D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
Konsekuensi perkembangan pendidikan itu haruslah dilakukan dengan
pemanfaatan IPTEK itu. Selanjutnya, karena kebutuhan pendidikan
yang sangat mendesak maka banyak teknologi diadopsi ke dalam
penyelanggaraan pendidikan, dan dimanfaatkan oleh pendidikan itu sendiri.
5
1.3 RUMUSAN MASALAH
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Fardhu ‘ain.
Menuntut ilmu hukumnya menjadi fardlu 'ain atau wajib dilakukan oleh
setiap muslim, terutama jika hal ini diperlukan agar umat muslim dapat
menjalankan ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Dengan demikian, menuntut ilmu yang dilakukan, adapun para orang tua
mengambil menanamkan ilmu agama pada sejak dini dan memahami
pendidikan anak dalam islam
7
2. Fardhu kifayah.
Pada mulanya hukum menuntut ilmu adalah fardlu kifayah. Namun, jika
sebagian besar orang mengerjakan atau meminta ilmu ini maka bagi yang
lain hukumnya sunnah.
Hal-hal lain dalam agama islam dan menuntut ilmu yang tidak termasuk
dalam tuntutan hukum yang menuntut fardlu 'ain di atas hukumnya adalah
fardlu kifayah.
Sebagai ilmu yang dibutuhkan selain ilmu yang menjadi dasar ibadah wajib.
Meskipun demikian, jika seseorang menyadari bahwa ia menuntut ilmu
yang merupakan fardhu kiyayah,
8
Sang Khalik dan mengetahui rahasia penciptaan serta menunjukkan tentang
hakikat ilmiah yang tetap. Sebagaimana firman-Nya : “Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling
Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam (baca tulis).
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
(Q.S. Al ‘Alaq [96]: 1-5).
Dalam ayat yang lain, Allah SWT juga berfirman : “…Katakanlah :
“ Adakah sama orang-orang yang mengetahui (ilmu agama Islam) dengan
orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran”. (Q.S. Az Zumar [39]: 9).
Para mufasir menyimpulkan firman Allah di atas, bahwa : 1).
Tidaklah sama antara hamba Allah yang memahami ilmu agama Allah,
yaitu yang menyadari dirinya, memahami tanda-tanda kekuasaan Allah, dan
mentaati segala perintah dan larangan-Nya, dengan orang-orang yang
mendustakan nikmat-nikmat Allah, yang tidak mau mempelajari ilmu
agama Allah; 2). Hanya orang-orang yang berakal sehatlah yang dapat
mengambil hikmah atau pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan Allah.
Terkait hal tersebut, Rasulullah saw menandaskan bahwa menuntut,
memahami dan mendalami ilmu agama Islam itu, merupakan kewajiban
utama setiap muslim. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan Abi Sufyan
r.a., ia mendengar Rasulullah Saw telah bersabda : “siapa yang dikehendaki
menjadi orang baik oleh Allah, Allah akan memberikan kepahaman
kepadanya dalam agama Islam”. (H.R. Bukhari, Muslim). Memahami ilmu
agama akan membuat seorang muslim, baik dan benar dalam beribadah
kepada Allah SWT, jauh dari Bid’ah atau hal-hal lain yang membatalkan
ibadah kita. Serta mampu membentengi diri dan keluarga dari aqidah
berbahaya.
Menuntut ilmu dalam Islam hukumnya wajib (fardhu). Para ahli
fiqih mengelompokannya dua bagian, yaitu 1). Fardhu ‘ain; dan 2). Fardhu
kifayah.
9
1). Fardhu ‘ain, adalah setiap ilmu yang harus dipelajari oleh setiap muslim
tentang Ilmu Agama Islam, agar akidahnya selamat, ibadahnya benar,
mu’amalahnya lurus dan sesuai dengan yang disyariatkan Allah Azza wa
Jalla, yang tertuang dalam Al Qur’an dan Sunah Nabi-Nya yang sahih.
Inilah yang diperintahkan Allah dalam firman-Nya, “Maka ketahuilah,
bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang hak) Melainkan Allah”. (Q.S.
Muhammad [47]: 19). Juga yang dimaksudkan oleh Rasulullah Saw dalam
haditsnya, “ Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim”. (H.R. Ibnu
Majah). Pengertian mencari ilmu di sini, adalah mencari ilmu agama Islam,
hukumnya wajib bagi laki-laki dan perempuan.
2). Fardhu kifayah : adalah ilmu yang memperdalam ilmu-ilmu syariat
dengan mempelajari, menghafal, dan membahasnya. Misalnya spesialisasi
dalam ilmu-ilmu yang dibutuhkan umat Islam, seperti sistem pemerintahan,
hukum, kedokteran, perekonomian, dan lain-lain. Tapi jika sebagian dari
mereka ada yang mengerjakannya, maka gugurlah kewajiban dari yang
lainnya. Sedangkan jika tidak ada seorang pun yang melakukannya, maka
semua menanggung resikonya.
Inilah yang diserukan Allah SWT dalam firman-Nya, “Tidak
sepatutnya bagi orang-orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. (Q.S. At-Taubah
[9]: 122).
