Anda di halaman 1dari 22

AYAT-AYAT TENTANG TUJUAN PENDIDIKAN

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Pendidikan

Dosen Pembimbing : Dr. Sriyono Fauzi


 
 Disusun Oleh Kelompok II :

1. Ria Yulaika ( 02.10943 )


2. Eva Dewimurdianingsih ( 02.10966 )
3. Diyah Dina Islami ( 02.10972 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT ISLAM MAMBA’UL ‘ULUM SURAKARTA
2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah


memberikan berlimpah nikmat berupa kesehatan jasmani maupun rohani kepada
Kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sampai selesai. Sholawat
dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi akhir zaman Muhammad SAW.

Kami menyadari tersusunnya makalah ini bukanlah semata-mata hasil


jerih payah kami sendiri, melainkan berkat bantuan berbagai pihak. Untuk itu,
Kami menghaturkan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu Kami dalam penyusunan makalah ini.

Semoga Allah SWT memberikan pahala yang setimpal dan menjadikan


amal sholeh bagi semua pihak yang telah turut berpartisipasi dalam penyelesaian
makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amiin Ya Rabbal’alamin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Surakarta, 5 Oktober 2020

Penulis

 
 
 

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………..1
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..2
DAFTAR ISI………………………………………………………………...……3
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………...4
A. Latar Belakang…………………………………………………………….4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………4
C. Tujuan Pembahasan……………………………………………….………5
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………6
A. Kandungan Q.S. Ali imran: 138-139……………………………………...6
B. Kandungan Q.S. Al fath : 29……………………………………………..10
C. Kandungan Q.S. Al-hajj : 41…………………………..…………….…...14
D. Kandungan Q.S. Az Dzariyat : 56…………………………….……….. 17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………20
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..22
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seperti kita ketahui sendiri, Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan


kepada Nabi Muhammad SAW, dengan perantara Malaikat Jibril AS secara
berangsur-angsur, berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas atas
petunjuk tersebut serta sebagai pembeda antara yang haq dan bathil agar bisa
membebaskan manusia dari kesesatan menuju jalan yang lurus. Atas dasar
tersebut, maka kami mencoba membahas Tafsir Surat Ali Imran ayat 138-139
yang menjelaskan tentang salah satu fungsi Al-Qur’an dari sekian banyak fungsi
lainnya yaitu sebagai petunjuk dan pembimbing menuju jalan yang benar agar kita
menjadi orang-orang yang bertaqwa.
Dan juga Tafsir surat Al Fath ayat 29 yang menjelaskan tentang pribadi
Rasulullah Saw dan para sahabat beliau. Beliau adalah seorang manusia biasa,
hanya saja beliau di beri wahyu oleh Allah Swt dan menjadi utusan-Nya. Beliau
adalah Nabi penutup dan sekaligus Rasul yang terakhir. Beliau diangkat menjadi
utusan Allah itu tidak untuk dipuji oleh sekalian umatnya, tidak untuk disanjung
dan dijunjung tinggi sampai setinggi langit, serta tidak untuk di dewa-dewakan,
atau senantiasa diperingati hari lahirnya oleh segenap pengikutnya, tetapi untuk
diikuti kepeminpinannya dalam urusan beriman kepada Allah, untuk dituruti
tuntunannya dalam hal cara beribadah kepada-Nya, serta untuk dicontoh akhlak
dan budi pekertinya dalam cara bergaul dan bermasyarakat dengan manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana isi kandungan surat Ali-Imron ayat 138-139?

2. Bagaimana isi kandungan surat Adz-Dzariyat ayat 56?

3. Bagaimana isi kandungan surat Al Fath ayat 29?

4. Bagaimana isi kandungan surat Al Hajj ayat 41?

4
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui tafsir surat Ali-Imron ayat 138-139
2. Untuk mengetahui tafsir surat Adz-Dzariyat ayat 56
3. Untuk mengetahui tafsir surat Al Fath ayat 29
4. Untuk mengetahui tafsir surat Al Hajj ayat 41

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. KANDUNGAN Q.S. ALI IMRAN: 138-139

1. Teks Surat Ali Imran Ayat 138-139

. َ‫ َواَل تَ ِهنُوا َواَل تَحْ زَ نُوا َوأَ ْنتُ ُم اأْل َ ْعلَوْ نَ إِ ْن ُك ْنتُ ْم ُم ْؤ ِمنِين‬. َ‫اس َوهُدًى َو َموْ ِعظَةٌ لِ ْل ُمتَّقِين‬
ِ َّ‫ان لِلن‬
ٌ َ‫هَ َذا بَي‬

Artinya : “(Al-Qur’an) ini adalah penjelasan bagi manusia, petunjuk dan


pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa (138). Dan Janganlah kamu merasa
lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati. Padahal kamu adalah orang yang
paling tinggi (derajatnya), jika kamu (benar-benar) beriman (139).

