Anda di halaman 1dari 202

Proceeding

SEMINAR & BEDAH BUKU

“ISLAM DAN SAINS:


Upaya Pengintegrasian Islam dan
Ilmu Pengetahuan di Indonesia”

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

PROCEEDING SEMINAR & BEDAH BUKU


“ISLAM DAN SAINS UPAYA PENGINTEGRASIA ISLAM DAN
SAINS DI INDONESIA”

All Right Reserved


Hak Cipta dilndungi oleh Undang-undang

Editor :
Sita Ratnaningsih

Layout & Desain Sampul:


Fatkhul Arifn
ISBN :

Cetak Pertama, 2016

Diterbitkan oleh:
FITK PRESS
Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat, Tangerang Selatan
Telepon/Faks. (021) 7443328
www.fitk.uinjkt.ac.id

ii
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

DAFTAR ISI

Daftar Isi _________________________________________________3


Sambutan Rektor dalam Acara Bedah Buku ________________________1

Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia _______5


Prof. Dr. A Suhaenah Suparno, M.Pd

Strategi Integrasi Islam dan Ilmu Pengetahuan _______________________8


Prof. Dr. Abuddin Nata, MA

Integrasi Islam dan Sains dalam Kurikulum Program Studi Pendidikan


Guru MI ____________________________________________________18
Dr. Fauzan, M.A

Integrasi Nilai-Nilai Ulul- Albab, Berpikir dan Disposisi Matematik


serta Alternatif Pembelajarannya dengan Model “Kadir” _____________28
Dr. Kadir M.Pd

The Role of Language in National Education (a Critical Analysis) ________43


Fahriany

Sabun Transparan Lidah Buaya (Aloe Vera Linn) Peranan dan Manfaatnya
Bagi Kesehatan Tubuh ____________________________________________49
Siti Suryaningsih

Integrasi Keilmuan Guru Kelas pada Jenjang Madrasah Ibtidaiyah ______62


Asep Ediana Latip

Peranan Keluarga dalam Pendidikan Karakter Anak Perspektif


Keilmuan, Ke-Islam-An dan Ke-Indonesia-An _______________________77
Siti Masyithoh

Reinterpretasi Paradigma Ilmu Sosial dan Ilmu Agama (Sebuah kajian


Integrasi Sains dan Islam pada Pendidikan Dasar & Menengah) ________82
Supangat Rohani

Pengaruh Penugasan Digital terhadap Hasil Belajar Siswa SMA

iii
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

pada Konsep Hukum Newton Tentang Gerak _______________________86


Maria Ulpah, Iwan Permana Suwarna

Pengembangan Buku Suplemen Kimia Berbasis Sains Teknologi


Masyarakat pada Materi Kimia Polimer ___________________________98
Mira Rizki, Dedi Irwandi, Evi Sapinatul Bahriah

Kesenian sebagai Keterampilan Pendukung Calon Guru Bahasa _______114


Azkia Muharom Albantani

Axiologi Islam terhadap Kebudayaan ____________________________126


Muis Sad Iman, Ahwy Oktradiksa

Kimia dalam Perspektif Islam ___________________________________138


Buchori Muslim

Pengembangan Kerangka Karangan Melalui Metode Mind mapping


(Studi Penelitian Tindakan Pada Siswa Kelas V MI Hidayatul Ikhwan
Kec. Rumpin Kab. Bogor) ______________________________________150
Lulu Elmaknun

Integrasi Kecerdasan Spritual dalam Pendidikan Anak Usaha Dini


di PGRA ___________________________________________________170
Eni Rosda Syarbaini

Model Integrasi Keilmuan di Jurusan Pendidikan Agama Islam ________182


Sapiudin Shidiq

iv
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

SAMBUTAN REKTOR DALAM ACARA


BEDAH BUKU

“ISLAM DAN SAINS UPAYA PENGINTEGRASIA ISLAM DAN SAINS DI


INDONESIA”

Kompilasi Tulisan-Tulisan Lepas Prof Dr. Dede Rosyada, MA di Kolom Rektor


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Assalamu’alaikum Wr,. Wb.

Indonesia sejak tahun 2005 sedang menuju masyarakat maju, mandiri, adil
dan sejahtera di tahun 2025, berkeyakinan, bahwa kemajuan tersebut akan
ditopang oleh kekuatan sumber daya manusia, sambil terus meminimalisasi
kontribusi kekuatan sumberdaya alam. Sampai kini, ekonomi Indonesia
masih sangat mengandalkan pada eksport hasil kekayaan alam.
Berdasarkan hasil sensus ekonomi, periode 2007-2012, eksport tertinggi
masih mengandalkan kelapa sawit, baru kemudian pada tekstil dan produk
tekstil, kemudian karet, elektronik dan nomor lima adalah tembaga dan
timah. Semua produk unggulan Indonesia untuk dieksport ke luar negeri
dan akan menambah devisa, berasal dari alam. Produk kreatif hanyalah
pada tekstil dan produk tekstil, fakta ini menunjukkan bahwa
ketergantungan bangsa Indonesia pada alam ini masih sangat kuat dan
sangat besar, padahal blueprint pengembangan Indonesia ke depan adalah
dengan penguatan pada sumber daya manusia (SDM), dengan paradigma
knowledge based economy.

Bersamaan dengan itu, Indonesia juga memiliki sebuah keyakinan yang


unik, bahwa Indonesia akan menjadi negara maju dengan kekuatan
sumber daya manusuia yang kuat keagamaannya, kuat kecintaan pada
tanah airnya, dan cerdas serta sehat fisiknya. Paradigma pengembangan
SDM Indonesia ke depan adalah kombinasi ideal antara keagamaan,
kebangsaan, kecerdasan dan kesehatan. Oleh sebab itulah, maka
pendidikan tinggi yang akan melahirkan SDM bangsa dan akan mengisi
semua formasi pekerjaan, baik sebagai pengusaha, politikus, birokrat, atau
semua sektor jasa, ilmuwan adalah orang-orang yang beragama dengan
baik, di samping bahwa dia harus cerdas, nasionalis dan sadar akan
pentingnya hidup sehat. Oleh sebab itu, seluruh perguruan tinggi memiliki
kewajiban institusional untuk mempersiapkan kurikulum yang memenuhi
kebutuhan untuk mempersiapkan SDM Indonesia dengan empat
kecerdasan tersebut.

1
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai sebuah universitas memilki


komitmen untuk bersama-sama universitas lain mempersiapkan SDM
bangsa yang unggul ke depan, dengan keunggulan skil, keahlian dan
profesionalisme, tapi memiliki keseimbangan beragama secara
komprehensif bukan agama dalam konteks ritualitas saja, tapi agama yang
bisa menjadi spirit untuk mendorong produktifitas, memperkuat integritas
profesionalisme, dan terus mengontrol implmenetasi profesi agar tetap
dalam kebenaran regulatif, menjunjung kebenaran etika keagamaan, dan
senantiasa kembali pada agama di saat sukses atau gagal. Inilah idealitas
yang diimpikan UIN Syarif Hidayatullah jakarta, yakni melahirkan SDM
bangsa yang bekerja secara profesional, dengan spirit keTuhanan yang kuat,
berangkat dari Tuhan, bekerja bersama Tuhan dan didedikasikan untuk
memperoleh keridhaan Tuhan. Untuk itulah misi UIN ke depan adalah
integrasi sains dan agama, untuk melahirkan profesional-profesional yang
agamis, dan melahirkan ahli-ahli agama yang profesional.

Al Qur’an kitab suci umat Islam adalah sebuah kitab suci yang
menyampaikan ajaran secara komprehensif, tidak hanya dalam aspek-aspek
ubudiyah ritual, sosial dan profesional, tapi juga menyampaikan ilustrasi
komprehensif tentang ilmu pengetahuan. Akan tetapi, al-Qur’an tetap
merupakan kitab petunjuk bagi semua umat manusia untuk menjadi orang
taqwa. Kendati mengilustrasikan sains, al-Qur’an bukan buku sains, karena
tidak ada data, metode, proses analis data, baik pengukuran, pemaknaan,
maupun analisis laboratorium, dan juga tidak bisa dikritik. Demikian pula
al-Qur’an bukan buku sejarah, karena tidak jelas tuang dan waktu kejadian
ketika mengkisahkan sebuah tokoh. Al-Qur’an adalah sebuah ajaran hukum,
dan moral keagamaan, serta menginspirasi pengembangan sains dan
teknologi bagi umat manusia, agar implementasi sains dan teknologi
tersebut tetap bersama Tuhan, dan tidak semakin menjauhi Tuhan. Itulah
inti integrasi sains dan agama, bagaimana aksiologi sebuah teknologi itu
dilaksanakan dalam frame pelaksanaan perintah agama, sehingga semakin
mendekatkan setiap orang pada Tuhan.

Iluminasi al-Qur’an pada aspek sains, pendidikan dan pengembangan SDM


mengilustrasikan bahwa umat Islam bisa menjadi umat terbaik di dunia,
umat yang menguasai ekonomi, peradaban, sains dan teknologi, sehingga
dihargai oleh bangsa-bangsa lain di dunia, selama mereka menjadi
masyarakat pintar dan mampu menjaga keimanan dalam mengontrol
aksiologi dari kepintarannya itu. Oleh sebab itu, umat Islam harus menjadi
masyarakat yang aksiologis, yakni orang pintar yang kreatif, orang pintar
yang tidak hanya memiliki imajinasi tapi harus berkarya, dan rang kreatif
bukan orang yang terus berkarya tanpa memiliki imajinasi, karena kreatif

2
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

adalah “bringing imagination in to being”. Orang kreatif adalah orang yang


memiliki imajinasi dan berkarya untuk meweujudkan imajinasinya. Berbekal
kreatifitas itulah umat Islam diharapkan mampu melakukan inovasi-inovasi
dengan melahirkan sebuah produk baru, yang dapat mengungguli orang
lain. Kalau umat Islam mau menjadi umat terbaik, dia harus pintar, menjaga
keimanannya dalam aksiologi kepintarannya, harus kreatif dan inovatif,
setidaknya melakukan inovasi inkremental jika tidak mampu melakukan
inovasi yang radikal.

Gagasan kembali kepada al-Qur’an, dalam konteks reframing pendidikan


tinggi Islam di Indonesia, bukan hanya karena tagihan sistem keyakinan,
tapi juga sudah merupakan tuntutan sosial yang sangat mendesak untuk
bangsa Indonesia, yang diperkirakan di tahun 2045 akan terjadi bonus
demografi, yakni proporsi penduduk usia produktif antara 25-65 tahun,
akan mencapai jumlah di atas 100 juta orang. Kalau mereka kreatif dan
inovatif, maka akan menjadi kesempatan yang baik bagi Indonesia untuk
menguasai dunia, tapi jika mereka bodoh, maka akan menjadi petaka yang
luar biasa bagi bangsa Indonesia. Untuk itu, bangsa Indonesia harus serius
menata dan meningkatkan kualitas perguruan tingginya, karena dengan
pendidikanlah, seseorang bisa memperoleh atau mengembangkan
pekerjaan yang baik dan produktif untuk memperkuat ekonomi bangsa dan
ekonomi penduduknya sendiri.

Model integrasi yang ditawarkan dalam buku ini adalah model sisipan, yakni
menginsersi pokok-pokok bahasan keagamaan pada beberapa mata kuliah,
yang secara epistimologis masih bisa ditelusuri dalam kitab suci al-Qur’an,
sehingga para mahasiswa akan memperoleh pesan moral dari pesan-pesan
suci yang disampaikan Allah untuk aksiologi keilmuannya. Dan ini
biasanya pada mata kuliah yang masih membahas aspek-aspek philosophies
dari konten bahan-bahan ajar pada sebuah subject tertentu. teks suci pasti
akan membawa pesan moral, sehingga aksiologi keilmuannya akan
terbimbing oleh Tuhan lewat wahyu-wahyuNya. Kemudian untuk
memberikan jaminan kualitas pembahasan pesan-pesan ilahi pada sebuah
subject matter, pelaksanaan pembelajaran baiknya dirancang dengan
team teaching, yakni untuk pokok bahasan keilmuan diampu oleh dosen
yang berlatar belakang linier mata kuliah, sementara untuk kajian
keagamaan, baiknya diampu oleh dosen yang berlatar belakang pendidikan
studi Islam, dan didampingi oleh dosen pengampu utama, sehingga bisa
memberi penjelasan relevansi ajaran moral yang dikaji bersama dosen
studi Islam.

3
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Saat ini yang sedang dijalankan di UIN Jakarta adalah semua mahasiswa
memperoleh mata kuliah Islam dalam Disiplin ilmu (IDI), sebagai pintu
masuk sains pada agama dan moralitas. Tanpa bermaksud apa-apa, model
ini dipilih tim penyiapan kurikulum dan juga senat akademik, dengan
argumentasi bahwa mata kuliah itu adalah ilmu, dan literatur untuk kajian
IDI sudah sangat mudah untuk diakses, dan setidaknya akan mampu
menghantarkan para mahasiswa dari program studi ilmu-ilmu sekuler,
untuk bisa masuk pada kajian keagamaan, dengan penyadaran, bahwa Ilmu
yang mereka pelajari, sebenarnya berasal dari Allah, dan sebaiknya
didedikasikan untuk memperoleh ridha Allah.

Kemudian, kreatifitas dan inovasi tidak ada mata kuliahnya, karena bukan
ilmu dan juga bukan sebuah subject matter, hanya akan ada sebagai pokok
bahasan atau sub pokok bahasan dalam mata kuliah psikologi, atau
manajemen. Sebagian besar mahasiswa tidak akan pernah memperoleh
perkuliahan tentang kreatifitas dan juga inovasi. Oleh sebab itu, pembinaan
dan pengembangan budaya kreatif dan inovatif ini diinsersikan pada proses
perkuliahan melalui active learnihg, collaborative learning, dan juga
research based learning, dan bahkan pada program studi tertentu bisa
dikembangkan, Problem Based Learning, pembelajaran berbasis masalah,
yang menuntut aktifitas para mahasiswa dalam memperoleh data, mengkaji
teori, membahas dan memberikan kesimpulan. Dengan tradisi belajar
tersebut, mereka akan terbina untuk menjadi orang kreatif memperoleh
data, menganalisis data dan merumuskan kesimpulan, dan bahkan dengan
teknik seperti ini, mereka akan terlatih dengan baik komunikasi untuk bisa
meyakinkan orang lain.

Demikian, mudah-mudahan kehadiran buku ini yang merupakan kompilasi


tulisan-tulisan reflektif dalam kolom Rektor selama tahun 2015, bermanfaat
bagi para dosen dan mahasiswa.

Wassalamau’alaikum Wr. Wb.

4
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

UPAYA PENGINTEGRASIAN ISLAM DAN


ILMU PENGETAHUAN DI INDONESIA
Karya Prof. Dr. Dede Rosyada MA
Pembahas : Prof. Dr.A. Suhaenah Suparno, M.Pd
(Guru Besar Pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta)

Pengantar
Tatkala masyarakat risau dengan berbagai masalah yang terjadi di
tanah air, seperti maraknya korupsi, ganasnya serbuan untuk melumpuhkan
generasi muda melalui penyalahgunaan narkoba, ancaman desintegrasi
bangsa karena konflik social oleh berbagai sebab, ternyata bangsa ini sudah
harus berada dalam era dimana tuntutan hidup dengan criteria Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA), dan tugas mondial Sustainable Development Goals
(SDG)-nya Perserikatan Bangsa-Bangsa. Menyelesaikan tugas ganda (multi
tasking) menghendaki fokus agar tidak terjebak dengan kondisi psikis yang
melumpuhkan.
Berikut catatan-catatan yang disusun sesuai T.O.R. yang disampaikan
panitia kepada pembahas :
1. Islam dan Sains – Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di
Indonesia.
Islam yang sering dikonotasikan dengan Arab meski kita semua tahu
tidak semua orang Arab beragama Islam. Islam yang disikapi sebagai
Rahmat bagi alam semesta tidak secara otomatis terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Konflik di Jazirah Arab dan di benua lain yang
bangsanya berbahasa Arab-pun sampai sekarang belum terselesaikan.
Kutipan-kutipan yang disajikan dalam buku menunjukan betapa Al
Qur’an mewajibkan umat manusia berfikir, meneliti, memaksimalkan
penggunaan akal. Dengan kata lain Islam dengan Al Qur’an mewajibkan
manusia menjadi pebelajarseumur hidup. Menyebutkan sejumlah
ilmuwan Islam dari bebagai disiplin ilmu sebagai contoh masa lalu yang
gemilang dalam semangat membangun Islam bagi kehidupan.
Prof. Dede mengusulkan pengintegrasian Islam dan Imu Pengetahuan di
Indonesia karena ketika menerapkan ajaran-ajaran Islam dalam
kehidupan nyata diperlukan kerja saintifik dan konteks keIndonesiaan
yang secara kultural berbeda dengan kultur tempat Islam bermula.
Beliau mempersoalkan “Dimana wilayah Islam dalam struktur keilmuan,
karena masih ada diskusi tentang apakah Islam itu hanya pada wilayah
aksiologi atau pada wilayah ontologi:
Pembandingan sains dengan Islam secara s dan epistimologis
menunjukan bahwa titik berangkat Agama adalah keimanan, keyakinan.

5
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Ontologi agama bukan hanya berdasar pengalaman (empiris) tetapi


juga menjangkau hal-hal yang bersifat transedental.
Pada dimensi epistimologis agama berasal dari wahyu yang berakhir
pada wujud Al Qur’an, dan sunnah Nabi yang pengejewantahannya
diverifikasi melalui dialog-dialog transedental (malaikat), dan
pengalaman religious.
Ontologi sains berpangkal dari sikap ragu-ragu (skeptisisme), dijawab
dengan pembuktian yang menuntut verifikasi empiris dan logika yang
bersifat terbuka umum.
Jawaban atas suatu masalah bersifat sementara, siap diuji lagi. Dalam
Sains tidak ada yakin yang abadi, ia harus siap diverifikasi, disanggah
dengan bukti-bukti baru. Jika tidak maka sains tidak akan bisa
menjawab permasalahankehidupan. Tugas mendeskripsikan,
meramalkan dan mengendalikan tidak akan dapat dipenuhinya.
Integrasi perlu diperjelas sejauh mana? Fusi? Korelasi?
Yang amat jelas, interaksi antara Sains dan Agama (Islam) terjadi pada
tataran askiologi
Jangkauan Agama adalah dunia akhirat, sedangkan ilmu proposinya
dunia. Ia siap direvisi, terus menerus melalui eksperimen dan
temuan-temuan baru. Ilmu bersifat sementara, sedangkan Agama
bersifat abadi – menjangkau kehidupan setelah dunia yang diverifikasi
dengan keimanan (yang transendetal)
Albert Einstein : “Sains tanpa agama adalah lumpuh, Agama tanpa sains
adalah buta.”
(“Science without religion is lame, Religion without Science
is blind”)

2. Tentang Team Teaching


Kita harus introspeksi : dasar berfikir dalam melaksanakan tugas
mendidik khususnya ketika membedah masalah atau konsep yang
kompleks memerlukan sinergi berbagai keahlian. ini memerlukan
keahlian merancang, membagi tugas, berkoordinasi, dan
mempertanggung jawabkan kinerja secara sistematik.
“Team teaching” sering disindir menjadi “Turn teaching”.
3. Riset yang mencakup bukan hanya ketepatan metodologis tetapi juga
menerapkan etika. Etika akademik yang harus membersihkan
praktek-praktek tidak terpuji, seperti fabrikasi data, plagiari dan
bentuk-bentuk tidak etis lainnya.
4. Inovasi untuk mengatasi masalah
Jika sistem yang ada tidak memadai untuk mengatasi maslaah dalam
kehidupan masyarakat, diperlukan tindakan inovatif. Acapkali bagian
dari sistem perlu diperkuat sehingga dapat berproses lebih tepat guna.

6
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Menjadi kreatif perlu distimulasi dalam bentuk kegiatan yang


merangsang tumbuhnya alternative yang orisinal. Dalam bidang
pendidikan, Indonesia mencatat berbagai inovasi yang karena
dipandang sebagai proyek dengan pendekatan tuntutan pertanggung
jawaban yang lebih bersifat administratif, maka hasilnya tidak
terintegrasi ke dalam sistem. Untuk menyebut beberapa contoh.
I. Alternatif sistem pembelajaran dalam mempersiapkan Wajib
Belajar 6 tahun. Sistem SD PAMONG (Pendekatan Anak oleh
Masyarakat – Orang tua dan Guru). Program ini dikembangkan
prototipenya di desa Alas Tuwo dan Kebak Keramat Jawa Tengah.
Pra Disseminasi dilakukan di Gianyar Bali. Kurikulum Sekolah Dasar
diterjemahkan ke dalam bentuk modul yang bisa dipelajari sendiri
dan tugas-tugas di dalamnya dapat dikerjakan siswa putus sekolah
dibantu oleh kawan sebaya, anggauta masyarakat dan guru.
II. Untuk daerah dengan jumlah anak usia sekolah lebih kecil atau
sama dengan 60 orang, dilayani dengan Sekolah Dasar Kecil (SD
Kecil).
Tidaklah efisien jika sekolah dikelola proses pembealarannya
dengan sistem yang sama dengan sekolah dengan jumlah siswa
seperti pada sekolah konvensional.
Manajemen pembelajaran untuk kelas ganda (1 guru mengajar 2
kelas) didukung oleh pedoman penyelenggaraan pendididikan
dimana seorang guru mendidik siswa SD lebih dari 1 kelas (Multiple
Class Management).
Mengajar kelas ganda yang sistemik, bukan karena “kecelakaan”
dan “seadanya”. Program Piloting dilaksanakan di Palangkaraya dan
Sulawesi Tenggara. Kelak layanan pendidikan dasar semacam ini
diterapkan diratusan tempat terpencil dengan populasiusia anak SD
yang tidak mencapai 60 siswa.
Siapa tidak kenal CBSA?
Protoipe dikembangkan di Cianjur. Pra diseminasi di Sumatera
Utara
Suatu pola Penataran yang secara bersama meningkatkan
kompetensi guru dan pengawas. Namun .... karena pengawasan
antara hulu dan hilir tidak cermat, maka CBSA dikonversi dalam
sinisme “Cah Bodo Saya Akeh” atau “Cul Budak Sina Anteng”
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), ternyata tidak
cukup dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) tetapi
harus ditambah dengan berbagai Sertifikasi Keahlian.

7
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

STRATEGI INTEGRASI ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN

Prof. Dr. Abuddin Nata, MA


Guru Besar Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Email : abuddin@uinjkt.ac.id

Makalah Disampaikan pada Acara Seminar dan Bedah


Buku “Islam dan Ilmu Pengetahuan Upaya
Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di
Indonesia, karya Prof. Dr. 33Dede Rosyada, MA, yang
diselenggarakan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta pada hari Senin, 2 Mei 2016, Pkl.
08.00-14.00 WIB. Di Auditorium Harun Nasution UIN
Jakarta.

Sejak pertengahan abad ke-19 bibit-bibit kesadaran ummat Islam


untuk menguasai ilmu pengetahuan mulai muncul. Beberapa tokoh
pembaharu yang berada di Mesir, India, dan Turki misalnya banyak yang
menganjurkan agar ummat Islam melengkapi dirinya dengan ilmu
pengetahuan modern. Sikap ini muncul, setelah dunia Islam secara politik,
ekonomi, sosial dan budaya makin terpuruk dan tertinggal oleh kemajuan
Barat. H.M.Quraish Shihab misalnya melaporkan adanya reaksi dari para
cendekiawan Islam atas ketertinggalan Islam dalam bidang Ilmu
pengetahuan, walaupun dengan cara-cara yang tidak tepat. Ada di antara
mereka yang mengambil sikap apatis, acuh tak acuh terhadap kemajuan
tersebut; ada pula yang dengan spontan meletakkan senjata untuk
menyerah dengan mengikuti segala sesuatu yang bercorak Barat-meskipun
dalam hal-hal yang menyangkut kepribadian atau adat istiadat. Ada pula
yang menentang haluan ini dengan mengajak masyarakat Islam menerima
dan mempelajari ilmu pengetahuan dan sistem yang dipergunakan Barat
dalam mencapai kemajuan tanpa meninggalkan kepribadian atau
prinsip-prinsip agama. (H.M. Quraish Shihab, 1992:52).
Respon yang mengambil bentuk mempelajari ilmu pengetahuan dan
sistem yang dipergunakan Barat itu pada tahap selanjutnya membawa pada
perlunya mengintegrasi Islam dengan Ilmu Pengetahuan Modern dengan
menempuh berbagai strategi. Ismail Faruqi (1984) dan Muhamman Naquib
al-Attas misalnya menempuh strategi Islamisasi Ilmu Pengetahuan dengan
cara yang tidak selamanya sama. Islamisasi Ilmu Pengetahuan Muhammad
Naquib al-Attas dan Ismail Faruqi pada dasarnya sama, yaitu purification

8
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

(pembersihan) Ilmu Pengetahuan dari unsur-unsur yang tidak Islami.


Purification Muhammad Naquib al-Attas terhadap ilmu pengetahuan
ditempuh dengan cara menghilangkan unsur sekuler dalam Ilmu dengan
memasukan dimensi metafisis yang diadopsi dari Konsep Wihdat al-Wujud
Ibn Arabi melalui Hamzah Fansyuri; menghilangkan unsur khurafat, bid’ah
dan takhayul dalam ilmu dengan mengambil pemikiran Muhammad bin
Abd al-Wahhab; dan menghilangkan unsur mitologi dengan mengambil
konsep tauhid yang murni dari Ibn Taimiyah. Sementara itu, Ismail Faruqi,
menempuh cara dengan melakukan dekontruksi atau membongkar struktur
keilmuan Barat dengan mengganti dengan struktur paradigmatik keilmuan
Islam, baik secara teknis kebahasaan maupun epistimologinya.
(H.Muhaimin, 2006:60-63, dan Abuddin Nata, 2011:383-384). Namun
usaha ini baru berhasil menumbuhkan kesadaran tentang perlunya
mengembangkan ilmu yang berbasis pada epistimologi Islam, dan belum
sampai pada keberhasilan membangun struktur keilmuan yang original
Islami secara utuh dan lengkap.
Di Indonesia kesadaran untuk menguasai Ilmu Pengetahuan Modern
sebagai alat untuk memahami, mengartikulasi, dan mengelaborasi ajaran
Islam secara kontekstual sesungguhnya telah dipikirkan sejak didirikannya
Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) atau Akademi Dinas Ilmu
Agama (ADIA) pada tahun 50-an. Pada bulan Juni 1938, M. Natsir menulis
sebuah artikel yang berjudul “Sekolah Tinggi Islam.” Dalam tulisan tersebut,
Natsir menekankan pentingnya STI menghasilkan kelompok intelektual yang
memiliki basis pengetahuan keislaman dan kebudayaan yang kuat sebagai
alternatif pendidikan ala Barat. Sementara itu, Mohammad Hatta yang
termasuk Founding Father dalam pendirian STI dimotivasi oleh cita-citanya
untuk memadukan sistem pendidikan yang disebutnya “pendidikan masjid”,
dengan pendidikan umum. Sedangkan Satim melihat lebih jelas lagi dasar
pandangan di balik pendirian STI, yaitu: Pertama, kesadaran bahwa
masyarakat Islam tertinggal dalam pengembangan pendidikan
dibandingkan non-Muslim; kedua masyarakat non-Muslim maju karena
mengadopsi cara Barat dalam sistem pendidikan mereka; Ketiga, perlunya
menghubungkan sisrem pendidikan Islam dengan dunia Internasional, dan
Keempat, dalam pendidikan Islam unsur lokal penting untuk diperhatikan.
(Fuad Jabali dan Jamhari, 2003:3-6). Namun upaya mengintegrasikan Islam
dengan ilmu pengetahuan melalui STI ini pun mengalami deviasi, yakni
PTAIN dan IAIN yang di tahun 70-an berjumlah 112 hanya melanjutnya
tradisi tafaqquh fi al-din sebagaimana yang dilakukan dunia pesantren
salafiyah, hingga Mukti Ali (selaku Menteri Agama) pada waktu menutup
sebagian besar IAIN dan menyisakannya sebanyak 13 buah dengan visi
integrasi ilmu. (Fuad Jabali dan Jamhari, 2003:17-18).

9
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Upaya memberikan wawasan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk


memahami Islam secara komprehensif, kontekstual dan aktual mulai
dilakukan pada saat Harun Nasution tampil sebagai Rektor dan dosen pada
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta di tahun 75-an hingga tahun 80-an. Upaya
ini antara lain dengan cara memberikan mata kuliah sosiologi oleh
Professor Doktor Widagdom; Statistik, Perbandingan Agama, dan Islam
Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Hasilnya mulai terlihat, di mana lulusan
UIN sudah mulai memiliki wawasan ilmu pengetahuan modern sebagai
bahan analisis studi Islam dalam hubungannnya dengan kehidupan sosial.
Upaya ini terus dilanjutkan pada saat Harun Nasution sebagai Direktur
Program Pascasarjana dengan memasukan mata kuliah Islam dan Ilmu
Pengetahuan oleh Prof. Dr.A. Baiquni, Filsafat Ilmu oleh Prof.Dr. Jujun S.
Suriasuamantri; Metodologi Penelitian, dan mendatangkan dosen tamu dari
luar negeri. Upaya ini terus dilanjutkan oleh para Direktur Program
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah selanjutnya, dengan mengembangkan
model kurikulum yang integrated, interdisipliner, team teaching dan
sebagainya.
Selanjutnya pada tahun 2004 Kementerian Agama membentuk
sebuah tim penyusun buku Islam untuk Disiplin Ilmu (IDI), seperti Islam dan
Matematika, Islam Fisika, Islam dan Biologi, Islam dan Kedokteran, dan
seterusnya. Dalam buku Islam untuk Disiplin Ilmu dan Teknologi yang
disusun oleh Hj.Rochmah N, dkk ed, H.Muharram Marzuki dan
Hj.Zulmaizaerna, misalnya dinyatakan, bahwa Islam menstimulasi para
ilmuwan untuk meneliti melalui observai dan analisis, sehingga melahirkan
berbagai temua teoritik. (Dede Rosyada, 2016:19). Namun upaya ini dinilai
sebagian pemerhati sebagai usaha meng-ayati atau mendalili terhadap
berbagai teori ilmu-ilmu tersebut, dan belum berhasil membangun
kontruksi keilmuan modern yang original Islami. Selain itu, usaha inipun
tidak memiliki kelanjutan.
Upaya mengintegrasi Islam dengan ilmu pengetahuan mulai intensif
lagi sejak terjadinya perubahan IAIN menjadi UIN. Mulyadhi Kartanegara
menulis buku Integrasi Ilmu sebuah Rekonstruksi Holistik dengan
menggunakan pendekatan filsafat dan tasawuf. Buku ini setelah
mengemukakan problema dikhotomi Ilmu yang disebabkan paham
positivisme, naturalisme, dan materialisme dari Barat serta sikap intern
ummat Islam menggap belajar ilmu umum tidak wajib, dilanjutkan dengan
menjelaskan peran tauhid sebagai prinsip utama integrasi ilmu dengan
pendekatan filsafat Ibn Sina, Ibn Arab, Suhrawardi dan Mulla Shadra dengan
penekanan utama adanya integrasi antara wilayah fisik dan metafisik.
(Mulyadhi Kartanegara, 2005) Buku ini baru berhasil memberi dasar-dasar
wawasan ontologi, epistimologi dan aksiologi ilmu, namun belum disertai
dengan strategi, metode dan teknik operasionalnya. Sementara itu,

10
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Abuddin Nata, dkk, menulis buku Integrasi Ilmu yang memuat kajian
teoritik tentang rumpun ilmu-ilmu agama, tinjauan normatif teoologis
tentang integrasi ilmu agama dan umum, tinjauan historis tentang integrasi
ilmu agama dan umum, tinjauan filosofis tentang integrasi ilmu agama
Islam dan ilmu umum, reintegrasi ilmu agama Islam dan Ilmu-ilmu Umum,
serta metodologi reintegrasi ilmu agama dan ilmu umum. (Abuddin, dkk,
2003). Namun karya inipun belum membantu secara teknis untuk
mengintegrasikan ilmu.
Selanjutnya di UIN Sunan Kalijaga, M. Amin Abdullah menawarkan
strategi integrasi ilmu melalui konsep inter-koneksitas fungsional atau
jaring laba-laba. Melalui teori tersebut, M.Amin Abdullah menunjukkan
dengan jelas hubungan antara sumber ilmu yang berbasis pada al-Qur’an
dan Hadis (klaster ilmu-ilmu agama), alam jagat raya (klaster ilmu-ilmu alam
(sains); phenomena sosial (klaster ilmu-ilmu sosial), alam metafisis (klaster
ilmu matematika, filsafat dan humaniora), alam ruhani (klaster ilmu
tasawuf), yang kesemuanya saling berhubungan, dan semuanya merupakan
ayat Allah. Sementara itu, melalui konsepnya tentang Pohon Ilmu, Imam
Suprayogo, Imam Suprayogo membangun konsep kesatuan ilmu
sebagaimana halnya pohon. Bagian akar pohon terdiri dari bahasa,
metodologi dan bassic science); bagian batang pohon: al-Qur’an dan Hadis;
bagian batang:alam jagat raya, phenomena sosial, akal pikiran dan hati
nurani; bagian ranting:cabang dari setiap ilmu-ilmu alam, ilmu sosial, filsafat
dan humaniora; sedangkan buahnya adalah ketika ilmu tersebut diterapkan
dan menghasilkan kebudayaan dan peradaban yang membawa rahmat bagi
seluruh alam; sedangkan pupuknya adalah atmosfir akademik yang
dilandasi iman, akhlak mulia dan amal salih. (Marwan Saridjo,
2009:155-170). Namun demikian upaya integrasi ini baru sampai pada
tahap wacana atau konsep yang belum dijabarkan pada dataran kurikulum,
silabus, bahan ajar dan pendekatan dalam pembelajaran. Itulah sebabnya,
ketika pada tahun 2014, implementasi konsep Amin Abdullah dan Imam
Suprayogo tersebut akan diteliti implementasinya, Prof. Dr. Atho Mudzhar
selalu Tim Reviewer proposal penelitian, mengatakan, bahwa implementasi
konsep jaring laba-laba dari Amin Abdullah dan pohon ilmu dari Imam
Suprayogo itu belum diimplementasikan, sehingga tidak ada yang perlu
diteliti.
Belakang ini, upaya mengintegrasikan Islam dan ilmu Pengetahuan
dilakukan oleh para pakar di berbagai perguruan tinggi di dunia. Prof,Dr.
Dede Rosyada, menjelaskan adanya upaya integrasi ilmu yang dilakukan di
International Islamic University of Malaysia (IIUM), di California Center for
College and Career yang dipimpin Gary Hoachlander dan Integrated
Curriculum Unit (2010). Model integrasi pada lembaga yang disebut terakhir
ini dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan standar kompetensi yang

11
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

hendak dicapai, sesuai permintaan pengguna lulusan. (Dede Rosyada,


2016:61).
Selanjutnya di Timur Tengah, upaya integrasi baru dimulai dengan
meneliti dan menggali ayat-ayat al-Qur’an dan pemikiran para filosof yang
berkaitan dengan integrasi ilmu. Berkaitan dengan itu, Abd al-Rahman bin
Zaid al-Zunaidy pada tahun 1992 di Riyadh menulis disertasi yang
diterbitkan oleh Maktabah al-Mu’ayyadah yang berjudul Mashadir
al-Makriat fi al-fikr al-Diny wa al-Falsafy yang membahas tentang ontologi
ilmu dalam Islam:Wahyu, ilham, al-hadas, al-aql, dan al-tajribiyah
al-hissiyah. Sementara itu, Rajih Abd al-Kurdiy menulis buku Nadzariyat
al-Ma’rifah bain al-Qur’an wa al-Falsafah, yang diterbitkan Maktabah
al-Muayyadah pada tahun 1992, dan membahas tentang pengertian ilmu
menurut kalangan Mu’tazilah, para filosof, dan ahl al-sunnah, hubungan
antara ilmu dan ma’rifat menurut Mu’tazilah dan para filosof, hakikat ilmu,
hubungan ilmu dengan realitas, pertimbangan ilmu. Sementara itu Ja’far
Abbas Haji menulis buku al-Ma’rifah fi al-Islam yang membahas hubungan
ilmu dan falsafah, pandangan saintifik tentang alam jagat raya, hubungan
ideologi dengan ekonomi, alat untuk mengetahui ilmu, panca indera,
kekuatan berfikir dan argumentasi, alat untuk mendapatkan ilmu: akal, hati
nurani, sumber ilmu:wahyu, alam, phenomena sosial dan ilham. Namun
demikian, berbagai penjeasan tersebut cenderung bersifat normatif
idealistik tampak dibarengi bagaimana cara yang bersifat teknik aplikatif
dalam membangun integrasi ilmu. Praktek integrasi Islam dengan Ilmu
Pengetahuan baru nampak pada karya Zaghloul al-Naggar yang menulis
Ayat-ayat Kosmos dalam al-Qur’an. Namun itupun belum sampai
menawarkan sebuah kontruksi tentang kosmologi Islami yang original.
Strategi Integrasi Ilmu baru nampak pada karya Dede Rosyada. Dalam
bukunya yang berjudul Islam dan Sains Upaya Pengintegrasian Islam dan
Ilmu Pengetahuan di Indonesia yang diterbitkan RM Books di Jakarta tahun
2016, diedit oleh Prof. Dr. Murodi, Zaenal Muttaqin dan Luthfy Rijalul Fikri,
setebal 228 halaman, Dede Rosyada memberikan perhatian yang
signifikan terhadap perlunya melaksanakan integrasi Islam dan Ilmu
Pengetahuan. Hal ini ditujukan dengan beberapa hal sebagai berikut.
Pertama, dengan melakukan eksplorasi atau kajian yang mendalam
dan komprehensif terhadap ajaran Islam, yakni dengan merujuk ayat-ayat
al-Qur’an yang ditopang oleh pendapat para mufassir yang terkemuka,
seperti Ismail Haqqi al-Barusy (Tafsir Ruh al-Bayan), Muhammad Abduh
(Tafsir al-Manar), al-Nasafi dan Al-Zamakhsyari, serta dengan melakukan
kajian sejarah, khususnya sejarah Islam pada zaman akhir Bani Ummayah
dan kejayaan Abbasiyah, yang dipadukan dengan wawasan yang memadai
memadai mengenai bassic science:fisika, kimia, biologi, bahkan tata surya
dan planet. Dengan demikian buku ini telah menunjukkan dengan jelas,

12
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

bahwa perhatian ajaran Islam terhadap integrasi Islam dan Ilmu


pengetahuan bukan hanya pada tataran normatif-teologis, melainkan pada
dataran historis empiris. Melalui kajian historis buku ini tidak hanya
menunjukkan dengan jelas upaya umat Islam dalam mengembangkan
ilmu-ilmu keagamaan, seperti Fiqh, Ilmu Kalam, Falsafat dan Tasawuf, juga
mengembangkan ilmu matematika, astronomi, fisika, kedokteran, kimia dan
lainnya, lengkap dengan nama-nama tokoh dalam ilmu tersebut dengan
tahun kehidupannya. Informasi ini penting, bukan hanya untuk
menumbuhkan kebanggaan atau sekedar menghibur diri, melainkan untuk
menginspirasi, dan membangkitkan kembali etos keilmuan pada ummat
Islam pada umumnya, dan kalangan terpelajar Muslim pada khususnya.
Kedua, dari 30 tulisan yang dimuat dalam buku ini, 10 judul di
antaranya berbicara secara eksplisit tentang Islam dan Ilmu Pengetahuan
dengan penekanan utama pada perlunya membangkitkan semangat kaum
santri untuk menguasai ilmu pengetahuan modern, sambil menawarkan
berbagai strategi yang efektif agar integrasi Islam dan Ilmu Pengetahuan itu
tidak hanya menjadi wacana atau pemikiran yang bersifat melangit
melainkan menjadi sesuatu yang membumi. Untuk itu, buku ini
menawarkan strategi integrasi Islam dan Ilmu Pengetahuan melalui model
kurikulum yang integrated (Model Integrasi Kurikulum), kurikulum model
blok, dan pembelajaran dengan model team teaching. Pada kurikulum
model blok pada fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) misalnya
kurikulum bisa didisain menjadi beberapa blok kurikulum. Mulai dari blok
landasan pendidikan, perencanaan pembelajaran, pelaksanaan
pembelajaran dan evaluasi pembelajaran, sebagai blok-blok yang bisa
membangun kompetensi keguruan. Sementara itu untuk kompetensi ilmu
keagamaan yang akan mereka ajarankan pada para siswa, diperlukan
blok-blok Al-Qur’an, al-Sunnah, Fikig, Ilmu Kalam dan Aqidah, Ilmu Akhlak,
dan Sejarah Peradaban Islam. Tetapi sebelum memasuki mata kuliah
keahlian tersebut, sebaiknya didahulukan blok pembinaan karakter bangsa,
berfikir ilmiah, serta skill lab keguruan dan praktik keguruan. (hal. 74).
Kemudian, bisa juga dikembangkan blok cabang ilmu yang mendekatkan
berbagai aspek penting dari isi, metode dan konsep dari sebuah cabang
ilmu. Contohnya menggabungkan antropologi, statistika, probabilitas, dan
biokimia. (hal. 75).
Selanjutnya integrasi sains dan agama melalui proses pembelajaran
dengan menggunakan team teaching antara dosen sains dan dosen ilmu
keagamaan, bisa menggunakan satu dari enam pilihan. Model team
teaching dengan pendekatan station teaching, alternative teaching dan
team teaching termasuk yang paling memenuhi kebutuhan idealitas
learning outcome. Pendekatan station teaching adalah pendekatan
pembelajaran yang membagi bahan-bahan ajar mahasiswa ke dalam

13
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

beberapa bagian. Selanjutnya, bahan-bahan ajar ini disampaikan oleh lebih


dari satu dosen secara berputar dari satu disen ke dosen lainnya.
Sedangkan alternative teaching bisa dilakukan jika para mahasiswa dituntut
memperoleh pengusaan bahan sangat baik, sedangkan bahan ajarnya
terdiri dari konsep-konsep yang sangan kompleks. Dalam hal ini, mahasiswa
bisa dibagi dalam dua kelomok, yakni kelompok mahasiswa yang
memerlukan perlakuan ekstra dari dosennya dan kelompok mahasiswa
yang tidak memerlukan perlakuan tambahan. Sedangkan pada team
teaching, dua orang dosen atau lebih mengajar pokok bahasan dan kelas
yang sama. Hanya saja pada teknik ini, masing-masing dosen memiliki
pengalaman yang berbeda di mana dengan perbedaan pengalamannya
mereka bisa saling melengkapi. (hal. 69).
Tawaran strategi integrasi Islam dan Ilmu Pengetahuan ini selain
dilengkapi dengan grand theori yang mendasarinya, juga dilengkapi dengan
contoh praktenya di perguruan tinggi lainnya. Tawaran strategi kurikulum
integrated misalnya dilengkapi dengan konsep kurikulum dari Ronald C. Doll
melalui bukunya Curriculum Improvement, Decision Making and Process
(1964). Doll mengatakan, bahwa kurikulum bukan hanya rangkaian bahan
yang akan dipelajari serta urutan pelajaran yang harus ditempuh para siswa
atau mahasiswa, tapi seluruh pengalaman yang ditawarkan pada mereka di
bawah asuhan dan bimbingan sekolah atau kampus (hal. 50). Sedangkan
model aplikasi kurikulum model blok ditunjukan dengan praktek pada
Australian Catholic University (ACU). (hal. 74). Judul-judul lain dalam buku
ini, sekalipun tidak secara eksplisit menyebutkan integrasi Islam dan Ilmu
Pengetahuan Umum, namun sangat berkaitan erat. Yaitu judul-judul yang
berperan semacam penciptaan atmosfir agar integrasi Islam dan Ilmu
Pengetahuan itu bisa terwujud, seperti pengembangan tradisi riset,
pengembangan Iptek dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA), penguatan riset, pengembangan program Pascasarjana berbasis
riset, serta penciptaan hubungan harmoni antara umat beragama serta
pengembangan Islam moderat. ((hal. 219).
Ketiga, buku ini memberikan kejelasan tentang agenda unggulan
yang ingin dicapai oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yaitu, pertama,
peningkatan mutu yang diukur dengan akreditasi program studi dan
akreditasi insrtitusi; kedua, peningkatan mutu dan produk penelitian yang
diukur dengan jumlah publikasi ilmiah dalam jurnal international bereputasi
serta perolehan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) melalui hilirisasi
penelitian; ketiga, peningkatan tata kelolal perguruan tinggi dengan
pemantapan universias yang sudah menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan
Hukum (PTN BH) agar segera bisa masuk dalam 500 besar universitas dunia.
Sejalan dengan itu, UIN Jakarta juga melakukan review internal kurikulum
program studi tingkat sarjana yang disesuaikan dengan Kerangka Kualifikasi

14
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Nasional Indonesia (KKNI), dan melakukan revitalisasi program-program


penelitian yang difokuskan pada new descoveru yang dapat menghasilakn
teknologi baru, instrumen bary, atau sebuah model yang dapat digunakan
untuk pengembangan komunitas (community development). (hal. 81).
Keempat, buku ini juga memberikan dorongan yang kuat agar kaum
santri mengambil peran dalam integrasi Islam dan Ilmu Pengetahuan,
dengan pendekatan kontent analisis yang integrated. Kajian tentang air
yang suci dan menyucikan di dalam kitab-kitab fiqh misalnya bisa dianalisis
dengan ilmu kesehatan. Demikian pula kajian tentang shalat berjama’ah,
dapat dianalisis dengan ilmu-ilmu sosial, dan seterusnya. Selain itu,
perlunya dilakukan verifikasi para ilmuwan terhadap produk-produk
pemikiran pemikiran para ilmuwan muslim dalam bidang-bidang
keagamaan yang sangat terkait dengan profesi dan sosial, atau terhadap
penafsiran para ulama atas ayat-ayat al-Qur;an yang terkait dengan
kehidupan profesi, sosial, atau bahkan penafsiran terhadap ilustrasi sains
pada ilmu agama.
Kelima, Buku ini menawarkan sebuah perluasan dari arti santri.
Yaitu bukan hanya ditujukan pada para siswa yang belajar di pondok
pesantren, namun dengan meminjam konsep Clifford Geertz, digunakan
untuk menyebutkan seseorang yang konsisten melaksanakan seluruh
ketentuan agama baik dalam aspek ritual, personal maupun sosial. Istilah ini
sering digunakan untuk melukiskan seseorang yang cara pandangnya
terhadap dunia dan profesi berlandaskan pada keryakinan Isla,nya,
sehingga seluruh tindakan dalam hidupnya merupakan ibadah, yakni
pelaksanaan ajaran agama sekaligus sebagai bukti ketundukannya kepada
Allah (hal. 43).
Dengan mengemukakan beberapa catatan tersebut, nampak dengan
jelas, bahwa buku ini sangat dibutuhkan, dan lahir tepat pada waktunya.
Yaitu saat ini dimana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tengah dengan
sungguh-sungguh ingin mengimplementasikan misi integrasi ilmu sebagai
konsekwensi logis dari pelaksanaan Visi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yakni menjadi perguruan tinggi yang unggul baik pada tingkat nasional
maupun internasional yang mengintegrasikan aspek keislaman, keilmuan,
keindonesiaan, dan kemodernan.
Kandungan isi buku serta literatur yang digunakan menggambarkan
penulisnya sebagai orang yang secara akademik memiliki basic ilmu-ilmu
keislaman yang luas dan mendalam, kemampuan mengakses buku
berbahasa Arab dan Inggris, keluasaan pemahaman terhadap teori, konsep
dan berbagai isu pendidikan baik pada tingkat lokal, nasional maupun
internasional, serta keinginan yang kuat untuk meningkatkan mutu
pendidikan Islam di Indonesia. Kapasitas dan kapabilitas akademik,
pengalaman dan tanggung jawab, serta kepedulian yang demikian besar

15
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

terhadap kemajuan pendidikan Islam itu merupakan hasil dari kombinasi


pendidikan di pesantren, madrasah, pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, pengalam studi di luar negeri, pengalaman sebagai ketua Lembaga
Penelitian, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Direktur Perguruan
Tinggi Islam, pengalaman akademik dalam menulis buku serta keterlibatan
dalam kegiatan penelitian, kajian, konsultan dan lain sebagainya yang cukup
kuat dan saling menopang. Untuk itu sepatutnya kita mengucapkan
selamat dan menyambut baik atas diterbitkannya buku ini, dan mengajak
kepada seluruh civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
perguruan tinggi lainnya serta masyarakat pada umumnya menyediakan
waktu untuk membaca buku ini.

Daftar Pustaka
Hajiy, Ja’far Abbas, Nadzariyat al-Ma’rifah fi al-Islam, (Kuwait: Maktabah
al-Fain, 1407 H./1986 M.), cet. I.
Husaini, Adian (ed.), Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam,
(Jakarta:Gema Insani, 2013), cet. I.
Jabali, Fuad dan Jamhari, IAIN & Modernisasi Islam di Indonesia,
(Jakarta:UIN Jakarta Press, 2003), cet. I.
Kartanegara, Mulyadhi, Integrasi Ilmu Sebuah Rekonstruksi Holistik,
(Bandung:Arasy Mizan dan UIN jakarta Press, 2005),
Al-Kurdiy, Rajih Abd al-Hamid, Nadzariyat al-Ma’rifah bain al-Qur;an wa
al-Falsafah, 1412 H./1992 M.), cet. I.
Mahzar, Armahedi, Integralisme sebuah Rekonstruksi Filsafat Islam,
(Bandung:Pustaka, 1403 H./1983 M), cet. I.
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam Mengurai Benang Kusut Dunia
Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), cet. I.
Muthahhari. Ayatullah Murthadha, Pengantar Epistimologi Islam,
(Jakarta:Shadra Press, 2010), cet. I.
Nasution, Harun, Akal dan Wahyu dalam Islam, (Jakarta:UI Press, 1919).
Nata, Abuddin, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2003), cet. I.
----------, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta:Prenada Media Group, 2011),
cet. I.
El-Naggar, Zaghloul, Selekta dari Tafsir Ayat-ayat Kosmos dalam al-Qur’an,
(Jakarta: Shorouk International Bookshop, 2010), cet. I.

16
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Al-Nusyar, Mushthafa, Nadzariyat al-Ma’rifah ind Aristoteles, (Mesir: Dar


al-Ma’arif, 1995).
Qashim, Mahmud, Nadzariyat al-Ma’rifah ibn Ibn Rusyd, (Mesir: Maktabah
al-Anjalu al-Mishriyah, tp.th.).
Rahman, Afzalur, Al-Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan, (terj.) H.M. Arifin
dari judul asli Qur’anic Science, (Jakarta:Bina Aksara, 1989)
Rosyada, Dede, Islam dan Sains Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu
Pengetahuan di Indonesia, (Jakarta:RM Books, 2016), cet. I.
Saridjo, Marwan, (ed). Mereka Bicara Pendidikan Islam, Bunga Rampai,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009), cet. I.
Shihab, M. Quraish, “Membumikan” Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung:Mizan, 1413 H//1992 M.),
cet. I.
Al-Safy al-Hakim, al-Epistimology, (Mesir: al-Musytasyar, 2001)
Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer,
(Jakarta:Sinar Harapan, 1988), cet. I.
Tafsir, Ahmad, Epistimologi untuk Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung:Fakultas
Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Jati, 1995)
Tibyani, Muhammad Usman, al-Idrak al-Hissiy ind Ibn Sina, (Mesir:Dar
al-Syuruq, 1980)
Al-Zunaidy Abd al-Rahman bin Zaid, Mashadir al-Ma’rifah fi al-Fikr al-Diny
wa al-Falsafy, (Mesir:Maktabah al-Muayyadah, 1412 H./1992 M.),
cet. I.

17
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

INTEGRASI ISLAM DAN SAINS


DALAM KURIKULUM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MI

Dr. Fauzan, M.A


FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Email: fauzan@uinjkt.ac.id

Pendahuluan: Transformasi IAIN menjadi UIN


Perubahan Instutut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2002 membawa
dampak perubahan besar bagi civitas akademika, bukan hanya menyangkut
pola perubahan numenklatur, penyebutan nama fakultas, logo, tetapi lebih
pada pola pengembangan mutu akademik yang juga harus berubah sesuai
tuntutan sebuah universitas.
Perubahan IAIN menjadi UIN memberi pengertian bagi kita bahwa
perubahan adalah upaya melakukan proses perubahan kurikulum, cara,
metodologi, situasai dan kondisi yang tradisional (ortodox) ke arah yang
lebih rasional, profesional dan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Perubahan merupakan tanda dalam kehidupan
yang selalu berlangsung secara tetap. Apabila tidak terjadi perubahan,
maka akan terjadi kemandegan dan kehidupan tidak akan berkembang
sesuai perkembangan zamannnya. Menurut Hussey (2000: 6) ada beberapa
faktor mengapa sebuah institusi melakukan sebuah perubahan, yaitu
pertama, perubahan ilmu dan teknologi yang terus meningkat; kedua,
persaingan semakin intensif dan menjadi lebih global; dan ketiga, tuntutan
pelanggan atau masyarakat.(Wibowo, 2007), h. 74)
Jika pada masa IAIN fokus kajian lebih diorientasikan pada kajian
ilmu-ilmu agama (religious science), seperti ilmu usul al-din, jinayah siyasah,
tafsir hadits, tarbiyah, dakwak; maka di era UIN tidak lagi bicara spesifikasi
satu pembidangan ilmu agama keislaman, tetapi cakupan kajian harus lebih
luas, umum (universe) dalam pembidangan ilmu pengetahuan. Secara
historis, kehadiran IAIN dengan spesisikasi pembidangan ilmu agama Islam
tidak terlalu salah, karena sebagai bangsa yang mayoritas muslim sudah
seharusnya memiliki kampus Islam yang modern, tidak kumuh, dan lebih
terbuka, terutama menyangkut perbedaan pendapat madzhab (fiqih,
tasawuf/tariqat). Kehadirannya menjadi transformasi kelembagaan
pendidikan pesantren dengan kajian keislaman yang sangat tradisional pola
pendidikan keislaman yang sangat modern. Pesantren dengan ciri
“nyarung” bertujuan melahirkan ahli-ahli agama Islam (da’i) atau “orang
bener” biasanya hanya mengenalkan materi pembelajaran yang sangat

18
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

dikhotomis, misalnya satu madzhab fiqih (umumnya hanya madzhab


Syafi’i), tasawuf akhlaqi, tariqat naqsabandiyah, dengan metode
pembelajaran “sorogan” dan “bandongan”. 1 Lembaga ini juga tidak
memiliki desain kurikulum yang pasti, kurikulum (sebagai materi pelajaran)
biasanya identik dengan keahlian kiyai pengasuh, serta tidak memiliki target
waktu yang jelas sebagaimana layaknya lembaga pendidikan. Kehadiran
IAIN menawarkan warna baru kepada ummat Islam pada saat itu bahwa
studi kajian Islam begitu luas dan terbuka dengan berbagai pola
pembelajaran baru yang lebih berkualitas, serta kurikulum pembelajaran
yang lebih jelas, sistemik, inovatif menyesuaikan dengan tuntutan zaman.
Kehadiran IAIN bertujuan ”melahirkan ahli-ahli agama dan para pemimpin
Islam”, belakangan tujuan tersebut mulai diragukan banyak kalangan. Ada
tiga fungsi tradisional IAIN, yaitu; pertama, sebagai media penyampai
pengetahuan agama (transfer of Islamic knowledge), kedua, sebagai media
pemelihara tradisi Islam (maintenance of Islamic tradition) dan yang ketiga,
sebagai media pencetak ulama (reproduction of ulama). (Jurnal Madrasah,
Vol. I, No. 4, 1998, h. 6). Mengapa IAIN (saat itu) tidak diarahkan pada pada
pengkajian ilmu yang lebih lebih luas? Mengapa kewenangan yang
diberikan IAIN hanya fokus pada study Islam? Kondisi ini menunjukkan
bahwa kehadiran IAIN cenderung lebih pada urusan politik pembagian
“jatah” kepada ummat Islam sebagai apreasiasinya dalam konteks
kemerdekaan Republik Indonesia yang di masa-masa awal terlihat sangat
spesifik pada kajian studi Islam dan cenderung masih “memakruhkan” ilmu
pengetahuan umum. Padahal jika ditilik dalam sejarah, kejayaan dan
keemasan Islam (golden age) pada masa Bani Abbasiyah ((133-766
H/750-1258)) dilihat karena kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan
yang begitu luas. Bahkan beberapa ayat al-Quran menjelaskan kata “ilmu”
(seperti, al-Baqoroh: 282, 31-32, al-Kahfi: 65, al-Nahl: 8, al-Isro: 85, Fathir:
28, al-Mujadalah: 11) dengan makna yang umum (ilmu agama dan ilmu
umum), keberadaanya diakui sebagai posisi sentral dalam pembentukan
peradaban, watak, dan perkembangan manusia. Bagi Al-Farabi ilmu (ilm)
dipahami sebagai batang tubuh pengetahuan yang terorganisir dan sebagai

1
Sorogan dan bandongan merupakan dua metode klasik yang ada di pesantren.
Sistem sorogan adal sistem membaca kitab secara individul, atau seorang muridnyorog
(menghadap guru sendiri-sendiri) untuk dibacakan (diajarkan) oleh gurunya beberapa
bagian dari kitab yang dipelajarinya, kemudian sang murid menirukannya berulang kali.
Sistem bandungan adalah sistem transfer keilmuan atau proses belajar mengajar yang
ada di pesantren salaf di mana kyai atau ustadz membacakan kitab, menerjemah dan
menerangkan. Sedangkan santri atau murid mendengarkan, menyimak dan mencatat apa
yang disampaikan oleh kyai.

19
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

sebuah disiplin yang mempunyai tujuan, premis dasar, dan objek serta
metode penelitian tertentu. (Osman Bakar: 1998, h. 104)
Dalam kesempatan yang lain, perkembangan teknologi informasi, IAIN
(sebagai produk perubahan) dinilai lamban, konservatif, statis, cakupan
keilmuan yang sempit dan masih belum mampu menyiapkan generasi yang
handal dan juga belum siap menghadapi tuntutan zaman. Paradigma dan
tujuan IAIN sebagaimana dijelaskan di atas, dewasa ini dianggap kurang
relevan lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan
pembangunan nasional, karena bersifat sangat sektoral, hanya memenuhi
kebutuhan akan sarjana-sarjana yang mendapatkan pengetahuan tinggi
mengenai agama Islam. (Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan
Islam di Indonesia, (Yogyakarta: 2003), h. 252)
Sementara di era IPTEK yang sarat dengan percepatan informasi,
teknlogi menuntut keberadaan perguruan tinggi dapat melahirkan
manusia-manusia yang bukan hanya mengusai ilmu pengetahuan secara
utuh, kecerdasan, dengan skill professional tetapi bagaiman nilai-nilai
positif yang terkandung dalam agama (Islam) tertanam kuat dalam setiap
langkah gerak kehidupan.
Seiring dengan perubahan tersebut, UIN (Jakarta) sendiri mencoba
merumuskan kembali visi kelembagaannya, yaitu “menjadikan kampus
berskala Nasional dan Internasional yang mengintegrasikan ke-Islaman,
ke-Ilmuan, ke-Indonesiaan, dan kemanusiaan”. Empat nilai tersebut
diharapkan bisa menjadi distingsi dan perbedaan dengan beberapa kampus
Islam yang lain. Keislaman seharusnya menjadi brand utama yang
ditunjukkan UIN, baik secara kultur, tradisi, perilaku civitas akademika,
kurikulum, maupun dalam kegiatan pembelajaran. UIN berusaha menjadi
kampus yang berusaha mengajarkan kepada masyarakat tentang nilai-nilai
keislaman moderat, modern, agama yang memberikan rahmat bagi seluruh
alam (rahmatan lil alamin). Oleh karenanya, model Islam demikian, bukan
hanya “ajaran” yang diberikan secara tekstual (ayatisasi dalam perkuliahan),
tetapi lebih dari itu Islam yang menjadi “nilai” atau perilaku yang tertanam
kuat dalam kehidupan. Keilmuan menunjukan bahwa UIN tidak lagi
terkungkung oleh dominasi ilmu tertentu dengan target idealis menyiapkan
ahli-ahli syurga, tetapi harus lebih terbuka terhadap ilmu pengetahuan
sebagai penentu keberhasilan seseorang dalam mengarungi kehidupan di
masa mendatang. Dengan konteks keindonesiaan keberadaan UIN
diharapkan dapat menjadi corong utama dalam mempertahankan
nasionalisme, nilai-nilai Pancasila, kebhinekaan, serta kekhasan budaya
Indonesia dengan tetap berusaha mengakomodasi nilai-nilai kemoderanan
positif yang berkembang di dunia.
Perspektif integrasi melalui empat nilai tersebut harus dipahami secara
utuh dan tidak parsial, implementasinya dilaksanakan secara simultan oleh

20
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

semua civitas akademika, baik melalui melalui manajemen, kurikulum,


maupun kegiatan pemerkuliahan. Oleh karena itu, efektifitas penerapan
integrasi keilmuan, keislaman, keindonesiaan, dan kemodernan dapat
dilakukan jika seluruh dosen, mahasiswa, tenaga kependidikan di
universitas, fakultas, jurusan/program studi memiliki paradigma yang sama
dalam menerapkan konsep integrasi keilmuan.

