Anda di halaman 1dari 31

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Gingivitis
2.1.1 Definisi
Gingivitis adalah peradangan pada gingiva yang disebabkan oleh penumpukan plak,
kalkulus, hormon, konsumsi obat-obatan tertentu serta infeksi bakteri seperti bakteri
Fussobacterium nucleatum, Prevotella intermedia dan Porphyromonas gingivalis (Moree et
al., 1982) dan merupakan penyakit periodontal yang paling sering dijumpai baik pada usia
muda maupun dewasa. Terjadi sebagai respon terhadap bakteri, plak dan apabila berlanjut
akan menyebabkan terbentuknya poket periodontal. Keadaan ini berhubungan dengan tingkat
kebersihan gigi dan mulut, semakin buruk tingkat kebersihan gigi dan mulutnya maka
semakin mudah terserang gingivitis. Penyebab utama gingivitis pada anak yaitu plak gigi
yang disebabkan oleh karena kebersihan mulut yang buruk dan posisi gigi yang tidak teratur

2.1.2 Patofisiologis
Gingivitis disebabkan oleh mikroba plak. Sebagian besar bakteri ada sebagai bagian
dari ekologi normal mulut. Banyak di antaranya memiliki potensi virulensi tetapi infeksi
gingivitis dicirikan sebagai nonspesifik dalam hal dominasi patogen tertentu. Sebagian besar
penelitian tentang peran mikroorganisme dalam patogenesis gingivitis telah menyimpulkan
bahwa jumlah bakteri dan produk bakteri yang terakumulasi secara lokal adalah yang
terpenting dalam patogenesis peradangan gingiva. Namun demikian, gingivitis harus
dianggap sebagai penyakit multifaktoral dan sejumlah faktor intrinsik serta ekstrinsik
mempengaruhi keparahan manifestasinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
plak Kalkulus dibentuk oleh mineralisasi plak mikroba.

Awal Tahapan erupsi gigi hipoplastik dapat disertai dengan gingivitis yang parah,
yang dapat menghilang jika bagian serviks gigi memiliki enamel yang tidak terpengaruh. Lesi
karies yang nyata meningkatkan akumulasi plak dan secara bertahap mengganggu kebersihan
mulut. Lesi karies serviks hampir tanpa kecuali disertai dengan gingivitis kronis lokal.
Restorasi dengan tepi yang rusak, permukaan yang kasar, atau kontak yang rusak, semuanya
akan menyebabkan radang gusi kronis karena peningkatan akumulasi plak.

2.1.3 Gambaran Klinis


Gambaran klinis gingivitis dapat ditandai dengan salah satu dari tanda klinis berikut:
kemerahan dan kenyal pada jaringan gingiva, perdarahan saat provokasi, perubahan kontur,
dan adanya kalkulus atau plak tanpa bukti radiografi kehilangan tulang crestal. Pemeriksaan
histologis jaringan gingiva yang meradang menunjukkan epitel ulseratif. Mediator inflamasi
secara negatif mempengaruhi fungsi epitel sebagai pelindung. Perbaikan epitel ulserasi ini
bergantung pada aktivitas proliferatif atau regeneratif sel epitel, dan pengangkatan agen
etiologi yang memicu kerusakan gingiva sangat penting.

Menurut Rosad (2008) klasifikasi gingivitis berdasarkan keparahannya dibedakan menjadi 2:


A. Gingivitis Akut
Gambaran klinis pada gingivitis akut adalah pembengkakan yang berasal dari peradangan
akut dan gingiva yang lunak. Debris yang berwarna keabu-abuan dengan pembentukan
membran yang terdiri dari bakteri, leukosit polimorfonuklear dan degenarasi epitel fibrous.
Pada gingivitis akut terjadi pembentukan vesikel dengan edema interseluler dan intraseluler
dengan degenarasi nukleus dan sitoplasma serta rupture dinding sel.
B. Gingivitis Kronis
Gambaran gingivitis kronis adalah pembengkakan lunak yang dapat membentuk cekungan
sewaktu ditekan yang terlihat infiltrasi cairan dan eksudat pada peradangan. Pada saat
dilakukan probing terjadi perdarahan dan permukaan gingiva tampak kemerahan.
Degenerasi jaringan konektif dan epitel dapat memicu peradangan dan perubahan pada
jaringan tersebut. Jaringan konektif yang mengalami pembengkakan dan peradangan
sehingga meluas sampai ke permukaan jaringan epitel. Penebalan epitel, edema dan invasi
leukosit dipisahkan oleh daerah yang mengalami elongasi terhadap jaringan konektif.
Konsistensi kaku dan kasar dalam mikroskopis nampak fibrosis dan proliferasi epitel adalah
akibat dari peradangan kronis yang berkepanjangan.
2.1.4 Treatment Gingivitis
Gingivitis yang melibatkan jaringan marginal dan papillary adalah kerusakan
reversible dengan plak control dan menyembuhkan tanpa memberikan dampak kerusakan
yang permanen pada gingiva. Bagaimana pun orang tua harus peduli dan bertanggung jawab
terhadap control plak pada anak prasekolah mereka. Teknik menyikat bass menggunakan
sikat gigi dengan bulu halus sudah cukup pada kasus dari gingivitis marginal.
Dalam kasus gingivitis yang lebih parah, ketanggapan dokter gigi dalam membersihkan gigi
disini diperlukan untuk menghilangkan plak pada subgingiva dan kalkulus. Pada kasus ini
seringkali dilakukan dengan anastesi local. Untuk perawatan pendukung bisa berupa
pemeriksaan control plak pada fase initial. Untuk treatment gingivitis edukasi tentang
penyebab penyakit gingivitis dan intruksi atau tata cara untuk menggunakan dental floss.

2.2 Gingival Enlargement


2.2.1 Definisi
Gingival enlargement atau sering dikenal dengan pembesaran gingival adalah jaringan
gusi membesar secara berlebihan diantara gigi dan atau pada daerah leher gigi atau suatu
peradangan pada gingiva yang disebabkan oleh banyak faktor baik faktor lokal maupun
sistemik, yang paling utama adalah faktor lokal yaitu plak bakteri.

Klasifikasi Gingival Enlargement menurut faktor etiologi yaitu:


1. Inflamatory enlargement kronis dan akut
2. Obat-obatan penyebab pembesaran gingiva, misalnya phenythoin (Dilantin),
cyclosporine, calcium chanel blokers
3. Pembesaran pada kondisi tertentu misalnya penyakit sistemik kehamilan,
pubertas
4. Defisiensi vitamin C
5. Non spesifik (pyogenik granuloma)
6. Penyakit sistemik misalnya leukimia dan penyakit granulomatous ( wegner’s
granuloma, sarcoidosis)
7. Neoplasma enlargement (tumor gingiva) berupa tumor benigna atau tumor
maligna, dan
8. False enlargement.