2. Tafsir Surat Ali Imran Ayat 138-139

(Al-Qur’an) ini adalah penjelasan bagi manusia, petunjuk dan pengajaran


bagi orang-orang yang bertakwa (138). Al-Qur’an ini adalah penerang bagi
manusia secara keseluruhan. Ini adalah kutipan peristiwa kemanusiaan telah jauh
berlalu, yang manusia sekarang tidak dapat mengetahuinya jika tidak akan
penerangan (penjelasan) yang menunjukannya. Akan tetapi, hanya segolongan
manusia tertentu saja yang mendapatkan petunjuk di dalamnya, mendapatkan
pelajarn dari padanya, mendapatkan manfaat dan menggapai petunjuknya. Mereka
itu adalah golongan “muttaqin” yaitu orang-orang yang bertaqwa.
Hal ini sesuai pandangan firman Allah Surat Al-Baqarah ayat 2 :

َ‫ْب فِي ِه هُدًى لِ ْل ُمتَّقِين‬


َ ‫ك ْال ِكتَابُ اَل َري‬
َ ِ‫َذل‬

“Kitab (AL-Qur’an) ini tidak ada kerguan padanya, petunjuk bagi orang-orang
yang bertaqwa”

6
Selain itu Rasulullah SAW bersabda:

ِ ‫ت فِي ُك ْم أَ ْم َري ِْن لَ ْن ت‬


‫َضلُّوا َما‬ َ ِ ‫ع َْن َمالِك أَنَّهُ بَلَ َغهُ أَ َّن َرسُو َل هَّللا‬
َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
ُ ‫ال ت ََر ْك‬
‫َاب هَّللا ِ َو ُسنَّةَ نَبِيِّه‬
َ ‫تَ َم َّس ْكتُْ…م بِ ِه َما ِكت‬

“Dari Imam Malik, beliau menyampaikan sesungguhnya Rasullah SAW


Bersabda: “Aku telah meninggalkan kepada kalian dua perkara, kamu takkan
pernah tersesat selama kalian berpegang teguh pada keduanya yaitu Kitabullah
(Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi.”

Surat Ali Imran ayat 138 juga memerintahkan untuk mempelajari


sunnatullah atau yang biasa disebut oleh seorang ilmuwan yang bernama Alexis
Carrel sebagai hukum-kukum kemasyarakatan/alam/materi. Hukum-hukum Alam
yaitu hukum-hukum yang bersifat umum dan pasti, tidak ada satu pun, di negeri
manapun yang dapat terbebaskan dari sanksi bila melanggarnya. Manusia yang
tidak bisa membedakan antara yang halal dan haram, yang baik dan buruk,
mereka akan terbentur oleh malapetaka, bencana dan kematian. Ini semata-mata
adalah sanksi otomatis, karena kepunahan adalah akhir dari mereka yang
melanggar hukum-hukum alam. Tidak heran hal ini diungkap Al-Qur’an, karena
Al-Qur’an mengatur kehidupan masyarakat dan berfungsi mengubah masyarakat
dan anggota-anggotanya dari kegelapan menuju cahaya, dari kehidupan negatif
menjadi positif.

Pernyataan Allah: (Al-Qur’an) Ini adalah penjelasan bagi manusiajuga


mengandung makna bahwa Allah tidak akan langsung menjatuhkan sanksi
sebelum manusia mengetahui sanksi itu. Karena terlebih dahulu Allah akan
memberikan petunjuk jalan dan peringatan (Hidayah-Nya). Dan Janganlah kamu
merasa lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati. Padahal kamu adalah
orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu (benar-benar) beriman (139).
Uraian yang diantar oleh ayat sebelumnya yang menguraikan tentang
adanya Sunnatullah atau hukum alam yang berlaku kepada manusia. Kalau pada

7
perang uhud Kaum Muslimin tidak meraih kemenangan, bahkan menderita luka
dan banyak yang mati syahid, walaupun dalam perang Badar mereka meraih
kemenangan dan berhasil menawan dan membunuh sekian banyak lawan mereka,
karena itu adalah bagian dari Sunnatullah.

