok Pesantren Istiqomah Karanganyar-
Ambulu

Waktu Pelaksanaan : 09.30 WIB


Alokasi Waktu : 60 Menit

A. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan pasien dapat memahami tentang status gizi
yang baik untuk mempersiapkan kehamilan dan usia yang baik untuk menikah.

B. Tujuan Khusus
a. Pendewasaan Usia Perkawinan
1) Siswi mengerti apa yang dimaksud dengan Pendewasaan Usia perkawinan
2) Siswi mengerti tujuan dari Pendewasaan Usia perkawinan
3) Siswi mengerti program Pendewasaan Usia perkawinan
4) Siswi memahami batasan usia anak dan usia kawin
5) Siswi mengetahui faktor-faktor penyebab pernikahan dini
6) Siswi memahami dampak pernikahan dini
7) Siswi memahami pencegahan pernikahan dini
b. Status Gizi Pada Masa Prakonsepsi
1) Siswi MA mengerti apa yang dimaksud dengan status gizi.
2) Siswi MA mengetahui cara mengukur status gizi, baik menggunakan IMT maupun
LILA.
3) Siswi MA mengetahui pengaruh status gizi pada masa prakonsepsi.
4) Siswi MA mengetahui cara mengatasi status gizi abnormal pada masa prakonsepsi.
5) Siswi MA mengetahui evidence based status gizi pada masa prakonsepsi.

31
C. Indikator
a. Pendewasaan Usia Perkawinan
1) Siswi dapat menyebutkan apa yang dimaksud dengan Pendewasaan Usia
perkawinan
2) Siswi dapat menjelaskan tujuan dari Pendewasaan Usia perkawinan
3) Siswi dapat menyebutkan program Pendewasaan Usia perkawinan
4) Siswi dapat menjelasakn batasan usia anak dan usia kawin
5) Siswi dapat menyebutkan faktor-faktor penyebab pernikahan dini
6) Siswi dapat menjelaskan dampak pernikahan dini
7) Siswi dapat menjelaskan pencegahan pernikahan dini
b. Status Gizi Pada Masa Pranikah
1) Siswi MA dapat menjelaskan apa itu status gizi.
2) Siswi MA dapat mengukur status gizi, baik menggunakan IMT maupun LILA.
3) Siswi MA dapat menjelaskan pengaruh status gizi pada masa prakonsepsi.
4) Siswi MA dapat menjelaskan cara mengatasi status gizi abnormal pada masa
prakonsepsi.
5) Siswi MA dapat menyebutkan evidence based status gizi pada masa prakonsepsi.
D. Metode Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan dengan metode Ceramah dan Tanya jawab.

E. Alat Penunjang
1. Lembar Balik

32
F. Jadwal Acara

No Acara Deskripsi Acara Alokasi Waktu


.
1. Pembukaan 1. Mengucapkan salam 5 menit
2. Memperkenalkan diri
3. Menggali pengetahuan (persepsi) WUS
tentang status gizi yang baik pada masa
prakonsepsi
2. Materi 1. Menjelaskan tentang pendewasaan Usia @15 menit /
Perkawinan (PUP). pokok bahasan
2. Menjelaskan tentang status gizi pada
masa pranikah. 30 Menit
3. Sesi Tanya Jawab Tanya jawab dipandu oleh moderator. Peserta 15 menit
dan Diskusi penyuluhan akan diberikan pertanyaan.
4. Evaluasi Evaluasi akan dipandu oleh moderator. 5 menit
5. Penutup Acara akan ditutup oleh moderator 5 menit
Total Waktu 60 menit

G. Materi
a. Pendewasaan Usia Perkawinan
1. Pendewasaan Usia Perkawinan
Permasalahan kependudukan pada dasarnya terkait dengan kuantitas,
kualitas dan mobilitas penduduk. Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga telah
mengamanatkan perlunya pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas dan
pengarahan mobilitas penduduk agar mampu menjadi sumber daya yang
tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional. Usia perkawinan yang
masih muda bagi perempuan/remaja menjadi refleksi perubahan sosial
ekonomi. Pergeseran ini tidak hanya berpengaruh terhadap potensi kelahiran
tetapi juga terkait dengan peran dalam pembangunan bidang pendidikan dan
ekonomi.
Rendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi yaitu
tentang masa subur. Remaja perempuan dan laki-laki usia 15-24 tahun yang
mengetahui tentang masa subur mencapai 65 % ( SDKI 2007 ) terdapat
kenaikan dibanding hasil SKRRI tahun 2002-2003 sebesar 29% dan 32%.
Remaja yang cenderung rentan terkena dampak kesehatan reproduksi adalah

