PEMBAHASAN
2.1 Gingivitis
2.1.1 Definisi
Gingivitis adalah peradangan pada gingiva yang disebabkan oleh penumpukan plak,
kalkulus, hormon, konsumsi obat-obatan tertentu serta infeksi bakteri seperti bakteri
Fussobacterium nucleatum, Prevotella intermedia dan Porphyromonas gingivalis (Moree et
al., 1982) dan merupakan penyakit periodontal yang paling sering dijumpai baik pada usia
muda maupun dewasa. Terjadi sebagai respon terhadap bakteri, plak dan apabila berlanjut
akan menyebabkan terbentuknya poket periodontal. Keadaan ini berhubungan dengan tingkat
kebersihan gigi dan mulut, semakin buruk tingkat kebersihan gigi dan mulutnya maka
semakin mudah terserang gingivitis. Penyebab utama gingivitis pada anak yaitu plak gigi
yang disebabkan oleh karena kebersihan mulut yang buruk dan posisi gigi yang tidak teratur
2.1.2 Patofisiologis
Gingivitis disebabkan oleh mikroba plak. Sebagian besar bakteri ada sebagai bagian
dari ekologi normal mulut. Banyak di antaranya memiliki potensi virulensi tetapi infeksi
gingivitis dicirikan sebagai nonspesifik dalam hal dominasi patogen tertentu. Sebagian besar
penelitian tentang peran mikroorganisme dalam patogenesis gingivitis telah menyimpulkan
bahwa jumlah bakteri dan produk bakteri yang terakumulasi secara lokal adalah yang
terpenting dalam patogenesis peradangan gingiva. Namun demikian, gingivitis harus
dianggap sebagai penyakit multifaktoral dan sejumlah faktor intrinsik serta ekstrinsik
mempengaruhi keparahan manifestasinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
plak Kalkulus dibentuk oleh mineralisasi plak mikroba.
Awal Tahapan erupsi gigi hipoplastik dapat disertai dengan gingivitis yang parah,
yang dapat menghilang jika bagian serviks gigi memiliki enamel yang tidak terpengaruh. Lesi
karies yang nyata meningkatkan akumulasi plak dan secara bertahap mengganggu kebersihan
mulut. Lesi karies serviks hampir tanpa kecuali disertai dengan gingivitis kronis lokal.
Restorasi dengan tepi yang rusak, permukaan yang kasar, atau kontak yang rusak, semuanya
akan menyebabkan radang gusi kronis karena peningkatan akumulasi plak.
2.2.2 Patofisiologis
Tanda klinis yang muncul yaitu gingiva membesar, halus, mengkilat, konsistensi
lunak, warna merah dan pinggirannya tampak membulat. Hal ini menimbulkan estetik yang
kurang baik, sehingga memerlukan perawatan yaitu gingivektomi. Pembesaran gingiva yang
didominasi oleh edema kadang terlihat selama pubertas dan pada anak-anak dengan sianosis
perifer. Pembesaran margin gingiva juga terlihat pada kasus pernapasan mulut.
Bakteri plak merupakan penyebab utama penyakit keradangan pada jaringan
periodontal sehingga tanpa kontrol plak, kesehatan periodontal tidak akan pernah tercapai.
Pada gigi yang crowded memudahkan terjadi akumulasi plak dan menyulitkan pembersihan
plak. Sebenarnya aspek keberhasilan perawatannya tergantung pada kontrol plak.
2. Kronik
B. Pembesaran gingiva akibat obat-obatan (Drug-induced enlargement):
Gambaran klinis pertumbuhan berlebih dapat diamati pada 3 bulan penggunaan obat
sebagai pembesaran nodular lokal dari papilla interdental, lesi membesar dan dalam
beberapa kasus menutupi mahkota gigi. Bentuk DIGO yang parah dapat menutupi
permukaan gigi secara menyeluruh.