Konsep Integrasi Islam dan Sains


Sebelum membahas detail tentang konsep integrasi islam dan sains,
terlebih dijelaskan tentang perbedaan konsep Islam (sebagai ilmu) dengan
ilmu pengetahuan (sains). Dalam The Book of Knowledge, al-Ghazali
(450/1058-505/1111) mendifinisikan ilmu agama (al-ulum al-syariah)
sebagai ilmu yang diperoleh dari nabi-nabi dan tidak hadir pada mereka
melalui akal, seperti aritmatika, atau percobaan seperti pengobatan
(kedokteran), atau dengan mendengar, seperti bahasa. Sementara ilmu
pengetahuan, al-Ghzali menyebutnya dengan istilah ilmu intelektual
dipahami sebagai ilmu yang dicapai atau diperoleh melalui intelek manusia
semata.2 (Osman Bakar: 1998, h. 233) Kedua ilmu tersebut yang ikut
mewarnai perjalanan dan kejayaan ummat Islam pada abad keemasa.
Gagasan mengenai “sains Islami” atau “Islamisasi sains” merupakan
reaksi atas sains modern yang ateistik-materialistik tersebut. “Sains Islami”
ini pada mulanya dipopulerkan oleh para pemikir muslim seperti Sayyed
Hossein Nasr, Ziauddun Sardar, Ismail al-Faruqi, al-Attas dan akhir-akhir ini
Mehdi Golshani. Walaupun ada perbedaan dalam pola pemetaan konsep
tentang islamisasi ilmu pengetahuan yang ditawarkan kedua tokoh
tersebut, tapi ruh yang ditawarkan tentang islamisasi ilmu pengetahuan
kedua tokoh tersebut sama, yakni bagaimana penerapan ilmu pengetahuan
sebagai basis kemajuan umat manusia tidak dilepaskan dari aspek sipritual
yang berlandaskan pada sisi normatif al-Qur’an dan al-Sunah. Sebaliknya,
memahami nilai-nilai kewahyuan, umat Islam harus memanfaatkan ilmu
pengetahuan. Pemikiran mereka kerap kali dilabeli dengan “islamisasi
ilmu”. Meskipun gagasan mereka berebeda, semuanya bergerak pada

2
Menurut al-Ghazali, dilihat dari klasifikasinya ilmu dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu ilmu agama (ilmu syar’i) dan ilmu intelektual. Ilmu Agama terdiri dari (1) ilmu
prinsip-prinsip dasar (al-Ushul) yang bersifat fardhu ain, a) ilmu keesaan ilahi (al-tauhid), b)
ilmu kenabian, c) ilmu akhirat dan eskatologi, d) ilmu sumber pengetahuan religiuos
(al-Quran fan as-Sunah); (2) ilmu cabang-cabang (furu’) antara lain: ilmu kewajiban manusia
kepada Tuhan dan ilmu kewajiban manusia kepada masyarakat. Sementara ilmu
pengetahuan (intelektual) terdiri dari Matematika, aritmatika, geometri, astronomi dan
astrologi, musik, logika, fisika atau ilmu alam, kedokteran, meteorologi, minerologi, kimia.
(Osman Bakar: h. 235-236)

21
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

lapangan dan tingkat yang sama yaitu tingkat epistemologi dan sedikit
menyentuh aspek metafisika.
Istilah integrasi Islam dan Sains dipahami sebagai upaya
mempertemukan, memadukan atau menjalin kemitraan antara ilmu dan
agama dalam upaya mensejajarkan ilmu dan agama. Konsep tersebut
mencoba memberikan porsi yang sama antara sains atau ilmu dengan
agama Islam dengan berlandaskan nilai-nilai universalitas Islam, yaitu
bersumber pada ayat qauliyah (baca: al-Qur’an dan hadis) serta ayat
kauniyah (fenomena alam). Perpaduan antara urusan duniawi dan ukhrowi,
jasmani dan rohani, material dan spiritual menjadi satu kesatuan yang
sama-sama bersumber dari Tuhan.
Tujuan utama universitas Islam seharusnya membangun suatu landasan
yang komprehensif bagi rekonstruksi peradaban Muslim. Sebagai institusi
yang menyediakan landasan pengetahuan bagi peradaban Muslim,
universitas Islam harus tanggap mencermati setiap kebutuhan masyarakat
Muslim yang berubah dari masa ke masa. Sebuah universitas Islam haruslah
mampu menawarkan dan mengembangkan program studi keilmuan secara
luas yang mencakup ilmu-ilmu keislaman, baik yang berkaitan langsung
dengan penerapan aktivitas keagamaan, maupun ilmu-ilmu pendukung
aktivitas pendukung keagamaan itu. Kedua ranah keilmuan ini kini harus
dipandang secara integral, holistik dan komplementer berlandaskan
worldview Islam tentang tauhid.
Munculnya fenomena integrasi dengan berbagai konsep yang
ditawarkan dimulai sejak abad kemunduran Islam (abad ke-12 M), para
penguasa muslim kurang memberikan penghargaan terhadap ilmu
pengetahuan hingga akhir abad ke-16 di mana mulai terputus hubungan
antara dunia Islam dengan aliran utama dalam sains dan teknologi. Pada
saat itu, umat Islam sangat tertinggal jauh dibanding masyarakat Barat
dalam ilmu pengetahuan. Di sisi lain, para ulama, sebagaimana dikatakan
Aziz (1993: 3) juga sangat inward looking dalam memahami ilmu-ilmu
agama. Ketertinggalan dalam memahami wahyu ini sampai mencapai
tingkat kebenaran yang tidak memadai, diasumsikan karena tertinggal
dalam penguasaannya terhadap ilmu-ilmu pengetahuan umum (Mudjia
Rahardjo, 2002: 241).
Selain masalah ketertinggalan dalam penguasaan ilmu pengetahuan, hal
terbesar yang dihadapi umat Islam dewasa ini adalah berkaitan paradigma
berpikir. Umat Islam masih berpikir secara tradisional, masih ada sebagian
umat Islam yang memandang ayat/surat dalam Al-Qur’an hanya dari sisi
mistik, bukan justru memahami, mengembangkan wacana-wacana
keimananan, kemanusiaan dan pengetahuan yang terkandung di dalamnya.
Ini jelas menunjukkan sebuah pola berpikir partikularistik dan ritualistik
yang tidak sejalan dengan ruh Islam itu sendiri. Memang tidak salah cara

22
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

berpikir demikian Namun bila hal itu terlalu dikedepankan, maka Al-Qur’an
sebagaimana diyakini Fazlurrahman sebagai sumber ilmu pengetahuan,
hanya akan menjadi saksi sejarah kemunduran Islam. Padahal, Al-Qur’an
sarat dengan nilai-nilai keimanan, kemanusiaan, peradaban dan ilmu
pengetahuan.
Dari definisi islamisasi pengetahuan di atas, ada beberapa model
islamisasi pengetahuan yang bisa dikembangkan dalam menatap era
globalisasi, antara lain: model purifikasi, model modernisasi Islam, dan
model neo-modernisme. Dengan melihat berbagai pendekatan yang dipakai
Al-Faruqi dan Al-Attas dalam gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan, seperti:
1) Penguasaan khazanah ilmu pengetahuan muslim; 2) Penguasaan
khazanah ilmu pengetahuan masa kini; 3) identifikasi
kekurangan-kekurangan ilmu pengetahuan itu dalam hubungannya dengan
ideal Islam; dan 4) Rekonstruksi ilmu-ilmu itu sehingga menjadi paduan
yang selaras dengan warisan dan idelitas Islam, maka gagasan Islamisasi
keduanya dapat dikategorikan ke dalam model purifikasi ini (Muhaimin,
2002: 234). Sedangkan model neo-modernisme berusaha memahami
ajaran-ajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam Al-Qur’an
dan sunnah dengan mempertimbangkan khazanah intelektual muslim klasik
serta mencermati kesulitan-kesulitan dan kemudahan-kemudahan yang
ditawarkan oleh dunia IPTEK.
Dalam kontek pendidikan, demi pemenuhan hajat integrasi mutlak
diperlukan sistem integrasi kurikulum (integrated curriculum), satu konsep
perpaduan beragam macam keilmuan tanpa melihat batas perbedaan,
meniadakan batas antara mata kuliah dan menyajikan bahan ajar dalam
bentuk keseluruhan antara ilmu duniawi dan ilmu ukhrowi. Dengan
meniadakan batas tersebut diharapkan dapat menjadikan para mahasiswa
menjadi pribadi yang integrated, utuh antara penguasaan keilmuan sebagai
tuntutan zaman dengan kemampuan aplikatif beragama yang sangat baik.
Integrated curriculum berusaha memadukan mata kuliah umum dan
keislaman menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, sehingga
dalam pelaksanaannya dosen mata kuliah umum harus mengetahui ilmu
agama, nilai-nilai dan perilaku kegamaan yang dapat diintegrasikan dalam
proses pembelajaran (Turmudzi: 2006, h. 35). Sementara pengampu mata
kuliah agama juga berusaha mengaitkan materi yang disampaikan dengan
tidak melupakan sama sekali perkembangan IPTEK. Integrasi Islam dalam
mata kuliah umum dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu (1) secara
konvensional dapat dilakukan dengan mencarikan argumentasi doktrinal
(ayatisasi) berupa ayat-ayat al-Quran yang relevan. Hanya saja dalam
implementasinya menjadi persoalan tersendiri jika semua sajian ilmu harus
dicarikan ayat yang terkait, tidak semua ilmu pengetahuan terbahas dalam
al-Quran. Sebagai sebuah pedoman, al-Quran berisi sebuah ajaran, aturan,

23
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

petunjuk tentang berbagai hal (termasuk fenomena alam), akan tetapi tidak
membehas secara teknis operasional seperti layaknya buku ilmu
pengetahuan; (2) implementasi integrasi juga dapat dilakukan dengan
melakukan pembaiasaan tadarrus al-Quran di setiap awal atau akhir
perkuliahan. Cara ini dilakukan untuk mendekatkan para mahasiswa kepada
al-Quran, dan mengingatkan mereka betapa tidak memiliki nilai
kemanfaatan yang besar manakala jauh dari nilai-nilai ilahiyah; (3) integrasi
dapat dilakukan melalui penerapan nilai-nilai, perilaku, akhlak yang
diajarkan Islam, seperti kedesiplinan, tanggung jawab, jujur, dan tanggung
jawab. Keempat nilai tersebut yang disinyalir sebagai orang sebagai akibat
dari kemunduran Islam saat ini. Oleh karenanya, melalui penerapan
nilai-nilai keislaman dalam perkuliahan menjadi alternatif solusi efektifitas
penerapan integrasi illmu pengetahuan dengan Islam.

Dilema Prodi PGMI: Antara Dominasi Agama dan Sains


Keberadaan kurikulum dalam pendidikan tinggi sangat sentral,
karena beberapa alasan sebagai berikut: 1) Sumber kebijakan manajemen
pendidikan tinggi untuk menentukan arah penyelenggaraan pendidikannya;
(2) Filosofi yang akan mewarnai terbentuknya masyarakat dan iklim
akademik; (3) Patron atau pola pembelajaran, yang mencerminkan bahan
kajian, cara penyampaian dan penilaian pembelajaran; (4) Atmosfer atau
iklim yang terbentuk dari hasil interaksi manajerial PT dalam mencapai
tujuan pembelajarannya; (5) Rujukan kualitas dari proses penjaminan mutu;
serta (6) ukuran keberhasilan PT dalam menghasilkan lulusan yang
bermanfaat bagi masyarakat. Dari penjelasan ini, nampak bahwa kurikulum
tidak hanya berarti sebagai suatu dokumen saja, namun merupakan suatu
rangkaian proses yang sangat krusial dalam pendidikan. (Kurikulum
Pendidikan Tinggi: 2014, h. 7) Posisi kurikulum menjadi begitu penting dan
strategis dalam konteks peningkatan mutu pendidikan tinggi. Upaya
perbaikan, perubahan, pengembangan kurikulum berdasarkan kebutuhan
masyarakat luas, perkembangan IPTEK menjadi sebuah keharusan.
Dalam konteks Program studi Pendidikan Guru MI, desain kurikulum
telah mengalami beberapa perubahan. Pertama, tahun 2011 disebut
sebagai tahun “perombakan”, pengurangan, bahkan penggabungan
(merger) mata kuliah karena dianggap duplikasi atau saling berbenturan
satu sama lain. Hasil temuan yang dilakukan Tim Melborn Australia,
menjelaskan bahwa kurikulum PGMI tergolong masih “padat mata kuliah”,
bahkan keberadaan mata kuliah yang diajarkan masih duplikasi antara satu
mata kuliah dengan mata kuliah yang lain. Arah pengembangan kurikulum
juga masih belum jelas antara penyiapan “ahli agama” (guru agama) atau
“guru kelas” sebagaimana tujuan awal didirikannya. Ketidakpamahan
masyarakat dan dukungan kebijakan pemerintah (Kementerian Agama dan

24
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Kemendikbud) yang terbelah berdampak pada penunjukan image


masyarakat yang begitu jika PGMI merupakan bagian dari prodi yang akan
melahirkan calon guru agama. Kondisi ini terus diperparah oleh adanya
sistem kurikulum PGMI dengan dominasi mata kuliah Pendidikan Agama
Islam (PAI), penulis sering menyebutnya dengan “kurikulum PGMI rasa PAI”.
Wujud kurikulum pada masa awal itu jelas keliru, karena tidak sesuai
pencapaian kompetensi sebagai Guru Kelas MI, yakni penguasaan
kemampuan pedagogik dan konten pada lima mapel MI, Matematika, IPA ,
IPS, PKn, dan Bahasa Indonesia tingkat MI.
Kedua, perubahan kurikulum dilakukan pada tahun 2013. Arah dari
perubahan kurikulum Prodi PGMI saat itu difokuskan pada upaya
mengakomodasi dua kebijakan yang sudah ditetapkan, yaitu kebijakan
tentang Kerangkan Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), dan kebijakan
implementasi kurikulum 2013. Pergeseran wacana penamaan kurikulum
pendidikan tinggi dari KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) ke penamaan
Kurikulum Pendidikan Tinggi memiliki beberapa alasan yang penting,
(Panduan Kurikulum Pendidikan Tinggi: 2014, h. 12-13) diantaranya:
1. Penamaan KBK tidak sepenuhnya didasari oleh ketetapan peraturan,
sehingga masih memungkinkan untuk terus berkembang.
2. KBK mendasarkan pengembangannya pada kesepakatan penyusunan
kompetensi lulusan oleh perwakilan penyelenggara program studi yang
akan disusun kurikulumnya.
3. Ketiadaan parameter ukur dalam sistem KBK menjadikan sulit untuk
menilai apakah program studi jenjang pendidikan yang satu lebih tinggi
atau lebih rendah dari yang lain.
4. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) memberikan parameter
ukur berupa jenjang kualifikasi dari jenjang 1 terendah sampai jenjang
9 tertinggi.
5. CP pada setiap level KKNI diuraikan dalam diskripsi sikap dan tata nilai,
kemampuan, pengetahuan, tanggung jawab dan hak dengan
pernyataan yang ringkas yang disebut dengan deskriptor generik.
6. K-DIKTI sebagai bentuk pengembangan dari KBK menggunakan level
kualifikasi KKNI sebagai pengukur CP sebagai bahan penyusun
kurikulum suatu program studi. g) Perbedaan utama K-DIKTI dengan
KBK dengan demikian adalah pada kepastian dari jenjang program
studi karena CP yang diperoleh memiliki ukuran yang pasti.

Apakah perubahan kurikulum prodi PGMI sudah mempertimbangkan


integrasi Islam dan Ilmu Pengetahuan? Beberapa perubahan kurikulum
Prodi PGMI masih bersifat parsial dan belum terintegrasi dengan visi
universitas. Integrasi Islam, keilmuan, keindonesiaan, kemoderanan
sebagaimana yang gaungkan sejak tahun 2002 kurang begitu terlihat,

25
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

terutama menyangkut hal-hal yang bersifat substanstif. Pola integrasi hanya


terlihat hanya pada pembagian mata kuliah antara ilmu umum dan ilmu
keislaman. Misalnya, kurikulum 2007 sebagaimana dijelaskan di atas ada
sejumlah mata kuliah agama Islam, seperti Al-Quran Hadits, Akhlak
Tasawuf, Akidah Akhlak, Tafsir, Fiqh, Sejarah Kebudayaan Islam, Studi Islam
lengkap dengan desain pembelajarannya masing-masing, sehingga pada
kurikulum dekade ini susah membedakan antara PGMI dan PAI. Tetapi pada
sisi lain, prodi PGMI menawarkan sejumlah mata kuliah dari rumpun bidang
keilmuan bahasa, IPA, IPS, PKn, dan Matematika. Hanya saja porsi mata
kuliah belum memenuhi kebutuhan kompetensi guru kelas.
Ada perbedaan sedikit pada kurikulum 2011, porsi kurikulum sudah
disesuaikan dengan pemenuhan kebutuhan sebagai guru kelas. Alhasil,
kurikulum yang ditawarkan sudah diarahkan pada kompetensi guru kelas,
dengan memadukan beberapa kelompok mata kuliah umum (mapel umum)
dan kelompok mata kuliah keislaman. Ada berkelompok keilmuan yang
menjadi target pencapaian kompetensi guru kelas, yaitu 1. Kelompok mata
kuliah Bahasa Indonesia, terdiri dari Apresiaisi Bahasa dan Sastera
Indonesia, Ketrampilan Berhasa Indonesia; 2) kelompok mata kuliah, terdiri
dari konsep dasar sains, pembelajaran IPA, Gizi dan Makanan, Pendidikan
lingkungan, Kapita Selekta IPA; 3) kelompok mata kuliah Matematika, terdiri
atas Matematika Dasar, Geometri, Aljabar, Peluang dan statistika,
pembelajaran matematika; 4) kelompok mata kuliah IPS/PKn terdiri atas
Pendidikan Kewarganegaraan, konsep dasar IPS, Pembejalaran IPS/PKn,
Sejarah Indonesia, Sejarah Dunia, Pancasila, Nasionalisme dan globalisasi.
Ada sejumlah kelompok mata keislaman yang ditawarkan, antara lain Fiqh,
Akidah SD, al-Quran Hadis, SKI, dan pembelajaran PAI, porsi sks untuk
kelompok mata kuliah keislaman sangat sedikit, hanya sebagai penciri dan
pembeda dengan Prodi Pendidikan Guru SD.
Dengan demikian pola integrasi konvesional pada prodi PGMI
sesungguhnya sudah dilakukan, walaupun belum mengarah pada
implementasi integrasi yang sesungguhnya. Kebijakan Hingga saat ini,
program studi belum punya kebijakan untuk mengkoneksikan mata kuliah
satu dengan yang lain, dengan melibatkan beberapa dosen keilmuan yang
berbeda. Masih belum terlihat juga kebijakan yang terkait keharusan
mahasiswa untuk menulis skripsi (termasuk pengajuan judul) dengan
mengedepankan pola integrasi keilmuan dan keislaman. Kebijakan yang
sudah diambil prodi dalam rangka implementasi integrasi islam dan sains
masih sangat terbatas, yaitu: pertama, edaran program studi kepada
seluruh mahasiswa dan dosen untuk melakukan tadarus al-Quran (khusu juz
ke 30) lima menit sebelum perkuliahan dimulai. Kedua, edaran program
studi terkait pembiasan berbusana layaknya guru. Seluruh mahasiswa
dihimbau untuk senantiasa memakai busan yang sopan, baik, sesuai aturan.

26
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Penutup
Integrasi Islam dan sains bukanlah sebuah konsep semata, tetapi
cita-cita luhur bersama seluruh civitas akademika yang harus dilaksanakan
dalam action nyata. Implementasi integrasi Islam dan sains hanya dapat
dilakukan melalui perpaduan kurikulum yang dilakukan secara integrated
oleh seluruh tenaga pendidik dengan sejumlah kemampuan keilmuan yang
tidak lagi parsial. Tuntutan dosen umum mengerti ilmu agama, sebaliknya
dosen agama harus memahami konteks perkembangan IPTEK juga menjadi
persyaratan mutlak sebuah integrasi dapat diwujudkan di perguruan tinggi.
Hal lain yang memiliki andil besar dalam konteks implementasi integrasi
Islam dan sain juga harus didukung oleh keberadaan sebuah asrama sebagai
lingkungan yang secara efektif akan membentuk warna karakter dari
seluruh mahasiswa yang ada. Semoga saja integrasi Islam dan sains tidak
hanya berhenti pada tataran konsep, tetapi dapat dilaksanakan kehidupan
yang lebih riil. Wallahu ‘alam

Daftar Pustaka:
Abuddin Nata, dkk. Integrasi Keilmuan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2003).
Azyumardi Azra, Membangun Integrasi Ilmu, Iman, Amal, dan Akhlak,
dalam Proses Perubahan IAIN menjadi UIN, Rekaman Media Massa,
(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2002),
Abdul Rahman Saleh, Konsepsi dan Pengantar Dasar Pembaharuan
Pendidikan Islam, (Jakarta: DPP GUPPI, 1993)
Gae Eaton, Islam dan Taqdir Manusia, Jakarta: Suluh press: 2006
Kusmana (ed.), Intergarsi Keilmuan: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
(Jakarta: PIC UIN Jakarta Press, 2007)
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia,
(Yogyakarta: 2003)
Mulyadi Kartanegara, Intergarsi Ilmu sebuah Rekonstruksi Holistik,
(Bandung: Mizan, 2005)
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud RI, Panduan Kurikulum
Pendidikan Tinggi: 2014
Quraish Shihab, Wasawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1994)
Osman Bakar, Hierarki Ilmu: Membangun Rangka Pikir Islamisasi Ilmu,
Bandung: Mizan: 1998
Umar A Jenie, Arah Prospek Pengembangan Universitas Islam Negeri di
Indonesia, Makalah disampaikan pada acara Dies Natalis ke 45 dan
Lustrum IX IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 08 Juni 2002
Turmudzi, Islam, Sains dan Teknologi, UIN Malang Press, 2006
Wibowo, Manajemen Perubahan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007)

27
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

INTEGRASI NILAI-NILAI ULUL- ALBAB, BERPIKIR DAN DISPOSISI


MATEMATIK SERTA ALTERNATIF PEMBELAJARANNYA DENGAN MODEL
“KADIR”

Dr. Kadir, M.Pd.3)


Program Studi Pendidikan Matematika
FITK Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Email: kadir@uinjkt.ac.id

Abstrak: Integrasi Islam dan Matematika dilakukan dengan menggunakan


paradigma ulul-albab, yaitu pendekatan bayani- burhani dan ‘irfani atau
pendekatan rasional, empiris, dan logis atau pendekatan intuitif, imajinatif,
dan metafisis.Kemampuan berpikir matematis dan disposisi matematis
dapat dikembangkan melalui proses imajinasi atau intuisi yang kemudian
dibuktikan secara logis atau deduktif. Tujuan dari kajian ini adalah untuk
menganalisis integrasi nilai-nilai ulul-albab, berpikir dan disposisi matematik
melalui model pembelajaran Koneksi, Aplikasi, Diskursus, Improvisasi, dan
Refleksi (KADIR).
Model KADIR menekankan pada kemampuan siswa untuk menghubungkan,
nilai-nilai ulul- albab, berpikir dan disposisi matematik mereka dengan
materi pembelajaran baru melalui proses asimilasi dan akomodasi dalam
tahapan koneksi. Tahap aplikasi adalah tahap memberi kesempatan
kepada peserta didik untuk mempraktikkan dan menerapkan pengetahuan
serta kecakapan yang telah diperoleh pada tahap koneksi. Sedangkan tahap
Diskursus merupakan wahana berlangsungnya diskusi dan pembahasan,
tukar menukar idea matematika, menemukan masalah baru serta
pengembangan kemampuan berfikir kritis siswa. Improvisasi adalah tahap
antisipasi, pengungkapan daya cipta dan imajinasi, dan kreativitas siswa.
Tahap refleksi adalah tahap dimana peserta didik mengungkapkan apa
yang telah dipelajari, memeriksa kebenaran proses dan hasil, menilai
kekurangan dan kelebihan hasil yang telah diperoleh, muhasbah, menulis
matematika.

Kata Kunci: Integrasi, Ulul-albab, berpikir dan disposisi matematis, model


KADIR.

3
Dosen Prodi Pendidikan Matematika, Makalah disajikan pada Seminar dan Beda Buku
“Islam dan Ilmu Pengetahuan”: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di
Indonesia, Ciputat, 2 Mei 2016.

28
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

A. PENDAHULUAN
Salah satu karakteristik yang membedakan manusia dari mahluk
lainnya adalah karena manusia memiliki potensi pikir yang dapat
berkembang secara dinamis. Optimalisasi dari potensi berpikir dapat
memberikan ruang bagi manusia tidak hanya meningkatkan derajatnya
tetapi juga meningkatkan kompetensinya sehingga dapat menjalankan
fungsi dan tugasnya, yaitu sebagai ”khalifah”dan ”abdillah” di muka bumi.
Sebagai khalifah, manusia menjalankan fungsi sebagai wakil Allah di muka
bumi, yaituuntuk memakmurkan bumi ini.
Fungsi memakmurkam mengandung makna yang luas antara lain
mensejahtrakan, mencerdaskan kehidupan, membangun peradaban,
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, menghormati nilai-nilai
kemanusiaan serta melindungi umat manusia dari segala ancaman.
Sedangkan manusia sebagai abdillah, berarti manusia mempunyai tugas
untuk mengabdi dan beribadat kepada Allah SWT. Tugas pengabdian dan
peribadatan, tidak hanya dalam arti spesifik seperti ibadah sholah, zakat,
dan puasa tetapi lebih luas lagi mencakup seluruh aspek kehidupan
manusia, meliputi sumbu-sumbu koordinat kehidupan, baik sumbu
vertikal,yaitu ibadah yang terkait langsung dengan Allah SWT maupun
sumbu horisontal, menyangkut hubungan dan konstelasi dengan sesama
umat manusia, alam, dan lingkungan sekitar. Keseimbangan antara fungsi
manusia sebagai khalifah dan tugas manusia sebagai abdillah akan
melahirkan manusia yang memiliki pola pikir ilmiah serta nilai-nilai karakter
yang religius-humanis.
Pola pikir dan nilai-nilai karakter yang religius-humanis yang
bersumber dari Al-Quran menjadi landasan pengembangan kemampuan
berpikir matematis. Pengembangan kemampuan berpikir dalam
pembelajaran matematika dapat tercapai dengan menggunakan prinsip
kerja ulul albab. Aktualisasi potensi dzikir mengembangkan sikap dan fikir
yang diwujudkan dalam bentuk amal sholeh. Sesuai sifat matematika yang
abstrak,untuk mengembangkan kemampuan matematis tidak hanya
dibutuhkan kemampuan berpikir saja tetapi juga kemampuan berimajinasi
dan ber-instuisi. Dalam konteks ini, paradigma ulul albab menggunakan dua
pendekatan yaitu bayani-burhani yang bersifat rasionalis, empiris, dan logis,
dan pendekatan irfani yang bersifat intuitif, imajinatif, dan metafisis.
Dengan paradigma ini, Islam sebagai agama-llmu telah menghasilkan
perintis bidang matematika yang telah menyumbangkan hasil pemikiran
dan perenungannya seperti Ibnu Musa, Al Khawarizmi dari Bagdad, Abu Al
Rahyan Muhammad Ibnu Ahmad Al Biruni dan Omar Khayyam dari Persia,
telah meletakkan an dasar-dasar matematika.(Kadir, 2013).

29
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

B. PARADIGMA ULUL-ALBAB DALAM AL-QUR’AN


Al-Qur’an sangat menjunjung tinggi manusia yang menggunakan
kemampuan berpikir secara kritis, dan logis dalam memahami suatu
persoalan. Karena itu, tuntunan berpikir dalam Al-Qur’an mengecam
orang-orang yang taklid dan tidak memanfaatnya potensi pikirnya,
sebaliknya menghendaki penggunaan potensi pikir dalam menelaah,
meneliti, merenungkan dan memberdayakan anugrah alam semesta untuk
kemaslahatan umat manusia.
Tuntunan menggunakan potensi pikir dan dzikir dalam paradigma
Ulul-Albab sesuai dengan Al Qur’an surat Ali Imran ayat 190-191, Allah SWT
berfirman:

          

          

           
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka.” (Q.S. Ali Imran [3]: 190-191).

Abdusyakir (dalam Kadir, 2013) menjelaskan bahwa matematika itu


memiliki hubungan yang sangat erat dengan tradisi spiritual umat Islam,
akrab dengan al-Qur’an, dan matematika dapat dijadikan sebagai “jalan”
menuju pencapaian manfaat-kebahagiaan baik di dunia maupun akhirat.
Matematika berada pada posisi di antara dunia nyata dan dunia ghaib.
Matematika tidak berada di dunia nyata,karena itu objek matematika
bersifat abstrak tetapi juga tidak berada di dunia ghaib dan karena itu pula
objek matematika tidak berbentuk benda nyata. Membawa objek dunia
nyata ke dalam bahasa matematika disebut abstraksi dan mewujudkan
matematika dalam dunia nyata disebut aplikasi. Dengan demikian
matematika berada di antara dunia syahadah dan ghaibiyah.
Pemahaman objek dalam matematika dilakukan dengan
pendekatan Ulul-Albab, yaitu pendekatan gabungan bayani- burhani dan
‘irfani. Bayani- burhani adalah proses berpikir, yaitu pendekatan rasional,
empiris, dan logis. Sedangkan ‘irfaniadalah proses dzikir, yaitu pemahaman
objek yang dilakukan dengan pendekatan intuitif, imajinatif, dan metafisis.

30
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Kekuatan matematika justru terletak pada imajinasi atau intuisi yang


kemudian dibuktikan secara logis- deduktif.

Sambas (dalam Kadir, 2013), Al-Qur’an meletakkan kaidah-kaidah


metodologis agar akal terhindar dari kesalahan dan kekeliruan berpikir.
Kaidah-kaidah tersebut antara lain:
1. Tidak melampau batas (Adam tajawuz al-had)
Dalam realitas yang dihadapi akal manusia, terdapat persoalan di luar
jangkauan, bahkan bukan wewanang akal manusia, seperti: ruh,
malaikat, kehidupan akhirat, dan perosoalan lain yang hanya dapat
dipahami melalui pernyataan wahyu. Kaidah ini terdapat padaQ.S.
Al-An’aam, 6: 59 yang artinya” Dan kunci-kunci semua yang gaib ada
pada-Nya; tidak ada yang mengetahui selain Dia. Dia mengetahui apa
yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daunpun yang gugur
yang tidak di ketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan
bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak
tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz)dan Q.S. Luqman, 31: 34
yang artinya” Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat;
dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam
rahim. Dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti)
apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorangpun yang
dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha
Mengetahui, Maha Mengenal”.
2. Membuat perkiraan dan penetapan (Attaqdir wattaqrir)
Sebelum membuat keputusan terlebih dahulu membuat prediksi dan
menetapkan secara tekun dan teliti, tidak tergesa-gesa. Kaidah ini
tersirat dalam Q.S. Al-Hujaraat, 49: 6 yang artinya ”Wahai orang-orang
yang beriman jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa
suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak
mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang
akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu” dan Q.S., Al-Qiyaamah, 75:
16 yang artinya ”Jangan engkau (Muhammad) gerakkan lidahmu (untuk
membaca Al-Qur’an) karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya.
3. Membatasi masalah sebelum penelitian (Attakhshish qabl al-baths)
Melakukan pembatasan, fokus, spesifikasi, menetapkan ruang lingkup
sebelum melakukan penelitian adalah sangat penting karena kapasitas
akal sangatlah terbatas. Sebagaimana Q.S. Al-Israa’, 17:36 yang artinya
”Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui.
Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan
diminta pertanggungjawabannya.
4. Tidak sombong dan menentang kebenaran (’Adam al-mukabarah wa
al-’nad)

31
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Kesombongan dan pengingkaran terhadap kebenaran ilmiah


bertentangan dengan etika Islam, bahkan merusak tatanan ukhuwah
Islamiah (Q.S. Al-An’aam, 6:7) yang artinya ” Dan sekiranya Kami
turunkan kepadamu (Muhammad) tulisan di atas kertas, sehingga
mereka dapat memegangnya dengan tangan mereka sendiri, niscaya
orang-orang kafir itu berkata, ”Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata.”
5. Melakukan Crosscheck (Al-muraja’ah wal al-mu’awadah)
Agar tidak tergelincir dan terjebak dalam prasangka yang menjauhkan
pencapaian kebenaran ilmiah perlu dilakukan penelitian dan pengkajian
ulang terhadap obyek pikir secara cermat dan teliti. Q.S. An-Najm, 53:23,
yang artinya ”Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan nenek
moyangmu mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu
keterangan apapun untuk menyembahnya. Mereka hanya mengikuti
dugaan, dan apa yang diingini oleh keinginannya. Padahal sungguh
telah datang petunjuk dari Tuhan mereka”. dan Q.S. Al-Maa-idah, 5:8
yang artinya ”Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu sebagai
penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorng kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karean (adil) itu lebih dekat kepada
taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sungguh Allah Mahateliti apa
yang kamu kerjakan”. ).
6. Berpegang teguh kepada kebenaran hakiki (Al-Istimsaq bil al-haq)
Akal harus tunduk pada kebenaran mutlak yang didukung oleh dalil-dalil
yang pasti, kemudian mengimani untuk menyingkirkan keraguan. Q.S.
Al-Hujuraat, 49: 15 yang artinya ”Sesungguhnya orang-orang mukmin
yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad
dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang
yang benar”, demikian pula Q.S. Al-Baqarah, 2:147, yang artinya
”Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau
Muhammad termasuk orang-orang yang ragu.”
7. Menjauhkan diri dari tipu daya (Al-ba’d ’an al-gurur)
Kepalsuan dan fatamorgana yang lahir dari dorongan hawa nafsu adalah
sesuatu yang akan memperdayakan dan menipu kejernihan berpikir.
Q.S. Al-Jaatsiyah, 45:23 yang artinya ”Maka pernahkah kamu melihat
orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah
membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya, dan Allah telah
mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas
penglihatannya? Maka siapakah yang mampu memberinya petunjuk
setelah Allah (membiarkannya sesat)? Mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran?”

32
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

8. Mewujudkan kebenaran hakiki (Al-jahr bi al –haq)


Akal adalah kenikmatan yang wajib disyukuri dengan cara
memperjuangkan kebenaran hakiki dalam kegiatan ilmiah, kemudian
menyampaikan penemuan ilmiah itu demi kepentingan, kemaslahatan
dan kesejahteraan manusia baik lahir maupun batin. Q.S. Al-Hijr, 15:94,
yang artinya ”Maka sampaikanlah Muhammad secara terang-terangan
segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang
yang musyrik” Q.S. Al-Israa’ 17:81, yang artinya ”Dan katakanlah
kebenaran telah datang dan yang bathil telah lenyap. Sungguh yang
bathil itu pasti lenyap.Demikian pula Q.S. Al-Maaidah, 5:67 yang artinya
”Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu.
Jika tidak engkau lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau
tidak menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah memelihra engkau dari
gangguan manusia. Sungguh Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang kafir”.
9. Menyerukan kebenaran hakiki (al-da’wat ila al-haq)
Selain upaya menunjukkan kebenaran (hak), Al quran juga memberikan
pedoman agar akal digunakan untuk menyeru umat manusia kepada
kebenaran agar memperoleh keuntungan dan kemenangan dalam
perjuangan hidupnya. (Q.S.Ali Imran, 3:104, yang artinya ”Dan
hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh (berbut) yang makruf dan mencegah dari yang
mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung)
10.Mempertahankan kebenaran hakiki (Al-dafa’u ’an al-haq)
Setiap perjuangan selalu berhadapan dengan tantangan, hambatan, dan
rintagan yang datang dari dalam diri manusia ataupun dari luar dirinya.
Oleh karena itu, dalam ruang lingkup kegiatan berpikir, manusia
diwajibkan mempertahankan dan memperjuangkan kebenaran hakiki.
(Q.S. Al-Israa’, 17:64,Q.S. Al-A’raaf, 7:170, dan Q.S. Az-zkhruf, 43:43)

C. BERPIKIR DAN DISPOSISI MATEMATIK


Berpikir Matematik
Berpikir matematik adalah kemampuan menggunakan penalaran
untuk membangun argumen matematis, kemampuan mengembangkan
strategi atau metode, kemampuan memahami konten matematika, dan
kemampuan mengkomunikasi gagasan (Kadir, 2013).
Utari (2014), menjelaskan bahwa terdapat beberapa istilah yang
berkaitan dengan berpikir matematik (mathematical thinking), antara lain
kemampuan matematik (mathematical abilities), keterampilan matematik
(mathematical skill), melaksanakan proses matematik (doing mathematics),
dan tugas matematik (mathematical task). Tiga istilah pertama mempunyai
deskripsi yang hampir serupa yang di dalamnya memuat kegiatan di dalam

33
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

otak yang tidak dapat diamati prosesnya, namun dapat dianalisis hasil
kegiatannya. Dua istilah terakhir menggambarkan proses kegiatan
matematik.
Secara umum berpikir matematik diartikan sebagai melaksanakan
kegiatan atau proses matematika (doing math) atau tugas matematik
(mathematical task). Ditinjau dari kedalaman atau kekompleksan kegiatan
matematika yang terlibat, berpikir matematik dapat digolongkan dalam dua
jenis yaitu yang tingkat rendah dan yang tingkat tinggi.
Berdasarkan jenisnya, berpikir matematik diklasifikasikan dalam
kompetensi utama dengan indikator sebagai berikut:
a. Pemahaman matematik. Indikator pemahaman matematika meliputi;
mengenal, memahami dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan
idea matematika.
b. Pemecahan masalah matematik.Pemecahan masalah matematik
mempunyai dua makna yaitu (a). Sebagai suatu pendekatan
pembelajaran yang digunakan untuk menemukan kembali dan
memahami materi/konsep/prinsip matematika, (b) sebagai kegiatan
belajar meliputi; mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan
masalah, membuat model, memilih dan menerapkan strategi,
menginterpretasi hasil, dan memeriksa kebenaran hasil atau jawaban.
c. Koneksi matematik. Koneksi matematik diantaranya adalah mencari dan
memahami hubungan berbagai representasi konsep, topik dan prosedur
matematika, menerapkan matematika dalam bidang lain atau dalam
kehidupan sehari-hari, dan memahami representasi ekuivalen suatu
konsep.
d. Komunikasi matematik.Komunikasi matematik diantaranya adalah
menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam
bahasa, simbol, idea, atau model matematik, menjelaskan idea, situasi
dan relasi matematik secara lisan atau tulisan, mendengarkan
berdiskusi, dan menulis tentang matematika, membaca dengan
pemahaman suatu representasi matematika, menyusun argumen,
merumuskan definisi, dan generalisasi, serta mengungkapkan kembali
suatu uraian matematik dalam bahasa sendiri.

Disposisi Matematik
Dalam standard matematika 10, mengemukakan bahwa disposisi
matematika merujuk kepada: rasa percaya diri, ekspektasi dan metakognisi,
gairah dan perhatian serius dalam belajar matematika, kegigihan dalam
menyelesaikan masalah, rasa ingin tahu yang tinggi, serta kemampuan
berbagi pendapat dengan orang lain (NTCM, 2000). Salah satu bentuk
disposisi matematika adalah metakognisi terhadap tugas matematika.
Kemampuan metakognisi dapat digolongkan sebagai intektual skill atau

34
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

eksekutif skill, keterampilan manajerial, atau keterampilan mengontrol diri


berkaitan dengan pembelajaran matematika.

D. MODEL-MODEL INTEGRASI ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN


Menurut Husni Toyyar, bahwa kata kunci konsepsi integrasi keilmuan
berangkat dari premis bahwa semuapengetahuan yang benar berasal dari
Allah (all true knowledge is from Allah). Selanjutnya ia mengemukakan
bahwa secara keilmuwan model integrasi keilmuan dapat dikelompokkan
sebagai berikut:

1. Model IFIAS (International Federation of Institutes of Advance Study)


Model IFIAS muncul pertama kali dalam sebuah seminar
“"Knowledge and Values", yang diselenggarakan di Stickholm pada
September 1984. Model ini menegaskan iman kepada Sang Pencipta
membuat ilmuwan Muslim lebih sadar akan segala aktivitasnya dan
bertanggungjawab atas perilakunya dengan menempatkan akal dibawah
otoritas Tuhan. Dalam pandangan ini tidak ada pemisahan antara sarana
dantujuan sains. Keduanya tunduk pada tolok ukur etika dan nilai
keimanan, bahwa bahwa ilmuwan harus mempertanggungjawabkan
seluruh aktivitasnya pada Tuhan, maka ia harus menunaikan fungsi sosial
sains untukmelayani masyarakat, dan dalam waktu yang bersamaan
melindungi dan meningkatkaninstitusi etika dan moralnya.

2. Model Akademi Sains Islam Malaysia (ASASI)


Model ASASI dikembangkan 1977, yaitu pelibatan nilai-nilai dan
ajaran Islam dalam kegiatan penelitian ilmiah dan menjadikan Alquran
sebagai sumber inspirasidan petunjuk serta rujukan dalam
kegiatan-kegiatan keilmuan. ASASI mengembangkan model keilmuan Islam
yang memiliki karakteristikmenyeluruh, integral, kesatuan, keharmonisan
dan keseimbangan ASASI berpendapat bahwa ilmu tidak hanya diperoleh
melalui indra persepsi (data empirik) dan induksi, dan deduksi, akan tetapi
juga melalui intuisi, heuristik, mimpi dan ilham dari Allah.

3. Model Islamic World view: dunia Islam (Islamic World view)


Model ini berangkat dari pandangan bahwa pandangan dunia Islam
(Islamic World View) merupakan dasar epistemologi secara menyeluruh
danintegral. Dua pemikir Muslim yang secara intens menggagas dan
mengembangkan model ini adalah Alparslan Acikgenc, Guru Besar Filsafat
pada Fatih University,Istanbul Turki. Ia mengembangkan empat pandangan
dunia Islam sebagai kerangka komprehensif keilmuan Islam, yaitu: (1) iman
sebagai dasar struktur dunia; (2) ilmu sebagai struktur pengetahuan;(3) fikih
sebagai struktur nila; dan (4) kekhalifahan sebagaistruktur manusia.

35
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

4. Model Struktur Pengetahuan Islam (SPI)


Model (SPI) dibahas Osman Bakar, Professor of Philosophy of
Science pada University of Malaya. Menurut model ini ilmu secara
sistematik diorganisasikan dalam berbagai disiplin akademik. SPI sebagai
bagian dari upaya mengembangkan hubungan yang komprehensif antara
ilmu dan agama, hanya mungkin dilakukan jika umat Islammengakui
kenyataan bahwa pengetahuan (knowledge) secara sistematik
telahdiorganisasikan dan dibagi ke dalam sejumlah disiplin akademik.
Pengetahuan memiliki empat struktur, yaitu pengetahuan (1) yang
berkenaan dengan apa yang disebut dengan subjek dan objek matter ilmu
dalam bentuk konsep, fakta (facts, data), teori (theories), dan hukum atau
kaidah
ilmu (laws), serta hubungan logis yang ada padanya; (2) premis-premis dan
asumsi-asumsi dasar yang menjadi dasar epistemologi keilmuan; (3)
berkenaan dengan metode-metode pengembangan ilmu; dan (4)
berkenaan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh ilmu.

5. Model Bucaillisme
Model ini menggunakan nama salah seorang ahli medis Perancis,
Maurice Bucaille. Model ini bertujuan mencari kesesuaian penemuan
ilmiahdengan ayat Alquran. Model ini mendapat kritik tajam karena, apabila
Ayat Alquran dinyatakan sebagai bukti kebenaran suatu teori dan teori
tersebut mengalami perubahan, maka kewibawaan Alquran akan rusak
karena membuktikan teori yang salah mengikuti paradigma baru .

6. Model Integrasi Keilmuan Berbasis Filsafat Klasik


Menurut Seyyed Hossein Nasr pemikir Muslim klasik berusaha
memasukkan Tawhîd ke dalam skema teori. Prinsip Tawhîd, yaitu kesatuan
Tuhan dijadikan sebagai prinsip kesatuan alam tabi'i. Model ini
berpandangan bahwa Allah-lah Kebenaran sebenar-benarnya, dan alam
tabi'i ini hanyalah merupakan wilayah kebenaran terbawah.

7. Model Integrasi Keilmuan Berbasis Tasawuf


Model ini menjelaskan gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Model
ini berpandangan: Pertama, pemisahan elemen-elemen dan konsep-konsep
kunci yang membentuk kebudayaan dan peradaban Barat, dari setiap
cabang ilmu pengetahuan masa kini, khususnyailmu-ilmu humaniora, juga
ilmu-ilmu alam atau fisika dan ilmu-ilmu terapan harus di- Islamkan.
Kedua, pemasukan elemen elemen Islam dan konsep-konsep kunci ke
dalamsetiap cabang ilmu pengetahuan masa kini yang relevan.
Disiplin-disiplin ilmu dalam kategori fardu ’ain, meliputi ilmu-ilmu agama,

36
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

secara alamiah akan mengislamkan ilmu-ilmu fardu kifayah yang terdiri dari
ilmu-ilmu rasional, intelektual, dan filosofis.

8. Model Integrasi Keilmuan Berbasis Fiqh


Model ini menjadikan Alquran dan Assunnah sebagai puncak
kebenaran.Kaidah fiqh ialah kaidah penentuan hukum fiqh dalam ibadah
yang dirumuskan oleh para ahli fiqh Islam melalui deduksi Alquran dan
keseluruhan korpusal-Hadith. Kelemahan model ini ialah karena kaidah fiqh
hanya menentukan status sains dari segi hukum dan oleh karena itu hanya
mampu melalukan Islamisasi pada levelaksiologis.

9. Model Kelompok Ijmali (Ijmali Group)


Menurut Ziauddin Sardar sebagai pelopor model ini, tujuan sains
Islam bukan untuk mencari kebenaran akan tetapi melakukan
penyelidikansains menurut kehendak masyarakat Muslim berdasarkan etos
Islam yang digali dariAlquran. Sains adalah sarat nilai (value bounded) dan
kegiatan sains lazim dijalankan dalam suasana pemikiran atau paradigma
tertentu. Pandangan ini mengikuti konsep paradigma ilmu dari Thomas
Kuhn.

10. Model Kelompok Aligargh (Aligargh Group)


Model ini dipelopori oleh Zaki Kirmani yang memimpin Kelompok
Aligargh University, India. Model Kelompok Aligargh menyatakan bahwa
sains Islam berkembang dalam suasana ‘ilm dan tasykir untuk menghasilkan
gabungan ilmu dan etika. Sains Islam adalah sekaligus sains dan etika.
Model ini menetapkan model penelitian yang berdasarkan berdasarkan
wahyu dan taqwa. Model ini juga mengembangkan struktur sains Islam
dengan menggunakan konsep paradigma Thomas Kuhn.

E. MODEL ”KADIR” SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PEMBELAJARAN UNTUK


MENGINTEGRASIKAN NILAI-NILAI ULUL- ALBAB, BERPIKIR DAN
DISPOSISI MATEMATIK(NILUB-PIDISPOMAT)
Menurut Joyce et.al (2009) bahwa setiap model belajar mengajar
atau model pembelajaran harus memiliki empat unsur berikut:
a. Sintaks (syntax), yaitu fase-fase (phasing) dari model yang
menjelaskan tahapan model tersebut dalam pelaksanaannya secara
nyata.
b. Sistem sosial (the social system) yang menunjukkan peran dan
hubungan antara guru dan siswa selama proses pembelajaran
berlangsung. Kepemimpinan guru sangat beragam pada satu model
dengan model lainnya. Pada satu model tertentu, guru dapat

37
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

berperan sebagai fasilitator namun pada model yang lain guru dapat
berperan sebagai sumber ilmu pengetahuan.
c. Prinsip reaksi (principles of reaction) yang menunjukkan bagaimana
guru memperlakukan siswa dan bagaimana pula guru merespon
terhadap apa yang dilakukan siswanya. Pada suatu model tertentu,
guru dapat memberi ganjaran atas suatu yang sudah dilakukan siswa
dengan baik, namun pada model yang lain guru bersikap tidak
memberikan penilaian terhadap siswanya, terutama untuk hal-hal
berkait dengan kreativitas.
d. Sistem pendukung (support system) yang menunjukkan semua
sarana, bahan, dan alat yang dapat digunakan untuk mendukung
model tersebut.

Model Pembelajaran Koneksi, Aplikasi, Diskursus, Improvisasi, dan


Refleksi (KADIR) adalah suatu alternatif model pembelajaran matematika
yang dapat mengintegrasikan nilai-nilai ulul- albab, berpikir dan disposisi
Matematik. Model ini menekankan pada kemampuan siswa untuk
menghubungkan, nilai-nilai ulul- albab, berpikir dan disposisi matematik
mereka dengan materi pembelajaran baru melalui proses asimilasi dan
akomodasi dalam tahapan koneksi. Mendorong peserta didik untuk
menerapkan pengetahuan matematika, menyusun model dalam
menyelesaikan masalah yang kompleks pada tahap aplikasi, sehingga
mendukung kemampuan peserta didik sebagai problem solver.
Mengeksplorasi pengetahuan, tukar menukar idea matematika,
menemukan masalah baru dalam pembelajaran matematika melalui
tahapan diskursus matematis. Mempersiapkan antisipasi terhadap
berkembangnya thinking classroom di dalam kelas yang memicu ide-ide
baru secara spontan yang mendukung kemampuan berperpikir matematik
yang lebih baik dan inovatif pada tahap Improvisasi. Tahap refleksi adalah
tahap memberi kesempatan peserta didik untuk mengungkapkan apa yang
telah peserta didik pelajari, kegiatan ini dapat melibatkan diskusi kelompok,
melakukan presentasi, menyusun peta konsep dan mengerjakan kuis.
Menurut Kadir (2015), tahapan model pembelajaran KADIR,
meliputi:
a. Koneksi
Tahap koneksi adalah tahap menghubungkan materi pembelajaran
yang baru dengan sesuatu yang sudah dikenal atau diketahui peserta didik
sebelumnya. Kegiatan seperti brainstorming, dan mind mapping dapat
dilakukan untuk menghubungkan peserta didik dengan informasi baru yang
akan dipelajari.

38
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

b. Aplikasi
David A. Sousa (2012: 117) mengemukakan bahwa applying
(aplikasi) adalah suatu proses belajar untuk menempatkan konsep-konsep
untuk digunakan. Selanjutnya Crawford (2001: 8), aplikasi atau
mengaplikasikan adalah suatu strategi belajar yang menempatkan
konsep-konsep untuk digunakan. Sedangkan Ridwan Abdullah Sani (2013)
menjelaskan bahwa belajar menerapkan merupakan aktivitas peserta didik
yang dilakukan saat menggunakan konsep untuk melakukan kegiatan
pemecahan masalah dan proyek.

c. Diskursus
Menurut Utari (2014: 216), diskursus dalam pembelajaran
merupakan wacana tempat berlangsungnya diskusi dan pembahasan,
penemuan dan tukar menukar idea siswa serta pengembangan berpikir
siswa. Diskursus menggambarkan situasi bagaimana cara guru dan siswa
merepresentasikan, memikirkan, berbicara, menyetujui atau menolak
sesuatu. Situasi tersebut berkaitan dengan beberapa pertanyaan: Siapa
yang berbicara? Apa yang dibacarakan? Bagaimana cara membahasnya?
Apa yang ditulis guru dan siswa, dan apa mereka catat dan mengapa
dicatat? Pertanyaan penting apa yang muncul? Bagaimana ide berubah?
Idea dan cara berpikir siapa yang bernilai? Siapa yang menetapkan bahwa
diskusi selesai atau perlu dilanjutkan.

d. Improvisasi
Improvisasi adalah tahap mengembangkan kualitas kemampuan ke
arah yang lebih baik dan inovatif. Kemampuan improvisasi dalam mengajar
dan mendidik itu merupakan salah satu kemampuan yang diperoleh
berdasarkan pengalaman belajar diperoleh pada tahapan diskursus.
Kemampuan improvisasi berkaitan dengan kemampuan membuat
antisipasi. Kegiatan antisipasi dilakukan seorang guru dalam memberi
respon terhadap pertanyaan siswa yang muncul tiba-tiba dalam interaksi
edukatif guru-siswa di kelas. Guru harus mempunyai
kemampuanmengambil tindakan yang tepat dalam waktu yang singkat di
kelas pada saat proses pembelajaran berlangsung.

e. Refleksi
Tahap refleksi adalah tahap memberi kesempatan peserta didik
untuk mengungkapkan apa yang telah peserta didik pelajari. Kegiatan pada
tahap ini dapat melibatkan diskusi kelompok, melakukan presentasi,
menulis sebuah ringkasan dan mengerjakankuis. Pada tahap ini juga siswa
menyimak pemaparan ide dari temannya, kemudian mendalami

39
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

pengetahuannya dan membandingkan pengetahuan temannya sehingga


siswa mampu menyimpulkan apa yang baru dipelajari.
Secara sederhana ringkasan kegiatan Pembelajaran model KADIR

Koneksi Aplikasi Diskursus Improvisasi Refleksi


(10’) (25’) (20’) (20’) (5’)
Melalui tanya Menggunakan Mengajukan Melihat Menyampai
jawab guru rumus atau pertanyaan dan masalah dari kan apa
mengingatkan konsep tertentu tugas menantang, sudut yang telah
kembali materi untuk mengeksplorasi berbeda, dipelajari,
yang telah memecahkan isu, meminta Mengembang membuat:
dipelajari masalah rutin penjelasan/alasan kan banyak ringkasan,
sebelumnya dan non-rutin, contoh-lawan cara peta
dan membuat contoh, pemecahan, konsep, dan
menghubung-k model, mendorong melahirkan men-gerjaka
an dengan menerapkan partisipasi dan ungkapan n kuis
materi baru strategi rasa percaya diri baru dan unik, sederhan
pemecahan menemukan
kombinasi-ko
mbinasi

Berikut contoh aktivitas pada tahapan Koneksi:


Aktivitas siswa Mathematical Thinking Mathematical Disposision
& Nilai-Nilai Ulul-Albab
 Membaca informasi  Komunikasi Matematika  Tanggung Jawab
dalam(LI-1).  Koneksi Matematika melaksanakan tugas
 Menyelesaikan soal l  Memberikan jawaban dari
dlm(LI-1) secara suatu pertanyaan
individual  Membangun Kekompakan
 Berdiskusi dalam Kelompok,
kelompok untuk  Menghargai Konstribusi
menyamakan pendapat  Membangun kepercayaan diri
dan berbagi ide  QS. Ar-ra’d, 13:21
penyelesaian soal
 Menulis matematika

40
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Kerangka berpikir model pembelajaran KADIR dan integrasi


nilai-nilai Ulul-Albab, berpikir dan disposisi matematik.disajikan sebagai
berikut:

Bayani- Rasional,
TUJUAN N Burhani Empiris,
Logis
I
L
Intuitif,
MATERI U Mmajinatif,
B ‘irfani metafisis

SINTAKS
1. Koneksi P Koneksi dan
2. Aplikasi Komunikasi
MODEL I
3. Diskursus
KADIR 4. Improvisasi
D
Berpikir
5. Refleksi I Kritis-Kreatif
S
P Math Berpikir
SUMBER/ Thinking Reflektif
O
MEDIA
M
Self Confide
A Metacognisi
Adversity
T
EVALUASI Disposisi Curiosity
Math Attitude

Gambar 1: Prototype Integrasi Nilai-Ulul-Albab, Berpikir dan Disposisi


Matematik dalam Model Pembelajaran KADIR

F. KESIMPULAN
Integrasi Islam dan Matematika dilakukan dengan menggunakan
paradigma ulul-albab, melalui pendekatan gabungan bayani- burhani dan
‘irfani. Pendekatan bayani- burhani atau pendekatan rasional, empiris, dan
logis yang diperoleh melalui kegiatan berpikir dan pendekatan ‘irfaniatau
pendekatan intuitif, imajinatif, dan metafisis yang dicapai melalui adalah
proses atau kegiatan dzikir. Kemampuan berpikir matematis dan disposisi
matematis dapat dikembangkan melalui proses imajinasi atau intuisi yang
kemudian dibuktikan secara logis atau deduktif. Proses pembelajaran untuk
mencapai kemampuan tersebut dilakukan dengan menggunakan Model
Pembelajaran Koneksi, Aplikasi, Diskursus, Improvisasi, dan Refleksi
(KADIR). Model ini menekankan pada kemampuan siswa untuk
menghubungkan, nilai-nilai ulul- albab, berpikir dan disposisi matematik

41
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

mereka dengan materi pembelajaran baru melalui proses asimilasi dan


akomodasi dalam tahapan koneksi. Mendorong peserta didik untuk
menerapkan pengetahuan matematika, menyusun model dalam
menyelesaikan masalah yang kompleks pada tahap aplikasi. Mengeksplorasi
pengetahuan dan gagasan dan memberikan alasan logis pada tahapan
diskursus. Mempersiapkan antisipasi terhadap berkembangnyaide-ide baru
secara spontan, menemukan masalah baru,dan menyempurnakan ke arah
yang lebih baik dan inovatif pada tahap Improvisasi. Tahap refleksi adalah
tahap memberi kesempatan peserta didik untuk mengungkapkan apa yang
telah peserta didik pelajari, melakukan self-asesmen, mukhasabah atau
kekurangan dan kelebihan, menyusun inti sari, dan menyimpulkan
pengetahuan, nilai-nilai, hasil pemikiran, menyusun konjektur dari kegiatan
selama proses pembelajaran.

REFERENSI

Crawford, Micheal L. (2001). Teaching Contextually: Research, Rational,


and,Techniques for Improving Student Motivation and Achievment
in Mathematics and Science. Texas: CORD.
Joyce B, Weil. M & Calhoun, E. (2009). Model Of Teaching: Model-Model
Pembelajaran (Tarj.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kadir. (2013). Mengembangkan Kebiasaan Berpikir Matematika. Integrasi
Berpikir Matematik dan Berpikir Islami. Prosiding Seminar
Pendidikan Matematika. Jakarta: FITK UIN Jakarta.
-------. (2015). Pengembangan Model Pembelajaran “KADIR” Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis (Higher Order Tinking).
Makalah disajikan pada Seminar Nasional FITK, Pendidikan Guru Dalam
Membangun Peradaban bangsa, Ciputat, 2 Mei 2015.
Nasional Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and
Standars for School Mathematics. Reston, Virginia: NTCM.
Sani, Ridwan Abdullah. (2013). Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Sousa, David A. (2012). Bagaimana Otak Belajar. Jakarta: Indeks.
Utari, S. (2014). Berpikir dan Disposisi Matematik Serta Pembelajarannya.
Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung.

42
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

THE ROLE OF LANGUAGE IN NATIONAL EDUCATION


(A CRITICAL ANALYSIS)

Fahriany
Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris
FITK Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Email : fahriany@uinjkt.ac.id

Abstract: It is obvious that languages play an important role in various


aspects of our daily lives. Their role is not only limited to communication,
rather it extends into the vast branches of knowledge and human sciences.
Languages are capable of developing human knowledge and extending it
for the benefit of human kind. The general importance of languages justifies
the need for a scientific and objective study of the relationship between
languages and education. This article aims to identify a scientific
methodology in the field of linguistics (living languages) which will assist
researchers in determining the most expressive language in delivering
knowledge and scientific facts - a language that is powerful, expressive, and
influential. Despite the recognition of the importance of languages and
their role in education, not much research has been done to investigate the
various issues pertaining to this matter.

Keywords : Language, Education.

Introduction
Languages play an important role in various aspects of our daily lives.
Their role is not only limited to communication, rather it extends into the
vast branches of knowledge and human sciences. Languages are capable of
developing human knowledge and extending it for the benefit of human
kind. The general importance of languages justify the need for a scientific
and objective study of the relationship between languages and education.
This research aims to identify a scientific methodology in the field of
linguistics (living languages) which will assist researchers in determining the
most expressive language in delivering knowledge and scientific facts - a
language that is powerful, expressive, and influential. The contributions of
sociolinguistics in the field of education can be seen at least, in two ways.
Educators may get some insight into the sociological nature of education
and its problems and theories concerning situated language use, language
being the medium of instruction and one of the subjects at school. Schools
may reflect the society in which they are built and which they are designed
to serve. In so far as they do, we can see one of their purposes being to
maintain social order, (Stern, 2003 : 424), The students at a school

43
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

represent the society as a whole. An ideal situation is the one in which each
member of the society has an equal access to education.

Characteristics of languages that are influential in the development of


education
The strengths of any language can be found in some collection or
group of elements which may be called features; yet more important than
those features is that these elements affect directly the role of a language
in education process and progress. For an education to achieve its goals and
purpose in better manner, a serious research must be done on the most
influential language in the process of information transferring.
Now, we may say that the feature of the strengths of any language
can be enclosed in the following : First , the strongest language in terms of
anatomical structure; sentences structures , ie, the strongest in terms of the
potency of its grammars, style, idiom and literature. In this regard, we have
English language; and in order to demonstrate the strength of English
language in this area we will take an example of some aspects about
structure of English language. It has characterized theoretical structure of
English sentence into two levels, namely: the level of grammatical
structure, and the stage of transforming information from the same root
and source of form. Second the most influential language upon the listener
or the reader : Importance aspect in the language is not the identical words
spoken or written of the images and ideas expressed, but their impact on
the listener or reader. Therefore, is not enough to limit the role of language
into only means of expression of feelings or ideas from speaker to listener,
but there are higher goals behind that; Since to influence an intellectual;
whether listener or reader is also an important role of a language that
suppose to be qualified as educational language.
Third richness of vocabularies and words : For a language to stand as
most accurate one for education worldwide it must be vey well-off with
words and vocabularies. And here it is found that English language lead in
this regard. Furthermore, the reason of that it is because it has so many
styles and means of presenting and express feelings, ideas, and hence
meaning.

Analysis of the role of the language in the development of knowledge


and human sciences
To become as one of the international language, English Language
has been adopted by a great civilization that history has not witness it never
ever; the researcher point out Civilization. To figure out the role of
language in developing human knowledge and sciences the researcher will
discuss the following : Firstly, The impact of English Language on other

44
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

world languages : No doubt that English language became once in the


history a key of success for education civilization; hence it was an honor for
students across the world to study English language and to continue their
education in European Countries. Moreover, from this point historians and
linguistics came out with the fact that English Language has effected other
world languages. For example, Taylor say that there are more that
thousand worlds in English and more than thousands English words
derived from any languages. No wonder then that English language has
effects education and other languages in the world. Second Computer has
discovered greatness of English Language : Computer has discovered that
there are two advantages characterized to become eligible as a
language of science and then has potency to affect learning process despite
of the weakness of this process in some countries in general; in terms of
lack of seriousness and financial support in English word toward developing
computer sciences. The first advantage is that the ability of deriving
numerous of nouns, verbs, terminologies from single root of English word.
Researchers have shown that computer can provide us with hundreds of
forms derived from only single form of English. The second advantage is
that English language has capability to be written as its spoken. In another
word, is written as it is spoken unlike like English, French or other
languages. Since in English for example we write hundreds of words
differently from the way we pronounce them. Third The importance of
Language for people and nations, and conditions of a language to be
classified as historic language : Language is a set of specific means, habits
that take place upon each nation or society to express its purposes and
needs by speech or writing, and language it is a means of providing
statements of the meaning of words. if this is so, for any languages to
accomplish its purpose three conditions must be fulfilled : The first
condition is that each sign, symbol must have its own meaning, and never
give different meaning. Since that may lead to confusedness. The second
condition is that the sign, can be changed and take another form based on
the changes of the situation, condition and circumstances. The third
condition is that the sign, symbol or word can be derived into so many
forms and provide different meaning and expression accordingly. Based on
the above, the terms of the real language that is fit to stand as educational
language must fulfill three conditions as well. The first is that its expression
of the meanings, feelings, ideas must be strong enough. Second condition is
that ability to avoid confuse and confusedness. The third condition is clarity,
which is based upon the former two conditions.

45
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

The role of the "logic of language" in formulating styles of thinking in


education
It is well-known that methodology and the way of thinking is so
related to a language logically. To ling this to education the writer will
discuss the following points : First point is ability of English language to
effect a reader or listener as magic. In this point of view we must remember
always that English language has been described as a magic. This is because
it has ability to convey wrong message as right and the right message as
fault; due to its own way of expressing idea,meaning, feeling, message or
information. Now, the argument here is that, a language as such deserves
more concern to become language of education; it can give a lot. However,
it may be said that methodology of education is the one must be taken into
consideration in the process of education, not a tool such a language. Yet, if
it is true that an education can be developed while having good
methodology regardless of the language used, it would be so obvious that
using good methodology beside rich language and described features above
will take the process of education to the further stage and stage of
betterment. Second, role of language in developing educational process:
despite of all aforementioned facts in this article about language we are
surprised that is not given such consideration neither anywhere else.
Therefore, the writer would like to suggest that few points of making
language, a language of education if is not worldwide at least in , those
suggestions are as follow :
1. Translating various human development programs into English.
2. Linking learning and mastery of english with citizenship right.
3. To relate economical development with English language.
4. Create competition opportunities among organizations and
companies to conduct a program of mastery English.
5. To learn from other developing and civilized countries experiences of
enhancing education through national language.

Thus, through those suggestions language may get its own in


progress and importance in the promotion of education and scientific
developments of knowledge. Third the role of philosophy of language in
contemporary educational processing : philosophy of learning and obtain
education in English can be summarized here in the following :
1. To follow steps of our experts in translation information and data, and
to invent though
education what is useful for mankind and humanity.
2. To review methods of teaching English for experts in particular and
other scholars of non-English speakers around the world.

46
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

3. To unite the decision made by English language academics league and


associations.
4. To acquire benefit of modern invention of technology and other
commendation means.
However, from above discussion we may state that language has
powerful role of obtaining education and enhancing it.

Conclusion
A study of this kind shows how people, nations, and civilizations are
concerned with education and role of language of it. In addition, it
demonstrates how wide and complicated this issue is. It reveals the
challenges and responsibilities lying on the shoulder of scholars, thinkers,
and researchers to change and correct education courses which have an
impact on the life of people and their day-to-day events. However, serious
attention must be taking into consideration pertain languages and its
features, and to which extent it can help to enhance education in our
country particularly and worldwide in general.

References

Antoine El-Dahdah, (2002) A dictionary of universal grammar (Arabic -


English), Library of
Libanon, Libanon.
Cambell. R. J. (2002), Developing the primary school curriculum, Falmer
Press,
David Perkins. (2002) Smart Schools: From training memories to educating
minds, The Free Press, NewYork.
George Nehmeh Saad, (2002), Transitivity, causation and passivization: A
semantic - syntactic study of the verb in classical English, Kegan Paul
International, London.
Hargreaves. A, (2003), Time and work: An analysis of the intensification
thesis, in Educational
Research in Action, Edited by Roger. G and Peter. W. London: The Open
University.
Husni Al-Muhtaseb, (2006), The Need for an Upper Model for Arabic
Generation, Discussion paper Number 171, Department of Artificial
Intelligence, University of Edinburgh, Edinburgh, UK, August.
Husni Al-Muhtaseb, same differences between Arabic and English a step
towards an Arabic upper moder, Instructor, ICS Department, King
Fahd University of Petroleum and Minerals.