Namun demikian, mereka tidak perlu berputus asa. Karena itu, Janganlah


kamu merasa lemah, menghadapi musuhmu dan musuh Allah, kuatkan
jasmaninya dan janganlah kamu bersedih hati akibat apa yang kamu alami perang
Uhud, atau peristiwa lain yang serupa, tapi kuatkan mentalmu untuk berusaha
yang lebih baik. Padahal kamu adalah orang yang paling tinggi (derajatnya) di
sisi Allah baik di dunia maupun akhirat, di dunia karena kamu memperjuangakan
kebenaran dan di akhirat karena kamu akan mendapatkan surga. Jadi mengapa
kamu bersedih hati sedangkan yang gugur diantara kamu akan menuju surga dan
yang luka akan mendapat luka akan mendapat ampunan dari Allah SWT. Ini jika
kamu (benar-benar) beriman, yakni jika keimanannya benar-benar mantap dalam
hatinya. Maka dari itu, kamu tidaklah perlu bersikap lemah dan bersedih hati atas
apa yang menimpamu dan luput darimu karena kamu adalah orang-orang yang
paling tinggi derajatnya. Aqidahmu lebih tinggi karena kamu hanya menyembah
kepada Allah saja. Sedangkan mereka menyembah kepada selain Allah. Maka jika
kamu benar-benar beriman maka kamu akan ditinggikan derajatnya dan tidak
akan mersa sedih karena semua itu adalah sunnatullah yang bisa ditimpakan pada
siapa saja yang Allah kehendaki. Akan tetapi, hanya kamulah yang akan mendapat
akibat (balasan kebaikan) setalah berijtihad dan berusaha keras dalam menempuh
ujian.

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:

‫ك‬ َ ‫يف َوفِي… ُكلٍّ َخ ْي ٌر احْ ِرصْ َعلَى َما يَ ْنفَ ُع‬ ِ ‫ْال ُم ْؤ ِمنُ ْالقَ ِويُّ خَ ْي ٌر َوأَ َحبُّ إِلَى هَّللا ِ ِم ْن ْال ُم ْؤ ِم ِن الض َِّع‬
ُ ‫صابَكَ َش ْي ٌء فَاَل تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَ َع ْل‬
ِ ‫ت َكانَ َك َذا َو َك َذا َولَ ِك ْن قُلْ قَ َد ُر هَّللا‬ َ َ‫َوا ْستَ ِع ْن بِاهَّلل ِ َواَل تَ ْع َج ْز َوإِ ْن أ‬
‫َو َما َشا َء فَ َع َل فَإِ َّن لَوْ تَ ْفتَ ُح َع َم َل ال َّش ْيطَان‬

8
Artinya : “Orang mu’min yang kuat (hatinya) lebih baik dan lebih dicintai oleh
Allah daripada orang mu’min yang lemah dan didalam keduanya terdapat
kebaikan (karena sama-sama beriman), dan bersemangatlah atas apa-apa yang
akan bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah
kamu berputus asa dan jika kamu sedang mendapat cobaan maka janganlah
kamu mengatakan : “seandainya aku berbuat seperti ini dan seperti itu” akan
tetapi katakanlah “ini semua adalah kuasa Allah dan merupakan kehendak-Nya”
karena sesungguhnya mengandai-andai akan membuka (pintu) godaan dari
perbuatan syetan”.

Kandungan Hukum dan Aspek Tarbawi:


(Al-Qur’an) ini adalah penjelasan bagi manusia, petunjuk dan pengajaran
bagi orang-orang yang bertakwa (138). Mempelajari sejarah umat-umat terdahulu
dan melihat berkasnya dengan melawat mengembara dengan sendirinya akan
memperoleh penjelasan, petunjuk dan pengajaran. Ilmu kita akan bertambah-
tambah tentang perjuangan hidup manusia didalam alam ini. Dalam ayat ini kita
berjumpa dengan anjuran mengetahui mengetahui beberapa ilmu penting.
Pertama, sejarah; kedua, ilmu bekas peninggalan sejarah; ketiga ilmu siasat
perang; keempat, ilmu siasat mengendalikan Negara. Di dalam sejarah misalnya
banyak kita temui hal-hal penting. Meskipun tidak seluruhnya ditulis di Al-Qur’an
hanya berkenaan dengan perjuangan Rasul-rasul., misalnya perjuangan Nabi
Musa AS menentang kezhaliman raja Fir’aun, atau Nabi Ibrahim AS menghadapi
kamunya dan Raja Namrud, namun yang tidak tertuils dalm Al-Qur’an dapat kita
cari dari bahan lain. Misalnya penyerbuan tentara Iskandar Macedonia dari Barat
ke Timur. Mengapa Iskandar yang tentaranya tidak mencukupi 100.000 orang bisa
mengalahkan tentara Darius, Raja Persia, yang jumlahnya hampir setengah juta?
sebab tentara Iskandar ringan, sigap, lincah. Sedangkan tentara Darius telah berat
oleh pakaian dan perhiasan. Darius hanya menggantungkan kekuatan hanya
kepada banyaknya jumlah tentara, padahal Iskandar mempunyai disiplin yang
teguh dan tentara yang cekatan. Al-Qur’an telah memberikan petunjuk kepada kita
tentang masalah-masalah strategi pertempuran menghadapi musuh, sampai