Bahwa tidak ada jalan untuk mengenal Allah, meraih ridha-Nya serta
menggapai keuntungan dan kedekatan dengan-Nya, kecuali dengan ilmu.
Ilmu adalah cahaya yang dengannya Allah mengutus para Rasul,
menurunkan kitab-kitab, dan dengannya pula memberi petunjuk dari
kesesatan dan kebodohan. Dengan ilmu terungkaplah seluruh keraguan,
khurafat dan kerancuan. (Q.S. Al Maidah [5]: 15-16) dan (Q.S. Al-A’raf [7]
: 157).
10
Allah SWT dan Rasul-Nya telah pula menentukan pedoman bagi
kita hingga akhir zaman, barangsiapa yang berpegang teguh kepada Al
Qur’an dan As Sunnah (Hadis) Sahih, tidak akan sesat selamanya.
Sebagaimana firman Allah SWT :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Taatilah
Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu, kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an)
dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya “. (Q.S. An Nisa [4] : 59). Dan hadits nabi Saw.
“ Sesungguhnya aku telah meninggalkan sesuatu bagimu, jikalau
kamu berpegang teguh dengannya, maka kamu tidak akan sesat selamanya,
(yaitu) Kitab Allah (Al Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya”. (H.R. Hakim; at-
Targhib, 1 : 60).
Banyak jalan untuk menuntut ilmu agama. Antara lain mengikuti
majelis taklim yang istiqomah mengkaji Al Qur’an dan As Sunnah sahih di
berbagai tempat dan media. Ilmu agama ada di Qur’an , Tafsir Qur’an, juga
hadis-hadis sahih, yang sudah diterjemahkan. Jika kita tidak memahami
ilmu agama Islam, bagaimana kita bisa tahu mana perintah dan larangan
Allah ? Bagaimana kita bisa tahu ibadah yang kita lakukan itu sah dan
diterima Allah ? Tapi umat Islam juga jangan sembarangan menimba ilmu.
Salah-salah memilih sumber ilmu, maka kelak ilmu yang dimiliki itu akan
tersesat.
11
Ilmu menurut Imam Al Ghozali, dibagi menjadi 2yaitu :
1. Ilmu yang bersifat Syariat
2. Ilmu yangbersifat Akal
Dari keduanya ada yang berupa Ilmiah Teoritis, dan ada yang Ilmiah Praktis
1. Ilmu Syari’at
3.Tingkat ketiga, adalah Ilmu Teori tentang Realitas, berujung pada ilmu
Kenabian, Mukjijat, Teori Jiwa yang Suci.
13
C. Kedudukan Ulama dalam Islam
Tidak samar bagi setiap muslim akan kedudukan ulama dan tokoh
agama, serta tingginya kedudukan, martabat dan kehormatan mereka dalam
hal kebaikan mereka sebagai teladan dan pemimpin yang diikuti jalannya
serta dicontoh perbuatan dan pemikiran mereka. Para ulama bagaikan
lentera penerang dalam kegelapan dan menara kebaikan, juga pemimpin
yang membawa petunjuk dengan ilmunya, mereka mencapai kedudukan al-
Akhyar (orang-orang yang penuh dengan kebaikan) serta derajat orang-
orang yang bertaqwa.
Dengan ilmunya para ulama menjadi tinggi kedudukan dan
martabatnya, menjadi agung dan mulia kehormatannya. Sebagaimana Allah
Ta’ala berfirman: َ قُ ْل ه َْل يَ ْست َ ِوي الَّذِينَ يَ ْعلَ ُمونَ َوالَّذِينَ ََل يَ ْعلَ ُمونKatakanlah, “Apakah
sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?” (QS. az-Zumar: 9) Dan firman-Nya Azza wa Jalla: ََّللاُ الَّذِين َّ َي ْرفَ ِع
آ َ َمنُوا ِم ْنكُ ْم َوالَّذِينَ أُوتُوا ْالع ِْل َم دَ َر َجاتNiscaya Allah akan mengangkat (derajat)
orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. al-Mujadilah: 11)
Diantara keutamaannya adalah para malaikat akan membentangkan
sayapnya karena tunduk akan ucapan mereka, dan seluruh makhluk hingga
ikan yang berada di airpun ikut memohonkan ampun baginya. Para ulama
itu adalah pewaris Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan
dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyala ilmu, dan pewaris
sama kedudukannya dengan yang mewariskannya, maka bagi pewaris
mendapatkan kedudukan yang sama dengan yang mewariskannya itu. Di
dalam hadits Abi Darda radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa yang meniti suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka
Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Sesungguhya para
malaikat akan membuka sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena
ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang
alim akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di
bumi hingga ikan yang berada di air. Sesungguhnya keutamaan orang alim
atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang.
14
Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya
para Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan
hanyalah ilmu. Dan barangsiapa yang mengambil ilmu itu, maka
sesungguhnya ia telah mendapatkan bagian yang paling banyak.” (Shahih,
HR Ahmad (V/196), Abu Dawud (3641), at-Tirmidzi (2682), Ibnu Majah
(223) dan Ibnu Hibban (80/al-Mawarid).