47
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

John Bateman, (2001), The Theoretical studies of onthologies, KIT-FAST


Workshop, Technical
University Berlin.
Michael. C and Keith. W. (2003), Comparative and International Research in
Education, 1st ed,
Routledge Falmer, London and New York.
Stephen B. Klein. (2006), Learning Principles and Applications, 3rd ed,
McGraw-Hill, Inc, New York
Stephen Gorard and Chris Taylor. (2004), Combining Methods in
Educational and Social Research, 1st ed, Open University Press, New
York.
Victor H. Noll. (2009), Introduction to Educational Measurement, 4th ed,
University Press of America, Lanham, NY, and London.
http://fashion.azyya.com/320174.html
http://www.alukah.net/Literature_Language/0/2093/#ixzz1qN8Thrco
http://www.csla.dz/mjls/index.php?option=com_content&view=article&id=
174:2010-12-04-14-33-44&catid=1:2008-06-02-11-49-
47&Itemid=50

48
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

SABUN TRANSPARAN LIDAH BUAYA (Aloe vera Linn)


PERANAN DAN MANFAATNYA BAGI KESEHATAN TUBUH

Siti Suryaningsih
(Prodi Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta)
e-mail : siti.suryaningsih@uinjkt.ac.id)

Abstract: Aloe vera Linn contains some nutrients such as minerals, amino
acids, carbohydrate, fibers, enzimes, vitamins, lignin, saponin, plant
hormones (auxin and gibberelline) and other bioactive compounds includes
aloin (an antibiotic) and phenols (an antioxidant). Transparent soap which
made by combining Virgin Coconut Oils (VCO) and 30% of Aloevera Linn
extract meets the SNI 05-3532-1994 criterion as an antiseptic. It showed by its
inhibition alibity of Staphilococcus aureus that reach 23.4 mm. In addition
this composition of soapahas effective ability of 90.25% and safe to apply to
human’s body
Keywords : Aloevera Linn. Tranparent soap, bioactivity, purposes.

Abstrak: Lidah buaya (Aloevera Linn) mengandung kandungan nutrisi yang


dibutuhkan tubuh, antara lain mineral, asam amino, karbohidrat, serat,
enzim, vitamin, lignin, saponin, hormon tanaman (auksin dan giberel in), dan
berbagai zat bioaktif lainnya misalnya aloin sebagai antiseptik dan antibiotik
serta senyawa fenol sebagai antioksidan. Sabun transparan dengan
menggunakan minyak VCO dan penambahan lidah buaya (Aloe vera Linn) 30%
memenuhi kriteria standar SN I 06-3532-1994 sebagai antiseptik, hal ini
ditunj ukkan dengan memiliki daya hambatnya terhadap bakteri
Staphylococcus aureus terbesar yaitu 23,4 mm, memiliki kemampuan
efektifitasnya terbesar yaitu 92,05% serta aman untuk digunakan.
Kata K unci : L idah B uaya, Sabun Transparan, Peranan, Manfaat

49
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

PENDAHULUAN
Lidah buaya (Aloe vera) adalah salah satu tanaman obat tradisional
yang termasuk ke dalam Family Liliaceae, mudah tumbuh di pekarangan
rumah, tahan musim kering, cepat tumbuh, tahan hama dan penyakit serta
kaya kandungan nutrisinya. Dari sekitar 200 jenis tanaman lidah buaya, yang
baik digunakan untuk pengobatan adalah jenis Aloe vera barbadensis Miller
karena mengandung komponen nutrisi yang dibutuhkan tubuh, di antaranya
mineral, asam amino, serat, enzim-enzim, vitamin, hormon, serta berbagai
zat bioaktif yang bermanfaat bagi kesehatan.
Lidah buaya (Aloe vera) dikenal sebagai tanaman obat yang
bermanfaat bagi kesehatan telah digunakan secara tradisional sebagai anti
peradangan dan penuaan (Esteban, dkk., 2000). Komponen antrakuinon
yang terdapat dalam ekstrak Aloe vera telah diteliti kemampuannya
sebagai antioksidan (Yen,.dkk.2000). Komponen fenol dari tanaman
merupakan salah satu konstituen yang berperan aktif sebagai antioksidan
yang mampu menghentikan rantai reaksi oksidasi (Sahidi, 1997). Ekstrak
segar Aloe vera berkemampuan melindungi kerusakan terhadap degenerasi
kulit (Esteban, dkk. 2000).
Lidah buaya (Aloe vera) merupakan salah satu dari 10 jenis tanaman
terlaris di dunia yang telah dikembangkan oleh negara-negara maju seperti
Amerika, Australia dan negara di benua Eropa sebagai bahan baku aneka
produk dari industri pangan, farmasi, dan kosmetik. Begitu pentingnya
lidah buaya sebagai bahan baku industri pada saat ini dan masa mendatang
adalah didasarkan pada manfaat yang besar bagi kehidupan manusia.
Lidah buaya (Aloe vera Linn) dapat dijadikan sebagai bahan tambahan
pembuatan sabun transparan antiseptik dengan memanfaatkan kandungan
saponinnya. Sabun transparan ini dapat dibuat sendiri karena menggunakan
alat bahan yang mudah ditemukan. Proses pembuatan sabun transparan dari
lidah buaya(Aloe vera Linn)sebagai antiseptik ini erat kaitannya dengan
ilmu kimia, karena ilmu kimia merupakan suatu cabang ilmu yang
didalamnya mempelajari bangun (struktur) materi dan perubahan-perubahan
yang dialami materi ini dalam proses-proses alamiah maupun dalam
eksperimen yang direncanakan (Keenan, 1984:2). Berdasarkan hal tersebut
diatas, tujuan pemaparan karya tulis ini adalah untuk memberikan
pemaparan kandungan nutrisi sabun transparan lidah buaya, peranan dan
manfaatnya terhadap kesehatan tubuh manusia.

Lidah Buaya (Aloe vera)


Klasifikasi lidah buaya adalah sebagai berikut ; Kingdom :
Plantae, Divisi : Spermatophyta, Kelas : Monocotyledoneae, Ordo : Liliflorae,
Family : Liliceae, Genus : Aloe, dan Species: Aloe vera (Hutapea, 1993).
Tanaman lidah buaya termasuk dalam Family Liliaceae memiliki sekitar 200

50
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

spesies dan tidak sedikit yang merupakan hasil persilangan. Ada tiga jenis
lidah buaya yang dibudidayakan secara komersial yaitu Aloe vera atau Aloe
barbadensis Miller, Cape aloe atau Aloe ferox Miller dan Socotrine aloe atau
Aloe perry Baker. Pada umumnya lidah buaya yang banyak ditanam di
Indonesia adalah jenis barbadansis yang memiliki sinonim Aloe vera linn
(Suryowidodo, 1988). Spesies Aloe barbadensis Miller mempunyai banyak
keunggulan dibandingkan jenis yang lainnya, seperti tahan terhadap hama,
ukurannya dapat mencapai 121 cm, berat per batangnya bisa mencapai 4 kg,
mengandung 72 nutrisi serta aman dikonsumsi (McVicar, 1994). Pada Tabel 1
disajikan karakteristik tiga jenis tanaman lidah buaya.
Lidah buaya adalah tanaman yang semua bagian tumbuhannya
bermanfaat, mempunyai struktur akar, batang, daun, dan bunga. Tanaman
ini tergolong tanaman sukulen yaitu tanaman yang berdaun dan bergetah
(McVicar, 1994 ; Evans,1993).

Tabel 1. Karakteristik Tiga Jenis Tanaman Lidah Buaya


No. Aloe barbadensis Aloe ferox Miller Aloe perry
Karakteristik
Miller Baker
1. Batang Tidak terlihat jelas Terlihat jelas (tinggi 3-5 Tidak terlihat
m atau lebih) jelas (lebih
kurang 0,5 m)
2. Bentuk daun Lebar dibagian bawah, Lebar di bagian bawah Lebar di bagian
dengan pelepah bawah
bagian atas cembung
3. Lebar daun 6-13 cm 10-15 cm 5-8 cm
4. Lapisan lilin Tebal Tebal Tipis
Pada daun
5. Duri Di bagian pinggir Di bagian pinggir dan Di bagian
daun bawah daun pinggir daun
6. Tinggi bunga 25-30 (tinggi tangkai 35-40 25-30
(mm) bunga 60-100 cm)

Warna Merah tua hingga


Kuning Merah terang
7. bunga jingga
Sumber : USU, 2012.

Fumawanthi, (2004) mengatakan bahwa pelepah lidah buaya dapat


dikelompokkan menjadi 3 bagian yang dapat digunakan untuk pengobatan,
antara lain :
(1) Daun, keseluruhan daunnya dapat digunakan baik secara langsung atau
dalam bentuk ekstrak. Bagian dalam daun lidah buaya berisi pulp atau daging

51
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

daun yang berisi getah yang pekat dan bening. Bagian luar daunnya berupa
kulit tebal yang mengandung klorofil. Kandungan unsur utama dalam lidah
buaya adalah aloin, emodin, resin, gum, dan minyak asiri. Kandungan aloin
pada gel lidah buaya jenis Aloe vera adalah 18-25%. Aloin mempunyai rasa getir,
bersifat sebagai antibiotik dan antiseptik.
(2) Eksudat, adalah getah yang keluar dari dalam saat dilakukan
pemotongan, eksudat ini berbentuk kental berwarna kuning, dan rasanya
pahit. Zat-zat yang terkandung di dalam eksudat adalah
8-dihidroxianthraquinone (Aloe emoedin) dan glikosida (Aloins) biasa
digunakan untuk pencahar.
(3) Gel, adalah bagian yang berlendir yang diperoleh dengan cara menyayat
bagian dalam daun setelah eksudat dikeluarkan. Didalam gel Aloe vera
mengandung berbagai zat aktif dan enzim yang sangat berguna untuk
menyembuhkan berbagai penyakit. Karena kandungan zat aktif dan enzim
inilah maka sifat gel ini sangat sensitif terhadap suhu, udara dan cahaya,
serta sangat mudah teroksidasi sehingga gel akan mudah berubah warna
menjadi kuning hingga coklat.

Kandungan Nutrisi Lidah Buaya


Kandungan nutrisi yang terkandung dalam lidah buaya berupa bahan
organik dan anorganik, di antaranya vitamin, mineral, beberapa asam
amino, serta enzim yang diperlukan tubuh dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Lidah Buaya (Aloe vera)


No Nutrisi Komponen Zat Nutrisi
1. Vitamin A, B1, B2, B3, B12, C dan E, Kolin, Inositol, Asam folat,
2. Mineral Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Potasium (K), Sodium (Na),
Besi (Fe), Zinc (Zn),Kromium (Cr)
3. Enzim Amilase, Katalase, Sellulose, Karbosipeptidase dan
4. Asam Karbosiphenolase
Arginin, Asparagin, Asam Aspartat, Alanin, Serin, Glutamat,
Amino Threonin, Valin, Glisin, Lisin, Tirosin, Phenilalanin, Prolin,
Histidin, Leusin dan Isoleusin
Sumber : BPPT, 2004.

Seperti dapat dilihat pada Tabel 2, lidah buaya (Aloe vera) mengandung
beberapa macam vitamin dan mineral yang dapat berfungsi sebagai
pembentuk antioksidan alami, seperti vitamin C, vitamin E, vitamin A,
magnesium dan Zinc. Antioksidan ini berguna untuk mencegah penuaan dini,
serangan jantung dan berbagai penyakit degeneratif (Esteban, et al., 2000).
Komposisi kimia gel lidah buaya disajikan pada Tabel 3.

52
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Tabel 3. Komposisi kimia Gel Lidah Buaya


No. Nutrisi Jumlah
1. Kadar air 99,5%
2. Energi (Kal) 1,73-2,30
3. Lemak (g) 0,05-0,09
4. Karbohidrat (g) 0,30
5. Protein (g) 0,01-0,06
6. Niasin (mg) 0,038-0,040
7. Riboflavin (mg) 0,001-0,002
8. Vitamin A (IU) 2,00-4,60
9. Vitamin C (mg) 0,50-4,20
10. Thiamin (mg) 0,003-0,004
11. Kalsium (mg) 9,920-19,920
12. Besi (mg) 0,060-0,320
Sumber : Morsy, 1991.

Seperti dapat dilihat pada Tabel 3, komponen terbesar gel lidah buaya
adalah air, sebesar 99,5%. Sisanya adalah padatan yang terutama terdiri
dari karbohidrat, yaitu mono dan polisakarida. Polisakarida gel lidah buaya
terutama terdiri dari glukomanan serta sejumlah kecil arabinan dan
galaktan. Monosakarida berupa D-glukosa, D-manosa, arabinosa,
galaktosa dan xylosa (Morsy, 1991).
Protein dalam lidah buaya ditemukan dalam jumlah yang cukup kecil,
akan tetapi secara kualitatif protein lidah buaya kaya akan asam amino
esensial terutama leusin, lisin, valin dan histidin. Gel lidah buaya juga kaya
akan asam glutamat dan asam aspartat serta mengandung asam folat dan
kholin dalam jumlah kecil (Morsy, 1991). Kalium merupakan mineral yang paling
banyak terdapat dalam gel lidah buaya, jumlahnya hampir sebanyak dalam
bayam. Kandungan besinya lebih tinggi 30% dari susu, yaitu 0,07-0,32
mg/100g gel. Mineral lainnya berupa belerang 0,2% dan sejumlah kecil
fosfor, mangan, alumunium, boron dan barium (Fit, 1983).

Peranan Lidah Buaya (Aloe vera) untuk Kesehatan Tubuh


Peranan lidah buaya (Aloe vera) untuk kesehatan tubuh disaj ikan pada
Tabel 4. Tabel 4. Peranan Lidah Buaya (Aloe vera) untuk Kesehatan Tubuh
No. Komponen Kegunaan
1. Lignin : Zat berbasis selulosa Mampu menembus dan meresap
ke dalam kulit agar terj aga
kelembabannya.

53
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

2. Saponin : Glikosida Mempunyai aktivitas antiseptik


(membunuh kuman)
3. Antrakuinon terdiri dari aloin, Bahan dasar obat yang
Barbaloin, Isobarbaloin, A ntranol , A mempunyai sifat antiseptik dan
ntrasin, Asam A loetic, mi nyak eter, penghilang rasa sakit/analgetik,
Aloe emodi n, Ester asam sinamat, antibakteri, antifungal, dan
Asam Krishopanat, Asam glutamat, antivirus
Resistanol kuinon.
4. Mineral : Ca, K, Na, Mg, Mn, Zn, Cu, Berinteraksi dengan vitamin
Fe, dan Cr mendukung fungsi tubuh sebagai
zat gizi
5. Vitamin : B1, B2, B6, B12, Kolin, Asam Diperlukan untuk fungsi
folat, Vit C, E dan β-karoten metabolisme tubuh, dan
antioksidan (Vit.A, C, dan E)
menetralisir radikal bebas.
6. Monosakarida : Glukosa, Galaktosa, D iperlukan untuk fungsi
dan fruktosa Polisakarida : Sellulosa, metabolisme tubuh, dan untuk
Mannosa, Aldopentosa, Rhamnosa, antiinflamasi , serta antivirus.
dan Arabinosa.
7. Enzim : Oksidase, Amilase, Katalase, Diperlukan untuk fungsi
Lipase, Alkaline fosfatase, selulase, metabolisme tubuh.
peroksidase, karboksipeptidase
8. Asam amino : Lisin, Threonin, Valin, Diperlukan untuk fungsi
Methionin, Leusin, Isoleusin dan metabolisme tubuh.
Fenilalanin
9. Hormon : Auksin dan Giberelin Untuk mengurangi rasa sakit akibat
luka dan anti inflamasi.
10. Asam salisilat (komponen seperti Untuk penghilang rasa sakit/
aspirin) Analgesik dan anti inflamasi .
Sumber : Suryowidodo, 1988 ; Fumawanthi, 2004.

Berdasarkan Tabel 4, lidah buaya mengandung beberapa vitamin


dan mineral yang mempunyai sifat protektif bagi tubuh untuk mencegah
terbentuknya kerusakan membran sel. N iasin merupakan co-enzim yang
berperan pada integritas j aringan sedangkan vitamin A terutama berperan
dalam memperbaiki integritas sel dan permiabilitas membran
(Hardjasasmita, 2004).
Dagi ng lidah buaya mengandung komponen-komponen kimia yang
secara bersamaan dapat berperan untuk kesehatan tubuh misalnya : lignin,
saponin, antrakuinon, vitamin, mineral, enzim, karbohidrat, asam amino

54
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

essensial dan non essensial. Komponen kimia gel atau lendir daun lidah
buaya, adalah aloin, emodin, resin, gum, mi nyak atsi ri, dan beberapa
mineral seperti Zn, K, Fe serta vitamin A (Henry,1979). Aloin merupakan
bahan aktif yang bersifat sebagai antiseptik dan antibiotik (Fly,1963).
Kandungan aloin pada Aloe vera, Aloe perryi dan Aloe ferox Miller
masing-masing sebesar 18-25%, 7,5-10% dan 9-24,5% (Whindolz, 1976).

Lidah Buaya (Aloevera) sebagai Antioksidan


Ekstrak segar Aloe vera mengandung senyawa fenol (antrakuinon dan
tani n) yang dapat mendekomposisi hidrogen peroksida dan mencegah
terjadinya penuaan dini (Esteban, dkk. 2000). Sahidi (1997) mengatakan
bahwa senyawa fenol dari tanaman berperan aktif sebagai antioksidan.
Senyawa fenol dapat menghambat tahapan inisiasi, bereaksi dengan radikal
asam lemak atau menghambat tahapan propagasi dengan bereaksi radikal
peroksi atau radikal alkoksi , reaksinya sebagai berikut :
AH + R• A• + R H
AH + ROO* A* + ROO H
AH + RO• A• + RO H
Radikal bebas antioksidan kemudian akan menginterferensi reaksi tahapan
propagasi dengan membentuk komponen antioksidan peroksi sebagai
berikut :
A• + ROO ROOA (n on ra dikal)
A• + ROO ROA (n on ra dikal)

Dalam hal ini ekstrak Aloe vera berperan sebagai antioksidan primer,
mendonorkan hidrogennya dan bereaksi dengan radikal bebas serta dapat
menghambatnya.
Lidah buaya (Aloe vera) mengandung vitamin C, yang berperan
menekan radikal bebas yang akan menyerang lipid. Vitamin ini dapat secara
langsung bereaksi dengan superoksida, anion hidroksil , dan berbagai
hidroperoksida lipid. Vitamin C j uga dapat berperan sebagai anti oksidan
sekunder dengan mempertahankan gluthation terreduksi sebagai gluthation
endogen yang sangat penting bagi tubuh untuk menangkal radikal bebas
(Chow, 2000).
Vitamin E lidah buaya (Aloe vera) mempunyai peran sebagai anti
oksidan bagi tubuh, mencegah terj adinya kerusakan dan meningkatkan
perbaikan membran sel . Sedangkan mineral selenium mencegah kerusakan
sel dari pembentukan radikal bebas dan merangsang pembentukkan
gluthation peroksidase. Adanya senyawa fenol, vitamin, antioksidan serta
beberapa macam mineral, kofaktor enzim antioksidan dapat
menghambat pembentukan malondialdehid /MDA/peroksida lipid yang
bersifat toksik (Hardjasasmita, 2004).

55
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Lidah Buaya Sebagai Sabun Transparan Antiseptik


Karakteristik sabun transparan dengan menggunakan minyak VCO dan
penambahan lidah buaya (Aloe vera Linn) 30% disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik Sabun Transparan Antiseptik


No. Parameter Sabun Transparan SNI
Aloe vera Linn 30% 06-3532-1994
1 Warna Bening
2 Bau Berbau khas kelapa
3 Tekstur Padat (keras), lembut

Kadar air dan Zat


4 35,3413 15
menguap (%)
Kadar asam lemak
5 0,2387 Maks 2.5
bebas (%)
Kadar fraksi tak
6 0,7355 Maks 2.5
tersabunkan (%)
Bahan tak larut dalam
7 0,0919 Maks 0.1
alkohol (%)
8 Kadar alkali bebas (%) 0,1311 Negatif
9 pH 10,99 11
10 Stabilitas emulsi 99,392
Sumber: Nurpratiwi, Y.A.,2014.

Berdasarkan Tabel 5 bahwa kandungan air dan zat menguap dalam


sabun transparan melebihi batas maksimum standar SNI yaitu 15%.
Pengukuran kadar air dan zat menguap perlu untuk dilakukan karena akan
berpengaruh terhadap kualitas sabun. Banyaknya air yang ditambahkan
pada produk sabun akan mempengaruhi kelarutan sabun dalam air pada saat
digunakan. Semakin banyak air yang terkandung dalam sabun maka sabun
akan semakin mudah menyusut atau habis pada saat digunakan (Spitz,
1996).
Kadar asam lemak bebas menunjukkan bahwa sabun transparan dari
lidah buaya (Aloe vera Linn) 30% tidak melebihi standar SNI 06-3532-1994,
yaitu maksimum 2,5%, hal ini menunjukkan bahwa dalam suatu formulasi,
asam lemak berperan sebagai pengatur konsistensi. Asam lemak diperoleh
secara alami melalui saponifikasi trigliserida (William dan Schmitt, 2002). Dit-
ambahkan pula oleh Spitz (1996), bahwa asam lemak memiliki kemampuan
terbatas untuk larut dalam air. Hal ini akan membuat sabun menjadi lebih

56
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

tahan lama pada kondisi setelah digunakan.


Kadar fraksi tak tersabunkan menunjukkan bahwa sabun transparan
dari lidah buaya (Aloe vera Linn) 30% tidak melebihi standar SNI
06-3532-1994, yaitu maksimum 2,5% artinya sabun ini memiliki kadar fraksi
tak tersabunkan sesuai dengan standar SNI. Menurut Ketaren (1986), fraksi
tidak tersabunkan adalah senyawa-senyawa yang sering terdapat larut
dalam minyak dan tidak dapat disabunkan dengan soda alkali termasuk di
dalamnya yaitu sterol, zat warna dan hidrokarbon. Persenyawaan sterol,
pigmen, dan hidrokarbon adalah bagian dari fraksi lipida kasar pada minyak
atau lemak yang tidak dapat tersabunkan. Ditambahkan oleh Spitz (1996),
bahwa adanya bahan yang tak tersabunkan dalam produk sabun dapat
menurunkan kemampuan membersihkan (daya detergensi) pada sabun.
Bahan tak larut dalam alkohol menunjukkan bahwa sabun
transparan dari lidah buaya (Aloe vera Linn) 30% tidak melebihi standar SNI
06-3532-1994, yaitu maksimum 0.1 % artinya sabun ini memiliki bahan tak
larut dalam alkohol sesuai dengan standar SNI. Suatu zat dapat larut
dalam pelarut jika mempunyai nilai polaritas yang sama. Minyak dan lemak
hanya sedikit larut dalam alkohol, tetapi akan larut dengan sempurna
dalam etil eter dan karbon disulfida. Menurut ASTM (2001), bahan tak larut
dalam alkohol pada sabun meliputi garam alkali seperti karbonat, silikat,
fosfat dan sulfat serta pati (starch).
Kadar alkali bebas (NaOH) menunjukkan bahwa sabun transparan dari
lidah buaya (Aloe vera Linn) 30% melebihi standar SNI 06-3532-1994, yaitu
harusnya negatif, tetapi sabun ini mengandung kadar alkali bebas melebihi
standar SNI sebesar 0,1311 artinya kelebihan alkali kemungkinan dapat
disebabkan karena penambahan alkali yang berlebih pada proses pembuatan
sabun. Alkali bebas yang melebihi standar akan menyebabkan iritasi pada
kulit.
pH menunjukkan bahwa sabun transparan dari lidah buaya (Aloe vera
Linn) 30% tidak melebihi standar SNI 06-3532-1994, yaitu maksimum pH 11,
hal ini menunjukkan bahwa sabun ini memiliki pH sesuai dengan standar
SNI.
Stabilitas emulsi menunjukkan bahwa sabun transparan lidah buaya
(Aloe vera Linn) 30% yaitu 99,392. artinya sabun ini memiliki stabilitas emulsi
sesuai dengan standar SNI. Menurut Suryani, et. al. (2002), sabun padat
termasuk dalam emulsi tipe w/o. Emulsi yang baik tidak membentuk
lapisan-lapisan, tidak terjadi perubahan warna dan memiliki konsistensi
tetap. Stabilitas atau kestabilan suatu emulsi merupakan salah satu karakter
penting dan mempunyai pengaruh besar terhadap mutu produk emulsi
ketika dipasarkan. Ketidakstabilan suatu sistem emulsi dapat diamati dari
fenomena yang terjadi selama emulsi dibiarkan atau disimpan dalam jangka
waktu tertentu.

57
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Stabilitas busa menunjukkan bahwa sabun transparan lidah buaya


(Aloe vera Linn) 30% relatif stabil. Busa adalah suatu struktur yang relatif stabil
yang terdiri dari kantong-kantong udara terbungkus dalam lapisan tipis, dispersi
gas-dalam-cairan yang distabilkan oleh suatu zat pembusa. Larutan-larutan
yang mengandung bahan-bahan aktif permukaan menghasilkan busa yang
stabil bila dicampur dengan air (Martin et.al.,1993).

Uji Antiseptik
Zona hambat bakteri Staphylococcus aureus dari sabun transparan
dengan menggunakan minyak VCO dan penambahan lidah buaya (Aloe vera
Linn) 30% disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus


Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri
No Sampel
Setelah 24 jam 37oC (mm)
1. Sabun transparan dari lidah 23,4
buaya (Aloe vera Linn)
2. Lidah buaya (Aloe vera Linn) 8,8
3. Alkohol 7,7
Tanpa penambahan apapun 6
4.
Sumber: Nurpratiwi, Y.A.,2014.

Berdasarkan Tabel 6. menunjukkan bahwa sabun transparan lidah


buaya (Aloe vera Linn) memiliki daya hambat bakteri Staphylococcus aureus
terbesar yaitu 23,4 mm dibandingkan yang lainnya, artinya semakin besar
zona hambat semakin baik peran antiseptiknya, jadi sabun transparan lidah
buaya (Aloe vera Linn) memiliki kemampuan sebagai antiseptik alami.
Sedangkan efektifitas penggunaan sabun transparan lidah buaya disajikan
pada Tabel 7.

Tabel 7. Efektifitas Penggunaan Sabun Transparan Lidah Buaya terhadap


Jumlah Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus
Efektifitas Penggunaan Sampel
No. Sampel
Setelah 24 jam (%)
1. Sabun Transparan Lidah Buaya 9205
(Aloe vera Linn) ,
2. Lidah Buaya (Aloe vera Linn) 75,57
3. Alkohol 75

Sumber: Nurpratiwi, Y.A.,2014.

58
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Berdasarkan Tabel 7. menunjukkan bahwa sabun transparan lidah buaya


(Aloe vera Linn) setelah 24 jam diinkubasi pada suhu 37oC, memiliki efektifitas
antiseptik terhadap jumlah koloni bakteri Staphylococcus aureus yang
tumbuh. Sabun transparan lidah buaya (Aloe vera Linn) memiliki
kemampuan efektifitas terbesar yaitu 92,05% dibandingkan dengan yang
lainnya, hal ini menandakan bahwa sabun transparan lidah buaya efektif
sebagai antiseptik alami.

Uji alergi
Tingkat keamanan produk sabun transparan lidah buaya (Aloe vera Linn)
30% dinyatakan dengan banyaknya orang yang mengalami alergi setelah
menggunakan sabun transparan tersebut disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah Banyaknya Orang yang Mengalami Alergi Setelah


Menggunakan Sabun Transparan Lidah Buaya (Aloe vera Linn)
Sampel Hari Ke- Jumlah Orang yang teriritasi, Kemerahan,
gatal-gatal pada permukaan kulit
1 0
Sabun Transparan 2 0
Lidah Buaya (Aloe 3 0
vera Linn) 30% 4 0
5 0
Jumlah 25 orang
orang yang
diuji alergi Nurpratiwi, Y.A.,2014.
Sumber:

Berdasarkan Tabel 8. menunjukkan bahwa penggunaan sabun


transparan lidah buaya (Aloe vera Linn) pada 25 orang panelis tidak
menunjukkan adanya gejala alergi pada permukaan kulit nya hal ini
mengindikasikan sabun transparan tersebut aman untuk digunakan.

KESIMPULAN
1) Lidah buaya (Aloevera Linn) mengandung kandungan nutrisi yang
dibutuhkan tubuh, antara lain mineral, asam amino, karbohidrat,
serat, enzim, vitamin, lignin, saponin, hormon tanaman (auksin dan
giberelin), dan berbagai zat bioaktif lainnya misalnya aloin sebagai
antiseptik dan antibiotik serta senyawa fenol sebagai antioksidan.
2) Sabun transparan dengan menggunakan minyak VCO dan penambahan
lidah buaya (Aloe vera Linn) 30% memenuhi kriteria standar SNI
06-3532-1994 sebagai antiseptik, hal ini ditunjukkan dengan memiliki
daya hambatnya terhadap bakteri Staphylococcus aureus terbesar

59
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

yaitu 23,4 mm, memiliki kemampuan efektifitasnya terbesar yaitu


92,05% serta aman untuk digunakan

DAFTAR PUSTAKA

Annual Book of ASTM Standards. 2001. Volume 15.04. West Conshocken, PA.
United States.
Badan Penelitian dan Pengkajian Teknologi, (2004). Aloevera Center. Aloevera
Center www.bppt.go.id.
Chow, C.K, 2000, Vitamin E. In : Stipanuk M.H, editor. Biochemical and
Physiological Aspect of Human Nutrition. New York. Devision of
Science Cornell University Ithaca, 584-595.
Esteban, A., Zapata, J. M., Casano, Martin, L. M. & Sabater, B. 2000.
Peroxidnse Activity in Aloe Vera barbadensis Commercial Gel:
Probable Role In Skin Protection. Planta Medica. 66:724-727.
Evans,J. 1993. The New Indoor Plant. Kyle Cathie Limited. London.
Fit. 1983. Aloe vera : The Miracle Plant. Anderson World Books. Inc., Mountain
View. Florida. USA
Fly, L. B. 1963. Antibiotic Activity of Aloevera. Econ. Botany. 14 : 46-49.
Furmawanthi, I. 2004. Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya Si Tanaman Ajaib. Agro
Media Pustaka. Jakarta. Hal. 1-21.
Hardjasasmita, P, 2004, Iktisar Biokimia Dasar, Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 26-85.
Henry, R. 1979. An up Dated Review of Aloe vera. Cosm. and Toiletri. 94 :
42-50.
Hutapea, J.R. 1993. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (II). Departemen
Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Jakarta.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press.
Jakarta.
Martin, A, J. Swarbrick, dan A. Cammarata. 1993. Buku Farmasi Fisik Edisi
Ke-tiga. Jilid 2. Terjemahan. UI Press, Jakarta.
McVicar, J. 1994. -J~~VY&dPSlJ1JRJrEYddk. Kyle Cathie Limited.
London.
Morsy, E. M. 1991. The Final Technical Report of Aloe vera : Stabilization
and Processing for The Cosmetics Beveage and Food Industries. Aloe
Industry and Technology Institute. Phoenix. USA.
Nurpratiwi, Y.A., 2014. Pembuatan Sabun Transparan Dari Lidah Buaya

60
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

(Aloe Vera Linn) sebagai Antiseptik, Prodi Pendidikan Kimia,


Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sunan Gunung Djati,
Bandung
Padmarsari, F.X.W., Dewi, Y.S.K., dan Rahayuni, T., 2006. Aktivitas
Antioksidan dan Kemampuan Pemerangkapan Radikal Bebas pada
Ekstrak Aloe vera. Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura.
Pontianak.
Sahidi, F. 1997. Natural Antioksidants: An Overview. In Natural
Antioksidants.Chemistry, Health Effecfs, and Applications. Illionis.
AOCS Press. Champaign.
Sulaeman, S., Model Pengembangan Agribisnis Komoditi Lidah Buaya
(Aloevera). Deputi B idang Pengkaj ian Sumberdaya UKMK melalui
http://www.smecda.com/kajian/files/jurnal/5%20JurnalAgribisnisAloever
a.pdf tanggal 23 maret 2012.
Sunarsih, E.S dan Prasetystuti, Pengaruh Pemberian Juice Lidah Buaya (Aloe
vera L) terhadap Kadar Lipid Peroksida (MDA) pada Tikus Putih
Jantan Hiperlipidemia. Farmasi. Fakultas Kedokteran. Universitas
Diponegoro.
Suryani, A, I. Sailah, dan E. Hambali. 2002. Teknologi Emulsi. Jurusan
Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suryowidodo, C.W. 1988. Lidah Buaya (Aloe vera) sebagai Bahan Baku
Industri. Warta IHP. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Industri Hasil Pertanian (BB IH P).Bogor.
Spitz, L. 1996. Soaps A Detergent A Theoretical and Practical Review. AOCS
Press. Champaign- Illinois.
Universitas Sumatera Utara.2012. Aloe Vera. Melalui
repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/21766/4/chapterII.pdf. Tanggal 20 Maret 2012.
Whindolz, M. 1976. The Merck Index An Encyclopedia of Chemical and
Drugs. Merck. New Jersey.
Williams D. F, Schmitt W. H. 2002. Kimia dan Teknologi Industri Kosmetika dan
Produk- Produk Perawatan Diri. Terjemahan. FATETA – IPB, Bogor.
www.aloevera.com [Oktober 2003]
Yen, G.C. and Hsieh, C.L., 2000. Reactive Oxygen Species Scavenging Activity of
Du-zhong (Eucommia ulmoides Oliv) and its Active Compounds. J.
Agric.Food Chem. 48: 3431-3436

61
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

INTEGRASI KEILMUAN GURU KELAS PADA JENJANG


MADRASAH IBTIDAIYAH

Asep Ediana Latip


Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
FITK Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Email : asep.ediana@uinjkt.ac.id

Abstrak : Guru kelas merupakan peran bagi guru yang menjalankan


profesinalisme keguruan pada jenjang Madrasah Ibtidaiyah atau Sekolah
Dasar. Sang guru kelas meniscayakan kepemilikan kompetensinya
terintegrasi secara transdisipliner, multidisipliner, interdisipliner, dan
intradisipliner. Integrasi intradisipliner dilakukan dengan cara
mengintegrasikan dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan menjadi
satu kesatuan yang utuh di setiap mata pelajaran. Integrasi interdisipliner
dilakukan dengan menggabungkan Kompetensi Dasar Kompetensi Dasar
beberapa mata pelajaran agar terkait satu dengan yang lainnya, sehingga
dapat saling memperkuat, menghindari terjadinya tumpang tindih, dan
menjaga keselarasan pembelajaran. Integrasi multidisipliner dilakukan
tanpa menggabungkan Kompetensi Dasar tiap mata pelajaran sehingga tiap
mata pelajaran masih memiliki Kompetensi Dasarnya sendiri. Integrasi
transdisipliner dilakukan dengan mengaitkan berbagai mata pelajaran yang
ada dengan permasalahan permasalahan yang dijumpai di sekitarnya
sehingga pembelajaran menjadi kontekstual. Proses pembelajaran yang
dilakukan oleh guru kelas yang dapat mewujudkan pola terintegrasi
tersebut dikenal dengan pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik
didesain dengan memetakan komptensi dasar pada setiap matapelajaran
yang memiliki keterkaitan horizontal maupuan vertical dengan sebuah
tema. Tema berfungsi mengikat keselarasan horizontal yang bertujuan
untuk menjaga keserasian antara mata pelajaran pada tingkatan yang sama.
Disamping itu tema juga berfungsi untuk menjaga kontinuitas vertical yang
bertujuan untuk menghindari pengulangan yang tidak perlu. Oleh karena
itu proses pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah oleh sang guru kelas
meniscayakan proses pembelajaran yang yang dilakukan oleh guru dengan
kepemilikan keilmuan yang integratif. Kepemilikan keilmuan guru yang
integrative dapat mendorong proses pembelajaran yang kreatif. Sementara
pembelajaran kreatif senantiasa berkaitan erat dengan pengembangan
desain pembelajaran kreatif.
Kata Kunci : Guru Kelas, Integrasi Keilmuan, dan Pembelajaran Integratif

62
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Pendahuluan
Sebagai kita maklum berdasarkan peraturan yuridis formal
perundang-undangan system pendidikan nasional No 20 tahun 2003, Guru
kelas didefinisikan sebagai profesi yang disandang oleh guru yang mengajar
di jenjang MI/SD. Tugas guru kelas adalah merencanakan, mengajar,
membimbing, menilai dan mengevaluasi lima mata pelajaran pokok yaitu
Ilmu Pengatahuan Alama (IPA), Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn), Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS), Bahasa Indonesia, dan Matematika yang
diintegrasikasn berdasarkan pada tema terpadu. Ringkasnya guru kelas
melakukan pembelajaran secara tematik yang mengintegrasikan dengan
muatan Ilmu Pengetahuan (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Pendidikan
kewarganegaraan (Pkn), Bahasa Indonesia dan matematika.
Tidak mudah melaksanakan tugas guru kelas memerlukan banyak
energy untuk menjalankan tugas tersebut, namun bukan tidak mungkin
untuk dilaksanakan hanya perlu kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas
dari sosok mulya sang guru kelas. Semangat dan dedikasi untuk menjadi
guru kelas akan menjadi pondasi dalam menghadapi berbagai tantangan
pendidikan. Beban berat yang dipikul seorang guru kelas akan terasa ringan
apabila mengalir darah dan jiwa untuk menjadi guru kelas serta merupakan
bagian dari proses kehidupan yang dijalani. Betapa tidak, tantangan yang
akan dihadapi oleh guru kelas bukan sekadar tantangan yang muncul dari
factor internal psikologis sendiri seperti berupaya terus memompa
semangat, memupuk dedikasi, menggugah keihklasan, mendongkrak kerja
keras dan menggairahkan kerja cerdas, namun juga kesiapan diri
menghadapi tantangan eksternal baik nasional, internasional, paradigma
pembelajaran, kurikulum dan lain sebagainya yang akan diurai dibawah ini
semoga menjadi motivasi dan wawasan inspiratif yang menggugah.
Guru kelas yang menjalankan tugasnya diatas garis tantangan yang
diembannya menggambarkan sosok pembelajar yang faham prinsif
sustainable for development, mengerti adagium popular “berhenti belajar,
berhenti mengajar”, mengembangkan paradima open minded, serta
menjalankan makna long life education. Apakah ada profil guru kelas
dengan karakateristik tersebut? Tentu jawaban ada, dan pasti banyak dan
Andalah orangnya. Jawaban ini seperti yang digaungkan ungkapan popular
yang memotivasi if not this what?, if not now when?, and if not you who?
Maksudnya tidak harus menunjuk siapapun, mencari dimanapun atau
bahkan yang harus membuktikan karakteristik guru kelas tersebut tetapi
penunjukkan yang paling tepat adalah mengarah kepada Anda yang
sekarang bertugas sebagai guru kelas, atau berniat untuk menjadi guru
kelas, atau bahkan Anda pembaca yang tersentuh dan mengubah
paradigma mind set-nya tiba-tiba bercita-cita menjadi guru kelas yang tidak
tunduk pada keadaan, tidak mengalirkan diri pada arus air, dan tetapi

63
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

secara konstruktif aktif, proaktif, kreatif dan produktif mengelola tantangan


menjadi self achievement dalam menjalankan tugas sebagai guru kelas.
Peran guru kelas yang integrative seyogyanya didorong oleh
kompetensi guru yang kreatif. Karena kreativitas guru adalah modal yang
dapat mewujudkan proses pembelajaran integrative dapat dilaksanakan.
Pelaksanaan pembelajaran kreatif tentu dimulakan dari perencanaan
pembelajaran kreatif pula, sehingga proses pembelajaran yang
dilaksanakan akan berlangsung dengan kreatif.

Pembelajaran Integratif oleh Guru Kelas


Pembelajaran integrative oleh guru kelas dapat diwujudkan apabila
guru kelas dapat merencanakan pembelajaran secara terintegrasi.
Pengembangan perencanaan pembelajaran terintegrasi tidak lepas dari
kesiapan dan kreativitas dari guru kelas. Guru kelas sebagai unsure utama
pendidikan sangat penting untuk menjadi pribadi yang kreatif. Sebagaiman
dimaklum bawah orientasi pendidikan untuk pengembangan sumber daya
manusia (human development resources) terus menerus mengalami proses
suistainable of development, penyesuaian dengan perkembangan global.
Sumber daya manusia yang dibutuhkan diera global ini adalah sumber daya
yang kreatif. Sudah sangat emergency bahwa fenomena global ini telah
memaksa negaranya untuk menyiapkan sumber daya manusia yang kreatif.
Karena perkembangan yang terjadi dalam dunia global saat ini lahir dari
proses yang kreatif, sehingga sering didengar terminology ekonomi kreatif,
industry kreatif, teknologi kreatif dan bentuk kreativitas lainnya, termasuk
di dalamnya pendidikan kreatif. Perjalanan pendidikan kreatif bermula dari
kemandulan pendidikan transformatif dan kegelisahan atas pendidikan
pasif yang telah begitu lama membelenggu kreativitas, yang menjadi salah
satu penyebab pendidikan Indonesia dipercaturan kompetisi dunia berada
pada urutan 140 dari 141 negara, jauh lebih rendah dari Negara
tetangganya Malaysia dan Singapura, sangat mengerikan.
Untuk saat ini pendidikan kreatif merupakan senjata ampuh yang
dapat diandalkan untuk menghadapi tantangan kemajuan teknologi dan
informasi kreatif, kebangkitan industry kreatif dan budaya kreatif,
perkembangan pendidikan kreatif di tingkat internasional, pergeseran
kekuatan ekonomi kreatif dunia, perdagangan modern kreatif yang
dimotori dengan wadah World Trade Organization (WTO), Association of
Southeast Asian Nations (ASEAN) Community, Asia-Pacific Economic
Cooperation (APEC), dan ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan transformasi
pendidikan melalui Trends in International Mathematics and Science Study
(TIMSS) dan Program for International Student Assessment (PISA) yang
menjadi basis informative keharusan diterapkannya pendidikan kreatif.

64
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Implementasi pendidikan kreatif sejatinya lebih dari sekedar


mengarahkan peserta didik untuk mengoptimalkan kemampuan logika
kritisnya tetapi jauh mengembangkan kemajuan imajinasi dan merakit
makna hikmah dibalik teks yang dipelajarinya atau yang disebut Ausubel
dengan istilah meaningfull learning. Oleh karena itu pendidikan kreatif
menjadi oreintasi pendidikan yang siap menghadapi tantangan besar dari
cita-cita pendidikan diantaranya pertama, tantangan untuk meningkatkan
nilai tambah (added value), yaitu meningkatkan produktivitas nasional,
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Kedua, tantangan transformasi
masyarakat dari masyarakat agraris menuju masyarakat modern, menuju
masyarakat industry yang menguasai teknologi dan informasi. Ketiga
tantangan global yaitu daya saing bangsa baik dalam menghasilkan
karya-karya yang bermutu serta ipteks. Keempat, tantangan kolonialisme
baru dbidang IPTEKS seperti berkembangnya teknologi informasi (Sidi,
2003: 42)
Mengapa pendidikan kreatif? Secara demografis, Tentu saja saat ini
jumlah penduduk Indonesia usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dari
usia tidak produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan orang tua berusia 65
tahun ke atas). Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai
puncaknya pada tahun 2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%. Oleh
sebab itu tantangan besar yang dihadapi adalah mengupayakan secara
serius agar sumberdaya manusia usia produktif yang melimpah ini dapat
ditransformasikan menjadi sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi
dan keterampilan kreatif melalui pendidikan kreatif agar tidak menjadi
beban (Permendikbud, No 66 tentang Standar Proses)
Pendidikan kreatif merupakan payung bagi proses panjang atas
sinergisitas berbagai komponen pendidikan yang secara formal dimuat
dalam standar nasional pendidikan mulai standar isi, standar proses,
standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan,
dan standar penilaian pendidikan. Standardisasi pendidikan nasional
tersebut harus ditafsirkan, dikembangkan dan direncanakan oleh guru
kedalam pembelajaran. Proses pembelajaran berlangsung dengan kreatif
apabila guru menyusun perencanaan pembelajaran secara kreatif.
Perencanaan pembelajaran kreatif akan mendorong terwujudnya
pendidikan kreatif dan terbentuknya sumber daya manusia kreatif seperti
yang diamanahkan UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 tentang fungsi dan
tujuan Pendidikan Nasioanal. Perencanaan pembelajaran kreatif harus
dikembangkan berdasarkan tujuan pencapaian peserta didik yang kreatif.
Oleh karena itu intaks, daya dukung dan kompleksitas materi ajar menjadi
pertimbangan serius untuk pencapaian kompetensi peserta didik yang
kreatif (creative achievement).

65
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Perencanaan pembelajaran merupakan salah satu tugas pedagogic


guru. Bahkan dalam konteks ilmu manajemen “kesanggupan menyusun
perencanaan pembelajaran oleh guru adalah bagian dari keterampilan
kepemimpinan guru” (Arends, 2013:97). Seorang guru harus memiliki
kemampuan merencanakan pembelajaran. Dari perencanaan pembelajaran
yang disusun dan dikembangkan oleh guru inilah starting step dari cita-cita
besar mendorong dan mewujudkan generasi yang kreatif dan siap
menghadapi tantangan global. Tercapainya cita-cita mewujudkan generasi
kreatif sudah barang tentu akan optimal apabila guru menyusun dan
mengembangkan perencanaan pembelajaran kreatif.
Kreativitas peserta didik terlahir dari scaffolding (bantuan ekternal)
yang distimulasi oleh guru yang kreatif. Scaffolding ini adalah terminology
yang diperkenalkan oleh Vygotsky dari teori Zone of Proximal Development.
Teori ini menjelaskan tentang siapapun akan bisa menjadi kreatif yang
terpenting adalah factor-faktor eksternalnya dapat memfasilitasi peserta
didik untuk kreatif. Fasilitator yang memiliki peran penting yang tidak bisa
tergantikan adalah guru kreatif. Guru memerankan dirinya sebagai
fasilitator adalah salah satu cara mendukung terbentuknya kreativitas
peserta didik. Hal ini menegaskan tentang kreativitas dapat dilatih,
dipelajari dan dioptimalkan, dengan kata lain kreativitas bukan bawaan
(natur), keturunan (hereditas) dan sesuatu yang telah ada (given).
Kreativitas dapat dilatihkan sejak anak usia dini, apalagi anak usia
MI/SD. Kreativitas terlahir dari imanjinasi. Imajinasi lebih dari sekedar logika
dan rasional. Anak usia MI/SD adalah anak yang berada pada usia
kronologis kisaran 6-12 tahun. Pada usia ini para ahli psikologi
perkembangan menyebutnya sebagai masa golden age. Hal ini dapat
dipahami karena anak usia MI/SD sangatlah imajinatif dan kreatif.
Perhatikanlah anak-anak usia MI/SD dapat mengimajinasikan pelepah
pisang seolah-olah kuda, dapat mengimajinasikan dus bekas mie menjadi
pesawat dan lain-lain.
Bayangkan, jika guru dapat merencanakan pembelajaran secara
kreatif untuk tingkat MI/SD dalam mengembangkan pembelajarannya baik
materi ajarnya, strategi pembelajarannya, pengelolaan kelasnya dan lain
sebagainya sudah barang tentu akan lahir lebih banyak peserta didik kreatif.
Karena pembelajaran pada jenjang MI/SD adalah pondasi yang mendasari
kreativitas peserta didik pada jenjang yang lebih tinggi.

Tantangan Integrasi Keilmuan Guru Kelas


Amanat UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 yang dijabarkan dalam
Peraturan Pemerintah, dipertegas dalam Peraturan Menteri sampai
diperinci dalam lapiran peraturan menteri atau bahkan juga
dioperasionalisasi menjadi peraturan dirjen pendidikan serta

66
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

distandarisasikan badan standar nasioanl terdapat hal-hal yang harus


dijalankan oleh seorang guru kelas.
Adanya amanat tersebut menjadi tantangan serius bagi guru kelas
untuk diwujudkan secara nyata dalam proses pembelajaran dalam kelas.
Setidaknya isi amanat tersebut adalah berkenaan dengan perwujudan
tujuan pendidikan nasional. Sebagai dimaklum bahwa tujuan pendidikan
nasional agar berkembangnya potensi peserta didik untuk mewujudkan
peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Mahas Esa,
cakap, kreatif, berilmu, beramal, bertanggungjawab dan demokratis.
Frame tujuan pendidikan nasional tersebut sangat jelas, lugas, dan
tegas serta merupakan tantangan yang tidak sederhan bagi guru kelas.
Apalagi jenjang pendidikan dasar usia MI/SD adalah pondasi yang teramat
sangat fundamentasl bagi keberlangsungan perwujudan tujuan pendidikan
nasional pada jenjang selanjutnya. Jadi apabila dasar-dasar tujuan
pendidikna nasional tersebut tidak tertanam secara dini dalam proses
pembelajaran di kelas pada jenjang pendidikan dasar, sudah barang tentu
dapat diramalkan sebagai awal dari mimpi buruk bagi pendidikan dijenjang
selanjutnya.
Oleh karena itu, pemahaman guru kelas terhadap tujuan pendidikan
nasional sangatlah urgent, mengingat guru kelas merupakan front line
officer dari perwujudan pendidikan nasional tersebut. Guru kelaslah yang
akan menterjemahkannya melalui proses perencanaan pembelajaran yang
matang, pengelolaan kelas yang kondusif, metode pembelajaran yang
menyenangkan dan menantang.
Tantangan lain dapat dilihat dari fenomena pendidikan nasional dari
berbagai sisi mulai dari fenomena pendidikan nasioanal dikancah global,
fenomena pendidikan nasional dari profil pendidik, fenomena pendidikan
nasional dari prilaku peserta didik dan fenomena kesiapan pendidikan
nasional dimasa mendatang. Hal ini perlu diketahui bahwa untuk
mengikatkan ikat pinggang menyingsingkan baju lengan guna melakukan
recovery dari hal-hal lebih buruk dari pendidikan nasional.

Pertama, fenomena pendidikan nasional dikancah global.


Fenomena pendidikan nasional dikancah global dapat dilihat dari
daya saing kompetensi internasional peserta didiknya, dan dapat dilihat
dari kualitas pendidikan nasionalnya. Dari daya saing peserta didiknya
menurut laporan TIMSS, daya saing kompetensi peserta didik Indonesia
berada jauh dari Negara lain dengan kata lain berada pada kategori Lower
Order Thinking Skill (LOTS). Dari kualitas pendidikan nasionalnya dalam
persaingan dunia global, Indonesia berada pada urutan 114 dari 144 negara
di dunia.

67
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Kedua, fenomena pendidikan nasional dari profil pendidik.


Berbagai berita informasi yang sangat menyakitkan bagi dunia
pendidikan terkait erat dengan profil pendidik di Indonesia, meskipun tidak
dapat dibilang sampel yang berlaku general hanya saja hal ini dapat menjadi
virus yang apabila dibiarkan dapat merebak dan menular kepada yang lain,
tetapi sekalipun tidak hal tersebut telah mencoreng wajah pendidikan
nasional. Prilaku tersebut diantaranya guru yang membuly peserta didiknya,
guru yang melakukan pelecehan seksual dan guru yang malas belajar dan
mengajar.

Ketiga, fenomen pendidikan nasional dari prilaku peserta didik.


Juvenile delequency; kenakalan remaja! ternyata terminology
tersebut ditampilkan oleh remaja berbaju seragam sekolah dengan kata lain
oleh remaja yang sedang berada dalam lembaga pendidikan. Aksi tawuran,
saling jotos, dan menyontek dalam mengerjakan ujian menjadi informasi
hangat dan menarik media masa untuk terus dibombardir diberitakan
bahkan berkeliaran dijalanan nongkrong dan nangkring dipinggir jalan pada
saat belajar. Prilaku bullying terjadi tidak hanya ditingkat Atas, Menengah
bahkan pada tingkat Dasar saja terjadi. Tentu hal ini sangat memprihatikan.

Keempat, fenomena pendidikan nasional dengan dekaraterisasi kebangsaan


Karakter kebangsaan yang berakar pada akar budaya bangsa mulai
terkikis habis dimakan globalisasi, asimiliasi dan akomodasi budaya yang
telah meluluhlantahkan karakter kebangsaan yang berbasis Pancasila.
Diabad 21 ini, era pasa bebas bergulir dengan istilah MEA
(Masyarakat Ekonomi Asean) yaitu mayarakat ekonomi yang berkompetisi
dalam bursa perekonomian Asean. Relevansinya dengan pendidikan adalah
bahwa pendidikan akan mensuply sumber daya manusia handal ditengah
kancah kompetisi tersbut. Oleh karena itu guru kelas sejatinya
menyisingkan baju lengan untuk menghadapi situasi internasional ini.
Guru kelas saatnya think globally act locally untuk menyongsong
perubahan dahsyat tersebut, karena kondisi tersebut bukan barang yang
dapat ditahan tetapi kondisi yangharus dihadapi, diimbangi, atau bahkan
dicover dengan skill dan prestasi internasionalnya.
Kompetisi tingkat internasional telah diwadahi oleh kegiatan
olimpiade TIMMS, dan lain sebagainya. Hal ini menggambarkan bahwa
kualitas pendidikan nasional dipertaruhkan dalam kompetisi tersebut. Oleh
karena itu seandainya guru kelas sebagai unsure dasar berpangku tangan
berprinsip mengalir seperti air, tampaknya pendidikan nasional lambat laut
dalam bom waktu akan tetap menjadi pendidikan yang tertinggal jauh dari
Negara lain, sementara ini diketahui bahwa Pendidikan Nasional berada
pada rangking 114 dari 160 negara yang terlibat, mengerikan.

68
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Langkah nyata pendidikan nasional dalam menyiapkan persaingan


global yang nyata didepan mata ini adalah dengan melakukan perubahan
kurikulum. Perubahan kurikulum memang dibutuhkan untuk mendorong
paradigma guru yang futuristic para guru dalam melaksanakan
pembelajaran dan mempersiapkan generasi emas peserta didik diera
kompetisi terbuka ini.

Pertama, Pendidikan Karakter


Implementasi pendidikan karakter tampaknya sangat urgent dinegara
yang sedang sakit ini, oleh karena itu pendidikan karanter sejatinya menjadi
agenda yang fundamental untuk mengembalikan akar karakter kebangsaan
Indonesia yang patriotic, heroic, religious, pemberani dan lain sebagainya
terframe dalam nilai-nilai Pancasila.

Kedua, Perubahan Kurikulum


Sejak tahun 2013, kurikulum 2013 dideklarasikan sebagai kurikulum
yang disiapkan untuk menghadapi berbagai tantangan pendidikan nasional
baik eksternal mapun internal. Perubahan ini tidak mudah diterima oleh
masyarakat pendidikan, tetapi dengan visi panjang pemerintah kedepan
dengan semangat revolusi mental pendidikan harus sustainable of
development, sesuai dengan kebutuhan zaman. Setidaknya kebutuhan
zaman adalah melakukan proses pembelajaran berbasis teknologi,
pembelajaran berbasis karakter dan pembelajaran berbasis nilai-nilai
universal keagamaan.

Ketiga, Paradigma Pembelajaran


Paradigma pembelajaran dimaksudkan untuk menjelaskan beberapa
paradigma yang harus diperhatikan guru dalam melaksanaan pembelajaran,
hal ini tentu dapat dijadikan pijakan dalam mengembangan perencanakan
pembelajaran. Paradigm pembelajaran berkaitan dengan berberapa hal
diantaranya: pertama, mind set pendidik dalam melaksanakan
pembelajaran; kedua, mind set pendidik terhadap peserta didik; ketiga,
mind set pendidik terhadap media pembelajaran; keempat, mind set
pendidik terhadap kurikulum; keempat, mind set pendidik terhadap
kualitas diri.
Keberdaan paradigma tersebut menjadi tantangan pendidik dalam
mengembangkan perencanaan pembelajaran. Tantangan ini harus dihadapi
oleh pendidik dengan legowo, positive thinking, positive acting dan positive
paradigme. Sejenak kita uraikan paradigma tersebut supaya dapat dicerna
lebih mendalam serta aplikatif.

69
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

1. Mind set pendidik dalam melaksanakan pembelajaran


Dalam melaksanakan pembelajaran biasanya, setting mind pendidik
bergejolak dan muncul statement mind yang secara tidak langsung menjadi
penghambat terlaksananya pembelajaran secara optimal misalnya:“ah
materi ini mudah bagi peserta didik, sehingga tidak perlu susah
merencanakan pembelajaran”, “ah yang belajar kan anak orang, ngapain
susah-susah merencanakan pembelajaran”, “ah kan gajinya juga kecil,
sementara media pembelajaran gak ada, sudah mengajar saja untung”, ah
dan lain sebagianya.
Betapa terasa pengaruh mind set itu telah menggugah dan
mengubah pelaksanaan pembelajaran. Ketika ide ditulis saya
membayangkan bagaimana mengajar, apa yang akan diajarkan, apa yang
dipersepsikan pesert didik, serta apa yang akan diperoleh pesert didik. mind
set ini penting diwujudkan ketimbang banyak “ah” yang justru tidak ada
yang dibuat, padahal kata “ah” menyiratkan bahwa sebenarnya pendidik
tahu yang seharusnya dalam melaksanakan pembelajaran akan tetapi
mengalah pada kata “ah” sehingga yang seharusnya itu tidak terwujud.
Keharusan yang dimaksud adalh sebaliknya dari statement mind diatas
menjadi “materi ini perlu disajikan dengan cara yang menyenangkan dan
menantang bagi peserta didik, Karena mudah itu bagi guru belum tentu
bagi peserta didik”, “betul mereka pesert didik itu adalah anak orang lain,
tetapi mereka dititipkan diamanahkan kepada Anda, sudah seperlunya
amanat itu disiapkan dan dibina secara serius”, “perlu dibedakan
pembelajaran dengan keadaan gaji yang kecil, karena dua hal yang berbeda
meskipun dapat saling berkaitan, nyatanya Anda memilih melaksanakan
pembelajaran padahal sudah tahu bahwa itu bergaji kecil, oleh karena itu
jika dasarnya gaji kecil dalam pembelajaran itu bukan alasan logis untuk
mengabaikan upaya serius dalam pembelajaran”, “media pembelajaran itu
penting, dia mempermudah penjelasan dan pemahaman peserta didik,
menghadirkan media pembelajaran juga penting karena bagian dari upaya
serius dalam melaksanakan pembelajaran oleh karena itu ketiadaan
media tidak perlu juga menghilangkan kreativitas Anda sebagai guru”.

2. Mind set pendidik terhadap peserta didik


Mind set pendidik terhadap peserta didik sejatinya dibangun diatas
tanggungjawab untuk optimalisasi potensi pesert didik. Oleh karena itu
perencanaan pembelajaran sejatinya diarahkan untuk optimalisasi potensi
peserta didik. Potensi peserta didik untuk jenjang anak usia MI/SD
sangatlah produktif dan konstruktif. Potensi tersebut dapat berupa multiple
intelegence seperti yang teorikan oleh Howard Gardner, bisa juga
kemampuan berpikir operasional konkrit seperti yang disimpulkan oleh
J.Piaget, atau berupa industry versus doubt seperti yang analisis oleh

70
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Skinner, dapat juga berupa potensi berpikir konstruktive seperti yang


diamati oleh Brunner, atau bahkan juga berupa kemampuan berpikir
bermakna seperti yang disintesa oleh Ausuble. Tampaknya sejumlah ahli
psikologi perkembangan telah memberikan rambu-rambu dari berbagai sisi
terhadap seperti apa potensi yang sejatinya dioptimalisasi oleh pendidik
terhadap peserta didik baik potensi social, potensi berpikir, potensi bahasa,
potensi kepribadian maupun potensi lainnya yang menggambarkan
dinamika keunikan peserta didik sebagai manusia.
Dalam konteks membangun mind set yang progressif dan kontsruktif
terhadap peserta didik dapat disimak kisah yang konon terjadi di US
Amerika Serikat. Kisah ini didapat dari broadcast media social bersumber
dari Bakersfield, USA Januari 2016 dan sangat menarik untuk dipublikasikan
dan layak untuk direnungkan guna menginspirasi mind set para pendidik
terhadap optimalisasi potensi peserta didik.

Competition vs Coopertasion
“Jumat lalu kedua anak saya menerima Report Card dari sekolah Ronald
Reagan Elementary School. Di Indonesia namanya Raport. Melihat
keduanya dapat nilai-nilai yang sangat bangus sementara tidak
tercantum informasi tentang ranking, saya tergoda bertanya ke salah
satu gurunya. “anak saya ranking berapa, Ms. Batey?”. “kenapa Anda
orang Asia selalu bertanya begitu?” jawabanya. (aduh, salah apa ya,
batin saya) “Anda sangat suka sekali berkompetisi. Dilevel anak Anda,
tidak ada ranking2an. Tidak ada competition. Kami mengajari mereka
tentang cooperation alias kerjasama. Mereka harus bisa berkerja dalam
team work dan mereka harus bisa cepat bersosialisasi dan beradaptasi.
Mereka harus punya banyak teman. Lebih penting bagi kami untuk
mengajari mereka story telling dan bagaimana mengungkapkan isi
pikiran dalam bahasa yang terstruktur dan sistematis. Kami mengajari
mereka logika dalam setiap kalimat yang mereka ucapkan”. Dari sini
rupanya kenapa teman-teman saya dikantor mentalnya “how can I help
you”, hampir gak pernah saya lihat jegal-jegalan. Dan di US, hampir
semua profesi mendapatkan penghasilan yang layak, tidak harus semua
jadi “dokter” seperti di Indonesia. Semua orang boleh mencari
penghidupan sesuai passionnya, sehingga semua bidang kehidupan
sangat berkembang maju karena diisi orang-orang yang bekerja dengan
gairah. Saya jadi ingat, memang pendidikan di negeri saya sangat
kompetitif. Banyak orang tua yang narsis memajang prestasi
anak-anaknya di social media. Tanpa disadari sebagai dari mereka nanti
akan tumbuh menjadi orang-orang yang terlalu suka berkompetisi dan
lupa bekerja sama. Kiri kanannya dianggap saingan dan dirinya harus

71
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

menjadi yang terbaik. Mending kalau dia mengembangkan dirinya


supaya memenangkan persaingan, yang ada kadang mereka
menunjukkan baik dirinya dengan cara mengungkapkan jeleknya orang
lain. Kalau buka kita siapa lagi, begitu jargonnya… Betapa arogannya.
Seakan-akan yang lain tidak mampu dan hanya dia yang mampu. Sakit
mentalnya…Bapaknya yang berkesempatan sekolah di sekolah yang
konon terbaik di tanah air sebenarnya juga pernah kena sindorm yang
sama. Bagaimana tidak? Setiap hari dicekoki bahwa Anda putra terbaik
bangsa, calon pemimpin masa depan dan lain-lain selama
bertahun-tahun. Tidak perlu saya cerita bagaimana yang Maha Kuasa
memberikan tamparan bertubi-tubi di awal-awal masa kerja, supaya
saya tidak terlalu jauh tersesat. “Aku menang!..... aku menang!” begitu
suara anak-anak dari sebuah gang di ibu kota. Entah permainan apa
yang dimenangkannya… entah kapan dia sadar bahwa hidup bukan
melulu soal menang dan kalah.