33
remaja putus sekolah, remaja jalanan, remaja penyalahguna napza, remaja
yang mengalami kekerasan seksual, korban perkosaan dan pekerja seks
komersial.
Para remaja masih perlu bekal yang banyak, baik bekal kedewasaan
fisik, mental maupun sosial ekonomi, ilmu pengetahuan umum, agama,
pengalaman hidup dalam kehidupan berumah tangga. Faktor lingkungan
masyarakat dan orangtua cukup berpengaruh terhadap terhadap pembentukan
konsep diri pada anak, karena si anak melihat kalau ibunya banyak yang juga
melakukan pernikahan dini. Faktor tingkat ekonomi orangtua yang rendah
banyak menyebabkan orangtua menikahkan anaknya di usia yang masih muda.
Peranan orang tua sangat besar artinya bagi psikologis anak-anaknya.
Mengingat keluarga adalah tempat pertama bagi tumbuh perkembangan anak
sejak lahir hingga dewasa, maka pola asuh anak perlu disebarluaskan pada
setiap keluarga.
Salah satu program pembangunan yang berkaitan dengan
kependudukan adalah Program Keluarga Berencana yang bertujuan
mengendalikan jumlah penduduk diantaranya melalui program Pendewasaan
Usia Perkawinan (PUP). Pendewasaan Usia Perkawinan diperlukan karena
dilatarbelakangi beberapa hal sebagai berikut:
1. Semakin banyaknya kasus pernikahan usia dini.
2. Banyaknya kasus kehamilan tidak diinginkan
3. Banyaknya kasus pernikahan usia dini dan kehamilan tidak diinginkan
menyebabkan pertambahan penduduk makin cepat (setiap tahun
bertambah sekitar 3,2 juta jiwa)
4. Karena pertumbuhan penduduk tinggi, kualitasnya rendah
5. Menikah dalam usia muda menyebabkan keluarga sering tidak
harmonis,sering cekcok, terjadi perselingkuhan, terjadi KDRT, rentan
terhadap perceraian.
Beberapa persiapan yang dilakukan dalam rangka berkeluarga antara lain:
1. Persiapan fisik, biologis
2. Persiapan mental
3. Persiapan sosial ekonomi
4. Persiapan Pendidikan dan ketrampilan
5. Persiapan keyakinan dan atau agama

34
Dengan mendapat informasi yang benar mengenai resiko Kesehatan
Reproduksi Remaja (KRR), maka diharapkan remaja akan semakin berhati-
hati dalam melakukan aktifitas kehidupan reproduksinya. Pendewasaan Usia
Perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan
pertama saat mencapai usia minimal 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun
bagi laki-laki.
PUP bukan sekedar menunda perkawinan sampai usia tertentu
saja,akan tetapi juga mengusahakan agar kehamilan pertama terjadi pada usia
yang cukup dewasa. Apabila seseorang gagal mendewasakan usia
perkawinannya, maka diupayakan adanya penundaan kelahiran anak
pertama ini dalam istilah KIE (Komunikasi, informasi, dan Edukasi)
disebut sebagai anjuran untuk mengubah bulan madu menjadi tahun
madu. Pendewasaan Usia Perkawinan merupakan bagian dari program
Keluarga Berencana Nasional. Program PUP akan memberikan dampak
terhadap peningkatan umur kawin pertama yang pada gilirannya akan
menurunkan Total Fertility Rate (TFR) (BKKBN, 2010a:19).
2. Tujuan Pendewasaan Usia Perkawinan
Tujuan Program Pendewasaan Usia Perkawinan adalah memberikan
pengertian dan kesadaran kepada remaja agar didalam merencanakan
keluarga, mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan dengan
kehidupan berkeluarga, kesiapan fisik, mental, mental, emosional, pendidikan,
ekonomi serta menentukan jumlah dan jarak kelahiran. Tujuan PUP seperti ini
berimplikasi pada perlunya peningkatan usia kawin yang lebih dewasa.
Program PUP dalam program KB bertujuan meningkatkan usia kawin
perempuan pada umur 21 tahun serta menurunkan kelahiran pertama pada usia
ibu di bawah 21 tahun menjadi sekitar 7% (RPJM 2010-2014) (BKKBN,
2010a:20).
3. Program Pendewasaan Usia Perkawinan dan Perencanaan Keluarga
Pendewasaan Usia Perkawinan dan Perencanaan Keluarga merupakan
kerangka dari program Pendewasaan Usia perkawinan. Menurut (BKKBN
2010a:20) kerangka ini terdiri dari tiga masa reproduksi, yaitu :
a. Masa Menunda Perkawinan dan Kehamilan

35
Sehat adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan
hanya bebas dari penyakit atau kecacatan namun juga sehat secara mental
dan sosio cultural. Salah satu prasyarat untuk menikah adalah kesiapan
secara fisik, yang sangat menentukan adalah umur untuk melakukan
pernikahan. Secara biologis fisik manusia tumbuh berangsur-angsur sesuai
dengan pertambahan usia. Pada laki- laki, organ-organ reproduksinya di
usia 14 tahun baru sekitar 10 persen dari ukuran matang. Setelah dewasa,
ukuran dan proporsi tubuh berkembang, begitu juga organ-organ
reproduksi. Bagi laki-laki, kematangan organ reproduksi terjadi pada usia
20-21 tahun. Pada perempuan, organ reproduksi tumbuh pesat pada usia 16
tahun. Pada masa tahun pertama menstruasi dikenal dengan nama
kemandulan remaja, yang tidak menghasilkan ovulasi atau pematangan dan
pelepasan telur yang matang dari folikel dalam indung telur. Organ
reproduksi dianggap sudah cukup matang diatas usia 18 tahun, pada usia ini
rahim atau uterus bertambah panjang dan indung telur bertambah berat.
Usia yang di bawah 20 tahun adalah usia yang dianjurkan untuk
menunda perkawinan dan kehamilan. Dalam usia ini seorang remaja masih
dalam proses tumbuh kembang baik secara fisik maupun psikis. Proses
pertumbuhan berakhir pada usia 20 tahun. Apabila pasangan suami isteri
menikah pada usia tersebut, maka dianjurkan untuk menunda kehamilan
sampai usia isteri 20 tahun dengan menggunakan alat kontrasepsi (BKKBN,
2010a:22).
Seorang perempuan yang telah memasuki jenjang pernikahan maka ia
harus mempersiapkan diri untuk proses kehamilan dan melahirkan.
Semetara itu jika ia menikah pada usia di bawah 20 tahun, akan banyak
resiko yang terjadi karena kondisi rahim dan panggul belum berkembag
optimal. Hal ini dapat mengakibatkan resiko kesakitan dan kematian yang
timbul selama proses kehamilan dan persalinan, yaitu:
3) Resiko pada proses kehamilan
Perempuan yang hamil pada usia dini atau remaja cenderung memiliki
berbagai resiko kehamilan dikarenakan kurangnya pengetahuan dan
ketidaksiapan dalam menghadapi kehamilannya. Akibatnya mereka
kurang memperhatikan kehamilannya. Resiko yang mungkin terjadi
selama proses kehamilan adalah :

