Anda di halaman 1dari 26

Bed Side Teaching

Kistadenoma Ovarium Musinosum

Oleh:

Adika Azaria 1410311026


Zacky Aulia Mursi 1740312243

Preseptor :

dr. Andi Friadi, Sp.OG(K)

Bagian Obstetri dan Ginekologi


RSUP. DR. M.Djamil Padang
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Kista ovarium merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang paling
sering dijumpai pada wanita di masa reproduksinya. Angka kejadian kista ovarium di
dunia yaitu 7% dari populasi wanita, dan 85% bersifat jinak. Kista ovarium adalah
suatu kantong berisi cairan seperti balon berisi air yang terdapat di ovarium.
Populasi di Indonesia tidak diketaui secara pasti dikarenakan pencatatan
kasus yang kurang baik. Namun, diperkirakan prevalensi kista ovarium sebesar 60%
dari seluruh kasus gangguan ovarium. Kistadenoma ovarii musinosum sebesar 40%
dari seluruh kasus neoplasma ovarium. Frekuensi kistadenoma ovarii musinosum
ditemukan Hariadi (1970) sebesar 27%, Gunawan (1977) menemukan 29,9%,
Sapardan (1970) menemukan 37,2%, dan Djaswadi menemukan 15,1%. Frekuensi
kistadenoma ovarii serosum ditemukan Hariadi dan Gunawan di Surabaya sebesar
masing-masing 39,8% dan 28,5%. Di Jakarta Sapardan menemukan 20%, dan di
Yogyakarta ditemukan Djaswadi sebesar 36,1%. Frekuensi kista dermoid ditemukan
Sapardan sebesar 16,9%. Djaswadi menemukan 15,1%, Hariadi dan Gunawan
masing-masing menemukan 11,1% dan 13,5%.
Kista ovarium merupakan tumor baik kecil maupun besar, kistik atau padat,
jinak atau ganas yang berada di ovarium. Kista ovarium umum ditemukan pada
wanita usia reproduktif. Kista menimbulkan angka kematian yang cukup tinggi.
Karena 20-30% kista dapat berpotensi menjadi ganas terutama pada wanita diatas 40
tahun. Perjalanan penyakit dianggap berlangsung secara diam-diam (silent killer),
sehingga wanita umumnya tidak menyadari sudah menderita kista ovarium. Wanita
umumnya sadar setelah benjolan teraba dari luar. Sekarang ini semakin sering
ditemukan kista ovarium pada seorang wanita dikarenakan pemeriksaan fisik dan
semakin majunya teknologi. Sebagian besar kista tidak menimbulakan gejala yang
nyata, namun sebagian lagi menimbulkan masalah seperti rasa sakit dan perdarahan.
Bahkan kista ovarium yang maligna tidak menimbulkan gejala pada sadium awal,
sehingga sering ditemukan dalam stadium lanjut.
Kista dapat berkembang pada wanita pada setiap tahap kehidupan, dari
periode neonatal sampai postmenopause. Kebanyakan kista ovarium,terjadi selama
masa kanak-kanak dan remaja, yang merupakan periode hormon aktif untuk
pertumbuhan. Kebanyakan kista bersifat fungsional dan dapat hilang dengan
pengobatan sederhana.
Komplikasi yang paling sering dan paling serius pada kista ovarium yang
terjadi dalam kehamilan adalah peristiwa torsio atau terpuntir. Penatalaksanaan kista
ovarium sebagian besar memerlukan pembedahan untuk mengangkat kista tersebut.
Penangannya melibatkan keputusan yang sukar dan dapat mempengaruhi status
hormon dan fertilitas seorang wanita.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Kista ovarium merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang paling
sering dijumpai pada wanita di masa reproduksinya. Kista ovarium adalah suatu
kantong berisi cairan seperti balon berisi air yang terdapat di ovarium.
Kista ovarium adalah tumor ovarium yang bersifat neoplastik dan non
neoplastik. Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun yang besar,
kistik atau padat, jinak atau ganas yang berada di ovarium. Dalam kehamilan tumor
ovarium yang paling sering dijumpai ialah kista dermoid, kista coklat atau kista
lutein.
Kista ovarium adalah tumor jinak yang diduga timbul dari bagian ovum yang
normalnya menghilang saat menstruasi, asalnya tidak teridentifikasi dan terdiri atas
sel-sel embrional yang tidak berdierensiasi, kista ini tumbuh lambat dan ditemukan
selama pembedahan yang mengandung material sebasea kental berwarna kuning yang
timbul dari lapisan kulit

