Anda di halaman 1dari 13

PEMETAAN ARAH BARU STUDI TAFSIR ALQURAN

DI INDONESIA ERA REFORMASI

Rohimin
Ketua Majelis Ulama Indonesia Provinsi Bengkulu
Jl. Raden Fatah Pagar Dewa Bengkulu 38613
Email: rohimin-alwi@yahoo.co.id

Abstract: New Purpose Mapping of the Qur’an Exegesis Study in Indonesian Reformation Era. The exegesis
product in Indonesia and its scientific development have not ever been lasted. An effort to find out method,
approach, and model of study has been running. The additional sciences beside the basic science (`ulûm al-
Qur’ân) in interpreting the Qur’an such as hermeneutic, linguistics, semantics, and semiotics are used by Qur’anic
commentators in Indonesia. The present paper will focus on studying the development of exegesis study
in reformation era through intellectual history approach. The exegesis type in reformation era as a thought
product is positioned as other thought product which has relative, non-absolute, and non-sacred. It is because
making a sacred matter will keep a check on a freedom and creativity to find out the holy book massage based
on dynamic of life. Hence, the old exegesis book probably tends to be criticized by commentators in reformation
era in accordance with the current need. In brief, new purpose of exegesis development in reformation era in
Indonesia tends to use thematic-collective, integrative, and multi-dimension method.
Keywords: the Qur’ân exegesis, thematic-collective, integrative multi-dimension

Abstrak: Pemetaan Arah Baru Studi Tafsir Alquran di Indonesia Era Reformasi. Produk tafsir di Indonesia tidak
pernah berakhir, demikian pula dengan perkembangan keilmuannnya. Usaha menemukan metode, pendekatan,
dan model kajiannya yang baru dari waktu ke waktu terus berlangsung. Ilmu-ilmu bantu selain ilmu-ilmu dasar
(`ulûm al-Qur’ân) dalam menafsirkan Alquran, seperti hermeneutik, linguistik, semantik, dan semiotik semakin
banyak digunakan oleh para mufassir Indonesia. Tulisan ini fokus membahas perkembangan studi tafsir
era reformasi dengan pendekatan sejarah intelektual. Corak tafsir era reformasi sebagai produk pemikiran
diposisikan sama seperti produk pemikiran lainnya, bersifat relatif, tidak absolut, dan tidak harus disakralkan.
Karena sakralisasi justru akan mengekang kebebasan dan kreatifitas manusia untuk menemukan petunjuk kitab
suci yang sesuai dengan dinamika kehidupan. Oleh sebab itu, kitab tafsir masa lalu memungkinkan untuk dikritisi
dan diberi tafsir ulang oleh mufassir era reformasi sesuai dengan kebutuhan masa kini. Dalam hal ini, arah baru
perkembangan tafsir pada era reformasi di Indonesia cenderung menggunakan metode tematik kolektif dan
integratif multi dimensi.
Kata kunci: tafsir Alquran, tematik kolektif, integratif multi dimensi

Pendahuluan pengalaman dalam bidang peradaban serta


Bangsa Indonesia terus melaju dalam episode kemajuan intelektual. Dalam konteks kekayaan,
sejarahnya, seiring dengan terjadi berbagai Indonesia juga memiliki kekayaan yang luar biasa,
peristiwa yang menyertainya. Peristiwa 1998 tetapi pada era ini juga beberapa perusahaan
dan kejatuhan rezim orde baru menjadi fase milik Indonesia dijual ke negara asing.
baru bagi babakan sejarah Indonesia, yaitu Perkembangan studi tafsir di Indonesia relatif
pase (era) reformasi. Era reformasi ini kemudian progresif dan evolusioner. Dari waktu ke waktu,
membawa wajah baru bagi Indonesia, kebebasan episode ke episode menemukan momentumnya
individu mendapat ruang berekspresi, bahkan sendiri dan tidak pernah stagnan, mulai dari
terkadang meluap kebablasan tanpa ada panduan karakternya, orientasi, dan nuansanya sampai
dan regulasi. Bangsa Indonesia adalah bangsa kepada metodologi dan produknya. Dari sisi
yang memiliki banyak sekali kekayaan alam dan penulisnya, ada yang individual dan ada pula

1|
MADANIA Vol. XVIII, No. 1, Juni 2014

yang institusional. Dan dalam penulisannya kekuatan dalam konteks hermeneutik. Dalam
ada yang bernuansa klasik dan ada pula yang arah ini, hermeneutik kontemporer menjadi satu
bernuansa modern. Skupnya ada yang bersifat aspek penting. Khusus pada karya tafsir yang
lokal dan ada pula yang nasional. Kenyataan lahir dari kepentingan akademik, dapat terlihat
semacam ini sungguh sangat menggembirakan betapa aspek ini ditempatkan pada posisi yang
untuk perkembangan keilmuan. sangat tinggi. Hermeneutik kontemporer telah
Pada tahun 1990-an, khazanah intelektual mulai digunakan dalam menggali pandangan
di Indonesia diwarnai oleh fenomena menarik dunia Alquran. Fenomena ini akan mengarahkan
dengan munculnya sejumlah sarjana Muslim yang pada suatu momentum di mana tafsir akan
berbasis Timur Tengah. Pada saat yang sama muncul sebagai bagian produk ilmiah yang
perubahan dan keberlangsungan studi Islam bisa dibaca dan dipahami isinya bukan hanya
ini didukung oleh bangkitnya intelektualisme oleh umat Islam, tetapi juga umat agama lain.
Islam berbasis pesantren. Sementara pada Kedua, penulisan tafsir diletakkan sebagai
awal 2000-an, kedua latar belakang keilmuan gerakan sosial-kemasyarakatan. Di sini, pencarian
tersebut berdialog secara intensif sehingga konsepsi Alquran sebagai nilai fundamental dalam
melahirkan diversivikasi corak kajian keislaman memberikan spirit sosial-kemanusiaan dalam
di Indonesia. Diversivikasi corak kajian Islam di kehidupan umat. Munculnya pendekatan tafsir
Indonesia lebih tampak ketika sejumlah IAIN keindonesiaan yang bersifat parsial, sesungguhnya
beralih status menjadi UIN, yang membuka merupakan bentuk analisis sosial dengan spirit
program-program studi umum. Secara otomatis, Alquran yang berusaha memformulasikan gagasan
gejala ini melahirkan paradigma keilmuan yang Alquran dalam praksis sosial.2
mencoba mereintegrasikan keilmuan Islam dalam Memasuki era reformasi, berawal dari ke-
satu corak yang teoantroposentris-integralistik. jatuhan Orde Baru (1965-1998) suasana studi
Berbagai teori dan metodologi studi Islam yang keislaman di Indonesia semakin menemukan
menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial dan momentumnya dan tampil ke atas panggung
humaniora mulai sering dibincangkan dalam interdisipliner menuju transdisipliner. Islam se-
berbagai forum ilmiah, dan tak jarang dijadikan bagai agama tidak lagi hanya dilihat pada
agenda dalam berbagai penelitian ilmiah.1 bagian ajarannya saja, tetapi masuk ke ranah
Dalam konteks sosialisasi pandangan Alquran, metodologinya. Islam dikaji dan dilihat dari
penulisan tafsir di Indonesia dasawarsa 1990- dan oleh berbagai disiplin ilmu (multidimensi).
an bergerak dengan dua kekuatan. Pertama, Perkembangan studi Islam semakin variatif dan
didekati dengan metode yang bervariasi pula.
1
Lihat Toto Suharto dalam Kata Pengantarnya, Arah Baru Dari perjalanan sejarah perkembangan studi
Studi Islam Di Indonesia, Teori Dan Metodologi, (Yogyakarta: tafsir di Indonesa seperti yang digambarkan di
Ar-Ruzz Media, 2008), h. 6. Selanjutnya, Suharto menegaskan
atas, maka penelitian ini penting unutuk dilakukan
bahwa buku yang dia beri Kata Pengantar ini merupakan
hasil dari pergumulan para penulisnya setelah mngalami dengan fokus penelitian pada pemetaan awal
proses transformasi intelektual menuju paradigma keilmuan terhadap arah baru studi tafsir era reformasi.
Islam yang menggunakan pendekatan teoantroposentris
Penelitian ini penting untuk dilakukan dan
integralistik. Berbagai teori dan metodologi studi Islam yang
diperkenalkan dalam buku tersebut merupakan sebuah arah dikonstruksikan, karena terdapat arah baru
baru bagi perkembangan studi Islam di Indonesia. Mulai dari dalam studi tafsir dalam pemetaan studi Islam
pendekatan sejarah sosial intelektual dan metode strukturasi
dalam kajian sejarah. Penggunaan paradigma Islam yang
di Indonesia, baik pada ranah teoritis maupun
integral antara Rusydian Ghazalian dalam kajian pendidikan, metodologis. Melalui penelitian ini, dapat pula
masalah politik, pendidikan dan pendidikan kritis, pendekatan dielaborasi pemetaan studi tafsir di Indonesia
hermeneutik dan teori kritis dalam kajian filsafat, hingga
perspeksi neo-modernisme dan new Islamic movement dalam era reformasi dalam konstelasinya dengan
melihat pemikiran Islam. Semuanya mengindikasikan bahwa
buku ini patut dibaca, serta dijadikan refrensi dan bahan diskusi
bagi mereka yang consern dan berminat melakukan studi Islam 2
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika
Rohimin: Pemetaan Arah Baru Studi Tafsir Alquran di Indonesia