36
a) Keguguran (aborsi), yaitu berakhirnya proses kehamilan pada usia
kurang dari 20 minggu. Keguguran sebagian dilakukan dengan
sengaja untuk menghilangkan kehamilan remaja yang tidak
dikehendaki. Abortus yang dilakukan oleh tenaga nonprofesional
dapat menimbulkan tingginya angka kematian dan infeksi alat
reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan.
b) Pre ekslampia, yaitu kombinasi keadaan alat reproduksi yang
belum siap hamil dengan hipertensi makin meningkatkan
terjadinya keracunan saat hamil dalam bentuk eklampsi dan pre
eklampsi sehingga dapat menimbulkan kematian.
c) Infeksi, yaitu peradangan yang terjadi pada kehamilan.
d) Anemia, yaitu kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.
e) Kanker rahim, yaitu kanker yang terdapat dalam rahim, hal ini erat
kaitannya dengan belum sempurnanya perkembangan dinding
rahim.
f) Kematian bayi, yaitu bayi yang meninggal dalam usia kurang dari
1 tahun.

4) Resiko pada proses persalinan


Melahirkan mempunyai resiko kematian bagi semua perempuan.
Bagi seorang perempuan yang melahirkan kurang dari usia 20 tahun
dimana secara fisik belum mecapai kematangan maka resikonya
akan semakin tinggi. Resiko yang mungkin terjadi adalah :
a) Premature, yaitu kelahiran bayi sebelum usia kehamilan 37
minggu
b) Timbulnya kesulitan persalinan, yang dapat disebabkan karena
factor dari ibu, bayi dan proses persalinan.
c) BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah), yaitu bayi yang lahir dengan
berat dibawah 2.500 gram
d) Kematian bayi, yaitu bayi yang meninggal dalam usia kurang
dari 1 tahun
e) Kelainan bawaan, yaitu kelainan atau cacat yang terjadi sejak
dalam proses kehamilan.

37
b. Masa Mencegah Kehamilan
Perempuan yang menikah pada usia kurang dari 20 tahun dianjurkan
untuk menunda kehamilannya sampai usianya minimal 20 tahun. Untuk
menunda kehamilan pada masa ini kontrasepsi yang di perlukan adalah
kontrasepsi yang mempunyai reversibilitas dan efektifitas tinggi.
Kontrasepsi yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
4) Kondom. Namun penggunaan ini kurang menguntungkan,
karena pasangan sering bersenggama (frekuensi tinggi) sehingga
akan mempunyai angka kegagalan tinggi.
5) Prioritas kontrasepsi adalah oral pil, oleh karena peserta masih
muda dan sehat.
6) IUD, metode sederhana, implant dan suntikan (BKKBN
2010a:25).

c. Masa Menjarangkan Kehamilan


Masa menjarangkan kehamilan terjadi pada periode PUS
berada pada umur 20-35 tahun. Secara empirik diketahui bahwa PUS
sebaiknya melahirkan pada periode umur 20-35 tahun, sehingga
resiko-resiko medik yang diuraikan diatas tidak terjadi. Pada masa ini
usia istri antara 20 – 35 tahun, merupakan periode yang paling baik
untuk hamil dan melahirkan karena mempunyai resiko paling rendah
bagi ibu dan anak. Jarak ideal untuk menjarangkan kehamilan adalah 5
tahun, sehingga tidak terdapat 2 balita dalam 1 periode. Pemakaian alat
kontrasepsi pada tahap ini dilaksanakan untuk menjarangkan kelahiran
agar ibu dapat menyusui anaknya dengan cukup banyak dan lama. Ciri
kontrasepsi yang dianjurkan pada masa ini adalah alat kontrasepsi yang
mempunyai reversibilitas dan efektifitas cukup tinggi dan tidak
menghambat air susu ibu (ASI). Kontrasepsi yang dianjurkan adalah
IUD, Suntikan, Pil, Implant dan metode sederhana (BKKBN,
2010a:25).

d. Masa Mengakhiri Kehamilan


Masa mengakhiri kehamilan berada pada usia PUS diatas 35
tahun,sebab secara empiris diketahui melahirkan anak diatas usia 35

