Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

IMUNISASI PADA ANAK SEHAT

OLEH:

GUSTI AYU TRIANA UTARI


NIM P07120320036

PROFESI NERS KELAS A/SEMESTER I

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
IMUNISASI PADA ANAK SEHAT

A. PENGERTIAN
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila
suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya
mengalami sakit ringan (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 42 Tahun
2013).
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu
penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan
terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi
seseorang.Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau
resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan
kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar
dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya (Umar,2006).
Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan kepada bayi dan
anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat
anti bodi untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat,2008).

B. TUJUAN
Secara umum tujuan imunisasi antara lain: (Atikah, 2010)
1. Tujuan diberikan imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal
terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas
dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit
tertentu.
2. Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular
3. Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular
4. Imunisasi menurunkan angka mordibitas (angka kesakitan) dan
Mortalitas (angka kematian) pada balita

C. MANFAAT IMUNISASI
1. Menghindarkan bayi dari serangan penyakit.
Dengan memberikan imunisasi pada anak sejak dini diharapkan
kesehatan anak akan tetap terjaga hingga anak tumbuh menjadi lebih
aktif dan juga dewasa.
2. Memperkecil kemungkinan terjadinya penyakit menular.
Memberikan imunisasi pada anak sejak dini berarti telah menambah
jumlah anak yang memiliki kekebalan tubuh yang tinggi terhadap
serangan penyakit.
3. Meningkatkan kesehatan nasional.
Manfaat imunisasi bagi anak dan bayi selain dapat menghindarkan dari
penyakit menular juga dapat meningkatkan kesehatan anak dalam taraf
nasional. Sehingga anak-anak akan merasa aman karena terbebas dari
penyakit-penyakit berbahaya yang bisa menular.

D. SASARAN IMUNISASI
Sasaran imunisasi untuk anak-anak adalah:
1. Semua anak di bawah usia 1 tahun
2. Anak-anak lain yang belummendapa timunisasi lengkap
3. Anak usia sekolah (imunisasi booster/ ulangan)
4. Calon pengantin dan ibu hamil untuk imunisasi TT.

