Anda di halaman 1dari 12

RAHASIA TERSEMBUNYI DI BALIK BERINGIN

Ficus benjamina sebagai Energi Listrik Baru dan Terbarukan


(ELBT) dan Indikator Polutan

Essay

Disusun dalam Rangka Mengikuti Lomba “Hi-Great National Essay


Competition” HIMATITAN Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Brawijaya 2019

Disusun oleh :

Lestari (1710631090084)

Meli Anggraeni (1710631090017)

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

KARAWANG

2019
RAHASIA TERSEMBUNYI DI BALIK BERINGIN

Ficus benjamina sebagai Energi Listrik Baru dan Terbarukan


(ELBT) dan Indikator Polutan

Revolusi Industri dalam Agroindustri

Saat ini kita telah memasuki babak baru yang bernama Revolusi Industri
4.0 Klaus (Shwab, 2016) melalui The Fourth Industrial Revolution menyatakan
bahwa dunia telah mengalami empat tahapan revolusi, yaitu: 1) Revolusi Industri
1.0 terjadi pada abad ke 18 melalui penemuan mesin uap, sehingga
memungkinkan barang dapat diproduksi secara masal, 2) Revolusi Industri 2.0
terjadi pada abad ke 19-20 melalui penggunaan listrik yang membuat biaya
produksi menjadi murah, 3) Revolusi Industri 3.0 terjadi pada sekitar tahun
1970an melalui penggunaan komputerisasi, dan 4) Revolusi Industri 4.0 sendiri
terjadi pada sekitar tahun 2010an melalui rekayasa intelegensia dan internet of
thing sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin.
Dalam revolusi industri mencakup berbagai macam aspek kehidupan, salah
satunya di bidang agroindustri.

Agroindustri merupakan penggerak utama perkembangan sektor pertanian,


terlebih dalam masa yang akan datang posisi pertanian merupakan sektor andalan
dalam pembangunan nasional sehingga peranan agroindustri akan semakin besar.
Dengan kata lain, dalam upaya mewujudkan sektor pertanian yang tangguh, maju
dan efisien sehingga mampu menjadi leading sector dalam pembangunan
nasional, harus ditunjang melalui pengembangan agroindustri, menuju
agroindustri yang tangguh, maju serta efisien dan efektif. Agroindustri dalam
sektor pertanian mencakup teknologi, energi, ekonomi, lingkungan, pangan dan
jasa. Energi memiliki keterkaitan yang kuat dalam agroindustri karena sangat
berperan sebagai sumber penggerak perkembangan agroindustri dan teknologi.
Sebagian besar agroindustri menggunakan energi listrik untuk pengembangan
produksi dikarenakan peningkatan permintaan jumlah dan ragam produksi
pertanian.
Energi Listri Baru dan Terbarukan (ELBT)

Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan masyarakat yang sangat


penting sebagai sumber daya ekonomis yang paling utama dan dibutuhkan dalam
berbagai kegiatan. Energi listrik merupakan salah satu energi primer yang tidak
dapat dilepaskan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari, baik di sektor
rumah tangga, instansi pemerintah maupun industri. Sehingga dalam waktu
mendatang kebutuhan listrik akan meningkat dengan tingginya jumlah penduduk
dan bertambahnya penggunaan peralatan yang menggunakan listrik sehingga
mengakibatkan kebutuhan energi listrik meningkat pesat. Dengan adanya
peningkatan kebutuhan listrik tersebut mengakibatkan fasilitas dari pemerintah
kurang mendapatkan pasokan listrik yang memadai, misalnya pada taman kota
dan jalan raya. Umumnya taman kota merupakan fasilitas yang diberikan
pemerintah untuk bersantai dan menikmati suasana kota. Tetapi kebanyakan
taman kota ketika malam hari minim penerangan karena kurangnya distribusi
listrik sehingga menyebabkan rentang kejahatan akibat suasana taman kota yang
gelap dan sepi.