1. Antikonvulsan
Phenytoin (diphenylhydantoinate) adalah obat pilihan untuk pengobatan grand
mal, lobus temporal, dan kejang psikomotor. GO yang diinduksi fenitoin
ditandai dengan pembesaran papila interdental dan peningkatan penebalan
jaringan marginal, menyebabkan masalah estetika dan fungsional, seperti
malposisi gigi, kesulitan berbicara, dan gangguan kebersihan mulut. Lesi GO
yang diinduksi fenitoin sering terjadi pada rahang atas bukal anterior dan
rahang bawah, dan seluruh gigi dapat ditutupi pada kasus yang parah.
2. Immunosupresan
Siklosporin A telah menjadi imunosupresan pilihan untuk mencegah
penolakan transplantasi organ padat dan sumsum tulang dan untuk pengobatan
kondisi autoimun. Gambaran secara klinis, lesi lebih meradang dan berdarah
dibandingkan bentuk DIGO lainnya, dan biasanya terbatas pada permukaan
bukal. Keparahan lesi bisa mirip dengan phenytoin dan nifedipine.
3. Calcium channel blocker
Calcium channel blocker adalah kelompok obat yang biasa digunakan obati
hipertensi, angina pektoris, kejang arteri koroner, dan jantung aritmia. Secara
klinis, papila interdental terpengaruh, dan pertumbuhan berlebih terbatas pada
gingiva melekat dan marginal, yang biasanya diamati pada segmen anterior.
b. Pubertas
Gambaran klinis : Lesi biasanya marginal dan interdental, dan ditandai
dengan papila interproksimal bulat yang menonjol.
c. Defisiensi vitamin C
Gambaran klinis : gingiva berwarna merah kebiruan, lembut, dan rapuh,
serta permukaannya halus dan berkilau.
Gambar Ameloblastoma
2. Treatment Laser
Ada tiga jenis laser utama yang digunakan sebagai instrumen untuk terapi bedah di
rongga mulut : Laser Neodimium - YAG (Nd: YAG), Argon (Ar) dan Karbon
dioksida (CO2). Pada laser CO2, panjang gelombang yang panjang memiliki
keuntungan dapat diabsorbsi oleh jaringan dengan jumlah air yang besar,
mengakibatkan penguapan lebih mudah sehingga tidak menyebabkan luka bakar yang
dalam. Laser CO2 adalah metode yang cepat dan efektif sehingga pemotongan pada
lesi lebih baik. Langkah awal dalam prosedur laser gingivektomi, yaitu : mengukur
jarak dari papilla ke tepi insisal dengan menggunakan graphite pencil, memberi tanda
pada interdental papilla pada bagian kanan dan kiri pada permukaan bukal gigi.
Prosedur bedah dilakukan dengan lase CO2, panjang gelombang λ 10.600 nm, daya
rata-rata 5W, focus 2 mm, dan arus searah.
2.3.2 Patofisiologis
Virus herpes menyebabkan salah satu infeksi virus yang paling tersebar luas. Infeksi
primer biasanya terjadi pada anak di bawah 6 tahun yang tidak pernah berhubungan dengan
virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) dan karena itu tidak memiliki antibodi penetral. Pada
beberapa anak prasekolah, infeksi primer dapat ditandai dengan hanya satu atau dua luka
ringan pada membrane mukosa oral, yang mungkin tidak terlalu menjadi perhatian anak atau
mungkin tidak diketahui oleh orang tua. Pada anak-anak lain infeksi primer dapat
dimanifestasikan dengan gejala akut (gingivostomatitis herpes akut). Hal ini tidak menutup
kemungkinan pada seseorang dengan oral hygiene yang bersih juga bias bersifat akut.
Gambar 14-4 : fase ulserasi herpes primer pada anak-anak. Terdapat area peradangan
berbatas.
Gejala penyakit ini berkembang secara tiba-tiba, selain jaringan gingiva merah, malaise,
iritabilita, sakit kepala, dan nyeri yang berhubungan dengan makanan dan cairan yang
mengandung asam. Ciri khas yang terjadi dimulut pada penyakit primer akut adalah adanya
vesikula berisi cairan berwarna kuning atau putih.
