1
KATA PENGANTAR
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………..1
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..2
DAFTAR ISI………………………………………………………………...……3
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………...4
A. Latar Belakang…………………………………………………………….4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………4
C. Tujuan Pembahasan……………………………………………….………5
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………6
A. Kandungan Q.S. Ali imran: 138-139……………………………………...6
B. Kandungan Q.S. Al fath : 29……………………………………………..10
C. Kandungan Q.S. Al-hajj : 41…………………………..…………….…...14
D. Kandungan Q.S. Az Dzariyat : 56…………………………….……….. 17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………20
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..22
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana isi kandungan surat Ali-Imron ayat 138-139?
4
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui tafsir surat Ali-Imron ayat 138-139
2. Untuk mengetahui tafsir surat Adz-Dzariyat ayat 56
3. Untuk mengetahui tafsir surat Al Fath ayat 29
4. Untuk mengetahui tafsir surat Al Hajj ayat 41
5
BAB II
PEMBAHASAN
. َ َواَل تَ ِهنُوا َواَل تَحْ زَ نُوا َوأَ ْنتُ ُم اأْل َ ْعلَوْ نَ إِ ْن ُك ْنتُ ْم ُم ْؤ ِمنِين. َاس َوهُدًى َو َموْ ِعظَةٌ لِ ْل ُمتَّقِين
ِ َّان لِلن
ٌ َهَ َذا بَي
“Kitab (AL-Qur’an) ini tidak ada kerguan padanya, petunjuk bagi orang-orang
yang bertaqwa”
6
Selain itu Rasulullah SAW bersabda:
7
perang uhud Kaum Muslimin tidak meraih kemenangan, bahkan menderita luka
dan banyak yang mati syahid, walaupun dalam perang Badar mereka meraih
kemenangan dan berhasil menawan dan membunuh sekian banyak lawan mereka,
karena itu adalah bagian dari Sunnatullah.
ك َ يف َوفِي… ُكلٍّ َخ ْي ٌر احْ ِرصْ َعلَى َما يَ ْنفَ ُع ِ ْال ُم ْؤ ِمنُ ْالقَ ِويُّ خَ ْي ٌر َوأَ َحبُّ إِلَى هَّللا ِ ِم ْن ْال ُم ْؤ ِم ِن الض َِّع
ُ صابَكَ َش ْي ٌء فَاَل تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَ َع ْل
ِ ت َكانَ َك َذا َو َك َذا َولَ ِك ْن قُلْ قَ َد ُر هَّللا َ ََوا ْستَ ِع ْن بِاهَّلل ِ َواَل تَ ْع َج ْز َوإِ ْن أ
َو َما َشا َء فَ َع َل فَإِ َّن لَوْ تَ ْفتَ ُح َع َم َل ال َّش ْيطَان
8
Artinya : “Orang mu’min yang kuat (hatinya) lebih baik dan lebih dicintai oleh
Allah daripada orang mu’min yang lemah dan didalam keduanya terdapat
kebaikan (karena sama-sama beriman), dan bersemangatlah atas apa-apa yang
akan bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah
kamu berputus asa dan jika kamu sedang mendapat cobaan maka janganlah
kamu mengatakan : “seandainya aku berbuat seperti ini dan seperti itu” akan
tetapi katakanlah “ini semua adalah kuasa Allah dan merupakan kehendak-Nya”
karena sesungguhnya mengandai-andai akan membuka (pintu) godaan dari
perbuatan syetan”.
9
bagaimana kita mempersiapkan diri. Dalam hal ini, kita dianjurkan mengetahui
hakikat persiapan supaya kita melangkah dengan kewaspadaan dalam membela
kebenaran. Dan Janganlah kamu merasa lemah dan bersedih hati. Padahal kamu
adalah orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu (benar-benar) beriman
(139).
Sesungguhnya Allah melarang merasa susah terhadap apa yang telah
lewat, karena hal tersebut akan mengakibatkan seseorang kehilangan
semangatnya. Sebaliknya Allah tidak melarang hubungan seseorang dengan apa
yang dicintainya, yaitu harta, kekayaan, atau teman yang dapat memulihkan
kekuatannya, serta dapat mengisi hatinya dengan kegembiraan. Untuk itu kalian
adalah orang-orang yang lebih utama memiliki keteguhan tekad lantaran
pengetahuan kalian tentang balasan yang baik dan berpegang pada kebenaran.
Sekali waktu kemenangan berada pada pihak yang bathil, begitu pula sebaliknya
karena semua itu adalah Sunatullah. Sesungguhnya hari kemenangan hanyalah
bagi orang yang mengetahui dan mau memelihara sebab-sebab keberhasilan
dengan sebaik-baiknya seperti kesepatan, tidak pernah berselisih, teguh, selalu
berfikir, kuat tekadnya, dan mengambil persiapan serta menyusun segala kekuatan
yang ada untuk menghadapinya.