E. JENIS IMUNISASI
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 42 Tahun 2013,
berdasarkan sifat penyelenggaraannya, imunisasi dikelompokkan menjadi
imunisasi wajib dan imunisasi pilihan.
1. Imunisasi wajib
Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah
untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi
yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular
tertentu. Imunisasi wajib diberikan sesuai jadwal sebagaimana ditetapkan
dalam pedoman penyelenggaraan imunisasi. Imunisasi wajib terdiri atas:
a. Imunisasi rutin
Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara
terus menerus sesuai jadwal. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar
dan imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum
berusia 1 (satu) tahun. Jenis imunisasi dasar yaitu:
1) Bacillus Calmette Guerin (BCG)
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC
yang primer atau yang ringan dapat terjadi walaupun sudah
dilakukan imunisasi BCG, pencegahan imunisasi BCG untuk TBC
yang berat seperti TBC pada selaput otak, TBC milier (pada
seluruh lapangan paru), atau TBC tulang. Imunisasi BCG berfungsi
untuk mencegah penularan Tuberkulosis (TBC) tuberkulosis
disebabkan oleh sekelompok bakteria bernama Mycobacterium
tuberculosis complex. Imunisasi BCG ini merupakan vaksin yang
mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan. Menurut
Nufareni (2003), Imunisasi BCG tidak mencegah infeksi TB tetapi
mengurangi risiko TB berat seperti meningitis TB atau TB miliar.
Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah 1 kali dan waktu
pemberian imunisasi BCG pada umur 0 – 11 bulan, akan tetapi
pada umumnya diberikan pada bayi umur 2 – 3 bulan, kemudian
cara pemberian imunisasi BCG melalui intradermal. Efek samping
pada BCG dapat terjadi ulkus pada daerah suntikan dan dapat
terjadi limfadenitis regional dan reaksi panas. Untuk pemberian
kekebalan aktif terhadap tuberculosis.Cara pemberian dan dosis
imunisasi BCG :
a) Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih
dahulu. Melarutkan dengan menggunakan alat-alat suntik steril
dan menggunakan cairan pelarut (NacL 0,9 %) sebanyak 4 cc
b) Dosis pemberian 0,05 ml sebanyak 1 kali
c) Disuntikkan secara intracutan di daerah lengan kanan atas pada
insersio musculus deltoideus
d) Vaksin harus digunakan sebelum lewat 3 jam dan Vaksin akan
rusak bila terkena sinar matahari langsung. Botol kemasan,
biasanya terbuat dari bahan yang berwarna gelap untuk
menghindari cahaya karena cahaya atau panas dapat merusak
vaksin BCG sedangkan  pembekuan tidak merusak vaksin BCG.
Vaksin BCG di buat dalam vial, di mana kemasannya ada 1 cc
dan 2 cc.
e) Kontra indikasi : Uji Tuberculin > 5 mm, Sedang menderita
HIV, Gizi buruk, Demam tinggi, Infeksi kulit luas, dan Pernah
menderita TBC
f) Efek samping
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi umum seperti
demam. Setelah 1-2 minggu penyuntikan biasanya akan timbul
indurasi dan kemerahan di tempat suntikan yang akan berubah
menjadi pustula dan akan pecah menjadi luka dan hal ini tidak
perlu pengobatan dan akan sembuh spontan dalam 8-12 minggu
dengan jaringan parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran
kelenjar limfe di ketiak atau pada leher yang terasa padat dan
tidak sakit serta tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal
dan tidak memerlukan pengobatan dan akan hilang dengan
sendirinya.
2) Diphtheria Pertusis Tetanus (DPT)
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit diphteri, pertusis dan tetanus. Imunisasi DPT
ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman diphteri
yang telah dihilangkan sifat racunnya akan tetapi masih dapat
merangsang pembentukan zat anti (Toxoid). Frekuensi pemberian
imunisasi DPT adalah 3 kali dengan maksud pemberian pertama
zat anti terbentuk masih sangat sedikit (tahap pengenalan) terhadap
vaksin dan mengaktifkan organ – organ tubuh membuat zat anti,
kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup. Waktu pemberian
imunisasi DPT antara umur 2 – 11 bulan dengan interval 4 minggu.
Cara pemberian imunisasi DPT melalui intramuscular. Cara
pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi intramuskular.
Cara memberiakn vaksin ini, sebagai berikut:
a) Letakkan bayi dengan posisi miring diatas pangkuan ibu dengan
seluruh kaki telanjang
b) Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi
c) Pegang paha dengan ibu jari dan jari telunjuk
d) Masukkan jarum dengan sudut 90 derajat
e) Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui kulit sehingga
masuk ke dalam otot. Untuk mengurangi rasa sakit, suntikkan
secara pelan-pelan.
Efek samping pada DPT mempunyai efek ringan dan efek berat,
efek ringan seperti pembengkakan dan nyeri pada tempat
penyuntikan, demam sedangkan efek berat dapat menangis hebat
kesakitan kurang lebih 4 jam, kesadaran menurun, terjadi kejang,
enchefalopati, dan syok.
3) Hepatitis B
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya hepatitis yang kandungannya adalah HbsAg dalam
bentuk cair. Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis 3 kali. Waktu
pemberian imunisasi hepatitis B pada umur 0 – 11 bulan. Cara
pemberian imunisasi hepatitis ini adalah intramuscular. Cara
Pemberian dan Dosis imunisasi hepatitis B :
a) Sebelum digunakan vaksin dikocok terlebih dahulu agar
suspense menjadi homogeny
b) Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 ml secara IM sebaiknya
pada anterolateral paha.
c) Pemberian imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 x
d) Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari dan selanjutnya
dengan interval waktu minimal 4 minggu.
e) Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap komponen vaksin dan penderita infeksi
berat disertai kejang, masih diizinkan untuk pasien batuk/pilek.
f) Efek Samping
(1)Reaksi local seperti rasa sakit, kemerahan dan
pembengkakkan disekitar  tempat bekas penyuntikan.
(2)Reaksi sistemik seperti demam ringan, lesu dan perasaan
tidak enak pada saluran cerna
(3)Reaksi yang terjadi akan hilang dengan sendirinya setelah 2
hari.
4) Polio
Merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit
poliomyelitis. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan.
Terdapat 2 macam vaksin polio:
a) Inactivated Polio Vaccine (IPV = Vaksin Salk), mengandung
virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan.
b) Oral Polio Vaccine (OPV = Vaksin Sabin), mengandung vaksin
hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil
atau cairan.
Frekuensi pemberian imunisasi Polio adalah 4 kali. Waktu
pemberian imunisasi Polio antara umur 0 – 11 bulan dengan
interval 4 minggu. Cara pemberian imunisasi Polio melalui oral.
Cara pemberian dan dosis imunisasi polio :
a) Diberikan secara oral sebanyak 2 tetes di bawah lidah langsung
dari botol tanpa menyentuh mulut bayi. Diberikan 4 x dengan
interval waktu minimal 4 minggu
b) Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes
(dropper) yang baru.
c) Kontraindikasi
(1) Pada individu yang menderita imunedeficiency
tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian
Polio pada anak yang sedang sakit. Namun, jika ada keraguan
misalnya sedang menderita diare atau muntah, demam tinggi
>38,5˚C, maka dosis ulangan dapat di berikan setelah
sembuh.
(2) Pasien yang mendapat imunosupresan
d) Efek samping
Pada umumnya tidak ada efek samping. Tetapi ada hal yang
perlu diperhatikan setelah imunisasi polio yaitu setelah anak
mendapatkan imunisasi polio maka pada tinja si anak akan
terdapat virus polio selama 6 minggu sejak pemberian
imunisasi. Karena itu, untuk mereka yang berhubungan dengan
bayi yang baru saja diimunisasi polio supaya menjaga
kebersihan dengan mencuci tangan setelah mengganti popok
bayi.
5) Campak
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit campak pada anak karena penyakit ini sangat
menular. Penyakit infeksi ini disebabkan oleh virus morbilli yang
menular melalui droplet. Gejala awal ditunjukkan dengan adanya
kemerahan yang mulai timbul pada bagian telinga, dahi dan
menjalar kewajah dan anggota badan. Selain itu, timbul gejala
seperti flu disertai mata berair dan kemerahan (konjungtivitis).
Setelah 3-4 hari, kemerahan mulai hilang dan berubah menjadi
kehitaman yang akan tampak bertambah dalam 1-2 minggu dan
apabila sembuh , kulit akan tampak seperti bersisik. Imunisasi
campak diberikan pada anak usia 9 bulan sebanyak satu kali
dengan rasional kekebalan dari ibu terhadap penyakit campak
berangsur akan hilang sampai usia 9 bulan. Kandungan vaksin ini
adalah virus yang dilemahkan. Waktu pemberian imunisasi campak
pada umur 9 – 11 bulan. Cara pemberian imunisasi campak melalui
subkutan kemudian efek sampingnya adalah dapat terjadi ruam
pada tempat suntikan dan panas.
2. Imunisasi lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk
mempertahankan tingkat kekebalan atau untuk memperpanjang masa
perlindungan. Imunisasi lanjutan diberikan pada :
1) anak usia bawah tiga tahun (Batita)
Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia bawah tiga
tahun (Batita) terdiri atas Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B
(DPT-HB) atau Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B-
Hemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib) dan Campak.
2) anak usia sekolah dasar
Imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar diberikan pada
Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Jenis imunisasi lanjutan
yang diberikan pada anak usia sekolah dasar sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) terdiri atas Diphtheria Tetanus (DT),
Campak, dan Tetanus diphteria (Td).
3) wanita usia subur
Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada wanita usia subur
berupa Tetanus Toxoid (TT).
3. Imunisasi tambahan
Imunisasi tambahan diberikan pada kelompok umur tertentu yang
paling berisiko terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada
periode waktu tertentu. Pemberian imunisasi tambahan tidak
menghapuskan kewajiban pemberian imunisasi rutin.
4. Imunisasi khusus
Imunisasi khusus merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan
untuk melindungi masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi
tertentu. Situasi tertentu antara lain persiapan keberangkatan calon
jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan menuju negara endemis
penyakit tertentu dan kondisi kejadian luar biasa. Jenis imunisasi
khusus antara lain terdiri atas imunisasi Meningitis Meningokokus,
imunisasi demam kuning, dan imunisasi Anti Rabies (VAR).
5. Imunisasi pilihan
Imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada
seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang
bersangkutan dari penyakit menular tertentu. Jenis imunisasi pilihan
dapat berupa imunisasi Haemophillus influenza tipe b (Hib),