Untuk menekan biaya pasokan listrik lampu taman kota dan lampu
penerangan jalan dilakukan dengan cara meggunakan potensi sumber energi listrik
setempat berbasis EBT yang dapat direalisasikan pada tanaman Ficus benjamina
menjadi pembangkit listrik. Energi Baru dan Terbarukan (EBT) merupakan
potensi lokal yang perlu dikaji dan dimanfaatkan sebagai sumber energi primer
untuk pembangkit energi listrik. Penggunaan EBT sebagai potensi lokal akan
menjamin ketersediaan energi tersebut untuk pembangkit energi listrik. Selain
menjadi potensi lokal, EBT menjadi sumber energi terbarukan sekaligus sumber
energi yang ramah lingkungan. Adapun fungsi lain selain menjadi energi yang
ramah lingkungan yaitu mampu menjadi pemicu sinergi untuk menjaga
lingkungan, melestarikan hutan dan daerah tangkapan air (catchment area) tanpa
membuat masyarakat menjadi terbelakang.

Benarkah Ficus benjamina bisa dimanfaatkan sebagai ELBT ?


Pohon beringin putih (Ficus benjamina L.) merupakan salah satu jenis
tanaman yang banyak dijumpai di berbagai wilayah Indonesia. Pohon beringin
yang merupakan tanaman asli Asia Tenggara termasuk dari Indonesia dan
sebagian Australia ini banyak ditanam sebagai tanaman dekoratif di fasilitas
umum seperti alun-alun, taman kota maupun tanaman dekoratif di kantor dan
rumah (Heyne 1987, Bauer & Speck 2012). Ficus benjamina termasuk salah satu
tanaman dari famili Moraceae. Pohon beringin yang secara internasional dikenal
dengan nama Benjamin’s fig atau weeping fig ini juga dikembangkan sebagai
tanaman hias di dalam ruangan pada pot. Ficus benjamina dapat berpotensi
sebagai obat gangguan kulit, peradangan, kusta, malaria dan kanker. Selain
berpotensi sebagai obat juga ada beberapa penelitian mengemukakan dapat
menjadi energi listrik.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakuakan oleh Christopher J. et all


dari Cambridge University mendapat kesimpulan bahwa perbedaan potensial
listrik (tegangan) antara xilem dengan tanah yang berdekatan dapat menghasilkan
energi listrik. Pengujian tersebut dilakukan dengan cara sebuah pot beringin
ditempatkan di isolasi busa di dalam sangkar Faraday. Elektroda platinum identik
dimasukkan ke xilem (floem dihapus) dan cawan petri yang berisi larutan tanah
kadar air standar pH variabel. Elektroda terhubung ke voltmeter impedansi tinggi.
Tanah standar terhubung ke pot tanah melalui 1 M KCl. Bisa juga cara sederhana
dengan kuku aluminium dimasukkan ke batang pohon dan elektroda tembaga
ditanam ke dalam tanah yang berdekatan menghasilkan reaksi redoks non logam
sedang berlangsung dengan sistem tree-soil bertindak sebagai reservoir elektrolit
raksasa (mirip dengan Galvanic ''kentang '' baterai). Kemudian lakukan
pengukuran menggunakan elektroda platinum identik di kedua ujungnya dan terus
mengukur antara 50 dan 200 mV secara berkelanjutan tegangan beberapa jam dan
hari setelah insersi elektroda (lihat lampiran (a)).

Dari pengujian xilem-tanah menghasilkan perbedaan tegangan yang


digunakan untuk memantau aktivitas energi yang telah dihipotesiskan oleh
berbagai sumber, sehingga yang paling menonjol yaitu mekanisme potensial yang
mengalir. Perbedaan tegangan disebabkan oleh perbedaan pH karena pada sistem
tree-soil bertindak sebagai sel pH konsentrasi, kadang-kadang secara aktif
dikelola oleh mekanisme homeostasis pohon. Potensi dari sel konsentrasi tersebut
adalah potensi Nernst, yang hanya tergantung pada gradien konsentrasi. Pada
kesetimbangan (tidak ada ionik bersih fluks di seluruh antarmuka), potensi Nernst
sama dengan potensi difusi yang dihasilkan dari pemisahan muatan di antarmuka
permeabel dengan difusi menuruni gradien konsentrasi.