38
tahun banyak mengalami resiko medis. Ciri kontrasepsi yang
dianjurkan untuk masa ini adalah kontrasepsi yang mempunyai
efektifitas sangat tinggi, dapat dipakai untuk jangka panjang, dan tidak
menambah kelainan yang sudah ada (pada usia tua kelainan seperti
penyakit jantung, darah tinggi, keganasan da metabolik biasanya
meningkat oleh karena itu sebaiknya tidak diberikan kontrasepsi yang
menambah kelainan tersebut). Kontrasepsi yang dianjurkan adalah
Steril, IUD, Implant, Metode Sederhana dan Pil (BKKBN, 2010a:26).
4. Batasan usia anak dan usia perkawinan
Batas usia dalam melangsungkan perkawinan adalah sangat penting.
Hal ini karena di dalam perkawinan menghendaki kematangan psikologis.
Usia perkawinan yang terlalu muda dapat mengakibatkan meningkatnya
kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab
dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri.
Meskipun batas umur perkawinan telah ditetapkan dalam pasal 7 ayat
(1) UU No. 1 Tahun 74, yaitu perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria
sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16
tahun. Kenyataannya masih banyak kita jumpai perkawinan di bawah umur.
Undang-Undang nomer 23 tahun 2002, tentang Perlindungan Anak pasal 1,
menjelaskan dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan Anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk yang masih dalam
kandungan. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib
dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orangtua, masyarakat, pemerintah dan
negara.
Nusa Tenggara Barat adalah provinsi pertama yang mengatur
pendewasaan usia perkawinan, dengan terbitmya Surat Edaran Nomer
150/1138/Kum tahun 2014, tentang PUP yang merekomendasikan usia
perkawinan untuk laki-laki dan perempuan minimal 21 tahun. Surat edaran
ini diterbitkan untuk mendorong seluruh satuan kerja perangkat daerah serta
bupati/wali kota se-NTB melaksanakan program PUP sesuai dengan tugas
dan tanggung jawab masing-masing.
Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak,
menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan
belum menikah. Maka, secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rentang usia

39
anak terletak pada skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai
batas usia 21 tahun ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha
kesejahteraan sosial, kematangan pribadi dan kematangan mental seseorang
yang umumnya dicapai setelah seseorang melampaui usia 21 tahun.

5. Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Dini


Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan oleh mereka yang
berusia dibawah usia yang diperbolehkan untuk menikah dalam UU
Perkawinan nomer I tahun 1974, yaitu minimal 16 tahun untuk perempuan dan
19 tahun untuk laki-laki.
Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Dini:
a) Pola Pikir Masyarakat / Budaya Lokal
Dari berbagai pengkajian yang dilakukan pada wilayah pulau Jawa,
pernikahan dini yang terjadi pada umumnya salah satunya disebabkan
oleh pola pikir masyarakat dan sosial budaya.
Masih ada anggapan di tengah masyarakat bahwa perempuan yang
sudah menginjak usia remaja dan belum menikah itu dianggap tidak
laku. Pandangan ini diperkuat dengan budaya masyarakat khususnya di
Jawa tentang “kawin lari”. Di Lombok kawin lari sering disebut degan
Merariq. Merariq merupakan sebuah prosesi awal perkawinan. Jika
ada perempuan dilarikan oleh laki-laki, maka konsekuensinya
perempuan tersebut harus dinikahkan.
Namun merariq sendiri seharusnya melewati serangkaian proses lain.
b) Rendahnya Pendidikan Masyarakat
Kualitas pendidikan Indonesia masih tergolong rendah, sehingga
akhirnya masyarakat yang berpendidikan rendah ini memandang
pendidikan sebagai suatu hal yang tidak penting sehingga banyak orang
tua yang memasung impian anak-anaknya.
Anak-anak yang memiliki cita-cita tinggipun akhirnya terpaksa
mengubur impiannya karena masih banyak masyarakat Indonesia yang
berpendapat, bahwa seorang anak perempuan tidak perlu sekolah
hingga jenjang yang tinggi karena mereka akan kembali ke sumur,
dapur dan kasur untuk mengabdi pada suami. Padahal setiap anak
memiliki hak, selain hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk

40
berekspresi dan berkreasi. Tidak hanya untuk anak laki-laki tetapi juga
anak perempuan.
c) Rendahnya Ekonomi Masyarakat
Masyarakat dengan ekonomi yang rendah dan memiliki banyak anak,
cenderung menikahkan anaknya di usia dini. Selain karena tidak
memiliki biaya untuk menyekolahkan anak, juga karena orang tua
berharap dengan anaknya menikah, maka beban hidup orang tua akan
berkurang. Keluarga dari kalangan miskin seringkali mendorong
anaknya perempuan mereka untuk segera menikah.
d) Seks Bebas dan Kehamilan di Luar Pernikahan
Perkembangan tehnologi yang tidak seiring dengan kondisi moral anak
bangsa yang semakin menurun. Mudahnya mengakses tontonan serta
bacaan yang tidak mendidik via internet tanpa pengawasan orang tua
menjadi faktor pendorong adanya seks bebas yang akhirnya
menyebabkan kehamilan diluar pernikahan. Kehamilan tanpa adanya
persiapan dan kesiapan, baik secara fisik dan mental akan
menimbulkan berbagai macam akibat, seperti aborsi, penularan
HIV/AIDS dan pernikahan dini.