Dalam beberapa hari vesikula pecah dan membentuk ulkus yang nyeri, dengan diameter 1
sampai 3 mm, yang ditutupi dengan membran abu-abu dan memiliki daerah peradangan
terbatas (Gambar 14-5 A dan B). Ulkus dapat diamati pada area manapun dari membran
mukus, termasuk mukosa bukal, lidah, bibir, langit-langit keras dan lunak, dan daerah tonsil.
Lesi ulserasi besar kadang-kadang dapat diamati di langit-langit atau jaringan gingiva atau di
daerah lipatan mukobukal. penyebaran ini membuat diagnosis banding menjadi lebih sulit.
Kriteria diagnostik tambahan adalah peningkatan empat kali lipat antibodi serum terhadap
HSV-1. Kultur lesi juga menunjukkan hasil positif untuk HSV-1.
Setelah serangan primer awal pada masa kanak-kanak, virus herpes simpleks menjadi tidak
aktif dan berada di ganglia saraf sensorik. Virus sering muncul kembali kemudian sebagai
lepuh demam atau herpes simpleks pada umumnya, biasanya di sisi luar bibir (Gambar 14-6,
A-C). Dengan demikian penyakit ini sering disebut sebagai herpes labialis rekuren (Recurrent
Herpes Labialis). Namun, sekitar 5% kekambuhan terjadi secara intraoral. Dengan serangan
berulang, luka berkembang di area yang sama.Kekambuhan penyakit ini sering dikaitkan
dengan kondisi stres emosional dan penurunan resistensi jaringan akibat berbagai jenis
trauma. Paparan sinar matahari yang berlebihan menjadi faktor pemicu atas munculnya lesi
herpes berulang di bibir. Penggunaan tabir surya dapat mencegah kekambuhan akibat sinar
matahari. Lesi pada bibir juga dapat muncul setelah perawatan gigi dan mungkin terkait
dengan iritasi dari bahan rubber dam atau bahkan prosedur harian rutin.
Gambar 14-6 : rekuren herpes labialis. A, lesi vesicular awal. B, lesi vesicular mature. C,
gambaran herpes labialis setelah rupturenya/pecah vesikel
Keunikan HSV adalah mampu bergerak di neuron, bermultiplikasi di ganglion dan bersifat
laten. Cara penularan HSV dipengaruhi 2 faktor yaitu melalui kontak erat dengan (kulit-
mukosa) penderita yang terinfeksi dan adanya trauma (luka terbuka).
Infeksi herpes primer dapat ditemukan pada permukaan punggung ibu jari pasien anak
(Gambar 14-7). Anak itu mengisap ibu jari, dan infeksi primer akut di mulut. Permukaan
punggung ibu jari, yang bertumpu pada gigi insisivus rahang bawah, tampaknya menjadi
teriritasi, dan terjadi inokulasi virus. Kondisi mulut dan lesi pada ibu jari mereda dalam 2
minggu.
Gambar 14-7 : infeksi herpes primer pada permukaan dorsal ibu jari anak umur 3 tahun.
Infeksi primer akut yang sudah ada pada mulut penderita.
Gambaran klinis : setelah prodrome, eritema dan kelompok vesikula dan / atau ulkus
muncul pada mukosa berkeratin dari mukosa palatal keras, melekat pada gingiva dan dorsum
lidah, dan mukosa nonkeratin pada mukosa bukal dan labial, lidah ventral, dan langit-langit
lunak (Gambar 4-2 dan Gambar 4-3). Vesikel pecah dengan cepat membentuk ulkus yang
biasanya berukuran 1–5 mm dan bergabung membentuk ulkus yang lebih besar dengan tepi
bergigi dan eritema di sekitarnya. Gingiva seringkali eritematosa, dan mulut terasa sangat
nyeri, menyebabkan kesulitan makan.