Berdasarkan lokasi dan distribusi, pembesaran gingiva ditetapkan sebagai berikut:


Localized : Terbatas pada gingiva yang mencakup satu gigi beberapa gigi
Generalized : Melibatkan gingiva seluruh rongga mulut
Marginal : Terbatas pada margin gingiva
Papillary : Terbatas pada papilla interdental
Diffuse : Melibatkan margin gingiva, attached gingiva dan papilla
Discrete : Sessile yang terisolasi, pembesaran seperti tumor

2.2.2 Patofisiologis
Tanda klinis yang muncul yaitu gingiva membesar, halus, mengkilat, konsistensi
lunak, warna merah dan pinggirannya tampak membulat. Hal ini menimbulkan estetik yang
kurang baik, sehingga memerlukan perawatan yaitu gingivektomi. Pembesaran gingiva yang
didominasi oleh edema kadang terlihat selama pubertas dan pada anak-anak dengan sianosis
perifer. Pembesaran margin gingiva juga terlihat pada kasus pernapasan mulut.
Bakteri plak merupakan penyebab utama penyakit keradangan pada jaringan
periodontal sehingga tanpa kontrol plak, kesehatan periodontal tidak akan pernah tercapai.
Pada gigi yang crowded memudahkan terjadi akumulasi plak dan menyulitkan pembersihan
plak. Sebenarnya aspek keberhasilan perawatannya tergantung pada kontrol plak.

2.2.3 Gambaran Klinis

Gambaran klinisnya disebut hipertropi gingivitis atau hiperplasi gingiva.dengan


warna merah, konsistensi lunak, tepi tumpul dan tidak adanya stipling (halus). Pembesaran
gingiva merupakan hasil dari perubahan inflamsi akut atau kronis. Perubahan kronis lebih
umum terjadi. Gambaran klinis inflamasi kronis pembesaran gingiva adalah pada tahap awal
merupakan tonjolan sekitar gigi pada papila dan marginal gingival. Tonjolan tersebut dapat
bertambah ukurannya sampai menutup mahkota. Bisa secara lokal ataupun general dan
progresnya lambat dan tidak sakit, kecuali pada infeksi akut atau trauma. Lesi akut biasanya
terlokalisasi pada gingiva marginal atau papiler.
A. Pembesaran gingiva akibat inflamasi (Inflammatory enlargement):
1. Akut

2. Kronik
B. Pembesaran gingiva akibat obat-obatan (Drug-induced enlargement):
Gambaran klinis pertumbuhan berlebih dapat diamati pada 3 bulan penggunaan obat
sebagai pembesaran nodular lokal dari papilla interdental, lesi membesar dan dalam
beberapa kasus menutupi mahkota gigi. Bentuk DIGO yang parah dapat menutupi
permukaan gigi secara menyeluruh.
1. Antikonvulsan
Phenytoin (diphenylhydantoinate) adalah obat pilihan untuk pengobatan grand
mal, lobus temporal, dan kejang psikomotor. GO yang diinduksi fenitoin
ditandai dengan pembesaran papila interdental dan peningkatan penebalan
jaringan marginal, menyebabkan masalah estetika dan fungsional, seperti
malposisi gigi, kesulitan berbicara, dan gangguan kebersihan mulut. Lesi GO
yang diinduksi fenitoin sering terjadi pada rahang atas bukal anterior dan
rahang bawah, dan seluruh gigi dapat ditutupi pada kasus yang parah.
2. Immunosupresan
Siklosporin A telah menjadi imunosupresan pilihan untuk mencegah
penolakan transplantasi organ padat dan sumsum tulang dan untuk pengobatan
kondisi autoimun. Gambaran secara klinis, lesi lebih meradang dan berdarah
dibandingkan bentuk DIGO lainnya, dan biasanya terbatas pada permukaan
bukal. Keparahan lesi bisa mirip dengan phenytoin dan nifedipine.
3. Calcium channel blocker
Calcium channel blocker adalah kelompok obat yang biasa digunakan obati
hipertensi, angina pektoris, kejang arteri koroner, dan jantung aritmia. Secara
klinis, papila interdental terpengaruh, dan pertumbuhan berlebih terbatas pada
gingiva melekat dan marginal, yang biasanya diamati pada segmen anterior.

C. Pembesaran gingiva terkait dengan penyakit sistemik atau kondisi tertentu:


1. Conditioned enlargement
a. Kehamilan
Gambaran klinis : gingiva yang membesar berwarna merah cerah atau
magenta, lembut, dan rapuh, serta memiliki permukaan yang halus dan
berkilau. Lesi muncul sebagai massa bola berlubang, seperti jamur, yang
menonjol dari margin gingiva atau, lebih sering, dari ruang
interproksimal, dan dilekatkan oleh alas yang sesil atau bertangkai. Massa
biasanya padat, tetapi mungkin memiliki berbagai tingkat kelembutan dan
kerapuhan. Biasanya tidak menimbulkan rasa sakit.

b. Pubertas
Gambaran klinis : Lesi biasanya marginal dan interdental, dan ditandai
dengan papila interproksimal bulat yang menonjol.
c. Defisiensi vitamin C
Gambaran klinis : gingiva berwarna merah kebiruan, lembut, dan rapuh,
serta permukaannya halus dan berkilau.

d. Gingivitis sel plasma


Gingivitis sel plasma Secara klinis, PCG muncul sebagai kemerahan yang
menyebar, bersama dengan pembengkakan gingiva yang membengkak,
dengan demarkasi tajam di sepanjang batas mukogingiva. Dalam kasus
kami, pasien mengalami pembesaran gingiva merah yang membara,
terlokalisasi di segmen anterior rahang, refrakter terhadap profilaksis oral.
Temuan ini konsisten dengan laporan sebelumnya. Meskipun keberadaan
PCG dengan periodontitis agresif dan psoriasis telah dilaporkan, tidak ada
hubungan seperti itu yang telah dilaporkan sebelumnya dengan distrofi
otot.
e. Granuloma pyogenic
Pyogenic Granuloma terjadi pada semua kelompok umur. PG tampak kecil
atau besar, halus atau berlobus, nodul vaskular exophytic kemerahan yang
dapat tumbuh dengan cepat (Gbr. 1). Lesi yang lebih besar menjadi
berlobus dan kadang berkembang menjadi tumor seperti jamur dan
pedikulasi. PG memiliki kecenderungan untuk mengeluarkan banyak
darah. Pendarahan adalah gejala utama kunjungan ke kantor dokter.