9
bagaimana kita mempersiapkan diri. Dalam hal ini, kita dianjurkan mengetahui
hakikat persiapan supaya kita melangkah dengan kewaspadaan dalam membela
kebenaran. Dan Janganlah kamu merasa lemah dan bersedih hati. Padahal kamu
adalah orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu (benar-benar) beriman
(139).
Sesungguhnya Allah melarang merasa susah terhadap apa yang telah
lewat, karena hal tersebut akan mengakibatkan seseorang kehilangan
semangatnya. Sebaliknya Allah tidak melarang hubungan seseorang dengan apa
yang dicintainya, yaitu harta, kekayaan, atau teman yang dapat memulihkan
kekuatannya, serta dapat mengisi hatinya dengan kegembiraan. Untuk itu kalian
adalah orang-orang yang lebih utama memiliki keteguhan tekad lantaran
pengetahuan kalian tentang balasan yang baik dan berpegang pada kebenaran.
Sekali waktu kemenangan berada pada pihak yang bathil, begitu pula sebaliknya
karena semua itu adalah Sunatullah. Sesungguhnya hari kemenangan hanyalah
bagi orang yang mengetahui dan mau memelihara sebab-sebab keberhasilan
dengan sebaik-baiknya seperti kesepatan, tidak pernah berselisih, teguh, selalu
berfikir, kuat tekadnya, dan mengambil persiapan serta menyusun segala kekuatan
yang ada untuk menghadapinya.

B. KANDUNGAN Q.S. AL FATH : 29

1. Teks Surat Al Fath ayat 29

ِ َّ‫ُم َح َّم ٌد َرسُو ُل هَّللا ِ َوالَّ ِذينَ َم َعهُ أَ ِش َّدا ُء َعلَى ْال ُكف‬
ْ َ‫ار ُر َح َما ُء بَ ْينَهُ ْم ت ََراهُ ْم ُر َّكعًا ُس َّجدًا يَ ْبتَ ُغونَ ف‬
‫ض……اًل‬
‫الس……جُو ِ…د َذلِ……كَ َمثَلُهُ ْم فِي التَّوْ َرا ِة َو َمثَلُهُْ…م فِي‬ ُّ ‫……ر‬ ِ َ‫ض…… َوانًا ِس……ي َماهُ ْم فِي ُوجُ……و ِه ِه ْ…م ِم ْن أَث‬ ْ ‫ِمنَ هَّللا ِ َو ِر‬
‫…زرَّا َع لِيَ ِغي…ظَ بِ ِه ُم‬
ُّ …‫ْجبُ ال‬ِ ‫اس…تَ َوى… َعلَى ُس…وقِ ِه يُع‬ ْ َ‫اس…تَ ْغلَظَ ف‬ ْ …‫ع أَ ْخ َر َج َش‬
ْ َ‫طأَهُ فَ……آ َز َرهُ ف‬ ٍ ْ‫اإْل ِ ْن ِجي ِل َكزَر‬
ِ ‫ت ِم ْنهُ ْم َم ْغفِ َرةً َوأَجْ رًا ع‬
.‫َظي ًما‬ ِ ‫ْال ُكفَّا َر َو َع َد هَّللا ُ الَّ ِذينَ َءا َمنُوا َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا‬

Artinya : “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama
dia adalah keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama

10
mereka: kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan
keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam lnjil,
yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan
tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya;
tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan orang-orang mu’min). Allah
menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan menegakan amal yang saleh
di antara mereka ampunan dan pahala yang besar”.

2. Tafsir Surat Al Fath ayat 29

Menurut al-Hâkim dan lain-lain dari al-Miswar bin Makhramah dan Marwân
bin al-Hakam, surat al-Fath ini mulai dari awal hingga akhir diturunkan antara
Makkah dan Madinah dalam konteks perjanjian damai Hudaibiyyah. Perjanjian ini
kelak mengantarkan penaklukan kota Makkah dan tampilnya negara Islam sebagai
adidaya baru di Jazirah Arab. Agar dapat dipahami konteksnya, ayat ini harus
dihubungkan dengan ayat sebelumnya, yang dalam istilah ‘Ulûm al-Qur’ân
disebut Munâsabât bayn al-âyah, yaitu ayat:

ْ ‫ق لِي‬
‫ُظ ِه َرهُ َعلَى ال ِّدي ِْن ُكلِّ ِه َو َكفَى بِاهللِ َش ِه ْيدًا‬ ِّ ‫ه َُو الَّ ِذيْ أَرْ َس َل َرسُوْ لَهُ بِ ْالهُدَى َو ِدي ِْن ْال َح‬

“Dialah Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa kebenaran dan


agama yang haq untuk memenangkannya atas agama-agama yang ada
seluruhnya. Cukuplah Allah sebagai saksinya.” (QS al-Fath : 28).
Dari sinilah frasa Muhammad[un] Rasûlullâh (Muhammad Rasulullah)
dapat  dipahami kedudukannya sebagai kalimat penjelas (jumlah mubayyinah)
terhadap Rasul yang diutus oleh Allah dengan membawa hidayah dan agama
yang haqq. Mengenai kata Muhammad[un] dalam ayat di atas, sebagian ulama
tafsir mempunyai dua pandangan. Ada yang menyatakannya sebagai subyek
(mubtada’), dengan kata Rasûlullâh merupakan predikat (khabar), ada juga yang