2.3.4 Treatment
1. Perawatan Herpes Simpleks
Prinsip perawatan yang akan dijalankan adalah pemberian terapi kausatif, simtomatik,
dan suportif. Pasien diterapi dengan acyclovir 200 mg 5x1 untuk 5 hari sebagai terapi
kausatif, ekstrak aloe vera kumur untuk pemakaian 3x1 untuk 5 hari, Echinacea 250
mg tablet 1x1 untuk 10 hari, dan multivitamin yang mengandung vitamin E, vitamin
C, asam folat, vitamin B1, vitamin B2, niasin, vitamin B6, vitamin B12, asam
pantotenant, dan Zn, tablet 1x1 untuk 10 hari yang merupakan terapi simtomatif dan
suportif. Pasien diinstruksikan untuk memakai pasta gigi yang mengandung aloe vera
untuk membantu mengurangi inflamasi, menghindari faktor yang mungkin sebagai
pencetus, misalnya paparan sinar matahari yang berlebihan, atau stres fisik yang
berlebihan, serta sedapat mungkin mengisolasi diri untuk menghindarkan penularan
virus ke orang lain karena pasien sedang dalam tahap infeksius. Untuk membantu
penyembuhan, pasien diminta untuk beristirahat. Selanjutnya, pasien diminta kontrol
5 hari kemudian.
2. Perawatan Herpes Zoster
Terapi yang diberikan berupa kausatif, simptomatik, suportif dan preventif. Terapi
kausatif, yaitu acyclovir 4 x 400 mg selama 2 minggu. Terapi simptomatis berupa
analgesik, asam mefenamat 3 x 500 mg, yang kemudian diganti dengan carbamazepin
3 x 200 mg. Pada wajah diberikan bedak salisilat topikal. Terapi suportif berupa obat
kumur dibuat dengan cara melarutkan 10 kapsul tetracycline 250 mg dalam 10 ml air,
dan bedak salysilat yang ditaburkan ke daerah lesi, serta multivitamin yang meliputi
tablet vitamin B komplek yang mengandung zinc 1 x perhari selama 5 hari dan
suplemen makanan. Untuk mencegah penyebaran virus ini kepada orang lain, atau
keluarganya, pasien diminta untuk sedapat mungkin mengisolasi diri terutama dari
anak kecil. Pasien diminta untuk kontrol 4 hari kemudian.
2.4.2 Patofisiologis
Multifactorial bacteria Fusiform bacillus, Spirochetal, Prevotella intermedia,
Treponema, Sellenomonas, Fusobacterium. Predesposisi local luka pada gingival.
Predesposisi sistemik defisiensi nutrisi, stress, penyakit sistemik yang melemahkan
system imun tubuh seperti AIDS, leukemia, dan anemia.
Plaut dan Vincent mengenalkan konsep ANUG disebabkan oleh bakteri spesifik yaitu
fusiform bacillus dan spirochete. Lebih jelasnya loesche dan rekan mendeskripsikan
adanya berbagai flora yang konstan terdapat di ANUG. Flora tersebut terdiri dari
fusospirochetal dan juga bacteriode intermedius yang merupakan tipe bakteri yang
heterogen.
Orgasme / bakteri aenorob utama yang terlibat adalah Fusobakterium necrophorum.
Bacteroides meaningenicus spp, Intermedius, sekarang diketahui sebagai Preotella
intermedia, Fusobacterium nucleatum, Porphyromonas gingivalls, Trepoma dan
Selemonas spps. Bakteri tersebut menghasilkan berbagai metabolisme yang dapat
merusak. Contoh kolagenase, fibrinosilin, rndotoxins, hydrogen sulfide, indole
ammonia, asam lemak, protease.
2.5.4 Treatment
1. Perawatan Eruption Gingivitis
Perawatan eruption gingivitis akan hilang apabila posisi oklusi telah normal. Apabila
ringan tidak membutuhkan perawatan hanya dengan meningkatkan kebersihan mulut.