2. Penyakit sistemik yang menyebabkan pembesaran gingiva


a. Leukemia
Pada pasien leukemia gambaran klinis dapat berupa gingiva berwarna
merah kebiruan, dan permukaannya mengkilat. Konsistensi cukup kuat,
tetapi ada kecenderungan kerapuhan dan perdarahan yang terjadi secara
spontan atau dengan iritasi ringan.
b. Penyakit granulomatous (Wegener’s granulomatosis, sarcoidosis)
Gambaran klinis : Pembesaran papiler granulomatosa berwarna ungu
kemerahan dan mudah berdarah jika dirangsang.

3. Pembesaran neoplastik (tumor gingiva)


Tanda klinis yang muncul yaitu gingiva membesar, halus, mengkilat,
konsistensi lunak, warna merah dan pinggirannya tampak membulat. Hal
ini menimbulkan estetik yang kurang baik, sehingga memerlukan
perawatan yaitu gingivektomi.

Sumber Ika Andriani


Periodonsia, Prodi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

4. Tumor jinak (benign tumor)


Tumor ini pertumbuhannya lambat dan mendesak tulang. Tumor berbatas
jelas dan dapat digerakkan, sehingga bila pengangkatan dapat dilakukan
dengan mudah. Daerah yang terkena terlokalisir dan tidak ada efek
terhadap jaringan tubuh. Contohnya adalah Ameloblastoma.

Gambar Ameloblastoma

( Atlas Berwarna Patologi Mulut karya K.W. Lee )

Ameloblastma biasanya tumbuh ke segala arah, menginvasi jaringan lunak


dan menghancurkan tulang baik dengan tekanan langsung maupun dengan
memicu resorpsi tulang oleh osteoklas. Tumor jinak inilah yang umumnya
paling sering terjadi dan menyerang bagian rahang bawah. Asalnya dari
sisa-sisa elemen epithelial dari pertumbuhan gigi, sisi-sisa sel Malassez
atau lapisan basal dari mukosa oral. Ameloblastoma biasanya terjadi pada
rahang bawah.

5. Tumor ganas (malignant tumor)


Tumor ini memiliki kemampuan untuk menyebar luas dan tumbuh dengan
cepat. Berbatas tidak jelas, sehingga dapat menembus tulang. Daerah yang
terkena bisa meluas ke arah lain. Umumnya hal ini disebut juga kanker.
Contohnya adalah Karsinoma Sel Skuamosa. Squamous Cell Carcinoma
atau disebut juga Karsinoma Sel Skuamosa merupakan kanker yang sering
terjadi pada rongga mulut yang secara klinis terlihat sebagai plak keratosis,
ulserasi, tepi lesi yang indurasi, dan kemerahan.

6. Pembesaran palsu (false enlargement)


Pembesaran semu ini muncul sebagai akibat dari peningkatan ukuran
tulang yang mendasari (tori, eksostosis, penyakit Paget, kerubisme,
osteoma, dll.) Atau jaringan gigi (selama erupsi gigi). Gingiva di atasnya
muncul tanpa gambaran klinis yang abnormal kecuali peningkatan besar-
besaran pada area tersebut (Gambar (Gambar 1212).

2.2.4 Treatment Gingival Enlargement


Scaling, root planing, curettage dan polishing merupakan initial phase therapy dalam
prosedur perawatan penyakit periodontal. Tindakan ini dapat meredakan peradangan
gingiva,dan menghilangkan mikroorganisme patologi yang terdapat pada daerah subgingiva.
Scaling adalah suatu tindakan penghilangan plak, kalkulus dan stain yang terdapat pada
permukaan mahkota gigi. Root planing adalah pembuangan jaringan sementum nekrotik dan
atau lunak, dentin, kalkulus serat eliminasi bakteri dan toksin dari permukaan akar gigi untuk
memperoleh permukaan akar yang halus. Pada permukaan yang halus diharapkan plak tidak
melekat sehingga tidak terjadi akumulasi plak dan kalkulus. Curettage adalah tindakan untuk
menghilangkan atau membersihkan jaringan granulasi atau jaringan yang meradang dari
gingiva yang merupakan dinding poket. Dengan dilakukannya curettage diharapkan jaringan
periodontal akan sehat terjadi regenerasi dan perlekatan kembali dengan dinding gigi. Pada
gingiva enlargement apabila gingiva terdiri dari komponen fibrotik yang tidak bisa mengecil
setelah dilakukan perawatan scaling, root planing, curettage dan polishing atau ukuran
gingiva menutupi deposits pada permukaan gigi, dan mengganggu akses pengambilan
deposits, maka perawatannya adalah pengambilan secara bedah (gingivektomi).
Gingivektomi atau tindakan bedah periodontal hanya bisa dilakukan ketika indeks plak
sekitar 10%, sehingga akan memperoleh penyembuhan yang optimal dan mencegah
terjadinya kekambuhan gingiva enlargement. Satu minggu setelah gingivektomi, periodontal
peck dilepas. Gingiva masih terlihat agak merah karena terjadi proses epitelisasi, proses ini
terjadi pada hari ke 5-14.

1. Treatment Bedah (Gingivektomi)


Gingivektomi adalah pemotongan jaringan gingiva dengan membuang dinding lateral
poket yang bertujuan untuk menghilangkan poket dan peradangan gingival sehingga
didapat gingival yang fisiologis, fungsional dan memiliki estetik yang baik. Prinsip
dan teknik gingivektomi yaitu setelah ditandai dengan poket marker, jaringan gingiva
kemudian dieksisi dengan sudut 45° kemudian gingiva dibentuk sesuai kontur dan
bentuk ketajaman tepi gingiva yang normal baik anatomi maupun fisiologis.
Keuntungan teknik gingivektomi adalah teknik sederhana, dapat mengeliminasi poket
secara sempurna, lapangan penglihatan baik, morfologi gingiva dapat diramalkan
sesuai keinginan. Setelah 12-24 jam pasca gingivektomi, sel epitel pinggiran luka
mulai migrasi ke atas jaringan granulasi. Epitelisasi permukaan pada umumnya
selesai setelah 5-14 hari. Selama 4 minggu pertama setelah gingivektomi keratinisasi
akan berkurang. Keratinisasi permukaan mungkin tidak tampak hingga hari ke 28-42
setelah operasi. Perbaikan epitel selesai sekitar satu bulan, perbaikan jaringan ikat
selesai sekitar 7 minggu setelah gingivektomi. Vasodilatasi dan vaskularisasi mulai
berkurang setelah hari ke empat penyembuhan dan tampak hampir normal pada hari
ke 16. Enam belas minggu setelah gingivektomi, gingival tampak sehat, berwarna
merah muda dan kenyal.