ِ َُّم َح َّم ٌد َرسُو ُل هَّللا ِ َوالَّ ِذينَ َم َعهُ أَ ِش َّدا ُء َعلَى ْال ُكف
ْ َار ُر َح َما ُء بَ ْينَهُ ْم ت ََراهُ ْم ُر َّكعًا ُس َّجدًا يَ ْبتَ ُغونَ ف
ض……اًل
الس……جُو ِ…د َذلِ……كَ َمثَلُهُ ْم فِي التَّوْ َرا ِة َو َمثَلُهُْ…م فِي ُّ ……ر ِ َض…… َوانًا ِس……ي َماهُ ْم فِي ُوجُ……و ِه ِه ْ…م ِم ْن أَث ْ ِمنَ هَّللا ِ َو ِر
…زرَّا َع لِيَ ِغي…ظَ بِ ِه ُم
ُّ …ْجبُ الِ اس…تَ َوى… َعلَى ُس…وقِ ِه يُع ْ َاس…تَ ْغلَظَ ف ْ …ع أَ ْخ َر َج َش
ْ َطأَهُ فَ……آ َز َرهُ ف ٍ ْاإْل ِ ْن ِجي ِل َكزَر
ِ ت ِم ْنهُ ْم َم ْغفِ َرةً َوأَجْ رًا ع
.َظي ًما ِ ْال ُكفَّا َر َو َع َد هَّللا ُ الَّ ِذينَ َءا َمنُوا َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا
Artinya : “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama
dia adalah keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama
10
mereka: kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan
keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam lnjil,
yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan
tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya;
tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan orang-orang mu’min). Allah
menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan menegakan amal yang saleh
di antara mereka ampunan dan pahala yang besar”.
Menurut al-Hâkim dan lain-lain dari al-Miswar bin Makhramah dan Marwân
bin al-Hakam, surat al-Fath ini mulai dari awal hingga akhir diturunkan antara
Makkah dan Madinah dalam konteks perjanjian damai Hudaibiyyah. Perjanjian ini
kelak mengantarkan penaklukan kota Makkah dan tampilnya negara Islam sebagai
adidaya baru di Jazirah Arab. Agar dapat dipahami konteksnya, ayat ini harus
dihubungkan dengan ayat sebelumnya, yang dalam istilah ‘Ulûm al-Qur’ân
disebut Munâsabât bayn al-âyah, yaitu ayat:
ْ ق لِي
ُظ ِه َرهُ َعلَى ال ِّدي ِْن ُكلِّ ِه َو َكفَى بِاهللِ َش ِه ْيدًا ِّ ه َُو الَّ ِذيْ أَرْ َس َل َرسُوْ لَهُ بِ ْالهُدَى َو ِدي ِْن ْال َح
11
menyatakan, bahwa kata Muhammad[un] adalah subyek
(mubtada’), Rasûlullâh adalah sifat subyek, sedangkan predikatnya
adalah asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr. Jika kita memilih pendapat yang pertama,
konotasinya: Muhammad adalah utusan Allah. Sebaliknya, jika pendapat kedua
yang dipilih, konotasinya:Muhammad, Rasulullah.
Sementara itu, frasa walladzîna ma‘ah[u] (dan orang-orang yang
bersamanya), dengan diawali huruf waw di depannya, ada yang menyatakan
sebagai subyek kedua setelah subyek pertama, yaitu: Muhammad[un]; kemudian
frasa asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr—menurut pendapat ini—kedudukannya sebagai
predikat kedua setelah predikat pertama, yakni kata Rasûlullâh. Namun, ada juga
yang menyatakan, bahwa frasa walladzîna ma’ah[u] adalahma‘thûf ‘alayh (frasa
yang dihubungkan) dengan Muhammad[un]sehingga subyek dan predikatnya
hanya satu, masing-masing adalah Muhammad[un] dan asyiddâ’ ‘alâ al-
kuffâr. Jika dipilih alternatif pertama, konotasinya: Muhammad adalah utusan
Allah dan orang-orang yang bersamanya (sahabat) adalah orang-orang yang
sangat keras terhadap orang kafir dan sangat mencintai sesama mereka. Jika
pilihan kedua yang diambil, konotasinya:Muhammad, utusan Allah, dan orang-
orang yang bersamanya (sahabat) adalah orang-orang yang sangat keras
terhadap orang kafir dan sangat mencintai sesama mereka.