Kompetensi Integrative Guru Kelas


Penting sekali, bahwa guru kelas sebagai front line officer memiliki
kompetensi integrative yang akuntabel dan handal. Kompetensi integrative
yang dimilik oleh guru kelas akan menggambarkan positioning guru kelas
sebagain role model dan yang patut digugu dan ditiru. Mengapa guru kelas
harus memiliki integrasi keilmuan dalam pembelajaran? Tentu jawabannya
adalah karena Guru Kelas yang telah distandardisasi secara nasional secara
yuridis formal dalam UU Guru dan Dosen No 14 tahun 2015 bahwa
sebenarnya, secara kompetensi guru kelas sejatinya memiliki empat
kompetensi secara integrative. Kompetensi guru kelas tersebut sebagai
berikut:

1. Kompetensi Profesional
Kompetensi professional untuk guru kelas jenjang MI/SD adalah
penguasaan guru terhadap muatan mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa
Indonesia, PKn dan Matematika
2. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik berkaitan dengan tugas-tugas keguruan seperti
merancang pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai
pembelajaran. Sehingga apabila dikorelasikan dengan tugas pokok guru
adalah bahwa kompetensi pedagogic berkaitan dengan kesanggupan
guru kelas dalam membimbing, menilai, mengarahkan, dan
mengevaluasi.
3. Kompetensi Kepribadian
Guru adalah seorang pribadi. Kepribadian guru sejatinya menjadi role
model bagi peserta didiknya. Oleh karena itu seorang guru hendaknya

72
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

memiliki kompetensi kepribadian yang menyenangkan yang


memancarkan iklim social yang ramah dan berwibawa bagi peserta
didik.
4. Kompetensi Sosial
Guru kelas adalah individu dalam kelompok masayakat yang luas,
kemampuannya dalam membangun komunitas belajar dan
berkomunikasi baik kepada peserta didik secara harmoni
menggambarkan kepemilikan kompetensi kepribadian guru.

Pola Integrasi Keilmuan Guru Kelas


Pola Integrasi keilmuan guru kelas adalah dengan menerapkan
pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan Kompetensi Dasar
dari berbagai mata pelajaran yaitu intradisipliner, interdisipliner,
multidisipliner, dan transdisipliner.

1. Pola Integrasi intradisipliner


Integrasi intradisipliner dilakukan dengan cara mengintegrasikan
dimensi ikap, pengetahuan, dan keterampilan menjadi satu kesatuan yang
utuh di setiap mata pelajaran. Dari pola integrasi ini guru kelas sejatinya
memiliki kompetensi yang integrative sebagai sosok yang digugu dan ditiru
dari berbagai seginya baik sikap, pengetahuan dan keterampilannya.

2. Pola Integrasi interdisipliner


Integrasi interdisipliner dilakukan dengan menggabungkan
Kompetensi Dasar Kompetensi Dasar beberapa mata pelajaran agar terkait
satu dengan yang lainnya, sehingga dapat saling memperkuat, menghindari
terjadinya tumpang tindih, dan menjaga keselarasan pembelajaran. Dari
pola ini sang guru kelas sejatinya memiliki wawasan dari berbagai disiplin
ilmu pengetahuan karena proses pembelajaran harus dapat
menggabungkan barbagai muatan keilmuan baik Ilmu Pengetahuan Sosial,
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), matematika, Pendidikan kewarganegaraan
(Pkn), dan Bahasa Indonesia.

3. Pola Integrasi multidisipliner


Integrasi multidisipliner dilakukan tanpa menggabungkan
Kompetensi Dasar tiap mata pelajaran sehingga tiap mata pelajaran masih
memiliki Kompetensi Dasarnya sendiri. Seorang guru kelas akan
mengajarkan semua mata pelajaran yang berbasis pada keilmuan tertentu
secara tersendiri yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA), matematika, Pendidikan kewarganegaraan (Pkn), dan Bahasa
Indonesia, hal ini tentu meniscayakan guru kelas memiliki keilmuan yang
integratik.

73
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

4. Pola Integrasi Transdisipliner


Disamping pola di atas, sang guru kelas harus tampila sebagai pribadi
yang mampu mengintegrasikan keilmuannya secara kontekstual yang
disebut dengan Integrasi transdisipliner. Integrasi transdisipliner dilakukan
dengan mengaitkan berbagai mata pelajaran yang ada dengan
permasalahan-permasalahan yang dijumpai di sekitarnya sehingga
pembelajaran menjadi kontekstual. Tema merajut makna berbagai konsep
dasar sehingga peserta didik tidak belajar konsep dasar secara parsial.
Dengan demikian, pembelajarannya memberikan makna yang utuh kepada
peserta didik seperti tercermin pada berbagai tema yang tersedia. Tematik
terpadu disusun berdasarkan gabungan proses integrasi seperti dijelaskan
di atas sehingga berbeda dengan pengertian tematik seperti yang
diperkenalkan pada kurikulum sebelumnya. Selain itu, pembelajaran
tematik terpadu ini juga diperkaya dengan penempatan Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia di Kelas I, II, dan III sebagai penghela mata pelajaran lain.
Melalui perumusan Kompetensi Inti sebagai pengikat berbagai mata
pelajaran dalam satu kelas dan tema sebagai pokok bahasannya, sehingga
penempatan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia sebagai penghela mata
pelajaran lain menjadi sangat memungkinkan.

Penguatan peran Mata Pelajaran Bahasa Indonesia dilakukan secara


utuh melalui penggabungan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial ke dalam Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia. Kedua ilmu pengetahuan tersebut menyebabkan Mata
Pelajaran Bahasa Indonesia menjadi kontekstual, sehingga pembelajaran
Bahasa Indonesia menjadi lebih menarik.
Pendekatan sains seperti itu terutama di Kelas I, II, dan III
menyebabkan semua mata pelajaran yang diajarkan akan diwarnai oleh
Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial.
Untuk kemudahan pengorganisasiannya, Kompetensi Dasar-Kompetensi
Dasar kedua mata pelajaran ini diintegrasikan ke mata pelajaran lain
(integrasi interdisipliner).
Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
diintegrasikan ke Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia dan
Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika. Kompetensi Dasar Mata
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial diintegrasikan ke Kompetensi Dasar
mata pelajaran Bahasa Indonesia, ke Kompetensi Dasar Mata Pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, dan ke Kompetensi Dasar
Mata Pelajaran Matematika.
Sedangkan untuk kelas IV, V, dan VI, Kompetensi Dasar Mata
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial
masingmasing berdiri sendiri, sehingga pendekatan integrasinya adalah

74
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

multidisipliner, walaupun pembelajarannya tetap menggunakan tematik


terpadu.
Prinsip pengintegrasian interdisipliner untuk Mata Pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial seperti diu diuraikan di
atas dapat juga diterapkan dalam pengintegrasian muatan lokal.
Kompetensi Dasar muatan lokal yang berkenaan dengan seni,
budaya, keterampilan, dan bahasa daerah diintegrasikan ke dalam Mata
Pelajaran Seni Budaya dan Prakarya. Kompetensi Dasar muatan lokal yang
berkenaan dengan olahraga serta permainan daerah diintegrasikan ke
dalam Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan.

Penutup
Guru kelas dengan perannya yang sangat integrative memerlukan
kemampaun merencanakan pembelajaran integrative. Namuan dalam
pelaksanaan pembelajaran integrative oleh guru kelas, sang guru kelas
sudah dipastikan menemukan tantangannya yang harus dihadapi dengan
komitmen yang kuat dan dedikasi yang tinggi. Tantanngan tersebut tentu
saja dapat diatasi dengan kepemilikian kompetensi guru kelas yang
komprehensif baik kompetensi pedagogic, profesionalisme, kepribadian
dan social. Dengan modal kompetensi tersebut sang guru kelas dapat
melaksanakan pembelajaran yang terintegrasi melalui pola pembelajaran
intradisipliner, multidisipliner, transdisipliner, dan interdisipliner secara
ternintegrasi dengan tema pembelajaran. Akhirnya dengan pola tersebut
berhasil dilakung oleh guru kelas dapat terwujud profil guru yang kelas yang
memiliki integrasi keilmuan.

Daftar Pustaka

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, Mengembangkan Standar


Kompetensi Guru, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.
Atwi Suparman, Desain Instruksional, Jakarta: PAU-PPAI, 1994.
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta,
2002.
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Konsep, Karakteristik, dan
Implementasi), Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.
Santi Maudiarti dkk., Prinsip-prinsip Disain Pembelajaran, Jakarta: Kencana,
2007.
Sidi, Indra Djati, Menuju Masyarakat Belajar: Menggagas Paradigma Baru
Pendidikan. Jakarta: Paramadina, 2003.

75
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Winkel, W.S., Psikologi Pengajaran, Jakarta: PT Grasindo, 1991.


Andi Prastowo, Pengembangan Bahan Ajar Tematik: Tinjauan Teoritis dan
Praktik. Jakarta: Prenada Media Group, 2014.
Richard I. Arends, Learning To Teach. Alih Bahasa: Made Frida Yulia.
Belajar untuk Mengajar. Jakarta: Salemba Humanika, 2013
Permendikbud, No 57 tahun 2014 tentang Kerangka Dasar Kurikulum Dan
Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
UU No 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional

76
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

PERANAN KELUARGA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER ANAK PERSPEKTIF


KEILMUAN, KE-ISLAM-AN DAN KE-INDONESIA-AN

Siti Masyithoh
Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
FITK Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah Jakarta
Email : masyithohhambali@gmail.com

Abstrak
Tulisan ini adalah tulisan yang berbentuk naratif deskriptif berbasis teori
yang bertujuan untuk mengkaji tentang peranan keluarga dalam
pembentukan karakter anak dalam konteks keilmuan, ke-Islam-an, dan
ke-Indonesia-an. Keluarga sebagai faktor ekologi yang terdekat dengan
anak memiliki peranan yang paling strategis dibandingkan dengan faktor
ekologi yang lainnya dalam proses pendidikan dalam rangka membentuk
pribadi anak yang berkarakter. Artinya, dibutuhkan keluarga yang sehat
agar terbentuk pribadi yang ideal. Pribadi yang ideal adalah pribadi yang
sehat jasmani dan rohani. Pribadi yang berkembang secara optimal dalam
segala aspek perkembangan, baik perkembangan intelektual, sosial, moral,
emosi, maupun spiritual.

Kata Kunci: keluarga, karakter, pendidikan

A. Pendahuluan
Tujuan pendidikan pada umumnya ialah menyediakan lingkungan
yang memungkinkan anak didik untuk dapat mengembangkan bakat dan
kemampuannya secara optimal, sehingga ia dapat mewujudkan dirinya dan
berfungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadi dan
masyarakatnya. Sistem pendidikan nasional Indonesia merumuskan tujuan
pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya.(UU Republik Indonesia, 2003). Manusia
Indonesia seutuhnya dimaknai sebagai manusia yang cerdas, bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkepribadian bangsa Indonesia.
Dengan kata lain adalah mengembangkan manusia dalam segala aspek
perkembangan, baik perkembangan intelektual, sosial, moral, emosi,
maupun spiritual.
Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi pembentukan
pribadi anak adalah keluarga. Pola pendidikan dalam keluarga akan
berbanding lurus dengan pola pikir dan pola perilaku anak. Oleh karena itu,
untuk membentuk pribadi yang sehat diperlukan keluarga yang sehat pula.
Tulisan ini akan membahas tentang bagaimana peran keluarga dalam

77
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

pembentukan karakter anak dari perspektif ilmu pengetahuan, perspektif


agama, dan persepektif keindonesiaan.
Masalah yang ada dalam pembahasan ini adalah :“Bagaimana peran
keluarga dalam pembentukan pribadi anak yang berkarakter?”

B. Pembahasan
Maraknya kasus bullying yang dilakukan siswa Sekolah Dasar
belakangan ini cukup mengejutkan. Bahkan bullying yang dilakukan
anak-anak tersebut disebagian kasus telah menelan korban jiwa. Tentu saja
hal tersebut sangat memprihatinkan kita semua karena masa depan bangsa
yang dipertaruhkan. Agaknya kita tidak perlu menganggap pihak-pihak
tertentu sebagai yang paling bertanggung jawab, karena pada hakikatnya
pendidikan anak adalah tugas kita bersama. Baik itu pemerintah sebagai
support sistem dan seluruh lini masyarakat seperti lingkungan sekolah dan
utamanya keluarga.
Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya
mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih
sayang dan pendidikan nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial
budaya yang diberikannya merupakan faktor yang kondusif untuk
mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.
Menurut Hurlock pengaruh yang mendalam dari hubungan anak dengan
keluarga jelas terlihat dalam berbagai bidang kehidupan. Yang terpenting
diantaranya adalah: Pertama, pekerjaan di sekolah dan sikap anak terhadap
sekolah sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan anggota keluarga.
Hubungan keluarga yang sehat dan bahagia menimbulkan dorongan untuk
berprestasi, sedangkan hubungan yang tidak sehat dan tidak bahagia akan
menimbulkan ketegangan emosional yang biasanya memberikan efek yang
buruk pada kemampuan berkonsentrasi dan kemampuan untuk belajar.
Kedua, hubungan keluarga mempengaruhi penyesuaian diri secara sosial di
luar rumah. Bila hubungan keluarga menyenangkan, penyesuaian sosial
anak di luar rumah lebih baik daripada hubungan keluarga yang tegang.
Ketiga, peran yang dimainkan di rumah menentukan pola peran di luar
rumah, karena peran yang harus dilakukan di rumah dan jenis hubungan
dengan kakak-adik membentuk dasar bagi hubungannya dengan
teman-teman di luar rumah. Selanjutnya hal ini mempengaruhi pola
perilaku anak-anak terhadap teman-teman mereka. Keempat, jenis metode
pelatihan anak yang digunakan di rumah mempengaruhi peran anak. Kalau
digunakan metode otoriter, anak belajar menjadi pengikut, dan seringkali
menjadi pengikut yang tidak puas seperti hubungannya dengan orang tua.
Sedangkan metode demokratis mendorong berkembangnya kemampuan
memimpin dalam diri anak. Kelima, pelatihan di rumah mempengaruhi
penggolongan peran seks. Stereotip peran seks yang dipelajari dan

78
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

bagaimana anak belajar melakukannya di luar rumah sangat dipengaruhi


oleh pelatihan yang diperoleh di rumah. Keenam, cita-cita dan prestasi anak
di berbagai bidang sangat dipengaruhi oleh sikap orang tua. Anak pertama
dan anak tunggal biasanya lebih ditekan untuk berprestasi daripada anak
yang lahir kemudian. Dan anak lebih banyak dibantu dan didorong untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan oleh orang tua. Ketujuh, anak akan
menjadi kreatif atau bersikap konformistis dalam perilaku sangat
dipengaruhi oleh pelatihan di rumah. Metode pelatihan anak yang
demokratis mendorong kreatifitas, sedangkan metode otoriter cenderung
mendorong sikap konformistis. Kedelapan, hubungan keluarga sangat besar
pengaruhnya dalam perkembangan kepribadian anak-anak. Pandangan
anak tentang diri mereka sendiri merupakan cerminan langsung dari apa
yang dinilai dari cara mereka diperlakukan oleh anggota-anggota keluarga.
(Hurlock, 1970)
Menganalisis penjelasan di atas, maka keluarga memiliki peranan
yang sangat strategis pada sepanjang kehidupan anak hingga anak dewasa
dan memiliki kehidupan sendiri. Cara pandang dan perilaku keluarga akan
menjadi cerminan bagi cara pandang dan perilaku anak. Meski perlu
digarisbawahi bahwa keluarga bukan satu-satunya variabel yang
mempengaruhi pribadi individu di masa mendatang. Disamping kondisi
internal anak, disana juga ada sekolah, teman sebaya, dan lingkungan sosial
di sekitar mereka yang semuanya akan berinteraksi membentuk
kepribadian anak hingga menjadi manusia dewasa dengan karakter racikan
dari seluruh komponen tersebut. Akan tetapi, dari semua variabel yang
berpengaruh, keluarga sebagai konteks sosial yang terdekat dengan anak
dengan masa interaksi yang lebih panjang tentu akan memberikan warna
yang lebih tajam bagi perkembangan anak dibandingkan dengan konteks
sosil lainnya. Oleh karena itu, keluarga, khususnya orang tua sebagai pihak
yang terdekat dengan anak harus dapat mengarahkan keluarga agar
menjadi keluarga yang fungsional. Keluarga yang fungsional/ ideal menurut
Alexander A. Scheiders adalah keluarga yang ditandai oleh ciri-ciri: (a)
minimnya perselisihan antar orang tua atau orang tua dengan anak, (b) ada
kesempatan untuk menyatakan keinginan, (c) penuh kasih sayang, (d)
penerapan disiplin yang tidak keras, (e) ada kesempatan untuk bersikap
mandiri dalam berpikir, merasa, dan berperilaku, (f) saling menghormati,
menghargai di antara orang tua dengan anak, (g) ada konferensi
(musyawarah) keluarga dalam memecahkan masalah, (h) menjalin
kebersamaan (kerjasama antar orang tua dan anak), (i) orang tua memiliki
emosi yang stabil, (j) berkecukupan dalam bidang ekonomi, dan (k)
mengamalkan nilai-nilai moral dan agama. Sedangkan keluarga yang
mengalami disfungsi menurut Hawari ditandai oleh ciri-ciri: (a) kematian
salah satu atau kedua orang tua, (b) kedua orang tua berpisah atau

79
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

bercerai, (c) hubungan kedua orang tua yang tidak baik, (d) hubungan orang
tua dengan anak tidak baik, (e) suasana rumah tangga yang tegang tanpa
kehangatan, (f) orang tua sibuk dan jarang di rumah, (g) salah satu atau
kedua orang tua mengalami kelainan kepribadian atau gangguan
kejiwaan.(Syamsu Yusuf, 2011)
Sementara itu dalam Islam, keluarga berperan penting dalam proses
pendidikan anak. Orang yang paling bertanggung jawab pada proses
pendidikan anak dalam keluarga adalah seorang ibu. Dari Abdullah bin
Umar dikatakan bahwa Rasulullah bersabda:
“….dan seorang istri adalah pemimpin bagi rumah suami dan
anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang
mereka..”(H.R. Bukhari Muslim)
Di dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman dalam surah Al-Furqan ayat
74, yang artinya:
“Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah
kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati
(Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”.(Q.S.
Al-Furqan).
Selanjutnya, berhubungan dengan pentingnya peranan orang tua
dalam pendidikan anak di dalam lingkungan keluarga ini juga dijelaskan
Allah SWT sesuai dengan firman-Nya didalam surah At-Tahrim ayat 6, yang
artinya sebagai berikut:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.”(Q.S. At-Tahrim).
Dari nash-nash diatas dapat diambil pelajaran bahwa orang yang
paling bertanggung jawab dalam proses pendidikan anak di keluarga adalah
seorang ibu. Oleh karena itu, seorang muslim harus berupaya dan berdoa
agar memperoleh isteri dan anak-anak yang menjadi penyejuk hati. Isteri
ditempatkan pertama dalam ayat tersebut yang mengisyaratkan bahwa
untuk menghasilkan anak-anak yang menyejukkan hati diperlukan ibu yang
meyejukkan hati pula. Namun pada ayat yang lain ditegaskan bahwa yang
bertanggung jawab dalam pendidikan seluruh keluarga adalah seorang
ayah. Ayah diperintah untuk dapat memelihara keluarganya dari siksa api
neraka. Artinya, seorang ayah diperintahkan untuk dapat membina dan
mendidik anak-anak dan isterinya agar menjadi pribadi-pribadi yang
fungsional dalam perannya secara vertikal dan horizontal.
Jika Hurlock menjelaskan bahwa pandangan anak tentang diri mereka
sendiri merupakan cerminan langsung dari apa yang dinilai dari cara mereka
diperlakukan oleh anggota-anggota keluarga, maka Rasulullah menjelaskan

80
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

bahwa: Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Setiap
anak dilahirkan dalam keadaan suci, ayah dan ibunyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” Proses pembentukan pribadi
anak yang sehat diperlukan kerja sama yang sinergis antara keluarga,
lingkungan sosial, dan support system (pemerintah).
Sementara itu, sebagai satuan dari sistem sosial masyarakat
Indonesia yang berbhineka, keluarga Indonesia harus mampu menjelaskan
hingga menginternalisasikan pemahaman tentang keberagaman kepada
anak-anaknya. Meskipun bagi penulis, pembentukan pribadi yang bertakwa
dalam perspektif Islam dengan sendirinya telah membentuk pribadi yang
berke-Indonesia-an. Pribadi yang bertakwa akan memahami keberagaman
dengan arif dengan istilah toleransi. Pribadi yang bertakwa akan memiliki
perilaku prososial, tidak merusak, tidak anarkis, dan toleran. Makna
toleransi di sini bukan toleran yang menerima segala prinsip tapi toleran
dengan memegang kuat prinsipnya. Lakum diinukum waliyadiin. Sehingga
ada istilah berkarakter dalam keberagaman. Bukan orang Islam yang
mengindonesia tapi orang Indonesia yang islami, orang indonesia yang
kristiani, orang indonesia yang budhis dan lain-lainnya yang saling
bertoleransi, pun dalam pengembangan agamanya sebagai agama misi.

C. Penutup
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka perlu diperhatikan
hal-hal yang terkait dengan pembentukan keluarga yang fungsional.
Pemerintah sebagai support sistem hendaknya memberikan perhatian
khusus pada hal tersebut. Angka perceraian yang tinggi, orangtua yang
terlalu sibuk dan hal lainnya yang mengarah pada gagalnya pembentukan
keluarga yang fungsional menjadi pekerjaan rumah yang serius untuk
dipikirkan dan ditindaklanjuti bersama-sama.

Daftar Pustaka

Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional.
Hurlock, Elizabeth, Psikologi Perkembangan, Terjemahan Istiwidayanti,
Jakarta: Erlangga, 1980.
Yusuf , Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung:
Rosdakarya, 2011.
Shahih Al-Bukhari dan Muslim.
Al Quran Terjemah.

81
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

REINTERPRETASI PARADIGMA ILMU SOSIAL


DAN ILMU AGAMA
(Sebuah kajian Integrasi Sains dan Islam
pada Pendidikan Dasar & Menengah)

Supangat Rohani
Perguruan Islam Al Syukro Universal DD
Email : faatugm@yahoo.com

‘Maha suci Engkau (Allah) tidak ada yang kami ketahui selain dari
apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; seseungguhnya
Engkaulah yang maha mengetahui lagi maha bijaksana’.(Al
Baqorah; 32)

Walaupun ayat ini tertuju pada malaikat namun hal itu terjadi juga
untuk seluruh makhluknya termasuk manusia karena tatkala Adam mampu
menyebutkan nama-nama benda yang diperintahkan Allah di hadapan
maliakat yang mengakibatkan para malaikat tersebut sujud padanaya,
sebenarnya diayat sebelumnya Allah berfirman ‘Dan Dia (Allah)
mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya...’.
Dengan demikian tidak ada ilmu yang manusia dapatkan kecuali dari Allah
dan Agama Islam-pun juga berasal dari Allah, maka memang seharusnyalah
ilmu agama dan Ilmu (termasuk Ilmu Sosial) tidak dapat dipisahkan apalagi
dipertentangkan. Pertanyaannya kenapa bisa seperti sekarang ini? dimana
ketika kita mengajarkan pelajaran ilmu sosial, misalnya ekonomi, PPKn,
Sosiologi, Geografi dan seterusnya masih susah untuk menyatukannya
dengan ilmu agama dan lalu bagaimana memunculkan ekonomi Islam,
Sosiologi Islam, PPKn Islam, Geografi dan seterusnya? Kelihatannya seperti
Islamisasi Ilmu yang dikembangkan oleh Ismail al-Faruqi, bagi penulis tidak
harus demikian, namun mengkonsep kembali pemahaman kita akan ilmu
dan agama sepertinya penting untuk dilakukan.
Tulisan ini memang tidak menjelaskan tentang sejarah tercerabutnya
antara ilmu sosial dan ilmu agama yang dengan jelas di masa ilmuan-ilmuan
besar seperti Ibnu Sinna, Ibnu Rusdh, Ghazali, Mohammad Abduh dan
seterusnya berjalan beriringan. Namun tulisan ini lebih menfokuskan pada
diskursus dan paradigma yang digunakan oleh keduanya yang semakin hari
semakin terbuka lebar jurang pemisahnya, dan juga pandangan beberapa
tokoh dalam mensikapai ilmu dan agama, serta konsep hubungan kedua hal
tersebut. Perlu penulis klarifikasi lebih awal bahwa yang penulis maksud
ilmu dan agama disini adalah perspektif manusia dalam mamahami wahyu
dimana keduanya itu berasal dari Allah.

82
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Diskursus akan ilmu dan adalah kajian yang sangat menarik baik
dikalangan akademikus maupun dilingkungan masyarakat secara umum.
Misalnya dalam mengangkat issue tentang bagaimana ilmu dapat
memahami Tuhan (Allah) yang kemudian memunculkan dua kelompok
besar ilmuwan, ada yang dengan mendalamnya kajian mereka akan ilmu
menjadikan mereka sangat yakin akan keberadaan Tuhan, tapi ada juga
yang karena seriusnya malah menjadi atheis misalnya Steven Weinberg,
Richard Dawkins, Denies Dennett, Peter Atkins, dan seterusnya.
Bagi kelompok kedua ini menganggap ketidakmungkinan manusia
dapat memahami sesuatu dengan tanpa atau yang tidak dapat diobservasi.
Kalau kita tidak pernah melihat dengan mata /mendengar dengan telingga
/meraba dengan kulit /mencium dengan hidung dan/merasakan dengan
lidah, rasanya tidak mungkin sesuatu itu ada. Sementara Jin, Setan,
Malaikat hingga Tuhan adalah unsenseable maka manamungkin kita
memahami itu semua. Memang memberikan pemahaman akan dunia ghaib
tidaklah gampang kita bisa mengaca sejarah, dimana dulu Nabi/Rasul saja
hanya mampu memahamkan sebagian kecil dari umatnya, apalagi dimasa
sekarang yang telah sangat maju ilmu dan tehnologi dan bahkan tidak lagi
dimungkinkan adanya Rasul, alangkah berat tugas ini. Kalau penulis boleh
menganalogikan keberadaan sesuatu yang unsenseable tapi ada adalah
‘IDE’, ketika kita mendengar seseorang berbicara akan konsep tertentu
tiba-tiba kita dengan yakin dapat menangkap dan memahami IDEnya,
kemudian kita simpan (entah dimana nyimpannya) dan kemudian kita
keluarkan ke orang lain akan IDE tersebut (entah bagaimana kok bisa
keluar). Dan masih banyak untuk menyebutkan hal-hal yang unsenseable
tapi dapat kita pahami.
Penulis menyadari, secara umum pemahaman akan paradigma ilmu
dan cenderung berbeda, satu sisi bersifat positifistik (ilmu alam yang
beranggapan sekularism sebagai ide sentral) dan juga relatifistik (ilmu sosial
yang beranggapan relatifisme sebagai hal yang terpenting), sisi lain agama
termasuk cenderung bersifat absolutism dimana wahyu memiliki otoritas
penuh atas agama. Pemahaman seperti diatas sangat perlu untuk dikaji
ulang, misalnya ilmu alam; ternyata memiliki nilai relativitas seperti yang
selama ini kita kenal dengan teori relativitasnya Enstein. Dalam ilmu sosial
juga memiliki nilai absolutisme, misalnya siapapun seorang pemimpin yang
telah dipilih secara demokratis maka ia harus (absolutistik) kita sepakati,
hargai dan ikuti. Sementara wahyupun memiliki nilai relatifitas dimana
kebolehan untuk berhubungan intim dengan budak sahaya tidak lagi dapat
kita terapkan, entah karena sudah tidak ada lagi budak atau karena
pembantu itu bukan budak atau alasan yang lainnya.
Ada sebuah penelitian yang dilakukan olah Steve Bruce, dalam
bukunya "Science and Secularization", yang cukup baik untuk disimak

83
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

tentang tingkat ke religiusan dalam ilmu antara ilmu alam (Fisika, Kimia,
Biologi dst) dan ilmu sosial (Sosiologi, Antropologi, Psikologi, dst)

Religious Religious
Academic Attendant Identity
Discipline Yes No Yes No
4
Natural sciences 42-47 35-38 34-40 27-29
5
Social sciences 15-38 42-67 11-26 28-57

Pada bagan diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu alam memiliki


tingkat religiusitas lebih tinggi dibanding ilmu sosial atau dengan bahasa
paradigma, tingkat sekularisme ilmu alam tidak lebih tinggi dari tingkat
relativisme ilmu sosial dalam beroposisi dengan absolutisme agama.
Dengan demikian seharusnya tingkat atheisme pada ilmu sosial jauh lebih
tinggi dibanding dengan ilmu alam. Namun, walaupun ilmu sosial lebih
cenderung atheis dibanding ilmu alam, tidaklah heran sepertinya, jika kita
hendak menyebutkan siapa saja dari tokoh-tokoh ilmu alam yang atheis
dengan gampang kita menyebut Darwin, Steven Weinberg, Richard
Dawkins, Denies Dennett, Peter Atkins sebaliknya dalam ilmu sosial yang
atheis mengkin tidak satupun yang tesebut kalaupun ada paling banter Karl
Mark dengan teori Komunismenya, sementara Hegel dengan tori
sintesanya, Nietsche dengan bukunya ‘Tuhan Telah Mati’, Satre dengan
teori eksistensialismenya, dan seterusnya masih banyak yang awam. Hal ini
wajar karena pengaruh media yang membesarkan ilmu alam dan ilmu
murni dibandingkan dengan ilmu sosial, mislanya Metro TV dan Discovery
Channel dalam kajian akan tuhan selalu yang tershooting ilmu alam (Natural
Science) dan ilmu murni (Pure Science; Matematics)
Dengan sendirinya ketika diskursus ilmu dan agama muncul maka
ilmu yang disebut itu artinya ilmu alam bukan ilmu sosial, misalnya
menurut Mehdi G. Ada 750-an ayat al-Qur’an yang mengungkap akan
fenomena alam yang beberapa ahli menyebut dengan ayat-ayat kauniyah,
dalam mensikapi hal ini kaum muslimin terbagi menjadi dua kelompok,
yang pertama berpendapat bahwa al-Qur’an merupakan wahyu yang jelas
mengatur akan fenomena alam sehingga layak disebut sebagai kitab suci
disegala ilmu termasuk ilmu alam, yang dipelopori oleh Imam al-Ghazali,
as-Suyuthi, abdur Rahman al-kawakib, Mustafa Sadiq ar-Rafi’i, Syekh M.
Bakhit, Abd. Razaq Naufal dan Maurice Bucaille, yang kedua, lebih

4
Natural sciences include mathematics, statistics, physical sciences, life sciences.
5
Social sciences include anthropology, economics, political science, sociology and
psychology.

84
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

menekankankan bahwa kitab suci tersebut memang tidak dapat dipungkiri


memuat akan akan fenomena alam tapi ayat-ayat tersebut lebih memiliki
tendensi untuk membuktikan kebenaran wahyu untuk tuntunan hidup
(guidance) dalam beribadah kepada Allah, bukan sebagai sumber inti ilmu
alam, tersebut dalam aliran ini Abu Ishak al-Shatibi dan Muhammad Abduh.
Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana hubungan ilmu agama
dengan ilmu sosial apakah seperti rotan dan akar yang berbeda penampilan
tapi fungsinya sama atau seperti jam dan kompas yang mirip tapi berbeda
fungsi atau seperti suami dan istri yang berbeda tapi saling membutuhkan
atau justru seperti polisi dan pencuri yang tidak hanya beda tapi
kontradiksi. Dikondisi sekarang ini hubungan ilmu sosial dan ilmu agama
tidak seektrim pencuri dan polisi namum belum seperti suami dan istri
apalagi seperti rotan dan akar, tapi lebih sebagai jam dan kompas, dimana
ilmu agama adalah ilmu tentang akherat dan ilmu sosial adalah tuntunan
untuk kesejateraan dunia. Haruskah kita merubah cara pandang diatas?,
sepertinya memang harus. Artinya harusnya hubungan keduanya seperti
akar dan rotan yang walaupun memiliki perbedaan penampilan tapi
fungsinya untuk kesejahteraan dunia dan akherat harus dijalankan.
Bagaiman caranya? Mari kita pikirkan bersama.
Kesimpulannya, perubahan paradigma dalam melihat atau
memahami ilmu sosial yang duniawi dan paradigma agama yang ukhrawi
sepertinya perlu untuk kita lakukan agar para guru sebagai prkstisi lapangan
mampu mendidik dan sekaligus menciptakan anak didik yang mampu
berkualitas seperti seperti Ibnu Sinna, Ibnu Rusdh, Imam al-Ghazali,
as-Suyuthi, abdur Rahman al-kawakib, Abu Ishak al-Shatibi, Muhammad
Abduh dan seterusnya yang tentunya sesuai dengan kondisi mereka
nantinya, amien. Walallahu’alam.

85
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

PENGARUH PENUGASAN DIGITAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA


SMA PADA KONSEP HUKUM NEWTON TENTANG GERAK

Maria Ulpah, Iwan Permana Suwarna


Program Studi Pendidikan Fisika
FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Email: iwan.permana.suwarna@uinjkt.ac.id.

Abstrak: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penugasan


digital terhadap hasil belajar siswaSMA pada konsep hukum Newton
tentang gerak, mengetahuipeningkatan hasil belajar siswa pada aspek
kognitif (C1-C4), dan mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran
fisika yang menggunakan penugasan digital. Penelitian dilaksanakan di
SMAN 10 Kota Tanggerang Selatan, pada semester ganjil bulan November
2015.Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan
desain nonequivalent control group design. Sampel diambil berdasarkan
teknik purposive samplingpada dua kelas yaitu: kelas X6 sebagai kelas
eksperimen dan kelas X7 sebagai kelas kontrol. Kesimpulan dari penelitian
ini adalah penugasan digital berpengaruh terhadap hasil belajar siswa SMA
pada konsep hukum Newton tentang Gerak. Nilai rata-rata posttest pada
kelas eksperimen lebih tinggi 16, 98 dari kelas kontrol. Peningkatan hasil
belajar (N-Gain) kelas eksperimen lebih tinggi 0,33 dari kelas kontrol.
Peningkatan pada kelas eksperimen berada dalam kategori sedang,
sedangkan pada kelas kontrol berada dalam kategori rendah. Pembelajaran
menggunakan penugasan digital unggul dalam meningkatkan semua
jenjang kognitif (C1-C4) dengan kategori sedang, namun peningkatan
tertinggi terdapat pada jenjang C3 (menerapkan) sebesar 0,63. Respon
siswa terhadap penggunaan penugasan digital dalam proses pembelajaran
fisika pada konsep hukum Newton tentang gerak berada dalam kategori
baik dengan persentase sebesar 79%.
Kata kunci : Penugasan digital,Socrative, Edmodo, Hasil belajar, Hukum
Newton tentang Gerak.

Pendahuluan
Proses pembelajaran fisika di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA)
mengalami berbagai permasalahan. Permasalahan tersebut berdampak
pada hasil belajar fisika yang rendah. Permasalahan-permasalahan yang
dialami siswa dalam pembelajaran fisika diantaranya: karakteristik
pelajaran fisika yang mempersyaratkan berbagai penguasaan seperti
penguasaan konsep, kemampuan menganalisis permasalahan dan mencari
solusi dari permasalahan tersebut,serta siswa kesulitan memahami

86
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

pelajaran fisika karena materi fisika yang padat, menghafal dan matematis
(Gede Bendem S, 2014).Salah satu konsep fisika yang sulit dipahami adalah
konsep hukum Newton tentang gerak.
Siswa memiliki hasil belajar paling rendah pada konsep hukum
Newton tentang gerak. Hal ini terbuktidenganmasihbanyaksiswa
yangmendapatkannilai dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).Selain
itu, salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar pada
konsep hukum Newton adalah kurangnya pemahaman siswa terhadap
materi dasar yang ada pada hukum Newton. Informasi tersebut diperoleh
berdasarkan hasil wawancara kepada sa
lah satu guru fisika SMA di kawasan Tanggerang Selatan pada semester
ganjil tahun ajaran 2015-2016. Oleh karena itu, diperlukan metode yang
dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa.
Metode penugasan dalam bentuk latihan soal dan pekerjaan rumah
(PR) merupakan metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan
pemahaman konsep dan hasil belajar siswa. Berikut ini adalah beberapa
fakta dari kelebihan penggunaan metode penugasan, diantaranya: dapat
memperdalam pengetahuan siswa pada spesialis tertentu, hasil pelajaran
lebih tahan lama dan membekas dalam ingatan siswa, dan dapat
mengembangkan kemandirian siswa diluar pengawasan guru (Syaiful Bahri
D & Aswan Z, 2010).Secara umum para siswa yang mengerjakan tugas
berupa PR berada pada tingkat prestasi yang tinggi. Hasil penelitian dari
Third Internasional Mathematicsand Science Study (TIMSS) menyatakan
bahwa pelajar remaja di Jepang menunjukan prestasi matematika yang
tinggi dikarenakan guru mereka lebih sering memberikan mereka PR (Azmi
M, 2011).Namun, dalam metode penugasan terdapat beberapa kelemahan.
Contohnya, pemberian penugasan di Indonesia masih kurang efektif dan
kurang menarik. Sehingga, pengaruh pemberian tugas dalam meningkatkan
hasil belajar masih sangat kecil (Azmi M, 2011).Permasalahan ini
disebabkan oleh: tugas yang diberikan tidak sesuai atau terlalu banyak;
tidak ada umpan balik (feedback) dari guru mengenai hasil tugas yang
telah dikerjakan; siswa merasa kesulitan karena tidak ada bantuan.
Menurut Bell salah satu faktor yang menyebabkan ketidakberartian
penugasan adalah cara guru memberikan tugas. Guru yang bersikap kurang
peduli terhadap pemberian, pengumpulan dan penilaian tugas
menyebabkan siswa tidak menghargai tugas sebagai suatu aktivitas yang
berarti dan berguna, maka mengerjakan tugas hanya dapat memberikan
pengaruh yang kecil dalam pembelajaran. Kondisi seperti ini jika dibiarkan
terus menerus akan berdampak pada motivasi siswa dalam belajar
khususnya dalam mengerjakan tugas sehingga dapat mempengaruhi hasil
belajar siswa. Menurut Wijayanti, siswa tidak akan termotivasi dalam
proses pembelajaran jika tugas yang mereka kerjakan tidak terkoreksi

87
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

dengan baik oleh guru (Iwan Permana S, 2014).Siswa tidak akan


mengetahui pemahaman konsep yang ia miliki terhadap tugas yang
dikerjakan tersebutbenar atau tidak apabilaguru tidak mengoreksi tugas
dan tidak memberikan konfirmasi mengenai jawaban yang benar. Alasan
para guru tidak dapat mengoreksi tugas dan memberikan feedbackkepada
siswa dengan tepat waktu dikarenakan kurangnya waktu untuk mengoreksi
hasil pekerjaan siswa, sehingga banyak tugas siswa yang tidak dikoreksi
tepat waktu.
Penugasan digital merupakan salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk membantu mengatasi keterbatasan guru dalam
mengoreksi tugas dan memberikan feedback kepada siswa. Pemberian
treatment melalui penugasan digital diharapkan dapat menumbuhkan
motivasi dan minat belajar siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
khususnya dalam pelajaran fisika. Software pembelajaran yang digunakan
dalam penugasan digital adalah socrative dan edmodo. Pada penelitian ini,
socrative digunakan untuk mengerjakan latihan soal pada saat proses
pembelajaran dan dikerjakan secara berkelompok. Selain itu tampilan
socrative yang digunakan berupa permainan/gamesehingga siswa akan
lebih tertarik dan termotivasi dalam mengerjakan tugas. Sedangkan,
edmodo di gunakan di luar proses pembelajaran atau di rumah. Socrative
dan edmodo dapat memberikan feedback yang cepat kepada siswa. Setelah
siswa mengerjakan tugas/latihan soal yang diberikan oleh guru, siswa akan
langsung mengetahui nilai dan jawaban yang benar dari tugas yang
mereka kerjakan.
Socrative adalah sebuah media pembelajaran online yang berisi
latihan-latihan soal yang dapat dilakukan selama kegiatan pembelajaran
(Mukhammad Ryan,2014).Akun socrative dapat diperoleh tanpa berbayar
dengan mengakses www.socrative.com.Sedangkan, Edmodo merupakan
salah satu media pembelajaran berbasis web yang dapat digunakan untuk
mengontrol aktivitas siswa berupa latihan soal dan proses pembelajaran
dalam bentuk virtual (Basrori,2013).Edmodo diciptakan menggunakan
konsep social networking, yang mengacu pada jejaring sosial facebook,
sehingga sistem ini memiliki fitur yang mirip dengan facebook(Adi Sudibjo,
2013).Adapun kelebihan dan kekurangan socrative dan edmodo
diantaranya:
Kelebihan dan kekurangansocrative (Imam Khanafi, 2014).
Kelebihan dalam penggunaan socrative yaitu sebagai berikut:
1) Simple dan cepat dipelajari.
2) Memberikan feedback secara langsung terhadap latihan soal atau
kuis.
3) Tampilan sederhana.
4) Hasil laporan tes yang dapat didownload.

88
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

5) Hasil perubahan dari pekerjaan siswa dapat dilihat secara realtime.


6) Terdapat fitur space race, kerjasama antar siswa.

Kekurangan dalam penggunaan socrative yaitu sebagai berikut:


1) Penggunaan diharuskan tetap bertatap muka atau berkomunikasi
dengan sarana lain.
2) Interaksi antara guru dan siswa di dalam socrative hanya sebatas tes
dan tiket.
3) Tampilan kurang menarik.
4) Kadang terjadi eror pada sistem dan lambat.
5) Penggunaan membingungkan bagi yang belum terbiasa.

Kelebihan dan Kekurangan Edmodo (Andi Ramdhani, 2014).


1) Kelebihan edmodo yaitu:
a) Membuat pembelajaran tidak bergantung pada waktu dan tempat.
b) Kelas virtual yang dibuat seorang guru tidak terbatas, guru bisa
menaruh bahan ajar untuk digunakan di angkatan atau tahun ajaran
berikutnya.
c) Meringankan tugas guru untuk memberikan penilaian kepada siswa.
d) Memberikan feedback secara langsung terhadap tugas atau kuis yang
dikerjakan oleh siswa.
e) Memberikan kesempatan kepada orang tua/wali siswa untuk
memantau aktivitas belajar dan prestasi dari putra-putrinya.
2) Kekurangan edmodo yaitu:
a) Penggunaan bahasa program yang masih berbahasa inggris sehingga
terkadang menyulitkan guru dan siswa.
b) Belum tersedianya sintaks online secara langsung pada edmod

Penelitian ini bertujuan untuk:Mengetahui ada atau tidaknya


pengaruh penugasan digital terhadap hasil belajar siswa pada konsep
hukum Newton tentang gerak, mengetahui peningkatan hasil belajar siswa
pada aspek kognitif (C1-C4) setelah diberikan penugasan digital.
mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan
penugasan digital. Sehingga, penelitian ini bermanfaat untuk: memberikan
alternatif baru dalam pembelajaran fisika khususnya dalam
penugasan,memberikan pengalaman baru yang menarik dan
menyenangkan dalam proses pembelajaran, memberikan referensi tentang
pengaruh penugasan digital terhadap hasil belajar siswa SMA pada konsep
hukum Newton tentang Gerak.

89
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Metode
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 10 Tangerang Selatan.
Penelitian berlangsung pada semester ganjil tahun ajaran 2015-2016, yaitu
pada bulan November 2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah quasi experiment atau eksperimen semu dengan menggunakan satu
sampel kelas eksperimen. Adapun desain yang digunakan pada penelitian
ini adalah nonequivalent control group design.Pada desain ini sampel tidak
dipilih secara random.Penelitian ini dilakukan pada dua kelas, yaitu kelas
eksperimen dan kelas kontrol.Gambaran penelitian untuk kelas
eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini.
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Group Pretest Treatment Postest
Eksperimen
Kontrol

Keterangan :
= Tes awal (pretest) untuk kelas eksperimen dan kontrol
Tes akhir (posttest) untuk kelas eksperimen dan kontrol
Perlakuan menggunakan penugasan digital
= Perlakuan menggunakan penugasan konvensional
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X
SMA Negeri 10 Tanggerang Selatan.Sampel dalam penelitian ini diambil dari
populasi terjangkau melalui teknik purposive sampling (sampel
bertujuan).Sampel dalam penelitian ini adalah kelas X6sebagai kelas
eksperimen, dan kelas X7 sebagai kelas kontrol. Data dalam penelitian ini
dikumpulkan melalui pemberian test dan pengisian angket.

Hasil dan Pembahasan


Tabel 4.3 Rekapitulasi Data Hasil Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen
dan Kelas Kontrol
Pemusatan dan Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Penyebaran
Pretest Posttest Pretest Posttest
Data
Nilai Terendah 4 46 8 25
Nilai Tertinggi 29 79 38 58
Mean 18,97 62,14 21,57 46,06
Modus 25 65 23 47
Median 21 62,5 21 46
Standar Deviasi 6,43 8,89 9,21 8,33

90
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Nilai rata-rata pretest kelas kontrol lebih tinggi dari kelas


eksperimen dengan selisih sebesar 2,6. Hal ini dikarenakan kelas kontrol
merupakan kelas unggulan dan kelas eksperimen merupakan kelas yang
kemampuan siswanya rendah. Hal ini sesuai dengan data nilai ulangan
sebelumnya pada mata pelajaran fisika, kimia, matematika dan biologi
bahwa kelas kontrol memiliki nilai rata-rata lebih besar dibandingkan
dengan kelas eksperimen.
Kelas eksperimen memiliki nilai rata-rata posttest lebih tinggi dari
kelas kontrol dengan selisih sebesar 16,08. Hal ini disebabkan karena pada
kelas eksperimen diberikan perlakuan berupa penugasan digital, sehingga
siswa langsung mendapatkan feedbackdari tugas yang diberikan oleh guru
yang menyebabkan pengetahuan mereka bertambah. Pemberian feedback
secara langsung ini merupakan sebuah stimulus yang dapat meningkatkan
hasil belajar. Menurut Thorndike, sebuah respon menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan stimulus-respon akan semakin kuat.
Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respon, maka
semakin lemah hubungan yang terjadi antara stimulus-respon (Salma
Tadu,2011).Sedangkan, pada kelas kontrol hanya di berikan penugasan
konvensional (cetak) sehingga siswa tidak langsung mendapatkan feedback
dari tugas yang mereka kerjakan yang menyebabkan pengetahuan siswa
kurang maksimal, bahkan dapat menyebabkan siswa mengalami
miskonsepsi dikarenakan mereka tidak mengetahui jawaban yang benar
dari tugas yang mereka kerjakan. Dalam riset yang dilakukan Marzono,
efektivitas dan efisiensi sebuah tugas sangat bergantung pada feedback
yang diberikan oleh guru. Tugas yang tidak pernah mendapatkan feedback
memiliki pengaruh yang lebih rendah daripada tugas yang senantiasa
mendapatkan feedback(Iwan Permana S, 2014).
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Uji Hipotesis Pretest dan Posttest Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol

Pretest Posttes
Statistik Kelas Eksperimen dan Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol Kelas Kontrol

Asymp.sig 0,20 0,00


(2-tailed)
Taraf
signifikansi 0,05

Keputusan H0 diterima H0 ditolak

91
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Berdasarkan hasil uji prasyarat, data pretest dan posttest pada


penelitian ini tidak terdistribusi normal dan homogen. Sehingga, pengujian
hipotesisnya menggunakan statistika nonparametrik yaitu uji Mann
Whitney Test. Dari hasil uji hipotesis data posttest yang menggunakan uji
Mann Whitney Test di peroleh Asymp-sig sebesar 0,00 dan taraf signifikansi
0,05. Artinya, nilai Asymp-sig < taraf signifikansi, maka H0 ditolak. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan
diantara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Karena nilai rata-rata (mean)
data posttest kelas eksperimen lebih besar dari kelas kontrol, maka dapat
disimpulkan bahwa penugasan digital berpengaruh terhadap hasil belajar.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wirda, dkk, bahwa
peningkatan hasil belajar menggunakan media pembelajaran elektronik
berbasis edmodo berpengaruh sebesar 6,97% terhadap hasil belajar siswa.
Hasil belajar dengan menggunakan media pembelajaran elektronik berbasis
edmodo memiliki nilai rata-rata kelas sebesar 76,16 sedangkan siswa yang
belajar langsung tanpa menggunakan edmodo memiliki rata-rata nilai
sebesar 71,20 (Wirda dkk, 2014).
Kelas eksperimen lebih unggul dari kelas kontrol dikarenakan
pembelajaran dengan menggunakan penugasan digital dapat memberikan
feedback dan hasil penugasan secara langsung kepada siswa. Selain itu,
penugasan digital di buat dalam bentuk game yang membuat siswa
termotivasi dalam mengerjakan latihan soal. Sehingga, pengetahuan siswa
bertambah dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Menurut Soma
Salim S, Penggunaan internet sebagai media penugasan lebih diminati siswa
karena memberikan suasana baru dalam proses pembelajaran disekolah
dan merupakan salah satu variasi dalam memberikan tugas kepada siswa
(Soma salim, 2014).Selain itu, menurut Zenna Zwang, dengan menggunakan
edmodo guru dapat memposting bahan-bahan pelajaran, berbagi link dan
video, penugasan proyek, dan pemberitahuan nilai siswa secara langsung
(Setyono dkk, 2015).

92
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Gambar 4.5 Grafik Peningkatan Jenjang KognitifKelas Eksperimen dan


Kelas Kontrol

Pada kelas eksperimen peningkatan terbesar terdapat pada


jenjang kognitif C3 (menerapkan) sebesar 0,63. Sedangkan, peningkatan
terkecil berada pada jenjang kognitif C4 (menganalisis) sebesar 0,37. Hal ini
disebabkan karena pada kelas eksperimen yang menggunakan penugasan
digital dapat memberikan feedback berupa cara atau langkah pengerjaan
soal hitungan yang merupakan jenjang kognitif C3 (menerapkan). Sehingga,
siswa dapat mengetahui jawaban dan langkah-langkah dalam
menyelesaikan soal hitungan. Selain itu, latihan soal yang diberikan kepada
siswa banyak mengukur kemampuan kognitif jenjang C3 (menerapkan) dan
latihan soal yang diberikan hampir sama dengan contoh soal yang sudah
diajarkan. Sehingga, pada soal-soal yang merupakan jenjang kognitif C3
(menerapkan) mengalami peningkatan yang signifikan. Menurut Lorin W.
Anderson latihan soal pada dasarnya bertujuan melatih siswa untuk
menyelesaikan masalah-masalah terkait materi yang telah di pelajari
berikut dengan tahap penyelesaiannya, karena proses kognitif C3
(menerapkan) itu melibatkan penggunaan prosedur-prosedur tertentu
untuk mengerjakan soal latihan atau menyelesaikan masalah (Lorin W,
2010). Namun, pada jenjang kognitif C4 (menganalisis) mengalami
peningkatan terkecil dikarenakan bentuk penugasan pilihan ganda tidak
mampu mengukur kemampuan analisis. Sehingga, penugasan digital dalam
bentuk pilihan ganda hanya sedikit meningkatkan kemampuan analisis.
Agar kemampuan analisis lebih meningkat bentuk penugasan harus dibuat
dalam bentuk uraian.
Pada kelas kontrol peningkatan terbesar terdapat pada jenjang
kognitif C3 (menerapkan) sebesar 0,61. Sedangkan, peningkatan terkecil

93
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

berada pada jenjang kognitif C2 (memahami) sebesar 0,03 dan C4


(menganalisis) sebesar 0,04. Hal ini disebabkan latihan soal yang diberikan
kepada siswa banyak mengukur kemampuan kognitif jenjang C3
(menerapkan) dan latihan soal yang diberikan hampir sama dengan contoh
soal yang sudah diajarkan. Sehingga, pada soal-soal yang merupakan
jenjang kognitif C3 (menerapkan) mengalami peningkatan yang signifikan.
Namun, peningkatan jenjang kognitif C3 pada kelas kontrol lebih kecil
dibandingkan dengan peningkatan jenjang kognitif C3 pada kelas
eksperimen. Karena pada kelas kontrol siswa tidak langsung mendapatkan
feedback dari latihan soal yang diberikan. Pada jenjang kognitif C2
(memahami) dan C4 (menganalisis) mengalami peningkatan terkecil
dikarenakan penugasan konvensional tidak langsung memberikan feedback
pada tugas yang diberikan. Sehingga siswa tidak mengetahui jawaban yang
benar dari tugas yang diberikan dan dapat menyebabkan pemahaman
konsep yang salah. Selain itu, penugasan yang di buat dalam bentuk pilihan
ganda tidak dapat mengukur kemampuan analisis. Sehingga, penugasan
yang dibuat dalam bentuk pilihan ganda hanya sedikit meningkatkan
kemampuan analisis.Agar kemampuan analisis lebih meningkat, bentuk
penugasan harus dibuat dalam bentuk uraian. Tes objektif dapat digunakan
untuk mengukur proses berpikir rendah sampai dengan sedang (ingatan,
pemahaman, dan penerapan) (Dedi herdiana, 2015). Menurut Purwo
Susongko, bentuk tes uraian memberikan kebebasan kepada setiap
penempuh tes untuk mengekspresikan daya nalarnya, sehingga jawaban
yang diberikan oleh setiap penempuh tes akan menunjukkan kemampuan
berfikir secara kompleks (Purwo S, 2010).
Kelas eksperimen memiliki peningkatan jenjang kognitif (C1-C4)
lebih tinggi dari kelas kontrol. Karena, pada penugasan digital siswa
tersebut langsung mendapatkan feedback berupa jawaban yang benar dan
skor dari penugasan. Sehingga, pengetahuan dan motivasi belajar siswa
bertambah. Menurut Burgos, salah satu kelebihan dari metode evaluasi
online adalah hasil evaluasi dapat dilihat langsung oleh mahasiswa yang
bersangkutan setelah selesai menjawab seluruh soal yang diberikan (Budi
dkk, 2012).Keberhasilan penugasan digital dalam pembelajaran didukung
oleh angket respon siswa dengan persentase sebesar 79% berada dalam
kategori baik. Pada indikator respon dan motivasi siswa setelah
menggunakan penugasan digital berada dalam kategori sangat baik dengan
persentase sebesar 81%. Artinya, banyak siswa di kelas eksperimen yang
menyukai dan termotivasi belajar fisika setelah menggunakan penugasan
digital. Salah satu faktor yang membuat siswa termotivasi dan menyukai
penugasan digital adalah penugasan digital diberikan dalam bentuk game
berupa space race antar kelompok sehingga siswa merasa lebih tertarik
dalam mengerjakan tugas. Menurut Kuswardayan, game edukasi

94
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

merupakan salah satu tema permainan yang berusaha memberikan nilai


edukasi dalam sebuah permainan sehingga permainan yang awalnya
berfungsi sebagai media penghibur, akhirnya dapat digunakan sebagai
media pembelajaran atau pelatihan (Tomy dkk, 2015).
Penugasan digital memiliki beberapa kelemahan diantaranya: harus
terhubung dengan koneksi internet, ketidakstabilan jaringan internet yang
digunakan dapat mempengaruhi kecepatan antar kelompok dalam
menjawab latihan soal, tidak bisa mengukur kemampuan tingkat tinggi
seperti: berpikir kreatif dan berpikir kritis.

Penutup
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan,
maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu:
1. Terdapat pengaruh penugasan digital terhadap hasil belajar siswa SMA
pada konsep hukum Newton tentang gerak. Hal ini didasarkan pada uji
hipotesis menggunakan uji Mann-Whitney Test dan nilai rata-rata
(mean) pada data posttest. Nilai Asymp-sig data posttest sebesar 0,00 <
dari taraf signifikansi sebesar 0,05. Nilai rata-rata posttest padakelas
eksperimen sebesar 62,14 dan pada kelas kontrol sebesar 46,06. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai rata-rata posttest kelas eksperimen lebih
tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.
2. Rata-rata nilai N-Gain pada jenjang kognitif C1 (mengingat) sampai C4
(menganalisis) di kelas eksperimen sebesar 0,54 dan di kelas kontrol
sebesar 0,25. Hal ini menunjukkan bahwa kelas eksperimen mengalami
peningkatan lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Pada
kelas eksperimen, jenjang kognitif C3 mengalami peningkatan tertinggi
diantara jenjang kognitif lainnya sebesar 0,63 dengan kategori sedang.
3. Respon siswa terhadap penggunaan penugasan digital dalam
pembelajaran fisika mempunyai rata-rata presentase sebesar 79%
dengan kategori baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa penugasan
digital diminati dan disukai oleh siswa dalam pembelajaran fisika.

Daftar Pustaka
Anderson, Lorin W. and David R. Krathwohl. (2010). Kerangka Landasan
untuk Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen: Revisi Taksonomi
Pendidikan
Basori. (2013). Pemanfaatan social learning networking “EDMODO”dalam
membantu perkuliahan teori bodi otomotif di prodi PTM JPTK
FKIP UNS.JIPTEK Vol. VI No.2,h.100.
Budi, dkk. (2012). Pengembangan metode pembelajaran online berbasis
e-learning (studi kasus mata kuliah bahasa pemrograman).
Jurnal sains terapan edisi II , vol.2 (1), h.108

95
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Dzamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. (2010). Strategi belajar mengajar.
Jakarta: Rineka cipta.
Hafid, Dedi Herdiana. Keunggulan dan kelemahan tes objektif. 21 Desember
2015.http://file.upi.edu/Direktori/FIP/Jur._Psikologi_Pend_dan_
Bimbingan/195903271986011_Dedi_Herdiana_Hafid/Keunggula
n_dan_Kelemahan_Tes_objektif%5BCompatibility_Mode%5D.pd
f
Khanafi,Imam dan Djunaidi. “Socrative another e-learning”.26 Desember
2014. https://ml.scribd.com/doc/219755510/Socrat-Ive.
Mindawati, Azmi.(2011). Pengaruh pemberian tugas berstruktur berbasis
aktivitas pada metode diskusi terhadap hasil belajar matematika
siswa. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Universitas Pendidikan
indonesia.
Ryan, Mukhammad. (2014). Profil keterampilan komunikasi siswa SMP pada
pembelajaran dengan strategi readin infusion dan penggunaan
Socrative. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Universitas Pendidikan
Indonesia.
Samudra, Gede bendem, dkk.(2014). Permasalhan-permasalahan yang
dihadapi siswa SMA di kota singaraja dalam mempelajari fisika,
E-Journal Program Pasca Sarjana Pendidikan Ganesha, Vol 4, h.1.
Sudibjo, Ari. (2013). Pengaruh media pembelajaran fisika dengan e-learning
berbasis edmodo blog education pada materi alat optikuntuk
meningkatkanrespon motivasi dan hasil belajar siswa di SMP
Negeri 4 Surabaya. Jurnal Inovasi Pendidikan FisikaVol. 02 NO.
03, h.188.
Susongko,Purwo. (2010). Perbandingan Keefektifan Bentuk Tes Uraian dan
Teslet dengan Penerapan Graded Response Model (GRM).Jurnal
Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, No.2,h.3
Suwarna, Iwan Permana. (2014). Pengaruh penggunaan social learning
platform terhadap pemahaman konsep dan tingkat miskonsepsi
siswa SMA pada mata pelajaran Fisika di kelas X. Pusat
Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat (LP2M). Tidak dipublikasikan. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Soma Salim, S. (2014). Blogmatika Sebagai Media Penugasan Bagi Siswa
dalam Pembelajaran Matematika pada Sekolah Berbasis
Teknologi Informasi, Jurnal nalar pendidikan, VOL 2, No 1, h.6.
Tadu, Salma. “Penerapan pembelajaran dengan teori stimulus-respon untuk
meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran
matematika”. 22 Desember 2015.
http://sigma09.blogspot.co.id/2011/11/penerapan-pembelajara
n-dengan teori.html.

96
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Tomy, dkk. (2015). Pengembangan media sains berbasis games edukasi


pada materi tata surya. Jurnal pembelajaran fisika vol 3, no.5,
h.2.
Wirda, dkk. (2014). Pengaruh penggunaan Media Pembelajaran Elektronik
Berbasis Edmodo terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Diklat
melakukan Instalasi Sound System Kelas XI Teknik Audio Video di
SMKN 1 Kinali. Jurnal Vokasional Teknik Elektronika &
Informatika
Vol. 2, No. 2, h.116.
Y, Setyono Evin. (2015). Pengaruh penggunaan media jejaring sosial
edmodo terhadap hasil belajar mahasiswa pada topik
pembuatan kurva-s menggunakan microsoft Excell. Jurnal Sosial
dan hukum, vol.5, no. 1, h.2.

97
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

PENGEMBANGAN BUKU SUPLEMEN KIMIA BERBASIS SAINS


TEKNOLOGI MASYARAKAT PADA MATERI KIMIA POLIMER
1
Mira Rizki, 2Dedi Irwandi, 3Evi Sapinatul Bahriah
1,2,3
Program Studi Pendidikan Kimia
FITK Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
email: 1mirarizki79@gmail.com, 2dedi.yuskar@gmail.com, 3evi@uinjkt.ac.id

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan buku suplemen kimia


berbasis sains teknologi mayarakat (STM) pada materi kimia polimer serta
mengetahui respon guru dan siswa terhadap buku tersebut. Metode
penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif melalui tiga tahap
yaitu tahap perancangan, produk, dan evaluasi. Data yang diperoleh
dianalisis secara deskriptif. Pada tahap persiapan dihasilkan indikator buku
suplemen yang telah diintegrasikan dengan lima ranah STM untuk dijadikan
acuan dalam mengembangkan buku suplemen. Pada tahap produk
dihasilkan buku suplemen yang telah divalidasi oleh 3 orang dosen. Tahap
evaluasi buku suplemen diuji cobakan pada 3 orang guru kimia dan 41
orang siswa kelas XII MIA 4 SMAN 3 Karawang. Produk divalidasi dan
direspon berdasarkan aspek kelayakan isi, sajian, bahasa, dan grafika. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa buku suplemen yang dikembangkan
memiliki karakteristik penyajian materi antara konsep dan aplikasi serta
dampaknya disajikan secara seimbang dengan mengintegrasikan ranah
sains teknologi masyarakat agar pembaca lebih peduli mengenai lingkungan
tempat tinggalnya sehingga pembaca akan merasakan bahwa ilmu kimia
berhubungan erat dengan kehidupannya sehari-hari. Hasil uji coba terbatas
mendapatkan total skor respon guru sebesar 80,61% termasuk dalam
kategori layak dengan predikat baik. Hasil respon siswa mendapatkan total
skor sebesar 82,01% termasuk dalam kategori layak dengan predikat baik.

Kata kunci: Buku Suplemen, Sains Teknologi Masyarakat, Kimia


Polimer, Deskriptif.