Pneumokokus, Rotavirus, Influenza, Varisela, Measles Mumps
Rubella, Demam Tifoid, Hepatitis A, Human Papilloma Virus (HPV),
dan Japanese Encephalitis.
a. Imunisasi MMR (Measles, Mumps, Rubella)
Vaksin MMR bertujuan untuk mencegah Measles
(campak), Mumps (gondongan) dan Rubella merupakan vaksin
kering yang mengandung virus hidup, harus disimpan pada suhu
2–80C atau lebih dingin dan terlindung dari cahaya. Vaksin harus
digunakan dalam waktu 1 (satu) jam setelah dicampur dengan
pelarutnya, tetap sejuk dan terhindar dari cahaya, karena setelah
dicampur vaksin sangat tidak stabil dan cepat kehilangan
potensinya pada temperatur kamar. Vaksin MMR harus diberikan
sekalipun ada riwayat infeksi campak, gondongan dan rubella
atau sudah mendapatkan imunisasi campak; anak dengan penyakit
kronis seperti kistik fibrosis, kelainan jantung bawaan, kelainan
ginjal bawaan, gagal tumbuh, sindrom Down; anak berusia ≥ 1
tahun day care yang centre, berada family day di care dan
playgroups; dan anak yang tinggal di lembaga cacat mental.
Kontra Indikasi:
1) Anak dengan penyakit keganasan yang tidak diobati atau
dengan gangguan imunitas, yang mendapat pengobatan dengan
imunosupresif atau terapi sinar atau mendapat steroid dosis
tinggi (ekuivalen dengan 2 mg/kgBB/hari prednisolon)
2) Anak dengan alergi berat (pembengkakan pada mulut atau
tenggorokan, sulit bernapas, hipotensi dan syok) terhadap
gelatin atau neomisin
3) Pemberian MMR harus ditunda pada anak dengan demam
akut, sampai penyakit ini sembuh
4) Anak yang mendapat vaksin hidup yang lain (termasuk BCG
dan vaksin virus hidup) dalam waktu 4 minggu. Pada keadaan
ini imunisasi MMR ditunda lebih kurang 1 bulan setelah
imunisasi yang terakhir. Individu dengan tuberkulin positif
akan menjadi negatif setelah pemberian vaksin
5) Wanita hamil tidak dianjurkan mendapat imunisasi MMR
(karena komponen rubela) dan dianjurkan untuk tidak hamil
selama 3 bulan setelah mendapat suntikan MMR.
6) Vaksin MMR tidak boleh diberikan dalam waktu 3 bulan
setelah pemberian imunoglobulin atau transfusi darah yang
mengandung imunoglobulin (whole blood, plasma). Dengan
alasan yang sama imunoglobulin tidak boleh diberikan dalam
waktu 2 minggu setelah vaksinasi.
7) Defisiensi imun bawaan dan didapat (termasuk infeksi HIV).
Sebenarnya HIV bukan kontra indikasi, tetapi pada kasus
tertentu, dianjurkan untuk meminta petunjuk pada dokter
spesialis anak (konsultan).
Dosis: Dosis tunggal 0,5 ml suntikan secara intra muskular atau
subkutan dalam.
Jadwal:
1) Diberikan pada usia 12–18 bulan.
2) Pada populasi dengan insidens penyakit campak dini yang
tinggi, imunisasi MMR dapat diberikan pada usia 9 (sembilan)
bulan.
b. Imunisasi Thypus Abdominalis
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit thypus abdominalis, dalam persediaannya,
khususnya di Indonesia terdapat 3 jenis vaksin thypus
abdominalis diantaranya kuman yang dimatikan, kuman yang
dilemahkan (vivotif, berna), dan antigen kapsular Vi
Polysaccharide (Typhimvi, Pasteur meriux). Pada vaksin kuman
yang dimatikan, dapat diberikan untuk bayi 6 – 12 bulan adalah
0,1 mL, 1 – 2 tahun 0,2 mL, dan 2 – 12 tahun adalah 0,5 mL,
pada imunisasi awal dapat diberikan sebanyak 2 kali dengan
interval 4 minggu kemudian penguat setelah 1 tahun kemudian.
Pada vaksin kuman yang dilemahkan dapat diberikan dalam
bentuk capsul enteric coated sebelum makan pada hari 1, 2, 5,
pada anak diatas usia 6 tahun dan pada antigen kapsular
diberikan pada usia diatas 2 tahun dan dapat diulang tiap 3
tahun.
c. Imunisasi Varicella
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit varicella (cacar air). Vaksin varicella
merupakan virus hidup varicella zoster strain OK yang
dilemahkan. Vaksin diberikan mulai umur masuk sekolah (5
tahun) Pada anak ≥ 13 tahun vaksin di anjurkan dua kali selang
4 minggu. Pada keadaan terjadi kontak dengan kasus varisela,
untuk pencegahan vaksin dapat diberikan dalam waktu 72 jam
setelah penularan (dengan persyaratan: kontak dipisah/tidak
berhubungan).
Kontra Indikasi:
1) Demam tinggi
2) Hitung limfosit kurang dari 1200/µl atau adanya bukti
defisiensi imun selular seperti selama pengobatan
induksi penyakit keganasan atau fase radioterapi
3) Pasien yang mendapat pengobatan dosis tinggi
kortikosteroid (2 mg/kgBB per hari atau lebih)
4) Alergi neomisin
Dosis dan Jadwal: Dosis 0,5 ml suntikan secara subkutan,
dosis tunggal
d. Imunisasi Hepatitis A
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya hepatitis A.
Rekomendasi:
1) Populasi risiko tinggi tertular Virus Hepatitis A (VHA).
2) Anak usia ≥ 2 tahun,didaerah terutama endemis.Pada anak
usia>2 tahun antibodi maternal sudah menghilang. Di lain
pihak, kehidupan sosialnya semakin luas dan semakin tinggi
pula paparan terhadap makanan dan minuman yang
tercemar.
3) Pasien Penyakit Hati Kronis, berisiko tinggi hepatitis
fulminan bila tertular VHA.
4) Kelompok lain: pengunjung ke daerah endemis; penyaji
makanan; anak usia 2–3 tahun di Tempat Penitipan Anak
(TPA); staf TPA; staf dan penghuni institusi untuk cacat
mental; pria homoseksual dengan pasangan ganda; pasien
koagulopati; pekerja dengan primata bukan manusia; staf
bangsal neonatologi.
Kontra Indikasi:
Vaksin VHA tidak boleh diberikan kepada individu yang
mengalami reaksi berat sesudah penyuntikan dosis pertama
Dosis dan Jadwal:
1) Dosis vaksin bervariasi tergantung produk dan usia resipien
2) Vaksin diberikan 2 kali, suntikan kedua atau booster
bervariasi antara 6 sampai 18 bulan setelah dosis pertama,
tergantung produk
3) Vaksin diberikan pada usia ≥ 2 tahun
e. Vaksin Tifoid
Vaksin tifoid oral dibuat dari kuman Salmonella typhi galur
non patogen yang telah dilemahkan, menimbulkan respon
imun sekretorik IgA, mempunyai reaksi samping yang lebih
rendah dibandingkan vaksin parenteral. Kemasan dalam
bentuk kapsul. Penyimpanan pada suhu 2 – 8 0C. Vaksin tifoid
oral diberikan untuk anak usia ≥ 6 tah
Kontra Indikasi:
1) Vaksin Tifoid Oral
a) Vaksin tidak boleh diberikan bersamaan dengan
antibiotik, sulfonamid atau antimalaria yang aktif
terhadap Salmonella.
b) Pemberian vaksin polio oral sebaiknya ditunda dua
minggu setelah pemberian terakhir dari vaksin tifoid oral
(karena vaksin ini juga menimbulkan respon yang kuat
dari interferon mukosa)
2) Vaksin tifoid polisakarida parenteral
a) Alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin.
b) Pada saat demam, penyakit akut maupun penyakit kronik
progresif.
Dosis dan Jadwal:
1) Vaksin tifoid oral
a) Satu kapsul vaksin dimakan tiap hari, satu jam
sebelum makan dengan minuman yang tidak lebih dari
370C, pada hari ke 1, 3 dan 5.
b) Kapsul ke 4 diberikan pada hari ke 7 terutama bagi
turis.
c) Kapsul harus ditelan utuh dan tidak boleh dibuka
karena kuman dapat mati oleh asam lambung.
d) Imunisasi ulangan diberikan tiap 5 tahun. Namun
pada individu yang terus terekspose dengan infeksi
Salmonella sebaiknya diberikan 3–4 kapsul tiap
beberapa tahun.
e) Daya proteksi vaksin ini hanya 50%-80%, walaupun
telah mendapatkan imunisasi tetap dianjurkan untuk
memilih makanan dan minuman yang higienis.
2) Vaksin tifoid polisakarida parenteral
a) Dosis 0,5 ml suntikan secara intra muskular atau
subkutan pada daerah deltoid atau paha
b) Imunisasi ulangan tiap 3 tahun
c) Daya proteksi vaksin ini hanya 50%-80%, walaupun
telah mendapatkan imunisasi tetap dianjurkan untuk
memilih makanan dan minuman yang higienis
f. Imunisasi HiB (Haemophilus influenza tipe B)
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit influenza tipe B. Vaksin Hib adalah vaksin
polisakarida konyugasi dalam bentuk liquid, yang dapat
diberikan tersendiri atau dikombinasikan dengan vaksin DPaT
(tetravalent) atau DpaT/HB (pentavalent) atau DpaT/HB/IPV
(heksavalent). Kontra Indikasi: Vaksin tidak boleh diberikan
sebelum bayi berumur 2 bulan karena bayi tersebut belum
dapat membentuk antibodi
Dosis dan Jadwal:
1) Vaksin Hib diberikan sejak umur 2 bulan, diberikan
sebanyak 3 kali dengan jarak waktu 2 bulan.
2) Dosis ulangan umumnya diberikan 1 tahun setelah
suntikan terakhir.
Imunisasi sebagai salah satu cara untuk menjadikan kebal pada
bayi dan anak dari berbagai penyakit, diharapkan bayi atau anak tetap
tumbuh dalam keadaan sehat. Pada dasarnya dalam tubuh sudah memiliki
pertahanan secara sendiri agar berbagai kuman yang masuk dapat dicegah,
pertahan tubuh tersebut meliputi pertahanan nonspesifik dan pertahanan
spesifik, proses mekanisme pertahanan dalam tubuh pertama kali adalah
pertahanan nonspesifik seperti complemen dan makrofag dimana
complemen dan makrofag ini yang pertama kali akan memberikan peran
ketika ada kuman yang masuk ke dalam tubuh. Setelah itu maka kuman
harus melawan pertahanan tubuh yang kedua yaitu pertahanan tubuh
spesifik terdiri dari system humoral dan seluler. System pertahanan
tersebut hanya bereaksi terhadap kuman yang mirip dengan bentuknya.
System pertahanan humoral akan menghasilkan zat yang disebut
imonuglobulin (IgA, IgM, IgG, IgE, IgD) dan system pertahanan seluler
terdiri dari limfosit B dan limfosit T, dalam pertahanan spesifik
selanjutnya akan menghasilkan satu sel yang disebut sel memori, sel ini
akan berguna atau sangat cepat dalam bereaksi apabila sudah pernah
masuk ke dalam tubuh, kondisi ini yang digunakan dalam prinsip
imunisasi. Berdasarkan proses tersebut diatas maka imunisasi dibagi
menjadi dua yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif.
1. Imunisasi aktif
Merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan
terjadi suatu proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi
imonologi spesifik yang menghasilkan respons seluler dan humoral
serta sel memori, sehingga apabila benar-benar terjadi infeksi maka
tubuh secara cepat dapat merespons. Dalam imunisasi aktif terdapat
empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya antara lain :
a. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat
atau mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan dapat berupa
poli sakarida, toksoid atau virus dilemahkan atau bakteri
dimatikan.
b. Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur
jaringan.
c. Preservatif, stabilizer, dan antibiotika yang berguna untuk
menhindari tubuhnya mikroba dan sekaligus untuk stabilisasi
antigen.
d. Adjuvant yang terdiri dari garam aluminium yang berfungsi untuk
meningkatkan imonogenitas antigen.
2. Imunisasi pasif
Merupakan pemberian zat (immunoglobulin) yaitu suatu zat yang
dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma
manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang
diduga sudah masuk di dalam tubuh yang terinfeksi. Dalam pemberian
imunisasi pada anak dapat dilakukan dengan beberapa imunisasi yang
dianjurkan diantaranya:
a. Imunisasi DPT (Diphteri, Pertusis, dan Tetanus)
b. Imunisasi Polio
c. Imunisasi Hepatitis B
d. Imunisasi HiB (Haemophilus influenza tipe B)