Inilah hasil pembacaan terhadap struktur lafal yang berbeda dan
implikasinya terhadap makna yang terdapat dalam ayat tersebut. Hanya saja,
perbedaan tersebut tidak membawa implikasi yang serius terhadap makna ayat di
atas secara keseluruhan. Di sisi lain, as-Suyûthi, menjelaskan bahwa
dinyatakannya: asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr (keras terhadap orang-orang Kafir)
dan ruhamâ’ baynahum (mencintai sesama mereka), menunjukkan keunikan sifat
Rasulullah dan para sahabat, yang memadukan ketegasan dan kekerasan (terhadap
orang kafir) dengan kasih-sayang (terhadap sesama Muslim). Seandainya hanya
dinyatakan asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr (keras terhadap orang-orang kafir), tentu akan
menimbulkan persepsi, seakan-akan mereka adalah orang-orang yang kasar.
Karena itu, dengan dinyatakan, ruhamâ’ baynahum (mencintai sesama mereka),
12
kesan tersebut hilang. Struktur seperti ini, persis seperti yang digunakan oleh
Allah dalam ayat lain:
َأَ ِذلَّةٌ َعلَى ْال ُم ْؤ ِمنِ ْينَ أَ ِع َّزةٌ َعلَى ْال َكافِ ِر ْين
“Yang bersikap lemah-lembut kepada orang Mukmin dan yang bersikap keras
terhadap orang-orang kafir”. (QS al-Maidah: 54).
“Keumuman itu tetap berlaku sesuai dengan keumumannya selama tidak ada
dalil pengkhusus yang dinyatakan (untuk mengkhususkannya)”.
13
Dari sini, beliau berpendapat, bahwa yang lebih tepat adalah
menginterpretasikan makna umum sesuai dengan keumumannya. Dengan
demikian, sifat tersebut merupakan sifat seluruh sahabat Rasulullah Saw.
Mereka juga ruku’ dan sujud dengan tulus ikhlas karena Allah, senantiasa mencari
karunia Allah dan keridhaan-Nya yang agung.. demikian itulah sifat-sifat yang
agung dan luhur serta tinggi. Demikian itulah keadaan orang mukmin pengikut
Nabi Muhammad SAW. Allah menjanjikan untuk orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal-amal yang shaleh di antara mereka yang bersama Nabi serta
siapapun yang mengikuti cara hidup mereka dapat mencapai kesempurnaan atau
luput dari kesalahan atau dosa. Kalimat asyidda’u ‘ala al-kuffar sering kali
dijadikan oleh sementara orang sebagai bukti keharusan bersikap keras terhadap
non muslim. Kalaupun dipahami sebagai sikap keras, maka itu dalam konteks
peperangan dan penegakan sanksi hukum yang dibenarkan agama. Ini serupa
dengan firman-Nya.
14
Artinya : “(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di
muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh
berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-
lah kembali segala urusan.”
Ayat ini menerangkan tentang keadaan orang-orang yang diberikan
kemenangan dan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi; yakni Kami
berikan mereka kekuasaan mengelola satu wilayah dalam keadaan mereka yang
merdeka niscaya mereka melaksanakan shalat secara sempurna rukun, syarat, dan
sunnah-sunnahnya dan mereka juga menunaikan zakat sesuai kadarnya. Serta
mereka menyuruh anggota masyarakatnya agar berbuat yang ma’ruf serta
mencegah dari yang munkar.Ayat di atas mencerminkan sekelumit dari ciri-ciri
masyarakat yang diidamkan Islam, kapan dan di manapun, dan yang telah terbukti
dalam sejarah melalui masyarakat Nabi Muhammad SAW dan para sahabat
beliau. Al-Qur’an mengisyaratkan kedua nilai di atas dalam firman-Nya dalam
surah Ali Imran, ayat 104 yang berbunyi:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar;
mereka adalah orang-orang yang beruntung”. (QS 3:104)
Kaitannya dengan tujuan pendidikan sebagai berikut:
2. Penjelasan Ayat
15
sekarang sudah benar dan berkualitas ?. Telah banyak institusi-institusi yang
bergerak di bidang pendidikan yang memiliki fasilitas dan kualitas yang bagus,
ternyata belum bisa menciptakan manusia-manusia yang beradab. Ini dikarenakan
institusi-institusi pendidikan banyak menerapkan visi dan misi pragmatis yang
dibawa dari Negara bagian barat. Tidak ada lagi penanaman nilai-nilai spiritual,
kebaikan dan bermoral didalam institusi tersebut. Sekarang, institusi-institusi
pendidikan kebanyakannya telah berubah menjadi industry bisnis yang
mengajarkan manusia untuk bekerja supaya memperoleh kesenangan dan
kemakmuran diri sendiri, perusahaan dan Negara, sehingga nilai-nilai moral
sebagai manusia tak pernah diajarkan.