2.2 Epidemiologi
Kistadenoma ovarii musinosum terbanyak ditemukan bersama-sama dengan
kistadenoma ovarii serosum. Kedua tumor merupakan kira-kira 60% dari seluruh
ovarium, sedang kistadenoma ovarii musinosum merupakan 40% dari seluruh
kelompok neoplasma ovarium.
Di Indonesia Hariadi (1970) menemukan frekuensi sebesar 27%; sedangkan
Gunawan (1977) menemukan angka 29,9%; Sapardan (1970) 37,2%; dan Djaswadi
15,1%.
Sedangkan untuk kistadenoma ovarii serosum ditemukan dalam frekuensi
yang hampir sama dengan kistadenoma musinosum dan dijumpai pada golongan
umur yang sama. Agak lebih sering ditemukan kista bilateral (10 – 20%); Hariadi
(1970) 10,9% dan Gunawan (1977) 20,3%. Selanjutnya, di Surabaya Hariadi dan
Gunawan menemukan angka kejadian tumor ini masing-masing 39,8% dan 28,5%; di
Jakarta Sapardan mencatat angka 20,0%; dan di Yogyakarta Djaswadi mencatat
angka 36,1%2.
Frekuensi kista dermoid dijumpai 10% dari seluruh neoplasma ovarium yang
kistik dan paling sering ditemukan pada wanita yang masih muda. Ditaksir 25% dari
semua kista dermoid bilateral, lazimnya dijumpai pada masa reproduksi walaupun
kista dermoid dapat ditemukan pula pada anak kecil. Tumor ini dapat mencapai
ukuran yang sangat besar, sehingga beratnya mencapai beberapa kilogram.
Frekuensi kista dermoid di beberapa rumah sakit di Indonesia ialah sebagai
berikut; Sapardan mencatat angka 16,9%; Djaswadi 15,1%; Hariadi dan Gunawan
masing-masing 11,1% dan 13,5% di antara penderita dengan tumor ovarium.
Sebelum perang dunia II, Eerland dan Vos (1935) melaporkan frekuensi kista
dermoid sebesar 3,8% dari 451 tumor ovarium yang diperiksa di Nederlands-Indisch
Kanker Instituut di Bandung, di antaranya satu kasus pada anak umur 13 tahun.