2. Treatment Laser
Ada tiga jenis laser utama yang digunakan sebagai instrumen untuk terapi bedah di
rongga mulut : Laser Neodimium - YAG (Nd: YAG), Argon (Ar) dan Karbon
dioksida (CO2). Pada laser CO2, panjang gelombang yang panjang memiliki
keuntungan dapat diabsorbsi oleh jaringan dengan jumlah air yang besar,
mengakibatkan penguapan lebih mudah sehingga tidak menyebabkan luka bakar yang
dalam. Laser CO2 adalah metode yang cepat dan efektif sehingga pemotongan pada
lesi lebih baik. Langkah awal dalam prosedur laser gingivektomi, yaitu : mengukur
jarak dari papilla ke tepi insisal dengan menggunakan graphite pencil, memberi tanda
pada interdental papilla pada bagian kanan dan kiri pada permukaan bukal gigi.
Prosedur bedah dilakukan dengan lase CO2, panjang gelombang λ 10.600 nm, daya
rata-rata 5W, focus 2 mm, dan arus searah.

2.3 Definisi Herpes


2.3.1 Definisi
Herpes merupakan nama kelompok virus herpesviridae yang dapat menginfeksi
manusia. Infeksi virus herpes dapat ditandai dengan munculnya lepuhan kulit dan kulit
kering. Jenis virus herpes yang paling terkenal adalah herpes simplex virus atau HSV.
Herpes simplex dapat menyebabkan infeksi pada daerah mulut, wajah, dan kelamin
(herpes genitalia). Herpes merupakan kondisi jangka Panjang. Akan tetapi, banyak orang
yang tidak memunculkan gejala herpes padahal mereka memiliki virus herpes di dalam
tubuhnya. (Monica Shendy, 2016)
Herpes kemaluan (genital herpes) adalah lepuhan atau sores pada kemaluan. Ini
disebabkan oleh Herpes Simplex Virus (HSV) Tipe I atau Tipe II. HSV Tipe I lebih
banyak di mulut (cold sores) dan HSV Tipe II di kemaluan. Kedua virus ini dapat
menginfeksi mulut dan daerah kemaluan.(Monica Shendy, 2016)
A. Klasifikasi Herpes
1. Herpes Zoster /Varicella Zoster Virus (VZV)
Herpes zoster yang sering disebut dengan istilah shingles adalah penyakit yang
disebabkan oleh varicella zoster virus (VZV), dengan manifestasi klinis berupa
nyeri disertai blister yang muncul mengikuti dermatom saraf dan sering terbatas
pada area di satu sisi tubuh dan membentuk garis. Infeksi awal herpes zoster
adalah varicella atau cacar air yang biasanya menyerang pada usia anak hingga
remaja. Setelah varicella sembuh, virus ini akan dalam keadaan dorman di
ganglion saraf dan dapat teraktivasi menimbulkan herpes zoster apabila imunitas
menurun (CDC,2008).
Varicella zoster virus (VZV) adalah virus yang menyebabkan cacar air (chicken
pox) dan herpes zoster (shingles). Herpes zoster Varicella zoster adalah virus yang
hanya dapat hidup di manusia dan primata ;(simian). Pertikel virus (virion)
varicella zoster memiliki ukuran 120-300 nm. Virus ini memiliki 69 daerah yang
mengkodekan gen-gen tertentu sedangkan genom virus ini berukuran 125 kb
(kilobasa). Komposisi virion adalah berupa kapsid, selubung virus, dan
nukleokapsid yang berfungsi untuk melindungi inti berisi DNA double stranded
genom. Nukleokapsid memiliki bentuk ikosahedral, memiliki diameter 100-110
nm, dan terdiri dari 162 protein yang dikenal dengan istilah kapsomer. Virus ini
akan mengalami inaktivasi pada suhu 56-60 °C dan menjadi tidak berbahaya
apabila bagian amplop virus ini rusak. Penyebaran virus ini dapat terjadi melalui
pernapasan dan melalui vesikel pada kulit pada penderita .
2. Herpes Simplex Virus 1 (HSV 1)
Infeksi Herpes Simpleks Virus 1 (HSV 1) pada rongga mulut merupakan suatu
penyakit yang diawali gejala prodromal yaitu demam diikuti munculnya vesikel
pada wajah, mukosa mulut, dan bibir. HSV 1 bersifat laten di dalam tubuh dan
dapat rekuren yang dipicu oleh paparan sinar matahari, stres emosional, kondisi
imunosupresi, kelainan hormonal dan trauma saraf. Herpes Simpleks Keratitis
(HSK) merupakan salah satu penyebab kerusakan kornea. HSK terjadi akibat
infeksi Herpes Simplex Virus tipe 1 (HSV-1). HSK memiliki manifestasi klinik
dari epitel sampai endotel. Diagnosis didukung dengan penurunan sensibilitas
kornea, pemeriksaan Giemsa dan Papaniculou. ( Raihana Rustam, 2018)
3. Herpes Simplex Virus 2 (HSV 2)
Infeksi Herpes simpleks virus (HSV) dapat berupa kelainan pada daerah orolabial
atau herpes orolabialis serta daerah genital dan sekitarnya atau herpes genitalis,
dengan gejala khas berupa adanya vesikel berkelompok di atas dasar makula
eritematosa. Herpes simpleks genitalis merupakan salah satu Infeksi Menular
Seksual (IMS) yang paling sering menjadi masalah karena sukar disembuhkan,
sering berulang (rekuren), juga karena penularan penyakit ini dapat terjadi pada
seseorang tanpa gejala atau asimtomatis. Kata herpes dapat diartikan sebagai
merangkak atau maju perlahan (creep or crawl) untuk menunjukkan pola
penyebaran lesi kulit infeksi herpes simpleks genitalis.Gejala herpes meliputi
lecet, bisul, nyeri saat buang air kecil, dan keputihan. (Laissa Bonita, 2017)

2.3.2 Patofisiologis

Virus herpes menyebabkan salah satu infeksi virus yang paling tersebar luas. Infeksi
primer biasanya terjadi pada anak di bawah 6 tahun yang tidak pernah berhubungan dengan
virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) dan karena itu tidak memiliki antibodi penetral. Pada
beberapa anak prasekolah, infeksi primer dapat ditandai dengan hanya satu atau dua luka
ringan pada membrane mukosa oral, yang mungkin tidak terlalu menjadi perhatian anak atau
mungkin tidak diketahui oleh orang tua. Pada anak-anak lain infeksi primer dapat
dimanifestasikan dengan gejala akut (gingivostomatitis herpes akut). Hal ini tidak menutup
kemungkinan pada seseorang dengan oral hygiene yang bersih juga bias bersifat akut.