11
menyatakan, bahwa kata Muhammad[un]  adalah subyek
(mubtada’), Rasûlullâh adalah sifat subyek, sedangkan predikatnya
adalah asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr. Jika kita memilih pendapat yang pertama, 
konotasinya: Muhammad adalah utusan Allah. Sebaliknya, jika pendapat kedua
yang dipilih, konotasinya:Muhammad, Rasulullah.
Sementara itu, frasa walladzîna ma‘ah[u] (dan orang-orang yang
bersamanya), dengan diawali huruf waw di depannya, ada yang menyatakan
sebagai subyek kedua setelah subyek pertama, yaitu: Muhammad[un]; kemudian
frasa asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr—menurut pendapat ini—kedudukannya sebagai
predikat kedua setelah predikat pertama, yakni kata Rasûlullâh. Namun, ada juga
yang menyatakan, bahwa frasa walladzîna ma’ah[u] adalahma‘thûf ‘alayh (frasa
yang dihubungkan) dengan Muhammad[un]sehingga subyek dan predikatnya
hanya satu, masing-masing adalah Muhammad[un] dan asyiddâ’ ‘alâ al-
kuffâr. Jika dipilih alternatif pertama, konotasinya: Muhammad adalah utusan
Allah dan orang-orang yang bersamanya (sahabat) adalah orang-orang yang
sangat keras terhadap orang kafir dan sangat mencintai sesama mereka. Jika
pilihan kedua yang diambil, konotasinya:Muhammad, utusan Allah, dan orang-
orang yang bersamanya (sahabat) adalah orang-orang yang sangat keras
terhadap orang kafir dan sangat mencintai sesama mereka.
Inilah hasil pembacaan terhadap struktur lafal yang berbeda dan
implikasinya terhadap makna yang terdapat dalam ayat tersebut. Hanya saja,
perbedaan tersebut tidak membawa implikasi yang serius terhadap makna ayat di
atas secara keseluruhan. Di sisi lain, as-Suyûthi, menjelaskan bahwa
dinyatakannya: asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr (keras terhadap orang-orang Kafir)
dan ruhamâ’ baynahum (mencintai sesama mereka), menunjukkan keunikan sifat
Rasulullah dan para sahabat, yang memadukan ketegasan dan kekerasan (terhadap
orang kafir) dengan kasih-sayang (terhadap sesama Muslim). Seandainya hanya
dinyatakan asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr (keras terhadap orang-orang kafir), tentu akan
menimbulkan persepsi, seakan-akan mereka adalah orang-orang yang kasar.
Karena itu, dengan dinyatakan, ruhamâ’ baynahum (mencintai sesama mereka),

12
kesan tersebut hilang. Struktur seperti ini, persis seperti yang digunakan oleh
Allah dalam ayat lain:
َ‫أَ ِذلَّةٌ َعلَى ْال ُم ْؤ ِمنِ ْينَ أَ ِع َّزةٌ َعلَى ْال َكافِ ِر ْين‬

“Yang bersikap lemah-lembut kepada orang Mukmin dan yang bersikap keras
terhadap orang-orang kafir”. (QS al-Maidah: 54).

Lalu apa maksud dari frasa asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr (sangat keras terhadap


orang-orang Kafir) dan ruhamâ’ baynahum (sangat mencintai sesama mereka)
dalam ayat tersebut? Apakah ini hanya sifat Rasul dan para sahabatnya yang ikut
dalam Perjanjian Hudaibiyah saja atau bersifat umum meliputi karakter seluruh
para sahabat?. Kata asyiddâ’ adalah bentuk plural non-jender (jamak taktsîr) dari
kata  syadîd   (orang yang keras). Kata ruhamâ’ juga merupakan
jamak taktsîr dari kata rahîm (orang yang mengasihi). Kebanyakan ahli tafsir,
seperti al-Qurthubi dan as-Syaukani, menjelaskan konotasi dari frasa asyiddâ’
‘alâ al-kuffârtersebut dengan menggunakan penafsiran Ibn ‘Abbâs, pakar tafsir,
murid Rasulullah saw., yang menyatakan: ghilâdh[un] ‘alayhim ka al-asad[i]
‘alâ farîsatih[i] (keras terhadap mereka, bak singa terhadap mangsa buruannya).
Secara umum, as-Suyuthi, menjelaskan maksud frasa tersebut dan frasa
berikutnya, bahwa mereka keras dan tegas terhadap siapa saja yang menyimpang
dari agamanya, dan saling kasih-mengasihi di antara sesama mereka (Muslim).
Inilah maksud dari frasaasyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr ruhamâ’ baynahum. Sebagian ahli
tafsir, menyebutkan bahwa sifat tersebut merupakan sifat sahabat yang terlibat
dalam kasus Hudaibiyah. Namun, pandangan ini dibantah oleh as-Syaukani,
berdasarkan kaidah:
‫ْص‬ ِ ‫اَ ْل ُع ُموْ ُم يَ ْبقَى بِ ُع ُموْ ِم ِه َمالَ ْم يَ ِر ْد َدلِ ْي ُل التَّ ْخ‬
ِ ‫صي‬

“Keumuman itu tetap berlaku sesuai dengan keumumannya selama tidak ada
dalil pengkhusus yang dinyatakan (untuk mengkhususkannya)”.