6. Dampak Pernikahan Dini


Dampak Pernikahan Dini atau Perkawinan di bawah umur adalah sebagai
berikut:
1. Dampak Hukum
Adanya pelanggaran terhadap Undang-Undang di negara kita, yaitu:
1. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pada pasal 7 (1),
perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur
19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Pasal 6
ayat (2) untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum
mencapai umur 21 tahun harus mendapatkan izin kedua orang tua.
2. UU no. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 26 (1)
orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab untuk: mengasuh,
memelihara, mendidik dan melindungi anak,
menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat

41
dan minatnya serta mencegah terjadinya perkawinan pada usia
anak-anak.
Amanat UU tersebut bertujuan untuk melindungi anak agar tetap
memproleh haknya untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta
melindungi dari perbuatan kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.
2. Kehilangan masa muda
3. Dampak Biologis
1. Secara biologis, organ reproduksi anak masih dalam proses menuju
kematangan sehingga belum siap untuk melakukan fungsinya
2. Kematangan fisik seorang anak, tidak sama dengan kematangan
psikologisnya sehingga meskipun anak tersebut memiliki badan
bongsor dan sudah menstruasi tetapi secara perilaku tetap seperti
anak-anak
4. Dampak Psikologis
c. Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan
seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan
d. Kematangan psikologis ibu menjadi hal utama, karena sangat
berpengaruh terhadap pola asuh anak dikemudian hari sehingga
akan menimbulkan ketidak mandirian
5. Dampak Pendidikan
d. Pernikahan dini mengakibatkan anak tidak mampu mencapai
pendidikan yang lebih tinggi
e. Pendidikan yang minim mengakibatkan sulitnya memperoleh
penghasilan yang layak
f. Keluarga menjadi beban perekonomian yang cukup berat
6. Dampak Administrasi Kependudukan
d. Tidak memiliki akte nikah
e. Tidak memiliki kartu keluarga
f. Apabila terjadi perceraian sulit untuk mengurus pembagian
hartanya
7. Merepotkan orang tua atau orang sekitar
8. Rentan terhadap perceraian
7. Pencegahan Pernikahan Dini

42
Dalam rangka Membangun komitmen, partisipasi dan peran aktif para
pemangku kepentingan termasuk para petugas pelayanan dan masyarakat
dalam pelaksanaan pembangunan, serta untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan dalam mengimplementasi kebijakan-kebijakan. Negara yang telah
digulirkan pada bidang Tumbuh Kembang Anak lebih khususnya dalam
Pencegahan Perkawinan Anak, maka Kementrian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak melalui Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak
menggelar Pelatihan Forum dan Penggiat Pencegahan Perkawinan Anak
dengan tujuan untuk meningkatkan koordinasi para pemangku kepentingan
termasuk para petugas pelayanan dan masyarakat dalam menerapkan
pelaksanaan kegiatan bidang tumbuh kembang anak, khususnya dalam
Pencegahan Perkawinan Anak dan mendukung terwujudnya salah satu
indikator pengembangan Kab/Kota Layak Anak.
Salah satu respon yang cukup berani dilakukan oleh Kabupaten
Gunungkidul dengan mengeluarkan Peraturan Bupati Gunung Kidul Nomor
36 Tahun 2015 tentang Pencegahan Perkawinan Pada Usia Anak pada 24 Juli
2015 lalu. Peraturan ini didesain karena terjadi peningkatan secara drastis
jumlah perkawinan anak di wilayah tersebut yang mengalami peningkatan
lebih dari 100 persen dalam beberapa tahun terakhir ini. Menurut Koalisi 18+,
karena Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan masih berlaku maka Peraturan Bupati
tersebut sangat penting untuk meminimalisasi jumlah perkawinan anak.
Dengan adanya kebijakan ini mengindikasikan bahwa batas usia minimal
perempuan untuk menikah yang ada dalam Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan
sudah tidak lagi sesuai dengan kondisi sosiologis masyarakat Indonesia.
Peraturan ini memandatkan kebijakan pencegahan perkawinan anak
dalam beberapa level yakni di tingkat keluarga, masyarakat, anak, Pemerintah
Daerah dan para pemangku kepentingan lainnya. Peraturan juga memandatkan
upaya pendampingan dan pemberdayaan bagi korban termasuk memandatkan
tugas bagi beberapa lembaga di wilayah untuk melakukan monitoring atas
kasus-kasus perkawinan anak. Koalisi 18+ mendorong agar Peraturan Bupati
Gunung Kidul juga diikuti oleh beberapa pemerintah daerah di beberapa
wilayah yang saat ini tengah di rundung kasus meningkatnya perkawinan
anak, khususnya bagi daerah – daerah yang sudah memproklamirkan dirinya
sebagai kabupaten ramah anak atau propinsi ramah anak. Koalisi 18+ juga

43
mendorong agar pemerintah pusat segera mengambil kebijakan khusus yang
pro aktif dan segera untuk melindungi kepentingan anak-anak Indonesia yang
terancam hak-haknya yang diakibatkan masih maraknya perkawinan anak.
b. Status Gizi Pada Masa Pranikah
1. Definisi Status Gizi
Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat
dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh.
Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal, dan gizi
lebih. Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat
keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi yang
dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu. Energi yang masuk ke
dalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi lainnya. Status
gizi normal merupakan keadaan yang sangat diinginkan oleh semua orang.
Status gizi prakonsepsi merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi
kondisi kehamilan dan kesejahteraan bayi yang penanggulangannya akan lebih baik
jika dilaksanakan pada saat sebelum hamil.
2. Cara Mengukur Status Gizi
Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang
diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu
populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih.
Pengukuran status gizi bisa dilakukan dengan penghitungan IMT dan pengukuran
LILA.
3. Status Gizi berdasarkan IMT
Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks
antropometri bisa merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih
pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur dan tingkat gizi. Salah satu
contoh dari indeks antropometri adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) atau yang
disebut dengan Body Mass Index.
IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa
khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka
mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai
usia harapan hidup yang lebih panjang. IMT hanya dapat digunakan untuk orang
dewasa yang berumur diatas 18 tahun.