Gambar 14-4 : fase ulserasi herpes primer pada anak-anak. Terdapat area peradangan
berbatas.

Gejala penyakit ini berkembang secara tiba-tiba, selain jaringan gingiva merah, malaise,
iritabilita, sakit kepala, dan nyeri yang berhubungan dengan makanan dan cairan yang
mengandung asam. Ciri khas yang terjadi dimulut pada penyakit primer akut adalah adanya
vesikula berisi cairan berwarna kuning atau putih.
Dalam beberapa hari vesikula pecah dan membentuk ulkus yang nyeri, dengan diameter 1
sampai 3 mm, yang ditutupi dengan membran abu-abu dan memiliki daerah peradangan
terbatas (Gambar 14-5 A dan B). Ulkus dapat diamati pada area manapun dari membran
mukus, termasuk mukosa bukal, lidah, bibir, langit-langit keras dan lunak, dan daerah tonsil.
Lesi ulserasi besar kadang-kadang dapat diamati di langit-langit atau jaringan gingiva atau di
daerah lipatan mukobukal. penyebaran ini membuat diagnosis banding menjadi lebih sulit.
Kriteria diagnostik tambahan adalah peningkatan empat kali lipat antibodi serum terhadap
HSV-1. Kultur lesi juga menunjukkan hasil positif untuk HSV-1.

gambar 14-5 : A. herpes akut gingivostomatitis pada lidah anak-anak, B. Jaringan


ginginva berwarna merah merona.

Setelah serangan primer awal pada masa kanak-kanak, virus herpes simpleks menjadi tidak
aktif dan berada di ganglia saraf sensorik. Virus sering muncul kembali kemudian sebagai
lepuh demam atau herpes simpleks pada umumnya, biasanya di sisi luar bibir (Gambar 14-6,
A-C). Dengan demikian penyakit ini sering disebut sebagai herpes labialis rekuren (Recurrent
Herpes Labialis). Namun, sekitar 5% kekambuhan terjadi secara intraoral. Dengan serangan
berulang, luka berkembang di area yang sama.Kekambuhan penyakit ini sering dikaitkan
dengan kondisi stres emosional dan penurunan resistensi jaringan akibat berbagai jenis
trauma. Paparan sinar matahari yang berlebihan menjadi faktor pemicu atas munculnya lesi
herpes berulang di bibir. Penggunaan tabir surya dapat mencegah kekambuhan akibat sinar
matahari. Lesi pada bibir juga dapat muncul setelah perawatan gigi dan mungkin terkait
dengan iritasi dari bahan rubber dam atau bahkan prosedur harian rutin.
Gambar 14-6 : rekuren herpes labialis. A, lesi vesicular awal. B, lesi vesicular mature. C,
gambaran herpes labialis setelah rupturenya/pecah vesikel

Keunikan HSV adalah mampu bergerak di neuron, bermultiplikasi di ganglion dan bersifat
laten. Cara penularan HSV dipengaruhi 2 faktor yaitu melalui kontak erat dengan (kulit-
mukosa) penderita yang terinfeksi dan adanya trauma (luka terbuka).
Infeksi herpes primer dapat ditemukan pada permukaan punggung ibu jari pasien anak
(Gambar 14-7). Anak itu mengisap ibu jari, dan infeksi primer akut di mulut. Permukaan
punggung ibu jari, yang bertumpu pada gigi insisivus rahang bawah, tampaknya menjadi
teriritasi, dan terjadi inokulasi virus. Kondisi mulut dan lesi pada ibu jari mereda dalam 2
minggu.
Gambar 14-7 : infeksi herpes primer pada permukaan dorsal ibu jari anak umur 3 tahun.
Infeksi primer akut yang sudah ada pada mulut penderita.

2.3.3 Gambaran Klinis

Gambaran klinis : setelah prodrome, eritema dan kelompok vesikula dan / atau ulkus
muncul pada mukosa berkeratin dari mukosa palatal keras, melekat pada gingiva dan dorsum
lidah, dan mukosa nonkeratin pada mukosa bukal dan labial, lidah ventral, dan langit-langit
lunak (Gambar 4-2 dan Gambar 4-3). Vesikel pecah dengan cepat membentuk ulkus yang
biasanya berukuran 1–5 mm dan bergabung membentuk ulkus yang lebih besar dengan tepi
bergigi dan eritema di sekitarnya. Gingiva seringkali eritematosa, dan mulut terasa sangat
nyeri, menyebabkan kesulitan makan.

2.3.4 Treatment
1. Perawatan Herpes Simpleks
Prinsip perawatan yang akan dijalankan adalah pemberian terapi kausatif, simtomatik,
dan suportif. Pasien diterapi dengan acyclovir 200 mg 5x1 untuk 5 hari sebagai terapi
kausatif, ekstrak aloe vera kumur untuk pemakaian 3x1 untuk 5 hari, Echinacea 250
mg tablet 1x1 untuk 10 hari, dan multivitamin yang mengandung vitamin E, vitamin
C, asam folat, vitamin B1, vitamin B2, niasin, vitamin B6, vitamin B12, asam
pantotenant, dan Zn, tablet 1x1 untuk 10 hari yang merupakan terapi simtomatif dan
suportif. Pasien diinstruksikan untuk memakai pasta gigi yang mengandung aloe vera
untuk membantu mengurangi inflamasi, menghindari faktor yang mungkin sebagai
pencetus, misalnya paparan sinar matahari yang berlebihan, atau stres fisik yang
berlebihan, serta sedapat mungkin mengisolasi diri untuk menghindarkan penularan
virus ke orang lain karena pasien sedang dalam tahap infeksius. Untuk membantu
penyembuhan, pasien diminta untuk beristirahat. Selanjutnya, pasien diminta kontrol
5 hari kemudian.
2. Perawatan Herpes Zoster
Terapi yang diberikan berupa kausatif, simptomatik, suportif dan preventif. Terapi
kausatif, yaitu acyclovir 4 x 400 mg selama 2 minggu. Terapi simptomatis berupa
analgesik, asam mefenamat 3 x 500 mg, yang kemudian diganti dengan carbamazepin
3 x 200 mg. Pada wajah diberikan bedak salisilat topikal. Terapi suportif berupa obat
kumur dibuat dengan cara melarutkan 10 kapsul tetracycline 250 mg dalam 10 ml air,
dan bedak salysilat yang ditaburkan ke daerah lesi, serta multivitamin yang meliputi
tablet vitamin B komplek yang mengandung zinc 1 x perhari selama 5 hari dan
suplemen makanan. Untuk mencegah penyebaran virus ini kepada orang lain, atau
keluarganya, pasien diminta untuk sedapat mungkin mengisolasi diri terutama dari
anak kecil. Pasien diminta untuk kontrol 4 hari kemudian.