Para ulama telah mewarisi ilmu yang telah dibawa oleh para Nabi,
dan melanjutkan peranan dakwah di tengah-tengah umatnya untuk menyeru
kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya. Juga melarang dari perbuatan
maksiat serta membela agama Allah. Mereka berkedudukan seperti rasul-
rasul antara Allah dan hamba-hamba-Nya dalam memberi nasehat,
penjelasan dan petunjuk, serta untuk menegakkan hujjah, menepis alasan
yang tak berdalih dan menerangi jalan. Muhammad bin al-Munkadir
berkata, “Sesungguhnya orang alim itu perantara antara Allah dan hamba-
hamba-Nya, maka perhatikanlah bagaimana dia bisa masuk di kalangan
hamba-hamba-Nya.”
Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Manusia yang paling agung
kedudukannya adalah yang menjadi perantara antara Allah dengan hamba-
hamba-Nya, yaitu para Nabi dan ulama.” Sahl bin Abdullah berkata,
“Barangsiapa yang ingin melihat majlisnya para Nabi, maka hendaklah dia
melihat majelisnya para ulama, dimana ada seseorang yang datang
kemudian bertanya, ‘Wahai fulan apa pendapatmu terhadap seorang laki-
laki yang bersumpah kepada istrinya demikian dan demikian?’ Kemudian
dia menjawab, ‘Istrinya telah dicerai.’ Kemudian datang orang lain dan
bertanya, ‘Apa pendapatmu tentang seorang laki-laki yang bersumpah pada
istrinya demikian-demikian?’ Maka dia menjawab, ‘Dia telah melanggar
sumpahnya dengan ucapannya ini.’ Dan ini tidak dimiliki kecuali oleh Nabi
atau orang alim. (maka cari tahulah tentang mereka itu).” Maimun bin
Mahran berkata, “Perumpamaan seorang alim disuatu negeri itu, bagaikan
mata air yang tawar di negeri itu.”
Jikalau para ulama memiliki kedudukan dan martabat yang tinggi
seperti itu, maka wajib atas orang-orang yang awam untuk menjaga
15
kehormatan serta kemuliaannya. Dari Ubadah bin Ashomit radhiyallahu
‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
“Bukan termasuk umatku orang yang tidak memuliakan orang yang lebih
tua, tidak menyayangi yang lebih muda, dan tidak tahu kedudukan ulama.”
Dan di antara hak para ulama adalah mereka tidak diremehkan dalam hal
keahlian dan kemampuannya, yaitu menjelaskan tentang agama Allah, serta
penetapan hukum-hukum dan yang semisalnya dengan mendahului mereka,
atau merendahkan kedudukannya, serta sewenang-wenang dengan
kesalahannya, juga menjauhkan manusia darinya atau perbuatan-perbuatan
yang biasa dilakukan oleh orang-orang jahil yang tidak tahu akan
kedudukan dan martabat para ulama.
Satu hal yang sudah maklum bagi setiap orang, bahwa
mempercayakan setiap cabang-cabang ilmu tidak dilakukan kecuali kepada
para ahli dalam bidangnya. Jangan meminta pendapat tentang kedokteran
kepada makanik, dan jangan pula meminta pendapat tentang senibena
kepada para dokter, maka janganlah meminta pendapat dalam suatu ilmu
kecuali kepada para ahlinya. Maka bagaimana dengan ilmu syariah,
pengetahuan tentang hukum-hukum dan fiqh kontemporer? Bagaimana kita
meminta pendapat kepada orang yang tidak terkenal alim mengenainya dan
tidak pula punya kemampuan memahaminya jauh sekali sebagai ulama yang
mujtahid dan para imam yang kukuh ilmunya serta ahli fiqh yang memiliki
keupayaan sebagai ahli istimbath? Allah Ta’ala berfirman: "Dan apabila
sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan,
mereka (langsung) menyiarkannya, (padahal) apabila mereka
menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah
orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan ulil amri). Sekiranya
bukan karena karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu
mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kamu). (QS. an-
Nisa`: 83)
Dan yang dimaksud dengan Ulil Amri dalam ayat ini adalah para
ulama yang 'Alim dan cermat dalam beristimbath hukum-hukum syariat
16
baik dari kitab maupun sunnah, karena nash-nash yang jelas tidaklah cukup
untuk menjelaskan seluruh permasalahan kontemporer dan hukum-hukum
terkini, dan tidaklah begitu mahir untuk beristimbath serta mengerluarkan
hukum-hukum dari nash-nash kecuali para ulama yang berkelayakan. Abul
‘aliyah mengatakan tentang makna “Ulil Amri” dalam ayat ini, “Mereka
adalah para ulama, tidakkah kamu tahu Allah berfirman, ‘(Padahal) apabila
mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka,
tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil Amri)’.” Dari
Qatadah, “(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil
Amri di antara mereka”, dia mengatakan, “Kepada ulamanya.” “Tentulah
orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil Amri).”, tentulah
orang-orang yang membahas dan menyelidikinya mengetahui akan hal itu.