44
Dua parameter yang berkaitan dengan pengukuran Indeks Massa Tubuh,
terdiri dari : (1) Berat badan, Berat badan merupakan salah satu parameter massa
tubuh yang paling sering digunakan yang dapat mencerminkan jumlah dari
beberapa zat gizi seperti protein, lemak, air dan mineral. Untuk mengukur Indeks
Massa Tubuh, berat badan dihubungkan dengan tinggi badan dan (2) Tinggi badan,
Tinggi badan merupakan parameter ukuran panjang dan dapat merefleksikan
pertumbuhan skeletal (tulang).

1) Cara mengukur IMT


Indeks Massa Tubuh diukur dengan cara membagi berat badan dalam
satuan kilogram dengan tinggi badan dalam satuan meter kuadrat.
IMT = Berat badan (kg)
Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)

2) Kategori IMT
Kategori IMT Total Pertambahan Berat Badan
(kg/m2) (kg)
Kurang < 18,5 12,5-18
Normal 18,5-24,9 11,5-16
Overweight 25-29,9 7-11,5
Obesitas ≥30 5-9
Sumber : Kemenkes RI
4. Status Gizi berdasarkan LILA
Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) merupakan pengukuran sederhana
untuk menilai malnutrisi energi protein karena massa otot merupakan indeks
cadangan protein, serta sensitif terhadap perubahan kecil pada otot yang terjadi,
misalnya bila jatuh sakit. Pengukuran LILA juga memberi gambaran tentang
keadaan jaringan otot dan lapisan lemak di bawah kulit. Pengukuran LILA tidak
dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek.
Pengukuran LILA digunakan karena pengukurannya sangat mudah dan dapat
dilakukan oleh siapa saja.
1) Cara Mengukur LILA
Pengukuran LILA dilakukan melalui urutan-urutan yang telah ditetapkan. Ada
7 (tujuh) urutan pengukuran LILA, yaitu :
45
1) Tetapkan posisi bahu dan siku
2) Letakkan pita antara bahu dan siku
3) Tentukan titik tengah lengan
4) Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan
5) Pita jangan terlalu ketat
6) Pita jangan terlalu longgar
7) Cara pembacaan skala yang benar
Hal-hal yang penting dalam pengukuran LILA adalah pengukuran
dilakukan dibagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri (kecuali orang
kidal diukur di lengan kanan). Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju
dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau kencang. Alat pengukur
dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-lipat sehingga
permukaannya sudah tidak rata.
2) Kategori Hasil Pengukuran LILA
Kategori LILA (cm)
Normal ≥ 23,5
Kurang Energi Kronik (KEK) < 23,5
Sumber : Kemenkes RI
5. Pengaruh Status Gizi pada Masa Pranikah
a. Underweight
Underweight secara harfiah berarti berat badan rendah. Underweight adalah
keadaan gizi kurang yang terjadi akibat kurangnya asupan zat gizi yang masuk ke
dalam tubuh. Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut undernutrition
merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih sedikit
dari energi yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi yang
masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu.
Pengaruh status gizi wanita usia subur yang mengalami underweight
menjelang persiapan kehamilan/masa prakonsepsi, ialah :
1) Menimbulkan masalah-masalah kekurangan gizi, seperti : Kekurangan Energi
Protein (KEP), Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) dan Anemia Gizi
Besi (AGB).
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), secara klinis dapat
didefinisikan sebagai kumpulan gejala yang timbul karena tubuh seseorang
kekurangan unsur iodium secara terus menerus, dalam jangka waktu yang cukup

46
lama. Gejala khas yang dialami penderita GAKI adalah defisiensi mental yang
disertai gangguan saraf pada organ ekstremitas, auditori dan mata.
Anemia besi adalah kondisi dimana kandungan besi tubuh total menurun di
bawah kadar normal. Anemia ini dapat terjadi akibat rendahnya presentase zat
besi yang dapat diserap dari makanan. Gejalanya dapat berupa lemas, letih, sakit
kepala, mual, dan mudah kesemutan. Selain itu anemia besi juga dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi karena sistem kekebalan tubuh yang
menurun serta menurunkan fungsi dan daya tahan tubuh.
2) Menurunnya kekebalan tubuh
3) Resiko melahirkan bayi BBLR
Karena kurangnya asupan nutrisi pada wanita subur sehingga jika kondisi ini
berlanjut hingga hamil maka tentu akan berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan janin.
4) Resiko melahirkan premature
5) Resiko melahirkan bayi stunting, akibat kekurangan gizi/malnutrisi sejak dalam
kandungan
b. Kurang Energi Kronik (KEK)
Status kekurangan energi kronis sebelum kehamilan dalam jangka panjang
dan selama kehamilan akan menyebabkan ibu melahirkan bayi dengan berat badan
lahir rendah, anemia pada bayi baru lahir, mudah terinfeksi, abortus, dan
terhambatnya pertumbuhan otak janin. Kurang energi kronis pada masa usia subur
khususnya masa persiapan kehamilan maupun saat kehamilan dapat berakibat pada
ibu maupun janin yang dikandungnya. Terhadap persalinan pengaruhnya dapat
mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya dan
pendarahan. Serta terhadap janin pengaruhnya dapat menimbulkan
keguguran/abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada
bayi, dan bayi berat lahir rendah.
c. Obesitas
Status gizi lebih (overnutrition) merupakan keadaan gizi seseorang dimana
jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dari jumlah energi yang
dikeluarkan. Hal ini terjadi karena jumlah energi yang masuk melebihi kecukupan
energi yang dianjurkan untuk seseorang, akhirnya kelebihan zat gizi disimpan
dalam bentuk lemak yang dapat mengakibatkan seseorang menjadi gemuk.