F. CARA DAN WAKTU PEMBERIAAN IMUNISASI


Berikut ini adalah cara pemberiaan dan waktu yang tepat untuk
pemberian imunisasi. Cara Pemberiaan Imunisasi Dasar. (Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 42 Tahun 2013)
Jenis Dosis Cara Pemberian Tempat
Vaksin
Hepatitis B 0,5 ml Intra Muskuler Paha
BCG 0,05 ml Intra Kutan Lengan kanan atas
Polio 2 tetes Oral Mulut
DPT-HB-Hib 0,5 ml Intra Muskuler Paha untuk bayi
Lengan kanan
untuk batita
Campak 0,5 ml Sub Kutan Lengan kiri atas
DT 0,5 ml Intra Muskuler Lengan kiri atas
Td 0,5 ml Intra Muskuler Lengan kiri atas
TT 0,5 ml Intra Muskuler Lengan kiri atas

Jarak minimal antar dua pemberian imunisasi yang sama adalah 4 (empat)
minggu. Tidak ada batas maksimal antar dua pemberian imunisasi.

PEMBERIAN IMUNISASI
Waktu Pemberiaan Imunisasi
Waktu Yang Tepat Untuk Pemberiaan Imunisasi Dasar (Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 42 Tahun 2013)
Umur Jenis
0 bulan Hepatitis B0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4
9 bulan Campak

Jadwal imunisasi lanjutan pada anak bawah tiga tahun

Umur Jenis Imunisasi


18 bulan DPT-HB-Hib
24 bulan Campak
Jadwal imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar

Waktu
Sasaran Imunisasi
Pelaksanaan
Kelas 1 SD Campak Agustus
DT November
Kelas 2 SD Td November
Kelas 3 SD Td November

Apapun imunisasi yang diberikan, ada beberapa hal penting yang


harus diperhatikan perawat, yaitu sebagai berikut.
1. Orang tua anak harus ditanyakan aspek berikut.
a. Status kesehatan anak saat ini, apakah dalam kondisi sehat atau
sakit,
b. Pengalaman/reaksi terhadap imunisasi yang pernah didapat
sebelumnya,
c. Penyakit yang dialami di masa lalu dan sekarang.
2. Orang tua harus mengerti tentang hal-hal yang berkaitan dengan
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) terlebih dahulu
sebelum menerima imunisasi (informed consent). Pengertian
mencakup jenis imunisasi, alasan diimunisasi, manfaat imunisasi, dan
efek sampingnya.
3. Catatan imunisasi yang lalu (apabila sudah pernah mendapat imunisasi
sebelumnya), pentingnya menjaga kesehatan melalui tindakan
imunisasi.
4. Pendidikan kesehatan untuk orang tua. Pemberian imunisasi pada anak
harus didasari pada adanya pemahaman yang baik dari orang tua
tentang imunisasi sebagai upaya pencegahan penyakit. Pada akhirnya
diharapkan adanya kesadaran orang tua untuk memelihara kesehatan
anak sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
anak.
5. Kontraindikasi pemberiaan imunisasi. Ada beberapa kondisi yang
menjadi pertimbangan untuk tidak memberikan imunisasi pada anak,
yaitu:
a. Flu berat atau panas tinggi dengan penyebab yang serius
b. Perubahan pada system imun yang tidak dapat member vaksin
virus hidup
c. Sedang dalam pemberian obat-obat yang menekan system imun,
seperti sitostatika, transfuse darah, dan imonoglobulin
d. Riwayat alergi terhadap alergi terhadap pemberian vaksin
sebelumnya seperti pertusis.
G. Rantai Dingin (Cold Chain)
Merupakan cara menjaga agar vaksin dapat digunakan dalam
keadaan baik, atau tidak rusak sehingga mempunyai kemampuan atau efek
kekebalan pada penerimanya, akan tetapi apabila vaksin diluar temperature
yang dianjurkan maka akan mengurangi potensi kekebalannya.
Dibawah ini potensi vaksin dalam temperature :
Vaksin 2 – 8oC 35 – 37o C
DT 3 – 7 tahun 6 minggu
Pertusis 18 – 24 bulan Dibawah 50% dalam 1 minggu