2.4 Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG)


2.4.1 Definisi
Infeksi yang merusak jaringan, terutama pada gingiva interdental dan marginal, yang
ditandai oleh hilangnya sebagian dari papilla interdental, perdarahan gingiva dan rasa sakit.
Trench mouth (infeksi Vincent gingivitis ulserativa nekrotik akut) adalah suatu infeksi gusi
yang tidakmenular dan terasa nyeri, menyebabkan nyeri, demam dan kelelahan.
Necrotizing gingivitis ulseratif (NUG) adalah suatu kondisi yang mempengaruhi gusi yang
disebabkan oleh infeksi bakteri/mikroba yang mengganggu respon host. Ini adalah bentuk
penyakit periodontal (gusi). Tapi tidak seperti gingivitis bentuk lain, biasanya anug
berkembang cepat dan menyebabkan sedang sakit parah. “Necrotizing" berarti bahwa
kondisitersebut terjadi kerusakan jaringan. "Ulseratif" mengacu pada luka yang dapat muncul
pada gusi. Kondisi ini dulu dikenal sebagai akut gingivitis ulseratif nekrosis (ANUG) dan
penyakit Vincen. Selama Perang Dunia I, ANUG dikenal sebagai penyakit mulut karena
banyak tentara menderita itu.
Beberapa mikroorganisme yang umumnya ditemukan pada jaringan periodontal, pada host
dengan kondisi kompromis imun dapat menyebabkan mikroorganisme ini berubah menjadi
pathogen. Produk endotoksin dan aktivasi system imun dapat menyebabkan kerusakan
jaringan gingiva dan sekitarnya.
Faktor predisposisi :
- Penurunan imunitas ( terutama AIDS),
- Merokok,
- Strees,
- Malnutrisi berat,
- Kebersihan mulut yang buruk.

2.4.2 Patofisiologis
Multifactorial bacteria Fusiform bacillus, Spirochetal, Prevotella intermedia,
Treponema, Sellenomonas, Fusobacterium. Predesposisi local luka pada gingival.
Predesposisi sistemik defisiensi nutrisi, stress, penyakit sistemik yang melemahkan
system imun tubuh seperti AIDS, leukemia, dan anemia.
Plaut dan Vincent mengenalkan konsep ANUG disebabkan oleh bakteri spesifik yaitu
fusiform bacillus dan spirochete. Lebih jelasnya loesche dan rekan mendeskripsikan
adanya berbagai flora yang konstan terdapat di ANUG. Flora tersebut terdiri dari
fusospirochetal dan juga bacteriode intermedius yang merupakan tipe bakteri yang
heterogen.
Orgasme / bakteri aenorob utama yang terlibat adalah Fusobakterium necrophorum.
Bacteroides meaningenicus spp, Intermedius, sekarang diketahui sebagai Preotella
intermedia, Fusobacterium nucleatum, Porphyromonas gingivalls, Trepoma dan
Selemonas spps. Bakteri tersebut menghasilkan berbagai metabolisme yang dapat
merusak. Contoh kolagenase, fibrinosilin, rndotoxins, hydrogen sulfide, indole
ammonia, asam lemak, protease.

2.1.3 Gambaran Klinis


Karakteristik lesi berupa cekungan keluar, seperti kawah di puncak papila interdental
yang kemudian meluas ke gingiva marginal dan jarang ke gingiva yang menempel dan
mukosa mulut. Permukaan kawah gingiva ditutupi oleh lapisan abu-abu pseudomembran
yang dibatasi dari sisa mukosa gingiva oleh eritema linier yang diucapkan (lihat Gambar
20.1A). Dalam beberapa kasus, lesi gundul dari permukaan pseudomembran, sehingga
memperlihatkan margin gingiva, yang merah, mengkilat, dan hemoragik. Lesi yang khas
dapat secara progresif menghancurkan gingiva dan jaringan periodontal di bawahnya (lihat
Gambar 20.1B).
Perdarahan gingiva spontan dan perdarahan yang jelas setelah stimulasi sekecil apa pun
merupakan tanda klinis karakteristik tambahan (lihat Gambar 20.1B dan C).

2.1.4 Treatment Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (Anug)


Dalam jangka pendek, tindakan pertama terdiri atas terapi kebersihan mulut, termasuk
pembersihan secara mekanis serta menghilangkan debris ditempat bersangkutan. Pengobatan
lokal dilakukan dengan metronidazole secara sistemik untuk 3-5 hari. Terdapat respon
terhadap pemberian antibiotik sisemik dan local debriment. Gejala menghilang bertahap
diatas 3-4 minggu, tetapi sering rekuren. Dalam jangka panjang, terapi kebersihan untuk
mencegah kerusakan gingival yang lebih lanjut harus dilakukan. (Lynch et al.,1994 ; Lewis &
Lamey, 1998)
1. Tahap pengontrolan fase akut
 Membersihkan ulser dengan agent antibacterial yang dapat melepaskan
oksigen ( Hidrogen Peroksida atau Sodium Perborate)
 Pemberian metronidazole merupakan pilihan pertama (200 mg 3x sehari
selama 3-5 hari)
 Peminum alkohol menjadi kontraindikasi untuk antibiotik metronidazole
karena efek sampingnya adalah nausea dan mual, alternative pilihannya adalah
pemberian phenoxymethyl penicillin (250 mg 4x sehari selama 5 hari)
 Eritromisin atau clindamisin dapat diberikan jika metronidazole dan penicillin
menjadi kontraindikasi bagi pasien.
2. Tahap perawatan mekanis pada gingiva.
 Scalling dapat dilakukan beberapa hari setelah tahap pengontrolan fase akut
 Aplikasi gel mengandung metronidazole sehari 3-4 kali
 Berkumur dengan 3% H2O2 & air hangat steril (1:1) sehari 4x
 Berkumur dengan chlorhexidine
 Istirahat yang cukup