Dan dari Ibu Juraij, “(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada
Rasul” sehingga beliaulah yang akan memberitakannya “dan kepada Ulil
Amri” orang yang faqih dan faham agama. Al-Hafidz Ibnu Hajar
mengatakan dalam Fath al-Bari: Ibnu Attin menukil dari ad-Dawudi,
bahwasanya beliau menafsirkan firman Allah Ta’ala “Dan Kami turunkan
az-Zikir (al-Qur`an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia
apa yang telah diturunkan kepada mereka.” An-Nahl : 44, berkata: Allah
Ta’ala banyak menurunkan perkara-perkara yang masih bersifat global,
kemudian ditafsirkan oleh Nabi-Nya apa-apa yang diperlukan pada waktu
itu, sedangkan apa-apa yang belum terjadi pada saat itu, penafsirannya di
wakilkan kepada para ulama. Sebagaimana firman Allah Ta’ala : (padahal)
apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara
mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan
dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka. (QS. an-Nisa`: 83) Al-
’Allamah Abdurrahman bin Sa’di rahimahullahu menafsirkan ayat ini: Ini
merupakan pelajaran tentang adab dari Allah untuk para hamba-Nya, bahwa
perbuatan mereka tidak layak, maka sewajarnya bagi mereka, apabila ada
urusan yang penting, juga untuk kemaslahatan umum, yang berkaitan
17
dengan keamanan dan kebahagiaan kaum mukminin, atau ketakutan yang
timbul dari suatu musibah, maka wajib bagi mereka untuk memperjelas dan
tidak tergesa-gesa untuk menyebarkan berita itu, bahkan mereka
menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri dikalangan mereka, yang ahli
dalam hal pemikiran ilmu, dan nasehat , yang faham akan permasalahan,
kemaslahatan dan mafsadatnya.
Jikalau mereka memandang pada penyebaran berita itu ada maslahat
dan sebagai penyemangat bagi kaum mukminin, yang membahagiakan
mereka, serta dapat melindungi dari musuh-musuhnya maka hal itu
dilakukan, dan apabila mereka memandang hal itu tidak bermanfaat, atau
ada manfaatnya akan tetapi mudhorotnya lebih besar dari manfaatnya maka
tidak menyebarkan berita itu, oleh karena itu Allah berfirman : “tentulah
orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya (secara resmi) dari mereka.” Yaitu: mengerahkan pikiran
dan pandangannya yang lurus serta ilmunya yang benar. Dan dalam hal ini
ada kaidah tentang etika (adab) yaitu: apabila ada pembahasan dalam suatu
masalah hendaknya di berikan kepada ahlinya dan tidak mendahului
mereka, karena itu lebih dekat dengan kebenaran dan lebih selamat dari
kesalahan. Juga ada larangan untuk tergesa-gesa menyebarkan berita tatkala
mendengarnya, yang patut adalah dengan memperhatikan dan merenungi
sebelum berbicara, apakah ada maslahat maka disebarkan atau mudharat
maka dicegah. Selesai ucapan syaikh rahimahullahu.
Dengan penjelasan ini diketahui wahai teman-teman semua, bahwa
perkara yang sulit dan hukum-hukum yang kontemporer serta penjelasan
hukum-hukum syariatnya tidak semua orang boleh campur tangan dalam
masalah itu, kecuali para ulama yang memiliki bashirah dalam agama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata, “Jabatan dan
kedudukan tidaklah menjadikan orang yang bukan alim menjadi orang yang
alim, kalau seandainya ucapan dalam ilmu dan agama itu berdasarkan
kedudukan dan jabatan niscaya khalifah dan sulthan (pemimpin negara)
lebih berhak untuk berpendapat dalam ilmu dan agama. Juga dimintai fatwa
18
oleh manusia, dan mereka kembali kepadanya pada permasalahan yang sulit
difahami baik dalam ilmu ataupun agama.
Apabila pemimpin negara saja tidak mengaku akan kemampuan itu
pada dirinya, dan tidak memerintahkan rakyatnya untuk mengikuti suatu
hukum dalam satu pendapat tanpa mengambil pendapat yang lain, kecuali
dengan al-Qur`an dan as-Sunnah, maka orang yang tidak memiliki jabatan
dan kedudukan lebih tidak dianggap pendapatnya.” Selesai ucapan Ibnu
Taimiyah. Dan kita memohon kepada Allah Ta’ala agar memberkati kita,
dengan adanya para ulama, juga memberikan kita manfaat dengan ilmu
mereka, serta membalas mereka dengan sebaik-baik balasan. Sesungguhnya
Allah Maha mendengar dan mengabulkan permintaan.
19
1. Sejarah singkat Daulah Abbasiyyah.
20
Pada masa daulah Abbasiyah ini, Islam menggapai puncak kejayaannya di
segala bidang, baik kekuasaan, politik, ekonomi, kebudayaan dan IPTEKS.
1. Ilmu berkembang pesat pada masa khalifah: Abu Ja’far, Harun ar-Rasyid,
al-Makmun dan al-Mahdi. Buku-buku dari barbagai disiplin ilmu seperti :
kedokteran, filsafat, kimia, ilmu alam, matematika dan lain-lain banyak
diterjemahkan dari bahasa asing seperti Yunani, Mesir, Persia, India ke
dalam bahasa Arab, sehingga bisa dipelajari dengan baik.