2.3 Faktor Risiko


Penyebab pasti dari penyakit kista ovarium belum diketahui secara pasti.
Akan tetapi salah satu pemicunya adalah faktor hormonal. Penyebab terjadinya kista
ovarium ini dipengaruhi oleh banyak factor yang saling berhubungan. Beberapa
faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya kista ovarium adalah
a. Gangguan pembentukan hormone
Kista ovarium disebabkan oleh 2 gangguan (pembentukan) hormon yaitu pada
mekanisme umpanbalik ovarium dan hipotalamus. Estrogen merupakan sekresi yang
berperan sebagai respon hipersekresi folikel stimulasi hormon. Dalam menggunakan
obat- obatan yang merangsang pada ovulasi atau misalkan pola hidup yang tidak
sehat itu bisa menyebabkan suatu hormone yang pada akhirnya dapat menyebabkan
ketidakseimbangan hormone. Gangguan keseimbangan hormon dapat berupa
peningkatan hormon Luteinizing Hormon (LH) yang menetap sehingga dapat
menyebabkan ganguan ovulasi.
b. Memiliki Riwayat kista ovarium atau keluarga memiliki riwayat kista
ovarium
c. Penderita kanker payudara yang pernah menjalani kemoterapi (tamoxifen)
Tamoxifen dapat menyebabkan kista ovarium fungsional jinak yang biasanya
menyelesaikan penghentian pengobatan tersebut.
d. Pada pengobatan infertilitas
Pasien dirawat karena infertilitas dengan induksi ovulasi dengan gonadotropin
atau agen lainnya, seperti clomiphene citrate atau letrozole, dapat mengembangkan
kista sebagai bagian dari sindrom hiperstimulasi ovarium.
e. Gaya hidup yang tidak sehat
Gaya hidup yang tidak sehat dapat memicu terjadinya penyakit kista
ovarium.Risiko kista ovarium fungsional meningkat dengan merokok ,risiko dari
merokok mungkin meningkat lebih lanjut dengan indeks massa tubuh menurun.Selain
dikarenakan merokok pola makan yang tidak sehat seperti konsumsi tinggi lemak,
rendah serat, konsumsi zat tambahan pada makanan, konsumsi alcohol dapat juga
meningkatka risiko penderita kistaovarium. Pada wanita yang sudah menopause kista
fungsional tidak terbentuk karena menurunnya aktivitas indung telur.
f. Gangguan siklus Haid
Gangguan siklus haid yang sangat pendek atau lebih panjang harus
diwaspadai. Menstuasi di usia dini yaitu 11 tahun atau lebih muda merupakan faktor
resiko berkembangnya kista ovarium, wanita dengan siklus haid tidak teratur juga
merupakan faktor resiko kista ovarium.
g. Pemakaian alat kontrasepsi hormonal
Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal juga merupakan faktor
resiko kista ovarium, yaitu pada wanita yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal
berupa implant, akan tetapi pada wanita yang menggunakan alat kontrasepsi
hormonal berupa pil cenderung mengurangi resiko untuk terkena kista ovarium.
2.4 Klasifikasi
Terdapat berbagai macam tumor yang dapat tumbuh pada ovarium. Ada yang
neoplastik dan nonneoplastik. Beberapa di antara tumor neoplastik bersifat jinak
(noncancerous) dan tidak pernah menyebar di luar ovarium. Tipe lainnya adalah
maligna atau ganas (cancerous) dan dapat menyebat ke bagian-bagian tubuh lainnya.
Selanjutnya tumor neoplastik yang bersifat jinak dapat dibagi menjadi tumor kistik
dan tumor solid. Kista ovarium termasuk tumor neoplastik yang bersifat jinak dan
diklasifikasikan menjadi:1
1. Kistoma Ovarii Simpleks
Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus, biasanya bertangkai,
seringkali bilateral dan dapat menjadi bersar. Dinding kista tipis tampak
lapisan epitel jernih, serous dan berwarna kuning. Pada dinding kista
tampak lapisan epitel kubik. Berhubung dengan adanya tangkai, dapat
terjadi torsi (putaran tangkai) dengan gejala-gejala mendadak. Diduga
bahwa kista ini suatu jenis kistadenoma serosum, yang kehilangan epitel
kelenjarnya berhubung dengan tekanan cairan dalam kista.

2. Kistadenoma Ovarii Musinosum


2.1 Pendahuluan
Kistadenoma ovarium musinosum relatif umum terjadi (12% sampai
15% dari semua tumor ovarium). Kista ini dapat menjadi besar, biasanya
berkembang pada dekade ketiga hingga kelima kehidupan dan biasanya
menyebabkan gejala yang tidak jelas, seperti peningkatan lingkar perut,
nyeri perut atau panggul, muntah, kelelahan, gangguan pencernaan,
konstipasi, dan inkontinensia urin. Meskipun kistadenoma ovarium
musinosum jinak, mereka dapat berkembang menjadi ganas. Merokok
merupakan faktor risiko yang diketahui untuk kistadenoma ovarium
musinosum. Karena gambaran klinis tumor jinak jinak dan ganas sangat
mirip, biopsi adalah metode diagnosis yang lebih disukai. Laparoskopi
dengan karakteristik temuan ultrasonografi minimal diperlukan. Namun,
laparotomi terbuka dapat diperlukan untuk menentukan stadium dan
pengobatan. Pengukuran CA-125 sering tidak membantu untuk diagnosis,
karena tingkat yang ditinggikan adalah temuan yang tidak konsisten pada
keganasan ovarium. Diagnosis sering tertunda karena wanita sering tidak
melaporkan gejala atau menghubungkannya dengan penyebab lain
(misalnya, menopause).