Pendahuluan
UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional,
menyatakan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

98
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan


negara.
Dalam UU tersebut juga disebutkan bahwa tujuan pendidikan
nasional adalah “untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (UU No. 20 Tahun 2003).
Oleh karena itupendidikan dianggap memberikan jaminan bagi peningkatan
taraf hidup dan pendakian ditangga sosial (Tirtaraharja, 2008, hal. 245).
Sehingga pendidikan merupakan suatu hal yang penting untuk menentukan
kemajuan suatu bangsa. Pendidikan akan menghasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas dari segi kognitif, spiritual, dan keterampilan. Jika
output dari proses pendidikan ini buruk, maka dapat dikatakan pula bangsa
tersebut gagal.
Proses pembelajaran adalah proses penyampaian informasi melalui
media tertentu kepada penerima informasi. Terkadang terjadi kegagalan
dalam proses penyampaian informasi tersebut. Kegagalan tersebut terjadi
karena beberapa faktor diantaranya kemampuan pedagodi pendidik,
keutuhan pencapaian sasaran, kurikulum, pendayagunaan teknologi
pendidikan (bahan ajar), sarana dan prasarana belajar, dan sistem evaluasi
yang diterapkan (Tirtaraharja, 2008, hal. 234). Kurikulum merupakan suatu
pedoman pendidikan atau pengajaran. Kurikulum yang digunakan di
Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan. Perubahan ini
berdampak pada tidak terpakainya lagi buku paket siswa dan buku
pegangan guru beserta perangkat lainnya karena harus diganti dengan
buku-buku yang baru untuk menyesuaikan kurikulum yang sedang
digunakan (Tirtaraharja, 2008, hal. 236).
Buku sebagai salah satu sumber informasi, disadari penting
peranannya dalam proses pendidikan. Kebutuhan akan buku semakin
terasa di daerah-daerah yang karena berbagai hal belum memiliki sumber
informasi lainnya seperti media elektronik (Paembonan, 1990, hal. 23).
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 161 tahun 2007 tentang standar
kompetensi guru yaitu bahwa guru diharapkan mampu mengembangkan
materi pembelajaran secara kreatif. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
tersebut jelas bahwa guru diharapkan mampu mengembangkan buku ajar
sebagai salah satu bahan ajar dalam pembelajaran. Namun permasalahan
yang terjadi sekarang ini masih banyak guru yang kesulitan dalam
mengembangkan bahan ajar dan tergantung pada bahan ajar yang sudah
tersedia. Sedangkan kebutuhan siswa akan ilmu pengetahuan tidak cukup
hanya bersumber pada satu buku saja. Dalam pendidikaiiin formal, buku
yang baik memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan dan

99
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

pengalaman peserta didik, maka di luar pendidikan formal, buku


merupakan sumber informasi utama (Paembonan, 1990, hal. 23).
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 2008 pasal 6 (2)
menyatakan bahwa selain buku teks pelajaran, pendidik dapat
menggunakan buku panduan pendidik, buku pengayaan, dan buku referensi
dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara, beberapa guru
masih ada yang belum tahu tentang buku suplemen atau buku pengayaan,
selain itu ada yang mengira bahwa buku suplemen berisi latihan soal-soal.
Buku pelajaran pelengkap atau pengayaan dapat dikatakan buku suplemen.
Hal ini didasarkan pada pengertian buku suplemen menurut Kurniasari
(2014, hal. 463) buku suplemen adalah buku yang dipergunakan untuk
mendampingi atau melengkapi buku utama. Pengertian ini sejalan dengan
Menteri Pendidian Nasional Nomor 2 Tahun 2008 pasal 1 ayat 5 bahwa
“buku pengayaan adalah buku yang memuat materi yang dapat
memperkaya buku teks pendidikan dasar, menengah, dan perguruan
tinggi”. Buku suplemen merupakan buku yang dapat memperkaya dan
meningkatkan penguasaan ipteks, keterampilan, dan membentuk
kepribadian peserta didik, pendidik, pengelola pendidikan, dan masyarakat
lainnya. Buku jenis ini tidak semata-mata dimaksudkan hanya untuk peserta
didik namun dapat pula digunakan oleh pihak lain atau masyarakat pada
umumnya (Pusat Perbukuan, 2008, hal 8).Buku suplemen dibutuhkan untuk
menambah kreativitas dan pengetahuan siswa. Dalam pembelajaran,
dibutuhkan banyak sumber agar pengetahuan anak berkembang, tidak
hanya aspek kognitifnya tapi juga aplikasi dan penerapannya.
Bahan pembelajaran pada buku suplemen yang di buat harus lebih
aplikatif, jadi dapat lebih meningkatkan minat baca siswa, karena tidak
hanya sekedar konsep yang mereka dapatkan tapi kegunaan untuk
kehidupannya juga. Buku suplemen tersebut harus mengikuti
perkembangan trend. Materi yang disuguhkan di jelaskan secara jelas dan
luas dan bisa mengungkapkan masalah yang terjadi di masyarakat
(Saefudin, 2015). Bahasa yang digunakan mudah dipahami siswa, gambar
yang menarik dan berwarna sehingga anak tertarik untuk membaca
(Nurlaelasari, 2015). Sesuai penelitian yang dilakukan oleh Kurniasari (2014,
hal 463) bahwa “diperlukan suatu inovasi bahan ajar yang mudah dipahami
dengan penggunaan kata-kata sederhana tetapi tetap tidak
mengesampingkan makna yang sesungguhnya serta menampilkan
ilustrasi-ilustrasi yang menarik.”
Sehubungan dengan perubahan kurikulum, saat ini Indonesia sedang
menerapkan Kurikulum 2013. Salah satu karakteristik Kurikulum 2013
adalah siswa yang telah belajar di sekolahnya harus bisa mengembangkan
sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam
berbagai situasi di sekolah dan masyarakat (Permendikbud RI No. 69, 2013,

100
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

hal. 3). Masalah pokok pendidikan saat ini adalah bagaimana pendidikan
dapat membekali peserta didik dengan segala macam ketampilan yang
mantap untuk dapat mengaplikasikan ilmu yang mereka terima selama
pendidikannya sehingga berguna bagi masyarakat sekitar. Saat ini
pembelajaran dan buku yang tersedia di sekolah hanya menjelaskan bagian
kognitifnya saja yang dapat terpenuhi namun untuk bagian psikomotor dan
penerapan dalam kehidupan sehari-hari masih kurang (Zul, 2015). Untuk
itu, diperlukan pembelajaran kimia yang memberikan pemahaman bahwa
segala sesuatu yang kita hadapi dalam kehidupan ini mengandung aspek
sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat sebagai satu kesatuan serta
saling mempengaruhi secara timbal balik (Nugraheni, 2013, hal. 34).
Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) mengaitkan
pembelajaran sains dengan teknologi serta manfaatnya bagi masyarakat.
Sehingga konsep yang telah dipelajari oleh peserta didik dapat bermanfaat
untuk dirinya dan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di
masyarakat tempat tinggalnya. Mengingat kemajuan teknologi seperti
sekarang ini diharapkan manusia dapat memanfaatkan teknologi tersebut
agar dapat memelihara produk teknologi dan dijadikan pedoman untuk
mengatasi kesulitan yang ada. Untuk itu peserta didik diharapkan menjadi
anggota masyarakat yang mampu menguasai sains dan teknologi serta
memanfaatkannya bagi kesejahteraan masyarakat (Poedjiadi, 2010, hal.
96).
Ilmu kimia merupakan salah satu ilmu yang sangat erat hubungannya
dengan kehidupan manusia, terutama kimia polimer yang saat ini tidak
hanya berhubungan dengan material dan tidak hanya penting secara
komersil, namun juga sudah menjadi bagian dari keseharian kita. Namun,
pembelajaran mengenai kimia polimer hanya menuntut siswa untuk
sekedar mengetahui teori tentang kimia polimer saja. Bahkan dalam
pembelajaran di kelas XII, materi tentang kimia polimer hanya membahas
mengenai jenisnya, sifatnya, dan reaksi pembentukannya. Hal ini
disebabkan oleh alokasi waktu yang kurang memadai sehingga guru
kesulitan untuk menjelaskan materi lebih mendalam mengenai kimia
polimer karena siswa lebih difokuskan untuk persiapan menghadapi UN
kelas XII dengan materi yang banyak (Zul, 2015). Buku pada materi kimia
polimer umumnya hanya memuat sedikit contoh polimer untuk kehidupan
sehari-hari (Teti, 2015). Buku yang telah ada hanya mencakup reaksi
pembentukan polimer, penggolongan polimer, sifat fisik polimer, dampak
negatif dan penanggulangannya secara umum. Padahal polimer merupakan
bahan yang sering dijumpai dan akrab dengan kehidupan peserta didik.
Contohnya kemasan plastik makanan, kantong belanja, tekstil untuk baju,
sendok plastik, botol susu, mainan anak-anak, peralatan olahraga, dan
peralatan medis. Selain itu, materi yang ada cenderung hanya membahas

101
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

mengenai konsep sains tapi belum dikaitkan dengan permasalahan dalam


masyarakat atau lingkungan tempat peserta didik tinggal. Hal ini bisa dilihat
dari kurangnya pemahaman peserta didik dan masyarakat tentang
pemakaian dan bahaya dari penggunaan kemasan pangan plastik dalam
kehidupan sehari-hari. Contohnya menggunakan kembali botol kemasan
minuman yang sudah dipakai, bahkan mengisi ulang botol minuman dengan
air panas tanpa tahu dampak negatif bagi kesehatan. Selain itu, minimnya
pengetahuan dan kesadaran peserta didik dan masyarakat mengenai
penanganan limbah plastik menimbulkan masalah yang cukup meresahkan
bagi lingkungan, karena limbah plastik yang kian bertambah setiap harinya
menjadikan Indonesia menjadi peringkat kedua dunia sebagai penghasil
sampah plastik ke Laut setelah Tiongkok (MenLHK, 2016). Hal ini
menjadikan alasan bagi Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK)
untuk melakukan ujicoba penerapan kebijakan kantong plastik berbayar
mulai tanggal 21 Februari 2016. Oleh karena itu, peserta didik dan
masyarakat membutuhkan wawasan yang lebih luas dan mendalam, bukan
hanya mengenai konsep-konsep ilmu pengetahuan, tetapi ditambahkan
mengenai pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi bagi masyarakat
(Nuryanto & Binadja, 2010, hal. 553).
Penelitian mengenai kimia polimer ini telah dilakukan oleh Hervici
yang berjudul pengembangan modul kimia polimer berbasis kontekstual
sebagai sumber belajar mandiri peserta didik SMA/MA kelas XII semester 2
mendapatkan hasil bahwa modul kimia polimer berbasis kontekstual yang
dikembangkan layak digunakan sebagai sumber belajar mandiri bagi
peserta didik kelas XII SMA/MA. Berdasarkan penilaian dari 3 orang guru
kimia mendapatkan skor 99 dengan persentase keidealan 90% atau dengan
kategori Baik (B). Resom 10 orang peserta didik diperoleh skor 19,6 dengan
persentase keidealan sebesar 98% atau dengan kategori Sangat Baik (SB).
Penelitian ini memiliki kekurangan yaitu modul yang digunakan hanya
dinilai oleh 10 peserta didik saja dan tidak diujicobakan dalam kegiatan
belajar mengajar serta penelitian yang dilakukan mengenai materi kimia
polimer belum banyak dilakukan (Hervici, 2013, hal. 81).
Atas dasar masalah yang diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk
mengembangkan media pembelajaran berbentuk buku suplemen berbasis
sains teknologi masyarakat sebagai penunjang pembelajaran peserta didik.

Metode
Proses perancangan sampai evaluasi dilakukan pada bulan Mei 2015
sampai Februari 2016. Uji coba penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 3
Karawang kelas XII MIA 4 semester 2 tahun ajaran 2015-2016.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu
metode yang menganalisis data yang diperoleh berupa kata-kata, gambar,

102
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

perilaku tidak dituangkan dalam bentuk bilangan atau angka statistik tetapi
dalam bentuk kualitatif yang memilliki arti lebih kaya dari sekedar angka
(Margono, 2013, hal. 39).
Objek pada penelitian ini adalah buku suplemen berbasis sains
teknologi masyarakat pada materi kimia polimer. Subjek penelitian yaitu: 3
orang dosen kimia; 3 orang Guru mata pelajaran kimia; dan 41 orang Siswa
kelas XII MIA 4 SMA Negeri 3 Karawang.
Pengembangan buku suplemen ini terbagi menjadi tiga tahap, yaitu:
tahap perencanaan, tahap produksi, dan tahap evaluasi. Adapun instrumen
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: pedoman
wawancara, studi dokumen, lembar validasi, dan angket respon.
Data lembar validasi dihitung menggunakan skala Guttman. Sedangkan
data angket respon guru dan siswa yang dianalisis menggunakan skala
rating scale. Analisis data dilakukan dengan memberi pemaparan
gambaran mengenai situasi yang diteliti dalam bentuk uraian naratif sesuai
dengan interpretasi dari hasil analisis data tersebut. Walaupun peneliti
mengadakan perhitungan-perhitungan statistik, maka fungsinya hanya
untuk membantu analisis data kualitatif (Sanjaya, 2013, hal. 65). Data
kualitatif merupakan data yang dinyatakan dalam kata-kata. Perhitungan
statistik yang diperoleh ditabulasikan kemudian dicari presentasinya dan
dianalisis menggunakan rumus(Riduwan, 2010, hal. 41). Setelah itu,
diperhitungkan nilai secara keseluruhan untuk mendapatkan kesimpulan
mengenai kelayakan yang berkenaan dengan semua aspek yang dinilai
pada buku suplemen kimia yang dikembangkan, dengan menggunakan
aturan perhitungan penilaian yang ditabulasikan dengan rumus sebagai
berikut (Pusat Perbukuan, 2014, hal. 4):
Total Skor Akhir = (Materi x 40%) + (Penyajian x 30%) + (Bahasa x 20%) +
(Grafika x 10%)

Jika skor perolehan 85 (kategori Layak dengan predikat sangat baik);


55 Skor 85 (kategori Layak dengan predikat baik); dan Skor 55
(kategori Tidak layak) (Pusat Perbukuan, 2014, hal. 9)

Hasil dan Pembahasan


Tahap perencanaan dilaksanakan dalam lima subtahapan yaitu analisis
kebutuhan, analisis indikator/karakteristik buku suplemen, analisis KD dan
indikator umum, analisis indikator buku suplemen berbasis sains teknologi
masyarakat (STM), validasi indikator buku berbasis sains teknologi
masyarakat, dan desain buku suplemen berbasis STM. Tahap produksi ini
dikelompokkan ke dalam dua subtahapan yaitu pengembangan buku
suplemen dan validasi buku suplemen.

103
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Tahap evaluasi dilakukan untuk mengetahui respon guru dan siswa


mengenai buku suplemen yang telah dikembangkan serta untuk
mengetahui kelayakan buku suplemen kimia berbasis sains teknologi
masyarakat pada materi kimia polimer sebagai buku pendamping yang
mampu menambah wawasan kepada pembaca. Tahap evaluasi buku
suplemen ini dilakukan dengan uji coba terbatas kepada 3 orang guru mata
pelajaran kimia dan 41 siswa SMAN 3 Karawang dengan pengisian angket
respon oleh guru dan siswa setelah membaca buku tersebut. Berikut hasil
rekapitulasi angket respon guru dan siswa.

88

85.73
86
84.48
84 83.33
)
%
(
es
82 81.06
at
n
es 80.21
80 re 79.17
P 78.86
78.05
78

76

74
Kelayakan Sajian Bahasa Grafika
Isi
Aspek Penilaian
Guru Siswa

Gambar 1. Persentase Rata-Rata Tiap Aspek

Gambar 1 dapat dilihat bahwa persentase rata-rata angket tiap aspek


pada guru untuk aspek kelayakan isi sebesar 80,21%, aspek sajian 79,17%,
aspek bahasa 83,33%, aspek grafika 81,06%. Setiap aspek memiliki skor
komponen masing-masing yaitu skor pada aspek kelayakan isi adalah 40%,
aspek sajian 30%, aspek bahasa 20%, dan aspek grafika 10%. Hasil
rata-rata aspek yang didapatkan kemudian dikalikan dengan skor
komponen sehingga didapatkan skor akhir sebesar 80,61%. Berdasarkan
rubrik penilaian buku suplemen dari PusKurBuk apabila total skor akhir
lebih dari 55 dan kurang dari 85 maka buku pengayaan dinyatakan layak
dengan predikat baik.
Persentase rata-rata angket tiap aspek pada siswa menunjukkan hasil
yang tidak jauh berbeda, untuk aspek kelayakan isi 85,73%, aspek sajian

104
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

78,86%, aspek bahasa 78,05%, aspek grafika 84,48%. Dengan menggunakan


rumus yang sama pada perhitungan respon guru, maka didapatkan skor
akhir sebesar 82,011% maka termasuk kategori layak dengan predikat baik.
Data hasil perhitungan persentase respon guru diperoleh bahwa skor
akhir sebesar 80,61% termasuk kategori layak dengan predikat baik. Hasil
persentase tertinggi terdapat pada aspek bahasa sebesar 83,33% dengan
kategori layak dengan predikat baik. Kategori layak pada aspek bahasa
didapatkan karena penulisan yang digunakan pada buku suplemen sesuai
dengan kaidah EYD yang benar. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Ulfah (2013, hal. 242) bahwa penggunaan bahasa yang baik
disesuaikan dengan kaidah tata bahasa Indonesia dan mengacu pada Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD), bahasa yang digunakan adalah bahasa yang
baku, komunikatif, dan mudah dipahami pembaca untuk mempelajari
materi pelajaran. Kelayakan juga didapatkan bahwa bahasa sudah sesuai
dengan sasaran pembaca dan mudah dipahami. Hal ini menunjukkan bahwa
bahasa yang digunakan sudah mampu membantu pembaca dalam
memahami pesan yang disampaikan dan menggunakan istilah yang umum
digunakan dalam kehidupan sehari-hari (Jannah & Dwiningsih, 2013, hal.
177).
Aspek yang tertinggi kedua adalah aspek grafika dengan rata-rata
persentase aspek sebesar 82,06% dengan kategori layak dengan predikat
baik. Butir pernyataan tertinggi pada aspek grafika adalah desain buku
secara keseluruhan menarik serta jenis dan ukuran huruf yang digunakan
pada seluruh isi buku menarik dan konsisten dengan persentase sebesar
100%. Hal ini dikarenakan materi disajikan secara menarik dan memiliki
tingkat kegrafikaan yang baik serta penggunaan jenis huruf yang tidak
terlalu banyak dan konsisten. Hal ini sesuai dengan pendapat (Widodo,
2008, hal. 52) bahwa konsistensi harus dipenuhi dalam hal bentuk dan
huruf dari setiap halaman. Selanjutnya adalah butir pernyataan mengenai
kejelasan judul buku suplemen dan ilustrasi yang digunakan memiliki
persentase 83,33% termasuk kategori layak. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sofyan (dalam Esmiyati, 2013, hal. 183) bahwa penyusunan bahan ajar
perlu dilengkapi dengan ilustrasi atau gambar-gambar yang secara visual
dapat memberikan gambaran nyata tentang substansi yang dipelajarinya.
Selanjutnya adalah butir pernyataan mengenai cover buku yang
mendapatkan persentase sebesar 75% dengan predikat baik. Hal ini
menandakan bahwa cover buku sudah sesuai dengan isi buku sehingga
dapat menarik minat baca dan mempermudah pembaca untuk mengetahui
isi dari buku suplemen yang tercermin pada cover sesuai dengan penelitian
yang dilakukan Kurniasari (2014, hal. 465). Butir pernyataan mengenai tata
letak dan konsistensi penomoran memiliki persentase sebesar 66,67% dan
58,33%. Hal ini dikarenakan konsep dasar dari penulis yang memang tidak

105
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

menggunakan penomoran di bagian sub bab materi melainkan hanya diberi


nomor pada bagian bab saja.
Aspek kelayakan isi dengan rata-rata persentase aspek sebesar 80,21%
termasuk kategori layak dengan predikat baik. Hasil persentase tertinggi
adalah butir pernyataan mengenai materi pada buku suplemen dapat
menambah wawasan, terbukti dengan hasil persentase sebesar 100%
menandakan bahwa materi yang terdapat pada buku suplemen kimia yang
dikembangkan mampu memberikan wawasan untuk pembaca. Maka hal ini
sesuai dengan pengertian buku suplemen yaitu dimaksudkan untuk
memperkaya wawasan, pengalaman, dan pengetahuan pembacanya
(Perbukuan Pusat, 2008, hal. 8). Hasil persentase selanjutnya didapatkan
sebesar 83,33% dengan kategori layak dikarenakan materi sudah mencakup
kompetensi dasar (KD), baik dalam ranah kreatifitas yaitu isi materi
menunjukkan adanya berbagai cara untuk menyelesaikan masalah, hal ini
sesuai dengan tujuan pembelajaran kimia yaitu pembelajaran kimia harus
mampu mengembangkan kemampuan peserta didik melakukan
penyelidikan dan memecahkan masalah (Firman, 2000, hal. 233). Isi materi
memudahkan siswa untuk menghubungkan ilmu pengetahuan dengan
kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Esmiyati (2013, hal. 183) bahwa bahan ajar yang dikembangkan memenuhi
kriteria wawasan konstekstual dengan menyajikan uraian dan
contoh-contoh yang sebagian besar disesuaikan dengan kondisi lingkungan
terdekat yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Kelayakan
didapatkan juga dari persentase hasil sebesar 75% dari butir pernyataan
mengenai ranah proses, hal ini menunjukkan bahwa isi materi memiliki
predikat baik dalam menunjukkan proses sains sebagai keterampilan yang
dapat digunakan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Hasil yang sama
terdapat pada ranah sikap menunjukkan bahwa buku suplemen
memberikan informasi dan contoh dampak ilmu pengetahuan dan
teknologi bagi dirinya dan masyarakat. Karena pada buku menjelaskan
materi yang mengajak siswa untuk menyadari adanya dampak negatif dari
produk teknologi, peduli pada masyarakat, dan memelihara kelestarian
lingkungan (Poedjiadi, 2010, hal. 132). Begitu juga dengan ranah aplikasi
menandakan bahwa buku suplemen dapat mengajak siswa agar terlibat
dalam perkembangan teknologi untuk pemecahan masalah nyata. Akan
tetapi pada butir pernyataan keterlibatan siswa dalam pemecahan isu-isu
sosial memiliki persentase sebesar 66,67%. Hal ini dikarenakan pada buku
tidak ada kolom pendapat untuk diisi siswa sesuai dengan karakteristik
siswa bahwa tidak ada evaluasi dalam bentuk apapun pada buku suplemen
(Pusat Perbukuan, 2008, hal. 65).
Aspek sajian mendapatkan hasil rata-rata persentase aspek sebesar
79,17% termasuk kategori layak dengan predikat baik. Kelayakan diperoleh

106
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

dari hasil persentase pada penyajian mudah dipahami, terbukti dengan


semua responden guru memberikan hasil sebesar 100%. Selanjutnya
kelayakan diperoleh karena buku suplemen dapat memotivasi siswa untuk
mencari informasi lebih jauh, hal ini karena buku suplemen yang
dikembangkan terdapat kolom berwarna ungu yang berisi pertanyaan
seputar materi yang dekat dengan kehidupan siswa, seperti “Apakah
gorengan yang Anda makan menggunakan minyak yang digoreng dengan
campuran plastik?”. Serta dapat memotivasi untuk berkreasi dan
berinovasi, contohnya “Cobalah manfaatkan sesuatu disekitar Anda yang
dapat dimanfaatkan untuk melestarikan lingkungan agar kita dapat
menghirup udara segar”. kelayakanselanjutnya didapatkan dari butir
pernyataan tentang penyajian yang terstruktur dengan hasil 75%. Namun
hasil persentase sebesar 66,67% didapatkan pada runtunya penyajian
materi dan kelengkapan materi. Hal ini dikarenakan penulis hanya
membatasi materi yang dimasukkan kedalam buku suplemen hanya materi
yang membahas produk yang sangat sering dipakai oleh masyarakat tanpa
tahu cara penggunaan dan dampaknya bagi kesehatan dan lingkungan yaitu
plastik, karena sebagaian besar proses pembuatannya melalui reaksi
polimerisasi adisi dibandingkan dengan polimerisasi kondensasi.
Data hasil perhitungan persentase respon siswa diperoleh bahwa skor
akhir sebesar 82,01% termasuk kategori layak dengan predikat baik.
Berdasarkan hasil respon tersebut diketahui bahwa pada aspek kelayakan
isi memenuhi kriteria layak dengan predikat sangat baik dengan rata-rata
aspek sebesar 85,73% karena sebagian besar siswa berpendapat bahwa
buku suplemen yang dikembangkan dapat menambah pengetahuan
untuknya, serta sesuai dengan kondisi dikehidupan siswa sehari-hari dan
dapat menyelesaikan masalah yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sugiyanto, dkk. (2012, hal. 56) bahwa tujuan
pendekatan sains teknologi masyarakat adalah untuk menghasilkan siswa
yang memiliki bekal pengetahuan agar mampu mengatasi permasalahan
yang ada di masyarakat dan mengambil tindakan sesuai dengan keputusan
yang diambilnya. Selain itu buku suplemen mampu menunjang
pembelajaran.
Kelayakan buku suplemen berdasarkan respon siswa juga didapatkan
melalui aspek grafika sebesar 84,48%. Hasil respon siswa menunjukkan
bahwa desain buku suplemen kimia yang dikembangkan menarik untuk
dipelajari. Hasil yang sama juga didapatkan oleh penelitian yang dilakukan
Esmiyati (2013, hal. 128) bahwa siswa menyukai modul yang dikembangkan
dan tertarik untuk mempelajarinya. Penggunaan jenis dan ukuran huruf
yang digunakan dalam buku suplemen menarik dan konsisten pada semua
bagian buku. Ilustrasi yang digunakan dalam buku suplemen menarik untuk
dilihat. Hal ini sesuai dengan pendapat Fajar dalam (Esmiyati, 2013, hal.

107
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

184) bahwa belajar memerlukan minat dan perhatian siswa. Serta ilustrasi
yang digunakan dapat membantu pemahaman materi, sehingga
memudahkan siswa untuk memahaminya.
Pada aspek sajian didapatkan persentase rata-rata aspek sebesar
78,86%. Hal ini menandakan bahwa buku suplemen yang dikembangkan
runtut dan terstruktur. selain itu buku suplemen memiliki predikat baik
dalam memotivasi siswa untuk mencari informasi lebih jauh serta mampu
memotivasi untuk berkreasi dan berinovasi. Karena penyajian pada buku
suplemen ini terdapat beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari. Dari aspek bahasa, penulisan buku suplemen sudah
sesuai dengan kaidah EYD dan dikategorikan bahwa bahasa yang digunakan
termasuk predikat baik yaitu mampu untuk dimengerti siswa sehingga siswa
merasa lebih mudah mempelajarinya, bahkan hasil ini melampaui
penelitian yang dilakukan Saputra (2015, hal 145) yang mendapatkan
kategori cukup baik.
Buku suplemen kimia polimer yang dikembangkan memiliki
karakteristik sebagai berikut: pertama: Berbasis sains teknologi masyarakat,
yaitu mengintegrasikan dengan ranah-ranah sains teknologi masyarakat
yang terdiri atas ranah konsep, proses, sikap, kreativitas, aplikasi dan
keterkaitan. Contohnya:

Gambar 2. Contoh Penerapan Ranah Konsep

108
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Gambar 3. Contoh Penerapan Ranah Proses

Gambar 3. Contoh Penerapan Ranah Kreativitas

109
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Gambar 4. Contoh Penerapan Ranah Sikap

Kedua: Di awal buku, terdapat uraian mengenai kode-kode plastik agar


pembaca termotivasi untuk membaca info/materi lebih jauh mengenai
kode-kode plastik tersebut di bab selanjutnya. Ketiga: Disetiap awal bab,
diuraikan terlebih dahulu isu-isu atau permasalahan yang sedang hangat
dibicarakan di masyarakat agar pembaca lebih peduli mengenai lingkungan
tempat tinggalnya sehingga pembaca akan merasakan bahwa ilmu kimia
berhubungan erat dengan kehidupannya sehari-hari. Keempat: Penyajian
materi antara konsep dan aplikasi serta dampaknya disajikan secara
seimbang dengan mengintegrasikan ranah sains teknologi masyarakat yaitu
ranah konsep terdapat pada penemuan-penemuan jenis polimer. Ranah
proses terdapat pada proses pembuatan produk dari bahan baku polimer.
Ranah sikap terdapat pada tips-tips penggunaan dan tindak lanjut setelah
pembaca mengetahui dampak dari penggunaan produk polimer. Ranah
kreativitas terdapat pada materi tentang produk baru yang dihasilkan oleh
seseorang sehingga produk tersebut dapat digunakan untuk mencukupi
kebutuhan masyarakat atau menanggulangi dampak negatif dari polimer.
Ranah aplikasi dan keterkaitan terdapat pada contoh-contoh kegunaan
polimer di kehidupan sehari-hari.

Penutup
Proses pengembangan buku suplemen kimia berbasis sains teknologi
masyarakat pada materi kimia polimer ini terdiri atas tiga tahap, yaitu:
tahap perancangan menghasilkan indikator buku suplemen kimia yang
telah diintegrasikan dengan lima ranah STM (ranah konsep, proses, sikap,
kreativitas, aplikasi dan keterkaitan) dan desain buku suplemen yang
kemudian dijadikan acuan dalam mengembangkan buku suplemen. Tahap

110
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

produksi menghasilkan buku suplemen yang kemudian divalidasi dan


direvisi sehingga dihasilkan buku suplemen final. Tahap evaluasi ialah tahap
untuk memperoleh data respon atau penilaian guru dan siswa terhadap
buku suplemen kimia berbasis sains teknologi masyarakat pada materi
kimia polimer. Karakteristik buku suplemen kimia berbasis sains teknologi
masyarakat pada materi kimia polimer yang dikembangkan yaitu di awal
buku, terdapat uraian mengenai kode-kode plastik agar pembaca
termotivasi untuk membaca info/materi lebih jauh mengenai kode-kode
plastik tersebut di bab selanjutnya. Disetiap awal bab, diuraikan terlebih
dahulu isu-isu atau permasalahan yang sedang hangat dibicarakan di
masyarakat agar pembaca lebih peduli mengenai lingkungan tempat
tinggalnya sehingga pembaca akan merasakan bahwa ilmu kimia
berhubungan erat dengan kehidupannya sehari-hari. Penyajian materi
antara konsep dan aplikasi serta dampaknya disajikan secara seimbang
dengan mengintegrasikan ranah sains teknologi masyarakat yaitu ranah
konsep terdapat pada penemuan-penemuan jenis polimer. Ranah proses
terdapat pada proses pembuatan produk dari bahan baku polimer. Ranah
sikap terdapat pada tips-tips penggunaan dan tindak lanjut setelah
pembaca mengetahui dampak dari penggunaan produk polimer. Ranah
kreativitas terdapat pada materi tentang produk baru yang dihasilkan oleh
seseorang sehingga produk tersebut dapat digunakan untuk mencukupi
kebutuhan masyarakat atau menanggulangi dampak negatif dari polimer.
Ranah aplikasi dan keterkaitan terdapat pada contoh-contoh kegunaan
polimer di kehidupan sehari-hari. Adapun persentase total skor respon guru
sebesar 80,61% termasuk dalam kategori layak dengan predikat baik dan
respon siswa mendapatkan total skor sebesar 82,01% termasuk dalam
kategori layak dengan predikat baik.

Daftar Pustaka

Binadja, Achmad, & Nuryanto. (2010). Efektivitas Pembelajaran Kimia


dengan Pendekatan Salingtemas ditinjau dari Minat dan Hasil Belajar
Siswa. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol. 4, No. 1, 552-556.
Direktorat Pembinaan SMA. (2010). Juknis Pengembangan Bahan Ajar SMA.
25-35.
Firman, H. (2000). Pendidikan Kimia. In F.-U. Tim Pengembang Ilmu
Pendidikan, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian III (pp. 221-241).
Bandung: PT. Imtima.
Fitri, Z. (2013). Penerapan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM)
pada Materi Koloid di MAN Kuto Baro Aceh Besar. CDA vol.1 No. 1,
41-47.

111
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Hervici, Vany Fahreza. (2013). Pengembangan Modul Kimia Polimer


Berbasis Kontekstual Sebagai Sumber Belajar Mandiri Peserta Didik
SMA/MA Kelas XII Semester 2. (Skripsi). Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Jannah, D. F., & Dwiningsih, K. (2013). Kelayakan Buku Ajar Kimia
Berorientasi Quantum Learning pada Materi Kimia Unsur untuk kelas
XII SMA. Unesa Journal of Chemical Education Vol. 2, No. 2 ISSN
2252-9454, 163-170.
Kurniasari, D. A. (2014). Pengembangan Buku Suplemen IPA Terpadu
dengan Tema Pendengaran Kelas VIII. Unnes Science Education
Journal 3 (2), 463.
Margono. (2013). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.
MenLHK. (2016, Februari 09).
siaran-31-menuju-penerapan-kebijakan-kantong-plastik-berbayar.ht
ml. Dipetik Maret 19, 2016, dari www.menlhk.go.id:
www.menlhk.go.id/siaran-31-menuju-penerapan-kebijakan-kantong-
plastik-berbayar.html
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008.
(2008). Buku. Jakarta: Menteri Pendidikan Nasional.
Najid, Annisah. (2015). Pengembangan Buku Suplemen Kimia Berbasis
Kearifan Lokal Kota Tangerang. (Skripsi). Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah, Jakarta
Nugraheni, Dian. (2013). Pembelajaran Bervisi dan Berpendekatam SETS
terhadap Prestasi Belajar ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kritsis
Siswa Kelas X SMAN 2 Sukoharjo pada Materi Minyak Bumi. Jurnal
Pendidikan Kimia, vol.2 no.3.
Nurlaelasari, Lela. (2015, Agustus 10). Wawancara Analisis Kebutuhan. (M.
Rizki, Pewawancara)
Paembonan, Taya. (1990). Penerbitan dan Pengembangan Buku Pelajaran
di Indonesia. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007. (2007). Standar Kompetensi
Guru. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Peraturan Menteri Pendidian dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013.
(2013). Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah
Atas/ Madrasah Aliyah. Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Permendiknas. (2010). Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.
Poedjiadi, Anna. (2010). Sains Teknologi Lingkungan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Pusat Perbukuan. (2014). Instrumen Penilaian Buku Pengayaan
Pengetahuan. Instrumen B1.

112
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Pusat Perbukuan. (2008). Pedoman Penulisan Buku Nonteks. Jakarta:


Departemen Pendidian Nasional.
Riduwan. (2010). Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.
Riyanto, A. (2013). Pengembangan Buku Pengayaan Keterampilan
Membaca Bahasa Indonesia yang Bermuatan Niai Kewirausahaan.
SELOKA 2 (1).
Saefudin, E. (2015, Agustus 10). Wawancara Analisis Kebutuhan. (M. Rizki,
Pewawancara)
Sanjaya, Wina. (2013). Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode, dan Prosedur.
Jakarta: Kencana.
Setiawan, Denny. (2007). Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Sugiyanto, Kartika, I., & Purwanto, J. (2012). Pengembanagn Modul IPA
Terpadu Berbasis Sains teknologi Masyarakat dengan Tema
Tekonologi Biogas. Jurnal Kependidikan, Volumr 42, Nomor 1,
Halaman 54-60.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidian: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Teti. (2015, Agustus 06). Wawancara Analisis Kebutuhan. (M. Rizki,
Pewawancara).
Tirtaraharja, U. (2008). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. (2003). Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Ulfa, Anik, dkk. (2013). Pengembangan LKS IPA Berbasis Word Square
Model Keterpaduan Connected. Unnes Science Educatoin journal, 2.
Widodo, C. S. (2008). Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi.
Jakarta: PT Alex Media Komputindo.
Zul, Nurlita. (2015, Agustur 10). Wawancara Analisis Kebutuhan. (M. Rizki,
Pewawancara).

113
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

KESENIAN SEBAGAI KETERAMPILAN PENDUKUNG


CALON GURU BAHASA

Azkia Muharom Albantani


Program Studi Pendidikan Bahasa Arab
FITK Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
E-mail: azki@uinjkt.ac.id

Abstrak: Artikel ini menjelaskan pentingnya seorang calon guru bahasa


memiliki keterampilan dalam kesenian sebagai keterampilan penunjang.
UIN Jakarta memiliki 3 (tiga) program studi pendidikan bahasa yang dikelola
oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Jakarta dan bertujuan
mencetak calon-calon guru bahasa.FITK memiliki lembaga semi otonom
yang mewadahi minat dan bakat mahasiswa di bidang kesenian.Dengan
dilatihnya minat dan bakat mahasiswa di bidang kesenian, hal tersebut
menjadi nilai lebih calon guru yang dihasilkan oleh UIN Jakarta. Selain itu,
guru yang akan memiliki kelebihan di bidang kesenian akan lebih kreatif
dalam mengembangkan materi pelajaran bahasa dan juga memotivasi
siswa dalam belajar.

Kata Kunci: kesenian, keterampilan pendukung, guru bahasa, POSTAR, UIN


Jakarta

Pendahuluan
Di dalam proses pembelajaran guru hendaknya mampu
membimbing dan memfasilitasi siswa untuk memahami keterampilan dan
kemampuan mereka. Guru memiliki peran dalam memotivasi siswa untuk
belajar dengan baik untuk mewujudkan serta mengembangkan kapasitas
belajar, kompetensi inti, serta keberhasilan berdasarkan keterampilan dan
kemampuan mereka. Pengembangan potensi siswa secara tidak seimbang
akan menjadikan pendidikan cenderung lebih memerhatikan
pengembangan suatu aspek tertentu saja.
Pendidikan memiliki fungsi untuk menjadikan seseorang memiliki
kemampuan learning to know, learning to do, learning to be, dan learning
to live together.6Hal tersebut merupakan pekerjaan rumah guru dalam
menyiapkan para siswa untuk dapat menguasai kemampuan tersebut. Pada
dasarnya calon guru harus memiliki setidaknya 4 (empat) kompetensi inti,
yaitu kompetensi pedagogik,kompetensi professional, kompetensi sosial,

6
UNESCO, “The Four Pilars of Education”, http://www.unesco.org/delors/fourpil.htm,
2015

114
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

dan kompetensi kepribadian. Dengan kompetensi tersebut, seorang calon


guru akan siap menghadapi tantangan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Guru yang memiliki tingkat kompetensi professional yang tinggi
merupakan guru yang memiliki kesesuaian dengan kriteria kompetensi
profesionalisme, yaitu guru tersebut memiliki kompetensi kognitif,
kompetensi afektif, dan kompetensi psikomotorik.Fakta ini berarti semakin
tinggi kompetensi profesionalisme guru maka kinerja guru semakin
tinggi.Sebaliknya, semakin rendah kompetensi profesionalisme guru maka
kinerja guru semakin rendah.7
Guru bahasa, seperti bahasa Indonesia, bahasa Arab, dan bahasa
Inggris pun harus menguasai empat kompetensi tersebut. Namun
penguasaan kompetensi tersebut saja belumlah cukup dibanding tantangan
yang dihadapi oleh guru bahasa dengan diberlakukannya MEA (Masyarakat
Ekonomi ASEAN).Selain harus menguasai 4 (empat) keterampilan
berbahasa, seperti mendengar, berbicara, membaca, dan menulis, guru
bahasa pun harus memiliki keterampilan pendukung dalam rangka
memeroleh hasil pembelajaran yang optimal.Dengan keterampilan
tersebut, seorang calon guru bahasa memiliki daya saing yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang lain. Keterampilan pendukung juga merupakan
amanah diselenggarakannya Kurikulum Pendidikan Tinggi berbasis
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia.8
Keterampilan kesenian merupakan salah satu keterampilan
pendukung calon guru bahasa.Bahasa sangat erat kaitannya dengan
kesenian.Bahasa dan kesenian merupakan produk sosial dan budaya yang
dikembangkan oleh masyarakat.Dalam menggunakan bahasa, seseorang
harus menggunakan seni.Dan seni mengangdung ungkapan-ungkapan
bahasa.Maka tak sedikit kita temukan fakultas yang memiliki nama dengan
menggabungkan kata bahasa dan seni di beberapa universitas, seperti
Fakultas Bahasa dan Seni.
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) merupakan Lembaga
Pendidikan Tenaga Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
meluluskan lebih dari 2000 calon guru setiap tahun.Artikel ini
akanmembahas bagaimana Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
mempersiapkan calon guru bahasa Indonesia, Arab, dan Inggris yang
memiliki keterampilan pendukung dalam bidang kesenianuntuk mencapai
pembelajaran efektif.

7
Deny Surya Saputra, “Hubungan antara Kompetensi Profesionalisme Guru dan Kinerja
Guru di SMA XXX Tangerang”, Jurnal Psikologi Vol. 9 No. 2, 2011, h. 78-79.
8
Tim Penyusun, Kompetensi dan Learning Outcomes, (Jakarta: Direktorat Pembelajaran
dan Kemahasiswaan, 2011), h. 11.

115
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Bahasa dan Seni


Hakikat bahasa adalah sesuatu yang akan diajarkan something to be
learn,sedangkan sesuatu yang menyangkut pemikiran atau something to be
tought tidak diperhatikan.Penguasaanlanguage formtidak cukup untuk
mempelajari bahasa, tetapi jugs harus dilengkapi dengan language use dan
situasi yang tepat.9
Keunikan manusia bukan saja terletak pada kemampuan
berpikirnya, melainkan juga terletak pada kemampuan berbahasa.Bahasa
merupakan alat penghubung, alat komunikasi anggota masyarakat sebagai
manusia yang berpikir, merasa, dan berkeinginan.Wujud pikiran, perasaan,
dan keinginan akan munculsaat dinyatakan dengan bahasa.10
Bahasa merupakan sarana ekspresi dan komunikasi dalam berbagai
kegiatan, seperti dalam kegiatan kebudayaan, kesenian, keilmuan, dan
teknologi.Manusia dalam berbahasa dapat memanfaatkan berbagai
peragaan seperti gerak tangan dan mimik muka untuk memudahkan
kepahaman pengungkapan ide, pengalaman, sikap dan rasa.Kriteria
penggunaan bahasa yang baik memiliki kaitan dengan tersampaikannya
sebuah informasi.11
Selain itu, manusia memiliki kelebihan untuk menciptakan suatu
kreativitas yang luar biasa dan mengandung keindahan atau yang dikenal
dengan istilah seni.Seni merupakan kesanggupan akal untuk menciptakan
suatu hal yang bernilai tinggi dan memerlukan bahasa sebagai
medianya.12Seni merupakan bagian dari ilmu pengetahuan sehingga dapat
dijumpai dalam dunia pendidikan.Terdapat beragam kesenian, di antaranya
seni rupa, seni musik, seni tari, seni teater, dan seni sastra.Bahasa dan seni
sangat memiliki hubungan sangat erat.Semua kesenian menggunakan
bahasa untuk mengungkapkan keindahan seni tersebut, baik bahasa lisan,
bahasa tulisan, bahasa tubuh, dan sebagainya.
Berikut adalah beberapa fungsi bahasa dalam kesenian masyarakat,
yaitu 1) Fungsi pemersatu (menghubungkan semua penutur berbagai dialek
bahasa); 2) Pemberi kekhasan (membedakan bahasa yang satu dengan
bahasa yang lain); 3) Pembawa wibawa: penutur yang mahir berbahasa
dengan baik dan benar memperoleh wibawa di mata orang lain; dan 4)

9
Syamsuddin, Buku Materi Pokok Sanggar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka, 1985), h. 126-128.
10
Hasnah Faizah, Filsafat ilmu. (Pekanbaru: Cendikia Insani, 2009), h. 99.Lihat juga J.S.
Badudu, Inilah Bahasa Indonesia yang Benar III.(Jakarta: Gramedia, 1989), h. 3.
11
Dendy Sugono, Berbahasa Indonesia dengan Benar. (Jakarta: Puspa Swara, 2004), h.
3-21.
12
Tri Rama, Kamus Praktis Bahasa Indonesia. (Surabaya: Karya Agung, 2007), h. 311.

116
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Sebagai kerangka acuan: bahasa memiliki norma dan kaidah yang dijadikan
tolak ukur bagi benar atau tidaknya bahasa seseorang.13
Berikut adalah beberapa hubungan erat antara bahasa dan seni, di
antaranya:
1. Bahasa merupakan sarana pengembangan senidan sarana pewarisan
kesenian dari generasi ke generasi secara turun temurun;
2. Bahasa memiliki peran dalam pemberian istilah untuk unsur-unsur seni
baru sehingga dapat disampaikan dan dimengerti oleh yang
menerimanya dan juga sebagai penyampai pesan yang terkandung
dalam seni;
3. Dalam proses pembelajaran dan pengajaran kesenian, nama atau
istilah seni digunakan untuk menginventarisasi kesenian untuk
pengembangan selanjutnya;
4. Bahasa merupakan sarana penghubung antara musisi, seniman dengan
khalayak ramai dan juga sebagai penghubung antara musisi dengan
instrument musik;
5. Bahasa sebagai sarana berekspresi dalam seni dan memiliki peran
penting dalam proses penciptaan seni;
Seni sangatmemiliki hubungan erat dengan bahasa.Dalam bahasa
dan sastra, seni memiliki peran penting untuk menciptakan bahasa yang
Indah (estetika bahasa). Selain itu, seni berbahasa memberikan keunikan
yang khas bagi seseorang dan memberikan gaya serta nada yang
membedakan penggunaan bahasa antara orang yang satu dengan yang lain.

Pendidikan Bahasa UIN Jakarta


UIN Jakarta memiliki 3 (tiga) program studi pendidikan bahasa di
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), yaitu Pendidikan Bahasa Arab,
Pendidikan Bahasa Inggris, dan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia.Adapun prospek kerja dari ketiga program studi tersebut adalah
menjadi guru bahasa Arab, peneliti, dan pengelola lembaga pendidikan.14
Dalam menghadapi fenomena Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),
UIN Jakarta membekali pembelajaran dalam perkuliahan dengan
menggunakan kurikulum KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia).Selain itu, para mahasiswa diberikan sertifikat keterampilan
pendukung oleh pihak kampus supaya mereka mendapatkan nilai lebih
ketika melamar pekerjaan.Sertifikat keterampilan pendukung tersebut bisa
berupa keterampilan dalam bidang teknologi informasi, kesenian,
keagamaan, dan sebagainya.

13
Syamsuddin, Buku Materi Pokok Sanggar Bahasa Indonesia, h. 74.
14
Tim Penyusun, Pedoman Akademik Program Strata 1 2015/2016. (Jakarta: Bagian
Akademik UIN Jakarta, 2015), h. 121.

117
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Dalam pengembangan kurikulum perkuliahan, terdapat beberapa


prinsip-prinsip dasar, yaitu berpusat pada potensi, analisis kebutuhan,
kepentingan mahasiswa dan masyarakat. Dengan demikian, ketika kelak
mahasiswa lulus menjadi guru, dia bisa mengembangkan materi pelajaran
dengan sesuai dan bermakna.15
Kemampuan calon guru dalam mengelola kelas dan memahami
perilaku siswa akan memberi pengaruh terhadap ketekunan guru dalam
menghadapi kelas. Hal tersebut ternyata menjadi masalah yang kerap
ditemui oleh guru yang masih baru.Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk
mengembangkan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang
efektif.FITK sebagai LPTK perlu menyiapkan para calon guru dalam
mengembangkan ketrampilan mengajar agar tercapai pembelajaran yang
efektif.Keterampilan tersebut dapat tercapai melalui pembentukan karakter
pada saat pendidikan formal di Perguruan Tinggi, misalnya melalui program
Pendidikan Profesi Guru (PPG) dan berbagai pendidikan non-formal
lainnya.16

Kesenian Sebagai Keterampilan Pendukung Calon Guru Bahasa


Mengajar merupakan sebuah “seni”. Hal ini dikarenakan mengajar
tidak terbatas pada menyampaikan materi pelajaran, namun juga
merupakan suatu hal yang dapat dilakukan secara sama antara satu guru
dengan yang lainnya. Mengajar juga akan menampilkan kepribadian,
spontanitas, dan emosi yang berhubungan dengan “ketrampilan seni”
(artistry) seseorang dalam mengajar dan mencipta. Guru memilikiperan
untuk membentuk siswa kelak menjadi seniman, politikus, guru, dan
sebagainya yang sesuai dengan kemampuan dan keunikan siswa.17
Pembelajaran bahasa dengan pendekatan seni memiliki kelebihan
dalam memotivasi siswa untuk lebih menyukai pelajaran tersebut.Pada
hakikatnya setiap orang menyukai yang indah. Ketika guru bahasa
menyampaikan materi secara indah, para murid pun akan terangsang untuk
mengikuti pelajaran. Seorang guru bahasa yang memiliki keterampilan
pendukung dalam bidang kesenian akanlebih kreatif dalam memodifikasi

15
I Nengah Martha, I Made Tegeh, “Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis
Local Content Guru dan Calon Guru Sekolah Dasar di Kota Singaraja”, Jurnal Pendidikan
Indonesia, Vol. 1, No. 2, 2012, h. 66-67. Lihat juga Azkia Muharom Albantani, “Implementasi
Kurikulum 2013 pada Pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah”, Arabiyat: Jurnal
Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban, Vol. 2, No. 2, 2015, h. 179.
16
Arumi Savitri Fatimaningrum, “Karakteristik Guru dan Sekolah yang Efektif dalam
Pembelajaran”, h. 12.Lihat juga Azkia Muharom Albantani, “Pendidikan Karakter
Menyongsong Indonesia Emas 2045”, Proceeding Seminar Nasional Prodi PGMI UIN Jakarta,
2015, h. 455-456.
17
K.T. Henson, B.E.Eller, Educational Psychology for Effective Teaching. Belmont:
Wadsworth Publishing Company, 1999.

118
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

materi pelajaran supaya menjadi lebih menarik.Hal tersebut terbukti dalam


pembelajaran bahasa bagi jenjang dini, dasar, dan menengah.
Penelitian yang dilakukan oleh Nurmina menunjukkan bahwa
pembelajaran bahasa dan sastra dengan menggunakan pendekatan seni
menjadikan mahasiswa lebih termotivasi dan antusias dalam
belajar.18Terdapat beberapa tema utama dalam materi pelajaran bahasa.
Guru yang memiliki keterampilan kesenian akan dapat memodifikasi materi
pelajaran sehingga menjadi lebih menarik dan memotivasi siswa untuk
belajar.
Terdapat 4 (empat) keterampilan berbahasa yang merupakan
target pembelajaran bahasa, yaitu keterampilan mendengar, berbicara,
membaca, dan menulis.Selain itu, terdapat 3 (tiga) unsur bahasa yang juga
harus diajarkan kepada siswa, yaitu pelafalan, kosakata, dan struktur
kalimat. Berikut adalah beberapa desain pengembangan materi pelajaran
bahasa dengan pendekatan kesenian:
1) Materi keterampilan mendengar/istima’/listening dapat dikembangkan
dengan menyimak lagu-lagu (seni musik) bahasa target dan
menyaksikan drama dengan berbahasa target (seni teater), misalnya
siswa disuguhkan lagu-lagu sederhana atau film pendek dengan bahasa
yang dipelajari, setelah itu mereka diminta untuk menyimpulkan hasil
menyimak.
2) Materi keterampilan berbicara/kalam/speakingjuga dapat
dikembangkan dengan menyaksikan drama dengan berbahasa target
(seni teater), misalnya siswa disuguhkan film pendek dengan bahasa
yang dipelajari, setelah itu mereka diminta untuk memeragakannya
kembali.
3) Materi keterampilan membaca/qira’ah/reading dapat dikembangkan
dengan media kisah-kisah menarik dan tulisan sastra (seni sastra),
misalnya siswa disuguhkan bacaan-bacaan pendek dilengkapi dengan
ilustrasi dan menggunakan bahasa yang dipelajari, setelah itu mereka
diminta untuk membaca kembali bacaan tersebut.
4) Materi keterampilan menulis/kitabah/writing dapat dikembangkan
dengan menggunakan media karya tulis (seni sastra dan seni rupa),
misalnya siswa disuguhkan tulisan-tulisan menarik berbentuk kaligrafi,
setelah itu mereka diminta untuk menulis kembali kaligrafi tersebut.
5) Materi unsur bahasa fonologi dapat dikembangkan dengan
menggunakan lagu-lagu yang telah ada ataupun guru membuat
kembali lagu-lagu tersebut (seni musik), misalnya siswa disuguhkan

18
Nurmina, dkk, “Pengembangan Media Interaktif Komik Elektronik Berbasis Flash
Movie untuk meningkatkan Keterampilan Menulis Karya Sastra”, Jurnal Pendidikan Dasar,
Vol. 2, No. 1, 2015, h. 89.

119
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

lagu-lagu sederhana atau film pendek dengan bahasa yang dipelajari,


setelah itu mereka diminta untuk mengucapkan kembali kata-kata
yang telah mereka dengarkan.
6) Materi unsur bahasa kosakata dapat dikembangkan dengan
menggunakan gambar peraga dan patung peraga (seni rupa), misalnya
siswa disuguhkan kartu peraga dengan istilahnya, setelah itu mereka
diminta untuk menerjemahkan arti kosakata tersebut.
7) Materi unsur bahasa struktur kalimat dapat dikembangkan dengan
menggunakan bait-bait makna dari sebuah istilah dalam struktur
kalimat (seni sastra), misalnya siswa disuguhkan bacaan sederhana
dengan dilengkapi ilustrasi, setelah itu mereka diminta untuk
menjelaskan kedudukan tiap kata dalam kalimat bacaan tersebut.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, guru mungkin lebih mudah
menggunakan pendekatan kesenian.Berbagai kesenian yang ada di
Indonesia bisa langsung diterapkan oleh guru dalam pembelajaran bahasa
Indonesia.Sedangkan dalam pembelajaran bahasa Arab dan Inggris, guru
tidak dapat langsung menggunakan kesenian yang berkembang dalam
pembelajaran. Guru harus melakukan studi kontrastif terlebih dahulu
terkait perbedaan dan persamaan bahasa Arab dan Inggris dengan bahasa
Indonesia. Setelah itu, guru harus menerapkan bahasa asing ke dalam seni
yang akan digunakan sebagai pendekatan dalam pembelajaran.19
Selain itu, FITK memiliki program profesi keguruan terpadu (PPKT)
yang harus diikuti siswa sebagai kegiatan aktualisasi teori-teori keguruan
yang telah didapatkan dari materi perkuliahan di kelas.Biasanya 5-10
mahasiswa dari berbagai program studi di kirim ke sebuah sekolah untuk
menyelenggarakan kegiatan tersebut.Mahasiswa yang memiliki
keterampilan kesenian dapat beradaptasi dengan baik dalam mengajarkan
siswa-siswa di sekolah tersebut. Mayoritas siswa di sekolah menyukai
kesenian, sehingga guru praktik dengan keterampilan kesenian akan mudah
berbaur dengan siswa-siswi.
Tidak sedikit juga guru-guru praktik dengan kelebihan dalam bidang
kesenian akan diminta untuk melatih kesenian siswa-siswi di kegiatan
ekstrakurikuler sekolah, seperti musik tradisional, band, marawis, tari
tradisional, dan sebagainya. Bahkan setelah mereka menyelesaikan
kegiatan PPKT, tidak sedikit pula sekolah yang akhirnya merekrut
mahasiswa tersebut untuk menjadi pelatih tetap kegiatan ekstrakurikuler
dan juga menjadi guru mata pelajaran ketika mereka telah lulus jenjang
sarjana.

19
Azkia Muharom Albantani, “Mustawayat Ta'alum wa Ta'lim al-Lughah al-'Arabiyah
'inda Rusydi Ahmad Thu'aimah”, Arabiyat: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan
Kebahasaaraban, Vol. 1, No. 1, 2014, h. 140.

120
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Hal-hal yang selalu terlupakan dalam pembelajaran, misalnya


memberikan penguatan, memotivasi, dan merangkum/menyimpulkan
materi. Namun hal tersebut akan berpengaruh terhadap kelancaran proses
pembelajaran. Suasana kelas yang gaduh dan tidak kondusif juga dapat
memengaruhinya. Hal-hal tersebut jika selalu dilakukan akan menjadi suatu
hal yang terbiasa dan menjadi suatu keterampilan negatif.20
Setidaknya terdapat 5 (lima) kemampuan yang diperlukan oleh
calon guru untuk menciptakan pembelajaran yang efektif, yaitu percaya
diri, berani tampil, suara jelas dan keras, mempunyai karakter, dan
pengetahuan luas. 21 Berbagai kemampuan tersebut dapat diasah oleh
mahasiswa FITK selaku calon guru melalui ikut aktif dalam berbagai
organisasi intra dan ekstra kampus.22 Terlebih lagi dalam organisasi yang
aktif dalam bidang kesenian, dengan seringnya mengikuti pertunjukan,
mahasiswa akan sangat terlatih dalam percaya diri, berani tampil, bersuara
jelas dan keras, dan memiliki karakter dalam kesenian.
Dalam mengapresiasikan bakat kesenian mahasiswa, harus
terdapat organisasi kesenian tingkat fakultas yang dapat terus melatih
bakat-bakat tersebut.Pojok Seni Tarbiyah (POSTAR) merupakan lembaga
semi otonom yang terdapat di FITK UIN Jakarta untuk mewadahi minat dan
bakat mahasiswa dalam berbagai macam kesenian baik kesenian modern
dan tradisional, maupun kesenian daerah dan internasional.POSTAR
memiliki beberapa elemen yang masing-masing fokus memperdalam minat
dan bakat dalam sebuah kesenian, di antaranya paduan suara, lingkar
sastra, tari tradisional, band, marawis, karawitan, dan degung.23
Organisasi kesenian tersebut telah banyak menuai prestasi lokal
dan nasional, bahkan internasional.Berbagai elemen POSTAR tak
henti-hentinya mendapat undangan untuk menjadi pengisi acara di
berbagai kegiatan dengan level lokal, nasional, dan internasional.Selain itu,
beberapa elemen pun telah berhasil menjuarai perlombaan yang diikuti,
seperti band, tari tradisional, dan sebagainya.Bahkan tidak sedikit anggota
POSTAR yang diminta untuk menjadi pelatih kegiatan ekstrakurikuler
kesenian di beberapa sekolah sekitar Jabodetabek.
Namun sayangnya, tidak terlalu banyak mahasiswa baru di setiap
tahunnya yang mendaftarkan diri untuk dapat menjadi anggota POSTAR.
Dari 1000-an mahasiswa baru, hanya 100-200 mahasiswa yang berminat

20
Dewi Dyah Widyastuti, “Keterampilan Dasar Mengajar”, h. 78-79.
21
Ady Ferdian Noor, dkk, Kompetensi Mengajar Calon Guru SD, (Palangkaraya: UMP,
2014), h. 18-20. Lihat juga Sandi Yudhawati, “Manajemen SDM dalam Pembelajaran
Pendidikan Anak Usia Dini”, Jurnal Ilmiah Pendidikan, Vol. 2, No. 1, 2014, h. 31.
22
Usi Tamala, “Hubungan Minat Menjadi Guru dengan Keterampilan Mengajar pada
Mata Kuliah Micro Teaching”, (Riau: Universitas Riau, 2014), h. 10-11.
23
Pengurus Harian, AD dan ART POSTAR 2014/2015, h. 11-12.

121
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

untuk mendaftar walaupun sebenarnya masih banyak lagi mahasiswa baru


yang memiliki minat dan bakat lebih di bidang kesenian.Namun perlu
diperhatikan juga bahwa tidak semua orang memiliki keinginan dalam
memunculkan dan mengembangkan minat dan bakatnya dalam kesenian.
Dalam meningkatkan kualitas mahasiswa di bidang kesenian, sudah
sebaiknya disusun kurikulum pelatihan setiap elemen bagi para anggotanya.
Hal tersebut dapat memetakan berbagai target dan tujuan setiap elemen.
Selain itu, hal tersebut dapat membantu penerapan integrasi ke-Islam-an
dan ke-Indonesia-an dalam berbagai seni yang dilatih, misalnya kolaborasi
seni musik Islami, daerah, dan modern, kolaborasi seni tari daerah dengan
nilai-nilai Islami, kolaborasi seni teatrikal daerah bernuansa Islami, dan
sebagainya.
Jika mengajar adalah seni dan bahasa memiliki keterkaitan yang
erat dengan seni, maka guru bahasa harus memiliki keterampilan dalam
kesenian meskipun hanya satu bidang kesenian saja.Pada hakikatnya
manusia diciptakan dengan menyukai yang indah-indah.Adapun seni
berkaitan dengan yang indah-indah. Besar kemungkinan pembelajaran
bahasa dengan pendekatan kesenian akan sangat mudah diterima oleh
siswa.
Fakta membuktikan bahwa rata-rata nilai ujian nasional dalam mata
pelajaran bahasa, baik bahasa Indonesia, Arab, maupun Inggris tiap
tahunnya berada di bawah mata pelajaran lainnya. 24 Sebuah tesis
mengungkapkan bahwa rendahnya nilai mata pelajaran yang diperoleh
siswa merupakan salah satu akibat dari rendahnya motivasi dan minat
belajar siswa.Hal tersebut juga merupakan kegagalan guru dalam
mengajarkan mata pelajaran bahasa terutama dalam transfer of knowledge.
Kegagalan dalam transfer of knowledge juga dapat disebabkan oleh
ketidakmahiran seorang guru bahasa dalam menggunakan metode,
pendekatan, dan teknik pembelajaran.Pendekatan dan teknik pembelajaran
bahasa dengan menggunakan kesenian sangat efektif dalam ketersampaian
materi pelajaran kepada siswa. Namun dibandingkan guru bahasa Indonesia
dan Inggris, mayoritas guru bahasa Arab dianggap lebih kaku dalam
mengelola pembelajaran.
Mayoritas guru bahasa Arab merupakan lulusan dari berbagai
pesantren.Mereka pun menerapkan metode pembelajaran bahasa yang
digunakan oleh kyai, di antaranya metode tata bahasa dan terjemah yang
merupakan bagian dari metode pembelajaran tradisional. Meskipun
metode tersebut memiliki kelebihan, namun penggunaannya tanpa

24
Tim Redaksi, “Nilai Ujian Nasional Bahasa Indonesia”, http://www.tempo.co/
,diakses 25 April 2016.

122
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

kreatifitas guru akan membuat siswa masa kini tidak tergugah dalam belajar
bahasa, terutama bahasa Arab.
Setiap orang memiliki potensi seni di dalam dirinya.Seorang calon
guru sebaiknya melatih dan mencuatkan potensi tersebut dalam rangka
menjadi guru yang efektif, bukan malah menahan potensi tersebut
berkembang.Tidak sedikit guru bahasa yang melarang dirinya untuk
bersentuhan dengan seni, bahkan menganggapnya haram.Padahal ajaran
Islam tidak pernah melarang kegiatan seni selama tidak bertentangan
dengan nilai-nilai Islam.Hal tersebut merupakan pekerjaan rumah bagi
pengelola FITKUIN Jakarta untuk menanamkan nilai-nilai integrasi keilmuan,
keislaman, dan keindonesiaan ke dalam jiwa calon guru, terutama calon
guru bahasa.Seorang guru bahasa harus unggul dalam keilmuan bahasa
dengan mengintegrasikan rasa keislaman dan keindonesiaan di dalam
pembelajaran.Seorang guru bahasa dapat menanamkan ketiga nilai
integrasi tersebut kepada siswa melalui pendekatan kesenian Islami dan
kesenian Indonesia.

Penutup
Beragam keterampilan pendukung diperoleh mahasiswa FITK selaku
calon guru melalui ikut aktif dalam berbagai kegiatan pada organisasi intra
dan ekstra kampus.Ada baiknya hal tersebut oleh pihak kampus untuk
mewajibkan mahasiswa agar ikut aktif dalam sebuah organisasi di dalam
dan di luar kampus. Dengan ikut aktif dalam sebuah organisasi, mahasiswa
akan terlatih kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial yang
dimilikinya. Hal tersebut sangat penting bagi seorang calon guru.
3 (tiga) program studi pendidikan bahasa yang dikelola oleh FITK
sebaiknya juga memerhatikan pendekatan kesenian dalam kegiatan
perkuliahan “pengajaran mikro” sehingga dapat melatih mahasiswa calon
guru bahasa lebih kreatif dalam mengembangkan materi pembelajaran dan
mengelola kelas melalui pendekatan kesenian, yaitu seni musik, seni rupa,
seni sastra, dan sebagainya. Hal tersebut memiliki nilai lebih dalam
memotivasi siswa dalam belajar. Dengan demikian, mahasiswa akan lebih
mudah beradaptasi dengan situasi sekolah dalam kegiatan PPKT.
POSTAR sebagai organisasi internal fakultas yang mewadahi minat
dan bakat mahasiswa dalam bidang kesenian dapat memberikan andil yang
besar dalam menyiapkan keterampilan pendukung bagi lulusan.Sebaiknya
mulai saat ini POSTAR dengan dukungan pihak fakultas sudah saatnya untuk
menjalin kerjasama dengan lembaga seni otoritatif yang dapat memberikan
sertifikat keahlian mahasiswa dalam bidang kesenian musik, teater, sastra
dan desain grafis sebagai sertifikat pendamping ijazah jenjang sarjana. Hal
tersebut akan menjadi nilai lebih bagi para lulusan ketika bersaing dengan
lulusan universitas lain dalam seleksi pekerjaan.