2.5 Gingivitis Erupsi (Eruption Gingivitis)


2.5.1 Definisi
Merupakan peradangan yangterjadi di sekitar gigi yang sedang erupsi dan berkurang
setelah gigi tumbuh sempurna dalam rongga mulut, sering terjadi pada anak usia 6-7 tahun
ketika gigi permanen mulai erupsi. Eruption gingivitis berkaitan dengan akumulasi plaque.
Gingivitis erupsi, istilah ini digunakan untuk menggambarkan bentuk reaksi inflamasi
gingiva yang lebih intens di sekitar gigi permanen yang sedang tumbuh. Di area gigi sulung
yang lepas dan gigi permanen yang erupsi, terdapat risiko besar terjadinya penumpukan plak,
karena pembersihan gigi mungkin sulit atau bahkan tidak menyenangkan untuk dilakukan,
yang menyebabkan reaksi inflamasi. Lebih lanjut, respons gingiva kadang-kadang terlihat
tidak proporsional dengan derajat iritasi bakteri, yang menunjukkan bahwa faktor lain
mengubah respons inflamasi. Telah dibuktikan bahwa selama fase erupsi, epitel menampilkan
perubahan degeneratif di tempat fusi antara epitel gigi dan mulut. Hal ini menunjukkan titik
lemah pada penghalang epitel, dan peningkatan permeabilitas dari epitel junctional yang baru
terbentuk dapat membuat area tersebut sangat rentan terhadap akumulasi bakteri. Faktor
penting lainnya adalah setelah inflamasi gingiva terjadi, epitel gigi yang panjang dari gigi
yang erupsi dapat terpisah dari email, menciptakan relung untuk bakteri patogen dan risiko
keterlibatan jaringan yang lebih dalam. Pembentukan plak subgingiva seperti itu dapat
menjelaskan mengapa reaksi inflamasi gingiva pada gigi yang erupsi seringkali lebih sulit
disembuhkan daripada pada gigi yang erupsi penuh.
2.5.2 Patofisiologis
1. Plak Gigi
Plak gigi adalah matriks interseluler yang saling berikatan, terutama mengandung
mikroorganisme yang berpoliferasi bersama dengan selsel epitel yang tersebar, leukosit, dan
makrofag. Plak dapat didefinisikan sebagai deposit lunak yang membentuk biofilm yang
melekat pada permukaan gigi atau permukaan keras lainnya pada rongga mulut, termasuk
restorasi lepasan dan restorasi cekat. Biofilm diartikan sebagai sebuah matriks, populasi
bakteri tertutup yang melekat satu sama lain dan/atau ke permukaan atau antar dua
permukaan. Plak gigi adalah sebuah biofilm mikroba, sebuah komunitas mikroba yang
beragam ditemukan pada permukaan gigi yang tertutupi oleh matriks polimer yang berasal
dari bakteri dan saliva.
Plak yang berhubungan dengan penyakit periodontal adalah plak yang terdiri atas
mikroorganisme padat yang menumpuk pada permukaan gigi dan berkolonisasi di sana. Jenis
plak ini dapat berupa plak supragingiva dan subgingiva. Plak subgingiva pada periodontitis
tersusun atas lapisan dalam dan lapisan luar. Lapisan dalam yang tersiri atas bakteri yang
melekat erat dilanjutkan oleh plak supragingiva meski lebih tipis dan kurang teratur. Di luar
lapisan yang melekat erat ini dan di dekat jaringan lunak poket terdapat lapisan
mikroorganisme yang melekat dengan bebas. Mikroorganisme yang menyusunnya terdiri atas
sejumlah spirochaeta, bakteri Gram negatif, dan bakteri yang membentuk formasi tertentu.
Mekanismenya yaitu meningkatnya GCF selama inflamasi meningkatkan suplai nutrien
untuk bakteri pembentuk plak dan edema pada marginal gingiva merupakan tempat anatomis
bagi plak yang sedang berkembang. Penjelasan tentang mekanisme pembentukan plak yang
lain adalah peningkatan protein plasma pada pelikel dapat berdampak pada komposisi bakteri
pada plak gigi. Gingivitis dihubungkan dengan perkembangan plak gigi yang lebih
terorganisasi. Biofilm seperti tu dicirikan dengan beberapa lapisan sel, dengan stratifikasi
bakteri diatur oleh metabolisme dan toleransi terhadap oksigen. Pada keadaan gingivitis,
jumlah bakteri kokus, batang, dan dilamen Gram negatif meningkat dan bakteri anaerob
muncul (Fusobacterium nucleatum, Campylobacter gracilis, Tannerella forsythia,
capnocytophaga spp.). Spesies yang terlibat bervariasi tergantung pada karakteristik
lingkungan lokal, tetapi pola kolonisasi selalu sama. Bentuk gingivitis yang parah
berhubungan dengan adanya Porphyromonas gingivalis pada daerah subgingiva.
2. Faktor Lokal dan Faktor Sistemik
Selain bakteri pada plak gigi, terdapat faktor lokal dan faktor sistemik yang turut
berperan dalam terjadinya penyakit periodontal. Faktor lokal yang turut berperan dalam
terjadinya penyakit periodontal yaitu faktor anatomi, faktor iatrogenik, kalkulus, trauma,
cedera kimiawi, dan trauma akibat oklusi. Faktor anatomi meliputi morfologi akar gigi, letak
gigi dalam lengkung rahang, dan jarak antar akar gigi. Bahan restorasi yang overhanging atau
yang permukaannya kasar dapat menjadi tempat untuk perlekatan dan pembentukan plak.
Gigi tiruan lepasan dapat menekan jaringan lunak jika desainnya tidak sesuai. Alat
ordontontik cekat nerupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan bakteri sehingga dapat
menyebabkan inflamasi pada jaringan penyangga gigi. Cedera kimiawi dapat diakibatkan
oleh penggunaan tablet aspirin secara topikal yang tidak sesuai aturan, obat kumur yang
mengiritasi, dan kecerobohan dokter gigi dalam menggunakan bahan pemutih gigi.
Berbagai faktor sistemik juga dapat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit dan keparahan
penyakit periodontal. Penyakit gangguan endokrin yang berpengaruh, yaitu diabetes mellitus,
perubahan hormonal pada wanita, dan hipertiroidisme. Gangguan darah dan defisiensi imun
seperti gangguan leukosit, leukemia, anemia, trombopenia, dan defisiensi antibody.