2.2 Epidemiologi
Tumor mukosa merupakan spektrum perilaku ganas, dan memiliki
varian histologis jinak, borderline, dan invasif. Di antara neoplasma ovarium
jinak, kistadenoma musinosum terhitung sekitar 10-15% dari semua kasus.
Tumor borderline, atau tumor dengan potensi maligna yang rendah (tumor
LMP), mungkin lebih umum daripada kanker karsinoma ovarium primer yang
invasif. Kriteria patologis sangat penting dalam membuat diagnosis dan
sistem klasifikasi yang benar telah menjadi perdebatan, sehingga membuat
penentuan epidemiologi ini menjadi sulit.
2.3 Gambaran Klinis
Gambaran klinis neoplasma ovarium mucinous berbeda dari rekan-
rekan epitelial lainnya, dan karakteristik tertentu khas untuk neoplasma
ovarium musinosum primer. Ini termasuk gejala, tingkat bilateralitas, stadium
saat diagnosis, karakteristik tersebut telah mengarah pada rekomendasi bedah
spesifik
2.3.1 Gejala
Kistadenoma musinosum biasanya terjadi sebagai masa kistik
multilokular besar dengan cairan yang mengandung lendir. Tumor ini paling
sering terjadi pada wanita di usia dua puluhan hingga empat puluhan, tetapi
kejadian pada remaja dan bahkan gadis premenarch, serta pasien
pascamenopause juga dilaporkan. Ukuran rata-rata pada kistanya adalah
18cm, dan tumor musinosum dapat menjadi sangat besar dan mengisi seluruh
rongga abdominopelvic, kadang-kadang dengan obstruksi ureter atau sindrom
kompartemen perut. Ukuran besar kadang-kadang bisa menunjukkan histologi
musinosum. Ketika menentukan sifat primer atau metastasis dari neoplasma
mucinous, ukuran dan lateralitas dapat menunjukkan asal tumor, sebagai
tumor primer cenderung lebih besar dan unilateral, dibandingkan dengan lesi
metastasis. Ukuran rata-rata karsinoma ovarium musinosum primer telah
didokumentasikan sebagai 16-20 cm (kisaran, 5-48 cm), dibandingkan dengan
11-12 cm (kisaran, 2-24 cm) untuk kanker metastatik. Ini tidak patognomonik,
karena 32-48% tumor metastatik lebih dari 10 cm.
2.3.2 Tingkat Bilateralitas
Tumor musinosum sebagian besar bersifat unilateral. Sebuah seri
retrospektif besar dan analisis database SEER telah menunjukkan bahwa 79%
tumor musinosum adalah unilateral. Dalam analisis database SEER, 21,3%
wanita dengan karsinoma ovarium musinosum primer memiliki keterlibatan
bilateral (355 dari 1.665 wanita), secara signifikan lebih rendah daripada pada
kanker ovarium serosa, di mana 57,5% wanita memiliki keterlibatan bilateral
(4,289 dari 7.453 wanita). Ketika membandingkan karsinoma musinosum
primer versus metastatik, karsinoma ovarium musinosum primer jauh lebih
kecil kemungkinannya bilateral (0-17%) dibandingkan metastasis ke ovarium
(75-77%).
2.3.3 Stadium saat Diagnosis
Berbeda dengan karsinoma ovarium serosa, di mana hanya 4% pasien
yang stadium I saat diagnosis, 83% dari karsinoma ovarium musinosum
adalah stadium I pada saat diagnosis. Dengan demikian, hanya 17% pasien
stadium II atau lebih tinggi.
2.3.4 Rekomendasi Bedah
Gold standard untuk pengobatan setiap masa ovarium yang dicurigai
adalah pengangkatan utuh adneksa yang terlibat dengan evaluasi patologi
intraoperatif, dengan cara laparotomi, histerektomi total dan
salpingooophorectomy bilateral. Ada banyak cara untuk manajemen bedah
yang tepat dari pasien dengan tumor ovarium musinosum, dan pemeriksaan
dekat saluran gastrointestinal atas dan bawah harus selalu dilakukan jika
terjadi karsinoma ovarium musinosum primer yang dicurigai, karena tumor
primer relatif jarang.
Karena sebagian besar tumor ovarium musinosum besar, kebanyakan
ahli bedah akan melakukan laparotomi eksplorasi dengan pengangkatan
adneksa yang terlibat. Jika pasien pasca menopause, histerektomi total dan
salpingo-ooforektomi bilateral dapat dipertimbangkan terlepas dari
histologinya. Namun, banyak pasien yang premenopause, dan sifat unilateral