13
Dari sini, beliau berpendapat, bahwa yang lebih tepat adalah
menginterpretasikan makna umum sesuai dengan keumumannya. Dengan
demikian, sifat tersebut merupakan sifat seluruh sahabat Rasulullah Saw.
Mereka juga ruku’ dan sujud dengan tulus ikhlas karena Allah, senantiasa mencari
karunia Allah dan keridhaan-Nya yang agung.. demikian itulah sifat-sifat yang
agung dan luhur serta tinggi. Demikian itulah keadaan orang mukmin pengikut
Nabi Muhammad SAW. Allah menjanjikan untuk orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal-amal yang shaleh di antara mereka yang bersama Nabi serta
siapapun yang mengikuti cara hidup mereka dapat mencapai kesempurnaan atau
luput dari kesalahan atau dosa. Kalimat asyidda’u ‘ala al-kuffar sering kali
dijadikan oleh sementara orang sebagai bukti keharusan bersikap keras terhadap
non muslim. Kalaupun dipahami sebagai sikap keras, maka itu dalam konteks
peperangan dan penegakan sanksi hukum yang dibenarkan agama. Ini serupa
dengan firman-Nya.

“… dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk


(menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akherat
…” (QS. 24:2). Dari hal diatas dapat kita ketahui makna yang terkandung dari
ayat diatas sebagai berikut:

1. Mewujudkan rasa hormat dan rasa kasih sayang sesama manusia.


2. Mewujudkan seorang hamba yang ahli sujud dan taubat.
3. Mewujudkan manusia yang selalu menyenangkan orang lain.

C. KANDUNGAN Q.S. AL-HAJJ : 41

1. Teks Ayat dan Terjemah

ۗ ‫ُوف َونَهَوْ ا… ع َِن ْال ُم ْن َك ِر‬


ِ ‫صاَل ةَ َوآتَ ُوا… ال َّز َكاةَ َوأَ َمرُوا بِ ْال َم ْعر‬
َّ ‫ض أَقَا ُموا ال‬
ِ ْ‫الَّ ِذينَ إِ ْن َم َّكنَّاهُ ْم فِي اأْل َر‬
ُ
ِ ‫َوهَّلِل ِ عَاقِبَةُ اأْل ُم‬
‫ور‬

14
Artinya : “(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di
muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh
berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-
lah kembali segala urusan.”
Ayat ini menerangkan tentang keadaan orang-orang yang diberikan
kemenangan dan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi; yakni Kami
berikan mereka kekuasaan mengelola satu wilayah dalam keadaan mereka yang
merdeka niscaya mereka melaksanakan shalat secara sempurna rukun, syarat, dan
sunnah-sunnahnya dan mereka juga menunaikan zakat sesuai kadarnya. Serta
mereka menyuruh anggota masyarakatnya agar berbuat yang ma’ruf serta
mencegah dari yang munkar.Ayat di atas mencerminkan sekelumit dari ciri-ciri
masyarakat yang diidamkan Islam, kapan dan di manapun, dan yang telah terbukti
dalam sejarah melalui masyarakat Nabi Muhammad SAW dan para sahabat
beliau. Al-Qur’an mengisyaratkan kedua nilai di atas dalam firman-Nya dalam
surah Ali Imran, ayat 104 yang berbunyi:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar;
mereka adalah orang-orang yang beruntung”. (QS 3:104)
Kaitannya dengan tujuan pendidikan sebagai berikut:

1. Mewujudkan seorang yang selalu menegakkan kebenaran dan mencegah


kemunkaran.
2. Mewujudkan manusia yang selalu bertawaqqal pada Allah.