2) Ilmu Fiqih :
21
a. Imam Abu Hanifah (150–80H/767–700M), penyusun madzhab Hanafi.
c. Imam Syafii nama lengkapnya Muhammad bin Idris bin Syafi’i (204 –
150 H/802–767 M), penyusun madzhab Syafi’i.
d. Imam Hambali (164 – 241 H/780 – 855 M), penyusun madzhab Hambali.
4). Filsafat
b. Ibnu Rusyd, lahir di Cardova (250 H/1126 M- 675 H/1198 M), dia
dikenal di Eropa dengan nama Averoes, ahli filsafat yang dikenal dengan
sebutan bapak Rasionalisme.
5). Matematika
22
c. Al Farabi (180-260 H/780 – 863 M), banyak menulis buku tentang logika,
matematika, fisika, metafisika, kimia, etika, dan sebagainya. Dia diberi gelar
guru besar kedua, setelah Aristoteles yang menjadi guru besar pertama.
6). Kedokteran
a. Ibnu Sina (Abdullah bin Sina) (370 – 480H/980 – 1060 M), di Eropa
dikenal dengan nama Avicena. Seorang dokter di Kota Hamazan, Persia,
yang aktif mengadakan penelitian tentang berbagai macam jenis penyakit.
Disamping dokter Ibnu Sina juga dikenal sebagai ahli fisika dan ahli jiwa.
Karyanya lebih dari 200 judul buku antara lain: Asy Syifa, Al-Qanun atau
Canon of Medicine.
7). Astronomi
23
B. Sebab-Sebab Kemajuan Ilmu Pengetahuan & Teknologi Di Masa
Kejayaan Islam
1. Agama Islam.
Fanatisme agama yang kuat ini, memberikan dorongan yang sangat kuat
kepada umatnya untuk melakukan pencapaian – pencapaian di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sesungguhnya beberapa ayat dalam Al-Qur’an (
QS : 2:164, QS : 3:190-191, QS: 10:5, Alloh SWT telah memerintahkan
kepada manusia untuk banyak menggunakan akal dalam mengamati alam
semesta seperti afala ta’qiluun atau afala tatafakkaruun, dan mereka benar-
benar menggunakan akal pikirannya untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sehingga umat islam benar-benar bisa menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi dan mencapai kejayaannya pada masa itu.
24
pengetahuan dan teknologi pada masa kejayaan Islam itu, sehingga pada
saat itu banyak dibangun dan didirikan akademi-akademi, observatorium,
dan perpustakaan yang menjadi pusat bacaan masyarakat.
3. Bahasa arab
4. Pendidikan
Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan adalah salah satu pemacu laju
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan para Khalifah
menyadari itu, sehingga mereka banyak mendirikan sekolah-sekolah,
lembaga pendidikan tinggi, observatorium, dan perpustakaan (pada masa
Daulah Abbasiyah disebut Bayt Al-Hikmah (Rumah Kearifan). Buku-buku
terjemahan dari bahasa Yunani dan India banyak ditemukan di
perpustakaan-perpustakaan, sehingga memperlancar pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di Negara-negara Islam
25
mereka bisa mencurahkan waktu sepenuhnya untuk kegiatan mengajar,
membimbing murid, menulis, dan meneliti.
6. Maraknya penelitian
7. Perdagangan internasional
1. Faktor Internal
26
untuk mencapai kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
seharusnya Islam mencontoh mereka yaitu tetap berpegang pada nilai-nilai
Islam dan bekerja keras, dengan kata lain kemunduran Islam karena mereka:
1). Tidak bekerja keras, rendah diri, mudah menyerah dan 2). kebanyakan
mereka sudah tidak berpegang pada syariat agamanya (Al-Qur’an dan As
sunnah). Padahal Rasulullah SAW bersabda:
ِّ ِ ه ِي َ نَب َّة ِ ِهَما ِكتَ َ اب َِِِّ لال َو ُسن ُ ْم ب وا َما تَ َم َّس ْكت َ ْن تَ ِضل ْ َم ْري ِن ل َ ِ ُ ي ْكم أ
تَ َر ْك ُت ف
“Telah aku tinggalkan untuk kalian, dua perkara yang kalian tidak akan
sesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya; Kitabullah dan
Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Malik 1395)
2. Faktor Eksternal
27
kehidupannya lebih sejahtera dari pada bangsa barat, maka mereka berusaha
mengejar dan mengambilalih kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari
umat Islam
28
penjajah. Keadaan ini sedikit banyak telah menjauhkan mereka dari Al
Qur’an, padahal Al Qur’an adalah juga sumber ilmu pengetahuan dan
teknologi.
29
ِّ ِ ه ِي َ نَب َّة ِ ِهَما ِكتَ َ اب َِِِّ لال َو ُسن ُ ْم ب وا َما تَ َم َّس ْكت َ ْن تَ ِضل ْ َم ْري ِن ل َ ِ ُ ي ْكم أ
تَ َر ْك ُت ف
“Telah aku tinggalkan untuk kalian, dua perkara yang kalian tidak akan
sesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya; Kitabullah dan
Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Malik 1395)
d. Adanya kontak Islam dengan Barat, yang merupakan faktor penting yang
bisa kita liat, adanya kontak ini paling tidak telah menggugah dan membawa
perubahan paradigma umat Islam untuk belajar secara terus menerus kepada
Barat, timbulnya pembaharuan pendidikan Islam baik dalam bidang agama,
sosial, dan pendidikan diawali dan dilatar belakangi oleh pemikiran Islam
yang timbul di belahan dunia Islam lainnya.