studi Islam Indonesia, apalagi Alquran dan juga baik dalam skala besar maupun kecil. Teks
tafsirnya dipandang sebagai sumber sentral dalam Alquran yang ‘hidup’ di masyarakat itulah yang
penggalian ajaran agama. disebut dengan the living Quran, sementara
pelembagaan hasil tafsiran tertentu dalam
Pemetaan Tafsir Pra Reformasi masyarakat dapat disebut dengan the living
Secara garis besar, genre dan obyek pe- tafsir. Penelitian semacam ini kiranya merupakan
nelitian Alquran dapat dibagi dalam tiga bagian. bentuk penelitian yang menggabungkan antara
Pertama, penelitian yang menempatkan teks cabang ilmu Alquran dengan cabang ilmu sosial,
Alquran sebagai obyek kajian. Dalam hal ini, seperti sosiologi dan antropologi 3.
Alquran diteliti dan dianalisis dengan metode Sejak tahun 1967 M. Negara Republik
dan pendekatan tertentu, sehingga peneliti Indonesia, melalui Kementerian Agama (dulu
dapat menemukan “sesuatu” yang diharapkan Departemen Agama), telah memberi perhatian
dari penelitiannya. “Sesuatu” yang dimaksud penuh dalam membumikan kitab suci Alquran
di sini bisa saja berupa konsep-konsep tetentu melalui terjemahan dan penafsiran. Melalui
yang bersumber dari teks Alquran, dan bisa juga Surat Keputusan (SK) Menteri Agama No.
berupa gambaran-gambaran (features) tertentu 26/1967 telah dibentuk sebuah tim yang
tentang dan dari teks itu sendiri. Kedua, penelitian diberi tugas untuk menerjemahkan makna-
yang menempatkan hal-hal di luar teks Alquran, makna Alquran ke dalam bahasa Indonesia.
namun berkaitan erat dengan “kemunculannya” Tugas ini diberikan kepada Dewan Penterjemah
sebagai obyek kajian. Penelitian ini disebut al- yang berada dibawah Yayasan Penyelenggara
Khuli dengan, Dirâsat ma haula al-Qur’ân (studi Penterjemah atau Penafsiran Alquran. Dan
tentang apa yang ada di sekitar teks Alquran). produk tafsir yang dihasilkan adalah Alquran
Kajian tentang asbâb al-Nuzûl, sejarah penulisan dan Tafsirnya. Sebelum Alquran dan Tafsirnya
dan pengkodifikasian teks termasuk dalam ini, Dewan Penterjemah telah mempublikasikan
kategori penelitian ini, dan sangat membantu terjemahan Alquran yang berjudul, Alquran dan
dalam melakukan kajian teks Alquran. Kajian Terjemahnya, yang dijadikan sebagai standar
ini, ebagaimana kajian teks konvensional, telah terjemahan Indonesia.
mendapatkan perhatian dari ulama-ulama Kemunculan tafsir Alquran tidak terikat ketat
Islam periode klasik. Ketiga, penelitian yang dengan suatu era. Karena setiap saat Alquran
menjadikan pemahaman terhadap teks Alquran dibaca, dikaji, dan ditafsirkan guna mendapatkan
sebagai obyek penelitian. Sejak masa Nabi hingga petunjuk yang dibawanya. Kebutuhan umat
sekarang, Alquran dipahami dan ditafsirkan oleh manusia terhadap petunjuk tersebut tidak pernah
umat Islam, baik secara keseluruhan maupun berhenti, terutama untuk hal-hal yang terkait
hanya bagian-bagian tertentu dari Alquran, dan dan bersentuhan dengan kebutuhan kehidupan
baik secara mushafi maupun secara tematik. manusia. Manusia terus dan selalu mencari
Keempat, penelitian yang memberikan perhatian petunjuk tersebut. Semakin kompleks persoalan
pada respons masyarakat terhadap teks Alquran kehidupan manusia, semakin deras tuntutan
dan hasil penafsiran seseorang. Termasuk dalam manusia terhadap petunjuk Alquran. Alquran
‘respons masyarakat’ adalah resepsi mereka dianggap sumber agama dan agama selalu
terhadap teks tertentu dan hasil penafsiran dijadikan sebagai solusi pemecahan persoalan
tertentu. Resepsi sosial terhadap Alquran dapat kehidupan. Ajakan agar kembali kepada Alquran
ditemui dalam kehidupan sehari-hari, seperti dijadikan sebagai upaya pencarian solusi, itulah
pentradisian bacaan surat atau ayat tertentu
pada acara dan serimoni sosial keagamaan te- 3
Lihat, Sahiron Syamsuddin (2007), pada Kata Pengantar-
tentu. Sementara itu, resepsi sosial terhadap nya, ”Ranah-Ranah Penelitian Dalam Studi Al-Quran Dan Hadis”,
hasil penafsiran terjelma dalam dilembagakannya dalam M. Mansyur (eds), Metodologi Penelitian Living Quran dan
Hadis, (Yogyakarta: TH-Press, Fakultas Ushuluddin UIN Sunan
bentuk penafsiran tertentu dalam masyarakat,
MADANIA Vol. XVIII, No. 1, Juni 2014