2.5.3 Gambaran Klinis


Gambaran klinis dari eruption gingivitis terlihat ada peradangan yang terjadi di sekitar
gigi yang sedang erupsi dan berkurang setelah gigi tumbuh sempurna dalam rongga mulut,
sering terjadi pada anak usia 6-7 tahun ketika gigi permanen mulai erupsi

2.5.4 Treatment
1. Perawatan Eruption Gingivitis
Perawatan eruption gingivitis akan hilang apabila posisi oklusi telah normal. Apabila
ringan tidak membutuhkan perawatan hanya dengan meningkatkan kebersihan mulut.
Bila menjadi lebih berat menimbulkan sakit dan dapat berkembang menjadi perikoronitis
atau abses perikoronal. Perikoronitis yang disertai dengan pembengkakan nodus
limfatikus sebaiknya dilakukan perawatan dengan terapi antibiotic. (McDonald dan
Avery, 2004; Pinkham, 2005).

2.6 Gingival fibromatosis


2.6.1 Definisi
Gingival fibromatosis adalah suatu pembesaran fibrosis secara progesif yang jarang
dari gingiva. Keadaan tersebut timbul pada masa kanak-kanak dan menjadi lebih menonjol
dengan bertambahnya usia. Pembesaran itu biasanya menyeluruh tanpa radang, mengenai
permukaan bukal dan lingual dari kedua rahang dengan seimbang. Ada 2 macam fibromatosis
gingiva yaitu menyeluruh dan setempat. Jenis menyeluruh bernodula, batasnya tidak jelas,
menunjukkan daerah-daerah pertumbuhan gingiva yang globuler yang bergabung dan
akhirnya menutupi mahkota gigi-gigi.

2.6.2 Patofisiologis
Fibromatosis gingiva adalah suatu pembesaran fibrosis secara progresif yang jarang
dari gingiva. Keadaan tersebut timbul pada masa kanak-kanak dan menjadi lebih menonjol
dengan bertambahnya usia. Pembesaran itu biasanya menyeluruh tanpa radang, mengenai
permukaan bukal dan lingual dari kedua rahang dengan seimbang.
Ada dua macam fibromatosis gingiva yaitu menyeluruh dan setempat. Jenis menyeluruh
bernodula, batasnya tidak jelas, menunjukkan daerah-daerah pertumbuhan gingiva yang
globuler yang bergabung dan akhirnya menutupi mahkota gigi-gigi. Jenis setempat kadang-
kadang dijumpai. yaitu pertumbuhan-pertumbuhan soliter terbatas pada atap palatum dari
tuberositas maksila atau gingiva lingual dari lengkung mandibula. Menurut penelitian lain,
salah satu pemicu terjadinya pembesaran gingival adalah adanya akumulasi plak.
Ciri-cirinya secara umum :
1. Terlokalisir diarea molar
2. Biasanya simetris
3. Mengenai seluruh gingiva sampai persipangan mukogingiva
4. Disebabkan oleh factor genetik

Jangkauannya bisa begitu besaritu mengubah kontur wajah pasien. Onsetnya dini dan
penyakit ini sering didiagnosis sehubungan dengan retardasi erupsi. Pembesaran sangat keras
dan berwarna pucat, dan dapat diobati dengan gingivektomi atau, bila ekstensif, dengan
prosedur flap yang diganti. Hereditary gingiva fibromatosis (HGF) dapat dikarenakan mutasi
gen SOS-1 ataupun mutasi gen yang lain. Progresifitasnya berjalan lambat, bersifat jinak,
tidak mudah berdarah, asimptomatis, dapat sampai menutupi lebih dari 2/3 mahkota gigi,
warna gingiva seperti keadaan normal dan secara klinik berhubungan dengan periodontitis
kronik.

2.6.3 Gambaran Klinis


Bentuk Gingival Fibromatosis yang paling umum terjadi sebagai pembesaran gingiva
yang jinak, progresif lambat, dan non-hemoragik. Ini mempengaruhi mukosa pengunyahan
(gingiva marginal dan melekat serta papilla interdental), tetapi tidak menyebar ke luar
persimpangan mukosa-gingiva. GF dapat digeneralisasikan, idiopatik atau turun-temurun
(non-sindromik) (Gambar 1a dan 2a) atau berhubungan dengan penyakit genetik yang
berbeda. Secara klinis, onsetnya bertepatan dengan erupsi gigi primer atau permanen, dan
jarang muncul saat lahir . GF juga dapat terjadi sebagai lesi lokal seperti nodular. Jaringan
gingiva berlebih dapat menutupi sebagian atau seluruh mahkota, dan dapat menyebabkan
diastema, perpindahan gigi, atau retensi gigi primer atau impaksi, dan juga dapat
menyebabkan masalah pengunyahan, fonetik, psikologis, dan estetika.

2.6.4 Treatment
Perawatan yang dilakukan mungkin dirawat dengan gingivektomi atau, bila ekstensif,
dengan prosedur flap yang diganti. Pada kasus ini, terlebih dahulu dilakukan pembersihan
plak dan karang gigi terlebih dahulu sebelum dilakukan perawatan lebih lanjut. Prosedur
operasi dilakukan di ruang bedah, karena kondisi pasien memerlukan pembedahan. Pasien
ditangani di bawah anestesi umum. Penanganan yang dilakukan pertama adalah pencabutan
gigi. Gigi-gigi yang goyang dan mengalami protrusi ini akibat pembesaran gingival yang
mengakibatkan tampilan yang tidak menyenangkan bagi penderita. Pada kasus ini gigi-gigi
anterior rahang atas yang mengalami hiperplasia terlihat protrusi dan goyang derajat 3,
sehingga harus dilakukanbpencabutan pada gigi-gigi anterior rahang atas. Selanjutnya
dilakukan eksisi denganbmenggunakan skalpel setelah ditentukan daerah mana saja yang
akan dikeluarkan. Setelah eksisi pada bagian-bagian gingiva, prosesus alveolaris yang
dianggap tajam pada daerah yang terbuka, kemudian dihaluskan dan diirigasi dengan larutan
salin. Irigasi larutan salin ini bertujuan untuk mengeluarkan debris, misalnya pecahan
prosesus alveolaris yang dihaluskan tadi.6 Setelah itu salep topikal diaplikasikan pada daerah
gingiva yang dieksisi. Salep topikal ini berguna untukbmenjamin perbaikan dan re-epitalisasi
yang optimal

Anda mungkin juga menyukai