2. Penjelasan Ayat

Di zaman era globalisasi ini pendidikan sangatlah penting bagi manusia,


pendidikan adalah salah satu sarana bagi seseorang untuk menata hidupnya
sedemikian rupa, tapi, dilihat dari kenyataannya, pendidikan di zaman modern ini
tidak mampu membuat kehidupan social yang bermoral, apakah pendidikan

15
sekarang sudah benar dan berkualitas ?. Telah banyak institusi-institusi yang
bergerak di bidang pendidikan yang memiliki fasilitas dan kualitas yang bagus,
ternyata belum bisa menciptakan manusia-manusia yang beradab. Ini dikarenakan
institusi-institusi pendidikan banyak menerapkan visi dan misi pragmatis yang
dibawa dari Negara bagian barat. Tidak ada lagi penanaman nilai-nilai spiritual,
kebaikan dan bermoral didalam institusi tersebut. Sekarang, institusi-institusi
pendidikan kebanyakannya telah berubah menjadi industry bisnis yang
mengajarkan manusia untuk bekerja supaya memperoleh kesenangan dan
kemakmuran diri sendiri, perusahaan dan Negara, sehingga nilai-nilai moral
sebagai manusia tak pernah diajarkan.

Kaum muslimin pun telah terkena dampak dari pengaruh hegemoni dunia
barat tersebut. Banyak kaum muslimin yang mempunyai tingkat pendidikan yang
tinggi, tetapi mereka tidak bisa menjadi muslim yang berakhlak mulia. Ini
dikarenakan institusi pendidikan tempat mereka belajar dahulu menerapkan visi
dan misi pragmatis. Inilah saatnya kita kembali kepada rujukan yang tidak ada
cacatnya yaitu Al-Qur’an. Al-Quran ternyata lebih memiliki system
yang komprehensif dan integritas dibandingkan system pendidikan dunia barat.
Islam mempunyai tujuan utama yaitu “mendapatkan ridho Allah S.W.T”,
diharapkan dengan diterapkan tujuan ini di dalam pendidikan, manusia bisa
menjadi orang-orang yang bermoral, mempunyai kualitas, dan bermanfaat, tidak
hanya buat diri sendiri tetapi juga buat keluarga, masyarakat, Negara, bahkan buat
ummat manusia sedunia dengan landasan mendapatkan ridho Allah S.W.T.

Abdul Fatah Jalal menyatakan bahwa tujuan pendidikan yang dapat dilihat
dari surat Al hajj ayat 41:

“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi
niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat
ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah
kembali segala urusan”.

16
Ayat ini mengemukakan tentang tujuan pendidikan yang membentuk
masyarakat yang diidam-idamkan, yaitu mempunyai pemimpin dan anggota-
anggota yang bertakwa, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, menegakkan
nilai-nilai ma’ruf (perkembangan positif) dalam masyarakat dan mencegah
perbuatan yang munkar. Untuk itu hendaklah kita benahi pendidikan kita yang
telah terpedaya dengan system yang dibuat oleh dunia barat. Dari sekarang
hendaklah kita pada umumnya dan pendidik pada khususnya merubah tujuan
pendidikan kita, yaitu untuk “mendapatkan ridho Allah S.W.T. dan menjadi
hamba Allah yang patuh terhadap perintah-Nya”. apabila tujuan kita
berlandaskan dengan ini, maka dunia akan terjamin keselamatannya, dan manusia
akan mempunyai moral yang berakhlak mulia. Sehingga dapat kita capai tujuan
akhir dari pendidikan seperti yang dikatakan oleh Muhammad Athiyah al-
Abrasyi, yaitu: Terbinanya akhlak manusia. Manusia benar-benar siap untuk
hidup didunia dan diakhirat. Ilmu dapat benar-benar dikuasai dengan moral
manusia yang mantap dan manusia benar-benar terampil bekerja di dalam
masyarakat.
 
D. KANDUNGAN Q.S. Az Dzariyat : 56

Allah subhanahu wata’ala berfirman:


َ ِ ‫ت ْال ِج َّن َواإْل‬
‫نس إِاَّل لِيَ ْعبُدُو ِن‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬

“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah


kapadaku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Surat az-Zariyat ayat 56 berbicara tentang tujuan penciptaan jin dan


manusia. Di dalam Surat az-Zariyat ayat 56 dijelaskan, jin dan manusia diciptakan
oleh Allah SWT untuk beribadah kepadaNya. Surat az-Zariyat ayat 56
menegaskan bahwa tujuan hidup penciptaan keduanya adalah untuk beribadah.
Artinya, Surat az-Zariyat ayat 56 menegaskan kepada bahwa jin dan manusia
sebagai makhluk yang mau beribadah. Sebab, keduanya telah diberi kemampuan

17
berpikir dan keinginan. Dengan berbekal kemampuan tersebut, jin dan manusia
dituntut untuk beribadah secara total. Terlebih lagi manusia yang didaulat sebagai
makhluk terbaik penciptaannya, karena dibekali akal dan pikiran. Dalam hal ini,
ibadah yang dijalankan bukan hanya sebatas ritual semata. Ibadah di sini
mencakup beragam aspek, baik ibadah yang bersifat individu atau sosial. Manusia
dibebankan untuk menjalankan ibadah dengan ikhlas dan tulus.

َ ِ ‫ت ْال ِج َّن َواإْل‬


‫نس إِاَّل لِيَ ْعبُدُو ِن‬ ُ ‫ َو َما َخلَ ْق‬ 

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melaikan agar mereka beribadah
kepada-Ku" (QS. az-Zariyat: 56).