123
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Daftar Pustaka
Albantani, Azkia Muharom. “Mustawayat Ta'alum wa Ta'lim al-Lughah
al-'Arabiyah 'inda Rusydi Ahmad Thu'aimah”, Arabiyat: Jurnal
Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban, Vol. 1, No. 1, 2014.
Albantani, Azkia Muharom.“Pendidikan Karakter Menyongsong Indonesia
Emas 2045”, Proceeding Seminar Nasional Prodi PGMI UIN Jakarta:
Professional Learning untuk Indonesia Emas, 2015.
Albantani, Azkia Muharom. “Implementasi Kurikulum 2013 pada
Pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah”, Arabiyat: Jurnal
Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban, Vol. 2, No. 2, 2015.
Badudu, J.S.Inilah Bahasa Indonesia yang Benar III.Jakarta: Gramedia, 1989.
Faizah, Hasnah.Filsafat ilmu.Pekanbaru: Cendikia Insani, 2009.
Fatimaningrum,Arumi Savitri. “Karakteristik Guru dan Sekolah yang Efektif
dalam Pembelajaran”.
Henson, K.T.B.E.Eller, Educational Psychology for Effective Teaching.
Belmont: Wadsworth Publishing Company, 1999.
Martha, I Nengah. I Made Tegeh, “Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Berbasis Local Content Guru dan Calon Guru Sekolah Dasar di Kota
Singaraja”, Jurnal Pendidikan Indonesia, Vol. 1, No. 2, 2012.
Noor, Ady Ferdian.dkk, Kompetensi Mengajar Calon Guru SD,
(Palangkaraya: UMP, 2014).
Nurmina, dkk, “Pengembangan Media Interaktif Komik Elektronik Berbasis
Flash Movie untuk meningkatkan Keterampilan Menulis Karya
Sastra”, Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 2, No. 1, 2015.
Pengurus Harian, AD dan ART POSTAR 2014/2015.
Rama, Tri.Kamus Praktis Bahasa Indonesia.Surabaya: Karya Agung, 2007.
Saputra, Deny Surya. “Hubungan antara Kompetensi Profesionalisme Guru
dan Kinerja Guru di SMA XXX Tangerang”, Jurnal Psikologi Vol. 9 No.
2, 2011.
Sugono, Dendy.Berbahasa Indonesia dengan Benar.Jakarta: Puspa Swara,
2004.
Syamsuddin, Buku Materi Pokok Sanggar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka, 1985.
Tamala, Usi. “Hubungan Minat Menjadi Guru dengan Keterampilan
Mengajar pada Mata Kuliah Micro Teaching”, Riau: Universitas Riau,
2014.
Tim Penyusun, Kompetensi dan Learning Outcomes, Jakarta: Direktorat
Pembelajaran dan Kemahasiswaan, 2011.
Tim Penyusun, Pedoman Akademik Program Strata 1 2015/2016. Jakarta:
Bagian Akademik UIN Jakarta, 2015.
UNESCO, “The Four Pilars of Education”,
http://www.unesco.org/delors/fourpil.htm, 2015.

124
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Widyastuti, Dewi Dyah. “Keterampilan Dasar Mengajar”.


Yudhawati, Sandi. “Manajemen SDM dalam Pembelajaran Pendidikan Anak
Usia Dini”, Jurnal Ilmiah Pendidikan, Vol. 2, No. 1, 2014.

125
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

AXIOLOGI ISLAM TERHADAP KEBUDAYAAN25

Muis Sad Iman, Ahwy Oktradiksa


Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Fakultas Agama Islam - Universitas Muhammadiyah Magelang
Email : Muis_sad_iman@yahoo.com, ah_wy_od@yahoo.com

Pendahuluan
1. Axiologi
Ketika kita akan meniawab pertanyaan tentang apa nilai kegunaan dari
suatu pengetahuan, maka kita berpaling pada axiologi.
"Axiologi" artinya "teori tentang nilai", kegunaan dari suatu
pengetahuan.1) Dalam hal ini kegunaan pengetahuan agama Islam terhadap
segi kebudayaan.

2. Islam.
Yaitu dienu al-haq, dienu al-qayyim, dienullah, agama wahyu bukan
alamiyah, agama samawi-bukan ardhi, sesuai dengan kodrat
manusia-bukan produk pemikiran manusia, agama akal bukan agama nenek
moyang, bukan sebagai fenomena social, bukan bagian dari kebudayaan;2).
Konsentrasi pada al-Qur'an. (Kito boleh mengatakan agama merupakan
bagian dari kebudayaan apabila yang dimaksud agama itu adalah selain
Islam3)). Islam: ya'lu wa la yu'la alaih.

3. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan, istilah Inggrisnya disebut "culture", dan telah di
Indonesiakan meniadi kultur, yang sama pengertiannya dengan
kebudayaan, atau bila ditulis secara singkat menjadi budaya.
Istilah tersebut dalam bahasa Arabnya "tsagafah". Istilah kebudayaan
sering disejajarkan dengan istilah "peradaban" (berasal dari kata Arab:
adab, yang berarti kesopanan, kehalusan, dan kebaikan budi pekerti. Kalau
kebudayaan diseiaiarkan dengan kultur, maka peradaban diseiaiarkan
dengan civilization (civilisasi). Dalam kajian dan pembahasan para ahli
sering kedau istilah kebudayaan dan peradaban dibedakan, di samping ada
yang menyamakannya. Menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat, masalah
kebudayaan dan peradaban hanya soal istilah saja. Istilah peradaban
biasanya dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-unsur kebudayaan yang

25
Makalah Seminar dengan Tema : ISLAM dan Sains : Upaya Pengintegrasian Islam dan
Ilmu Pengetahuan di Indonesia.Diselenggarakan oleh FITK UIN JAKARTA Dalam rangka
Hardiknas 02 Mei 2016

126
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

halus seperti kesenian, sopan santun dan sistem pergaulan yang kompleks
dalam suatu masyarakat dengan struktur yang kompleks, tetapi juga istilah
peradaban dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai
sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa sistem kenegaraan, dan ilmu
pengetahuan yang maju dan kompleks. Adapun kesamaannya keduanya
merupakan kreasi dan karya insani ciptaan manusia (man-made).
Konsep dan definisi kebudayaan sudah banyak dibuat oleh para ahli.
Barangkali dapatlah dikatakan bahwa definisi kebudayaanlah yang paling
banyak disusun oleh para sarjana jika dibandingkan dengan definisi-definisi
(ilmu) lainnya yang pernah diciptakan oleh orang. Para sarjana acapkali
mendefinisikan kebudayaan itu menurut visi mereka sendiri-sendiri,
sehingga lahirlah konsep dan definisi tentang kebudayaan itu dengan versi
yang beraneka ragam sekali. Konsep dan defininisi kebudayaan sudah
banyak, sama banyaknya dengan para ahli yang telah pernah dan akan
mendefinisikannya.
Prof. Dr. Koentjaraningrat mempunyai usul yang sama, dengan Dr. J.
Verkuyl (kebudayaan adalah segala sesuatu yang diciptakan oleh budi
manusia) bahwa kata kebudayaan itu adalah berasal dari bahasa sanskerta
"buddhayah", yang merupakan bentuk jamak dari "buddhi'" yang berarti
budi atau akal. Dengan demikian, kebudayaan dapat diartikan "hal-hal yang
bersangkutan dengan budi dan akal".
Di atas telah dikatakan bahwa kebudayaan itu adalah segala sesuatu
yang diciptakan oleh budi manusia. Jadi kebudayaan adalah khas manusia,
bukan ciptaan binatang atau tanaman, yang tidak mempunyai akal-budi.
Binatang memang mempunyai tingkah laku tertentu menurut naluri
pembawaannya yang berguna untuk memelihara kelangsungan hidupnya,
akan tetapi binatang tidak mempunyai kebudayaan5).
Berbeda dengan pengertian kebudayaan di atas (secara umum), bahwa
kebudayaan sesungguhnya merupakan upaya penjelmaan diri manusia
dalam uusaha menegakkan eksistensinya dalam kehidupan. Manusia adalah
"lapangan eksistensi". Ia hanya dapat dibaca di dalam konteks
kebudayaannya. Lapangan eksistensi itu meliputi pemikiran dan aktifitas
mewujudkan pemikirannya dalam kenyataan di tengah kehidupan
masyarakat. Sebagai penjelmaan diri, maka kebudayaan sesungguhnya
merupakan totalitas hidup manusia. Demikian pula, masalah kebudayaan
sesungguhnya adalah masalah bagaimana manusia mewuiudkan
eksistensinya dalam hidup. Dalam kaitan ini, masing-masing individu saling
berhadapan untuk sama-sama mewujudkan eksistensinya masing-masing,
sehingga konflik-konflik seringkali tidak dapat dihindarkan, bahkan dapat
membawa pada suatu krisis kebudayaan, di mana nilai-nilai yang layak
dipedomani meniadi kabur5). Itulah mengapa Islam sangat berguna untuk
dijadikan barometer, parameter dan al-furqan.

127
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Pembahasan
1. Kebudayaan Moderen (Kontemporer)
Periode modern (1800 - dan seterusnya) merupakan zaman
kebangkitan umat Islam. Jatuhnya Mesir ke tangan Barat menginsafkan
dunia Islam akan kelemahannnya dam menyadarkan umat Islam bahwa di
Barat telah timbul peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan
ancaman bagi Islam6).
Harus diakui bahwa dunia Barat telah maju pesat di bidang ilmu dan
teknologi. Kepesatan kemajuan ilmu dan teknologi Barat telah
menimbulkan kekaguman dan daya pesona, terutama di kalangan yang
disebut negara-negara berkembang. Keterpesonaan terhadap kemajuan
Barat di bidang ilmu dan teknologi modern itu sering menyebabkan
sebagian orang, secara sadar atau tidak, lantas mengidentikkan segala yang
modern itu dari Barat. Assosiasi dan asumsi semacam itu cukup merasuk ke
dalam tulang sumsum sebagian orang, sehingga orientasi pemikiran dan
pola pandangan hidup dan tingkah laku mereka berpolakan Barat7).
Peradaban baru dari Barat selanjutnya kenyataan masyarakat
tersebut di atas dikarenakan krisis yang melanda umat Islam sekarang ini,
yaitu krisis ide atau gagasan (Harun Nasution, hal.14: di periode modern
inilah timbulnya ide-ide pembaharuan dalam Islam). Kaum muslimin dapat
tampil kembali ke atas panggung sejarah, bisa dipercaya, bila diciptakan
kondisi bagi tumbuhnya nilai-nilai ideal Islam dalam merespon segala
kemajuan zaman, ketimbang sekedar mengadakan tangkisan emosional8).
Sebenarnya kebudayaan Barat disebut modern karena ia mampu
mencipta dan mengaplikasi ilmu teknologi modern. Predikat modern yang
melekat pada kebudayaan Barat adalah ditentukan oleh keberhasilannya
mencipta dan mengaplikasi ilmu dan teknologi modern, dan tidak
ditentukan oleh nilai-nilai Baratnya. Kebudayaan apapun di dunia ini bisa
disebut dan menjadi modern jika mampu mencipta dan mengaplikasi ilmu
dan teknologi modern, tanpa mengambil alih nilai-nilai Barat atau menjadi
Barat9). Oleh karena itu seluruh generasi muda Islam umumnya harus dapat
membedakan dan sekaligus menemukan pegangan pendirian yang benar,
baik dari segi ilmiah maupun dari segi aqidah-dieniah, sehingga pengertian
dan pemahaman kita tentang Islam dalam hubungannya dengan
kebudayaan dan peradaban tidak dikaburkan oleh ide-ide yang justru tidak
relevan dengan Islam10).
Krisis rohani dan kekosongan moral yang menimpa manusia yang
hidup dalam kebudayaan modern dewasa ini, tidak lain disebabkan karena
manusia-manusianya telah meninggalkan dan melepaskan ajaran-ajaran
agama. Pelepasan dan penanggalan ajaran Agama dari kehidupan inilah
yang telah melahirkan yang berpandangan hidup sekuler, berkebudayaan
sekuler11).

128
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Faktor utama yang menyebabkan sekulerisme berkembang pesat di


Barat, karena dominasi agama Kristen sebagai agama tunggal selama
beberapa abad lalu, yang meletakkan dasar hukum: "Render Quito God the
things which are Caesar's and into God the things which are Gods
(Matheus:22;23). Artinya; "Berikan kepada Kaisar apa yang menjadi
urusannya dan serahkan kepada Tuhan apa yang menjadi urusan-Nya". Atas
dasar itu, agama Kristen telah membagi hidup manusia kepada dunia
bagian yang satu sama lainnya tak berhubungan. Segala sesuatu yang
berhubungan dengan spirituil ditentukan oleh Tuhan, sedang segala
sesuatu yang berkaitan dengan duniawi berada dalam kekuasaan dan di
bawah pengawasan manusia. Keadaan inilah yang menjadi sebab secara
leluasa membuka ialan menuju kepada sekulerisme12). Pemisahan hidup
tersebut telah mempengaruhi kalangan Muslim. Hal ini oleh Dr. Ir. Hidajat
Nataatmadja diistilahkan sebagai kesadaran bajing loncat, yaitu pada saat
seseorang sembahyang di mesjid, atau berkhotbah mengenai agama.
Kesadaran spiritualnya itu memang ada, hidup, sebagaimana diajarkan
dalam agama. Tapi begitu orang itu terjun ke dunia pekerjaan dumiawinya,
sebagai pejabat, pengusaha atau lainnya lagi kesadaran agamawinya,
kesadaran spritualnya, sirna seketika digantikan oleh kesadaran
materialistik, kesadaran amarah, kesadaran binatang berakal13). Pemisahan
kegiatan hidup manusia menjadi dua belahan yang satu dengan lainnya
tidak berkaitan dapat menimbulkan apa yang disebut para ahli ilmu jiwa
sebagai "desintegrasi" dalam tata kehidupan masyarakat dan retaknya
kepribadian manusia14).
Sekulerisme, materialisme (dan komunisme), masing-masing saling
kait mengkait dan isi mengisi. Dalam interpretasi kehidupan materialistis.
tingkat pertama yang dicapai oleh kebudayaan Barat adalah tingkat
sekulerisme. Konsep sekulerisme jika diteliti secara mendalam akan
melahirkan dua kelompok masyarakat. "Pertama" adalah kelompok
masyarakat yang percaya kepada Tuhan dan beragama, namun dalam
hidupnya sehari-hari memisahkan diri dari agama. "Kedua" kelompok
masyarakat yang sama sekali tidak percaya kepada Tuhan dan Agama,
karenanya pandangan hidup mereka jauh dari ajaran-ajaran Tuhan dan
menjadi materialistis. Kelompok pertama menyatakan diri dalam bentuk
negara Barat yang menganut faham demokratis, sedang kelompok kedua
menyatakan diri dalam bentuk negara Komunis dengan Rusia sebagai
gembongnya.
Sekulerisme yang bertuhan hanya berada satu tingkat dari
sekularisme tak bertuhan. Ini telah terlihat dalam sejarah pada waktu
permulaan agama Kristen berkembang di Eropa, kerajaan-keraiaan Kristen
yang ada pada saat itu tidak bercorak sekuler. Kemudian tiba masanya

129
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

fungsi negara-gereja itu dipisahkan, negara-negara Kristen tersebut barulah


menjadi sekuler.
Sekulerisme ini terus menggerogoti dan melucuti kekuatan-kekuatan
agama dan moral, yang prosesnya berlangsung hingga kini. Dalam pada itu,
bayi sekulerisme ini lahir dalam bentuk komunisme. Sekulerisme bertuhan
terus berproses menjadi anti Tuhan. Dengan ini menjadi jelas bahwa
kebudayaan Barat secara praktis adalah kebudayaan materialistis, di mana
Tuhan dianggap sepi, irrasional dan omong kosong belaka. Agama telah
dipisahkan hubungannya dengan kebudayaan oleh Barat15).
Dalam pada waktu itu tak dapat ditolak bahwa banyak daripada
gejala-gelaja kebudayaan modern yang tak menyenangkan maupun
bentuk-bentuk seni permainannya seperti bermacam-macam kontes, naight
club sampai-sampai kepada ganja dan morfin disana-sini telah menembus
ke dalam kehidupan Bhinneka Tunggal Ika16).
Demikian tampang kurun kebudayaan modern dewasa ini yang oleh
Barat semakin didesak ke belakang dan dipisahkan dari tumpuhan
kepercayaan kepada Tuhan serta nila-nilai agama17).
Keadaan ini akan membawa agama ke dalam satu zaman di mana
manusia secara radikal tidak membutuhkannya lagi. Dalam situasi demikian
itu agama akan lenyap dari masyarakat. Bila humanisme sekuler dipandang
sebagai suatu yang menentang, posisi seorang Muslim dalam kondisi dunia
seperti sekarang ini cukup rumit untuk menghadapinya. Di satu sisi kita
melihat tingkah laku sebagian Muslim merupakan iklan buruk dari Islam
sedangkan di sisi lain Al Qur’an tampaknya membuka diri untuk
memberikan kata putus buat menjawab tantangan yang bagaimanapun
(beraneka ragam.pen) coraknya. Dengan kata lain Al Qur`an seperti tidak
punya nilai guna lagi18).

2. Nilai-Nilai Kebudayaan Yang Islami


Dalam pembahasan ini penulis mencoba menjawab pertanyaan
apakah dan bagaimanakah nilai-nilai kebudayaan yan Islami.
Suatu kesatuan kebudayaan betapapun kecillnya tetap memillki
karakteristik, keunikan dan kekhususannya sendiri yang membedakannya
dari kesatuan kebudayaan lain. Jika bicara tentang kebudayaan Jawa maka
sudah tentu ia bukan kebudayaan Sunda, Batak atau lainnya. Demikian juga
jika terdengar ungkapan kebudayaan Sekuler, maka sudah tentu ia bukan
satu kebudayaan yang dibangun atas dasar Agama, jika berbicara tentang
kebudayaan Islam artinya ia sejalan dengan tuntunan Al Qur’an dan Sunnah
Mutawatir. Al Qur'an seperti kita ketahui adalah kitab suci terakhir yang
diproyeksikan untuk menjawab persoalan-persoalan umat sepaniang
zaman, oleh karena itu Al Qur'an hanya mengandung patokan-patokan
dasar, dan atas patokan dasar itulah umat Islam mengatur kehidupannya.

130
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Di sinilah terletak makna hubungan dialogis antara Al Qur'an dengan


realitas dinamika kehidupan umatnya. Di sini pula Al Qur’an sebagai wahyu
Ilahi berdialektika secara kreatif dengan kebudayaan melalui manusia,
artinya manusia menggunakan akalnya untuk memahami Al Qur'an dan
merealisasikannya dalam kegiatan budaya18). Kata Harun Nasution agama
seperti yang diyakini oleh pemeluknya berasal dari Tuhan Yang Maha
Benar. Oleh karena itu ajaran agama adalah mutlak, benar, absolut, tidak
berubah-ubah dan tidak dapat dibantah oleh pemeluknya. Sementara
kebudayaan sebagai hasil dari interaksi akal dan realitas masyarakat
bersifat dinamis. Sehingga tidak mengherankan jika antara agama dan
kebudayaan sering terdapat ketidak-harmonisan. Terkadang kebudayaan
sulit berkembang karena kebudayaan diikat oleh keyakinan-keyakinan dan
tradisi dalam agama. Di sisi lain kebudayaan dapat berkembang terlepas
dari agama yang sering justru mencemaskan manusia. Untuk menghindari
perkembangan kebudayaan yang cenderung merusak maka hendaknya
perkembangan itu sejalan dengan semangat Al Qur'an dan tradisi Nabi
Muhammad saw20). Tetapi Al Qur'an sebagai kitab suci lebih mementingkan
amal dari pada gagasan.
Al Qur'an sebagai kitab suci yang lebih mementingkan amal dari pada
gagasan itu, maka kata padanan kebudayaan dalam bahasa Arab yaitu
al-hadharah atau al-tsaqafah memang tidak akan kita temukan di
dalamnya, karena kata tersebut menunjuk kepada kebudayaan sebagai
produk. Sebaliknya kata amal sebagai kegiatan manusia yang menunjuk
pada kebudayaan sebagai proses justru merupakan salah satu ajaran pokok
al-Qur’an. Amal atau karya adalah upaya manusia Yang rasional dan efektif
yang dipergunakan olehnya untuk menguasai lingkungan serta alamnya.
Amal atau aktifitas budaya merupakan aktifitas hidup yang disadari,
dimengerti dan direncanakan serta berkait erat dengan nilai-nilai. Kita
dapat melihat bahwa kebudayaan dalam Al-Qur’an lebih dipandang sebagai
proses manusia mewujudkan totalitas dirinya dalam kehidupan. yang
disebut amal. Memandang kebudayaan sebagai proses, adalah
meletakkan kebudayaan sebagai eksistensi hidup manusia.21) Jika
kebudayaan diletakkan sebagai suatu proses, maka persoalannya adalah
bagaimana al-Qur’an memberikan penjelasan mengenai realisasi dari
proses kreatif itu dalam suatu bagian atau strategi pembentukan
kebudayaan yang berdasar pada prinsip pandangan tauhid. Dalam kaitan ini
al-Qur'an sebagai pedoman hidup manusia tentu memberikan wawasan
terhadap proses kebudayaan, meskipun al-Qur’an tidak memberikan
penjelasan yang bersifat terinci dan praktis. Jika al-Qur’an membicarakan
segala sesuatu yang secara terinci terutama yang berkaitan dengan
hukum-hukum yang mengatur kehidupan masyarakat, maka akibatnya
tentu akan menghambat perkembangan masyarakat itu sendiri.22). Dengan

131
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

demikian, ketika kebudayaan diartikan sebagai proses, maka nilai-nilai


kebudayaan yang Islami yaitu aural/perbuatan manusia baik secara individu
maupun secara kolektif yang mencerminkan ajaran / isi kandungan
al-Qur’an.
Sebagaimana telah diketahui apakah nilai-nilai kebudayaan yang
Islami itu, maka pertanyaan berikutnya adalah bagaimana nilai-nilai
kebudayaan yang Islami. Supaya perbuatan manusia mencerminkan
nilai-nilai kebudayaan yang Islami atau mencerminkan isi kandungan
al-Qur’an, konsekwensinya manusia itu terlebih dahulu harus tahu nilai
kandungan al-Qur'an, dan untuk memahaminya manusia bisa melihat pada
diri Rasulullah Saw. Dengan demikian bagaimana nilai-nilai kebudayaan
yang Islami itu, jawabnya adalah semua perbuatan Rosulullah Saw (kana
khuluquhu al-Qur'an).
Manusia yang meniru perbuatan Rasulullah Saw berarti manusia itu
telah menuniukkan nilai-nilai kebudayaan yang Islami, terlepas apakah dia
itu muslim atau tidak. Dengan demikian bagaimanakah nilai-nilai
kebudayaan yang Islami itu, yaitu kebudayaan yang tidak mesti dihasilkan
oleh orang Islam saja atau oleh orang-orang Arab saja, dan memiliki 3 ciri:
(1) semangat menyelidiki, (2) cinta persaudaraan. (3) menghormati
agama.23).

3. Perbedaan Kebudayaan Islam Dengan Non Islam


Pertama, karena sekulerisme berkembang pesat di Barat
menyebabkan tumbuhnya gaya pikir yang relativistik, temporalistik, dan
materialistik, dan sifat ini telah mendominasi di zaman modern. Sedangkan
cara berfikir seorang muslim, adalah qur’ani, artinya kerangka fikir seorang
muslim diukur dengan pahala dan dosa atau dunia-akherat (secara idealis);
meskipun pada kenyataannya gaya fikir sebagian muslim terpengaruh juga
oleh nilai-nilai kebudayaan Barat, akibatnya teriadi pertentangan intern
muslim antara kelompok yang berfikir secara idealis dengan kelompok yang
berfikir secara realistik (yaitu yang terpengaruh oleh relativistik,
temporalistik, dan materialistic.24)
Kedua, dilihat dari sisi aliran tentang etika yang berkembang di Barat.
maka kebudayaan Barat mempunyai nilai-nilai (1) hedonisme, tokoh
utamanya Epikuros, 341-270 sM. (yaitu ukuran kebaikan suatu perbuatan
adalah apabila perbuatan itu menimbulkan hedone: kenikmatan atau
kelezatan), (2) utilitarisme, tokoh utamanya John stuart Mill, 1806-1873,
(yaitu:baik huruknya suatu perbuatan diukur atas dasar besar kecilnya
manfaat bagi orang lain; pengorbanan misalnya, dipandang baik jika
membawa manfaat lain dari pada itu hanyalah pengorbarnan yang
sia-sia), (3) vitalisme, tokoh utamanya Friedrich Neitzche, 1844-1900, (yaitu:

132
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

baik buruknya perbuatan manusia diukur dengan ada tidaknya daya hidup
(vitalitas) yang maksimum yang mengendalikan perbuatan itu).
Adapun aliran etika dalam Islam tidak ada, kecuali etika teologi
menurut Islam, (yaitu: "etika yang betul-betul bersumber dari Allah Swt,
yaitu prinrip-prinsip etika yang tercantum dalam firman-firmanNya atau
ajaran-ajaranNya yang disampaikan melalui Utusan-utusaNya).25)

SEKILAS TENTANG MANUSIA


Untuk meniawab persoalan apakah nilai Islam terhadap kebudayaan
tersebut, penulis mencoba menambah sedikit uraian tentang pengertian
manusia (baik sebagai subyek maupun obyek kebudayaan).
Berbicara tentang hakekat manusia pada dasarnya membicarakan
tentang pokok soal yang bersifat radikal, yaitu berusaha menemukan akar
pengertian tentang manusia, yang mungkin saja melewati batas-batas
pengertian yang hanya menekankan pada salah satu aspek kehidupannya,
seperti Yang terdapat dalam kajian berbagai disiplin ilmu, umpamanya
Antropologi, Sosiologi dan Psikologi. Hakekat manusia adalah sesuatu yang
amat vital yang menentukan kehidupannya di tengah kancah perubahan
masyarakat. Untuk memahami dan menentukan hakekat manusia itu
diperlukan satu sandaran yang dapat membawa ke arah pemahaman yang
lebih mendasar, satu sandaran yang berada pada tingkat yang lebih tinggi
dari hasil pemikiran manusia. Sandaran yang lebih kuat dan jauh lebih tinggi
dari hasil pemikiran manusia itu tidak lain adalah firman-firman Tuhan
(Wahyu Ilahi). Sandaran wahyu ini kiranya sangat diperlukan, karena
keterbatasan pemikiran manusia untuk memahami hakekat dirinya,
mengingat manusia secara individual tidak pernah terlibat sedikitpun dalam
proses penciptaan dirinya, ia lahir dari satu proses yang berada diluar
kekuasaan dirinya, ia adalah sebuah ciptaan belaka. Dengan sandaran
wahyu Ilahi yang tersurat dalam kitab suci dalam hal ini adalah al-Qur’an
maka manusia diharapkan dapat, memahami hakekat dirinya melalui
petunjuk Tuhan yang menciptakannya. Pengetahuan yang paling lengkap
dan benar tentang sebuah ciptaan adalah yang datang dari penciptanya,
karena hanya Dia yang paling tahu tentang makna dan keberadaan sebuah
ciptaan.28)
Penciptaan manusia adalah suatu proses yang secara individual
manusia tidak terlibat di dalamnya. Demikian pula halnya keterlibatan
Tuhan tidaklah langsung seperti yang terlihat dalam proses penciptaan,
artinya keterlibatan Tuhan dalam proses penciptaan manusia tersebut
diatur melalui hukum-hukum yang telah ditetapkanNya. Penciptaan
manusia adalah suatu proses alami yang berlangsung melalui beberapa
tahap dan tahap-tahap penciptaan itu adalah tahap jasad, hayat, ruh, dan
nafs.29) Dalam hubungan ini kebudayaan pada dasarnya merupakan

133
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

penjelmaan kesatuan diri yang terdiri dari jasad, hayat dan ruh. (yang
selanjutnya membentuk nafs) ketiganya merupakan faktor pokok bagi
pembentukan kebudayaan. Jasad sebagai sarana perhubungan fisik
dengan alam sekitarnya yang merupakan bahan dasar bagi pembentukan
kebudayan. Hayat sebagai daya hidup yang menggerakkan seluruh potensi
diri dalam proses pembentukan kebudayaan, dan ruh sebagai kekuatan
yang bersifat kreatif, yang memungkinkan munculnya gagasan-gagasan
dalam suatu konsep pembentukan kebudayaan. Dengan demikian visi
pokok al-Qur'an tentang manusia adalah kesatuan diri (dari jasad , hayat,
ruh), kesatuan yang disebut nafs keakuan, merupakan subyek kebu-
dayaan.30). Adapun predikat manusia sebagai khalifah mempunyai
wewenang untuk menentukan pilihan dan bebas untuk menggunakan
akalnya, sedangkan predikat manusia sebagai ‘abdun adalah seorang yang
telah kehilangan wewenang untuk menentukan pilihan dan kehilangan
kebebasan untuk berbuat. Esensi seorang khalifah adalah sebagai
kebebasan dan kreatifitas, sedangkan esensi seorang 'abdun adalah
ketaatan dan kepatuhan.31) Sedangkan hubungan kedua predikat itu
keduanya pada dasarnya merupakan kesatuan yang membentuk
kebudayaan. Seorang khalifah adalah sekaligus sebagai seorang abd
dihadapan Tuhan dan sebagai 'abd manusia mempunyai tuntutan kodrat
alamiahnya yang harus patuh dan tunduk pada hukum-hukum Tuhan.
Dengan demikian, maka kebebasan kreatif yang dimiliki mausia
sebagai khalifah yang diwuiudkan dalam tindakan, membawanya
berhadapan dengan tuntutan kodratnya sebagai 'abd yang menempatkan
posisinya sebagai yang terbatas,oleh karena itu pembentukan kebudayaan
sebagai realisasi diri dari kesatuan khalifah abd haruslah tunduk pada
hukum-hukum Tuhan.32) Dengan kata lain terdapat penegasan al-Qur’an
bahwa yang dilihat pada manusia tidak lain hanyalah amal perbuatan atau
pekerjaannya. Amal (apa yang dikerjakan manusia), yang telah menentukan
eksistensinya. Baik dihadapan Tuhan maupun sesama manusia (QS. 9 : 105).
Pekerjaan atau tindakan manusia merupakan perwujudan sepenuhnya dari
dirinya, mewakili citra dirinya dan menjadi ukuran untuk menilai dirinya.33)
Amal merupakan batu ujian (QS. 11:7, 18:17 dan 30 ; 67:2) hal 87. Amal
(perbuatan manusia) sekaligus merupakan ujian bagi manusia al-Qur'an
menegaskan adanya kebebasan untuk berbuat. Tanpa adanya kebebasan,
tentunya ujian terhadap amal perbuatan itu menjadi tidak bermakna. Oleh
karena itu amal perbuatan manusia pada hakekatnya manusia sendiri yang
sepenuhnya menentukan. dan tidak ada campur tangan Tuhan sedikitpun di
dalamnya, karena jika ada campur tangan Tuhan dalam amal perbuatan
manusia, maka tentunya amal perbuatan itu tidak hanya menjadi ujian bagi
manusia sendiri. Diatas kebebasan itu diletakkan tanggung jawab, agar
kebebasan itu tidak berarti kesewenang-wenangan atas amal perbuatan

134
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

manusia. Bentuk pertanggung jawaban itu adalah balasan yang setimpal


dan adil sesuai dengan kwalitas amal perbuatan manusia, yang akan
diberikan Tuhan kepada manusia yang diuji amal perbuatannya.34)
Amal perbuatanlah yang menentukan arti hidup manusia baik
dihadapan Tuhan maupun sesama manusia. Amal dalam pandangan
Al-Qur’an mempunyai arti yang sangat luas, yang menyangkut nerbagai
aspek kehidupan manusia di dunia ini dan bukan semata-mata kegiatan
peribadatan formal seperti yang diatur dalam kehidupan keagamaan.
Manifestasi amal perbuatan seorang hamba Allah adalah ketaatan dan
kepatuhanya yang ikhlas atas perintah-perintah Allah kepada hukum-
-hukum Allah yang mengatur semua ciptaan-Nya, yang menjadi sunnah
Allah, dan ketulusannya beribadah kepada-Nya , yang secara formal diatur
dalam kehidupan keagamaan. 35)
Hakekat manusia adalah amalnya, karyanya dan dalam karyanya
terjelma nilai-nilai kemanusiaanya, dalam wujud kebudayaan. Kebudayaan (
sebagal penjelmaan kesatuan eksistensi diri manusia hamba Allah /’-abd
Allah) adalah karya nyata dart manusia sebagai wakil Tuhan dimuka bumi
(khalifah Allah). 36)

Penutup
Analisis penulis, axiologi Islam terhadap kebudayaan, dimana agama
Islam sebagai jantungnya adalah al-Qur'an. maka:
1. Al-Qur’an mempunyai nilai kegunaan (axiologi) terhadap kebudayaan
yaitu sebagai "barometer". Kegunaan Al-Qur'an sebagai barometer
artinya al-Qur’an menjadi sumber dalam suatu proses kehidupan
(yaitu kebudayaan).
2. Sebagai "parameter" terhadap kebudayaan.Sedangkan kegunaan
al-Qur'an sebagai parameter artinya al-Qur'an menjadi tolok ukur
produk manusia yang disebut kebudayaan.
3. Kegunaan Al-Qur'an selanjutnya terhadap kebudayaan adalah
sebagai al-Furqan, yaitu membuat seseorang dapat membedakan
antara nilai-nilai kebudayaan yang Islami dengan nilai-nilai
kebudayaan yang non Islami, baik kebudayaan dalam arti proses
maupun kebudayaan dalam arti produk.

End note
1.
Jujun S.Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia. 1992). ha1.5 dan 35.
2.
Drs. Faisal Ismail, Agama Dan Kebudayaan (Bandung: Almaarif, 1982),
ha1.24,66-68, Dr.H.Burhanuddin Daya, A1-Qur'an Dan Pembinaan Budaya
(Yogyakarta: LESFI. 1993),ha1.38,42,44.

135
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

3.
lihat: Drs. Faisal Ismail. Op.cit. ha1.55-57,68.
4.
Ibid., ha1.7-20.
5.
Dr.H. Musa Asy'arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam AlQur'an
(Yogyakarta: LESFI, 1992). hal. 97.
6.
Prof. Dr. Harun Nasution. Pembaharuan Dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang.
1975 ), hal. 14.
7.
Drs.Faisal Ismail, Dinamika Islam Dalam Kebudayaan (Bandung: Almaarif,
1979 ), hal.5.
8.
S Parvez Manzoor, Peradaban Masa Depan Islam (Yogyakarta: LPM UII , 1986),
ha1.31. )
9.
Op-cit., hal. 6 .
10.
Drs. Faisal Ismail, Agama Dan Kebudayaan, Op.cit., hal.4-5.
11.
Drs.Faisal Ismail. Dinamika Islam Dalam Kebudayaan. Op.cit.. hal.8-9.
12.
Ibid., 9.
13.
Dr.Ir.Hidajat Nata Atmadia, Karsa Menegakkan Jiwa Agam, Dalam Dunia
Ilmiah, Verzi Baru Ihva Ulumiddin (Bandung: Almaarif, 1982) hal.83-84.
14.
Drs.Faisal Ismail, Loc.cit.
15.
Ibid, hal.10.
16.
Ibid, hal.11
17.
Ibid, hal.13.
18.
Ahmad Syafii Maarif, A1-Qur'an Realitas Sosial Dan Limbo Sejarah Sebuah
Refleksi,(Bandung: Pustaka 1985), hal.44.
19.
Abdul Basir Solissa, dkk, A1-Qur'an Dan Pembinaan Budaya (Yogyakarta: LESFI,
1993). hal. pengantar, ii-iii.
20.
Ibid. hal. pengantar, iv.
21.
Dr.H. Musa Asy'arie, Al-Qur'an Dan Pembinaan Budaya (Yogyakarta: LESFI.
1993). Hal.2.
22.
Dr.H. Musa Asy'arie. Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam A;- Qur 'an .
Op.ci t hal.9 .
23.
A.A.A.Fyzee, ahli bahasa: Drs.Syamsuddin Abdullah. Kebudayaan Islam,
(Yogyakarta: Bagus Arafah. 1982), hal.28.
24.
Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibnu Khaldun dan Pola Pikir Islam,(Jakarta : Temprin.
1989), hal.33.34.
25.
Dr.H.Hamzah Yagub, Etika Islam Pembinaan akhlak karimah, Suatu
Pengantar. (Bandung: Diponegoro, 1983), hal_15.44-47.
26.
Ibid,hal.98-99, mengtutip: Sir Mohammad Igbal, The Reconstruction of Religios
Thought in Islam (Lahore: SH.Muhammad Ashraf),
27.
Ziauddin Sardar, Tantangan Dunia Islam Abad 21 (Bandung: Mizan, 1.991),
hal. 210.
28.
Dr.H.Musa Asy'ari. Op.cit, hal. 84-85
29.
Ibid. hal. 62-82.
30.
Ibid, hal. 84.
31.
Ibid. hal. 37-38.
32.
Ibid, hal. 51
33.
Ibid, hal. 86.
34.
Ibid, hal. 89.

136
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

35.
Ihid, hal. 90.
36.
Ibid, hal. 91.

Daftar Pustaka

A.A.A.Fyzee, alih bahasa: Syamsuddin Abdullah. Kebudayaan Islam.


(Yogyakarta: Bagus Arafah. 1982).
Abdul Basir Solissa, dkk, A1-Qur'an Dan Pembinaan Budaya (Yogyakarta:
LESFI, 1993).
Ahmad Syafii Maarif, A1-Qur'an Realitas Sosial Dan Limbo Sejarah
Sebuah Refleksi (Bandung: Pustaka 1985).
Faisal Ismail, Agama Dan Kehudayaan (Bandung: Almaarif, 1982); dan
Dr.H.Burhanuddin Daya, A1-Qur'an Dan Pembinaa Budaya
(Yogyakarta: LESFI, 1993).
Faisal Ismail, Dinamika Islam Dalam Kebudayaan (Bandung:
Almaarif,1979).
Fuad Baali dan Ali Wardi. Ibnu Khaldun dan Pola Pikir Islam. (Jakarta :
Temprin. 1989).
Hamzah Ya'qub. . Etika Islam Pembinaan Akhlak Karimah, Suatu
Pengantar (Bandung: Diponegoro, 1983), hal.15,44-47.
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang,
1975 ).
Hidajat Nata Atmadja, Karsa Menegakkan Jiwa Agama Dalam Dunia
Ilmiah, Versi Baru Ihya Ulumiddin (Bandung: Almaarif, 1982).
Jujun S.Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1992).
Musa Asy'arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam A1-Qur’an
(Yogyakarta: LESFI, 1992).
Musa Asy'arie, Al-Qur'an Dan Pembinaan Budaya (Yogyakarta: LESFI,
1993).
S Parvez Manzoor, Peradaban Masa Depan Islam (Yogyakarta: LPM-UII,
1986).
Sir Mohammad Igbal, The Reconstruction of Religios Thought in
Islam(Lahore: SH. Muhammad Ashraf, tt).
Ziauddin Sardar, Tantangan Dunia Islam Abad 21 (Bandung: Mizan,
1991).

137
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

KIMIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Buchori Muslim
Program Studi Pendidikan Kimia
Universitas Islam Negeri (UIN) FITK Syarif Hidayatullah Jakarta
e-mail: buchorimuslim@uinjkt.ac.id

Abstract :This paper aims to lift the mystery about the reappearance
chemical elements and prove the time of triumph muslims related
emergence of the chemical elements that breeds science give much benefit
in the development of knowledge or always known with scientific
methode.We usually alchemic familiar with chemistry indirectly actually has
already appeared at this universe formed evidenced by the big bang theory
that produces a Hydrogen and Helium, this evidence amplified by the word
of God in QS. Al-anbiyaa: 30.The chemical elements other formed through a
cosmic rays, small stars and large stars, supernovae and element that is
man made (non natural). Based on historical development alchemic was
first introduced in the muslims in the 7th century (700-1400 M) as
evidenced by the work of famous muslims as: Jabir ibn Hayyan, Ar-Razi or
Rhazes and Izz Al Din Al Jaldaki that produces 200 title books later adopted
by the european among them: Book Al Ushul Al-Kimyai be Book of the
Compotition of Alchemy and Gebri Arabic Chimia Sive Traditio Summae
Perfectioniset Investigatio Mafisterii; Book Asy-Syam Al-Kamil be Sun of
Perfection, The Work of Geber and Great Arab Alchemist; Book Al-‘Asah be
The Nerves; and Al-Jami be The Universal.Its heyday to the 11th
century.Later on continued by scientists europe in the 13th to 16th, the
renaissance in pelopori by Francisco Bacon (1561-1626) where to gain
knowledge known as scientific method adopted Jabir ibn Hayyan of
experiments conducted, from this born modern chemistry in the 18th
century. Late 19th century chemical divided into several branches as:
Organic Chemistry, Inorganic, Analytic, Nuclear and Physical Chemistry
(Thermodynamics and Electrochemistry).

Keyword: Big-bang, Cosmic rays, Small stars, Large stars, Supernovae,


Non-natural of elements, Alkimia,Scientific methode.

A. Pendahuluan
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) selama ini semakin berkembang
mengikuti perkembangan teknologi. IPA yang biasa kita kenal dengan istilah
science ialah suatu pengetahuan berbasis fakta dan prinsip, yang bertujuan
untuk menjelaskan fenomena alam di sekitar kita. Dalam Longman

138
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Dictionary dikatakan bahwa “Knowledge” about the world, especially based


on examination and testing, and on facts that can be proved. Sebenarnya
science sendiri hanya mengkaji tentang Biological Science, Physical Science,
dan Earth & Space Science. Kemudian dari masing-masing kajian tersebut
lahir lah ilmu-ilmu seperti: Zologi, Botani, Ekologi, Fisika, Geologi,
Meteorologi dan Astronomi termasuk di dalamnya Ilmu Kimia.
Kurikulum pendidikan di Indonesia saat ini memasukan mata
pelajaran ilmu kimia pada tingkat sekolah SMA, bahkan di tingkat sekolah
SMP pun sudah mulai di perkenalkan tentang konsep dasar ilmu kimia.
Akan tetapi, pernahkah terpikir dalam benak kita apa sebenarnya ilmu
kimia itu dan dari mana ia muncul serta untuk apa kita mempelajarinya?.
Memang dalam beberapa literatur dikatakan bahwa ilmu kimia itu
merupakan ilmu termuda yang lahir dari hasil kajian ilmu science. Namun,
perlu diketahui bahwa meskipun ilmu kimia itu muncul terakhir, akan tetapi
keberadaannya sudah ada sejak alam semesta ini terbentuk.
Dalam makalah ini akan dijelaskan bagaimana proses kemunculan
kimia secara jelas dalam perspektif islam, yang di awali dari pembentukan
unsur-unsur kimia berdasarkan proses yang terjadi secara alami (natural)
maupun buatan yang dilakukan oleh manusia (non-natural). Selain itu,
makalah ini juga akan membahas perkembangan ilmu kimia di dunia
muslim dan barat serta memberikan alasan kepada kita, untuk apa
sebenarnya kita belajar ilmu kimia. Permasalahan pokok dalam
pembahasan artikel ini adalah : 1. Unsur-unsur kimia apakah yang pertama
kali terbentuk saat alam semesta ini di ciptakan berdasarkan perspektif
islam?, 2. Bagaimana perkembangan ilmu kimia di dunia muslim dan barat?,
3. Mengapa Islam menganjurkan kita untuk belajar ilmu kimia?

B. Awal Kemunculan Unsur Kimia


Salah satu sifat manusia yang selalu muncul ketika menghadapi
persolan yang mengandung banyak misteri adalah rasa ingin tahu. Dalam
paham realisme keingintahuan manusia dapat mengubah no thing menjadi
know a lot of thing. Rasa ingin tahu itu jugalah yang memunculkan berbagai
penelitian serta pengujian dari hipotesa akhir, bila hal itu terbukti
kebenarannya maka akan terbentuk suatu bidang ilmu.
Mengenai kemunculan kimia dalam pandangan islam berawal dari
proses awal terbentuknya alam semesta, jika kita melihat kenyataan bahwa
planet-planet bergerak mengelilingi matahari dengan orbitnya yang
berbentuk elips dengan arah peredaran yang sama yaitu berlawanan arah
jarum jam jika kita melihatnya dari kutub utara, ternyata arah revolusi
planet-planet dan satelitnya yaitu arah negative. Iniberlawanandengan yang
kitaamati di bumi, peredaran harian benda-benda langit seperti matahari,

139
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

bulan dan bintang berarah positif seperti arah peredaran matahari yang
terbit di timur lalu naik dan kemudian terbenam di barat.
Adanyarealitas yang demikian membuat paraahli Astronomi
berkesimpulan bahwa tatasurya terbentuk dari material yang berputar
dengan arah negative, hal ini kemudian memunculkan beberapa teori
tentang terjadinya tatasurya sebagai berikut:
1. TeoriNebulaatauteorikabut, yang dikemukakan ole Immanuel Kant
(1749-1827) danPiere Simon de Laplace (1796).
2. Teori Planetesimal, Thomas C. Chamberlin (1843-1928) seorang ahli
Geologi dan Forest R. Moulton (1872-1952) seorangAstronom.
3. Teori Pasang Surut, Sir James Jeans (1877-1946) dan Harold Jeffreys
(1891) keduanya dari Inggris, teori ini hampir sama dengan teori
Planetesimal.
4. Teori Awan Debu, dikemukakan oleh Carl von Weizsaeker (1940)
kemudian disempurnakan oleh Gerard P Kuiper (1950).
5. Teori Bintang Kembar,dikemukakan oleh RA. Lyttleton.
6. TeoriLedakan(Big Bang), George Gamow, Alpherdan Herman.

Dari beberapa teori tersebut yang paling diyakini kebenarannya


adalah teori big bang yang dikemukakan pada abad ke-19 yang menyatakan
bahwa alam semesta berawal dari ledakan tunggal. Akan tetapi
sebagaimana diketahui, ledakan hanya menghancurkan meteri
berkeping-keping, sementara big bang secara misterius menghasilkan
dampak yang berlawanan, yakni misteri yang saling tergabung membentuk
galaksi-galaksi. Dari teori inilah awal kemunculan kimia yang kebenarnya
dapat diyakini.

C. Teori Big bang


Bigbang merupakan
suatu peristiwa ledakan
tunggal yang dahsyat,
terjadi akibat seluruh materi
kosmos keluar dengan
kerapatan yang sangat besar
dan suhu yang sangat
tinggidari volume yang
sangat kecil.Alam semesta
lahir dari singularitas fisis
dengan keadaan ekstrem,
kata ledakan tunggal berarti hanya ada satu zat atau benda yang ada pada
saat peristiwa itu berlangsung. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam
Al-qur’an surat Al-Anbiya ayat 30 yang berbunyi:

140
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Artinya: ”Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui


bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu,
kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala
sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS
Al-Anbiyaa: 30).

Ayat di atas menjelaskan bahwa memang benar bahwa alam semesta


ini sebenarnya satu padu yang kemudian Allah SWT pisahkan menjadi alam
semesta yang seperti saat ini kita kenal. Terkadang memang kita tidak
percaya tentang kebesaran Allah, akan tetapi melalui peristiwa big bang ini
dapat memberikan gambaran kepada kita tentang ke Maha Besaran Allah.
Jika kita hanya melihat peristiwa big bang yang menimbulkan ledakan yang
luar biasa tentu saja hasil ledakan tersebut akan tidak teratur dan
berkeping-keping. Akan tetapi pada kenyataannya peristiwa big bang
secara misterius justru menghasilkan dampak yang berlawanan, yakni
misteri yang saling bergabung tersusun rapi menjadi materi seperti planet,
bintang, galaksi, kluster, dan superkluster di jagad raya. Ledakan tersebut
tidak seperti ledakan bom yang hasilnya hancur berantakan. Siapakah yang
mampu melakukan itu semua, tiada lain hanyalah Allah SWT yang mampu
menciptakan ledakan yang besar menjadi indah seperti yang kita lihat dan
rasakan saat ini.
Allah SWT menciptakan alam semesta ini tentunya agar diambil
hikmahnya bagi manusia. Sebagaimana yang dikatakan Allah dalam surat Ali
Imran ayat 191 yang berbunyi:

Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau


duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka” (QS Ali Imran: 191).

141
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Padatahun 1948, George , sisaradiasiCMB (Cosmic Microwave


Background)yang ditinggalkan oleh ledakan ini haruslah ada di alam, seperti
yang di prediksikan oleh kedua temannya yaitu: Ralph Alpher dan Robert
Herman. Selain itu,radiasi ini haruslah tersebar merata di segenap penjuru
alam semesta.Pada tahun 1964, dua peneliti bernama
Arno Penziazdan Robert Wilson berhasil menemukan
gelombangCMB yang dipertanyakan oleh George Ga
mow, penemuan gelombang ditemukan secaratanpa-
sengaja. Radiasiini, yang disebut ‘radiasilatarkosmi
s, tidak terlihat memancar dari satu sumber tertentu, -
akantetapi meliputi keseluruhan ruang angkasa (Wollack, 2011:
12).Demikianlah, diketahui bahwa radiasi ini adalah sisa radiasi
peninggalan dari tahapan awal peristiwa Big Bang.Penzias dan Wilson
dianugerahi hadiah Nobel untuk penemuan mereka.

Kemudian pada tahun 1989, NASA mengirimkan satelit COBE (Cosmic


Background Explorer) keruang angkasa untuk melakukan penelitian tentang
radiasi latar kosmmik seperti yang dikatakan
oleh Penzias dan Wilson. Dan
hanyaperluwaktu 8 menit ba
giCOBEuntuk membuktikan
perhitungan Penziazdan Wilson (Wollack,
2011: 13-14). COBE telah menemukan sisa
ledakan raksasa yang telah terjadi diawal
pembentukan alam semesta.
Dinyatakansebagai penemuan astronomi
terbesar sepanjang masa, penemuan ini
dengan jelas mmembuktikanteoribigbang.
Dan tahukah anda unsur kimia apa yang pertama terbentuk? Dalam teori
bigbang dikatakan bahwa unsur yang pertama
kali terbentuk adalah hidrogendan helium di
ruang angkasa (Wollack, 2011: 10). Dalam
berbagai penelitian, diketahui bahwa
konsentrasi hydrogen & helium di alam
semesta bersesuaian dengan perhitungan
teoritis konsentrasi hidrogen dan helium sisa
peninggalan peristiwa bigbang. Jika alam
semesta tak memiliki permulaan dan jika ia
telah ada sejak dulu kala, maka unsur hidrogen
ini seharusnya telah habis sama sekali dan
Sumber: (Wollack, 2011: 12). berubah menjadi helium. Segala bukti

142
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

meyakinkan ini menyebabkan teori bigbang diterima oleh masyarakat


ilmiah sekaligus merupakan teori yang memperkuat tentang awal
kemunculan kimia. Model bigbang adalah titik terakhir yang dicapai ilmu
pengetahuan tentang asal muasal alam semesta. Begitulah, alam semesta
ini telah diciptakan oleh Allah Yang Maha Perkasa dengan sempurna tanpa
cacat. Allah SWT berfirman:

Artinya: “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu


sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu
yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat
sesuatu yang tidak seimbang” (QSAl-Mulk:3).

D. Proses-proses di Alam Semesta (Kosmik) dan Unsur-unsur Kimia yang


Terbentuk
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa unsur atau yang kita
kenal dengan istilah atom adalah elemen paling dasar pembentukan materi,
di seluruh alam semesta ini. Atom juga

terdiri dari berbagai elemen yang lebih kecil lagi, yang banyak menentukan
sifat-sifat dari tiap atomnya, yang terutama adalah neutron, proton dan
elektron serta foton. Atom juga memiliki berbagai sifat yang khas, seperti:
massa jenis, titik didih, titik leleh, dan sebagainya. Dan jika sesuatu atom
berada dalam jumlah yang cukup banyak, maka sifatnya yang paling mudah
tampak adalah wujudnya yaitu: padat, cair dan gas.

143
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Berdasarkan data yang diterbitkan oleh NASA (Lembaga Penerbangan


dan Antariksa Nasional AS) menunjukkan proses-proses yang terjadi di alam
semesta dan unsur-unsur yang terbentuk. Proses-proses itu antara lain:
Dentuman besar (big bang), Cahaya-cahaya kosmik (cosmic rays),
Bintang-bintang berukuran kecil (small stars), Bintang-bintang berukuran
besar (large stars), Supernova atau ledakan bintang (supernovae), dan
Non-alamiah atau buatan manusia (non-natural).

Big Bang Cosmic Rays Small Stars Large Stars Supernovae

Unsur-unsur yang terbentuk dari masing-masing proses tersebut ditunjukan


oleh gambar sebagai berikut (Smale, 2005):

144
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Proses terbentuknya unsur-unsur di atas terjadi secara alami


(natural), mulai dari yang pertama yaitu: Dentuman besar (big bang), pada
proses ini terbentuk semua materi dan energi di alam semesta, sebagian
besar adalah atom Hidrogen (H) dan atom Helium (He). Kemudian
dilanjutkan dengan proses pelepasan materi yang amat kecil, yang menjadi
inti pusat nukleus dari tiap elemen yang di kenal dengan proses cosmic rays,
proses kosmik ini tersebar ke segala arah pada ruang-ruang kosong antar
galaksi dan bintang atau ruang antariksa.
Inti pusat nukleus dari masing-masing unsur terbentuk pada proses
big bang, bintang-bintang dan supernova lalu terjatuh dari luar angkasa dan
mencapai ke bumi dalam bentuk cahaya-cahaya kosmik. Atom Lithium (Li)
pada baterei jam misalnya, sebagiannya berasal dari cahaya-cahaya kosmik.
Unsur lain yang terbentuk dalam proses ini yaitu: Berilium (Be) dan Boron
(B). Proses big bang juga membentuk bintang-bintang berukuran kecil
(small stars) dan besar (large stars).
Proses fusi nuklir dalam inti pusat bintang-bintang berukuran kecil
seperti matahari, memicu atom Hidrogen (H) berubah menjadi atom
Helium (He), dan lalu memicu atom Helium (He) berubah menjadi atom
Karbon (C) dan atom Nitrogen (N). Unsur-unsur lain yang terbentuk yaitu:
Litium (Li), Niobium (Nb), Molibdenum (Mo), Teknesium (Tc), Rutenium
(Ru), Paladium (Pd), Kadmium (Cd), Indium (In), Timah (Sn), Barium (Ba),
Lantanum (La), Hafnium (Hf), Tantalum (Ta), Wolfram (W), Air Raksa (Hg),
Talium (Tl), Timbal (Pb), Bismut (Bi), Serium (Ce), Praseodimium (Pr),
Neodimium (Nd), Samarium (Sm), Iterbium (Yb). Sedangkan pada proses
fusi nuklir dalam inti pusat bintang-bintang berukuran besar, membentuk
elemen-elemen yang relatif berat dan ringan. Misalnya: atom Kalsium (Ca)
pada tulang manusia, atom Oksigen (O) yang dihirup manusia, atom Silikon
(Si) dalam tanah dan atom Belerang (S) pada rambut manusia. Unsur-unsur
lain yang terbentuk yaitu: Neon (Ne), Natrium (Na), Magnesium (Mg),
Aluminium (Al), Fosfor (P), Klor (Cl), Argon (Ar), Kalium (K), Skandium (Sc),
Kobalt (Co), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Galium (Ga), Germanium (Ge), Arsen
(As), Selenium (Se), Brom (Br), Kripton (Kr), Rubidium (Rb), Stronsium (Sr),
Itrium (Y), Zirkonium (Zr).
Proses pada saat-saat akhir usia suatu bintang melalui suatu ledakan,
biasa kita kenal dengan proses supernova yang membentuk dan
menyebarkan amat banyak elemen-elemen, misalnya: atom Emas (Au) bagi
perhiasan, atom Titanium (Ti) bagi rangka kacamata yang amat ringan, dan
juga atom Besi (Fe) dalam darah. Unsur-unsur lain yang terbentuk yaitu:
Boron (B), Fluor (F), Silikon (Si), Belerang (S), Klor (Cl), Argon (Ar), Kalium
(K), Kalsium (Ca), Skandium (Sc), Titanium (Ti), Vanadium (V), Kromium (Cr),
Mangan (Mn), Besi (Fe), Kobalt (Co), Nikel (Ni), Tembaga (Cu), Seng (Zn),
Galium (Ga), Germanium (Ge), Arsen (As), Selenium (Se), Brom (Br), Kripton

145
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

(Kr), Rubidium (Rb), Stronsium (Sr), Itrium (Y), Zirkonium (Zr), Niobium (Nb),
Molibdenum (Mo), Rutenium (Ru), Rodium (Rd), Paladium (Pd), Perak (Ag),
Kadmium (Cd), Indium (In), Timah (Sn), Antimon (Sb), Telurium (Te), Yodium
(I), Xenon (Xe), Sesium (Cs), Hafnium (Hf), Tantalum (Ta), Wolfram (W),
Renium (Re), Osmium (Os), Iridium (Ir), Platina (Pt), Emas (Au), Air Raksa
(Hg), Tallium (Tl), Bismut (Bi), Polonium (Po), Astatin (At), Radon (Rn),
Fransium (Fr), Radium (Ra), Aktinium (Ac), Praseodimium (Pr), Neodimium
(Nd), Samarium (Sm), Europium (Eu), Gadolinium (Gd), Terbium (Tb),
Disprosium (Dy), Holmium (Ho), Erbium (Er), Tulium (Tm), Iterbium (Yb),
Lutelium (Lu), Torium (Th), Protaktinium (Pa), Uranium (U), Neptunium
(Np), Plutonium (Pu).
Selain proses-proses pembentukan unsur-unsur kimia secara alami
(natural), juga dibuat unsur-unsur yang non alamiah atau buatan
manuasia (non natural), yaitu: Teknesium (Tc), Rutherfordium (Rf),
Dubnium (Db), Seaborgium (Sg), Bh, Hassium (Hs), Meitnerium (Mt),
Prometium (Pm), Amerisium (Am), Kurium (Cm), Berkelium (Bk),
Kalifornium (Cf), Einstenium (Es), Fermium (Fm), Mendelevium (Md),
Nobelium (No), Lawrensium (Lr), Neilsbohrium (Ns), Ununnilium (Uun),
Unununium (Uuu), Ununbium (Uub), Ununtrium (Uut), Ununquadium
(Uuq), Ununpentium (Uup), Ununhexsium (Uuh), Ununseptium (Uus),
Ununoktium (Uuo), Neptunium (Np), Plutonium (Pu).

E. Perkembangan Ilmu Kimia di Dunia Muslim dan Barat


1. Perkembangan Ilmu Kimia di Dunia Muslim
Science lahir pada abad ke- 7 (700-1400 M), dimulai pada
zaman dinasti Umayyah pada saat jatuhnya Gondeshapur Persia pada tahun
638 M. Faktor yang mempengaruhi kejayaan umatislam dalam bidang sains
yaitu: kesan terbuka, pluralisme, tolerandan spirit independensi. Pelopor
muslim pertama yangberhasil menemukan alkimia adalah Jabir bin Hayyan
(721-815 H), beliau meluruskan pseudo-sains yang tadinya menggabungkan
unsur astrologi,mistisisme dan metafisis dalam mengungkap suatu
fenomena alam, maka diubahnya menjadi “alam adalah bidang yang
teratur dan kontinue, universal dan pasti”. Hal ini jelas tergambarkan dalam
QS Al-Anbiyaa: 30. Keyakinan yang di anut pada masa itu adalah Hermertis,
dengan contoh “logam kusam menjadi berkilau”. Tokoh alkimia lainnya
yaitu: Ar-Razi atau Rhazes dan Izz Al Din Al Jaldaki. Beberapa senyawa yang
berhasil ditemukan Jabir bin Hayyan yaitu: Asam Sulfat (H2SO4), Asam Nitrat
(HNO3), Aqua Regia (pelarut kuat), Besi (Fe), dan Alkohol. Penemuan lainnya
terbukti setelah 200 tahun kewafatannya, ketika penggalian tanah
dilakukan untuk pembuatan jalan, laboratoriumnya yang telah punah
ditemukan, di dalamnya didapati peralatan kimianya yang hingga kini masih

146
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

mempesona dan sebatang emas yang cukup berat. Jabir bin Hayyan
membuat instrumen pemotong, peleburan dan pengkristalan. Ia
menyempurnakan proses dasar sublimasi, penguapan, pencairan,
kristalisasi, pembuatan kapur, penyulingan, pencelupan, pemurnian,
fixation, amalgamasi, dan oksidasi-reduksi. Ada 200 judul buku karya umat
muslim yang diadopsi oleh orang Eropa, diantaranya: Kitab Al Ushul
Al-Kimyai, Kitab Asy-Syam Al-Kamil, Kitab Al-‘Asah, dan Kitab Al-Jami. Masa
kejayaannya berakhir hingga abad ke-11, yang kemudian dilanjutkan
perkembangannya di dunia barat.

2. Perkembangan Ilmu Kimia di Dunia Barat


Lahir pada era Renaissance abad ke-16 setelah masa kejayaan alkimia
di dunia muslim, di pelopori oleh Fransisco Bacon (1561-1626). Untuk
mendapatkan pengetahuan yang dikenal dengan metode ilmiah, Fransisco
Bacon mengadopsi eksperimen yang dilakukan Jabir bin
Hayyan, dari sinilah lahir ilmu kimia modern. Selain itu, ia juga
mengadopsi keyakinan hermertis dan memadukannya dengan Filsafat
Phytagoreanisme, Ionianisme, dan Gnostisisme. Empedocles mengatakan
bahwa teori yang digunakan Fransisco Bacon ini memperkenalkan konsep
penting mengenai komposisi alam. Kemudian dikembangkan oleh
Aristoteles yang menyatakan bahwa semua materi alam semesta terbentuk
dari 4 unsur yaitu: tanah, udara, api dan air. Beberapa karya umat muslim
yang di adopsi oleh dunia barat yaitu: Pertama, Kitab Al Ushul Al-Kimyai
menjadi Book of the Compotition of Alchemy terbit di Roma pada tahun
1490 M dan Gebri Arabic Chimia Sive Traditio Summae Perfectioniset
Investigatio Mafisterii yang terbit dalam bahasa latin pada tahun 1668 M.
Yang kedua, Kitab Asy-Syam Al-Kamil menjadi Sun of Perfection pada
tahun 1678 M, The Work of Geber pada tahun 1678 M dan Great Arab
Alchemist pada tahun 1928 M. Yang ketiga, Kitab Al-‘Asah menjadi The
Nerves. Dan yang keempat, Kitab Al-Jami menjadi The Universal pada tahun
1498-1866 M. Sebenarnya, Alkimia sendiri mulai diperkenalkan di Spanyol
pada abad ke-12 oleh tokoh-tokoh seperti: Adelard dan Gerbert Aurillac.
Karya Jabir bin Hayyan dimodifikasi oleh Robert Grosse Teste (1170-1253)
yang disempurnakan oleh Roger Bacon. Fokus penelitiannya: “batu filosof
sebagai simbol pembersihan jiwa”. Dianggap sebagai ilmu serius (penting)
hingga abad ke-18 sampai lahirnya kimia modern. Akhir abad ke-19 kimia
dibagi menjadi beberapa cabang yaitu: kimia organik, anorganik, analitik,
kimia nuklir dan kimia fisik (termodinamika dan elektrokimia).
3. Penyebab Tertinggalnya Sains Islam dengan Sains Eropa
1) Tradisi intelektual muslim dalam bidang sains tidak dibarengi proses
rekonsiliasi dengan unsur agama, sehingga muncul ketimpangan posisi
antara pengetahuan agama dan duniawi.

147
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

2) Terpisahnya tradisi filsafat dengan tradisi pemikiran keagamaan.


3) Kurangnya dukungan moral dan materil.