Pengujian tersebut dilakukan dalam ruangan, beringin diukur pada interval


satu menit selama sepuluh jam, dapat menghasilkan arus sesaat dalam kondisi
sirkuit pendek ditemukan menjadi kurang dari 1 mA, tergantung pada lemah
tidaknya air tanah dan kemungkinan besar diatur oleh elektroda-tanah resistensi.
Adapun perubahan signifikan dalam perbedaan potensial listrik antara xilem dari
wilayah batang pohon dan tanah dengan mengubah tinggi atau kardinal orientasi
elektroda serta variasi dalam aliran getah juga memainkan peran terdeteksi dalam
besarnya atau polaritas tegangan berkelanjutan akan terhenti dengan memasukkan
pisau cukur di atas dan di bawah panjang elektroda dan dengan menggunakan
cabang terputus dalam eksperimen lainnya. Penelititan tersebut menunjukkan
peningkatan tegangan antara xilem dan cairan ionik akan berkorelasi dengan
meningkatnya pH dan rata-rata energi listrik yang dihasilkan antara 1 mV dan 10
mV atau daya sekitar 10 W (lihat lampiran (b)).

Ficus benjamina sebagai Indikator Polutan

Polutan partikulat atmosfer (partikulat, PM10) yang terutama terkait


dengan beberapa sumber seperti industri, bahan konstruksi dan emisi kendaraan.
Partikel ini lebih kecil dari 10 µm dapat dihirup mereka mengandung beberapa
polutan berbahaya yang berhubungan dengan PM magnet dan berbahaya bagi
kesehatan manusia. Dengan tidak adanya industri berat, sumber utama partikel
magnetik adalah emisi kendaraan (Muxworthy et al., 2001; Moreno et al., 2003;
Gautam et al., 2005). Pengukuran magnetik dapat digunakan sebagai indikator
langsung dari tingkat pencemaran debu atmosfer, karena partikel magnetik dapat
dikaitkan dengan polutan logam seperti Cu, Cr, Zn dan Pb (Hunt et al., 1984;
Gautam et al., 2005; Lu et al., 2007).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Bertha A. et all
diperoleh bahwa evaluasi kerentanan magnetik dan saturasi Isotermal Remanen
Magnetisasi (IRM) di beringin daun dari Morelia menunjukkan bahwa parameter
ini mencerminkan tingkat relatif polusi sampel terkena lalu lintas berat yang
hingga 6 - 12 kali lebih tinggi (lihat lampiran (c)). Sinyal magnetik hampir secara
eksklusif karena magnetit yang dihasilkan oleh pembakaran kendaraan. Korelasi
yang baik antara parameter magnetik dan kepadatan lalu lintas menunjukkan
bahwa spesies ini dapat digunakan sebagai bahan monitoring, tidak hanya karena
kemampuan menangkap partikel atmospherically disimpan, tetapi juga karena
kelimpahan di zona perkotaan dalam seluruh Meksiko dan negara-negara lain
dengan iklim serupa.

Peranan Ficus benjamina dalam Penerangan Taman dan Jalan

Sering sekali kita melihat tanaman ini berjejer di pinggir jalan dan taman-
taman. Hal tersebut dikarenakan tanaman ini digunakan sebagai tanaman hias
dilihat dari bentuk dan warnanya yang menarik guna membuat para pejalan kaki
dan juga pengunjung merasa nyaman. Selain dari segi estetika, apakah Ficus
benjamina memiliki keterkaitan dengan ELBT ? Berdasarkan pernyataan yang
telah dipaparkan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa adanya keterkaitan
antara peranan Ficus benjamina sebagai ELBT dan juga sebagai tanaman hias.
Dengan cara bagaimana ? Yakni pemanfaatan Ficus benjamina yang terdapat di
taman dan jalan diaplikasikan pada sistem penerangan jalan dan lampu taman. Hal
tersebut bisa mengurangi penggunaan energi listrik yang berlebih, murah, efisien,
mandiri dan ramah lingkungan.