BCG
- Kristal 1 tahun Dibawah 20% dalam 3 – 14 hari
- Cair Dipakai dalam 1 kali Dipakai dalam 1 kali kerja
kerja

Campak
- Kristal 2 tahun 1 minggu
- Cair Dipakai dalam 1 kali Dipakai dalam 1 kali kerja
kerja
Polio 6 – 12 bulan 1 – 3 hari

H. SKRINING DAN PENGAWASAN TUMBUH KEMBANG


Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa,
kreativitas kesadaran social, emosional, intelegensia berjalan sangat cepat
dan merupakan landasan perkembangan berikutnya.
Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian juga di bentuk
pada masa dini sehingga setiap kelainan/penyimpanan sekeci lapapun,
apabila tidak ditangani dengan baik akan mengurangi kualitas
perkembangan.
 Untuk pertumbuhan anak dengan pengukuran BB dan TB
menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS).
 Untuk mengetahui ada atau tidak adanya hambatan, gangguan atau
masalah dalam perkembangan anak menggunakan KPSP (Kuesioner
Pra Skrining Perkembangan )
 Untuk perkembangan anak dengan menggunakan DDST (Denver
Development Screening Test).
Franken bung (1901) melalui DDST (Denver Development
Sreening Test), mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai
dalam menilai perkembangan anak balita meliputi:
1. Personal Sosial (kepribadian/tingkahlaku sosial)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri,
bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungan .
2. Fine Motor Adaptive (Gerakanmotorikhalus)
Askep yang berhubungan dengan kemampuan anak mengatasi
sesuatu ,melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian
tubuhnya saja dan dilakukan otak kecil, terdapat memerlukan
koordinasi yang cermat misalnya kemampuannya.
3. Language (Bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara mengikuti
perintah dan berbicara spontan.
4. Gross Motor (perkembangan motorik kasar)
Aspek yang berhubungan dengan menggerakkan tubuh dan sikap
tubuh.
Beberapa milestone pokok yang harus diketahui dalam mengetahui,
tanpa perkembangan seseorang anak (milestone perkembangan anak
adalah tingkat perkembangan yang harus di capai anak pada umur tertentu.

I. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1) PENGKAJIAN
1. Pengkajian Identitas dan Riwayat Keperawatan
a. Identitas Anak dan/atau Orang Tua
Nama, Alamat, Telepon, Tempat dan tanggal lahir, Ras/kelompok
entries, Jenis kelamin, Agama, Tanggal wawancara.
b. Genogram
c. Keluhan Utama (KU)
Untuk menjalani suatu imunisasi anak diharapkan dalam
kondisi sehat jasmani dan rohani karena akan dipenetrasikan
antigen dalam imunisasi yang akan memicu fungsi imunnya,
namun seiring dengan kondisi anak yang rentan terhadap kontak
infeksi dari lingkungan, tidak menutup kemungkinan jika saat
memasuki jadwal imunisasi ia berada dalam kondisi sakit . Maka
dari itu, perlu ditanyakan apakah anak memiliki keluhan kesehatan
baik secara langsung pada anak ataupun orang tua/pengasuhnya
beberapa saat sebelum diimunisasi. Keluhan ini dapat dijadikan
indikator apakah imunisasi harus dilanjutkan, ditunda sementara
waktu, atau tidak diberikan sama sekali.
d. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Untuk mendapatkan semua rincian yang berhubungan
dengan keluhan utama. Jika saat ini kesehatan anak baik, riwayat
penyakit sekarang mungkin tidak terlalu menjadi acuan, akan tetapi
jika anak dalam kondisi tidak sehat, hal ini dapat dijadikan kajian
lebih lanjut untuk mengetahui status kesehatan anak saat ini, selain
untuk kepentingan imunisasi, hal ini juga dapat dijadikan panduan
apakah anak harus mendapat perawatan lebih lanjut mengenai
penyakitnya.
e. Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
Untuk memperoleh profil penyakit anak, cedera-cedera,
atau pembedahan sebelumnya yang pada kesempatan ini akan
digunakan sebagai petunjuk yang berarti dalam pemberian
imunisasi. Riwayat penyakit dahulu mencangkup :
a. Riwayat kelahiran (riwayat kehamilan, persalinan, dan
perinatal).
b. Penyakit, cedera atau operasi sebelumnya
c. Alergi.
d. Pengobatan terbaru.
e. Imunisasi yang pernah didapatkan anak serta
pengalaman/reaksi terhadap imunisasi yang pernah didapat
sebelumnya.
f. Pertumbuhan dan perkembangan anak (Sebelum melakukan
imunisasi dapat pula dikaji pertumbuhan dan perkembangan
anak sehingga dapat mengidentifikasikan indikasi imunisasi
serta pendidikan kesehatan yang sesuai dengan usia serta pola
perilaku anak baik ditujukan secara langsung pada anak
ataupun keluarganya).
g. Kebiasaan anak yang dapat memengaruhi kesehatannya.
f. Riwayat pengobatan keluarga
Untuk mengidentifikasi adanya faktor genetika atau
penyakit yang memiliki kecenderungan terjadi dalam keluarga dan
untuk mengkaji pajanan terhadap penyakit menular pada anggota
keluarga dan kebiasaan keluarga yang dapat memengaruhi
kesehatan anak, seperti merokok dan penggunaan bahan kimia lain,
serta tingkat kewaspadaan keluarga saat anak mengalami sakit.
g. Riwayat Psikososial
Untuk memperoleh informasi tentang konsep diri anak,
terutama terfokus pada riwayat imunisasi yang pernah ia dapatkan,
apabila riwayat sebelumnya menyisakan kerisauan pada anak maka
akan lebih baik jika saat imunisasi berikutnya hal ini diperbaiki
untuk mengubah konsep anak terrhadap imunisasi, menanamkan
padanya bahwa hal ini penting untuk mencegah penyakit yang
mungkin mendatanginya, serta diperlukan keterlibatan keluarga
yang dapat memberikan dukungan mental pada anaknya sehingga
anak tidak risau dalam menghadapi imunisasi.
h. Riwayat Keluarga       
Untuk mengembangkan pemahaman tentang anak sebagai
individu dan sebagai anggota keluarga dan komunitas. Pengkajian
juga berfokus pada sejauh mana keluarga memahami tentang
imunisasi yang akan diberikan pada anak, meliputi jenis imunisasi,
alasan diimunisasi, manfaat imunisasi, dan efek sampingnya. Hal
ini akan sangat membantu jika keluarga telah memahami
pentingnya imunisasi sebagai langkah penting yang diperlukan
untuk mencegah penyakit pada anaknya. Untuk beberapa keluarga
yang belum begitu memahami imunisasi, hal ini dapat dijadikan
patokan untuk memberikan pendidikan kesehatan dalam
pemahaman terhadap imunisasi.
2. Pengkajian Pertumbuhan dan Perkembangan
Pengkajiaan pertumbuhan dan perkembangan anak bertujuaan
mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan tumbuh kembang
anak, sehingga dengan data yang ada, dapat diketahui mengenai
keadaan anak yang dapat membantu proses imunisasi dan juga
pendidikan kesehatan seputaran imunisasi anak. Dalam melaksanaakan
pengkajiaan atas pertumbuhan dan perkembangan anak, hal penting
yang harus diperhatikan adalah bagaimana mempersiapkan anak agar
pemeriksaan berjalan lancar. Sebelum melakukan pengkajiaan, prinsip-
prinsip yang perlu di perhatikan dan dapat diterapkan di lapangan
adalah:
a. Lingkungan/ruangan pemeriksaan tidak menakutkan, misalnya
memberikan warna dinding netral, cukup ventilasi, menjauhkan
peralatan yang menakutkan bagi anak, dan menyediakan makanan.
b. Sebelum pengkajiaan sebaiknya disediakan waktu untuk bermain
agar anak menjadi kooperatif. Dalam hal ini, bukan berarti
mengabaikan tugas utama, tetapi untuk pendekatan agar anak tidak
takut sehingga memudahkan pemeriksaan.
c. Pemeriksaan dapat dimulai dari bagian tubuh yang mudah dan
tidak menakutkan anak.
d. Jika ada beberapa anak, mulailah dengan anak yang kooperatif
sehingga akan mengurangi rasa takut dari anak yang lain.
e. Libatkan anak dalam proses pemeriksaan. Kita bisa menjelaskan
pada anak mengenai hal-hal yang perlu dilakukan pada dirinya.
Apabila mungkin, beri kesempatan anak untuk membantu proses
pemeriksaan
f. Buat posisi pemeriksaan senyaman mungkin. Anak dapat berbaring
di pangkuaan orang tua.
g. Berikan pujiaan kepada anak yang kooperatif. Hal ini dapat
merangsang anak yang lain agar tidak takut untuk diperiksa.
h. Berikan pujian pada orang tua apabila anak maju dan ibunya
mengetahui nasehat petugas.
Prinsip-prinsip tersebut hendaknya dipahami oleh setiap perawat
sehingga memudahkannya dalam melaksanakan pemeriksaan dan
meminimalkan kecemasan pada anak. Setelah memahami prinsip-
prinsip ini, berikutnya adalah melakukan pengkajiaan pada anak. Hal-
hal yang perlu dikaji adalah
a. Riwayat Pranatal
Perlu ditanyakan pada ibu apakah ada tanda-tanda resiko tinggi
saat hamil, seperti terinfeksi TORCH, berat badan tidak naik,
preeksklamsi, dan lain-lain, serta apakah kehamilannya dipantau
berkala. Kehamilan risiko tinggi yamg tidak ditangani dengan
benar dapat mengganggu tumbuh kembang anak. Dengan
mengetahui riwayat prenatal maka keadaan anaknya dapat
diperkirakan.
b. Riwayat Kelahiran
Perlu ditanyakan pada ibu mengenai cara kelahiran anaknya,
apakah secara normal, dan bagaimana keadaan anak sewaktu lahir.
Anak yang dalam kandungan terdeteksi sehat, apabila kelahirannya
mengalami gangguan (cara kelahiran dengan tindakan seperti
forceps, partuss lama, atau kasep), maka gangguan tersebut dapat
mempengaruhi keadaan tumbuh kembang anak.
c. Pertumbuhan Fisik
Untuk menentukan keadaan pertumbuhan fisik anak, perlu
diperlakukan pengukuran antropometri dan pemeriksaan fisik.
Sebagaimana dalam pembahasan sebelumnya, pengukuran
antropometri yang sering digunakan di lapangan untuk memantau
tumbuh kembang anak adalah TB, BB, dan lingkar kepala.
Sedangkan lingkar lengan dan lingkar dada baru digunakan bila
dicurigai adanya gangguan pada anak. Apabila petugas akan
mengkaji pertubuhan fisik anak, maka petugas tersebut cukup
mengukur BB, TB, dan lingkar kepala. Meskipun tidak semua
ukuran antropometri digunakan, berikut ini akan dijelaskan cara
pengukuran dari masing-masing ukuran antropometri:
1) Berat Badan (BB)
Untuk menentukan berat badan anak, hal yang perlu
diperhatikan adalaah sebagai berikut:
a) Pengukuran dilakukan dengan memakai alat timbangan
yang telah ditera (distandardisasi/dikalibrasi) secara
berkala. Timbangan yang digunakan dapat berupa dacin
atau timbangan injak.
b) Untuk menimbang anak yang berusia kurang 1 tahun,
maka hal tersebut dilakukan dengan posisi berbaring.
Untuk anak yang berusia 1-2 tahun, dilakukan dengan
posisi duduk dengan menggunakan dacin. Untuk anak
yang berusia lebih dari 2 tahun, penimbangan berat badan
dapat dilakukan dengan posisi berdiri.
Sedangkan cara pengukuran berat badan anak adalah:
a) Lepas pakaian yang tebal pada bayi dan anak saat