47
Pengaruh status gizi wanita usia subur yang mengalami obesitas pada masa
prakonsepsi, ialah :
1) Dapat menimbulkan penyakit diabetes, jantung, stroke maupun osteoartitis.
2) Ibu dengan obesitas kemungkinan besar mengalami menstruasi yang tidak
teratur dan kemandulan.
Walaupun banyak dari wanita yang telah memiliki anak adalah obesitas, dan
memang wanita yang obesitas dapat hamil, banyak penelitian menunjukkan bahwa
wanita yang kelebihan berat badan (BMI ≥ 25) dan obesitas (BMI ≥ 30) tiga kali
lipat memiliki kemungkinan untuk infertile dibandingkan dengan wanita yang berat
badannya normal. Distribusi lemak di perut pada wanita dengan berat badan
berlebih atau obesitas secara signifikan mempengaruhi fungsi dan produksi
hormone-hormon (androgen dan estrogen) yang berperan dalam ovulasi. Oleh
karena itu, wanita yang kelebihan berat badan atau obesitas lebih mungkin untuk
mengalami ketidakteraturan ovulasi sehingga menstruasinya menjadi tidak teratur
dan infertile.
Dalam hal reproduksi, tingginya insulin yang beredar berperan dalam
terjadinya ganggguan ovulasi, yang pada gilirannya memicu peningkatan androgen
dari ovarium dan estrogen dari lemak tubuh. Keduanya akan menghambat ovulasi.
6. Cara Mengatasi Status Gizi Abnormal pada Masa Pranikah
Cara mengatasi status gizi abnormal pada masa prakonsepsi, adalah sebagai berikut :
a. Underweight
Beberapa cara mengatasi underweight pada masa prakonsepsi, yakni :
1) Memberikan pengetahuan/penyuluhan tentang pentingnya status gizi yang
normal bagi wanita yang berencana untuk hamil, sehingga timbul keinginan
wanita dan pasangannya untuk memperbaiki status gizi sebelum hamil agar
tidak terjadi masalah pada saat hamil.
2) Memastikan wanita usia subur tersebut mengonsumsi makanan yang
mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin A, asam folat, vitamin D,
kalsium, besi serta yodium yang cukup. Dimana karbohidrat merupakan sumber
energy yang sangat dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang besar untuk
menghasilkan energy/tenaga. Selain itu, protein berguna untuk membangun dan
memperbaiki semua sel tubuh. Protein yang lengkap dapat berguna bagi
pertumbuhan, mengganti sel-sel yang rusak dan untuk pembentukan enzim,
hormone serta antibody. Protein bisa didapat dengan mengonsumsi telur, susu,

48
daging, ikan, ayam, bisa juga dari biji-bijian, kacang-kacangan dan sereal.
Sedangkan, asam lemak yang diperlukan oleh tubuh yaitu Essential Fatty Acid
(EFA) yang merupakan komponen penting untuk pembentukan struktur
membrane sel, system saraf pusat dan struktur membrane sel retina. Dan tidak
kalah pentingnya yaitu pemberian vitamin A, dimana pemberian vitamin A yang
adekuat diperlukan untuk fungsi visual, pertumbuhan fetus, reproduksi,
imunitas, dan untuk menjaga integritas jaringan ephitelial. Diet yang
direkomendasikan dari pro-vitamin A untuk wanita adalah 700 retinol activity
equivalent (RAEs) perharinya yang bisa didapat dengan mengonsumsi hati,
susu, sayuran hijau, dan buah-buahan seperti papaya, wortel, manga serta
apricot. Folat atau vitamin B9 merupakan vitamin yang larut dalam air dan
diperlukan untuk pembelahan sel, asam folat bisa didapatkan dengan
mengonsumsi brokoli, jeruk, sayuran hijau, asparagus, kacang-kacangan, ikan,
telur maupun daging. Sedangkan, mengonsumsi makanan yang mengandung zat
besi membantu melancarkan suplai oksigen keseluruh tubuh, karena besi
merupakan komponen utama haemoglobin yang bertanggung jawab membawa
oksigen kedalam sel. Pemenuhan yodium juga penting karena berguna untuk
tumbuh kembang janin pada saat hamil. Oleh sebab itu, pemenuhan kebutuhan
nutrisi ibu selama prakonsepsi harus terpenuhi agar hasil konsepsi dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik.
3) Menumbuhkan perilaku makan (nutrition behavior), dimana wanita tersebut
memberikan respon aktif bahwa makan merupakan kebutuhan pokok manusia
sehingga timbul kepedulian untuk mengontrol jenis dan unsur zat gizi yang
terkandung didalam makanannya agar status gizinya menjadi normal.
4) Memulai pola hidup sehat, seperti menjauhkan diri dari rokok maupun paparan
asap rokok. Kandungan nikotin dalam rokok dapat menekan selera makan
sehingga memicu perubahan perilaku yang mendorong perokok untuk
mengurangi porsi makan. Proses ini dimulai saat pembakaran rokok, yaitu
masuknya nikotin ke sirkulasi darah sebesar 25% dan ke otak manusia ± 15
detik. Kemudian, nikotin akan diterima oleh reseptor asetilkolin-nikotinik untuk
memacu sistem dopaminergik pada jalur imbalan sehingga akan mengurangi
selera makan. Selain itu, merokok juga membuat makanan kurang bercita rasa
bagi beberapa perokok, yang pada akhirnya juga mengekang selera makan.
(Ilfandari, 2015)