30
menjadi kenangan manis belaka, kita sebagai generasi penerus harus
senantiasa berusaha untuk menjadi generasi yang pantang menyerah apalagi
di zaman serba modern ini kemajuan IPTEK semakin sulit untuk dibendung.
31
memberikan kesengan dan kenikmatan, sehingga kebutuhan-kebutuhan
jasmani tidak akan sukar lagi dalam pemenuhanannya.
Hal ini terbukti dari pemanfaatan sain dan teknologi yang cenderung tak
terkontrol, sehingga menimbulkan eksploitasi yang luar biasa, baik dari sisi
fisis-biologis maupun dari sisi sosial budaya terhadap kehidupan manusia.
Hal ini semata-mata merupakan kelalaian dari manusia itu sendiri. Allah
Subhanahu wata'ala selalu mengingatkan kepada manusia dalam firmanNya:
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu).” (Q.S. As-Syuura [42]: 30)
Ilmu yang berkembang di dunia Barat saat ini berdasarkan pada rasio dan
pancaindera, jauh dari wahyu dan tuntunan ilahi. Meskipun telah
menghasilkan teknologi yang bermanfaat bagi manusia.
Pertanian yang semula disebut dengan istilah agriculture (kultur, suatu cara
hidup saling menghargai, timbal balik komunal, dan kooperatif, bukan
kompetitif) berkembang lebih popular dengan istilah agribusiness.
33
Gambaran Al-Qur’an tentang spirit pengembangan IPTEKS termaktub
dalam Al-Qur’an surat Ar-Rahman ayat 33:
“Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi)
penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya
kecuali dengan kekuatan (sains dan teknologi).” (Q.S. Ar-Rahman [55]: 33)
Tujuan akhir dari IPTEKS tersebut menurut Islam adalah dalam rangka
pengabdian total kepada Allah Subhanahu wata'ala. Hal ini sesuai firman
Allah berikut:
34
tawaran epistemologi Islam ini adalah bahwa mengaitkan disiplin IPTEKS
dengan ideologi Islam sangat mungkin dilakukan, yaitu; dengan jalan
membenarkan teori, metode, dan tujuan IPTEKS secara Islami.
Pertentangan itu hanya bisa terjadi, jika IPTEKS dan metodologinya dibuat
dalam sebuah nilai trasenden yang mencakup secara menyeluruh dengan
mengorbankan nilai-nilai Islam.
Oleh sebab itu IPTEKS dipelajari bukan untuk IPTEKS itu sendiri, akan
tetapi untuk mendapatkan keridhoan Allah Subhanahu wata'ala dengan
mencoba memahami ayat-ayatNya.
Kondisi demikian yang tidak berada dalam konteks IPTEKS modern, yang
memisahkan akal dan wahyu.
35
Al-Qur’an menekankan bahwa manusia merupakan bagian integral dari
alam semesta dan telah dikaruniai dengan kemampuan untuk menguasai
kekuatan alam dalam batasbatas tertentu. Hal ini dijelaskan dalam firman
Allah berikut:
“Dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata:
"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain
Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah
kepada-Nya, sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi
memperkenankan (doa hamba-Nya)." (Q.S. Huud [11]: 61)
Salah satu prestasi keilmuan dalam peradaban muslim, dapat ditemui dalam
berbagai bidang, yaitu bidang matematika, kedokteran, fisika dan
astronomi.
36
Dalam bidang kedokteran prestasi umat Islam terlihat dari konstribusi salah
seorang ilmuwannya, Ibn Sina (Avicenna) melalui sebuah karya medisnya,
al-Qanun fit-Thibb (The Canon).
Bidang fisika, terdapat dua tokoh muslim yang menonjol, yaitu al-Biruni (w.
1038 M) dan Ibn Haitsam (w. 1041 M). Al-Biruni dengan penemuannya
tentang hukum gravitasi.
Selain itu juga berhasil mengukur keliling bumi secara matematis dengan
menggunakan rumusrumus trigonometri.
Sementara Ibn Haitsam menemukan bidang optik yang ditulis dalam dalam
karyanya al-Manazhir. Ibn Haitsam berhasil menemukan teori penglihatan
yang memastikan dalam temuannya bahwa sesorang bisa melihat
disebabkan objek yang memantulkan cahaya pada kornea mata.
Inilah fakta yang diakui oleh para intelektual sebagai sebuah ciri khas
peradaban muslim. Para intelektual telah mendapati bahwa salah satu
daripada watak khas peradaban muslim ialah perhatiannya yang serius
terhadap pencarian pelbagai cabang ilmu.
37
Di mana umat Islam, dengan berpedoman pada ajaran-ajaran yang
diyakininya, bersikap terbuka terhadap khazanah keilmuan yang berasal dari
peradaban lain, dengan tetap pada sikap kritis untuk menyelaraskannya
dengan nilai dan tuntutan Islam.