dari sebagian besar tumor musinosum, apakah kanker ovarium primernya
jinak, borderline, atau invasif, maka diusahakan pelestarian kesuburan dengan
konservasi uterus yang tampak normal dan ovarium kontralateralnya pada
penyakit tahap awal yang jelas. Karena kebanyakan pasien memiliki penyakit
stadium awal.
2.4 Prognosis
Prognosis tumor ovarium musinosum tergantung pada varian dan
stadium histologis spesifik. Wiliam Helm, C dkk (2005) mengatakan
prognosis dari kista jinak sangat baik. Kista jinak tersebut dapat tumbuh di
jaringan sisa ovarium atau di ovarium kontralateral. Karsinoma ovarium
musinosum intraepitel (non-invasif), FIGO tahap I, memiliki tingkat
kekambuhan hanya 5,8%. Pasien dengan karsinoma ovarium musinosum
invasif stage I memiliki harapan hidup 5 tahun sebesar 91%, sedangkan pasien
dengan tumor stadium lanjut biasanya meninggal karena penyakit.
3. Kistadenoma Ovarii Serosum
Pada umumnya kista jenis ini tak mencapai ukuran yang amat besar
dibandingkan dengan kistadenoma musinosum. Permukaan tumor
biasanya licin, akan tetapi dapat pula berbagala karena kista serosum pun
dapat berbentuk multilokuler, meskipun lazimnya berongga satu. Warna
kista putih keabu-abuan. Isi kista cair, kuning dan kadang-kadang coklat
karena campuran darah. Tidak jarang kistanya sendiri kecil, tetapi
permuukaannya penuh dengan pertumbuhan papiler (solid papilloma).
4. Kista Endometroid
Kista ini biasanya unilateral dangan permukaan licin; pada dinding
dalam terdapat satu lapisan sel-sel, yang menyerupai lapisan epitel
endometrium.
5. Kista Dermoid
Tidak ada ciri-ciri yang khas pada kista dermoid. Dinding kista
kelihatan putih, keabu-abuan dan agak tipis. Konsistensi tumor sebagian kistik
kenyal, di bagian lain padat. Sepintas lalu kelihatan seperti kista berongga
satu, akan tetapi bila dibelah, biasanya nampak satu kista besar dengan
ruangan kecil-kecil dalam dindingnya. Pada umumnya tedapat satu daerah
pada dinding bagian dalam, yang menonjol dan padat.
Tumor mengandung elemen-elemen ektodermal dan entodermal. Maka
dapt ditemukan kulit, rambut, kelenjar sebasea, gigi (ektodermal), tulang
rawan, serat otot jaringan ikat (mesodermal) dan mukosa traktus
gastrointestinalis, epitel saluran pernapasan, dan jaringan tiroid (entodermal).
Bahan yang terdapat dalam rongga kista ialah produk dari kelenjar sebasea
berupa massa lembek seperti lemak, bercampur dengan rambut. Rambut ini
terdapat beberapa serat saja, tetapi dapat pula merupakan gelondongan seperti
konde.
Pada kista dermoid dapat terjadi torsi tangkai dengan gejala nyeri
mendadak di perut bagian bawah. Ada kemungkinan pula terjadinya sobekan
dinding kista dengan akibat pengeluaran isi kista dalam rongga peritoneum2.
BAB 3
LAPORAN KASUS
A. ANAMNESIS
Identitas Pasien
Nama : Ny. Z
No. MR : 00.99.22.92
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu RT
Alamat : Malalak Utara, Agam
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 5 Mei 2018
Anamnesis
Seorang pasien wanita umur 43 tahun masuk KB IGD RSUP Dr. M.Djamil
Padang pada tanggal 5 Mei 2018 kiriman Poli Onkologi dengan diagnosa Ca
Ovarium.
KeluhanUtama
- Keluar darah dari kemaluan sejak 1 bula yang lalu, BAB tidak lancar dan
tidak bisa BAB sejak 1 minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
- Keluar darah dari kemaluan (+)
- Bengkak di perut (+)
- Mual dan muntah sejak 3 bulan yang lalu, demam tidak ada
- Perut kembung sejak 3 bulan yang lalu
- Penurunan berat badan (+)
- Pasien sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan Patologi anatomi di Rumah
Sakit Dr. M. Djamil tanggal 10 Oktober 2017, dengan hasil Cystadenoma
Ovari Musinosum
- Menarche usia 12 tahun , siklus teratur 1x sebulan lamanya 5-7 hari,
banyaknya 2-3x ganti duk sehari, keluhan nyeri haid (-).