49
b. Obesitas
Beberapa cara mengatasi underweight pada masa prakonsepsi (Sugondo, 2008),
yakni :
1) Merubah gaya hidup
Diawali dengan merubah kebiasaan makan. Mengendalikan kebiasaan ngemil
dan makan bukan karena lapar tetapi karena ingin menikmati makanan dan
meningkatkan aktifitas fisik pada kegiatan sehari-hari. Meluangkan waktu
berolahraga secara teratur sehingga pengeluaran kalori akan meningkat dan
jaringan lemak akan dioksidasi.

2) Terapi Diet
Mengatur asupan makanan agar tidak mengkonsumsi makanan dengan jumlah
kalori yang berlebih, dapat dilakukan dengan diet yang terprogram secara
benar. Diet rendah kalori dapat dilakukan dengan mengurangi nasi dan
makanan berlemak, serta mengkonsumsi makanan yang cukup memberikan
rasa kenyang tetapi tidak menggemukkan karena jumlah kalori sedikit,
misalnya dengan menu yang mengandung serat tinggi seperti sayur dan buah
yang tidak terlalu manis. Pengaturan diet pada ibu yang mengalami obesitas :
a) Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan
normal
b) Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30%
dengan lemak jenuh < 10% dan protein 15-20% energi total serta
kolesterol < 300 mg per hari.
3) Aktifitas Fisik
Peningkatan aktifitas fisik merupakan komponen penting dari program
penurunan berat badan, walaupun aktifitas fisik tidak menyebabkan
penurunan berat badan lebih banyak dalam jangka waktu enam bulan. Untuk
penderita obesitas, terapi harus dimulai secara perlahan, dan intensitas
sebaiknya ditingkatkan secara bertahap. Penderita obesitas dapat memulai
aktifitas fisik dengan berjalan selama 30 menit dengan jangka waktu 3 kali
seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan jangka
waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit
dengan jangka waktu 5 kali seminggu.
4) Terapi perilaku

50
Untuk mencapai penurunan berat badan dan mempertahankannya, diperlukan
suatu strategi untuk mengatasi hambatan yang muncul pada saat terapi diet dan
aktifitas fisik. Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri terhadap
kebiasaan makan dan aktifitas fisik, manajemen stress, stimulus control,
pemecahan masalah, contigency management, cognitive restructuring dan
dukungan sosial.
5) Farmakoterapi
Farmakoterapi merupakan salah satu komponen penting dalam program
manajemen berat badan. Sirbutramine dan orlistat merupakan obat-obatan
penurun berat badan yang telah disetujui untuk penggunaan jangka panjang.
Sirbutramine ditambah diet rendah kalori dan aktifitas fisik efektif
menurunkan berat badan dan mempertahankannya. Orlistat menghambat
absorpsi lemak sebanyak 24 30 persen. Dengan pemberian orlistat, dibutuhkan
penggantian vitamin larut lemak karena terjadi malabsorpsi parsial.
7. Evidence Based Status Gizi pada Masa Pranikah
a. Laporan terbaru WHO memperkirakan obesitas dan hidup yang santai bertanggung
jawab atas timbulnya kanker payudara, usus besar, endometrium, ginjal, dan
esofagus. Di Inggris, 20-30 ribu kasus kanker per tahun terdapat pada kaum
obesitas. Terbukti pula hubungan kuat antara obesitas dengan risiko timbulnya
kanker pankreas, rahim, prostat, dan indung telur.
b. Berdasarkan hasil penelitian Ariyani (2012), Status gizi ibu hamil sangat penting
untuk tercapainya kesejahteraan ibu dan janin. Seorang ibu yang sehat akan
menghasilkan anak yang sehat. Status gizi ibu menjadi faktor penentu utama
kualitas sumber daya manusia, terutama sejak 1000 hari pertama kehidupan, pada
masa kehamilan sampai usia bayi 2 tahun. Sedangkan menurut penelitian Kurnia
(2013), Ibu yang mengalami kekurangan gizi berisiko melahirkan bayi yang
kekurangan gizi. Janin yang mengalami malnutrisi sejak dalam kandungan juga
berisiko lebih besar untuk lahir stunting.
H. Pertanyaan dan Jawaban
Diskusi pada saat penyuluhan/konseling berlangsung
I. Evaluasi

51
DAFTAR PUSTAKA

https://dinkes.ntbprov.go.id/jurnal/jurnal-pendewasaan-usia-perkawinan/ (Diakses pada


tanggal 13 September 2019Pukul 21.00 WIB)
Anonim, Buku Pegangan Kader KB Pendewasaan Usia Perkawinan, Badan Koordinasi
Keluarga Nasiaonal, Jakarta: 1992
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Pendewasaan Usia Perkawinan
dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi bagi Remaja Indonesia. Cetakan ke 2. Jakarta :
Direktorat Remaja dan Hak-Hak Reproduksi Remaja, 2010.

52
Lampiran 4 Dokumentasi Kegiatan

Penyuluhan Pada Hari Jum’at 18 – 10 – 2019 Jam 10.00 WIB

Siswi – Siswi Ponpes Istiqomah

53
54

Anda mungkin juga menyukai