Hubungan masalah ilmu, agama dan budaya akan berkaitan dengan posisi
akal dalam sistem ajaran agama.
Dalam ajaran Islam, hampir seluruh perintah dan larangan dalam AlQur’an
sesungguhnya selalau disinggung latarbelakang akaliahnya, sehingga dapat
diterima oleh manusia.
Tapi di sisi lain, tidak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan dan
membahayakan kehidupan dan martabat manusia.
38
pengembangan ilmu dan kebudayaan berdasarkan kaidah dan prinsip-prinsip
ajaran agama.
Pola hubungan agama dengan ilmu, ada empat pola hubungan, yaitu pola
hubungan pertama adalah pola hubungan yang negatif, saling tolak.
Apa yang dianggap benar oleh agama dianggap tidak benar oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi. Demikian pula sebaliknya.
Konflik antara agama dan ilmu, apabila terjadi, akan diselesaikan dengan
menganggapnya berada pada wilayah yang berbeda.
Pola ke tiga adalah pola hubungan netral. Dalam pola hubungan ini,
kebenaran ajaran agama tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu
pengetahuan tetapi juga tidak saling mempengaruhi. Kendati ajaran agama
tidak bertentangan dengan iptek, ajaran agama tidak dikaitkan dengan iptek
sama sekali.
39
Mendukung ajaran agama tapi ajaran agama tidak mendukung
pengembangan iptek, dan ajaran agama mendukung pengembangan iptek
dan demikian pula sebaliknya.
Secara teori, pola hubungan ini dapat terjadi dalam tiga wujud: ajaran agama
mendukung pengembangan IPTEKS tapi pengembangan iptek tidak
mendukung ajaran agama, pengembangan ilmu.
Agama sukar dipisahkan dari budaya karena agama tidak akan dianut oleh
umatnya tanpa budaya. Agama tidak tersebar tanpa budaya, begitupun
sebaliknya, budaya akan tersesat tanpa agama.
Daussalam. Agama dan budaya di NAD sudah melebur dan tidak bisa
dipisahkan sejak dahulu, ketika kerajaan Islam masih ada di wilayah
tersebut.
40
Hal ini menjadi awal yang baik dalam menciptakan kesejahteraan
masyarakat dengan mengangkat agama dan budaya yang ada di masyarakat
tersebut
41
1. Sunnatullah mengatur pergerakan alam semesta dengan seluruh isinya,
termasuk pula manusia. Allah menyatakan hal ini dalam firman-Nya:
ِّ سنَّ ِّة ه
ّٰللا ت َ ْب ِّدي ًَْل سنَّةَ ه
ُ ّٰللاِّ فِّى الَّ ِّذ ْينَ َخلَ ْوا مِّ نْ قَ ْب ُل َولَنْ ت َِّج َد ِّل ُ
“Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu
sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada
sunnah Allah.” (Q.S.Al-Ahzab [33]: 62)
2. Sunnatullah memiliki sifat fitrah, yakni tetap dan otomatis. Sifat fitrahnya
sunnatullah ini juga dinyatakan dalam firman-Nya yang lain dimana Allah
menyatakan:
سُنَّةَ ه
ِّ ّٰللاِّ الَّت ِّْي قَ ْد َخلَتْ مِّ نْ قَبْ ُل َۖولَنْ ت َِّج َد ِّلسُنَّ ِّة ه
ّٰللا ت َ ْب ِّدي ًَْل
“Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-
kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu.” (Q.S. Al-Fath
[48]: 23)
ِّ َّٰللاِّ ٰذ ِّلك
الد ْي ُن ا ْلقَ ِّي ُم َو ٰل ِّك َّن ق هِّ اس عَلَيْ َها َْل ت َ ْب ِّديْ َل ِّل َخ ْل َ َّٰللاِّ الَّت ِّْي ف
َ َّط َر الن ِّ فَاَقِّ ْم َو ْج َهكَ ل
ِّلد ْي ِّن َحنِّ ْيفًا فِّ ْط َرتَ ه
اس َْل يَ ْع َل ُم ْو َن ِّ َّا َ ْكث َ َر الن
42
سلَه ُ ِّمنْ سَُللَ ٍة ِّمنْ َماءٍ َم ِّهي ٍن ْ َ) ث ُ َّم َجعَ َل ن٧( ان ِّمنْ طِّ ي ٍنِّ سَ ق اإل ْنَ سنَ كُ َّل ش َْيءٍ َخلَقَه ُ َوبَ َدأ َ َخ ْلَ الَّذِّي أ َ ْح
)٩( شكُ ُرو َن ْ َ س ْم َع َواأل ْبصَا َر َواأل ْفئِّ َدةَ قَلِّيَل َما ت َ ) ث ُ َّم٨(
َّ س َّواهُ َونَفَ َخ فِّي ِّه ِّمنْ ُروحِّ ِّه َو َجعَ َل لَكُمُ ال
Tidak ada tempat sama sekali bagi manusia untuk ikut campur tangan dalam
menetapkan hukum sunnatullah untuk mengatur alam semesta.
