Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan suatu kumpulan gejala dengan variasi penyebab dan perjalanan
penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh
genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya, skizofrenia ditandai oleh penyimpangan
yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate) atau tumpul (blunted). Pasien dengan skizofrenia memiliki kesadaran yang
jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun
kemunduran kognitif tertentu mungkin didapatkan. Belum ada penelitian yang dapat
mengidentifikasi faktor tunggal sebagai penyebab skizofrenia. Diperkirakan bahwa pengaruh
genetik, berbagai faktor lingkungan, dan faktor psikososial dapat berkontribusi terhadap
skizofrenia.
Berdasarkan World Health Organization, pada tahun 2019, skizofrenia adalah gangguan
mental kronis yang diderita 20 juta orang di seluruh dunia. Menurut data Laporan Nasional
Riskesdas 2018, Indonesia memiliki prevalensi rata-rata (permil) anggota rumah tangga
(ART) dengan gangguan jiwa skizofrenia/psikotik sebesar 6,7‰. Provinsi Aceh menduduki
peringkat ke-5 tertinggi setelah Bali, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan, dan Sulawesi
Selatan, yaitu sebesar 8,7‰ dengan jumlah penderita yang terdata sebanyak 5.111 jiwa.

Prevalensi skizofrenia dapat terjadi pada semua kalangan umur dan puncaknya pada
usia 20 hinga 30 tahun, dimana pada laki-laki lebih awal dari pada perempuan. Semakin
muda seseorang mengalami gangguan psikosis, maka, prognosisnya semakin buruk.
Skizofrenia masa anak merupakan suatu gangguan psikiatrik berat yang mempengaruhi
hampir seluruh aspek kehidupan anak. Skizofrenia masa anak merupakan kasus yang jarang
ditemukan, terutama pada anak dibawah usia 10 tahun, namun jumlah kasus bertambah
seiring dengan bertambahnya usia sampai menjelang usia dewasa muda. Skizofrenia pada
anak-anak ditandai dengan onset gejala psikotik pada usia 12 tahun.
Penyebab dari skizofrenia belum dapat dipastikan, namun beberapa teori mengatakan
skizofrenia pada anak disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Selain itu juga
diketahui bahwa adanya kelainan pada anatomi otak, neurotransmiter, infeksi, dan trauma
merupakan beberapa penyebab dari skizofrenia. Gangguan ini menghambat proses
neurodevelopmental, akibatnya dapat memberi dampak yang merusak fungsi kognitif,
afektif dan sosial. Deteksi dini diperlukan agar dapat dilakukan pengenalan gejala-gejala,
sehingga diagnosisdini dapat ditegakkan dan dilakukan intervensi sedini mungkin. Hal ini
diharapkan dapat mencegah gangguan ini menjadi kronis.

Berdasarkan paparan di atas penulis tertarik untuk membahas mengenai kriteria


gejala, diagnosis skizofrenia pada anak dalam sebuah referat yang berjudul “Tatacara
Penegakan Diagnosis Skizofrenia Pada Anak.”

Anda mungkin juga menyukai