Riwayat Kehamilan/Persalinan/Ginekologi
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien tidak pernah menderita penyakit jantung, hati, paru, ginjal, hipertensi, dan
diabetes mellitus. Pasien dikenal dengan penyakit sindroma dispepsia.
- Laparatomi Ca ovarium tahun 2017
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada keluarga yang menderita penyakit keganasan, keturunan, menular atau
kejiwaan
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan & Kebiasaan
 Riwayat Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Riwayat Kebiasaan : Tidak pernah mengkonsumsi alkohol, rokok, dan
narkoba.

B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : CMC
Tinggi Badan : 150
Berat Badan : 40 kg
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36,5ºC
Sianosis : tidak ada
Edema : (-/-)
Anemis : (-/-)
Ikterik : (-/-)

STATUS GENERALISATA
Kulit : tidak tampak kelainan
KGB : tidak tampak dan tidak teraba pembesaran KGB
Kepala : normochepal
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP 5-2 cmH20
Dada
Paru :
Inspeksi : simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor kanan dan kiri
Auskultasi : vesikuler normal, rhonki-/-, wheezing -/-

Jantung:
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial linea midclavicula sinistra RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama teratur, bising tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen : status ginekologi
Punggung : tidak tampak kelainan
Genitalia : status ginekologi
Anus : RT tidak dilakukan
Ekstremitas :refill kapiler < 2s, udem (+/+).
STATUS GINEKOLOGI
Abdomen
Inspeksi : perut tampak membuncit
Palpasi : Nyeri tekan (-), Nyeri Lepas (-), Distensi (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Genitalia
Inspeksi : Vulva dan uretra tenang, Perdarahan Pervaginam (-)
Inspekulo : tidak dilakukan
Pemeriksaan dalam : tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hb : 11,1 gr/dl
Leukosit : 12.540/mm3
Trombosit : 305.000 /mm3
Ht : 35%
PT : 10,6 detik
APTT : 42,6 detik
Kesan: leukositosis, APTT melebihi nilai rujukan

CT-SCAN
D. DIAGNOSIS
Ca Ovarium residif + susp. Ileus obstruktif + low intake
E. DIAGNOSIS BANDING
-
F. TATALAKSANA
 Kontrol KU, dan Vital Sign
 Bowel preparation 3 hari
 Cross match 4 PRC + 2 FFP
 Ceftriaxone 2x1
 Ranitidin 2 x 1
 Laparotomi