sebabnya tafsiran terhadap Alquran tidak pernah an politik Orde Baru dalam pembangunan di
mengenal batas waktu dan kondisi. bidang agama akan menjadi landasan dan titik
Ketika Alquran telah ditafsirkan oleh mufassir- pandang bagi mufassir dalam memberikan
nya, maka hasil penafsiran tersebut akan muncul tafsiran, karena tafsiran sesungguhnya adalah
dalam berbagai corak penafsiran. Corak penafsiran upaya menghidupkan agama. Ketika agama
sangat tergantung dengan latar belakang historis tidak menjadi sasaran kebijakan, maka mufassir
tafsirnya, metode dan pendekatan yang dipakai akan mendorong kebijakan tersebut melalui
dan analisis dalam penafsiran. Selain itu, sangat pengendalian terhadap petunjuk-petunjuk
tergantung pula dengan intelektualitas mufassir, Alquran. Sehingga karya tafsir tersebut
orientasi penafsiran, dan kepentingan penafsiran. menjadi energi pelaksanaan ajaran agama.
Seorang mufassir melalui penafsiran ayat-ayat
Pada era hegemoni rezim orde baru, tafsir
Alquran berupaya mengkritik, melegitimasi,
Alquran muncul dengan corak dan nuansa
mengakomodir dan merekomendir terhadap
tersendiri, suasana psikologis era Orde Baru
kebijakan-kebijakan suatu rezim yang sedang
direspons sesuai dengan suasana psikologis
dialaminya. Dalam sejarah dan tradisi tafsir,
mufassirnya, penafsiran Alquran tidak berjalan
upaya-upaya semacam itu bisa saja terjadi dan
sama seperti perjalanan jarum jam, tidak fokus
dianggap sah.
dan mengarah pasa suatu corak dan nuansa
tafsir, masing-masing mufassir menafsirkan Kemunculan karya tafsir pada suatu era
Alquran dengan gaya dan kepentingan yang merupakan bagian dari pada produk anak
melatarbelakanginya. Subjektivitas dan kepenting- zamannya. Sebuah karya tafsir muncul bisa
an mufassir dapat mempengaruhi arah penafsiran, saja merupakan respons terhadap suasana yang
ke mana penafsiran itu akan diarahkan. sedang dialami mufassirnya. Keinginan seorang
mufassir untuk mewujudkan sebuah karya tafsir
Rezim Orde Baru dikesankan sebagai rezim
karena ada dorongan moral dan rasa tanggung
yang otoriter, fasis dan berada di bawah kendali
jawab intelektual serta sensitivitas terhadap suatu
seorang presiden yang sedang berkuasa, yaitu
persoalan yang sedang menjadi wacana. Namun,
presiden Soeharto. Semasa rezim ini, dengan
tidak semua karya tafsir demikian, sebagian
doktrin stabilitas semua persoalan-persoalan
muncul memang betul-betul murni sebagai wujud
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
upaya menjelaskan petunjuk Allah yang ada, pada
dapat diredam dan dijinakkan. Menurut Ariel
ayat-ayat Alquran tersebut.
Heryanto, sebagaimana dikutip Islah Gusmian,
rezim Orde Baru tidak saja terlalu membangun Menurut Islah Gusmian, kemunculan karya-
politik kekerasan (fisik) untuk menemukan karya tafsir pada masa rezim Orde Baru tidak
kepatuhan, namun juga telah mengkonstruksi semuanya mempunyai sensitivitas dan semangat
wacana kepatuhan dan harmoni secara massal perlawanan terhadap penguasa rezim Orde Baru,
dalam struktur budaya masyarakat Indonesia.4 baik dari segi temanya maupun arah gerak tafsir.
Pertumbuhan dan perkembangan tafsir Lebih lanjut menurut Gusmian, paling tidak
Alquran pada masa Orde Baru tidak bisa pula ada tiga model karya tafsir pada masa rezim
terlepas dari format hubungan Islam dengan Orde Baru. Pertama, karya tafsir yang dengan
birokrasi Orde Baru secara keseluruhan. Dalam tegas memposisikan arah dan gerakan tafsirnya
pemetaan dan analisa politis hubungan Islam sebagai bentuk kritik dan perlawanan terhadap
dengan Orde Baru berlangsung fluktuatif, tidak rezim Orde Baru yang otoriter. Kedua, karya
permanen dan berlangsung mulus. Hubungan tafsir yang melakukan aksi bungkam dan diam di
tersebut secara politis dan sosiologis akan tengah penindasan yang dilakukan oleh penguasa
berimplikasi pada para mufassir. Kebijaksana- pada waktu itu. Ketiga, karya tafsir yang justru
melakukan pujian terhadap rezim Orde Baru.5
4
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika
Rohimin: Pemetaan Arah Baru Studi Tafsir Alquran di Indonesia