F. Pandangan Islam tentang Anjuran Mempelajari Ilmu Kimia


Sering kita bertanya mengapa kita harus belajar kimia (Why we learn
chemistry)?, ada beberapa alasan islam menganjurkan pengikutnya untuk
mempelajari kimia, yaitu:
1. Because chemical matter always around us: yaitu karena kimia selalu
berada di sekitar kita. Kalau kita sedikit berpikir bahwa tidak ada benda
nyata yang hidup maupun benda nyata yang mati melainkan semuanya
mengandung unsur-unsur kimia. Jadi dapat kita bayangkan pentingnya
mempelajari ilmu kimia.
2. Because for know more almightiness of Allah SWT: karena dengan
mempelajari ilmu kimia kita jadi mengetahui ke Maha Besaran Allah
SWT. Menurut Agustinus (354-430): “Akal dan Iman dapat digunakan
untuk memahami Tuhan”. Sesuai dengan firman Allah yang berbunyi:

Artinya: "Allah menganugrahkan Al-Hikmah (kefahaman yang dalam


tentang Al-Qur`an dan As-Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan
barangsiapa yang dianugrahi Al-Hikmah itu, ia benar-benar telah
dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah
yang dapat mengambil pelajaran." (QS Al-Baqarah:269)

3. Because chemistry is knowledge: karena ilmu kimia merupakan ilmu


pengetahuan, dimana Allah SWT menjanjikan akan mengangkat derajat
orang-orang yang berilmu, sesuai dengan firman-Nya yang berbunyi:

Artinya: "Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu:


"Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan

148
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(QS Al-Mujaadilah: 11).

G. Penutup
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Alkimia sebenarnya
sudah ada sejak alam semesta ini terbentuk, yang dibuktikan dengan teori
big bang dan Al-qur’an, dimana unsur kimia yang pertama kali terbentuk
adalah Hidrogen (H) dan Helium (He). Kalaupun kita mengikuti
perkembangan sejarah, ilmuwan islam lah yang banyak memberikan
kontribusi terhadap perkembangan metode ilmiah (scientific methode), hal
itu dibuktikan oleh banyaknya karya-karya pemikir islam yang di adopsi oleh
ilmuwan barat hingga lahir lah ilmu kimia modern, seperti: kimia organik,
anorganik, analitik, kimia nuklir dan kimia fisik (termodinamika &
elektrokimia). Adapun yang menjadi alasan islam menganjurkan untuk
belajar ilmu kimia ada tiga hal, yaitu: pertama, karena kimia selalu berada
di sekitar kita; kedua, dengan mempelajari ilmu kimia kita jadi mengetahui
ke Maha Besaran Allah SWT; dan ketiga, ilmu kimia merupakan ilmu
pengetahuan, dimana Allah SWT menjanjikan akan mengangkat derajat
orang-orang yang berilmu.

Daftar Pustaka
Al-Qur’an dan Terjemahannya
Dalmeri dan Setiadi, Asep. (2008). Perkembangan Ilmu Kimia di Dunia
Muslim (Menggali Sains Islam Tepat Guna). Jurnal Ilmiah Faktor
Exacta, Vol. 1 No. 2.
http://www.ldoceonline.com/dictionary/science
Koento, Wibisono S. (1996). Arti Perkembangan Menurut Filsafat
Positivisme Auguste Comte. Cet. ke-2. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.
LaRocco, Chris and Rothstein, Blair. The Big Bang: It sure was Big!!. [Online].
Tersedia:
http://www.umich.edu/~gs265/bigbang.htm. [11 November 2012]
Smale, Karen. (2005). What is Your Cosmic Connection to the Elements?.
[Online]. Tersedia:
http://www.nasa.gov/pdf/190389main_Cosmic_Elements_Poster_Back.pdf
. [21 Oktober 2012]
Wollack, EdwardJ. (2011). TestsofBigBang:TheLightElements. [Online].
Tersedia:
http://www.wmap.gsfc.nasa.gov. [09 November 2012]

149
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

PENGEMBANGAN KERANGKA KARANGAN MELALUI METODE


MIND MAPPING
Studi Penelitian Tindakan Pada Siswa Kelas V MI Hidayatul Ikhwan
Kec. Rumpin Kab. Bogor

Lulu Elmaknun
Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Email : luluelmaknun@gmail.com

Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah agar siswa mampu membuat out line
karangan dan mengembangkannya menjadi sebuah tulisan narasi. Hal ini
dilakukan dalam rangka meningkatkan hasil belajar menulis narasi Bahasa
Indonesia pada siswa kelas V MI Hidayatul Ikhwan Kec. Rumpin Kab. Bogor.
Variabel yang menjadi sasaran perubahan dalam penelitian ini adalah hasil
belajar menulis narasi bahasa Indonesia, sedangkan variabel tindakan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran mind
mapping.
Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan yang berlangsung 2
siklus. Tiap siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan
tindakan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian adalah siswa kelas V MI
Hidayatul Ikhwan yang berjumlah 25 siswa. Metode pengumpulan data
yang digunakan adalah observasi, dokumentasi, dan tes. Validitas data yang
digunakan adalah triangulasi data dan triangulasi metode. Metode analisis
data yang digunakan adalah model analisis interaktif yaitu reduksi data,
sajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan hasil belajar
menulis narasi siswa sebelum dan sesudah tindakan. Pada siklus I ada
peningkatan kemampuan menulis narasi dari rata-rata 61,2 menjadi 65,8
dengan ketuntasan klasikal 68% dan pada siklus II ada peningkatan
kemampuan menulis narasi dari rata-rata 65,8 menjadi 73,4 dengan
ketuntasan kalsikal 84%. Hal ini membuktikan bahwa metode mind
mapping dapat digunakan dalam mengembangkan kerangka karangan dan
dapat meningkatkan hasil belajar menulis narasi siswa.

Kata kunci : Kerangka karangan, Menulis narasi, Mind mapping.

150
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Pendahuluan
Kerangka karangan adalah suatu suatu rencana atau rancangan yang
memuat garis besar atau ide suatu kaya tulis yang disusun dengan
sistematis dan terstruktur.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, siswa dapat menggunakan
metode mind mapping sebagai cara dalam menyusun kerangka karangan
yang padu. Menurut HG. Tarigan bahwa metode apapun yang digunakan
dalam pengajaran bahasa, jelas bahwa tujuan utamanya ialah agar para
siswa pembelajar terampil atau mampu berbahasa26.
Metode mind mapping sangat tepat digunakan dalam pengembangan
kerangka karangan hingga pembelajaran menulis narasi. Metode mencatat
ini, didasarkan pada penelitian tentang cara otak memproses informasi,
bekerja sama dengan otak, dan bukan menentangnya 27 . Saat otak
mengingat informasi, biasannya dilakukan dalam bentuk gambar
warna-warni, simbol, bunyi, dan perasaan28.

Metode
Desain Ptk Model Kemmis & Mc.Taggart
Desain PTK Model Kemmis & Mc.Taggart merupakan pengembangan
dari konsep dasar yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin. Hanya saja,
komponen acting (tindakan) dengan observing (pengamatan) dijadikan
sebagai satu kesatuan. Disatukannya kedua komponen tersebut disebabkan
oleh adanya kenyataan bahwa antara implementasi acting dan observing
merupakan dua kegiatan yang tidak terpisahkan. Maksudnya, kedua
kegiatan haruslah dilakukan dalam satu kesatuan waktu, begitu
berlangsungnya suatu tindakan begitu pula observasi juga harus
dilaksanakan. Model yang dikemukakan oleh Kemmis & McTaggart pada
hakekatnya berupa perangkat-perangkat atau untaian-untaian dengan satu
perangkat terdiri dari empat komponen, yaitu ; perencanaan, tindakan,
pengamatan dan refleksi. Keempat komponen yang berupa untaian
tersebut dipandang sebagai satu siklus. Oleh karena itu, pengertian siklus
pada kesempatan ini adalah suatu putaran kegiatan yang terdiri dari
perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Jumlah siklus sangat
bergantung kepada permasalahan yang perlu diselesaikan.

Pembahasan
Pembelajaran menulis di sekolah dasar dibagi menjadi beberapa
tahapan, untuk kelas rendah atau kelas 1,2 dan 3, pembelajaran menulis
26
Henry Guntur Tarigan.. Metodologi Pengajaran Bahasa 1. Bandung: Angkasa, 1991.
h, 7
27
DePorter, dkk, Quantum Teaching. Bandung: Mizan Pustaka. 2005,h.176
28
Ibid. h. 176

151
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

merupakan pembelajaran menulis awal, di mana siswa diajarkan bagaimana


menulis huruf, suku kata dan kalimat. Sedangkan untuk kelas atas seperti
kelas 4,5 dan 6, pembelajaran menulis sudah merupakan pengajaran
menulis lanjut.
Pengajaran menulis lanjut berisikan kegiatan-kegiatan berbahasa tulis
yang lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari pada umumnya dan
bidang pekerjaan pada khususnya, pembelajaran menulis lanjut di SD
menekankan pelatihan penulisan berbagai bentuk tulisan. Misalnya surat,
prosa/karangan, puisi, pidato, naskah drama, laporan, naskah berita,
pengumuman, iklan, cara menulis ringkasan, dan mengisi formulir dan
sebagainya. Adapun materi pembelajaran menulis lanjut untuk kelas V
dapat dilihat pencapaiannya sebagai berikut29 :
Materi Pembelajaran Menulis Kelas V

Level
Pencapaian kompetensi
kompetensi
Level 1 Menulis
1. Menentukan topik/tema karangan berdasarkan
pengalaman siswa
2. Menuliskan hasil identifikasi bagian-bagian dan kriteria
surat undangan melalui analisis contoh surat udangan
3. Menentukan tema, tokoh dan isi dialog yang akan
disusun
Level 2 Menulis
1. Menyusun kerangka karangan berdasarkan tema yang
ditetapkan
2. Menentukan informasi untuk orang lain yang akan
ditulis dalam bentuk surat dengan memperhatikan tata
cara penulisan surat (pembuka, isi penutup) penerima
surat, konteks dan santun berbahsa
3. Mengembangkan kerangka dialog sesuai dengan tema
yang ditetapkan.
Level 3 Menulis
1. Menulis karangan berdasarkan pengalaman melalui
pengembangan kerangka karangan yang sudah disusun
dan dengan memperhatikan pilihan kata dan ejaan
yang benar.
2. Menulis surat undangan (ulang tahun, acara agama,
kegiatan sekolah, kenaikan kelas, ddll) dengan kalimat

29
Tim penulis, Bahan Belajar Mandiri, Membaca Dan Menulis Di Sekolah Dasar Dan
Teori Pengajarannya, (Bandung : UPI Press, 2006.) Hal 203

152
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Level
Pencapaian kompetensi
kompetensi
efektif dan memperhatikan penggunaaan ejaan.
3. Menulis naskah dialog sederhana antara dua atau tiga
tokoh dengan memperhatikan isi dan pesan serta tanda
baca yang benar.

Adapun yang dimaksud dengan ‘menulis’ sebagai goal dari


pengembangan kerangka karangan dalam penelitian ini adalah mengarang
sebuah tulisan narasi. Narasi menurut George E. Wishon adalah :

Narration is the form of writing used to relate the story af acts or


events. Narration places occurrences in time and tell what happenend
according to natural time sequence. Types of narration include short stories,
novels, and new stories, as well as a large
part of our everyday social interchange in the form of letters and
conversation30.

Dalam modul pembelajaran bahasa Indonesia untuk Madrasah


Ibtidaiyah, narasi didefinisikan sebagai berikut :
Tulisan Narasi ; adalah bentuk tulisan yang berupa paparan (cerita)
dan bersifat fiktif (khayalan). Dalam tulisan narasi biasanya terdapat cerita
yang berkesinambungan. Disajikan dalam gambaran yang jelas antara
tokoh-tokoh (lakon), jalan cerita, tempat peristiwa secara utuh. Dengan
demikian, pembaca seolah-olah melihat secara langsung peristiwa yang
disampaikan penulis melalui bacaaan. Peristiwa-peristiwa dalam tulisan
narasi bersifat khayal tetapi bertumpu pada kenyataan yang ada. Novel dan
cerpen adalah salah satu contoh bentuk tulisan narasi31.
Definisi narasi lainnya dipaparkan oleh Parera, yakni : narasi
merupakan satu bentuk karangan atau tulisan yang bersfiat menyejarahkan
sesuatu berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu. Narasi
mementingkan urutan kronologis, suatu peristiwa, kejadian, dan masalah.32
Sedangkan Keraf menjelaskan bahwa ; narasi merupakan bentuk
wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada
pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi.33

30
George E. Wishon and Julia M. Burks, Let’s Write English, Revised Edition Narration
P. 378
31
Kamus, Hal 872
32
Parera, Jos Daniel, Menulis Tertib dan Sistematik, (Jakarta: Erlangga, 1993) P.5
33
Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi, (Flores:Nusa indah, 1992) P. 136

153
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Marahimin mengungkapakan bahwa narasi, yaitu karangan cerita yang


didasarkan pada urutan/rangkaian kejadian/peristiwa34
Suatu karangan yang tersusun secara sempurna dan baik, selalu
mengandung tiga bagian utama, setiap bagian mempunyai fungsi yang
berbeda, yakni bagian pendahuluan, bagian isi, dan bagian penutup. Fungsi
bagian pendahuluan ialah salah satu atau kombinasi dari fungsi untuk (1)
menarik perhatian pembaca (2) mengarahkan perhatian pembaca (3)
menjelaskan secara singkat ide pokok atau tema karangan, dan (4)
menjelaskan bila dan di bagian mana suatu hal akan diperbincangkan.
Fungsi bagian isi sebagai jembatan yang menghubungkan antara bagian
pendahuluan dan bagian penutup. Bagian isi merupakan penjelasan
terperinci terhadap apa yang diutarakan pada bagian pendahuluan. Fungsi
bagian penutup ialah salah satu atau kombinasi dari fungsi untuk
memberikan (1) kesimpulan (2) penekaan bagian-bagian tertentu (3)
klimaks (4) melengkapi dan (5) merangsang pembaca mengerjakan sesuatu
tentang apa yang sudah dijelaskan atau diceritakan.35
Karangan narasi merupakan bentuk karangan yang bersifat
menceritakan suatu peristiwa, kejadian atau masalah secara kronologis.
Dari berbagai definisi tulisan narasi di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa tulisan narasi adalah : tulisan yang memiliki ide/gagasan tentang
suatu peristiwa yang disusun berdasarkan urutan kejadian dan
dikembangkan melalui kalimat-kalimat yang sesuai dengan kaidah
penulisan yang benar, ejaan yang disempurnakan dan pilihan kata yang
tepat.

Metode Mind Mapping


Metode mind mapping pertama kali diperkenalkan oleh Buzan pada
awal 1970-an yaitu, seorang ahli dan penulis produktif di bidang psikologi,
kreativitas dan pengembangan diri. Buzan mengungkapkan bahwa mind
mapping adalah cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara hafiah yang
akan “memetakan” pikiran36.
Sejalan dengan hal tersebut DePorter, dkk. mengatakan bahwa peta
pikiran (mind mapping) adalah teknik mencatat kreatif yang memudahkan
kita mengingat banyak informasi37.
A mind map is a diagram used to represent words, ideas, tasks, or
other items linked to and arranged around a central key word or idea. Mind

34
Ismail marahimin,, Menulis secara Populer, (Jakarta : Pustaka jaya, 1994), p.93
35
Djago tarigan, membina keeterampilan menulis paragraf dan pengembangannya
(bandung: peenerbit angkasa, 1981) hlm 7
36
Buzan, Tony. Mind Map untuk Anak. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2007, h, 4.
37
DePorter, Bobbi, Mark Reardon, & Sarah Singer-Nourie.. Quantum Theaching.
Bandung: Mizan Pustaka. 2005, h 175

154
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

maps are used to generate, visualize, structure, and classify ideas, and as an
aid in study, organization, problem solving, decision making, and writing38.
Mind map atau peta pikiran adalah sebuah diagram yang digunakan
untuk mempresentasikan kata-kata, ide-ide (pikiran), tugas-tugas atau
hal-hal lain yang dihubungkan dari ide pokok otak. Peta pikiran juga
digunakan untuk menggeneralisasikan, memvisualisasikan serta
mengklasifikasikan ide-ide dan sebagai bantuan dalam belajar,
berorganisasi, pemecahan masalah, pengambilan keputusan serta dalam
menulis.
DePorter dan Hernacki mengungkapkan bahwa peta pikiran
menggunakan pengingat-ingat visual dan sensorik dalam suatu pola dari
ide-ide yang berkaitan, seperti peta jalan yang digunakan untuk belajar,
mengorganisasikan, dan merencanakan. Peta pikiran ini dapat
membangkitkan ide-ide orisinal dan memicu ingatan yang mudah39.
Wycoff berpendapat bahwa pemetaan-pikiran atau peta pikiran adalah
alat pembuka pikiran yang ajaib40. Mind mapping atau peta pikiran adalah
cara paling efektif dan efisien untuk memasukkan, menyimpan dan
mengeluarkan data dari/ke otak41.
Buzan berpendapat bahwa mind mapping adalah cara mudah menggali
informasi dari dalam dan dari luar otak. Dalam peta pikiran, sistem bekerja
otak diatur secara alami. Otomatis kerjanya pun sesuai dengan kealamian
cara berpikir manusia. Peta pikiran membuat otak manusia ter-eksplor
dengan baik, dan bekerja sesuai fungsinya. Seperti kita ketahui, otak
manusia terdiri dari otak kanan dan otak kiri. Dalam peta pikiran, kedua
sistem otak diaktifkan sesuai porsinya masing-masing. Kemampuan otak
akan pengenalan visual untuk mendapatkan hasil yang
sebesar-besarnya.Dengan kombinasi warna, gambar, dan cabang-cabang
melengkung, akan merangsang secara visual. Sehingga infomasi dari mind
mapping mudah untuk diingat.
Dari berbagai pendapat para ahli tersebut, dapat lebih ditegaskan lagi
oleh John W. Budd yang mengungkapkan bahwa : A Mind Map is an outline
in which the major categories radiate from a central image and lesser
categories are portrayed as branches of larger branches. Yang berarti
bahwa peta pikiran (mind mapping) merupakan garis besar dari kategori
utama dan pikiran-pikiran kecil yang digambarkan sebagai cabang dari

38
Wikipedia. Mind Map. http://en.wikipedia.org/wiki/Mind_map. (diakses 13
september 2012).
39
DePorter, Bobbi, & Mike Hernacki. Quantum Learning. Jakarta: Kaifa. 2006, h. 152
40
Joyce Wycof, “Menjadi Super Kreatif Melalui Teknik Pemetaan Pikiran”,
http://kaifa.mizan.com/index.php?fuseaction=buku_full&id=2772 (diakses pada 13
September 2012)
41
Edward, Op.Cit, h. 64

155
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

cabang pikiran yang lebih besar. Dengan peta pikiran daftar informasi yang
panjang dapat dialihkaan menjadi diagram warna-warni, sangat teratur, dan
mudah diingat yang bekerja selaras dengan cara kerja alami otak dalam
melakukan berbagai hal42.
Dari uraian di atas, dapat diambil sebuah definisi bahwa teknik mind
mapping adalah suatu cara memetakan sebuah informasi yang
digambarkan ke dalam bentuk cabang-cabang pikiran dengan berbagai
imajinasi kreatif.

Implementasi Metode Mind Mapping dalam Pengembangan Kerangka


Karangan
Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang
saling mempengaruhi tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang
dimaksud adalah perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Dengan
kata lain, bahwa proses pembelajaran adalah proses yang
berkesinambungan antara pembelajar dengan segala sesuatu yang
menunjang terjadinya perubahan tingkah laku. Dalam mencapai proses
yang berkesinambungan itulah diperlukan metode yang tepat untuk
diterapkan. Secara aplikatif, implementasi metode mind mapping ini adalah
sebagai berikut :
Impelentasi metode Mind Mapping dalam
Pengembangan Kerangka Karangan

No. Guru Siswa


1 Guru dan siswa memilih Siswa dipandu guru memilih
tema/gagasan kemudian tema/gagasan kemudian
menuliskannya di papan tulis menuliskannya di selembar
kertas kosong
2 Guru menyediakan media Siswa mengamati gambar yang
. gambar/fhoto dan disediakan oleh guru
meletakannya di tengah papan
tulis
3 Guru kata kunci dari ide yang siswa menuliskan
. dipilih disertai dengan simbol pengembangan dari kata-kata
atau gambar berwarna kunci tersebut dalam
ranting-ranting yang melingkupi
pusat ide karangan tersebut

42
John W. Budd, Mind Maps as Classroom Exercises.
http://www.legacy-irc.csom.umn.edu/faculty/jbudd/mindmaps/mindmaps.pdf. (diakses 13
September 2012)

156
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

No. Guru Siswa


4 Guru memandu siswa untuk Siswa membuat perencanaan
. menyusun sebuah kejadian untuk mengarang atau kerangka
secara kronologis karangan
5 Guru menugaskan siswa untuk Siswa menulis sebuah karangan
. menuangkan ide/gagasan ke berdasarkan kerangka karangan
dalam sebuah tulisan/karangan yang telah dibuat dan jika
yang tersusun dengan baik bermunculan ide-ide baru maka
bisa langsung dituangkan ke
dalam peta konsep/mind
mapping

Hasil Penelitian
Secara garis besar perbandingan antara jumlah siswa yang mencapai
ketuntasan belajar menulis narasi pada kondisi awal sebelum tindakan,
siklus I dan siklus II ditunjukkan pada tabel sebagai berikut :

Rekapitulasi Ketuntasan Belajar Siswa Kelas V MI Hidayatul Ikhwan


pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II.
Kondisi Awal Siklus I Siklus II
No. Ketuntasan Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1 Tuntas 6 24 16 64 22 88
2 Tidak Tuntas 21 76 9 36 3 11

Berdasakan tabel rekapitulasi ketuntasan belajar siswa kelas V MI


Hidayatul Ikhwan, terlihat adanya peningkatan pada ketuntasan belajar
siswa pada hasil belajar menulis narasi Bahasa Indonesia yaitu pada kondisi
awal jumlah siswa yang tuntas sebanyak 6 siswa atau 24%, kemudian pada
siklus I mengalami peningkatan menjadi 16 siswa atau 64%, dan pada siklus
II menjadi 22 siswa atau 88%. Data dari tabel rekapitulasi ketuntasan
belajar siswa kelas V MI Hidayatul Ikhwan pada kondisi awal, siklus I dan
siklus II di atas dapat disajikan dalam bentuk grafik peningkatan ketuntasan
hasil belajar menulis narasi bahasa Indonesia Siswa kelas V Mi Hidayatul
Ikhwan pada kondisi awal, siklus I dan siklus II adalah sebagai berikut :

157
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Grafik Peningkatan Ketuntasan Kemampuan Menulis Narasi Bahasa


Indonesia Siswa kelas V MI Hidayatul Ikhwan pada kondisi awal, Siklus I dan
Siklus II

Dengan demikian dapat diketahui bahwa salah satu upaya untuk


meningkatkan hasil belajar menulis narasi siswa kelas V MI Hidayatul
Ikhwan yaitu dengan menggunakan metode Mind Mapping. Hal ini terjadi
karena pembelajaran dengan metode Mind Mapping dapat mempermudah
siswa dalam menuangkan pikiran/gagasannya dalam bentuk karangan
narasi. Selain itu, siswa menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran,
khususnya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada pokok materi
menulis narasi.
Di bawah ini adalah hasil observasi tindakan, pengamatan dan refleksi
pada siklus I dan II :

Siklus / Tindakan :I/1


Selang Waktu Deskripsi Kegiatan Pembelajaran
07.30 – 08.00 Pembelajaran dimulai dengan pembacaan doa.
Kemudian guru mengabsen siswa. Lalu guru mulai
melakukan apersepsi dengan bertanya “apakah kalian
sudah mendapat pelajaran mengarang?” siswa menjawab
“sudah”. Kemudian guru melanjutkan dengan pertanyaan
berikutnya “apakah kalian suka dibacakan cerita?” siswa
menjawab “suka”. Kemudian guru mulai menggiring
persepsi siswa bahwa hari ini kita akan belajar mengarang
sebuah cerita berdasarkan pengalaman siswa.
08.00 – 08.20 Guru membacakan sebuah cerita yang telah disiapkan;
temanya sahabat.
SAHABATKU

158
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Selang Waktu Deskripsi Kegiatan Pembelajaran


Aku punya sahabat, namanya Zaki, dia sangat gemuk dan
lucu. Dia juga sangat baik padaku. Kami selalu bersama.
Berangkat dan pulang sekolah juga bersama. Setiap
pulang sekolah kami selalu melewati kebun kosong yang
sangat sepi. Di kebun itu ada pohon jambu yang buahnya
sangat lebat. Karena badannya yang besar Zaki tidak bisa
memanjat pohon. Jadi, aku yang selalu memanjat pohon
dan memetik jambu. Terkadang aku menggoda Zaki yang
sedang menunggu di bawah, dia sudah ingin sekali makan
jambu yang merah-merah. Tapi aku malah makan terus di
atas. Zaki marah-marah, tapi aku tetap menggodanya.
“Hmmm, enaaaaak... “kataku. Lama-lama aku kasihan
pada Zaki, lalu aku melemparkan beberapa buah jambu
yang merah-merah untuk Zaki. Zaki pun sangat senang.
Suatu hari Zaki tidak sekolah, pagi itu aku menunggu Zaki
sampai jam setengah delapan tapi dia tidak juga lewat
rumahku, rasanya hari itu sangat aneh karena bisanya aku
berangkat bersama Zaki. Akhirnya aku berangkat sendiri.
Di sekolah pun Zaki tidak ada. Aku duduk sendirian, tidak
ada canda tawa Zaki seperti hari-hari sebelumnya.
Pada saat istirahat tiba-tiba sekolah begitu terasa sepi.
Padahal banyak teman-teman lain yang bercanda dan
berlari-larian. Aku pun jajan dengan perasaan
galau.Ketika pelajaran sudah selelai aku membereskan
buku dengan hati bertanya-tanya. “Zaki kemana ya? Kok
tidak sekolah?”. Saat itulah ayah Zaki masuk ke kelas. Dia
memberitahukan guru bahwa Zaki akan pindah sekolah
ke Bandung. Aku sangat kaget dan sangat sedih, ternyata
Zaki sudah berangkat ke Bandung pagi tadi.
Tulisan tersebut dikarang sendiri oleh guru karena tema
tersebut tidak ada di dalam buku pelajaran bahasa
Indonesia kelas V. Guru memilih tema sahabat dengan
alasan bahwa semua siswa pasti memiliki teman dekat,
baik itu di sekolah ataupun di rumah.
Siswa terkesima dengan bacaan tadi, menurut mereka
cerita tersebut sangat sedih.
08.20 – 08.40 Guru menjelaskan bahwa sebuah karangan dimulai dari
satu tema dan ide-ide tentang tema tersebut. guru
menjelaskan bahwa sebelum mengarang siswa lebih dulu
membuat kerangka karangan. Untuk memudahkan siswa
membuat kerangka karangan, digunakan media gambar,

159
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Selang Waktu Deskripsi Kegiatan Pembelajaran


pensil warna dan metode Mind Mapping.
08.40-09.00 Guru menempelkan
gambar anak kecil
yang gemuk di
selembar karton
manila berwarna
pink, kemudian
menjelaskan bahwa
anak itu bernama
Zaki.
Siswa mengerti karakter Zaki karena di awal guru sudah
membacakan cerita yang berjudul “sahabatku”.
Kemudian guru memancing siswa untuk menyebutkan
ciri-ciri Zaki. Siswa dengan antusias menyebutkan
kata-kata yang berkaitan dengan cerita Zaki, misalnya
Zaki gemuk dan lucu, Zaki pindah sekolah, Aku sedih.
Guru menuliskan kata-kata itu dengan di cabang-cabang
yang mengelilingi gambar anak kecil gemuk. Guru
menutup penjelasan dengan memaparkan bahwa ini
adalah metode Mind Mapping.
09.00 – 09.30 Berdasarkan Mind Mapping yang telah dibuat
bersama-sama di depan kelas, guru menugaskan siswa
membuat karangan bertema Sahabat. Mereka boleh
bercerita tentang pengalaman mereka bersama sahabat
mereka, misalnya saat liburan, saat bermain dan lain
sebagainya.

Refleksi
Siswa masih terpaku dengan cerita yang dibacakan oleh guru. Sehingga
tulisan narasi yang dihasilkan masih sangat terpaku pada contoh. Siswa
sepertinya belum mengerti bahwa mereka diminta menceritakan
pengalaman mereka dengan sahabat mereka. Dari hasil tes menulis pada
tindakan pertama siklus pertama ini, para siswa belum betul-betul menulis
sesuai dengan harapan. Kebanyakan dari mereka malah mengulang cerita
yang telah dibacakan, bedanya mereka mengganti nama tokoh Zaki dengan
nama sahabatnya sendiri. Jadi cerita yang mereka buat berakhir dengan
kepindahan sahabatnya tersebut ke Bandung.
Dalam membuat kerangka karangan pun mereka masih sangat
terbatas.dari sini guru menyimpulkan bahwa pembelajaran menulis narasi
bahasa indonesia melalui metode Mind Mapping masih sangat kurang atau

160
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Selang Waktu Deskripsi Kegiatan Pembelajaran


belum berhasil.

Siklus / Tindakan :I/2

Selang Waktu Deskripsi Kegiatan Pembelajaran


07.30 – 08.00 Guru memimpin awal pembelajaran dengan memimpin
doa. Kemudian guru mengabsen siswa. Guru melakukan
apersepsi dengan menanyakan kabar mereka. Siswa
menjawab dengan baik. Lalu guru menggiring siswa untuk
mengingat kembali pelajaran menulis narasi dengan
metode Mind Mapping.
08.00-08.30 Kali ini guru tidak membacakan lagi contoh karangan
dengan tema sahabat. Karena khawatir para siswa hanya
akan mengulang cerita yang sama seperti pada
pertemuan sebelumnya. Kali ini guru membagikan siswa
satu buah kertas kosong (HVS), beberapa gambar
anak-anak yang sedang bermain, lem kertas, dan kertas
bergaris (polio) untuk membuat karangan narasi. guru
menjelaskan bahwa tugas mereka kali ini adalah memilih
salah satu gambar, kemudian menempelkannya pada
kertas HVS, lalu bersama teman sebangku membuat Mind
Mapping. Dari Mind Mapping tersebut dibuat kerangka
karangan. Siswa mulai memilih gambar yang disediakan
dengan berebutan, akhirnya guru meminta mereka untuk
tetap duduk di bangku masing-masing.kemudian guru
yang berkeliling kelas membagikan gambar yang
berbeda-beda.
Gambar I
beberapa anak
sedang bermain
di sawah
setelah pulang
mengaji

161
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Gambar 2 Seorang anak


perempuan sedang main
play station

Gambar 3 Beberapa orang


anak hendak berangkat
mengaji

Gambar 4 gambar seorang


anak laki-laki

Gambar-gambar tersebut disajikan agar siswa tidak lagi


terjebak pada cerita tentang Zaki. Guru meminta siswa
membayangkan sahabatnya sendiri, kemudian membuat
Mind Mapping dengan bantuan gambar tersebut.
08.30-09.00 Siswa mulai membuat Mind Mapping berkolaborasi
dengan teman sebangku. Guru membimbing siswa jika
ada yang bertanya. Guru selalu menghampiri siswa yang
bertanya. Setelah membuat Mind Mapping siswa mulai
membuat kerangka karangan.
09.00-09.30 Siswa membuat karangan narasi dengan tenang.
Kemudian mengumpulkan hasil tullisan narasi mereka
dibantu ketua kelas. Pada akhir pembelajaran guru
memberikan hadiah berupa buku tulis baru dan pulpen

162
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

bertali biru untuk seluruh siswa agar siswa semakin


bersemangat belajar menulis. Siswa sangat senang dan
menanyakan “bu, kapan kita belajar menulis lagi?” guru
menjawab “Insya Allah minggu depan”.

Refleksi
Secara umum pembelajaran berlangsung tertib dan kondusif. Guru bisa
menguasai kelas dan mengelola waktu pembelajaran dengan baik. Siswa
juga aktif dan bersemangat. Namun setelah hasil menulis narasi dikoreksi.
Hasilnya belum memuaskan. Para siswa memang sudah tidak lagi terpaku
dengan ceita Zaki seperti pada pertemuan pertama. Para siswa juga sudah
bagus dalam membuat kerangka karangan, akan tetapi tujuan guru
meminta siswa menceritakan pengalaman mereka bersama sahabat
mereka sendiri belum tercapai. Sepertinya masih bingung dengan tugas
menulis narasi tentang sahabat mereka sendiri. Karena yang terjadi siswa
malah menulis sebuah karangan imajenasi bersama teman-teman yang ada
di gambar yang telah guru berikan. Padahal gambar tersebut hanya contoh
dan pengalihan dari cerita tentang Zaki.
Karena gambarnya dibagikan oleh guru (bukan siswa yang memilih), ada
juga siswa yang kecewa karena dia tidak mendapatkan gambar anak
perempuan, melaiknkan gambar anak laki-laki. Padahal siswa tersebut ingin
mendapat media gambar yang gambarnya anak perempuan.
Refleksi dari hasil menulis narasi pada pertemuan kedua siklus pertama ini
sebetulnya sudah cukup baik, namun belum 75% siswa mencapai KKM yaitu
65. Maka penelitian dilanjutkan pada siklus kedua. Untuk selanjutnya media
gambar yang disajikan tidak dibeda-bedakan. Dan tema untuk pertemuan
selanjutnya diubah menjadi PERKEMAHAN dengan alasan para siswa sudah
pernah memiliki pengalaman berkemah.

Siklus / Tindakan : II / 1

Selang Waktu Deskripsi Kegiatan Pembelajaran


07.30 – 08.00 Guru dan kolaborator mempersiapkan media
pembelajaran yang baru karena tema pada hari ini juga
baru, yaitu berkemah. Guru dan kolaborator juga
menyiapkan kamera untuk merekam proses
pembelajaran dan presentasi siswa. pembelajaran
dimulai dengan pembacaan doa bersama-sama. Setelah
itu guru mengabsen siswa, kemudian mulai menggiring
persepsi siswa pada pelajaran minggu lalu, yaitu menulis
narasi dengan metode Mind Mapping.

163
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

08.00 – 08.30 Guru membacakan sebuah teks tentang berkemah,


Hari ini adalah saat yang paling kutunggu-tunggu, hatiku
sudah berdebar-debar menunggu saat ini tiba. Segala
persiapan sudah kubenahi sejak malam tadi; ada handuk,
senter, baju olah raga, baju ganti, lotion anti nyamuk,
sendal jepit, dll. Semua daftar yang diberikan oleh pak
Didin kuperiksa lagi, takut ada yang kurang. Setelah yakin
aku pun keluar kamar dengan menggendong tas besarku.
Sebelum menuju meja makan, aku menyempatkan diri
mampir ke depan kaca, Wiiiih, ganteng juga ya aku,
memakai seragam pramuka, kacu dan baret, di pinggang
kananku terselip belati, di sebelah kiri tali bersimpul.
Yup! Akhirnya hari ini tiba juga, hari ini adalah hari
pertama pembukaan PERSAMI MI Hidayatul Ikhwan,
PERSAMI adalah singkatan dari Perkemahan Sabtu dan
Minggu. Aku sudah tidak sabar untuk bertemu dengan
teman-temanku, kata pak Didin di perkemahan ini nanti
kami akan mendirikan tenda, mencari jejak dan membuat
api unggun. Hmmm, pasti sangat menyenangkan.
Singkat cerita aku sudah sampai di sekolah, aku masuk ke
kelompok kancil, aku sekelompok dengan Ridho, Bagus,
Deni, Ridwan, Zaki, Wildan dan Rafi. Kami bersama-sama
mendirikan tenda, ada yang memegang tongkat sebagai
tiang penyangga, ada yang menarik tali untuk diikat ke
paku yang ditancapkan ke tanah, seandainya kami tidak
bekerja sama, pasti sangat sulit mendirikan tenda ini.
Pada saat adzan zuhur tiba kami shalat berjamaah,
kemudian makan siang bersama. Sekitar pukul dua kami
mulai mencari jejak berkeliling kampung berbekal
petunjuk sandi morse dan sandi semaphore yang kami
temukan di celah-celah pohon, rumput dan dahan yang
diselipkan oleh kakak pembina. Tiap satu petunjuk
memberi petunjuk untuk petunjuk lain berikutnya.
Begitulah sangat seru seperti penyelidikan.
Malamnya kami duduk mengelilingi api unggun,
membaca Dasa Darma Pramuka dan Trisatya. Setelah itu
kami tidur untuk istirahat karena nanti malam akan ada
acara JERIT MALAM, itu adalah acara yang sangat
menguji nyali, karena kami harus berjalan ke
tempat-tempat yang gelap, kemudian dengan mata
tertutup kami berjalan berpegangan pundak menuju
suatu tempat yang penuh gundukan tanah. Kakak

164
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

pembina yang menuntun kami di paling depan


mengatakan bahwa gundukan yang kami injak adalah
kuburan. Saat itu juga kami semua menjerit
AAAAAKKKKHHH....keesokan harinya barulah kami tahu
bahwa gundukan yang semalam kami injak tadi adalah
kebun singkong yang belum ditanami singkongnya.
Begitulah ceritaku tentang kemping atau PERSAMI di
sekolahku tercinta. Kenang-kenangan itu sangat indah
dan tak akan kulupakan.
Siswa mendengarkan cerita dengan antusias.
Guru kemudian menempel karton besar berwarna orange
agar mencolok dan menarik perhatian. Kemudian
menempelkan gambar kartun berkemah

Kemudian guru memancing siswa untuk menyebutkan


kata-kata yang berkaitan dengan perkemahan. Lalu guru
menuliskan kata-kata yang disebutkan oleh siswa di
papan tulis. Kemudian guru membagikan kertas HVS yang
sebelumnya telah ditempelkan gambar kartun berkemah
seperti contoh di atas. Guru juga membagikan kertas
bergaris untuk siswa membuat kerangka karangan dan
mengembangakan sebuah tulisan narasi yang berjudul
BERKEMAH.
08.30-09.30 Kali ini semua siswa mendapat satu kertas HVS
bergambar, sehingga pembuatan Mind Mapping
dilakukan perorangan. Penyusunan kerangka karangan
pun dilakukan secara individual. Para siswa menulis
karangan dengan tenang dan tertib.
Refleksi
Pada pertemuan ketiga ini siswa sudah semakin baik dan menunjukkan
peningkatan terutama pada hasil menulis narasi. baik secara metode, ejaan,

165
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

maupun kaidah penulisan. Siswa menyusun kerangka karangan berdasarkan


urutan kronologis kejadian. Akan tetapi masih banyak juga siswa yang
masih terpaku pada teks yang sebelumnya dibacakan. Oleh karena itu, pada
pertemuan selanjutnya, media gambar yang digunakan harus benar-benar
foto kegiatan berkemah yang mereka alami. Sehingga ide dan gagasan
semakin bermunculan, dan mereka akan lebih lancar dalam
mengungkapkannya lewat tulisan.

Siklus / Tindakan : II / 2

Selang Deskripsi Kegiatan Pembelajaran


Waktu
07.30 – 08.00 Pembelajaran dimulai dengan doa dan absensi siswa. pada
pertemuan sebelumnya guru telah meminta foto
perkemahan yang telah dilakukan sebelum liburan
kenaikan kelas. Foto tersebut menggambarkan kegiatan
mereka berkemah di lapangan depan sekolah. Melalui foto
tersebut guru menggiring persepsi siswa bahwa hari ini kita
akan kembali mempelajari karangan narasi dengan metode
Mind Mapping.
08.00 – 08.30 Guru membagikan kertas HVS dan foto kegiatan berkemah
siswa. siswa menempel foto tersebut di tengah kertas HVS,
kemudian siswa mulai membuat Mind Mapping dan
menyusun kata-kata yang mereka temui dari gambar
tersebut menjadi sebuah kerangka karangan.
08.30 – 09.00 Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan narasi
berdasarkan kerangka karangan yang telah mereka susun
dari Mind Mapping yang telah mereka buat.

09.00 – 09.30 Salah satu siswa (Tio) membacakan hasil karya salah
seorang temannya (Arifin) siswa merespon dengan antusias

166
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Refleksi
Pada pertemuan kedua siklus kedua ini guru telah mengajarkan metode
Mind Mapping dengan sangat baik. Siswa juga sudah memperoleh skor atau
nilai yang ditargetkan. Oleh karena itu, penelitian tindakan pada siswa kelas
V ini dinyatakan selesai.

Penutup
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam
dua siklus selama empat kali pertemuan, maka dapat ditarik simpulan
bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode Mind Mapping dapat
meningkatkan:
1. Kualitas proses pembelajaran menulis narasi pada siswa kelas V MI
Hidayatul Ikhwan. Peningkatan kualitas proses pembelajaran menulis
narasi tersebut dapat dibuktikan dengan meningkatnya nilai rata-rata
kegiatan guru dan siswa dalam proses pembelajaran menulis narasi
dengan metode Mind Mapping. Dengan demikian, penggunaan metode
Mind Mapping dalam pembelajaran menulis narasi dapat meningkatkan
kualitas proses pembelajaran menulis narasi pada siswa kelas V MI
Hidayatul Ikhwan.
2. Hasil belajar menulis narasi pada siswa kelas V MI Hidayatul Ikhwan.
Peningkatan hasil belajar menulis narasi tersebut dapat dibuktikan
dengan meningkatnya nilai hasil belajar menulis narasi pada setiap
siklusnya yaitu: sebelum tindakan nilai rata-rata hasil belajar menulis
narasi siswa 61,6, siklus I nilai rata-rata hasil belajar menulis narasi siswa
65,6 dan siklus II nilai rata-rata hasil belajar menulis siswa 74,52. Tingkat
ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal sebanyak 6 siswa atau 24%,
pada siklus I yaitu 16 siswa atau 64%, dan pada siklus II sebanyak 22
siswa atau 88 %. Dengan demikian, penggunaan metode Mind Mapping
dalam pembelajaran menulis narasi dapat meningkatkan hasil belajar
menulis narasi pada siswa kelas V MI Hidayatul Ikhwan.

167
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan, dapat diketahui
bahwa dengan metode Mind Mapping dapat meningkatkan hasil belajar
menulis narasi siswa kelas V MI Hidayatul Ikhwan. Sehubungan dengan
penelitian ini maka dapat dikemukakan implikasi hasil penelitian sebagai
berikut:
Dari hasil rata-rata yang diperoleh bahwa dalam penelitian ini, hasil
belajar siswa terhadap materi menulis narasi pada pembelajaran Bahasa
Indonesia dan aktifitas atau kegiatan proses pembelajaran menjadi
meningkat. Hal ini terbukti adanya peningkatan hasil belajar menulis narasi
siswa dalam mengungkapkan pikiran dan gagasannya, interaksi dengan
guru maupun kerjasama dengan siswa lain. Dengan partisipasi siswa dalam
pembelajaran yang meningkat, kondisi kelas menjadi lebih kondusif dan
pada akhirnya hasil belajar menulis narasi pada siswa kelas V MI Hidayatul
Ikhwan meningkat.

Daftar Pustaka
Budd, John W. Mind Maps as Classroom Exercises.
http://www.legacy-irc.csom.umn.edu/faculty/jbudd/mindmaps/mind
maps.pdf. (diakses 13 September 2012)
Buzan, Tony. Mind Map untuk Anak. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
2007,
DePorter, Bobbi, Mark Reardon, & Sarah Singer-Nourie. Quantum Teaching.
Bandung: Mizan Pustaka. 2005,
DePorter, Bobbi, & Mike Hernacki. Quantum Learning. Jakarta: Kaifa. 2006,
Edward, Caroline. Mind Mapping untuk anak sehat dan cerdas. Sakti:
Yogyakarta,
Franz, Catherine. Mind Maping,
http://www.roseindia.net/articles/mind-mapping-journal.page
(diakses pada 13 September 2012)
Johnson, Elaine B. Contextual Teaching & Learning, Menjadikan Kegiatan
Belajar Mengajar Mengasyikkan dan bermakna, Terj. dari Contextual
Teaching and Learning: what it is and why it’s here stay oleh Ibnu
Setiawan, Bandung: Mizan Learning Center, 2006
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Tim Prima Pena, gita media press),
Keraf, Gorys. Argumentasi dan Narasi, Flores:Nusa indah, 1992
Parera, Jos Daniel, Menulis Tertib dan Sistematik, Jakarta: Erlangga, 1993
Tarigan, H.G. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, Bandung
Angkasa, 1986
Metodologi Pengajaran Bahasa 1. Bandung: Angkasa,
1991.

168
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Tim penulis, Bahan Belajar Mandiri, Membaca Dan Menulis Di Sekolah


Dasar Dan Teori Pengajarannya, Bandung : UPI Press, 2006
Wikipedia. Mind Map. http://en.wikipedia.org/wiki/Mind_map. (diakses
13 september 2012)

Wishon, George E. and Julia M. Burks. Let’s Write English, Revised Edition
Narration
Wycof, Joyce. “Menjadi Super Kreatif Melalui Metode Pemetaan
Pikiran”,http://kaifa.mizan.com/index.php?fuseaction=buku_full&id=
2772 (diakses pada 13 September 2012)

169
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

INTEGRASI KECERDASAN SPRITUAL


DALAM PENDIDIKAN ANAK USAHA DINI DI PGRA

Eni Rosda Syarbaini


Jurusan Pendidikan Guru Raudhatul Atfhal (PGRA)
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

Abstrak: Tulisan ini tentang integrasi kecerdasan spiritual pada Pendidikan


Anak Usia Dini (PAUD). Selama ini teori-teori pengembangan Anak Usia Dini
menggunakan teori-teori yang belum mengintegrasi nilai-nilai spiritual.
Dalam perkuliahan PGRA mencoba mengembangkan Kecerdasan
Spiritual.(SQ). Integrasi SQ berupa menanamkan nilai-nilai Islami dalam
pengajaran Anak Usia Dini kepada mahasiswa PGRA sebagai calon guru
Anak Usia Dini. Cara yang dilakukan sebagai berikut: 1) Dalam pembelajaran
dosen wajib mengintegrasikan SQ, seperti: tanggung jawab, kejujuran,dapat
dipercaya, dan ikhlas, 2). Dalam kegiatan harian, mahasiswa selalu
dikonrol oleh dosen untuk melaksanakan ibadah wajib, bisa
bekerjasama,sopan santun, menghargai orang lain, dan menjaga
hubungan pertemanan, berjiwa sosial. dan peka terhadap kesejahteraan
orang lain. Dalam kegiatan UTS dan UAS mahasiswa berlaku disiplin dan
jujur. Hasilnya : dapat terlihat perubahan dari perilaku mahasiswa PGRA
yang mengerjakan sholat tepat waktu, disiplin, jujur, sopan, berpakaian
Islami yang mencirikan keindonesian. Pada tugas mata kuliah, mahasiswa
menunjukkan hasil kerja dalam bentuk nilai keilmuan, keislaman,
keindonesiaan.
Kesimpulannya : Integrasi Kecerdasan spiritual dalam pendidikan
Anak Usia Dini dilasanakan melalui kegiatan harian, UTS, dan UAS.

PENDAHULUAN
Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor determinan bagi
keberhasilan pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Dengan
sumber daya manusia yang berkualitas, bangsa Indonesia diharapkan
mampu bersaing di abad 21, suatu era ilmu pengetahuan yang sarat dengan
beragam tantangan, keterbukaan, percepatan informasi dan teknologi
bahkan kompetisi yang berdimensi global. Kondisi tersebut tentu saja
mengharuskan adanya sumber daya manusia yang unggul (uberrmensch)
partisipatoris, bermartabat dan berakhlak mulia..
Pengembangan sumber daya manusia haruslah merupakan suatu
proses berkesinambungan sejak usia dini. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
merupakan pendidikan yang sangat mendasar dan strategis dalam
pembangunan sumberdaya manusia. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

170
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan


Nasional Bab 1 Pasal 1 Butir 14, menyebutkan bahwa: Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) adalah: “Suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dlm memasuki pendidikan
lebih lanjut.”
Upaya dan perhatian pemerintah terhadap pengembangan Anak Usia
Dini semakin serius, hal ini ditunjukkan dengan Peraturan Presiden Republik
Indonesia No 60 Tahun 2013 Tentang Pengembangan Anak Usia Dini
Holistik Integratif. Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif
meliputi: (1) Pelayanan Gizi, (2) Pelayanan Kesehatan, (3) Pelayanan
Pendidikan, (4) Pelayanan Pengasuhan, dan (5) Pelayanan Perlindungan.
Dalam rangka mendukung penyelenggaraan PAUD berkualitas, Ibu
Negara Iriana Joko Widodo bertempat di Taman Mini Indonesia Indah,
pada tahun 2014 telah mencanangkan “Gerakan Nasional PAUD
Berkualitas” (Direktorat PAUD, 20014). Selanjutnya dalam mewujudkan
pelaksanaan Pendidikan Anak Usia Dini berkualitas, Kemendikbud dalam
RPJM 2015 – 2019 menekankan tentang pentingnya “Peningkatan Akses
dan Kualitas PAUD Secara “Holistik Integratif” sebagai pondasi terwujudnya
pendidikan dasar 12 tahun yang berkualitas ( Depdiknas, 2014).
Target Agenda Pendidikan 2030 untuk Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) adalah “memastikan seluruh anak laki-laki dan perempuan
memperoleh akses terhadap perkembangan, perawatan dan pendidikn
Pra-SD (PAUD) yang bermutu untuk menjamin kesiapan memasuki
pendidikan dasar.(Direktorat PAUD 2015). Saat ini Indonesia juga sedang
menyongsong menjadi “Center of Early Childhood Care Education and
Parenting SEAMEO CECEP Tahun 2017.
Pembahasan perkembangan tentang nilai-nilai agama sangat
penting bagi perkembangan kepribadian, kecerdasan spiritual dan sosial
anak. Perkembangan nilai-nilai agama yang baik memberi arti bagi
peningkatan sosialisasi anak yang berbasis kecerdasan spritual, sehingga
anak dapat mengembangkan kemampuan sosialisinya dengan baik.
Masa usia dini 0-6 tahun merupakan periode emas (golden age) bagi
perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Pandangan
tersebut tercantum pada UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, karena anak pada usia tersebut dianggap sebagai
masa anak mempersiapkan potensi fisik dan mental dalam menatap masa
depannya. Masa usia dini sangat menentukan bagi anak dalam
mengembangkan potensinya. Periode ini hanya datang sekali dan tidak
dapat diulang lagi. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang
anak untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya sebagai

171
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

stimulan terhadap perkembangan Agana dan Moral, Psikomotor,


kognitif, bahasa, maupun sosial.
Perididikan Anak Usia Dini sejalan dengan apa yang dirumuskan
UNESCO. Kompetensi pendidikan yang dirumuskan oleh UNESCO yang
menyatakan bahwa pendidikan adalah serangkaian aktivitas untuk
menanamkan kecakapan untuk mengetahui (to know ), kecakapan
bagaimana berbuat (to do) dan kecakapan untuk hidup (to be), dan
kecakapan hidup bersama (to live to gather). Hal ini berarti bahwa
perkembangan yang terjadi pada periode emas ini merupakan periode kritis
bagi anak, dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat
berpengaruh terhadap perkembangan selanjutnya..(Yuliani Nurani Sujiono,
2012).
Kurikulum 3013 PAUD, yang mengacu pada Standar Nasional
Pendidikan Anak Usia Dini, Pasal 5 butir 1 menyatakan bahwa
pengembangan anak Usia dini meliputi 6 aspek perkembangan yaitu:
Agama dan Moral, Fisk-Motorik, Kognitif, Bahasa, Sosial – Emosional, dan
Seni. Selanjutnya Komptensi inti Pendidikan Anak Usia Dini yang merupakan
Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak Usia Dini setelah
pelayanan terdiri dari 4 Kompetensi Inti, yaitu: a. Kompetensi Inti Sikap
Spritual (KI 1), b. Kompetensi Inti Sikap Sosial (KI 2), c. Kompetensi Inti
Pengetahuan (KI 3), dan Kompetensi Inti Keterampilan (KI 4). (PERMEN
146).
Selanjutnya Howard Gardner (1993) dengan teori multiple
intelligences, yaitu delapan kecerdasan mengungkapkan setiap
kecerdasan pada awalnya dilandasi oleh kemampuan biologis, dan pada
tahap berikutnya merupakan hasil dari hubungan yang saling
mempengaruhi dari satu sifat bawaan atau genetik dengan lingkungan
anak. Kecerdasan – kecerdsan tersebut selanjutnya terolah pada saat anak
masuk dalam sistem pendidikan.
Semua kecerdasan atau potensi anak perlu dikembangkan sejak usia
dini melalui stimulasi yang tepat. Tumbuh kembang anak di usia dini akan
menentukan kualitasnya setelah remaja dan dewasa..Kecerdasan Spritual
(SQ) yang memadukan antara kecerdasan intelektual dan emosional
menjadi syarat penting agar anak dapat hidup lebih nyaman dan tenang.
Pembahasan tentang pengembangan kecerdasan spiritual pada anak
usia dini tidak terlepas dari pembahasan tentang pendidikan agama pada
anak usia dini, karena pengembangan kecerdasan spiritual pada anak usia
terintegrasi dalam pendidikan agama serta sekaligus membina
kepribadian anak.
Kenyataan yang ada, selama ini teori-teori pengembangan Anak Usia
Dini menggunakan teori-teori yang belum mengintegrasi nilai-nilai spiritual.
Dalam perkuliahan PGRA mencoba mengembangkan Kecerdasan

172
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Spiritual.(SQ). Integrasi SQ berupa menanamkan nilai-nilai Islami dalam


Pendidikan Anak Usia Dini kepada mahasiswa PGRA sebagai calon guru
Anak Usia Dini.

ANAK USIA DINI


Masa usia dini ( 0 – 6 tahun) merupakan periode emas (golden age)
yang sangat menentukan bagi anak dalam mengembangkan potensinya.
.Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk
mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya sebagai stimulan
terhadap perkembangan Agama, moral, kepribadian, psikomotor,
kognitif, bahasa maupun sosial.
Berdasarkan hasil penelitian, perkembangan intelektual anak terjadi
sangat pesat pada awal kehidupan anak. Sekitar 50% variabilitas
kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak berumur
4 tahun, 80% telah terjadi ketika berumur 8 tahun, dan mencapai titik
kulminasi ketika anak berumur sekitar 18 tahun (Keith Osbord at all dalam
Diana Mutiah: 2010 ). Hal ini berarti bahwa perkembangan yang terjadi
dalam kurun waktu 4 tahun pertama sama besarnya dengan perkembangan
yang terjadi pada kurun waktu 14 tahun berikutnya.
Periode emas ini merupakan periode kritis bagi anak.yang merupakan
periode khusus ketika perkembangan biologis anak berada pada tahap
prima untuk mengembangkan sruktur syaraf dan
keterampilan-keterampilan yang dipengaruhi oleh stimulus yang tepat.
Anak juga berada pada kemampuan prima untuk mengendalikan emosi
dan kebiasaan untuk bereaksi terhadap pengalaman baru yang
dpierolehnya. Dimana kemampuan yang diperoleh pada periode ini
sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya hingga
masa dewasa (Fasli Jalal, 2009: 28). Sementara masa emas ini hanya datang
sekali, sehingga apabila terlewat berarti habislah peluangnya. Untuk itu
pendidikan untuk usia dini dalam bentuk pemberian
rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat
diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.
Penanganan serta pemberian rangsangan yang tepat dan sesuai
akan sangat baik untuk menentukan kualitas sumber daya produktif di masa
mendatang. Pendidikan untuk usia dini dalam bentuk pemberian
rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat
diperlukan untuk mengoptimalkan kecerdasan intelektual, kecerdsan
emosional, dan kecerdsan spiritual anak dimiliki anak.
Perkembangan kecerdasan spiritual anak erat kaitannya dengan
perkembangan kognitif. Anak yang memiliki perkembangan kognitif yang
tinggi/baik akan mampu memahami nilai-nilai agama, kebiasaan-kebiasaan

173
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

dan aturan-aturan dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai agama dan
aturan atau moral yang berlaku.

KECERDASAN SPRITUAL
Kecerdasan Spritual (SQ) yang memadukan antara kecerdasan
intelektual dan kecerdasan emocional menjadi syarat penting agar manusia
dapat lebih memaknai hidup dan menjalani hidup penuh berkah (Iskandar,
2009). Pada bagian awal abad kedua puluh, paradigma kecerdasan yang
diterima umum adalah kecerdasan intelektual (IQ) yang bersandar pada
rasio-intelektual. Sekitar pertengahan tahun 1990, Daniel Goleman
memperkenalkan paradigma baru yang disebutnya Emotional Quotient (EQ)
atau kecerdasan emosional yang mengukur kemampuan seseorang dari
aspek pengendalian dan pengembangan emosional dalam melakukan
kegiatan. Dan pada awal tahun 2000, Zohar dan Marshall, memperkenalkan
Spiritual Quotient (SQ) atau kecerdasan spiritual yang disebutnya sebagai
puncak kecerdasan (the ultimate intelligence). SQ berpusat pada ruang
spiritual yang memberi kemampuan untuk memecahkan masalah dalam
konteks nilai penuh makna.
Sudirman Teba memaknai kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan
jiwa, suatu kecerdasan yang dapat membantu seseorang menyembuhkan
dan membangun diri secara utuh.
Sedangkan kecerdasan spiritual menurut Danah Zohar adalah
kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan
nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup seseorang
dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai
bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan
dengan yang lain. SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan
IQ dan EQ secara efektif. Bahkan, SQ merupakan kecerdasan tertinggi
seseorang .
Suharsono mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah suatu
kecerdasan yang menghasilkan karya kreatif dalam berbagai kehidupan,
karena upaya manusia yang suci bertemu dengan inspirasi Ilahi.
Sedangkan Ari Ginanjar menyatakan bahwa kecerdasan spiritual
adalah kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran,
perilaku, dan kegiatan, serta mampu mensinergikan kecerdasan intelektual
(IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasanspiritual (SQ) secara
komprehensif.
Merujuk pada masa usia dini adalah masa yang paling strategis bagi
anak untuk mengembangkan potensinya, maka kecerdasan spiritual ini ini
perlu dikembangkan sejak usia dini, sehingga pengembangan kecerdasan
intelektual dan emosional anak akan berbasis spiritual.

174
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Ciri-Ciri Kecerdasan Spiritual


Orang-orang yang bisa berpikir dan memiliki kecerdasan spiritual dan
mengetahui sesuatu secara inspiratif, tidak hanya memahami dan
memanfaatkan sebagaimana adanya, tetapi mengembalikannya pada asal
ontologisnya, yakni Allah Swt.
Kecerdasan spiritual ditandai dengan sejumlah ciri- ciri, Menurut
Ramayulis (2002) antara lain, yaitu:
1). Bersikap Asertif
Bila seseorang mempunyai kedalaman pemahaman tentang sifat ke
Maha Esaan Tuhan, seseorang tidak mudah gamang oleh tekanan-tekanan
duniawi, seseorang tidak takut berhadapan dengan orang lain dengan
kelebihan apapun, karena kelebihan mereka tidak abadi, dan masih ada
yang Maha Kuat, Maha Kaya, Maha Berilmu, dan Maha Berkuasa. Dengan
kesadaran tersebut, maka seseorang akan bersifat asertif ketika
berhadapan dengan siapa saja.

2). Berusaha Mengadakan Inovasi


Kecerdasan spiritual mendorong manusia untuk selalu mencari
inovasi-inovasi untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari apa saat
ini yang dicapai manusia.

3). Berpikir Lateral


Kecerdasan Spiritual akan mendorong seseorang untuk berpikir
lateral, yakni pada saat sifat keunggulan yang dimiliki manusia, maka ada
sifat Maha bila otak kita berpikir rasional, maka ada yang Maha Pencipta,
Maha Menentukan, dan Maha Pemelihara. Menurut
Sudirman Teba (2004) seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual
mempunyai ciri-ciri sebagai beikut:
a. Mengenal Motif Yang Paling Dalam
Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual mampu mengenal
motif dirinya yang paling dalam. Motif disebut juga niat atau tujuan
hidup yang merupakan energi jiwa yang sangat besar. Motif utama
dari pusat diri yaitu motif meraih makna, motif mencapai keutuhan,
motif menjalani perkembangan dan perubahan sepanjang hidup
seseorang. Kecerdasan spiritual mengajak seseorang memikirkan
secara lebih mendalam apa yang manusia inginkan, untuk
menempatkan keinginan itu ke dalam kerangka yang lebih mendalam
dan lebih luas dari tujuan hidup manusia.
b. Memiliki Tingkat Kesadaran Yang Tinggi
Mengembangkan kesadaran diri yang lebih tinggi merupakan
prioritas utama untuk meningkatkan kecerdasan spiritual. Seseorang
yang memiliki kecerdasan spiritual memiliki tingkat kesadaran yang

175
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

tinggi. Kesadaran yang tinggi maksudnya adalah seseorang yang


memiliki tingkat kesadaran bahwa ia mengenal dirinya lebih, karena
selalu ada upaya untuk megenal dirinya lebih dalam. Dengan
mengenal dirinya, maka seseorang akan mengenal tujuan dan misi
hidupnya. Jadi, seseorang yang tingkat kecerdasan spiritualnya tinggi
adalah orang yang mengenal dirinya dengan baik.
c. Bersikap Responsif Pada Diri Yang Dalam
Bersikap responsif pada diri yang dalam artinya melakukan
intropeksi diri, dan mau mendengarkan diri atau kata hati.. Terkadang
seseorang tidak sanggup lagi mendengarkan hati nuraninya sendiri.
Ketika menghadapi musibah, seseorang baru mau mendengarkan suara
hati nuraninya. Keadaan seperti ini yang mendorong seseorang untuk
melakukan introspeksi diri dengan melihat ke hati yang paling dalam.
d. Mampu Memanfaatkan dan Mentransendenkan Kesulitan
Melihat hati yang paling dalam ketika menghadapi musibah disebut
mentransendenkan kesulitan. Orang yang cerdas secara spiritual tidak
menyalahkan orang lain sewaktu menghadapi kesulitan, tetapi
menerima kesulitan itu dan meletakkannya dalam rencana hidup yang
lebih besar dan memberi makna kepada apa yang terjadi pada dirinya.
Kemampuan mentransendenkan kesulitan juga bersikap tawakal dan
ridha. Tawakal berarti berserah diri kepada keputusan Allah. Ridha
berarti senang, maksudnya senang menjadikan Allah sebagai Tuhan,
senang kepada ajaran Allah dan takdir-Nya.
e. Sanggup Berdiri, dan Berbeda dengan Orang Banyak
Manusia mempunyai kecenderungan untuk mengikuti arus atau
trend, seperti trend rambut, pakaian, kebiasaan hidup, dan pemikiran.
Orang yang cerdas secara spiritual mempunyai pendirian dan
pandangan sendiri walaupun harus berbeda dengan pendirian dan
pandangan orang banyak.
f. Enggan Mengganggu dan Menyakiti Orang dan Makhluk Lain
Enggan mengganggu dan menyakiti orang dan makhluk lain
ditandai bahwa seseorang merasa bahwa alam semesta ini adalah
sebuah kesatuan, sehingga kalau mengganggu apapun dan siapapun
pada akhirnya akan kembali kepada diri sendiri. Seseorang yang cerdas
secara spiritual tidak akan menyakiti orang lain dan alam sekitarnya.
g. Memperlakukan Agama Cerdas Secara Spiritual
Orang cerdas secara spiritual beragama tidak akan mengganggu
atau memusuhi orang yang beragama lain atau menganut kepercayaan
lain. Karena agama adalah jalan masing-masing seseorang menuju
Tuhan, dan tidak ada alasan untuk memusuhi orang yang menempuh
jalan lain.