pengukuran. Apabila perlu, cukup pakaian dalam saja.
b) Tidurkan bayi pada meja timbangan. Apabila
menggunakan timbangan dacin, masukkan anak dalam
gendongan, lalu kaitkan gendongan ke timbangan.
c) Sedangkan apabila dengan berdiri, ajak anak untuk berdiri
di atas timbangan injak tanpa dipegangi.
d) Ketika menimbang berat badn bayi, tempatkan tangan
petugas di atas tubuh bayi (tidak menempel) untuk
mencegah bayi jatuh saat ditimbang.
e) Apabila anak tidak mau ditimbang, ibu disarankan untuk
menimbang berat badannya lebih dulu, kemudian anak
digendong oleh ibu dan ditimbang. Selisih antara berat
badan ibu bersama anak dan berat badan ibu sendiri
menjadi berat badan anak. Untuk lebih jelasnya, dapat
dilihat rumus berikut.
BB anak = (BB ibu dan anak) – BB ibu
Tentukan hasil timbangan sesuai dengan jarum penunjuk
pada timbangan
f) Selanjutnya, tentukan posisi berat badan anak sesuai
dengan standar yang berlaku, yaitu apakah status gizi anak
normal, kurang, atau buruk. Untuk menentukan berat
badan ini juga dapat dilakukan dengan melihat pada kurva
KMS, apakah berat badan anak berada pada kurva
berwarna hijau, kuning, atau merah.
2) Tinggi Badan (TB)
Untuk menentukan tinggi badan, cara pengukurannya
dikelompokkan menjadi untuk usia kurang dari 2 tahun dan
usia 2 tahun atau lebih. Pengukuran tinggi badan pada anak
usia kurang dari 2 tahun adalah sebagai berikut :
a) Siapkan papan atau meja pengukur. Tidak ada, dapat
digunakan pita pengukur (meteran).
b) Baringkan anak terlentang tanpa bantal (supinasi),
luruskan lutut sampai menempel pada meja (posisi
ekstensi).Luruskan bagian puncak kepala dan bagian
bawah kaki (telapak kaki tegak lurus dengan meja
pengukur), lalu ukur sesuai dengan skala yang tertera.
c) Apabila tidak ada papan pengukur, hal ini dapat
dilakukan dengan cara memberi tanda pada tempat tidur
(tempat tidur harus rata/datar) berupa garis atau titik pada
bagian puncak kepala dan bagian tumit kaki bayi. Lalu
ukur jarak antara kedua tanda tersebut dengan pita
pengukur.
Sedangkan cara pengukuran tinggi badan pada anak usia 2
tahun atau lebih adalah sebagai berikut :
a) Tinggi badan diukur dengan  posisi berdiri tegak, sehingga
tumit rapat, sedangkan bokong, punggung, dan bagian
belakang kepala berada dalam satu garis vertikal dan
menempel pada alat pengukur.
b) Tentukan bagian atas kepala dan bagian kaki
menggunakan sebilah papan dengan posisi horizontal
dengan bagian kaki, lalu ukur sesuai dengan skala yang
tertera.
3) Lingkar Kepala
Ukuran kepala dinyatakan normal bila berada di antara batas
tertinggi dan terendah dari kurva lingkar kepala. Bila ukuran
kepala berada di atas kurva normal, berarti ukuran kepala besar
(macrocephali), sedangkan bila ukuran kepala di bawah kurva
normal, berarti ukuran kepala kecil (microcephali). Kurva
lingkar kepala ini dibedakan antara laki-laki dan perempuan.
Adapun cara pengukuran lingkar kepala :
a) Siapkan pita pengukur (meteran)
b) Lingkakan pita pengukur pada daerah glabella (frontalis)
atau supraorbita bagian antrior menuju oksiput pada
bagian posterior kemudian tentukan hasilnya
c) Cantumkan hasil pengukuran pada kurva lingkar kepala
4) Lingkar Lengan Atas (lila)
Meskipun pengukuran lila jarang dilakukan, namun cara
pengukurannya perlu diketahui :
a) Tentukan lokasi lengan yang akan diukur. Pengukuran
dilakukan pada lengan bagian kiri, yaitu pertengahan
pangkal lengan dengan siku. Pemilihan lengan kiri
tersebut dengan pertimbangan bahwa aktivitas lengan kiri
lebih pasif dari pada lengan kanan, sehingga ukurannya
lebih stabil.
b) Lingkarkan alat pengukur pada lengan bagian atas (dapat
digunakan pita pengukur). Hindari penekanan pada lengan
yang diukur saat pengukuran.
c) Tentukan besar lingkar lengan sesuai dengan angka yang
tertera pada pita pengukur.
d) Catat hasil pengukuran pada Kartu Menuju Sehat (KMS)
atau status anak.
5) Lingkar Dada
Sebagaimana lingkar lengan atas, pengukuran lingkar dada
jarang dilakukan. Pengukurannya dilakukan pada saat bernapas
biasa (mid respirasi) pada tulang Xifoidius (incisura
subternalis). Pengukuran lingkar dada ini dilakukan dengan
posisi berdiri pada anak yang lebih besar, sedangkan pada bayi
dengan posisi berbaring. Cara pengukuran lingkar dada adalah
sebagai berikut :
a) Siapkan pita pengukur
b) Lingkarkan pita pengukur pada daerah dada.
c) Catat hasil pengukuran pada KMS anak atau kartu yang
disediakan.
d. Perkembangan anak
Untuk mengkaji keadaan perkembangan anak, dapat
digunakan buku Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita
sebagaimana telah dibahas sebelumnya. Dari pedoman ini dapat
diketahui mengenai keadaan perkembangan anak saat ini, apakah
anak berada dalam keadaan normal, meragukan, atau memerlukan
rujukan. Apabila anak memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, maka
dapat dilakukan DDST yang dapat dibaca pada Buku Tumbuh
Kembang oleh Soetjiningsih (1996).
3. Data Kebutuhan Bio-Psiko-Sosio dalam sehari-hari
a. Bernafas
Pada pola ini, kaji anak mengenai :
1) Apakah anak mengalami kesulitan bernafas ?
Jika iya apa kesulitan yang dirasakan ?
2) Bagaimana suara napas anak ?
b. Makan dan Minum
Pada pola ini kaji anak mengenai :
Pada bayi :
1) Berapa kali sehari anak diberikan ASI ?
2) Sampai umur berapa anak diberikan ASI ?
3) Apakah ada makanan pendamping ASI ?
Jika ada makanan apa yang diberikan ?
4) Umur berapa mulai diberikan makanan cair (air buah/sari
buah) ?
5) Umur berapa diberikan bubur susu ?
6) Umur berapa anak mulai diberi nasi tim saring ?
7) Umur berapa anak diberi nasi tim ?
8) Berapa kali sehari anak diberi makan ?
Pada anak-anak :
1) Bagaimana nafsu makan anak sehari-hari ?
2) Apa jenis makanan pokok, lauk, sayuran, dan jenis buah
anak ?
3) Apakah anak memiliki kebiasaan jajan ?
c. Eliminasi (BAB/BAK)
Pada pola ini kaji anak mengenai :
1) Apakah anak bisa memberitahu jika ingin BAB/BAK ?
2) Apakah anak melakukan BAB/BAK sendiri/ditolong ?
3) Berapakali anak BAB/BAK dalam sehari ?
4) Bagaimana bau, warna, dan konsistensi feses dan urine
anak ?
d. Aktifitas
Pada pola ini kaji anak mengenai :
1) Apakah anak suka bermain ?
2) Apa permainan yang disukai anak ?
3) Apakah anak memiliki teman bermain ?
4) Apa mainan yang dimiliki anak ?
e. Rekreasi
Pada pola ini kaji anak mengenai :
1) Apakah anak pernah/jarang/sering melakukan rekreasi ?
2) Jenis rekreasi apa yang disukai anak ?
f. Istirahat dan Tidur
Pada pola ini kaji anak mengenai :
1) Bagaimana kebiasaan istirahat anak ?
2) Bagaimana kebiasaan tidur anak (mencuci kaki sebelum
tidur, mengompol, mengorok, mengigau, sering terjaga atau
kebiasaan tidur lain)?
3) Jam berapa anak mulai tidur malam dan bangun pagi ?
4) Apakah anak tidur sendiri atau ditemani?
5) Apakah anak biasa tidur siang ? berapa jam ?
g. Kebersihan Diri
Pada pola ini kaji anak mengenai:
1) Apakah anak mandi sendiri atau dibantu ?
2) Dimana anak mandi ?
3) Dikeringkan dengan handuk atau tidak ?
4) Apakah anak gosok gigi sendiri atau ditolong ?
5) Kapan anak menggosok gigi ? apakah menggunakan pasta
gigi ?
h. Pengaturan Suhu Tubuh
Pada pola ini kaji anak mengenai pengaturan suhu tubuhnya
i. Rasa Nyaman
Pada pola ini kaji anak apakah anak mengalami nyeri atau tidak
j. Rasa Aman
Pada pola ini kaji anak apakah anak mengalami ketakutan atau
kecemasan
k. Belajar (anak dan orang tua)
Pada pola ini kaji anak dan orangtua mengenai pengetahuan
tentang mkanan, kesehatan lingkungan, personal hygiene,
tumbuh kembang anak
l. Prestasi
Pada pola ini kaji anak mengenai apa kepandaiannya sekarang
dan apa prestasi yang dimiliki anak
m. Hubungan Sosial Anak
Pada pola ini kaji anak mengenai hubungan anak dengan inter
keluarga (hubungan paling dekat, orang yang dominan, orang
yang disegani, hubungan, komunikasi anak dan orang tua, serta
anggota keluarga lain)
n. Melaksanakan Ibadah
Pada pola ini kaji anak mengenai bagaimana kebiasaan
sembahyang anak dan bantuan yang diperlukan Selama anak
sakit
2) DIAGNOSA KEPERAWATAN
Beberapa diagnosa keperawatan yang dapat timbul dari tindakan
imunisasi pada anak meliputi:
1. Kesiapan Peningkatan Manajemen Kesehatan
2. Resiko Termoregulasi Tidak Efektif
3) RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Keperawatan