Dari kemunculan tiga model karya tafsir pada Yunus Hingga Quraish Shihab”. Selanjutnya ,
masa rezim Orde Baru di atas, dapat disadari Islah Gusmian, melalui tesisnya yang kemudian
bahwa tafsir bukan sesuatu yang statis, sakral dan diterbitkan oleh penerbit Teraju tahun 2003
bebas kritik. Tafsir atau karya tafsir mempunyai dengan judul, ”Khazanah Tafsir Indonesia Dari
dinamika. Kemunculan karya tulis seringkali Hermeneutika Hingga Idiologi”. Kedua buku
dipengaruhi oleh dimensi ruang, waktu dan oleh tersebut memberi informasi bahwa betapa
siapa, karena tafsir sebagai upaya menjelaskan dinamika tafsir di Indonesia bergulir dengan
kehendak Tuhan sesuai dengan kemampuan begitu dinamis dan membentuk horizon baru
penjelasnya atau mufassirnya. Disadari atau tidak dalam pemetaan studi tafsir. Model dan tradisi
disadari, penjelasan tersebut tidak bisa terlepas yang sebelumnya tidak tumbuh dan berkembang,
dari berbagai kepentingan, subjektivitas dan siapa tetapi kemudian muncul dalam pertumbuhan dan
audien yang akan menjadi objeknya. perkembangan tafsir era reformasi. Keragaman
gaya bahasa dan model penulisan tafsir muncul
Geneologi Tafsir Era Reformasi dalam nuansa yang berbeda. Pada Bab IV Horizon
Pandangan bahwa tafsir bukanlah sesuatu Baru Karya Tafsir Alquran Di Indonesia, dari buku
yang statis, baik produknya maupun keilmuannya ”Khazanah Tafsir Indonesia Dari Hermeneutika
terus berkembang sampai ke era reformasi. Hingga Idiologi”, Islah Gusmian menegaskan, ada
Kemunculan tafsir dengan berbagai metode, empat variabel yang menjadi titik-pijak untuk
pendekatan, dan alat analisisnya mengikuti menunjuk horizon baru karya tafsir Alquran di
posisi dan keberadaan Alquran sebagai kitab Indonesia tersebut; 1. aspek metodologi tafsir;
otentik sumber ajaran Islam yang sentralistik. 2. sensitivitas tafsir, 3. intelektualitas penafsir,
Alquran betul-betul menjadi sumber inspiratif dan 4. orientasi penulisan tafsir7.
dan pemandu kehidupan. Oleh sebab itu, Jejak keilmuan tafsir di Indonesia sangat
pemahaman terhadap ayat-ayat Alquran melalui dinamis dengan berbagai karakter dan nuansa
upaya penafsirannya mempunyai peranan yang variatif. Masing-masing karakter dan
yang sangat besar bagi maju mundurnya umat nuansa memiliki akar sejarah dan memiliki
Islam. Selain itu, penafsiran-penafsiran tersebut hubungan korelatif dengan eranya masing-
sekaligus menjadi cerminan perkembangan corak masing. Pada rentang tahun 1998-1999, masa
pemikiran dan metodologi yang diterapkan ketika Soeharto tumbang dari kekuasaannya dan
oleh mufassir yang sesuai dengan masa yang era awal reformasi yang pada mulanya hanya
dihadapinya dan kiprah yang disumbangkan. sekedar slogan dan jargon, bergulir begitu cepat
Di Indonesia, realitas tersebut terus memberi masyarakat Indonesia mengalami euporia politik,
nuansa yang dinamis. Howard M. Fiderspiel 6 yang sebelumnya telah mengalami dan berada
misalnya pernah melakukan penelitian dengan dalam cengkeraman rezim Orde Baru represif
judul, Popular Indonesian Literature of the Quran, dan otoriter.
yang kemudian diterjemah ke dalam edisi Bahasa
Indonesia (diterbitkan Mizan tahun 1996) dengan Tafsir Bernuansa Ilmiah
judul, ”Kajian Alquran Di Indonesia Dari Mahmud Memasuki era reformasi ( 1998 ), salah satu
upaya konkrit institusional, Kementerian Agama
6
Seorang profesor di Institut Studi-studi Islam, Universitas dalam memberi pemahaman, penghayatan, dan
McGill di Montreal, Kanada, dan juga profesor ilmu politik di
Universitas Negara Bagian Ohio, di New York AS. Di Montreal pengamalan terhadap kitab suci Alquran ialah
ia juga menjadi Direktur proyek Pendidikan Tinggi Islam McGill menerbitkan seri Tafsir Ilmi ( al-tafsîr al-`ilmiy),
Indonesia, yang disponsori oleh CIDA (Canadian International
salah satu bentuk pemetaan tafsir Indonesia,
Devlopment Agency ) yang bekerja sama dengan IAIN di
Indonesia untuk mendidik staf-staf pengajar bidang studi-studi dan dapat dijadikan sebagai horizon baru nuansa
Islam (Dirasah Islamiyah), dan memberikan wawasan-wawasan tafsir Indonesia ialah tafsir bernuansa ilmiah,
baru dalam sistem menejemen, pengajaran, dan informasi
perpustakaan kepada lembaga-lembaga pendidikan tinggi
MADANIA Vol. XVIII, No. 1, Juni 2014

seperti yang dilakukan oleh Kementeriaan Upaya dan kegiatan Kementerian Agama,
Agama. Sebagaimana dapat disaksikan, dari melalui Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran Badan
tahun ke tahun Kementerian Agama terus Litbang Dan Diklat Kementeriaan Agama ini, yang
berupaya meningkatkan kualitas pemahaman, berusaha mengajak Lembaga Ilmu Pengetahuan
penghayatan dan pengamalan pesan-pesan Indonesia (LIPI), Lembaga Penerbangan dan
ajaran agama dalam Alquran, karena Alquran Antariksa Nasional (LAPAN), dan Observatorium
merupakan sumber dasar berlaku universal. Bosscha Institut Tekhnologi Bandung (ITB) me-
Melalui Kementerian Agama (dulu Departemen rupakan upaya dan kegiatan apresiatif untuk
Agama), pada tahun 2009 Lajnah Pentashihan perkembangan tafsir di Indonesia. Melalui upaya
Mushaf Alquran Badan Litbang dan Diklat tafsir semacam ini, dengan tema-tema tematis
Kementeriaan Agama RI telah melaksanakan
ayat-ayat kauniyah dalam perspektif Alquran dan
kegiatan penyusunan Tafsir Ilmi atau kajian
sains, menjadi lebih mudah untuk dikonsumsi
ayat-ayat kauniyah. Metode yang digunakan
masyarakat dalam memahami petunjuk ayat.
dalam atau aplikasi kerja yang dipakai sama
Sehingga pengakuan terhadap Alquran sebagai
seperti metode tematik (maudhû`î), dengan
kitab hidayah yang memuat instrumen-instrumen
cara terlebih dahulu menentukan tema dan
kemaslahatan hidup berupa isyarat-isyrat ilmiah
pengumpulan ayat-ayat yang berkaitan, baru
semakin mudah dimengerti.
kemudian menganalisisnya. Untuk Tafsir Ilmi
ini, tema-tema yang dikaji ialah; a. Penciptaan Isyarat-isyarat ilmiah Alquran yang bersifat
Jagat Raya Dalam Perspektif Alquran dan Sains, global (ijmâlî) melalui narasi tafsiran dengan
dengan pembahasan: 1) Enam hari penciptaan; 2) bahasa ilmiah dalam buku tafsir Kementerian
Tujuh langit: mengungkap struktur alam semesta; Agama, seri Tafsir Ilmi ini semakin terasa indah
3) Fenomena alam; 4) Akhir alam semesta. b. dan mudah9. Buku tafsir hasil kajian para pakar
Penciptaan Bumi Dalam Perspektif Alquran Dan ilmu pengetahuan terhadap ayat-ayat kauniyah
Sain. c. Penciptaan Manusia Dalam Perspektif yang dipadukan dengan tafsiran hasil kajian
Alquran dan Sains. Seri tafsir ilmi ini disusun atas para ulama Alquran akan menambah cakrawala
kerjasama antara Lajnah Pentashihan Mushaf berpikir para pembacanya, dan pada gilirannya
Alquran Badan Litbang dan Diklat Kementerian akan menambah keimanan pembaca kepada zat
Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengeahuan Tuhan pemilik kalâm dan wahyu yang diturunkan
Indonesia (LIPI). Selanjutnya seri Tafsir Ilmi dalam Alquran.
tersebut diterbitkan oleh Kementerian Agama RI
dengan biaya DIPA Direktorat Jenderal Bimbingan
Tradisi Keilmuan Tafsir Alquran Yang
Masyarakat Islam Tahun 2012 sebanyak 75.000 Dikembangkan
eksemplar 8.
Keilmuan tafsir terus berkembang, metode,
8
Bila dilihat dari proses penulisan dan penerbitannya,
pendekatan, dan model kajiannya dari waktu
ketiga seri tafsir ilmi Kementerian Agama ini berbeda
dengan kitab-kitab tafsir yang lainnya, mudah untuk baca (ITB). Kemudian bila dilihat dari proses penafsiran dan
dan dimengerti oleh para pembaca. Selain itu, buku tafsir penerbitannya, seri tafsir ilmi ini dalam pembahasannya
ilmi ini dalam menafsirkan ayat-ayat kauniyahnya banyak banyak memuat penjelasan-penjelasan saintifik tentang
menggunakan kaedah-kaedah tafsir yang biasa digunakan ayat-ayat kauniyah, sehingga memiliki keistimewaan ter-
oleh ulama-ulama Alquran. Dari penelusuran awal penulis sendiri bagi seri tafsir tersebut. Dalam proses pelaksanaan
pada tafsir ilmi Kementeriaan Agama ini, penggunaan penafsirannya telah terjadi integrasi keilmuan antara ilmu-
kaedah-kaedah tafsir bersifat maksimal dan fokus. Keunikan ilmu agama (al-`ulûm al-dîniyah) dan ilmu-ilmu umum (al-
dan keistimewaan lain dari seri tafsir ilmi ini dilengkapi `ulûm al-`aqliyah).
dengan foto-foto yang abstraktif yang menggambarkan 9
Untuk mendapatkan rasa kemudahan dan keindahan
secara teoritis dan justifikasi keilmuan. Seri tafsir ilmi ini tersebut, dapat dilanjutkan dengan pembacaan lebih
disusun atas kerjasama antara Lajnah Pentashihan Mushaf mendalam dalam seri tafsir ilmi Kementeriaan agama dalam
al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama buku Pertama, yang berjudul Penciptaan Jagat Raya Dalam
RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Perspektif Alquran dan Sains. Kedua, Penciptaan Bumi Dalam
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Perspektif Aquran Dan Sain. Ketiga, Penciptaan Manusia Dalam
Rohimin: Pemetaan Arah Baru Studi Tafsir Alquran di Indonesia