Seperti yang kita tahu, selama ini kebutuhan energi listrik dunia dipenuhi
oleh sumber daya tak terbarukan, seperti minyak bumi, nuklir dan batubara.
Namun, tidak selamanya energi tersebut dapat mencukupi seluruh kebutuhan
dalam jangka panjang. Cadangan energi semakin lama semakin menipis dan
proses produksinya membutuhkan waktu jutaan tahun. Oleh karena itu mulai
sekarang kita harus beralih menggunakan energi alternatif dengan memanfaatkan
apa yang ada.
Cara pengaplikasian Ficus benjamina menjadi lampu taman dan
penerangan jalan yaitu dengan memasang alat seperti yang telah dijelaskan diatas
kemudian energi disimpan ke dalam sebuah alat yang bernama BCU yang
selanjutnya disimpan dalam baterai. Adapun alat pengatur tegangan yaitu PV
Controller yang berfungsi untuk menghindari pengisian baterai yang berlebih.
Baterai yang menyimpan energi akan secara otomatis menyala pada malam hari.

Jadi, sudah sepatutnya kita menyadari akan manfaat dari Ficus benjamina
ini. Boleh jadi di masa mendatang penggunaan tanaman ini bukan hanya sebagai
tanaman hias taman maupun tanaman pinngir jalan saja. Akan tetapi, kita bisa
memanfaatkan sebagai sumber ELBT yang ramah lingkungan dan tentunya
mandiri sebagai penerangan jalan dimana Ficus benjamina itu ditanam. Apalagi
bukan tidak mungkin di masa mendatang dengan semakin berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi juga hadirnya Revolusi Industri 4.0 bisa menjadikan
kota-kota di Indonesia sebagai “Smart City” berbasis environmentally friendly
energy.
Daftar Pustaka
FORKOMSI UGM. (2019). Revolusi Industri 4.0. Sukabumi: CV Jejak, anggota IKAPI.

Imran, M., Rasool, N., Rizwan, K., Zubair, M., Riaz, M., Zia-Ul-Haq, M., . . . Jaafar, H. Z.
(2014). Chemical composition and Biological studies of Ficus benjamina.
Chemistry Central Journal.

Jayanti, C. (2016). Taman Kota di Kecamatan Pontianak Barat. 92-107.

Juwito, A. F., Pramonohadi, S., & T. Haryono. (2012). Optimalisasi Energi Terbarukan
pada Pembangkit Tenaga Listrik dalam Menghadapi Desa Mandiri Energi di
Margajaya. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, 22-34.

Krisdianto, & Balfas, J. (2016). Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Kayu dan Akar
Gantung Beringin (Ficus benjamina Linn.). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 13-
19.

Love, C. J., Zhang, S., & Mershin, A. (2008). Source of Sustained Voltage Difference
between the Xylem of a Potted Ficus benjamina Tree and Its Soil. Volume 3.

Muthia, R., Nurhalim, & Sukma, D. Y. (2016). Penghematan Konsumsi Energi Listrik
Rumah Tangga dengan Penerapan Peak Clipping dan Strategic Conservation di
Kota Pekanbaru.

Prasetya, Y. (2014). Analisis Peningkatan Efisiensi Penggunaan Energi Listrik Pada Sistem
Pencahayaan dan Air Conditioning (AC) di Gedung Perpustakaan Umum dan
Arsip Daerah Kota Malang. Konsentrasi Teknik Energi Elektrik.

Prastowo, B. (2007). Potensi Sektor Pertanian Sebagai Penghasil dan Pengguna Energi
Terbarukan. 85-93.

PS, W. (2012). Pembangkit Listrik dengan Potensi Sumber Energi Setempat sebagai
Wujud Pemerataan Energi Listrik di Desa Tertinggal dan Terpencil. 151-164.

Reyes, B. A., Ruiz, R. C., Morales, J., Carvallo, C., Goguitchaichvili, A., Bautista, F., & Cruz,
J. M. (2012). Ficus benjamina leaves as indicator of atmospheric pollution: a
reconaissance study. 879-887.

Saragih, P. R., & Rachmawati, R. (t.thn.). Penyediaan Ruang Publik Taman Kota Berbasis
Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Mendukung Jakarta Smart City di
Taman Menteng, Jakarta Pusat.

Suad, L. M. (2017). Eksistensi Distribusi Beringin (Ficus spp.) Sebagai Mitigasi


Pencemaran Udara di Kota Yogyakarta. Eksistensi dan Distribusi, 165-172.

Wahid, A. (t.thn.). Analisis Kapasitas dan Kebutuhan Daya Listrik Untuk Menghemat
Penggunaan Energi Listrik di Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura.
LAMPIRAN

(a)

(b)
(c)

Anda mungkin juga menyukai