H. FOLLOW UP
Sabtu, 5 Mei 2018 S: Keluhan (-)
O: Ku: sedang
VS:
 TD: 110/70
 HR: 80 x/menit
 RR: 20 x/menit
 T : 36,6
A: Pro laparotomi atas indikasi Ca
Ovarium
P:  Kontrol KU, VS, PPV
 Informed consent
 Bowel pump 3 hari
 Crossmatch PRC 4 PRC + 2
FFP
Minggu, 6 Mei 2018 S: Demam (-)
O: KU: Sedang
VS:
 TD: 120/80
 HR: 78 x/menit
 RR: 17 x/menit
 T : 36,5
A: Pro laparotomi ai Ca Ovarium
P:  Kontrol KU, VS, PPV
 Informed consent
 Bowel pump 3 hari
 Crossmatch PRC 4 PRC + 2
FFP
 Laparatomi 8/5/18
Senin, 7 Mei 2018 S: Demam (-)
O: KU: Sedang
VS:
 TD: 120/80
 HR: 78x/menit
 RR: 19 x/menit
 T : 36,7
A: Pre laparotomi atas Ca Ovarium
P:  Kontrol KU, VS, PPV
 Informed consent
 Bowel pump 3 hari
 Crossmatch PRC 4 PRC + 4
FFP
 Laparatomi 8/5/18
Selasa, 8 Mei 2018 S Nyeri luka op (+)
O KU: Sedang
VS:
 TD: 110/70
 HR: 82 x/menit
 RR: 20 x/menit
 T : 36,5
Abdomen:
 I : luka tertutup verban
 P: NT (-), NL (-), DM (-)
Genital :
 V/U tenang, PPV (-)
A Post optimal debulking ai Ca ovarium
residif
Post tindakan hari 1
P  Control KU, VS
 IVFD RL 20 l
 Ceftriaxone 2x1 gr
 Pranalges supos
 Cek lab
Rabu, 9 Mei 2018 S Nyeri luka op (+)
NGT: 10 cc, hijau
Drain: 200 cc
O KU: Sedang
VS:
 TD: 110/70
 HR: 80 x/menit
 RR: 20 x/menit
 T : 36,5
Abdomen:
 I : luka tertutup verban
 P: NT (-), NL (-), DM (-)
Genital :
 V/U tenang, PPV (-)
A Post optimal debulking ai Ca
ovarium residif
Post tindakan hari 2
P  Control KU, VS
 IVFD RL 20 l
 Ceftriaxone 2x1 gr
 Pranalges supos
 Pindah bangsal dengan NGT
 Observasi
Kamis, 10 Mei 2018 S Nyeri luka op berkurang
Demam (-)
PPV (-)
O KU: Sedang
VS:
 TD: 120/70
 HR: 82 x/menit
 RR: 20 x/menit
 T : 36,5
Abdomen:
 I : luka tertutup verban
 P: NT (-), NL (-), DM (-)
Genital :
 V/U tenang, PPV (-)
A Post optimal debulking ai Ca
ovarium residif
Post tindakan hari 3
P  As, Mefenamat 3x500
 SF 2x1
 Vit C 3x1
Jumat, 11 Mei 2018 S Demam (-)
PPV (-)
O KU: Sedang
VS:
 TD: 110/70
 HR: 84 x/menit
 RR: 20 x/menit
 T : 36,5
Abdomen:
 I : luka tertutup verban
 P: NT (-), NL (-), DM (-)
Genital :
 V/U tenang, PPV (-)
A Post optimal debulking ai Ca
ovarium residif
Post tindakan hari 4
P  Cefixime 2x200
 As, Mefenamat 3x500
 SF 2x1
 Vit C 3x1
Sabtu, 12 Mei 2018 (18.00) S Keluhan (-)
O KU: Sedang
VS:
 TD: 130/90
 HR: 132 x/menit
 RR: 23 x/menit
 T : 36,5
Abdomen:
 I : luka tertutup verban
 P: NT (-), NL (-), DM (-)
Genital :
 V/U tenang, PPV (-)
A Dyspneu
Post optimal debulking ai Ca
ovarium residif hari 5
Alkalosis respiratori
Aff NGT, aff drain
P  Konsul interne
 Konsul paru
 As. Mefenamat 3x1
 Vit C 3x1
 IVFD
Minggu , 13 Mei 2018 S Sesak (+)
O KU: Sedang
VS:
 TD: 120/80
 HR: 130 x/menit
 RR: 22 x/menit
 T : 36,5
A Dyspneu
Post optimal debulking ai Ca
ovarium residif
Alkalosis respiratori
P  Konsul interne
 Konsul paru
 As. Mefenamat 3x1
 Vit C 3x1
 IVFD
 Inj Ranitidin 2x1
 KSR 1x1
 Osteosacal 1x1000 mg
Senin, 14 Mei 2018 S Pasien sudah mengalami
penurunan kesadaran
O KU: berat
VS:
 TD: 70/-
 HR: 70 x/menit
 RR: 40 x/menit
 T : 38,0
A Dyspneu
Post optimal debulking ai Ca
ovarium residif
Alkalosis respiratori
09.00 Pasien meninggal