ke waktu mengalami dinamika. Ilmu-ilmu bantu Pengembangan kedua bentuk metode berpikir
selain ilmu-ilmu dasar (’ulum al-Quran) dalam keilmuan ini, menjadi sebuah bentuk pemetaan
menafsirkan Alquran, seperti hermeneutik, tafsir Indonesia era reformasi. Dengan paradigma
linguistik, semantik, dan semiotik semakin bayani, suatu epistimologi keilmuan yang ber-
banyak digunakan oleh para mufassir era basis pada teks, yakni Alquran dan sunah,
reformasi. Dalam wacana kontemporer ,tafsir menjelaskan isinya dengan metodologinya
sebagai produk, diposisikan sama seperti produk tersendiri, sehingga menghasilkan ilmu-ilmu
pemikiran lainnya, bersifat relatif dan nisbi, naqli seperti fikih, tauhid, tafsir, balaghah, dan
tidak bersifat mutlak dan sakral atau harus sejenisnya. Dengan paradigma burhani, suatu
disakralkan. Absolutisasi dan sakralisasi justru epistimologi yang bertumpu di atas pembuktian
akan mengekang kebebasan untuk menemukan pada realitas empiris, yang menghasilkan ilmu-
petunjuk kitab suci yang sesuai dan hidup di ilmu pengetahuan `aqli, seperti fisika, astronomi,
tengah-tengah kehidupan masyarakat. Lebih kimia, kedokteran, dan seterusnya.
jauh, dapat ditegaskan bahwa tafsir sebagai Bentuk lain dari tradisi berfikir keilmuan
produk pemikiran yang tertuang dalam kitab- yang juga dikembangkan adalah paradigma
kitab tafsir yang sudah ada, kitab tafsir masa `irfani. Dengan paradigma `irfani, yaitu paradigma
lalu boleh dikritisi dan diberi tafsir ulang sesuai keilmuan yang berbasis pada intuisi dan gnosis,
dengan kebutuhan masa kini. atau realitas spiritual batiniyah, melalui ilmu
Apabila kilas balik perkembangan ilmu taswauf, baik falsafi maupun suni yang mencerahi
pengetahuan di dunia Islam ini diapresiasi kembali, manusia dengan spiritualitas dan pengendaliaan
maka dapat dikatakan bahwa sesungguhnya Islam hasrat nafsiyah, sehingga tidak terjerumus ke
sudah sejak dulu (awal) mengembangkan tradisi dalam kehidupan duniawi yang batil. Namun dari
keilmuan untuk memahami fenomena kealaman pengamatan penulis, paradigma keilmuan ini belum
secara saintifik, termasuk dalam memahami berkembang dalam tradisi mufassir Indonesia.
ayat Alquran. Sebagaimana ditegaskan Umar
Anggara Jenie, Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Tafsir Maudhu`i Kolektif
Indonesia10, Alquran dengan iqra’nya telah mem- Bentuk lain upaya para ulama tafsir Indonesia
berikan ”nada dasar” bagi pengembangan tradisi era reformasi untuk mengembangkan kajian
keilmuan, bukan saja yang berparadigma bayani, terhadap Alquran ialah mengembangkan metode
tetapi juga burhani, bahkan `irfani. tafsir maudhu`i. Pengembangan metode ini
Untuk menafsirkan ayat Alquran, para sebetulnya tidak terlepas dari fungsi Alquran
mufassir di Indonesia mengembangkan berbagai yang telah dinyatakan Alquran sendiri sebagai
macam pendekatan tradisi berfikir keilmu- pemberi atau kitab petunjuk (hudan) yang dapat
an atau pendekatan analisisnya, tergantung menuntun umat manusia menuju ke jalan yang
dengan siapa mufassirnya dan bentuk kerja benar. Selain itu, tidak terlepas pula dari fungsi
tafsirnya. Untuk pengembangan tafsir tematik lain Alquran sebagai pemberi penjelasan (tibyân)
kolektif, dilaksanakan oleh tim dari berbagai terhadap segala sesuatu dan pembeda (furqân)
profesionalitas seperti yang dilakukan oleh antara kebenaran dan kebatilan. Maka, salah satu
Kementeriaan Agama melalui Lajnah Pentashihan upaya bentuk tafsir yang dikembangkan ulama
Mushaf Alquran, banyak mengembangkan untuk menggali fungsi tersebut ialah metode
tradisi berfikir keilmuan bayani dan burhani. tafsir maudhu`i kolektif.
Kedua bentuk metode berpikir keilmuan ini Di Indonesia, metode maudhu`i ini diper-
begitu dominan dikembangkan, baik pada kenalkan dengan baik oleh Prof. Dr. M. Quraish
tafsir ilmi maupun pada tafsir tematik kolektif. Shihab melalui beberapa karyanya. Ia mem-
perkenalkan metode ini secara teoritis maupun
10
Lihat penegasan ini pada kata sambutan Kepala
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Kata
praktis. Secara teori, ia memperkenalkan teori
MADANIA Vol. XVIII, No. 1, Juni 2014