Kaum muslimin pun telah terkena dampak dari pengaruh hegemoni dunia
barat tersebut. Banyak kaum muslimin yang mempunyai tingkat pendidikan yang
tinggi, tetapi mereka tidak bisa menjadi muslim yang berakhlak mulia. Ini
dikarenakan institusi pendidikan tempat mereka belajar dahulu menerapkan visi
dan misi pragmatis. Inilah saatnya kita kembali kepada rujukan yang tidak ada
cacatnya yaitu Al-Qur’an. Al-Quran ternyata lebih memiliki system
yang komprehensif dan integritas dibandingkan system pendidikan dunia barat.
Islam mempunyai tujuan utama yaitu “mendapatkan ridho Allah S.W.T”,
diharapkan dengan diterapkan tujuan ini di dalam pendidikan, manusia bisa
menjadi orang-orang yang bermoral, mempunyai kualitas, dan bermanfaat, tidak
hanya buat diri sendiri tetapi juga buat keluarga, masyarakat, Negara, bahkan buat
ummat manusia sedunia dengan landasan mendapatkan ridho Allah S.W.T.
Abdul Fatah Jalal menyatakan bahwa tujuan pendidikan yang dapat dilihat
dari surat Al hajj ayat 41:
“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi
niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat
ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah
kembali segala urusan”.
16
Ayat ini mengemukakan tentang tujuan pendidikan yang membentuk
masyarakat yang diidam-idamkan, yaitu mempunyai pemimpin dan anggota-
anggota yang bertakwa, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, menegakkan
nilai-nilai ma’ruf (perkembangan positif) dalam masyarakat dan mencegah
perbuatan yang munkar. Untuk itu hendaklah kita benahi pendidikan kita yang
telah terpedaya dengan system yang dibuat oleh dunia barat. Dari sekarang
hendaklah kita pada umumnya dan pendidik pada khususnya merubah tujuan
pendidikan kita, yaitu untuk “mendapatkan ridho Allah S.W.T. dan menjadi
hamba Allah yang patuh terhadap perintah-Nya”. apabila tujuan kita
berlandaskan dengan ini, maka dunia akan terjamin keselamatannya, dan manusia
akan mempunyai moral yang berakhlak mulia. Sehingga dapat kita capai tujuan
akhir dari pendidikan seperti yang dikatakan oleh Muhammad Athiyah al-
Abrasyi, yaitu: Terbinanya akhlak manusia. Manusia benar-benar siap untuk
hidup didunia dan diakhirat. Ilmu dapat benar-benar dikuasai dengan moral
manusia yang mantap dan manusia benar-benar terampil bekerja di dalam
masyarakat.
D. KANDUNGAN Q.S. Az Dzariyat : 56
17
berpikir dan keinginan. Dengan berbekal kemampuan tersebut, jin dan manusia
dituntut untuk beribadah secara total. Terlebih lagi manusia yang didaulat sebagai
makhluk terbaik penciptaannya, karena dibekali akal dan pikiran. Dalam hal ini,
ibadah yang dijalankan bukan hanya sebatas ritual semata. Ibadah di sini
mencakup beragam aspek, baik ibadah yang bersifat individu atau sosial. Manusia
dibebankan untuk menjalankan ibadah dengan ikhlas dan tulus.
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melaikan agar mereka beribadah
kepada-Ku" (QS. az-Zariyat: 56).
Di dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, Allah SWT memerintahkan jin dan
manusia diperintahkan untuk beribadah bukan karena Allah butuh disembah.
Akan tetapi, Allah SWT ingin menguji ketaatan jin dan manusia sebagai makhluk
yang telah Dengan beribadah, jin dan manusia diberi pilihan untuk taat atau
membangkang dari perintah Allah SWT. Kedua pilihan tersebut akan
menghantarkan pada kebahagiaan dan kecelakaan bagi jin dan manusia sendiri.
"Diriwayatkan dari sahabat Zaid bin Aslam tentang penjelasan firman Allah SWT
18
mengawali dalam melatih beribadah secara istiqamah dan ikhlas. Yang terpenting
ia tidak merasa dirinya paling baik serta selalu benar perbuatannya. Sebab,
mukmin sejati tidak akan menyombongkan dirinya sendiri.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
20
kepada bahwa jin dan manusia sebagai makhluk yang mau beribadah. Sebab,
keduanya telah siberi kemamampuan berkeinginan dan berfikir.
21
DAFTAR PUSTAKA
https://www.dutaislam.com/2019/10/tafsir-surat-az-zariyat-ayat-56-tujuan-
diciptakannya-manusia.html
22