BAB 4
DISKUSI

Telah dilaporkan kasus seorang pasien wanita umur 43 tahun masuk KB IGD
RSUP Dr. M.Djamil Padang pada tanggal 5 Mei 2018 kiriman Poli Onkologi dengan
diagnosa Ca Ovarium Residif.
Pemeriksaan ginekologi dan palpasi abdominal akan tidak memberikan
gambaran kondisi tumor pada pasien ini. Kondisi yang sebenarnya dari tumor jarang
dapat ditegakkan hanya dengan pemeriksaan klinik. Pemakaian USG dan CT scan
dapat memberi informasi yang berharga mengenai ukuran tumor dan perluasannya
sebelum pembedahan. Laparatomi eksploratif disertai biopsi potong beku (frozen
section) masih tetap merupakan prosedur diagnostik penting berguna untuk mendapat
gambaran sebenarnya mengenai tumor dan perluasannya serta menentukan strategi
penanganan selanjutnya.
Diagnosis pada kasus ini didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan histopatologi. Diagnosis awal saat masuk
rumah sakit adalah Ca Ovarium. Berdasarkan anamnesa pasien mengeluhkan keluar
darah dari kemaluan sejak 1 bulan yang lalu, BAB tidak lancer dan BAB tidak bias
keluar sejak 1 minggu yang lalu. Disamping itu pasien mengalami penurunan berat
badan.
Pemeriksaan fisik didapatkan abdomennya perut tampak membuncit nyeri
tekan (-), nyeri lepas (-) distensi (-). Pada pemeriksaan genitalia didapatkan vulva dan
uretra tenang dan perdaran pervaginam (-). Data-data ini belum menyokong diagnosis
Ca Endometrium sehingga dibutuhnkan pemeriksan penunjang lainnya.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini adalah CT-scan
andomen. Sebelumnya pasien sudah melakukan pemeriksaan patologi anatomi di
Rumah Sakit Dr. M. Djamil tanggal 10 Oktober 2017, dengan hasil Cystadenoma
Ovari Musinosum
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tersebut
maka dapat ditegakkan diagnosis pasien ini yaitu Ca Ovarium residif + ileus
obstruktif + low intake.
Pada kasus ini tindakan medis yang dilakukan yaitu laparatomi. Hal ini sesuai
dengan kepustakaan bahwa tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik yang
tidak ganas ialah pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksi pada bagian
ovarium yang mengandung tumor, akan tetapi jika tumornya besar atau ada
komplikasi perlu dilakukan pengangkatan ovarium, biasanya disertai pengangkatan
tuba (salphyngoooforektomi). Jika terdapat keganasan operasi yang lebih tepat ialah
histerektomi dan salphyngoooforektomi bilateral. Akan tetapi pada wanita muda yang
masih ingin mendapatkan keturunan dan dengan tingkat keganasan tumor yang
rendah, dapat dipertanggung jawabkan untuk mengambil risiko dengan melakukan
operasi yang tidak seberapa radikal.
Komplikasi pada karsinoma ovarium dapat berupa pecahnya tumor, torsi
tumor (twist): drainase vena terhalang oleh tumor yang menyebabkan penyumbatan,
infeksi seperti radang pada lapisan dalam perut yang melapisi organ tubuh,
perubahan tumor jinak menjadi ganas dan adanya gejala anemia dimana pasien
stadium lanjut mengalami gejala pendarahan, kehilangan nafsu makan, obstruksi
usus, penurunan berat badan, kehilangan energi, rasa tidak nyaman pada perut.
Kematian disebabkan karena karsinoma ovarii ganas berhubungan dengan
stadium saat terdiagnosis pertama kali dan pasien dengan keganasan ini sering
ditemukan sudah dalam stadium akhir. Angka harapan hidup dalam 5 tahun rata-rata
41,6% bervariasi antara 86,9% untuk stadium FIGO Ia dan 11,1% untuk stadium IV.
Tumor sel granuloma memiliki angka bertahan hidup 82% sedangkan karsinoma sel
skuamosa yang berasal dari kista dermoid berkaitan dengan prognosis yang buruk.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mulyana, Salim. (2007), Kistoma Ovarii, (medlinux.blogspot), Available from:


http://medlinux.blogspot.com. (Acessed: 2012, April 15).
2. Wiknjosastro, Hanifa, dkk. (2005), Ilmu Kandungan, Edisi 2, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
3. Moeloek, Farid Anfasa. (2003), Standar Pelayanan Medik Obstetri dan
Ginekologi, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Jakarta.
4. Anonim. (2004), Kista Ovarium yang Jarang Disadari. (majalah farmasia),
Available from: http://www.majalahfarmasia.com. (Acessed: 2012, April 15).
5. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD,
Cunningham FG. First trimester abortion. In: Williams Gynecology 22nd ed. New
York: McGraw-Hill
6. Brown J. (2014). Mucinous Tumors of the Ovary: Current Thoughts on Diagnosis
and Management. Curr Oncol Rep 16:389.

Anda mungkin juga menyukai