dalam bukunya “Membumikan Al-Qur’an”, secara tafsir tematik yang bersifat individual dari ulama-
praktis beliau memperkenalkannya dengan baik ulama al-Azhar, namun belum satu pun lahir karya
dalam buku “Wawasan Al-Qur’an”, “Secercah tafsir tematik kolektif.
cahaya Ilahi”, “Menabur Pesan Ilahi”, dan lain
sebagainya. Karya-karyanya kemudian diikuti Penggunaan Hermeneutika Sebagai
oleh para mahasiswanya dalam bentuk tesis, Pendekatan
dan disertasi di Perguruan Tinggi Islam11. Kemunculan produk tafsir era reformasi
Dalam perkembangannya, tafsir tematik ini dalam berbagai bentuknya, baik tafsir individu
di Indonesia begitu diminati oleh para pengkaji maupun kolektif tidak terlepas dari penggunaan
Alquran, termasuk oleh ulama-ulama tafsir di pendekatan hermeneutik sebagai pendekatan
negara-negara Islam lainnya. Metode ini di satu bantu dalam penafsiran Alquran. Penggunaan
sisi memang memiliki banyak keistimewaan pendekatan hermeneutik pada dasarnya salah
dan keunggulan dari sisi metodologis dan hasil satu karakteristik tafsir kontemporer. Pencirian
tafsirannya. Sebagian ulama memandang metode nuansa hermeneutis ini menjadi pilihan tersendiri
tematik ini merupakan metode alternatif yang ideal dalam tafsir modern kontemporer. Penggunaan
dan sesuai dengan kebutuhan umat Islam pada saat hermeneutik sebagai metode dalan tafsir modern
ini. Karena dapat memberi jawaban atas pelbagai kontemporer menjadi urgen, karena dengan
problematika umat. Selain itu, pengembangan penggunaan metode ini, kitab suci Alquran sebagai
metode ini berguna untuk melengkapi kekurangan- teks dapat didialogkan dan dikomunikasikan
kekurangan yang ada dalam metode-metode tafsir dengan suasana kekinian yang suasananya
yang lainnya, seperti metode dan pendekatan sudah sangat berbeda dengan suasana saat teks
tahlîly yang produknya sudah berkembang dalam diturunkan.
khazanah tafsir masa lalu. Dalam kajian tafsir era reformasi, metode
Selanjutnya menurut M. Hanafi , kalau se-
12
hermeneutik mau tidak mau harus diutamakan dan
belumnya tafsir tematik berkembang melalui menjadi pilihan, guna merekonstruksi metode dan
karya individual, kali ini Kementeriaan Agama RI pendekatan yang selama ini dikembangkan dalam
menggagas agar terwujud sebuah karya tematik studi tafsir klasik, yang sudah tidak memadai dan
yang disusun oleh sebuah tim sebagai karya relevan dengan suasana yang sedang dihadapi.
bersama (kolektif). Ini adalah bagian dari ijtihad Hanya saja, dalam penerapannya model atau
jama`i dalam bidang tafsir. Harapan terwujudnya metode hermeneutik yang dikembangkan
tafsir tematik kolektif seperti ini, sebelumnya oleh masing-masing tokoh tafsir era reformasi
pernah disampaikan oleh mantan Sekjen Lembaga masih bervariasi dan masih sebagai alat bantu
Riset Islam (Majma` al-Buhûts al-Islâmiyah) al-Azhar analisis, sesuai dengan kapasitas keilmuan
di tahun 1970-an, Prof. Dr. Syekh M. Abdurrahman mufassirnya. Atas dasar pemikiran semacam
Bisar. Dalam kata pengantarnya atas buku, al-Insân ini, maka hermeneutik dipandang sebagai
fi al-Qur’ân, karya Dr. Ahmad Mihana, Syekh Bisar suatu pendekatan yang sangat membantu
mengatakan, “Sejujurnya dan dengan hati yang dalam kerja tafsir dan menjadi komprehensif.
tulus kami mendambakan usaha para ulama dan Pendekatan alat bantu hermeneutik dilakukan
ahli, baik secara individu maupun kolektif, untuk untuk menggali muatan makna dari teks dan
mengembangkan bentuk tafsir tematik, sehingga sekaligus mendudukkan makna yang dimaksud
dapat melengkapi khazanah kajian Alquran yang sesuai dengan konteks ketika makna tersebut
ada”. Sampai saat ini, telah bermunculan karya ditarik. Dengan pendekatan hermeneutik ini, teks
yang ditafsirkan menjadi hidup kembali. Para
11
Muchlis M. Hanafi, ”Pengantar Tafsir Tematik”, dalam pembaca tafsir terasa diajak kepada masa lalu
Tafsir al-Quran Tematik, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf sebuah teks, dan kemudian berada pada masa
Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementeriaan Agama RI,
kini, dari proses konteks dan kontektualisasi,
2013), h. 7.
Rohimin: Pemetaan Arah Baru Studi Tafsir Alquran di Indonesia