43
IPTEKS hakikatnya adalah alat yang diberikan kepada manusia untuk
mengetahui dan mengenal rahasia-rahasia alam ciptaan Allah sebagai
khalifah Allah di bumi dalam rangka pengabdian total kepada Allah
Subhanahu wata'ala.
44
beberapa ilmu atau kejadian kejadian belum tentu terbukti kebenarannya.
Maka dari itu ilmu pengetahuan dan agama seharusnya akan jalan beriringan
dan bersama.
45
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pendidikan dan IPTEK mempunyai kaitan yang sangat erat. Seperti
diketahui, IPTEK menjadi bagian utama dalam isi pengajaran dengan kata
lain pendidikan berperan sangat penting dalam pengembangan IPTEK.
Keterkaitan tersebut menyebabkan tersedianya informasi empiris yang cepat
dan tepat yang akan bermuara pada kemajuan teknologi pendidikan. Dari
sisi lain, pendidikan formal telah berkembang sedemikian rupa
sehingga menjadi suatu lingkup kegiatan yang luas dan beragam.
Konsekuensi perkembangan pendidikan itu haruslah dilakukan dengan
pemanfaatan IPTEK itu. Selanjutnya, karena kebutuhan pendidikan
yang sangat mendesak maka banyak teknologi diadopsi ke dalam
penyelanggaraan pendidikan, dan dimanfaatkan oleh pendidikan itu sendiri.
Dalam Mempelajari Ilmu Pengetahuan dan Agama, tak lepas dari Al-
Qurn. Al-Qurn memiliki peran penting dalam perkembangan dari masa ke
masa, disamping sebagai pembeda antara hak dan batil, juga menuntun kita
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan atau teknologi. Dengan adanya
integrasi antara sains dan agama diharapkan pembelajaran, Analisa, dan
menciptakan sebuah ilmu ilmu baru maupun teknologi tak luput dari apa apa
yang sudah di tetapkan dalam Al-Qurn. Keberadaan ilmu pengetahuan dan
agama saling bergantung satu sama lain. Agama tanpa ilmu tak akan dapat
kita pahami, ilmu tanpa agama tak akan mencapai kebenaran yang hakiki.
Agama Menjadi Pondasi untuk para ilmuwan terdahulu dalam mencari,
mempelajari ilmu ilmu baru yang dapat kita pakai Bersama hingga saat ini.
Ilmuwan terdahulu juga mengajari kita bahwa, disamping keterbatasan yang
dimiliki, Mereka mampu berkarya, kritis terhadap suatu hal yang
menghasilkan ilmu ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
2). Ilmu Fiqih ( Imam Abu Hanifah, Imam Malik Bin Anas, Imam Syafii
dan Imam Hambali.
1) faktor internal yaitu umat islam banyak yang meninggalkan ajaran islam
dan banyak yang malas, sementara bangsa barat, mereka tetap teguh dengan
ajaran agamanya dan pekerja keras.
2). Faktor eksternal antara lain : a). Bangsa barat mulai sadar tentang
pentingnya ilmu, b). fanatisme agama, c). mereka berjiwa petualang, d).
ketergantungan islam terhadap barat dalam bidang ekonomi dan e). karena
adanya kolonialisme barat terhadap Negara-negara islam.
47
Belajar dari sejarah, kebangkitan Islam harus dimulai dengan menumbuhkan
kembali semangat iman dan taqwa kepada Alloh SWT, mengikuti tuntunan
Rasululloh SAW dengan bekerja keras. Adanya kontak Islam dengan Barat,
untuk belajar secara terus menerus kepada Barat, adanya pembaharuan
pendidikan Islam baik dalam bidang agama, sosial, dan pendidikan dilatar
belakangi oleh pemikiran Islam yang timbul di belahan dunia Islam lainnya.
Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada pola pemikiran
modern di Eropa, berorientasi dan bertujuan untuk pemurnian kembali
ajaran Islam.
3.2 SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan, dapat dikemukakan
beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat. Adapun saran yang
diberikan, adalah:
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa terus menambah pengetahuan tentang IPTEKS, dan diharapkan
kepada kita semua baik yang tua maupun yang muda agar dapat
mewujudkan Imtaq dan Iptek secara seimbang di negeri yang tercinta ini
yaitu Indonesia. Yakni melalui peningkatan kualiatas sumber daya manusia,
potensi, perbaikan sistem ekonomi, serta menerapkan budaya zakat, infak,
dan sedekah. Insya Allah dengan menjalankan syariat Islam dengan baik
dan teratur kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa ini secara perlahan.
48
DAFTAR PUSTAKA
Muadz, et.al. 2016. Islam dan Ilmu Pengetahuan. Sidoarjo: Umsida Press.
Habermas, Jurgen. 1990. Ilmu Dan Teknologi Sebagai Ideologi. Jakarta: LP3ES.
Keraf, A. Sonny & Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan Sebuah
Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Kanisius.
Sutrisno. 2015. Critical Issues and reform in Muslim Higher Education. Kuala
Lumpur: IIUM.
49
Muhammad Thariq Aziz dan Leonita Siwiyanti. Konsep dan Teknik Internalisasi
Islam dalam Ilmu Pengetahuan.
50
51