Di dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, Allah SWT memerintahkan jin dan
manusia diperintahkan untuk beribadah bukan karena Allah butuh disembah.
Akan tetapi, Allah SWT ingin menguji ketaatan jin dan manusia sebagai makhluk
yang telah Dengan beribadah, jin dan manusia diberi pilihan untuk taat atau
membangkang dari perintah Allah SWT. Kedua pilihan tersebut akan
menghantarkan pada kebahagiaan dan kecelakaan bagi jin dan manusia sendiri.
"Diriwayatkan dari sahabat Zaid bin Aslam tentang penjelasan firman Allah SWT

َ ‫ت ْال ِج َّن َواإل ْن‬


( ‫س إِال لِيَ ْعبُ…دُو ِن‬ ُ ‫) َو َم……ا خَ لَ ْق‬, Ia berkata: Allah SWT memaksa jin dan
manusia untuk memulih antara celaka atau bahagia" (Tafsir at-Thabari, hal. 523).

Sebagaimana dijelaskan di atas, ibadah yang dimaksudkan bukan hanya


ibadah-ibadah yang bersifat ritus semata. Hal ini perlu dipertegas karena sebagian
orang beranggapan bahwa selain shalat, zakat, puasa, haji dan mengucapkan
syahadat tidak termasuk ibadah. Padahal, ibadah itu mencakup segala aspek
kehidupan, baik amal, pikiran, dan perasaan yang disandarkan kepada Allah SWT.
Ibadah adalah jalan hidup yang mecakup semua hal yang bermuara pada Allah
SWT. Oleh karena itu, kita belum benar-benar dikatakan beriman hanya karena
menjalankan shalat lima waktu. Keimanan yang diukur dari ritual yang tampak
semata hanya mengkerdilkan makna iman itu sendiri. Dan biasanya, pemahaman
seperti ini sering kita jumpai di kalangan orang awam. Akan tetapi, untuk

18
mengawali dalam melatih beribadah secara istiqamah dan ikhlas. Yang terpenting
ia tidak merasa dirinya paling baik serta selalu benar perbuatannya. Sebab,
mukmin sejati tidak akan menyombongkan dirinya sendiri.

 
 
 
 
 
 
 

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulannya, bahwa didalam Surat Ali Imran ayat 138-139


mengandung perintah untuk melakukan persiapan, menyediakan segala
sesuatunya termasuk dengan tekad dan semangat yang benar, di samping
keteguhan hati dan tawakkal kepada Allah. Supaya kita bisa meraih keberhasilan
dan mendapatkan apa yang kita inginkan, serta dapat mengembalikan kerugian
atau kegagalan-kegagalan yang telah diderita.

Pada Surat Al Fath ayat 29 ini mengandung perintah untuk mewujudkan


rasa hormat dan rasa kasih sayang sesama manusia, menunjukkan bahwa seorang
hamba haruslah selalu sujud dan taubat kepada Allah Swt, serta mengingatkan
kepada manusia untuk selalu menyenangkan orang lain.

Al-Hajj (22) Ayat 41 Ayat ini menerangkan tentang keadaan orang-orang


yang diberikan kemenangan dan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka
bumi; yakni Kami berikan mereka kekuasaan mengelola satu wilayah dalam
keadaan mereka yang merdeka niscaya mereka melaksanakan shalat secara
sempurna rukun, syarat, dan sunnah-sunnahnya dan mereka juga menunaikan
zakat sesuai kadarnya. Serta mereka menyuruh anggota masyarakatnya agar
berbuat yang ma’ruf serta mencegah dari yang munkar.Ayat di atas
mencerminkan sekelumit dari ciri-ciri masyarakat yang diidamkan Islam, kapan
dan di manapun, dan yang telah terbukti dalam sejarah melalui masyarakat Nabi
Muhammad SAW dan para sahabat beliau.

Surat az-Zariyat ayat 56 menegaskan bahwa tujuan hidup penciptaan


keduanya adalah untuk beribadah. Artinya, Surat az-Zariyat ayat 56 menegaskan

20
kepada bahwa jin dan manusia sebagai makhluk yang mau beribadah. Sebab,
keduanya telah siberi kemamampuan berkeinginan dan berfikir.

 
 
 
 
 

21
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya. 1989. Semarang: Toha


Putera.

Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Tafsir Al-Maraghi. 1993. Semarang: PT. Karya


Toha Putra.

Al-Syeikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq. Lubaabut


Tafsir Min Ibni Katsiir.  2003. Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.

Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zilalil-Qur’an. 2004. Jakarta: Gema Insani.

https://www.dutaislam.com/2019/10/tafsir-surat-az-zariyat-ayat-56-tujuan-
diciptakannya-manusia.html

22

Anda mungkin juga menyukai