Setiap mufassir memiliki nuansa dan corak harus berusaha mempersempit jarak antara
tafsir sendiri, antara satu dengan yang lainnya pemahamannya yang terikat oleh budayanya
berbeda-beda. Antara satu produk tafsir dengan sendiri dan pemahaman yang dibentuk oleh
produk tafsirnya berbeda-beda pula. Berkenaan konteks budaya dimana Alquran diturunkan. Jarak
dengan upaya menafsirkan Alquran ini, termasuk ini harus diseberangi dengan cara memenuhi
di dalamnya upaya memahami dan memberikan tuntutan pemahaman penafsir tanpa melanggar
maknanya, maka seorang mufassir diberi otoritas maksud teks. Ketika pemahaman yang didukung
menyampaikan isi dan petunjuknya. Semakin teks ini tercapai, penafsir boleh menyampaikan
tinggi tingkat keilmuan seorang mufassir, semakin pemahaman itu kepada orang lain dengan cara
bervariasi profesionalitas mufassirnya dalam tim lintas budaya. Ringkasnya, seorang penafsir
kerja tafsirnya, maka semakin lengkap pula uraian dalam aktivitasnya harus berhadapan dengan
tafsirnya. Itulah sebabnya tafsir kolektif jauh lebih tiga budaya: budaya sumber, yaitu budaya teks
baik daripada tafsir individualistik. atau Alquran, budaya penafsir sendiri, dan budaya
Keberadaan makna Alquran yang akan di- pendengar.14
geluti seorang mufassir dapat dikategorikan pada Sebagaimana kita sadari bersama, bahwa
tiga tingkatan. Pertama, makna yang merupakan menafsirkan kitab suci Alquran merupakan tuntut-
abstraksi firman Tuhan. Makna pada tataran ini an dan suatu keharusan, untuk menjelaskan
akan membawa pada pemahaman tentang cara (bayân) dan mengungkapkan maksud yang
mengolah dan memperlakukan pesan-pesan Tuhan terkandung di dalamnya, keberadaan maksud
sebagaimana yang terdapat dalam teks Alquran tersebut merupakan deretan daripada kehendak
secara benar. Kedua, makna yang merupakan isi (murâd) yang diinginkan oleh Allah Swt. Kehendak
dari bentuk kebahasaan yang berkaitan dengan yang diinginkan ini akan dapat dijelaskan dengan
kegiatan bernalar secara logis masyarakat baik dan sempurna manakala metode yang di-
pemangku bahasa (Arab). Makna pada tataran gunakan melalui lintas disiplin ilmu dan tidak
ini akan memberikan pemahaman tentang cara terikat secara ketat dengan disiplin ilmu yang
menata struktur kebahasaan yang secara tidak dikembangkan dalam tradisi tafsir klasik.
langsung mencerminkan struktur budaya, karena Hermeneutika sebagai salah satu metode
antara keduanya terdapat relasi yang kuat, dimana penafsiran yang berkembang dalam tradisi
bahasa merupakan kristalisasi persepsi-persepsi filsafat memiliki tiga komponen utama, yaitu
dan konsep-konsep pemikiran dan budaya teks, konteks, dan kontektualisasi. Sebagai salah
masyarakat pemakai bahasa tersebut. Ketiga, satu metode, hermeneutika pada dasarnya adalah
makna yang merupakan isi komunikasi Tuhan suatu metode atau cara untuk menafsirkan simbol
dengan manusia sebagai sasaran komunikasinya yang berupa teks atau sesuatu yang diperlakukan
secara umum.13 sebagai teks untuk dicari arti dan maknanya.
Dalam bahasa hermeneutik, untuk mem- Metode hermeneutik ini mensyaratkan adanya
peroleh ketiga tataran makna tersebut secara kemampuan untuk menafsirkan masa lampau
komprehensif, diperlukan adanya pengolahan yang tidak dialami, kemudian di bawa ke masa
yang tepat terhadap dua aspek penafsiran, sekarang.15 Sebagai sebuah metode hermeneutik,
yaitu teks dan konteks. Namun tidak boleh ber- sekarang ini semakin mendapat ruang dalam
henti sampai di situ, sebab seorang penafsir kajian keagamaan, terutama dalam kajian teks.
masih memiliki tanggung jawab penyampaian Dalam dunia ilmiah akademik pada fakultas dan
pemahaman yang diperoleh tersebut terhadap jurusan tertentu sudah dijadikan sebagai mata
orang lain dalam kerangka lintas budaya, yang kuliah, dan dalam teknis operasionalnya dipakai
disebut dengan kontekstualisasi. Seorang penafsir oleh ilmuan dari berbagai bidang dan disiplin

14
Faiz, Hermeneutika Qurani, h. 88.
13
Fakhruddin Faiz, Hermeneutika Qur’ani, Antara Teks, 15
Lihat Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta:
MADANIA Vol. XVIII, No. 1, Juni 2014

ilmu, seperti sastra, filsafat, teologi, sosiologi, Alquran sebagai Kalâmullâh, mempertanyakan
antropologi, sejarah dan beberapa disiplin ilmu otentisitasnya, dan pada gilirannya juga meng-
agama. gugat kemutawatiran mushhaf Utsmani. Kedua,
Hermeneutika pada awal perkembang- hermeneutika menganggap setiap teks sebagai
annya dikenal sebagai gerakan eksegesis di ‘produk sejarah’, sebuah asumsi yang sangat
kalangan gereja dan kemudian berkembang tepat dalam kasus Bibel, mengingat sejarahnya
menjadi “filsafat penafsiran”. Adalah F.D.E. yang amat problematil. Hal ini tidak berlaku
Schleiermaccher yang selanjutnya dianggap untuk Alquran, yang kebenarannya melintasi
sebagai “Bapak Hermeneutika Modern” karena batas-batas ruang dan waktu (trans-historical)
’membangkitkan’ kembali hermeneutika dan dan pesan-pesannya ditujukan kepada seluruh
membakukannya sebagai satu metode umum umat manusia (hudan li al-nâs). 17
interpretasi yang tidak hanya terbatas pada Dibandingkan dengan metodologi hermeneutik,
kitab suci dan sastra. Dalam perkembangan- `ulûm al-Qur’ân dan ilmu ushûl al-fiqh sebagai
nya kemudian Wilhelm Dhilthey menggagas metodologi andalan para sarjana Muslim, se-
hermeneutika sebagai landasan bagi ilmu- sungguhnya telah menyuguhkan banyak metode
ilmu kemanusiaan (Geisteswissenschaften), lalu penafsiran Alquran yang ‘serupa’ dengan metode
Gadamer mengembangkannya menjadi metode yang berasal dari Barat tersebut. Konsep ta’wîl,
filsafat yang selanjutnya lebih jauh dikembangkan makky-madany, nâsikh-mansûkh, dan asbâb al-
oleh banyak filosof lain seperti Paul Ricoeur, nuzûl misalnya, merupakan bagian dari sekian
Jurgen Habermas dan Jacques Derrida. 16 metode penafsiran yang telah diperkenalkan para
Terhadap pendekatan hermeneutika ini dan sarjana Muslim sejak sekian lama. Jika metode
menjadikannya sebagai metode penafsiran teks, hermeneutik menekankan kesadaran pada teks
upaya untuk menafsirkan kitab suci Alquran (text), konteks (context), dan kontektualisasi,
semacam ini tidak sepenuhnya diterima oleh para maka semua itu juga telah menjadi bagian dari
pengkaji Alquran. Metode ini dianggap sebagai kesadaran para mufassir klasik. Kajian terhadap
metode yang bukan berasal dari tradisi Islam teks (text) misalnya, telah menjadi instrumen
dan dalam penerapannya hermeneutik bukanlah dasar para mufassir dan ushûlî (ahli ushûl al-
metode yang bebas nilai. Menurut Syamsudin fiqh) dalam menafsirkan kitab suci Alquran. Para
Arif, hermeneutik mengandung sejumlah asumsi sarjana ushûl al-fiqh telah membahas secara detail
dan konsekuensi. Pertama, hermeneutika meng- mengenai teori-teori kebahasaan (al-qawâ`id al-
anggap semua teks adalah sama, semuanya lughawiyyah), seperti haqâqah-majâz, manthûq-
merupakan karya manusia. Asumsi ini lahir dari mafhûm, `âm-khâs, muthlaq-muqayyad, amar-
kekecewaan mereka terhadap Bibel. Teks yang nahy, dan sebagainya. Demikian pula kesadaran
semula dianggap suci itu belakangan diragukan terhadap konteks (konteks turunnya wahyu
keasliannya. Campur tangan manusia dalam (asbâb al-nuzûl) juga menjadi bagian yang tak
perjanjian lama (Torah) dan perjanjian baru terpisahkan dalam kajian `ulûm al-Qur’ân, seperti
(Gospel) ternyata didapati jauh lebih banyak makky-madany, nâsikh-mansûkh, asbâb al-nuzûl
ketimbang apa yang sebenarnya diwahyu- dan semacamnya. Bahkan tidak hanya itu, aspek
kan Allah kepada Nabi Musa dan Nabi Isa a.s. ‘kontektualisasi’ juga tidak lepas dari perhatian
Bila diterapkan pada Alquran, hermeneutika beberapa pengkaji Alquran periode klasik. Kajian
otomatis menghendaki penolakan terhadap status terhadap konsep mashlahah atau maqâshid al-
syarî`ah bisa di masukkan dalam ranah ini.
16
Faiz, Hermeneutika Qurani, h. 10. Lebih jauh Faiz
menjelaskan bahwa meskipun hermeneutika bisa dipakai 17
Syamsudin Arif, Orientalisme Dan Diabolisme Pemikiran,
sebagai alat untuk “menafsirkan” berbagai bidang kajian (Jakarta: Gema Insani, 2008), h. 181-182. Terhadap penolakan dan
keilmuan, melihat sejarah kelahiran dan perkembangannya, ajakan untuk mempertimbangkan pendekatan hermeneutika
harus diakui bahwa peran hermeneutika yang paling besar ini, baca secara tuntas tulisan Syamsudin Arif secara teliti dengan
adalah dalam bidang ilmu sejarah dan kritik teks, khususnya judul, Hermeneutika Dan Tafsir Al-Quran, dalam buku yang sama
Rohimin: Pemetaan Arah Baru Studi Tafsir Alquran di Indonesia