176
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

h. Memperlakukan Kematian Cerdas Secara Spiritual


Berdasarkan Al-Qur’an dan hadis, kematian harus diingat, karena
kematian itu pasti akan dialami oleh setiap orang. Karena itu, manusia
harus menyiapkan diri menghadapi kematian dengan selalu beribadah,
beramal saleh dan meninggalkan maksiat. Kehidupan hanya sementara,
sedangkan kematian akan membawa kepada kehidupan akhirat yang
kekal.
Menurut Khavari terdapat tiga bagian untuk melihat ciri-ciri
kecerdasan spiritual yang dimiliki oleh seseorang, yaitu;
1. Dari Sudut Pandang Spiritual Keagamaan (Relasi Vertikal,
Hubungan dengan yang Maha Kuasa).
Sudut pandang ini akan melihat sejauh manakah tingkat relasi
spiritual seseorang dengan Sang Pencipta. Hal ini dapat diukur dari “segi
komunikasi dan intensitas spiritual individu dengan Tuhannya”.
Manifestasinya dapat terlihat dari pada frekuensi do’a, kecintaan
kepada Tuhan yang bersemayam dalam hati, dan rasa syukur
kehadirat-Nya.
2. Dari Sudut Pandang Relasi Sosial-Keagamaan.
Sudut pandang ini melihat konsekuensi psikologis
spiritual-keagamaan terhadap sikap sosial yang menekankan segi
kebersamaan dan kesejahteraan sosial. Kecerdasan spiritual akan
tercermin pada ikatan kekeluargaan antar sesama, peka terhadap
kesejahteraan orang lain dan makhluk hidup lain, menghargai dan
mengerti perasaan orang lain, bersikap dermawan. Perilaku merupakan
manifestasi dari keadaan jiwa, maka kecerdasan spiritual yang ada
dalam diri individu akan termanifestasi dalam perilakunya. Dalam hal ini
SQ akan termanifestasi dalam sikap sosial. Jadi kecerdasan ini tidak
hanya berurusan dengan ke-Tuhanan atau masalah spiritual, namun
akan mempengaruhi pada aspek yang lebih luas terutama hubungan
antar manusia.
3. Dari Sudut Pandang Etika Sosial.
Sudut pandang ini dapat menggambarkan tingkat etika sosial
sebagai manifestasi dari kualitas kecerdasan spiritual. Semakin tinggi
tingkat kecerdasan spiritualnya, semakin tinggi pula etika sosialnya. Hal
ini tercermin dari ketaatan seseorang pada etika dan moral, jujur, dapat
dipercaya, sopan, toleran, dan anti terhadap kekerasan.
Kecerdasan spritual pada anak usia dini dapat kita lihat dari ciri-ciri
yang dikemukakan oleh khavari di atas, yang meliputi; ciri spiritual
keagamaan, relasi sosial-keagamaa, dan etika sosial.

177
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Spiritual Anak Usia dini


Kecerdasan spiritual bersumber dari fitrah manusia itu sendiri.
Kecerdasan ini tidak dibentuk melalui diskursus-diskursus atau
memori-memori fenominal, tetepi merupakan aktualisasi fitrah itu sendiri.
Kecerdasan spiritual “memancar” dari kedalaman diri manusia, karena
dorongan-dorongan keingintahuan dilandasi kesucian, ketulusan dan tanpa
pretensi egoisme. Dalam bahasa yang sangat tepat, kecerdasan spiritual ini
akan aktual, jika manusia hidup berdasarkan visi dasar dan visi utamanya,
yakni sebagai ‘abid (hamba) dan sekaligus khalifah Allah di
bumi.(Suharsono, 2005)
Perkembangan kecerdasan spiritual anak dipengaruhi oleh bebagai
faktor, antara lain;
1. Keteladanan Orang Tua dan Pendidik
Sikap Orang Tua dan Pendidik yang mentaati dan menghormati
ketentuan-ketentuan agama, maka akan bertumbuhlah pada anak
sikap menghargai agama (Zakiah Daradjat, 2009) Orang Tua dan
pendidik sangat berperan dalam mengembangkan kecerdasan spritual
dan kepribadian Anak Usia Dini. Keteladanan Orang Tua dan pendidik
sangat mempengaruhi terhadap pengembangan kecerdasan spiritual
anak. Upaya yang dapat dilakukan orang tua dan pendidik dalam
mengembangkan kecerdasan spiritual anak usia dini adalah dengan
cara memberi tauladan yang baik dan membiasakan anak untuk
melakukan ajaran-ajaran agama seperti; membiasakan berdo’a
sebelum melakukan sesuatu, membiasakan shalat, membiasakan
mengucapkan salam, menghargai dan menghormati orang lain,
berteima kasih, bersabar, ikhlas atau tidak pamrih dan sebagainya.
2. Pola Asuh dan Hubungan Dalam Keluarga Serta Pendidik
Perkembangan anak yang positif akan terwujud bila dipenuhi
inteaksi timbak balik yang kompleks dan dilakukan selama hidup anak
dengan Orang Tua, anggota keluarga dewasa lainnya, dan pendidik
yang penuh kasih sayang dan saling mengerti hingga terbangun
kedekatan emosi yang kuat, akan berpengaruh pada perkembangan
anak secara intelektual, emosional, sosial, dan spritual. Hubungan
dalam keluarga yang harmonis yang dilandasi dengan kedekatan emosi
yang kuat , saling menyayangi, saling menghargai, saling berbagi, saling
memberi, toleran, saling mengingatkan sehingga terbangun kedekatan
emosi yang kuat dalam keluarga, antara anak dan Orang Tua serta
antara anak dengan anggota keluarga.dan anak akan merasa aman
dan senang dalam keluarga, kondisi ini akan mendorong
pengembangan kecerdasan spritual anak Usia Dini. Orang Tua dan
anggota keluarga perlu menciptakan lingkungan yang religious dan
kondusif.

178
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Sebaliknya, orang tua yang tidak mencintai dan tidak menyayangi


anaknya, misalnya ia diperlakukan kejam, keras, atau tidak adil, maka
besar kemungkinan sikap anak terhadap Tuhan akan memantulkan
sikapnya terhadap orang tuanya, mungkin ia akan menolak
kepercayaan terhadap Tuhan atau menjadi acuh tak acuh terhadap
ketentuan agama.(Zakaiah Daradjar, 2009)
3. Menghargai Sikap Spiritual yang Dimunculkan Anak
Menghargai sikap spiritual anak dapat diwujudkan dengan Orang
Tua dan Pendidik memberikan kebebasan berpikir yang efektif dan
positif bagi anak. Orang Tua dan Pendidik harus menghargai sikap
spiritual yang dimunculkan anak, walaupun sikap spiritual itu belum
benar. Orang tua dan pendidik menghargainya sambil membenarkan.
Sifat Orang Tua dan Pendidik yang kurang menghargai sikap spiritual
anak akan menghambat perkembangan agama dan kecerdasan
spiritual anak.
4. Menerima Kondisi Anak Apa Adanya
Anak Usia adalah unik, maka Orang tua harus benar-benar bisa
menerima kondisi anak apa adanya. Orang tua harus memahami
potensi anaknya, dengan begitu anak bisa menciptakan kreativitas
yang dapat menumbuhkan kecerdasan spiritualnya,
5. Interaksi Teman Sebaya
Setelah menginjak usia 3 tahun anak sudah mulai banyak bergaul
dengan orang-orang lain di luar lingkungan keluarga. Anak juga banyak
belajar dari teman sebaya atau teman bermainnya. Anak yang bergaul
dengan teman yang rajin belajar dan memiliki perilaku keberagamaan
akan mempengaruhi anak untuk rajin belajar serta berperilaku
sopan, dapat menghargai orang lain, rajin berdoa, dermawan, toleran,
tanggung jawab dan lain-lain. Sebaliknya anak yang bergaul dengan
teman yang tidak peduli dengan belajar dan berperilaku kurang terpuji
akan berpengaruh buruk juga terhadap perilaku dan keberagamaan
anak usia dini. Dalam hal ini, disarankan agar tua dan pendidik harus
bijaksana menyeleksi teman bermain anak usia dini, karena tumbuh
kembang keperibadian anak di usia dini akan berpengaruh terhadap
kepribadian anak selanjutnya.
6. Lingkungan
Lingkungan masyarakat di mana anak tinggal atau berada, juga
perlu menjadi perhatian pendidik, karena lingkungan juga dapat
mempengaruhi kecerdasan spiritual seseorang. Lingkungan yang
berkecerdasan spiritual tinggi akan menjadikan pribadi-pribadi dengan
kecerdasan spiritual yang tinggi pula. Lingkungan masyarakat anak
yang terdiri dari orang-orang yang memiliki atau berprilaku
keberagamaan yang baik atau shaleh akan memberikan pengaruh

179
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

positif yang mendorong pengembangan prilaku keberagamaan dan


kecerdasan spiritual anak.. Orang tua dan pendidik berusaha agar
dapat menyeleksi lingkungan pergaulannya yang memiliki lingkungan
keberagamaan dan lingkungan yang edukatif, sehingga anak giat
belajar agama serta bisa menciptakan hubungan sosial yang baik
dengan perilaku keberagamaan yang terpuji. Dalam hal ini kebijaksaan
orang tua dan pendidik dalam membimbing dan mengawasi
lingkungan anak sangat diperlukan sehingga anak merasa disayangi
dan tidak merasa tertekan.

Integrasi Kecerdasan Spritual Dalam Proses Pendidikan Anak Usia Dini


Merujuk pada masa usia dini adalah masa yang paling strategis bagi
anak untuk mengembangkan potensinya, maka kecerdasan spiritual ini
perlu dikembangkan sejak usia dini, sehingga akan terwujud pengembangan
kecerdasan intelektual, moral, sosial -emosional, Seni, dan Bahasa anak
yang berbasis spiritual. Pengembangan aspek anak usia dini berbasis
Kecerdasan Spritual dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikan semua
pengembangan aspek perkembangan Anak Usia Dini dengan nilai spiritual.
.Perkembangan dan pengembangan Anak Usia dini berbasis spiritual dapat
dilaksanakan pada semua aspek pengembangan anak. dengan
Pembelajaran Tematik yang merupakan suatu strategi pembelajaran yang
melibatkan beberapa bidang pengembangan atau menyajikan konsep
dari berbagai bidang untuk memberikan pengalaman yang bermakna
kepada anak. Setiap pelaksanaan pengembangan Anak Usia Dini, pendidik
harus mengintegrasikan nilai Spiritual Keagamaan, Relasi Sosial Keagamaan,
dan Etika Sosial.
1). Integrasi Spritual Keagaman
Pengintegrasian Spritual Keagaman pada pengembangan Anak Usia
Dini, bertujuan agar nilai-nilai Spiritual Keagamaan, mencintai Allah
dan bersyukur sudah menyatu dalam perkembangan kepribadian Anak
Usia Dini, sehingga akan memwarnai semua aspek perkembangan Anak
Usia Dini dan Anak akan merasa senang melakukan nilai – nilai spritual
keagamaan dalam setiap kegiatannya. Pendidik selalu membimbing
Anak Usia Dini dalam segala aktivitas untuk selalu berdoa sebelum
melaksanakan kegiatan dan membaca Hamdallah setelah selesai,
sehingga terbentuk kecintaan kepada Allah dan bersyukur kepadaNya,
sehingga terbentuk kepribadian yang selalu mencintai dan mentaati
ajaran-ajaran agama.
2) Integrasi Relasi Sosial Keagaman
Pengintegrasian relasi sosial keagaman pada pengembangan Anak Usia
Dini, bertujuan agar nilai-nilai relasi sosial keagamaan mendasari
sosialisasi anak berbasis spritual. Anak Usia Dini sudah bermain secara

180
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

berkelompok dan bersama-sama. Keterampilan bekerjasama dibutuhkan


untuk belajar saling menghargai dan menghormati, tidak mementingkan
diri sendiri, merasakan kebersamaan dengan lingkungan sekitarnya.
Membiasakan bersabar dan ikhlas dalam segala kegiatan anak dan
melatih anak untuk suka menolong orang lain dan ikhlas. Keterampilan
sosial suka menolong dan ikhlas ini terkait dengan ketrampilan sosial
lain, seperti; simpati dan empati. Menolong menimbulkan kesadaran diri
pada anak untuk membantu orang lain, dapat mengembangkan sikap
kepedulian sosial anak dan ikhlas, sehingga anak akan memiliki perilaku
sosialitas yang berbasis spritual.
3). Integrasi Etika Sosial.
Pengintegrasian etika sosial keagaman pada pengembangan Anak Usia
Dini, bertujuan agar nilai-nilai etika sosial keagamaan menjiwai
perilaku anak, sehingga tertanam perilaku yang berbasis spritual.
Dalan setiap kegiatan yang dilakukan anak, pendidik selalu membiasakan
anak untuk jujur, dapat dipercaya. Membiasakan anak untuk berlaku
sopan, biasakan menghargai orang lain dan mengerti perasaan orang
lain, saling menghargai, toleran, anti kekerasan. bertanggung jawab dan
disiplin, sehingga terbentuk kepribadian anak yang Islami.

PENUTUP
Integrasi Islam dalam pendidikan Anak Usia Dini dilakukan
dengan menanamkan nilai kecerdasan spiritual pada seluruh aspek
pengembangan Anak Usia dini. Integrasi kecerdasan Spritual ini
dilaksanakan oleh Pendidik dalam setiap kegiatan pembelajaran Anak Usia
Dini. Nilai-nilai kecerdasan spiritual ini mencakup: 1) Integrasi Spritual
Keagamaan, bertujuan: terbentuk kecintaan Anak Usia Dini kepada Allah
dan selalu bersyukur kepadaNya. Sehingga terbentuk kepribadian yang
selalui mencintai dan mentaati ajaran-ajaran agama. 2). Integrasi Relasi
Sosial Keagamaaan, bertujuan: dapat mengembangkan sikap kepedulian
sosial anak dan ikhlas, sehingga anak akan memiliki perilaku sosialitas yang
berbasis spritual. dapat mengembangkan sikap kepedulian sosial anak dan
ikhlas, sehingga anak akan memiliki perilaku sosialitas yang berbasis
spritual. 3). Integrasi Etika Sosial bertujuan: Membiasakan anak untuk
berlaku jujur, dapat dipercaya, sopan, menghargai orang lain dan
mengerti perasaan orang lain, saling menghargai, toleran, anti kekerasan.
bertanggung jawab dan disiplin, sehingga terbentuk kepribadian anak yang
Islami.

181
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, Ary Ginanjar (2008) , ESQ: Rahasia Sukses Membangun


Kecerdasan Emosi dan Spritual. Jakarta: Arga,
Ali Nugraha & Yeni Rachmawati (2007), Metode
Pengembangan Sosial Emosional, Jakarta: Universitas Terbuka.

Daradjat Zakiah (1994) Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan


Sekolah.jakarta: Ruhama.
-------------------- (2010) Makalah Pendidikan Agama dan Kecerdasan Spritual.
-------------------- ( 2009) Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT. Bulan Bintang.
Jalal Fasli, (2009) Pengaruh Gizi Dan Stimulasi Psikososial Terhadap
pembentukan Kecerdasan Anak Usia Dini – Agenda Pelayanan
Tumbuh kembang Anak Holistik-Integratif. Padang; Universitas
Andalas Press.
Gardner Howard (2005) Multiple Intelligences, The Theory In Practice. New
York: Basic Books.
Iskandar (2009) Psikologi Pendidikan – Sebuah Orientasi Baru. Ciputat:
Gaung Persada Press.
Jamaris, Martini, (2003), Perkembangan Dan Pengembangan Anak Usia
Taman Kanak- Kanak, Jakarta : Program Studi Pendidikan
Usia Dini PPS Universitas Negeri Jakarta.
Mutiah Diana (2010) Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Ngermanto, Agus, (2009) Quantum Question: Cara Cepat melejitkan IQ, EQ,
dan SQ Secara Harmonis. Bandung: Nuansa Cendekia,
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia No.
137 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan anak Usia
Dini.
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia No.
146 tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Pendidikan anak Usia Dini.
Ross Vasta, dkk, (1999), Child Psychology- The Modern Science,
New York, John Wiley & Sons, Inc.
Santoso, Soegeng, (2000). Problematika Pendidikan dan Cara
Pemecahannya, Jakarta : Kreasi Pena Gading.
Sujiono, Yuliani Nurani dan Bambang Sujiono, (2012). Konsep Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini,Jakarta : Indeks.
Teba Sudirman (2006) Kecerdasan Sufistik, Jakarta: Kencana.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional

182
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

MODEL INTEGRASI KEILMUAN


DI JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Sapiudin Shidiq
Dosen PAI FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Juanda
no. 95 Ciputat Jakarta Selatan
E-mail: sapiudin09@gmail.com

Abstrack. Dichotomy of science between Islamic science and secular science


in Islamic Education Department remains obviously seen. Letting secular
science penetrate to Islamic Teacher candidates will result in a phenomenon
which is called as “Deislamization of Muslim thoughts.” This article aims to
seek an integrative model which can be undertaken by Islamic Education
Department (Jurusan PAI) to maintain Monotheistic (Tahuid) and Islamic
values in secular science. Through literature review it is found some models
of scientific development which can be applied, those are model of
integrative curriculum of Islamic Education (PAI), model of integration of
Islamic Education (PAI) and learning subject, model of integration of Islamic
Education (PAI) and social psychology, and model of integration of Islamic
Education (PAI) and learning method.

Kata kunci: Integrasi, Keilmuan, Pendidikan Agama Islam

A. Problematika Integrasi Keilmuan


Diawali oleh sebuah contoh sederhana, jika orang minum secangkir
kopi, setelahnya ia berkata “saya sudah minum kopi”, mengapa tidak
dikatakan “saya sudah minum kopi dan gula”, bukankah dalam segelas kopi
itu terdapat peran gula yang tidak bisa dipisahkan dari secangkir kopi.
Persoalan integrasi keilmuan tentu tidak sesederhana contoh di awal,
dikotomi ilmu agama dan non agama sudah berjalan seribu tahun silam,
dan tidak banyak menimbulkan masalah dalam sistem pendidikan Islam.
Sebagai contoh karya klasik yang di tulis oleh al-Ghazali (1059M.-111M.)
bernama kitab ihya ulum al-din yang membahas tentang ilmu-ilmu
keagamaan dan ibnu Khaldun (1332M.-1406M.) yaitu kitab Muqaddimah
yang membahas tentang ilmu-ilmu sosial, masing-masing tidak mengingkari
bahkan mengakui validitas dan status ilmiah masing-masing keilmuan.
Namun sejak dimulainya sistem pendidikan sekuler Barat diperkenalkan ke
dunia Islam melalui imprealismenya barulah muncul masalah. Sains Barat

183
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

sering menaganggap rendah status ilmu-ilmu kegamaan.43 Sikpap itu seperti


itu terlihat ketika berbicara tentang hal-hal yang ghaib, ilmu-ilmu agama
tidak bisa dipandang ilmiah karena obyeknya dipandang tidak empiris
seperti ilmu tentang Tuhan dan malaikat.
Pengaruh ilmu-ilmu sekuler positivistik Barat terhadap dunia Islam,
pada puncaknya melahirkan dikotomi yang sangat ketat antara ilmu-ilmu
agama seperti yang dikembangkan oleh lembaga pendidikan Islam
tradisional (pesantren) di satu pihak dan ilmu-ilmu sekuker seperti yang
diajarkan di sekolah-sekolah. Masih terdapat kaum tradisional yang
menganggap ilmu umum itu bid’ah dan haram untuk dipelajari karena
berasal dari orang kafir sedangkan pendukung ilmu umum mengaggap ilmu
agama hanya sebagai mitologi dan tidak ilmiah karena tidak dikuatkan oleh
fakta empiris. Dikotomi semacam ini menjadi persoalan yang akut dalam
sistem pendidikan kita, di sekolah umum masih terdapat pemisahan antara
ilmu umum seperti fisika, biologi, matematika dan ilmu agama seperti al-
Qur’an, hadits fiqh, dan aqidah akhlak. Dikotomi itu memberi kesan seakan
muatan religi itu hanya terdapat pada pelajaran agama sementara ilmu
umum itu semuanya profan dan netral dari nilai religi. Padahal tidaklah
begitu semestinya, karena dengan mempelajari gejala alam yang menjadi
obyek ilmu umum dapat dengan mudah nilai-nilai kegamaan dapat dijumpai
seperti dikuatkan oleh Iqbal bahwa gejala alam merupakan medan kreatif
Tuhan sehingga mempelajarinya berarti mengenal dari dekat cara kerja
Tuhan di alam semesta.44
Dalam konteks pembelajaran di Jurusan PAI dikotomi ilmu juga masih
terlihat jelas dengan adanya pengelompokkan ilmu-ilmu keislaman seperti
tafsir, hadits, fiqh dan ushul dan ilmu ilmu umum seperti sosiologi,
pancasila dan psikologi. Pengelompokkan itu terkesan muatan religi hanya
terdapat pada bidang ilmu keislaman sedangkan ilmu umum terbebas dari
nilai religi. Padahal ketika berbicara tentang ilmu fiqh misalnya tidak bisa
dilepaskan dengan konteks kemasyarakatan yang menjadi topik
pembahasan ilmu sosiologi. Sebagai contoh, Imam Syafii dalam bidang fiqh
memiliki qaul qadim dan qaul jadid, kedua qaul itu penetapannya tidak
lepas dari pengaruh sosiologis ketika beliau berada di Bahgdad dan di
Mesir. Demikian dalam kajian ushul fiqh terdapat sumber hukum yang
disebut maslahah mursalah, sumber ini penetapan hukumnya tidak
terlepas dari faktor sosiologis dan psikologis seperti keharaman nikah
mut’ah.

43
Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu Sebuah Rekonstruksi Holistik, Bandung: Arasy
PT Mizan Pustaka bekerka sama dengan UIN Press, 2005, h. 20
44
Muhammad Iqbal, The reconstruction of religious Thought in Islam (New Delhi:
Kitab Bhavan, 1981), h. 56-57. Lihat Mulyadhi Kartanegara, Integrasi, h.21

184
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Idealnya tidak terdapat klaim yang berlebihan dalam mensikapi


dikotomi ilmu agama dan umum, karena keduanya terbukti menempati
posisi yang mulia sebagai obyek ilmu yang mampu memposisikan sebagai
status ilmiah yang sama. Namun masyarakat masih membedakan status
antara kedua kelompok ilmu terasebut, tentu kondisi terakhir tidak boleh
dibiarkan karena akan menimbulkan problem yang lebih serius lagi. Oleh
karena itu sebuah upaya harus bisa dilakukan untuk mengatasi problem
dikotomi ilmu tersbut dalam sebuah sistem yang integratif dan holistik.

B. Pembahasan
1. Adakah “Ilmu Islam” dan “tidak Islam”?
Pertanyaan di atas muncul dari sebuah ketidak puasan kelompok yang
mempertanyakan legitimasi istilah “sains islami” dengan argumen seperti
disebut di muka bahwa di masa lalu tidak pernah istilah itu muncul.
Jawabannya, jika para ilmuwan muslim masa lalu tidak pernah
menggunakan istilah tersebut terhadap temuan mereka itu disebabkan
kebutuhan akan hal itu belum muncul. Istilah “islami” diperlukan ketika
harus dibedakan antara sesuatu yang dipandang “islami” dan yang “tak
islami”45
Di zaman modern kebutuhan akan defnisi “islami” diperlukan bagi
siapa saja yang sudah mengenal sains Islam dan sains modern, karena
kedua model sains ini tidak memiliki sifat dan karekter filosofis yang sama
meski terdapat tokoh muslim seperti al-Afhgani berargumen bahwa tidak
ditemukan perbedaan sifat dan karekater antara sains modern dan sains
Islam yang dihasilkan oleh para saintis muslim seperti al-Farabi dan Ibnu
Sina. Nampaknya pendapat Afghani dapat dibenarkan terkait dengan sifat
dan peran metodologi ilmiah dan sifat rasional karena sains modern
memang dipandang sebagai kelanjutan dari tradisi keilmuan Islam. Hanya
saja dalam hal lainnya seperti relevansi metafisika dan etika spritual, sains
modern secara sadar meninggalkan jalan sains islam demi menempuh jalan
sekuler yang berujung kepaada sains yang benar-benar mandiri dan
terpisah dari agama. Dengan kata lain sains modern sebagiannya
melanjutkan dan sebagian lagi berbeda dari sains Islam.46
Ketika sains modern semaki berkembang seperti sekarang ini dan
dalam proses penampakan jatidirinya banyak bertentangan dengan norma-
norma keilmuan dalam budaya intelektual islam maka semakin perlu untuk
membedakan antara sains yang islami dan yang tidak islami. Bukan hanya
terbatas pada domain sains saja terdapat juga kepedulian intelektual untuk

45
Osman Bakar, Tauhid dan Sains: Persepektif Islam tentang Agama dan Sains,
Bandung: Pustaka Hidayah, 2008, h. 31
46
Osman Bakar, Tauhid dan Sains: Persepektif, h. 33-34

185
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

membedakan pada wilayah lain antara yang “islami dan “tak islami” maka
muncullah istilah yang sering didengar dengan pendidikan Islam, ekonomi
Islam, keuangan Islam, arsitektur Islam, politik Islam dan label makanan
halal. Klaim terhadap label-label “islam” tersebut didasari pula oleh
sebuah argumen populer bahwa Islam adalah jalan hidup yang sempurna
bahkan Islam adalah sebuah peradaban yang menyeluruh dan integral yang
dapat dipedomani oleh kehidupan muslim secara pribadi dan masyarakat.
Dalam konteks ini Islam adalah sebuah agama paripurna yang
mengilustrasikan tentang pendidikan holistik yang tidak saja membina
dimensi spritual kegamaan juga berbagai dimensi fisik, psikologis, sosial
bahkan keindahan.47
Namun klaim terhadap “sains islam” dan yang lainnya bukanlah tanpa
serangan. Tidak sedikit muslim yang menentang istilah sains islam dengan
argumen bahwa hanya satu bentuk sains untuk semua budaya dan
peradaban sains itu bersifat netral atau bebas nilai. Maka bagi yang
berpandangan seperti itu tidak banyak artinya membicarakan sains Islam,
sains Kristen atau sains Budha. Namun klaim bahwa sains itu bersifat netral
juga tidak dapat dibenarkan sepenuhnya sebagaimana diperkuat oleh
Osman bakar bahwa sains tidaklah bebas nilai dan tidak sepenuhnya
universal. Secara praktis setiap aspek sains yang dibentuk dan diwarnai oleh
sistem nilai Islami, dalam hal ini juga berlaku pada semua sains dalam
berbagai budaya dan peradaban lainnya termasuk sains barat modern.
Maka ketika sains modern semakin berkembang seperti sekarang ini maka
identitas “islam” diperlukan karena sains modern dalam proses
penampakan jati dirinya sudah banyak bertentangan dengan norma-norma
keilmuan dalam budaya intelektual Islam.

2. Tauhid Sebagai Spirit ilmu Keislaman


Pada urain di muka dijelaskan bahwa salah satu faktor yang
membedakan ilmu Islam dengan bukan Islam adalah karakter ilmu
keislaman yang berpijak kepada etika spritual yang merujuk kepada
pengetahuan tentang Tuhan Yang Esa dan kekuasaan-Nya. Prinsif Keesaan
Ilahi (tauhid) ini merupakan pesan sentral Islam. Dalam klasifikasi
pengetahuan Islam sepanjang sejarahnya, pengetahuan tentang Tauhid
senantiasa merupakan bentuk pengetahuan tertinggi serta tujuan puncak
semua aktifitas intelektual. Oleh karena itu sains Islam memiliki karakter
religius dan spritual. Hal ini diperkuat oleh Ibnu Sina yang mengatakan,
sebuah sains disebut sains yang sejati jika ia menghubungkan pengetahuan

47
Dede Rosyada, Islam dan Sains Upaya Pengintegrasian Islam Dan Ilmu
Pengetahuan di Indonesia, Jakarta: RM Books, 2016, h. 5

186
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

tentang dunia dengan pengetahuan tentang prinsip Ilahi.48 Prinsip Ilahi


tersebut tercermin pada kalimat lailaha illallah ( tidah ada tuhan selain
Allah) merupakan sebuah pernyataan pengetahuan tentang realitas.
Dengan kalimat itu, seorang muslim memandang berbagai sains, ilmu alam,
ilmu sosial dan yang lainnya sebagai bukti yang menunjuk kepada
kebenaran fundamental. Kesadaran beragama pada dasarnya adalah
kesadaran akan keesaan Tuhan dan semangat ilmiah tidak bertentagan
dengan kesadaran itu maka konsekuensi penting dari pengukuhan central
tersebut bahwa seseorang harus menerima realitas obyektif kesatuan alam
semesta. Sebagai sumber pengetahuan, semangat ilmiah para ilmuwan
Islam, telah mengalir dari kesadaran mereka akan tauhid.
Demikian halnya pemikiran logis tidak mematikan semangat
eksperimentasi di kalangan ilmuwan islam. Oleh karena itu dicatat, lama
sebelum Roger Bacon mempopulerkan metode eksperimen di Eropa studi-
studi yang didasarkan oleh observasi dan eksperimentasi sudah tersebar
luas di dunia muslim. Studi ini dilakukan oleh ilmuwan muslim dalam skala
yang lebih besar dari pada yang telah diupayakan oleh seluruh peradaban
sebelumnya dan studi muslim tersebut mendapatkan kekaguman dari
sejarahwan sains Islam dengan menyebutya sebagai karakteristik semangat
modern dalam pendekatan empiris orang islam terhadap alam. Maka
tersebutlah sederet nama ilmuwan muslim terkemuka seperti al-Razi, Ibnu
Sina, al-Biruni, ibn Haytsam, al-Zahrawi, Nashiruddin al-Thusi dan sebagai,
mereka kemudian dikenang dengan jasanya sebagai sebuah tokoh kekuatan
observasi dan eksperimentasi yang luas. Tentu yang menjadi perhatian di
sini bukan prestasi sepektakuler itu tapi fokus kesadaran religius dan
spiritual mereka yang membebaskan mereka dari kemalangan dan situasi
intelektual yang berbahaya. Simbiosisme antara pengalaman empirik
dengan kekuatan keyakinan teologis itulah yang kemudian melahirkan
kemajuan sains dan teknologi dalam dunia Islam.49 Sejalan dengan firman
Allah dalam QS. Al-Zumar (39):9.
              
“Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran”.

3. Indrawi Sebagai Sumber Ilmu Sekuler


Seperti telah disebut di muka bahwa sains modern secara sadar
meninggalkan jalan sains islam demi menempuh jalan sekuler yang

48
Osman Bakar, Tauhid dan Sains: Persepektif, h. 150
49
Dede Rosyada, Islam, h. 18

187
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

berujung kepada sains yang benar-benar mandiri dan terpisah dari agama.
Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu penyebab dikotomi Ilmu Islam
dan tak Islam (sekuler).
Ilmuwan sekuler dalam sikap ilmiahnya terhadap validitas informasi
hanya berdasar kepada kekuatan pengamatan indrawi, karena bagi mereka
satu-satunya sumebr ilmu adalah pengalaman empiris melalui persepsi
indrawi lebih khusus melalui metode induksi. 50 Metode deduksi yang
ditempuh oleh akal sering dicurigai sebagai apriori yang pembenarannya
tanpa sebuah pengalaman. Dalam metode ilmiah modern, akal dijadikan
sebagai alat bantu dalam memutuskan valid tidaknya pengamatan indra
yang dilakukan. Mereka beranggapan bahwa pencapaian nalar (akal) yang
paling tinggi adalah filsafat akan tetapi filsafat itu masih dipandang
spekultaif untuk bisa mengkontruksi bangunan ilmu seperti yang dituntut
oleh kaum positivis. Namun bagi kaum ilmuwan muslim luasnya
penggunaan logika tidak memebawa kepada rasionalisme sekuler yang
memberontak terhadap agama demikian pula luasnya praktek eksperimen
tidak lalu mereka memandang penagalaman inderawi sebagai satu-satunya
sumber ilmu pengetahuan.51 Pengalaman intuisi dianggap sepi oleh kaum
sekular hanya sebagai sebuah ilusi belaka. Sementara bagi kaum beragama
intuisi dipandang sebagai sumber pengetahuan (ma’rifah) yang dengannya
para mistikus memperolah limpahan cahaya ilahi dan melalui intuisi suci,
sang anabi dapat menerima wahyu.
Konsekuensi dari penggunaan indra dan akal yang terlepas dari
bimbingan wahyu maka menurut ilmuan sekuler bahwa obyek-obyek ilmu
yang sah adalah keseluruhan sesuatu yang dapat diobservasi dan diamati
oleh indra.52 Dengan demikian imu-ilmu yang obyeknya tidak dapat
diobservasi dianggap tidak sah sebagi obyek ilmu. Penolakan ini misalnya
dapat dilihat dari pandangan filosof logika positivime yang menganggap
segala pernyataan yang tidak memiliki padanan obyek empirismnya dinilai
nonsen. Dengan demikian kaum sekuler merumuskan pandangannya
terhadap kebenaran dan realitas bukan berdasarkan kepada ilmu wahyu
dan dasar-dasar keyakinan agama tetapi kepada tradisi kebudayaan yang
diperkuat oleh dasar-dasar filosofis. Itulah sebabnya ilmu serta nilai-nilai
yang memancarkan pandangan alam (worldview) dan mengarahkan
peradaban kehidupan akan senantiasa ditinjau ulang dan berubah. 53

50
Mulyadhi Kartanegara, Integrasi, h. 23
51
Osman Bakkar, Tauhid, h. 73
52
Mulyadhi Kartanegara, Menembus.Batas Waktu: Panorama Filsafat Islam, Bandung:
Mizan, 2002, h. 58.
53
Syed Muhammad Naquib Attas, , al, Islam And Secularism (Islam Dan
Sekularisme) penerjemah. Khalif Muammar, Bandung: Institut Pemikiran Islam dan
Pembangunan Insan (PIMPIN), 2010, h. 172

188
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Pembatasan yang begitu ketat hanya terhadap obyek-obyek fisik-


empiris oleh sains modern dan penekanan yang terlalu besar pada hal-hal
yang bersifat metafisik (gaib) oleh ilmu-ilmu agama di pihak lain tentunya
akan menimbulkan problem tersendiri dalam upaya pengintegrasian obyek-
obyek ilmu yang seharusnya meliputi secara adil bukan hanya obyek-obyek
fisik tapi juga obyek metafisik (gaib).

4. Model Islamisasi Ilmu Melalui Pendidikan


Seandainya pengetahuan modern sudah bersifat islami (islamisitas)
maka tidak perlu lagi upaya islamisasi. Islamisasi ilmu sebagai bentuk upaya
pengitegrasian ilmu merupakan upaya penting untuk dilakukan oleh dunia
pendidikan Islam karena diyakini semua pengetahuan dan praktiknya itu
bersumber dari wahyu. Di antara tokoh penggagas islamisasi ilmu adalah
al-Faruqi54 menurutnya ada beberapa alasan perlunya islamisasi.
Pertama, bahwa ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat ini
telah terkontaminasi oleh pemikiran barat sekuler yang cenderung ateistik
dan dapat berakibat hilangnya nilai-nilai kesakralannya. Di sisi lain,
keilmuan Islam yang dipandang bersentuhan dengan nilai-nilai teologis,
terlalu berorientasi pada religiusitas dan spiritualitas tanpa memperdulikan
betapa pentingnya ilmu-ilmu umum yang dianggap sekuler. Hal ini yang
menyebabkan munculnya sebuah gagasan untuk mempertemukan
kelebihan-kelebihan di antara keduanya sehingga ilmu yang dihasilkan itu
bernafaskan tauhid, gagasan ini yang kemudian dikenal dengan istilah
“Islamisasi Ilmu Pengetahuan”. Kedua, telah terjadi kemandegan yang
dialami oleh ummat Islam dalam dunia pendidikan. Menurutnya
kelumpuhan politik, ekonomi dan religio kultural ummat Islam terutama
merupakan akibat dualisme sistem pendidikan di dunia muslim. Ketiga,
pengetahuan modern menyebabkan adanya pertentangan wahyu dan akal
dalam diri umat Islam, memisahkan pemikiran dari aksi serta adanya

54
Sejarah singkat, Al Faruqi dilahirkan di Jaffa Palestina pada tahun 1921 tanggal 1
Januari 1921. Pada tahun 1949 al Faruqi berhasil meraih gelar doctornya diperolehnya di
Indiana University.Tujuh Belas Ramadhan 1406/1986, al-Faruqi meninggal dunia akibat
pembunuhan orang tak dikenal dirumahnya. Banyak prestasi akademik yang dihasilkan oleh
al-Faruqi dan diantara buah ytangannnya yang terkenal dalam bidang islamisasi ilmu adalah
karyanya yang berjudul islamization of Knowledge: General Prinsiple and Worksplan (1982).
Pada dasarnya semua pelopor ide Islamisasi ilmu, khususnya al-Attas, al-Faruqi dan Nasr
termasuk al-Faruqi menyakini bahwa ilmu itu bukanlah netral atau bebas nilai. Tujuan usaha
mereka adalah sama dan konsep Islamisasi ilmu yang mereka bawa adalah bertunjangkan
kepada prinsip metafisik, ontologi, epistemologi dan aksiologi Islam yang berpaksikan
konsep tauhid. http://www.rangkumanmakalah.com/pemikiran-ismail-raji-al-faruqi-dalam-
pendidikan.

189
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

dualisme kultural dan religius.55 Sejalan dengan beberapa persoalan


tersebut, al-Attas berpendapat bahwa tantangan besar yang dihadapi oleh
ummat Islam pada saat ini, yaitu ilmu pengetahuan yang telah kehilangan
tujuannya.56
Problematika di atas, menurut al-Faruqi hanya dapat diselesaikan
melalui dua cara yaitu mengkaji kembali peradaban Islam dan Islamisasi
pengetahuan modern. Terkait dengan persoalan tersebut, al-Faruqi melihat
pentingnya pengelaborasian pendidikan secara integral. Disinyalir
pendidikan yang dijiplak oleh dunia Islam berubah menjadi sebuah
karikatur dari prototype Barat. Materi dan metodologi yang diajarkan di
dunia pendidikan Islam yang hampir secara keseluruhan berkiblat kepada
Barat itu tidak mengandung wawasan yang menyeluruh dan berpengaruh
kurang baik yang mendeislamisasikan para mahasiswa.57 Oleh karena itu
tujuan Islamisasi pengetahuan yang digagas oleh al-Faruqi adalah
penguasaansetiap disiplin dan mempersiapkan displin itu dibagun kembali
di atas landasan Islam. Untuk itu sedikitnya terdapat lima cara yang dapat
dilakukan bagi islamisasi ilmu pengatahuan.1. sekedar memberikan ayat-
ayat sesuai dengan ilmu pengetahun umum yang ada (ayatisasi), 2.
Menigsilamkan orangnya, 3. Berdasarkan filsafat Islam dengan mempelajari
dasar metodologinya, 4. Memahami islamisasi sebagai sebuah ilmu yang
beretika atau beradab.58
Islamisasi ilmu melalui institusi pendidikan realisasinya memang
pekerjaan yang “sulit” tapi perlu untuk dilakukan. Karena pendidikan Islam
bukanlah pendidikan yang bebas nilai, tapi sarat dengan nilai ajaran al-
Qur'an. Pendidikan Islam tidak menjadikan akal dan science sebagai
kebenaran yang final dan tidak menjadikan kemanusiaan sebagai tujuan
semata. Al-Qur'an memandang manusia sebagai satu kesatuan yang utuh
dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Al-Qur’an juga menolak filsafat yang

55

http://www.rangkumanmakalah.com/pemikiran-ismail-raji-al-faruqi-dalam-pendidikan/
56
Lebih lanjut, al-Attas berarugumen bahwa ilmu pengetahuan modern, secara
keseluruhan dibangun, ditafsirkan, dan diproyeksikan melalui pandangan dunia, visi
intelektual, dan persepsi psikologis dari kebudayaan dan peradaban Barat. Jika pemahaman
ini merasuk ke dalam pikiran elite terdidik umat Islam, maka akan sangat berperan
timbulnya sebuah fenomena berbahaya yang diidentifikasikan oleh al-Attas sebagai
“deIslamisasi pikiran-pikiran umat Islam”. Lihat Wan Mohd Nor Wan Daud, The Educational
Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib al-Attas, diterjemahkan oleh Hamid
Fahmy dkk, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib al-Attas, Bandung: Mizan,
1988), h. 333-334
57
Ismail Raji al-Faruqi, Islam and secularism, Kuala Lumpur: ABIM, 1984, h. 17. Lihat
juga Nunu, Ilmu Kalam, h. 227
58
Umi, Islamisasi Sains Perspektif UIN Malang, dalam Inovasi, Majalah Mahasiswa UIN
Malang, edisi 22, 2005 h. 25

190
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

hanya memperhatikan masalah-masalah material yang meremehkan


masalah spiritual, atau filsafat yang hanya memperhatikan kehidupan
rohaniah dan meninggalkan kehidupan duniawi. Al-Qur'an juga tidak
menerima filsafat sekuler yang memisahkan antara agama dengan dunia.59
Islamisasi Ilmu pengetahuan diharapkan dapat membentuk
kurikulum pendidikan Islam yang tidak bersifat parsial dan sekuler yaitu
kurikulum integratif tidak memisahkan antara ilmu agama dan umum dan
tidak membedakan dunia dan ukhrawi. Masing-masing ilmu berintegarasi
membentuk sebuah sistem kurikulum yang komprehensif berazaskan
kepada al-Qur'an dan hadits yang terelaborasi dalam unusur iman, ilmu ,
amal dan akhlak.

5. Pengembangan Model Integrasi Keilmuan di Jurusan PAI


Konsep pengembngan model integrasi keilmuan di Jurusan PAI
meliputi pembahasan tentang model integrasi kurikulum Jurusan PAI,
model integrasi PAI dan materi pembelajaran, model integrasi PAI dan
ilmu psikologi dan sosial serta model integrasi PAI dan metode
pembelajaran.

a. Model Integrasi Kurikulum Jurusan PAI


Kurikulum Jurusan PAI FITK UIN Jakarta merupakan hasil
pengintegrasian ilmu-ilmu keislaman dan ilmu-ilmu kependidikan, ditambah
dengan ilmu kebahasaan dan ilmu pendukung dengan besaran
komposisinya masing-masing. Dilihat dari penciriannya, mata kuliah
dikelompokkan ke dalam prosentase yang menunjukkan adanya
keseimbangan antara mata kuliah umum, mata kuliah keterampilan dasar,
dan mata kuliah inti.60 Dilihat dari nilai filosofisnya, kurikulum Jurusan PAI
mengintegrasikan nilai-nilai keislaman, keilmuan, dan keindonesiaan.
Ketiga macam nilai ini bersinergi menjadikan Jurusan PAI FITK UIN untuk
menjadi center of excellence dalam bidang Pendidikan Agama Islam di
tingkat ASEAN.
Ditinjau dari aspek kedalamannya, kurikulum di Jurusan PAI
mencerminkan integrasi jenjang kompleksitas pemahaman ilmu keislaman
dan ilmu kependidikan. Misalnya dalam memahami ajaran Islam,
mahasiswa secara bertahap mempelajari ilmu Fiqih (hukum Islam) dari

59
Mohammad Fadhil Al-Jamaly, Falsafah al-Tarbiyah fi al-Qur’an (terj. Filsafat
Pendidikan dalam al-Qur’an), (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1986), cet. 2, h. 2
60
Jumlah keseluruhan 150 SKS dirinci ke dalam empat mata kuliahh penciri: 1. Mata
kuliah penciri nasional sebesar 7 SKS, 2. Penciri Universitas sebesar 17 SKS, 3. Penciri
Fakultas sebesar 43 SKS dan 4. Penciri Jurusan sebesar 83 SKS. (Lihat Fakulty of Tarbiyah and
Teachers Training UIN Syarif Hidayatullah Jakrta, Self Assessment Report Islamic Education
Study Program, 2015, h. 18)

191
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

hal-hal yang sederhana seperti ibadah harian sampai kepada persoalan


politik. Lebih lanjut lagi pada semester yang lebih tinggi, mahasiswa juga
mempelajari filsafat dan teori pembentukan hukum Islam melalui ilmu
ushul fiqih dan qowa’idul fiqhiyah. Dalam aspek ilmu pendidikan,
mahasiswa mempelajari secara berjenjang hal-hal yang berhubungan
dengan pengetahuan dan keterampilan tentang pendidikan dan
pembelajaran. Di semester awal, mahasiswa diperkenalkan dengan
dasar-dasar ilmu pendidikan untuk dapat memahami konsep dasar
pendidikan. Pada semester berikutnya, mereka mendalami ilmu pendidikan
secara teoritis, filosofis dan praktis. Mereka mempelajari filsafat
pendidikan, teori-teori belajar dan praktik pembelajaran. Mata kuliah juga
terintegrasi dalam jenjang tingkat kesulitannya, dari tingkat kesulitan
rendah ke tingkat kesulitan tinggi, maka sejumlah mata kuliah
mensyaratkan kompetensi tertentu untuk bisa diikuti. Mata kuliah Tafsir
misalnya, mensyaratkan mahasiswa untuk memiliki kemampuan bahasa
Arab. .
Dilihat dari komposisi tingkatannya, mata kuliah di Jurusan PAI
terintegrasi dalam penjenjangannya mulai dari ilmu-ilmu dasar, intermediet
dan ilmu-ilmu spesial (tinggi) dan penulisan tugas akhir. 61 Pemetaan
seperti ini didasari oleh karakter keilmuaan PAI yang secara substansial
harus dapat dipahami secara utuh dan mudah serta menghindari
lompatan. Kelompok ilmu-ilmu basic PAI yang kontennya berisi tentang
dasar-dasar ke PAI-an antara lain Pengantar Studi Islam, Fiqh, Landsan
Pendidikan, Filsafat Pendidikan, Sosiologi Pendidikan, Islam dan ilmu
Pengetahuan, Tafsir, Hadis, dan sebagainya. Kelompok ilmu-ilmu
intermediete yang posisinya bersifat pengembangan dari ilmu-ilmu
ke-PAI-an meliputi antara lain ushul fiqh, ulum al-Qur’an, ulum al-hadits,
psikologi pendidikan, telaah kurikulum PAI, akhlak tasawuf dan ilmu kalam.
Selanjutnya ilmu-ilmu spesial (tinggi) yang bersifat pendalaman antara lain
Qawaid Fiqhiyah, PPMDI II, Akhlak Tasawuf, Filsafat Islam, Fiqh
Kontemporer dan sebagainya.
Disiplin keilmuan di Jurusan PAI yang masing-masing memiliki
hubung-kait diharapkan mampu menghantarkan lulusan menjadi guru PAI
yang memiliki kompetensi yang handal. Keterkaitan tersebut terlihat jelas,
pertama pada bidang ilmu-ilmu keislaman, substansinya dapat menjadikan
guru PAI yang professional, berkepribadian mulia dan berjiwa sosial yang
tinggi, sedangkan bidang ilmu-ilmu kependidikan, secara substansi dapat
menghantarkan calon guru PAI yang memiliki keterampilan pedagogik
Mencermati model kurikulum, Nampaknya integrasi keilmuan di

61
Lihat Fakulty of Tarbiyah and Teachers Training UIN Syarif Hidayatullah Jakrta, Self
Assessment Report Islamic Education Study Program, 2015, h. 22

192
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Jurusan PAI masih sebatas subyek bukan pada konten. Dengan demikian
ilmu-ilmu keislaman dan umum masih terlihat masih terpisah dan berdiri
sendiri-sendiri sesuai dengan bangunan filosofisnya. Idealnya integrasi juga
menembus pada ranah konten, ilmu-ilmu umum seperti sosiologi,
pancasila, ilmu pendidikan PPKN dan sebaginya harus diintegrasikan dalam
pembelajarannya dengan nilai-niali keislaman yang tercermin dalam
kerangka ketauhidan. Sehingga mahasiswa terlindungi dari ilmu yang
tercemar oleh bahaya sekuler. Dengan demikian diharapkan mahasiswa
dapat mengembangkan kepribadian muslim yang diperkokoh oleh nilai
keimanan kepada Allah.

b. Model Integrasi PAI dan Materi Pembelajaran


Materi pembelajaran (instructional materials) di Jurusan PAI secara garis
besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang masing-masing
saling bersinergi. Materi pembelajaran di Jurusan PAI dapat dipahami sebagai
bidang pengetahuan yang tersusun yang menjadi dasar segala aktifitas
pendidikan. Setiap pendidik bertanggung-jawab untuk memilih kandungan
kurikulum dan harus mengakui adanya hubungan yang erat antara tujuan
dan materi pembelajaran dan mendesainnya sebaik mungkin sehingga tujuan
pembelajaran dapat dicapai.62
Hal yang perlu dicermati bahwa terdapat tiga kategori ilmu yang
dapat dimasukkan ke dalam meteri pendidikan Islam. Pertama, kategori ilmu
yang diwahyukan yang terkandung dalam al-Qur’an dan hadits atau disebut
ilmu yang diwahyukan (revealed knowledge). Kedua, kategori ilmu-ilmu
kemanusiaan seperti psikologi dan sosiologi, atau disebut (al-‘ulû m
al-insȃniyah), Ketiga, kategori ilmu-ilmu tabi’i (natural sciences) seperti fisika,
kimia, biologi dan lain-lain.63 Walaupun nampaknya pembagian ini terpisah,
tapi sebenarnya terintegrasi antara yang satu dengan yang lainnya, malah
ilmu itu satu. Di Jurusan PAI kelompok kategori ilmu tabi’i seperti tersebut di
atas belum dijadikan materi pembelajaran, seharusnya materi ini diajarkan,
misalnya dalam bentuk materi ilmu alamiah dasar untuk membantu
pemahaman tentang ayat-ayat kauniyah.
Materi pembelajaran yang bedasar kepada ilmu yang diwahyukan
terintegrasi didalamnya tujuan untuk menolong mahasiswa dalam
pembinaan iman dan akhlak. Dengan pembinaan akhlak diharapkan anak
didik mampu memahami dan mengamalkan ajaran agama tentang halal dan
haram serta nilai perbuatan yang baik dan yang buruk dalam kehidupan.
Materi pembelajaran yang didasari oleh ilmu kemanusiaan terintegrasi

62
Hasan Langgulung, , Manusia Dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi Dan
Pendidikan, cetakan ke-2, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1986, h. 34
63
Hasan Langgulung, Manusia, h. 34

193
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

didalamnya berbagai pengalaman pribadi mahasiswa dan upayanya


dalam menelaah, mengamati dan memecahkan berbagai problem yang
dihadapi dalam kehidupan. Sedangkan ketegori ilmu-ilmu tabi’i (al-Ulûm
al-kauniyah) seperti fisika, kimia dan biologi merupakan intergreted
yang tidak dapat dipisahkan dengan kedua ilmu yang telah dibahas terlebih
dahulu yaitu ilmu yang berdasar kepada wahyu dan ilmu kemanusiaan.
Pada tataran praktis, dosen bidang keislaman dalam pembelajaran
dapat mengintegrasikan ilmu keahliannya dengan ilmu sosial dan ilmu alam
sehingga menjadi sebuah materi yang dapat dipahami secara utuh karena
dihubungkan dengan hirarki disiplin ilmu yang memiliki hubung-kait.
Seperti dosen fiqh kontemporer ketika menjelaskan tentang hukum homo
dan lesbian dapat mengaitkannya dengan ilmu sosial dan ilmu kesehtan
terkait dengan dampak yang diakibatkan dari prilaku menyimpang itu bagi
kehidupan masyarakat dan bagi kesehatan biologis. Sebaliknya dosen
bidang ilmu sosial mampu mengaitkan keilmuannya dengan ilmu keislaman.
Maka ketika pembelajaran tentang materi pembagian kasta dan dampak
yang diakibatkan darinya harus dikaitkan dengan ajaran Islam yang tidak
mengenal kasta, Islam hanya memandang orang terbaik itu adalah orang
yang paling bertaqwa bukan karena kastanya.

c. Model Integrasi PAI dan Ilmu Psikologi-Sosial


Untuk mencapai pembelajaran ilmu ilmu keislaman secara
konfrehensif maka pembelajarannya mesti terintegrasi dengan aspek
psikologis dan sosiologis dengan argumen bahwa setiap ilmu-ilmu
keislaman memiliki karakteristik tersendiri. Dari aspek psikologis perlu
diperhatikan aspek intelektual, bahasa, emosi, dan minat. Aspek-aspek ini
penting agar ilmu-imu keislaman dapat dipahami dan diamalkan secara
baik tanpa mengganggu perkembangan kejiwaan yang dapat berakibat
sikap antipati kepada ilmu tersebut. Sedangkan dari aspek sosial, aspek ini
diperlukan untuk mempertegas bahwa posisi pembelajaran ilmu-ilmu
keislaman itu dapat ”membumi” tidak mengawang-ngawang, berlaku bagi
semua masyarakat dengan identitasnya yang khas dan budayanya
tersendiri. Pertimbangan dengan memasukkan dua aspek seperti dimaksud
di atas membawa konsekuensi bahwa pembelajaran ilmu-ilmu keislaman
selayaknya memperkuat ikatan dengan masyarakat dalam menentukan
tujuan, menyusun kurikulum dan menentukan metode dan alat
pengajarannya. Selain juga harus peka terhadap perkembangan, perubahan
dalam berbagai bidang kehidupan.64 Maka ketika penjelasan konsep darurat
dalam kajian ushul fiqh sering dikaitkan dengan kehidupan di padang pasir,

64
Omar Muhammad. Toumy al-Syaibany, Falsafah al-Tarbiyah al-Islâmiyah
(Falsafah Pendidikan Islam), Terj. Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979, h.524-526

194
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

contoh ini memang benar tapi dilihat dari sosiologisnya tidak keontekstual
karena Indonesia bukan negara padang pasir.
D. Model Integrasi PAI dan Metode Pembelajaran
Bicara tentang PAI tidak bisa dilepaskan dengan konteks proses
pembelajaran. Maka tujuan pembelajaran dapat tercapai jika dosen mampu
mengintegrasikan metode dalam pembelajaran. Dosen di Jurusan PAI
tidak sepantasnya tersandera oleh metode pembelajaran konvensional
yaitu metode ceramah dan hapalan tapi mampu mengintegrasikan dengan
metode-metode pembelajaran modern yang memposisikan mahasiswa
sebagai pembelajar aktif dan kreatif. Dalam pembelajaran modern,
mahasiswa dituntut sebagai problem solver sedikitnya membutuhkan tiga
metode pembelajaran yang harus terintegrasi yaitu metode penugasan,
diskusi dan tanya jawab.
Dalam pembelajaran ilmu keislaman seperti mata kuliah Ushûl Fiqh,
metode resitasi dapat digunakan dalam penugasan kepada mahasiswa
untuk membaca dan memahami tentang materi ushul fiqh sebelum
perkuliahan dimulai. Tidak sebatas itu, mahasiswapun ditugaskan untuk
mencari persoalan yang mungkin dapat dimunculkan dari meteri tersebut.
Metode yang dapat memupuk sikap kemandirian dan rasa tanggung
jawab tersebut bukan tanpa kendala, metode ini sering diabaikan dalam
pekerjaannya oleh mahasiswa. Persoalan yang dicatat dari hasil penugasan
mahasiswa dapat dijadikan sebagai bahan diskusi kelompok. Setelah
diskusi di tingkat kelompok sudah selesai beberpa menit, kemudian
dilanjutkan kepada diskusi diskusi pleno. Pada diskusi gabungan ini setiap
perwakilan kelompok memaparkan hasil diskusi kelompoknya
masing-masing untuk dipecahkan
Metode diskusi ini dinilai cukup efektif untuk mendorong
mahasiswa menemukan masalah dan pemecahannya. Keterlibatan
mahasiswa dalam forum diskusi diarahkan untuk mencari kebenaran bukan
pembenaran yang didasari oleh logika yang benar. Penggunaan metode
ini terlihat efektif untuk memecahkan permasalahan yang ditemukan
dalam keseharian, mereka tertantang untuk berpikir kreatif dalam
mengetahui unsur-unsur kesamaan di antara kasus yang berbeda dan dapat
menyingkap hubungannya. Merekapun mampu mengorganisasi
beberapa informasi dan data sehingga dapat menarik kesimpulan.
Nampaknya, metode diskusi ini relevan sebagai sarana kreatifitas
pengembangan potensi akal. Hal ini dikuatkan oleh Oleh Utsman Najati
yang mengatakan bahwa “ psikolog berkesimpulan bahwa berpikir
melalui diskusi merupakan aktifitas belajar paling tinggi.”65

65
Muhammad Utsman Najati, The Ultimate Psychology (Psikologi Sempurna Ala Nabi
SAW) penerjemah: Hedi Fajar, Bandung: Pustaka Hidayah, 2008, h. 180

195
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Secara psikologis metode diskusi mampu memberikan rasa puas,


percaya diri dan kebanggaan terutama bagi mahasiswa. Terlebih sesuatu
yang ditemukan itu memiliki nilai manfaat untuk kepentingan hidup
mereka sehari-hari. Namun bukan tanpa kelemahan, terdapat kesulitan
dalam penerapannya, kesulitan tersebut sering ditemukan pada pribadi
pendidik dan anak didik yang sering tidak memiliki persiapan dalam
perencanaan dan pelaksanaannya.66
Mertode lain yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran PAI
berbasis masalah adalah tanya jawab. Metode ini memberikan
kesempatan kepada mahasiswa untuk mempertanyakan materi yang
belum dipahami. Realisasi metode tanya jawab dapat dilakukan
dengan dua arah. Pertama, dosen bertanya kepada mahasiswa kemudian
pertanyaan tersebut dijawab oleh mahasiswa. Bagi dosen, pertanyaan
model ini digunakan sebagai feed back yang berfungsi untuk mengetahui
apakah tujuan pembelajaran telah berhasil atau justru sebaliknya, bisa
juga digunakan untuk mengevaluasi efektifitas metode yang digunakan.
Kedua, mahasiswa diberi kesempatan untuk bertanya kepada dosen. Pola
kedua ini dilakukan oleh mahasiswa untuk menanyakan secara langsung
kepada dosen tentang materi yang sudah dibelajarkan namun belum jelas
bagi pengetahuan mahasiswa atau yang belum diketahuinya.
Metode tanya jawab mampu menciptakan suasana kelas lebih
dinamis. Mahasiswa tertantang untuk mempersiapkan pertanyaan
tentang materi pembelajaran yang belum dipahaminya di samping
merekapun terlatih mempersiapkan diri menjawab pertanyaan.
Teristimewa bagi mahasiswa yang secara kontinyu bertanya kepada
dosennya dapat menumbuhkan keberanian dalam mengungkapkan ide dan
pendapatnya. Metode tanya jawab ini juga dapat menumbuhkan sportifitas
mahasiswa untuk berkompetisi di antara mereka. Penggunaan metode
tanya jawab dalam pembelajaran berbasis masalah terkadang menimbulkan
kelemahan yaitu pemborosan waktu. Pergulatan pendapat dalam diskusi
terkadang menghabiskan waktu sehingga permasalahan lain tidak sempat
terbahaskan selain juga sikap ego dan tidak demokratis sering muncul
dalam forum diskusi
Pengintegrasian ketiga macam metode dalam pembelajaran ilmu
keislaman yang meliputi resitasi (penugasan), diskusi dan tanya jawab
memiliki keunggulan dalam hal menjadikan dan memberdayakan
mahasiswa dalam proses pembelajaran, dosen berperan sebagai fasilitator,
motivator dan evaluator. Meski juga harus diakui bahwa dalam

66
Abuddin Nata, Persepektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta: Prenada
Media Group, 2011, h. 185

196
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

implementasinya model pembelajaran seperti ini banyak menghadapi


banyak kendala dengan demikian belum banyak dapat dilakukan.

C. Penutup
Kemajuan Ilmu pengetahuan modern yang berkembang saat ini
semakin memperlihatkan jati dirinya sebagai ilmu yang “bebas nilai” yang
ditempuh melalui jalan sekuler. Netralisasi ilmu semacam ini dapat
berujung kepada sains yang benar-benar mandiri dan terpisah dari agama.
Kenetralannya dapat diibaratkan sebilah pisau yang bisa digunakan untuk
pekerjaan yang bermanfaat tapi di sisi lain bisa juga untuk pekerjaan yang
merugikan. Karakter inilah yang kemudian salah satu penyebab dikotomi
Ilmu Islam dan tidak Islam (sekuler). Subjek-subjek itu bukan hanya
dibelajarkan di Jurusan-Jurusan Umum tapi juga sebagiannya dibelajarkan
di Jurusan keislaman seperti di Jurusan PAI. Pembiaran terhadap ilmu
sekuler yang terus merasuk ke dalam pikiran calon pendidik sangat
berperan melahirkan sebuah fenomena yang diidentifikasikan sebagai
“deislamisasi pikiran-pikiran umat Islam”. Disnilah pentingnya akan usaha
Islamisasi yang berangkat dari sebuah kesadaran religi terhadap tauhid yang
merupakan sumber dari semangat ilmiah dalam seluruh wilayah
pengetahuan. Maka dalam konteks pendidikan Islam sulit untuk menerima
gagsan hanya ilmu umum yang ilmiah atau lebih ilmiah dari ilmu-ilmu
lainnya. Demikian pula gagasan obyektivitas yang begitu essensial dalam
kegiatan ilmiah tidak dapat dipisahkan dari kesadaran religius dan spiritual.
Sistem keilumuan di Jurusan PAI masih terlihat dikotomi antara
bidang ilmu keislaman dan ilmu umum (sekuler). Islamisasi terhadap bidang
keilmuan sekuler perlu untuk dilakukan. Islamisasi. Usaha tersebut bukan
sekedar ayatisasi namun dalam pembelajarannya dbutuhkan usaha kreatif
dosen dan mahasiswa dalam menghubung-kaitkan konten ilmu-ilmu sekuler
dengan ketauhidan dan akhlak Islami begitu juga sebaliknya ilmu-ilmu
keislaman dapat dintegrasikan dengan sains yang mampu memperkokoh
obyektifitas ilmu-ilmu keislaman. Oleh karena itu bukan hanya diperlukan
dosen keislaman yang berwawsan sains dan dosen sains yang berwawasan
keislaman tapi tak kalah pentingnya adalah ketersediaan literatur
ilmu-ilmu sekuler yang berbasis nilai ketauhidan dan etika Islam.

197
Islam & Sains: Upaya Pengintegrasian Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Daftar Pustaka

Attas, Syed Muhammad Naquib, al, Islam And Secularism (Islam


Dan Sekularisme) penerjemah. Khalif Muammar, Bandung:
Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan (PIMPIN), 2010
Burhanuddin, Nunu, Ilmu kalam dari Tauhid Menuju Keadilan, Jakarta:
Prenadamedia Group, 2016
Bakar, Osman, Tauhid dan Sains: Persepektif Islam tentang Agama dan
Sains, Bandung: Pustaka Hidayah, 2008
Daud, Wan Mohd Nor Wan The Educational Philosophy and Practice of Syed
Muhammad Naquib al-Attas, diterjemahkan oleh Hamid Fahmy
dkk, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib al-Attas,
Bandung: Mizan, 1988
Dede Rosyada, Islam dan Sains Upaya Pengintegrasian Islam Dan Ilmu
Pengetahuan di Indonesia, Jakarta: RM Books, 2016
Fakulty of Tarbiyah and Teachers Training UIN Syarif Hidayatullah Jakrta,
Self Assessment Report Islamic Education Study Program, 2015
Faruqi, Ismail Raji, al, Islam and secularism, Kuala Lumpur: ABIM, 1984
Jamaly, Mohammad Fadhil, al, Falsafah al-Tarbiyah fi al-Qur’an (terj.
Filsafat Pendidikan dalam al-Qur’an), Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1986,
cet. 2
Kartanegara, Mulyadhi, Integrasi Ilmu Sebuah Rekonstruksi Holistik,
Bandung: Arasy PT Mizan Pustaka bekerka sama dengan UIN Press,
2005
-------, Menembus.Batas Waktu: Panorama Filsafat Islam, Bandung: Mizan,
2002
Langgulung, Hasan, Manusia Dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi Dan
Pendidikan, cetakan ke-2, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1986
Nata, Abuddin, Persepektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran,
Jakarta: Prenada Media Group, 2011
Najati, Muhammad Utsman, The Ultimate Psychology (Psikologi Sempurna
Ala Nabi SAW), penerjemah: Hedi Fajar, Bandung: Pustaka Hidayah,
2008
Syaibany, Omar Muhammad Toumy, al, Falsafah al-Tarbiyah al-Islâmiyah
(Falsafah Pendidikan Islam), Terj. Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan
Bintang, 1979
Umi, Islamisasi Sains Perspektif UIN Malang, dalam Inovasi, Majalah
Mahasiswa UIN Malang, edisi 22, 2005
http://www.rangkumanmakalah.com/pemikiran-ismail-raji-al-faruq
i-dalam-pendidikan/

198

Anda mungkin juga menyukai