Bila menjadi lebih berat menimbulkan sakit dan dapat berkembang menjadi perikoronitis
atau abses perikoronal. Perikoronitis yang disertai dengan pembengkakan nodus
limfatikus sebaiknya dilakukan perawatan dengan terapi antibiotic. (McDonald dan
Avery, 2004; Pinkham, 2005).
2.6.2 Patofisiologis
Fibromatosis gingiva adalah suatu pembesaran fibrosis secara progresif yang jarang
dari gingiva. Keadaan tersebut timbul pada masa kanak-kanak dan menjadi lebih menonjol
dengan bertambahnya usia. Pembesaran itu biasanya menyeluruh tanpa radang, mengenai
permukaan bukal dan lingual dari kedua rahang dengan seimbang.
Ada dua macam fibromatosis gingiva yaitu menyeluruh dan setempat. Jenis menyeluruh
bernodula, batasnya tidak jelas, menunjukkan daerah-daerah pertumbuhan gingiva yang
globuler yang bergabung dan akhirnya menutupi mahkota gigi-gigi. Jenis setempat kadang-
kadang dijumpai. yaitu pertumbuhan-pertumbuhan soliter terbatas pada atap palatum dari
tuberositas maksila atau gingiva lingual dari lengkung mandibula. Menurut penelitian lain,
salah satu pemicu terjadinya pembesaran gingival adalah adanya akumulasi plak.
Ciri-cirinya secara umum :
1. Terlokalisir diarea molar
2. Biasanya simetris
3. Mengenai seluruh gingiva sampai persipangan mukogingiva
4. Disebabkan oleh factor genetik
Jangkauannya bisa begitu besaritu mengubah kontur wajah pasien. Onsetnya dini dan
penyakit ini sering didiagnosis sehubungan dengan retardasi erupsi. Pembesaran sangat keras
dan berwarna pucat, dan dapat diobati dengan gingivektomi atau, bila ekstensif, dengan
prosedur flap yang diganti. Hereditary gingiva fibromatosis (HGF) dapat dikarenakan mutasi
gen SOS-1 ataupun mutasi gen yang lain. Progresifitasnya berjalan lambat, bersifat jinak,
tidak mudah berdarah, asimptomatis, dapat sampai menutupi lebih dari 2/3 mahkota gigi,
warna gingiva seperti keadaan normal dan secara klinik berhubungan dengan periodontitis
kronik.
2.6.4 Treatment
Perawatan yang dilakukan mungkin dirawat dengan gingivektomi atau, bila ekstensif,
dengan prosedur flap yang diganti. Pada kasus ini, terlebih dahulu dilakukan pembersihan
plak dan karang gigi terlebih dahulu sebelum dilakukan perawatan lebih lanjut. Prosedur
operasi dilakukan di ruang bedah, karena kondisi pasien memerlukan pembedahan. Pasien
ditangani di bawah anestesi umum. Penanganan yang dilakukan pertama adalah pencabutan
gigi. Gigi-gigi yang goyang dan mengalami protrusi ini akibat pembesaran gingival yang
mengakibatkan tampilan yang tidak menyenangkan bagi penderita. Pada kasus ini gigi-gigi
anterior rahang atas yang mengalami hiperplasia terlihat protrusi dan goyang derajat 3,
sehingga harus dilakukanbpencabutan pada gigi-gigi anterior rahang atas. Selanjutnya
dilakukan eksisi denganbmenggunakan skalpel setelah ditentukan daerah mana saja yang
akan dikeluarkan. Setelah eksisi pada bagian-bagian gingiva, prosesus alveolaris yang
dianggap tajam pada daerah yang terbuka, kemudian dihaluskan dan diirigasi dengan larutan
salin. Irigasi larutan salin ini bertujuan untuk mengeluarkan debris, misalnya pecahan
prosesus alveolaris yang dihaluskan tadi.6 Setelah itu salep topikal diaplikasikan pada daerah
gingiva yang dieksisi. Salep topikal ini berguna untukbmenjamin perbaikan dan re-epitalisasi
yang optimal