Maqâshid al-syarî`ah dimaksudkan bahwa setiap Baidan, Nasruddin, Rekonstruksi Ilmu Tafsir,
hasil penafsiran atau produk ijtihad benar-benar Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa,
mampu membawa kebaikan bagi umat. Kitab- 2000.
kitab ushûl al-fiqh karya sarjana muslim klasik Baidan, Nasruddin, Wawasan Baru Ilmu Tafsir,
telah memberikan porsi yang cukup signifikan Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
mengenai upaya dalam menafsirkan kitab suci
Burhanuddin, Mamad S., Hermeneutika Al-Quran
Alquran.18
Ala Pesanren, Analisis Terhadap Tafsir Marah
Labid Karya K.H. Nawawi Banten, Yogyakarta:
Penutup UII Press, 2006.
Keilmuan tafsir di Indonesia sangat dinamis, Faiz, Fakhruddin, Hermeneutika Qurani, Antara
muncul dengan berbagai karakter dan nuansa Teks, Konteks, dan Kontekstualisasi,
yang berbeda. Masing-masing memiliki akar Yogyakarta: Qalam, 2002.
historis dan latar belakang yang berbeda-beda.
Gusmian, Islah, Khazanah Tafsir Indonesia Dari
Arah perkembangan dan pengembangan studi
Hermeneutika Hingga Ideologi, Jakarta: Teraju,
tafsir Indonesia pada era reformasi sampai pada
2003.
saat ini secara metodologis lebih bersifat tematis
Hanafi, Muchlis M. (ed.), Al-Quran Di Era Global
dan saintis. Seiring dengan perkembangan dan
Antara Teks Dan Realitas, Lajnah Pentashihan
kemajuan IPTEK dan semakin meningkatnya
Mushaf Alquran Badan Litbang dan Diklat
kemajuan peradaban di bidang ilmu pengetahuan,
Kementeriaan Agama RI, 2013.
serta semakin meningkatnya kesadaran umat
Islam Indonesia untuk menjadikan Alquran Iman, Fauzul, “Tafsir al-Quran Indonesia Menjawab
sebagai sumber ajaran dan pengetahuan. Bahkan, Tantangan Zaman”, dalam Muchlis M. Hanafi
disamping sebagai sumber ajaran, keberadaan (ed.), Al-Quran Di Era Global: Antara Teks
kitab Suci Alquran dipandang sebagai sesuatu Dan Realitas, Jakarta: Lajnah Pentashihan
yang memiliki sisi spritual yang diamalkan Mushaf Alquran Badan Litbang dan Diklat
(living Alquran). Seiring dengan berkembangnya Kementerian Agama RI. 2013.
ilmu-ilmu bantu selain ilmu-ilmu dasar (`ulûm Kurdi (dkk.), Hermeneutika al-Quran dan Hadis,
al-Qur’ân) dalam menafsirkan Alquran, seperti Yogyakarta: elSAQ Press, 2010.
sosiologi, antropologi, hermeneutik, linguistik, Muhammad, Ahsin Sakho, “Akar-akar Kajian
semantik, dan semiotik, maka semakin pesat Tafsir Modern: Sebuah Penjajakan Awal
pula pertumbuhan dan perkembangan studi tafsir Perkembangan Diskursus Tafsir Al-Quran”,
era reformasi. Arah baru studi tafsir Alquran di dalam Ismatu Ropi dan Kusmana (ed.),
Indonesia era reformasi dapat dipetakan dan Belajar Islam Di Timur Tengah, Direktorat
diklasifikasikan dalam tafsir ilmiah dan tematis; Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam
tematik ilmiah, kolektif, dan integratif multi Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan
dimensi. Perkembangan arah baru studi tafsir Agama Islam Departemen Agama RI, t.th.
di Indonesia era reformasi ini menjadi trend
Munajjad, Mahir, Munâqasyat al-Isykâliyah al-
metodologis penafsiran Alquran dalam tafsir
Manhajiyyah fi al-Kitâb wa-al-Qur’ân: Dirâsah
individual dan institusional kolektif.
Naqdiyah, alih bahasa, Burhanuddin Dzikri,
”Membongkar ideology Tafsir Alquran
Pustaka Acuan Kontemporer”, Yogyakarta: elSAQ, 2008.
Arif, Syamsudin, Orientalisme dan Diabolisme Mustaqim, Abdul, Pergeseran Epistemologi Tafsirf,
Pemikiran, Jakarta: Gema Insani, 2008. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Rofiq, A., (ed.), Studi Kitab Tafsir, Yogyakarta:
Kurdi, ”Hermeneutika al-Qur’an Abu Hamid al-Ghazali”,
18
Teras, 2004.
dalam Kurdi (dkk), Hermeneutika Al-Qur’an Dan Hadis,
Shihab, M. Quraish, Kaidah Tafsir, Syarat,
MADANIA Vol. XVIII, No. 1, Juni 2014

Ketentuan, dan Aturan Yang Patut Anda Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
Ketahui dalam Memahami Ayat-Ayat al-Quran, 2007.
Tangerang: Lentera Hati, 2013. Syukri, Ahmad, Metodologi Tafsir Al-Qur’an
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta: Kontemporer Dalam Pemikiran Fazlur
PT. Raja Grafindo Persada, 1996. Rahman, Jakarta: Badan Litbang Dan Diklat
Suharto, Toto, Arah Baru Studi Islam di Indonesia, Departemen Agama, 2007.
Teori Dan Metodologi, Yogyakarta: Ar-Ruzz Verdiansyah, Very, Islam Emansipatoris Menafsir
Media, 2008. Agama Untuk Praksis Pembebasan, Jakarta:
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam P3M, 2005.

Anda mungkin juga menyukai