Keperawatan
Hasil

1. Kesiapan Setelah dilakukan tindakan Bimbingan Antisipatif


Peningkatan keperawatan selama … x … Tindakan
Manajemen jam, maka diharpkan: Observasi :
Kesehatan □ Identifikasi metode penyelesaian
Manajemen Kesehatan,
masalah yang biasa digunakan
dengan kriteria hasil :
□ Identifikasi kemungkinan
 Melakukan tindakan untuk perkembangan atau krisis
mengurangi faktor resiko situasional yang akan terjadi
meningkat (5) serta dampaknya pada individu
 Menerapkan program dan keluarga
perawatan meningkat (5) Terapeutik
 Aktivitas hidup sehari – □ Fasilitasi memutuskan
hari efektif memenuhi bagaimana masalah akan
tujuan kesehatan meningkat diselesaikan
(5) □ Fasilitasi memutuskan siapa
 Verbalisasi kesulitan dalam yang akan dilibatkan dalam
menjalani program menyelesaikan masalah
peraatan menurun (5) □ Gunakan contoh kasus untuk
meningkatkan keterampilan
menyelesaikan masalah
□ Fasilitasi mengidentifikasi
sumber daya yang tersedia
□ Fasilitasi menyesuaikan diri
dengan perubahan peran
□ Jadwalkan kunjungan pada setiap
tahap perkembangan atau sesuai
kebutuhan
□ Jadwalkan tindak lanjut untuk
memantau atau memberi
dukungan.
□ Berikan nomor kontak yang
dapat dihubungi, jika perlu
□ Libatkan keluarga dan pihak
terkait, jika perlu
□ Berikan referensi baik cetak
ataupun elektronik (mis. materi
pendidikan, pamflet)
Edukasi
□ Jelaskan perkembangan dan
perilaku normal
□ Informasikan harapan yang
realistis terkait perilaku pasien
□ Latih teknik koping yang
dibutuhkan untuk mengatasi
perkembangan atau krisis
situasional
Kolaborasi
□ Rujuk ke lembaga pelayanan
masyarakat, jika perlu

Edukasi Kesehatan
Observasi :
□ Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima informasi
□ Identifikasi faktor-faktor yang
dapat meningkatkan dan
menurunkan motivasi perilaku
hidup bersih dan sehat

Terapeutik
□ Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan
□ Jadwalkan pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan
□ Berikan kesempatan untuk
bertanya
Edukasi
□ Jekaskan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
□ Ajarkan perilaku hidup bersih
dan sehat
□ Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat

2. Resiko Setelah dilakukan tindakan Edukasi Pengukuran Suhu Tubuh


Termoregulasi keperawatan selama … x …
Tidak Efektif jam, maka diharpkan: Observasi:
□ Identifikasi kesiapan dan
Termoregulasi, dengan
kemampuan menerima informasi
kriteria hasil :
Terapeutik
 Tidak mengigil (5) □ Sediakan materi dan media
 Kulit tidak merah (5) pendidikan kesehatan
 Tidak Kejang (5) □ Jadwalkan pendidikan kesehatan

 Tidak akrosianosis (5) sesuai kesepakatan

 Suhu Tubuh Normal (5) : □ Berikan kesempatan untuk

36ºC - 37ºC bertanya


□ Dokumentasikan hasil
pengukuran suhu

Edukasi
□ Jelaskan prosedur pengukuran
suhu tubuh
□ Anjurkan terus memegang bahu
dan menahan dada saat
pengukuran aksila
□ Ajarkan memilih lokasi
pengukuran suhu oral atau aksila
□ Ajarkan cara meletakkan ujung
termometer di bawah lidah atau
di bagian tengah aksila
□ Ajarkan cara membaca hasil
termometer raksa dan/atau
elektronik

Edukasi Termoregulasi
Observasi:
□ Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima informasi
Terapeutik
□ Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan
□ Jadwalkan pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan
□ Berikan kesempatan untuk
bertanya
Edukasi
□ Ajarkan kompres hangat jika
demam
□ Ajarkan cara pengukuran suhu
urkan penggunaan pakaian yang
dapat menyerap keringat
□ Anjurkan tetap memandikan
pasien, jika memungkinkan
□ Anjurkan pemberian antipiretik,
sasuai indikasi
□ Anjurkan menciptakan
lingkungan yang nyaman
□ Anjurkan membanyak minum
□ Anjurkan penggunaan pakaian
yang longgar
□ Anjurkan melakukan
pemeriksaan darah jika demam
>3 hari
□ Anjurkan minum analgesik jika
merasa pusing, sesuai indikasi

4) IMPLEMENTASI

Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi dari pada


rencana tindakan yang telah ditetapkan meliputi tindakan independent,
depedent, interdependent. Pada pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan,
validasi, rencan keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan,
memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan.

5) EVALUASI
1. Evaluasi Formaatif (Mereflesikan observasi perawat dan analisi
terhadap pasien terhadap respon langsung pada ntervensi keperawatan)
2. Evaluasi Sumatif (Mereflesikan rekapiyulasi dan synopsis observasi
dan analisis mengenai status kesehatan pasien terhadap waktu)

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall.2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (Handbook of
Nursing Diagnosis) Edisi 10. Jakarta: EGC
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2016. Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018. Standar Luaran Keperawatan
Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018. Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia
Ranuh,dkk.2005.Pedoman Imunisasi di Indonesia . Jakarta: EGC
Supartini,Yupi.2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC
Sujono Riyadi, Sukarmin.2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi 1.
Yogyakarta: Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai