Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH

KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU, MENGEMBANGKAN DAN


MENGAMALKANNYA , KARYA MONUMENTAL UMAT
ISLAM DALAM IPTEKS, HAKEKAT IPTEKS DALAM
PANDANGAN ISLAM, INTEGRASI ISLAM
DAN ILMU PENGETAHUAN

DOSEN PEMBIMBING : Dr.Muhammad syahrullah, SE., MM

D
I
S
U
S
U
N

OLEH:

DIANA NURDIN ( 210304184 )

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU UMRI)
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia


kesehatan, kesempatan, kesabaran dan ketabahan kepada penulis hingga
dapat menyelesaikan Karya Ilmiah yang berjudul “Kewajiban menuntut
Ilmu, mengembangkan dan mengamalkannya , Karya Monumental Umat
Islam dalam IPTEKS, Hakekat IPTEKS dalam pandangan Islam, Integrasi
Islam dan Ilmu Pengetahuan.”
Karya Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk tugas Karya Ilmiah
tentang Kewajiban menuntut Ilmu, mengembangkan dan mengamalkannya ,
Karya Monumental Umat Islam dalam IPTEKS, Hakekat IPTEKS dalam
pandangan Islam, Integrasi Islam dan Ilmu Pengetahuan.dalam kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Dr.Muhammad syahrullah, SE., MM Dosen Pengajar di Sekolah
Fakultas Ekonom dan bisnis Universitas Muhammadiyah Riau (UMRI)
yang telah mengajar dan mendidik penulis.
Semoga segala bantuan dan pelajaran serta bimbingan yang telah
diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT.Penulis makalah ini
mungkin masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.Mudah-
mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, April 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………… ……………………………...

DAFTAR ISI ………………………………………….. …………………...

BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………………..

1.1 Latar Belakang Penulisan……………………………............................

1.2 Tujuan Penulisan ……………………………………...........................

1.3 Rumusan Masalah …………………………………………………......

1.4 Manfaat Penulisan……………………………………………………...

BAB II PEMBAHASAN ………………………………...............................

2.1 Kewajiban menuntut Ilmu, mengembangkan dan


mengamalkannya……………………………………………………….

2.2 Karya Monumental Umat Islam dalam IPTEKS……………….............

2.3 Hakekat IPTEKS dalam pandangan Islam…………………………….

2.4 Integrasi Islam dan Ilmu Pengetahuan………………………………...

BAB III PENUTUP ………………………………………………………....

3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………....

3.2 Saran ……………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA ………………………………….……………………

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) mengalami banyak
perkembangan dan ini merupakan hasil dari usaha manusia untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik. Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang
tidak bisa kita hindari dalam kehidupan, karena kemajuan teknologi akan
berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Setiap inovasi
diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia,
memberikan banyak kemudahan, serta sebagai cara baru dalam melakukan
aktifitas manusia. IPTEK akan menjadi sangat bermanfaat bagi kita semua
tanpa harus mengorbankan salah satu pihak.

Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan tersebut berdampak


pada beberapa aspek, salah satunya adalah pendidikan. Teknologi yang
berkembang pada saat ini sangatlah mempengaruhi perkembangan
pendidikan di Indonesia. Pendidikan merupakan hal yang penting untuk
kemajuan suatu negara. Pendidikan juga dapat dijadikan indikator
berkembang atau tidaknya suatu negara. Kita mengetahui bahwa
pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk
menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran, suasana belajar yang
tercipta pada saat kegiatan belajar mengajar sangat berpengaruh terhadap
perkembangan kemampuan peserta didik.

Pendidikan dan IPTEK mempunyai kaitan yang sangat erat. Seperti


diketahui, IPTEK menjadi bagian utama dalam isi pengajaran dengan kata
lain pendidikan berperan sangat penting dalam pengembangan IPTEK.
Keterkaitan tersebut menyebabkan tersedianya informasi empiris yang cepat
dan tepat yang akan bermuara pada kemajuan teknologi pendidikan. Dari
sisi lain, pendidikan formal telah berkembang sedemikian rupa
sehingga menjadi suatu lingkup kegiatan yang luas dan beragam.

4
Konsekuensi perkembangan pendidikan itu haruslah dilakukan dengan
pemanfaatan IPTEK itu. Selanjutnya, karena kebutuhan pendidikan
yang sangat mendesak maka banyak teknologi diadopsi ke dalam
penyelanggaraan pendidikan, dan dimanfaatkan oleh pendidikan itu sendiri.

Perkembangan teknologi khususnya dibidang pendidikan dapat


memajukan motivasi siswa agar lebih unggul dan lebih maju. Motivasi
dalam pendidikan juga dapat mempengaruhi penggunaan teknologi dalam
proses pembelajaran yang di langsungkan. Motivasi berguna untuk memberi
semangat bagi siswa yang menyerah dan putus asa untuk menghadapi
kemajuaan teknologi yang terjadi. Tanpa disadari ada juga dari beberapa
siswa yang langsung menganggap dirinya tidak bisa mengikuti
perkembangan teknologi dalam dunia pendidikan, disinilah guna motivasi
dalam menghadapi perkembangan teknologi. Siswa dituntut untuk lebih
kreatif lagi dalam memanfaatkan teknologi yang berkembang. Bukan
hanya siswa yang dituntut untuk lebih kreatif, tetapi guru juga dituntut
agar lebih memahami perkembangan yang terjadi. Dengan demikian akan
terjadi perubahan pola pikir serta kreatifitas guru dan siswa serta
masyarakat, sehingga dapat berpikir lebih kontekstual dan lebih mudah
mencerna informasi. Hal ini senada dengan Roger (1986) yang
mengungkapkan bahwa “Demikian halnya dengan teknologi komunikasi
yang merupakan peralatan perangkat keras dalam struktur organisasi yang
mengandung nilai sosial yang memungkinkan individu untuk
mengumpulkan, memproses dan saling tukar informasi.”

1.2 TUJUAN PENULISAN


1. Mengetahui Kewajiban menuntut Ilmu, mengembangkan dan
mengamalkannya
2. Mengetahui Karya Monumental Umat Islam dalam IPTEKS
3. Mengetahui Hakekat IPTEKS dalam pandangan Islam
4. Mengetahui Integrasi Islam dan Ilmu Pengetahuan

5
1.3 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah


dalam karya tulis ilmiah ini adalah :
“Apa saja Kewajiban menuntut Ilmu, mengembangkan dan
mengamalkannya , Karya Monumental Umat Islam dalam IPTEKS,
Hakekat IPTEKS dalam pandangan Islam, Integrasi Islam dan Ilmu
Pengetahuan”.

1.4 MANFAAT PENULISAN

1. Mendapatkan pengetahuan Kewajiban menuntut Ilmu,


mengembangkan dan mengamalkannya
2. Mendapatkan pengetahuan Karya Monumental Umat Islam dalam
IPTEKS
3. Mendapatkan pengetahuan Hakekat IPTEKS dalam pandangan
Islam
4. Mendapatkan pengetahuan Integrasi Islam dan Ilmu Pengetahuan

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kewajiban menuntut Ilmu, mengembangkan dan mengamalkannya

Sesungguhnya Islam adalah syarat keselamatan di sisi Allah. Islam


tidak tegak dan tidak akan ada kecuali dengan ilmu. Tidak ada cara dan
jalan untukmengenal Allah dan sampai kepada-Nya kecuali dengan ilmu.
Allah lah yang telah menunjukan jalan yang paling dekat dan mudah untuk
sampai kepada-Nya. Barangsiapa yang menempuh jalan tersebut, tidak akan
menyimpang dari tujuanyang dicita-citakannya. Mencari ilmu merupakan
kewajiban setiap manusia. Tanpa ilmu kita tidakbisa menjalani hidup ini
dengan baik. Orang yang tidak memiliki ilmu biasanya akan di manfaatkan
oleh orang lain. Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang diberi akal dan
pikiran carilah ilmu demi kelangsungan hidup yang lebih baik.

Menuntut ilmu dalam Islam hukumnya wajib (fardhu). Para ahli


fiqih mengelompokannya dua bagian, yaitu :

1. Fardhu ‘ain.

Menuntut ilmu hukumnya menjadi fardlu 'ain atau wajib dilakukan oleh
setiap muslim, terutama jika hal ini diperlukan agar umat muslim dapat
menjalankan ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Seperti ilmu tentang ibadah yang menyangkut cara menunanaikan shalat


wajib, puasa ramadhan, zakat, puasa, haji Dan lainnya. Ilmu yang berkaitan
dengan pengetahuan yang ada tentang ilmu ibadah, ibadah sah seseorang.

Dengan demikian, menuntut ilmu yang dilakukan, adapun para orang tua
mengambil menanamkan ilmu agama pada sejak dini dan memahami
pendidikan anak dalam islam

7
2. Fardhu kifayah.

Pada mulanya hukum menuntut ilmu adalah fardlu kifayah. Namun, jika
sebagian besar orang mengerjakan atau meminta ilmu ini maka bagi yang
lain hukumnya sunnah.

Hal-hal lain dalam agama islam dan menuntut ilmu yang tidak termasuk
dalam tuntutan hukum yang menuntut fardlu 'ain di atas hukumnya adalah
fardlu kifayah.

Sebagai ilmu yang dibutuhkan selain ilmu yang menjadi dasar ibadah wajib.
Meskipun demikian, jika seseorang menyadari bahwa ia menuntut ilmu
yang merupakan fardhu kiyayah,

Ia tetap mendapatkan pahala dan mendapatkan pengetahuan tentang hal


yang dipelajarinya saat mempelajari ilmu Alqur'an

Orang yang berilmu sangat dimuliakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala


dan akan diangkat derajatnya oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

A. Perintah Menuntut Ilmu

Sesungguhnya Islam adalah syarat keselamatan di sisi Allah. Islam


tidak tegak dan tidak akan ada kecuali dengan ilmu. Tidak ada cara dan
jalan untuk mengenal Allah dan sampai kepada-Nya kecuali dengan ilmu.
Allah lah yang telah menunjukan jalan yang paling dekat dan mudah untuk
sampai kepada-Nya. Barangsiapa yang menempuh jalan tersebut, tidak akan
menyimpang dari tujuan yang dicita-citakannya.
Jumhur ulama sepakat, tidak ada dalil yang lebih tepat selain wahyu
pertama yang disampaikan Allah SWT kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad
saw sebagai landasan utama perintah untuk menuntut ilmu. Dijelaskannya
pula sarana untuk mendapatkannya, disertai bagaimana nikmatnya memiliki
ilmu, kemuliaannya, dan urgensinya dalam mengenal ke-Maha Agung-an

8
Sang Khalik dan mengetahui rahasia penciptaan serta menunjukkan tentang
hakikat ilmiah yang tetap. Sebagaimana firman-Nya : “Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling
Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam (baca tulis).
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
(Q.S. Al ‘Alaq [96]: 1-5).
Dalam ayat yang lain, Allah SWT juga berfirman : “…Katakanlah :
“ Adakah sama orang-orang yang mengetahui (ilmu agama Islam) dengan
orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran”. (Q.S. Az Zumar [39]: 9).
Para mufasir menyimpulkan firman Allah di atas, bahwa : 1).
Tidaklah sama antara hamba Allah yang memahami ilmu agama Allah,
yaitu yang menyadari dirinya, memahami tanda-tanda kekuasaan Allah, dan
mentaati segala perintah dan larangan-Nya, dengan orang-orang yang
mendustakan nikmat-nikmat Allah, yang tidak mau mempelajari ilmu
agama Allah; 2). Hanya orang-orang yang berakal sehatlah yang dapat
mengambil hikmah atau pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan Allah.
Terkait hal tersebut, Rasulullah saw menandaskan bahwa menuntut,
memahami dan mendalami ilmu agama Islam itu, merupakan kewajiban
utama setiap muslim. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan Abi Sufyan
r.a., ia mendengar Rasulullah Saw telah bersabda : “siapa yang dikehendaki
menjadi orang baik oleh Allah, Allah akan memberikan kepahaman
kepadanya dalam agama Islam”. (H.R. Bukhari, Muslim). Memahami ilmu
agama akan membuat seorang muslim, baik dan benar dalam beribadah
kepada Allah SWT, jauh dari Bid’ah atau hal-hal lain yang membatalkan
ibadah kita. Serta mampu membentengi diri dan keluarga dari aqidah
berbahaya.
Menuntut ilmu dalam Islam hukumnya wajib (fardhu). Para ahli
fiqih mengelompokannya dua bagian, yaitu 1). Fardhu ‘ain; dan 2). Fardhu
kifayah.

9
1). Fardhu ‘ain, adalah setiap ilmu yang harus dipelajari oleh setiap muslim
tentang Ilmu Agama Islam, agar akidahnya selamat, ibadahnya benar,
mu’amalahnya lurus dan sesuai dengan yang disyariatkan Allah Azza wa
Jalla, yang tertuang dalam Al Qur’an dan Sunah Nabi-Nya yang sahih.
Inilah yang diperintahkan Allah dalam firman-Nya, “Maka ketahuilah,
bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang hak) Melainkan Allah”. (Q.S.
Muhammad [47]: 19). Juga yang dimaksudkan oleh Rasulullah Saw dalam
haditsnya, “ Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim”. (H.R. Ibnu
Majah). Pengertian mencari ilmu di sini, adalah mencari ilmu agama Islam,
hukumnya wajib bagi laki-laki dan perempuan.
2). Fardhu kifayah : adalah ilmu yang memperdalam ilmu-ilmu syariat
dengan mempelajari, menghafal, dan membahasnya. Misalnya spesialisasi
dalam ilmu-ilmu yang dibutuhkan umat Islam, seperti sistem pemerintahan,
hukum, kedokteran, perekonomian, dan lain-lain. Tapi jika sebagian dari
mereka ada yang mengerjakannya, maka gugurlah kewajiban dari yang
lainnya. Sedangkan jika tidak ada seorang pun yang melakukannya, maka
semua menanggung resikonya.
Inilah yang diserukan Allah SWT dalam firman-Nya, “Tidak
sepatutnya bagi orang-orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. (Q.S. At-Taubah
[9]: 122).
Bahwa tidak ada jalan untuk mengenal Allah, meraih ridha-Nya serta
menggapai keuntungan dan kedekatan dengan-Nya, kecuali dengan ilmu.
Ilmu adalah cahaya yang dengannya Allah mengutus para Rasul,
menurunkan kitab-kitab, dan dengannya pula memberi petunjuk dari
kesesatan dan kebodohan. Dengan ilmu terungkaplah seluruh keraguan,
khurafat dan kerancuan. (Q.S. Al Maidah [5]: 15-16) dan (Q.S. Al-A’raf [7]
: 157).

10
Allah SWT dan Rasul-Nya telah pula menentukan pedoman bagi
kita hingga akhir zaman, barangsiapa yang berpegang teguh kepada Al
Qur’an dan As Sunnah (Hadis) Sahih, tidak akan sesat selamanya.
Sebagaimana firman Allah SWT :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Taatilah
Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu, kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an)
dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya “. (Q.S. An Nisa [4] : 59). Dan hadits nabi Saw.
“ Sesungguhnya aku telah meninggalkan sesuatu bagimu, jikalau
kamu berpegang teguh dengannya, maka kamu tidak akan sesat selamanya,
(yaitu) Kitab Allah (Al Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya”. (H.R. Hakim; at-
Targhib, 1 : 60).
Banyak jalan untuk menuntut ilmu agama. Antara lain mengikuti
majelis taklim yang istiqomah mengkaji Al Qur’an dan As Sunnah sahih di
berbagai tempat dan media. Ilmu agama ada di Qur’an , Tafsir Qur’an, juga
hadis-hadis sahih, yang sudah diterjemahkan. Jika kita tidak memahami
ilmu agama Islam, bagaimana kita bisa tahu mana perintah dan larangan
Allah ? Bagaimana kita bisa tahu ibadah yang kita lakukan itu sah dan
diterima Allah ? Tapi umat Islam juga jangan sembarangan menimba ilmu.
Salah-salah memilih sumber ilmu, maka kelak ilmu yang dimiliki itu akan
tersesat.

B. Keutamaan Orang Berilmu

Mencari ilmu merupakan kewajiban setiap manusia. Tanpa ilmu kita


tidak bisa menjalani hidup ini dengan baik. Orang yang tidak memiliki ilmu
biasanya akan di manfaatkan oleh orang lain. Bahkan, orang yang tak
berilmu itu akan dibodohi oleh orang lain. Oleh karena itu, kita sebagai
manusia yang diberi akal dan pikiran carilah ilmu demi kelangsungan hidup
yang lebih baik.

11
Ilmu menurut Imam Al Ghozali, dibagi menjadi 2yaitu :
1. Ilmu yang bersifat Syariat
2. Ilmu yangbersifat Akal
Dari keduanya ada yang berupa Ilmiah Teoritis, dan ada yang Ilmiah Praktis

1. Ilmu Syari’at

Ilmu Syariat ini terbagi menjadi 2 :


1. Ilmu Ushul (Pokok) atau Ilmu Tauhid ( Merupakan Ilmiah Teoritis)
2. Ilmu Furu' atau Cabang ( Merupakan Ilmiah Praktis ), hal ini ada yang
menyangkut Hak Alloh Ta'ala seperti segala yang terkait Ibadah,Hak
Hamba Alloh terkait dengan tata pergaulan manusia yang terdiri 2 aspek,
yaitu Aspek Mu'amalah dan Aspek Mu'aqodah, serta Hak Jiwa
(Akhlak/Budi pekerti) sifat / akhlak baik harus dibina, dimiliki,
dikembangkan dan sifat / akhlak jelek harus dihindari, dibuang.
2.Ilmu Akal

Ilmu Akal itu bersifat berdiri sendiri, yang melahirkan komposisi


keseimbangan.Ilmu Akal ini menurut beliau dibagi menjadi 3 tingkatan, yait
u:

1.Tingkat Kesatu ialah Matematika dan Logika

2.Tingkat kedua ialah Ilmu Alamiah ( Aksi dan Reaksi Alam )

3.Tingkat ketiga, adalah Ilmu Teori tentang Realitas, berujung pada ilmu
Kenabian, Mukjijat, Teori Jiwa yang Suci.

Ilmu memiliki banyak keutamaan, diantaranya:


1. Ilmu adalah amalan yang tidak terputus pahalanya sebagaimana dalam
hadits: ”jika manusia meninggal maka terputuslah amalnya, kecuali tiga
perkara: shodaqoh jariahnya, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh
yang mendoakan kedua orang tuanya,” (HR Bukhori dan Muslim)
2. Menjadi saksi terhadap kebenaran sebagaimana dalam firman Allah
SWT: (Allah menyatakan bahwasanya tidak ada ilah yang berhak disembah
12
kecuali dia. Yang menegakkan keadilan. para malaikat dan orang berilmu
(juga menyatakan yang demikian itu,). (QS. Ali Imran 18)
3. Allah memerintahkan kepada nabinya Muhammad SAW untuk meminta
ditambahkan ilmu sebagaimana dalam firman Allah, (… dan katakanlah: Ya
Rabb ku, tambahkanlah kepadaku ilmu) (QS.Thahaa 114)
4. Allah mengangkat derajat orang yang berilmu. Sebagaimana firman
Allah, (… Allah mengangkat orang beriman dan memiliki ilmu diantara
kalian beberapa derajat dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan).
(QS. Mujadilah 11)
5. Orang berilmu adalah orang yang takut Allah SWT, sebagaimana dalam
firmannya: (…. sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hambanya
hanyalah orang-orangyang berilmu). (QS. Fathir 25).
6. Ilmu adalah anugerah Allah yang sangat besar, sebagaimana firman-Nya:
(Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-
Quran dan As-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi
karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat
mengambil pelajaran (dari firman Allah)). ( QS. Al-Baqarah 269)
7. Ilmu merupakan tanda kebaikan Allah kepada seseorang ”Barang siapa
yang Allah menghendaki kebaikan padanya, maka Allah akan membuat dia
paham dalam agama,” (HR Bukhari dan Muslim).
8. Menuntut ilmu merupakan jalan menuju surga, ”Barang siapa yang
menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan
memudahkan baginya jalan menuju surga,” (HR Muslim)
9. Diperbolehkannya ”hasad” kepada ahli ilmu,”Tidak hasad kecuali dalam
dua hal, yaitu terhadap orang yang Allah beri harta dan ia menggunakannya
dalam kebenaran dan orang yang Allah beri hikmah lalu ia
mengamalkannya dan mengajarkannya,” (HR Bukhari )
10. Malaikat akan membentangkan sayap terhadap penuntut
ilmu,”Sesungguhnya para malaikat benar-benar membentangkan sayapnya
karena ridho atas apa yang dicarinya,” (HR. Ahmad dan Ibnu majah).

13
C. Kedudukan Ulama dalam Islam

Tidak samar bagi setiap muslim akan kedudukan ulama dan tokoh
agama, serta tingginya kedudukan, martabat dan kehormatan mereka dalam
hal kebaikan mereka sebagai teladan dan pemimpin yang diikuti jalannya
serta dicontoh perbuatan dan pemikiran mereka. Para ulama bagaikan
lentera penerang dalam kegelapan dan menara kebaikan, juga pemimpin
yang membawa petunjuk dengan ilmunya, mereka mencapai kedudukan al-
Akhyar (orang-orang yang penuh dengan kebaikan) serta derajat orang-
orang yang bertaqwa.
Dengan ilmunya para ulama menjadi tinggi kedudukan dan
martabatnya, menjadi agung dan mulia kehormatannya. Sebagaimana Allah
Ta’ala berfirman: َ‫ قُ ْل ه َْل يَ ْست َ ِوي الَّذِينَ يَ ْعلَ ُمونَ َوالَّذِينَ ََل يَ ْعلَ ُمون‬Katakanlah, “Apakah
sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?” (QS. az-Zumar: 9) Dan firman-Nya Azza wa Jalla: َ‫َّللاُ الَّذِين‬ َّ ‫َي ْرفَ ِع‬
‫ آ َ َمنُوا ِم ْنكُ ْم َوالَّذِينَ أُوتُوا ْالع ِْل َم دَ َر َجات‬Niscaya Allah akan mengangkat (derajat)
orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. al-Mujadilah: 11)
Diantara keutamaannya adalah para malaikat akan membentangkan
sayapnya karena tunduk akan ucapan mereka, dan seluruh makhluk hingga
ikan yang berada di airpun ikut memohonkan ampun baginya. Para ulama
itu adalah pewaris Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan
dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyala ilmu, dan pewaris
sama kedudukannya dengan yang mewariskannya, maka bagi pewaris
mendapatkan kedudukan yang sama dengan yang mewariskannya itu. Di
dalam hadits Abi Darda radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa yang meniti suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka
Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Sesungguhya para
malaikat akan membuka sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena
ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang
alim akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di
bumi hingga ikan yang berada di air. Sesungguhnya keutamaan orang alim
atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang.
14
Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya
para Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan
hanyalah ilmu. Dan barangsiapa yang mengambil ilmu itu, maka
sesungguhnya ia telah mendapatkan bagian yang paling banyak.” (Shahih,
HR Ahmad (V/196), Abu Dawud (3641), at-Tirmidzi (2682), Ibnu Majah
(223) dan Ibnu Hibban (80/al-Mawarid).
Para ulama telah mewarisi ilmu yang telah dibawa oleh para Nabi,
dan melanjutkan peranan dakwah di tengah-tengah umatnya untuk menyeru
kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya. Juga melarang dari perbuatan
maksiat serta membela agama Allah. Mereka berkedudukan seperti rasul-
rasul antara Allah dan hamba-hamba-Nya dalam memberi nasehat,
penjelasan dan petunjuk, serta untuk menegakkan hujjah, menepis alasan
yang tak berdalih dan menerangi jalan. Muhammad bin al-Munkadir
berkata, “Sesungguhnya orang alim itu perantara antara Allah dan hamba-
hamba-Nya, maka perhatikanlah bagaimana dia bisa masuk di kalangan
hamba-hamba-Nya.”
Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Manusia yang paling agung
kedudukannya adalah yang menjadi perantara antara Allah dengan hamba-
hamba-Nya, yaitu para Nabi dan ulama.” Sahl bin Abdullah berkata,
“Barangsiapa yang ingin melihat majlisnya para Nabi, maka hendaklah dia
melihat majelisnya para ulama, dimana ada seseorang yang datang
kemudian bertanya, ‘Wahai fulan apa pendapatmu terhadap seorang laki-
laki yang bersumpah kepada istrinya demikian dan demikian?’ Kemudian
dia menjawab, ‘Istrinya telah dicerai.’ Kemudian datang orang lain dan
bertanya, ‘Apa pendapatmu tentang seorang laki-laki yang bersumpah pada
istrinya demikian-demikian?’ Maka dia menjawab, ‘Dia telah melanggar
sumpahnya dengan ucapannya ini.’ Dan ini tidak dimiliki kecuali oleh Nabi
atau orang alim. (maka cari tahulah tentang mereka itu).” Maimun bin
Mahran berkata, “Perumpamaan seorang alim disuatu negeri itu, bagaikan
mata air yang tawar di negeri itu.”
Jikalau para ulama memiliki kedudukan dan martabat yang tinggi
seperti itu, maka wajib atas orang-orang yang awam untuk menjaga

15
kehormatan serta kemuliaannya. Dari Ubadah bin Ashomit radhiyallahu
‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
“Bukan termasuk umatku orang yang tidak memuliakan orang yang lebih
tua, tidak menyayangi yang lebih muda, dan tidak tahu kedudukan ulama.”
Dan di antara hak para ulama adalah mereka tidak diremehkan dalam hal
keahlian dan kemampuannya, yaitu menjelaskan tentang agama Allah, serta
penetapan hukum-hukum dan yang semisalnya dengan mendahului mereka,
atau merendahkan kedudukannya, serta sewenang-wenang dengan
kesalahannya, juga menjauhkan manusia darinya atau perbuatan-perbuatan
yang biasa dilakukan oleh orang-orang jahil yang tidak tahu akan
kedudukan dan martabat para ulama.
Satu hal yang sudah maklum bagi setiap orang, bahwa
mempercayakan setiap cabang-cabang ilmu tidak dilakukan kecuali kepada
para ahli dalam bidangnya. Jangan meminta pendapat tentang kedokteran
kepada makanik, dan jangan pula meminta pendapat tentang senibena
kepada para dokter, maka janganlah meminta pendapat dalam suatu ilmu
kecuali kepada para ahlinya. Maka bagaimana dengan ilmu syariah,
pengetahuan tentang hukum-hukum dan fiqh kontemporer? Bagaimana kita
meminta pendapat kepada orang yang tidak terkenal alim mengenainya dan
tidak pula punya kemampuan memahaminya jauh sekali sebagai ulama yang
mujtahid dan para imam yang kukuh ilmunya serta ahli fiqh yang memiliki
keupayaan sebagai ahli istimbath? Allah Ta’ala berfirman: "Dan apabila
sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan,
mereka (langsung) menyiarkannya, (padahal) apabila mereka
menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah
orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan ulil amri). Sekiranya
bukan karena karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu
mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kamu). (QS. an-
Nisa`: 83)
Dan yang dimaksud dengan Ulil Amri dalam ayat ini adalah para
ulama yang 'Alim dan cermat dalam beristimbath hukum-hukum syariat

16
baik dari kitab maupun sunnah, karena nash-nash yang jelas tidaklah cukup
untuk menjelaskan seluruh permasalahan kontemporer dan hukum-hukum
terkini, dan tidaklah begitu mahir untuk beristimbath serta mengerluarkan
hukum-hukum dari nash-nash kecuali para ulama yang berkelayakan. Abul
‘aliyah mengatakan tentang makna “Ulil Amri” dalam ayat ini, “Mereka
adalah para ulama, tidakkah kamu tahu Allah berfirman, ‘(Padahal) apabila
mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka,
tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil Amri)’.” Dari
Qatadah, “(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil
Amri di antara mereka”, dia mengatakan, “Kepada ulamanya.” “Tentulah
orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil Amri).”, tentulah
orang-orang yang membahas dan menyelidikinya mengetahui akan hal itu.
Dan dari Ibu Juraij, “(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada
Rasul” sehingga beliaulah yang akan memberitakannya “dan kepada Ulil
Amri” orang yang faqih dan faham agama. Al-Hafidz Ibnu Hajar
mengatakan dalam Fath al-Bari: Ibnu Attin menukil dari ad-Dawudi,
bahwasanya beliau menafsirkan firman Allah Ta’ala “Dan Kami turunkan
az-Zikir (al-Qur`an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia
apa yang telah diturunkan kepada mereka.” An-Nahl : 44, berkata: Allah
Ta’ala banyak menurunkan perkara-perkara yang masih bersifat global,
kemudian ditafsirkan oleh Nabi-Nya apa-apa yang diperlukan pada waktu
itu, sedangkan apa-apa yang belum terjadi pada saat itu, penafsirannya di
wakilkan kepada para ulama. Sebagaimana firman Allah Ta’ala : (padahal)
apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara
mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan
dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka. (QS. an-Nisa`: 83) Al-
’Allamah Abdurrahman bin Sa’di rahimahullahu menafsirkan ayat ini: Ini
merupakan pelajaran tentang adab dari Allah untuk para hamba-Nya, bahwa
perbuatan mereka tidak layak, maka sewajarnya bagi mereka, apabila ada
urusan yang penting, juga untuk kemaslahatan umum, yang berkaitan

17
dengan keamanan dan kebahagiaan kaum mukminin, atau ketakutan yang
timbul dari suatu musibah, maka wajib bagi mereka untuk memperjelas dan
tidak tergesa-gesa untuk menyebarkan berita itu, bahkan mereka
menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri dikalangan mereka, yang ahli
dalam hal pemikiran ilmu, dan nasehat , yang faham akan permasalahan,
kemaslahatan dan mafsadatnya.
Jikalau mereka memandang pada penyebaran berita itu ada maslahat
dan sebagai penyemangat bagi kaum mukminin, yang membahagiakan
mereka, serta dapat melindungi dari musuh-musuhnya maka hal itu
dilakukan, dan apabila mereka memandang hal itu tidak bermanfaat, atau
ada manfaatnya akan tetapi mudhorotnya lebih besar dari manfaatnya maka
tidak menyebarkan berita itu, oleh karena itu Allah berfirman : “tentulah
orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya (secara resmi) dari mereka.” Yaitu: mengerahkan pikiran
dan pandangannya yang lurus serta ilmunya yang benar. Dan dalam hal ini
ada kaidah tentang etika (adab) yaitu: apabila ada pembahasan dalam suatu
masalah hendaknya di berikan kepada ahlinya dan tidak mendahului
mereka, karena itu lebih dekat dengan kebenaran dan lebih selamat dari
kesalahan. Juga ada larangan untuk tergesa-gesa menyebarkan berita tatkala
mendengarnya, yang patut adalah dengan memperhatikan dan merenungi
sebelum berbicara, apakah ada maslahat maka disebarkan atau mudharat
maka dicegah. Selesai ucapan syaikh rahimahullahu.
Dengan penjelasan ini diketahui wahai teman-teman semua, bahwa
perkara yang sulit dan hukum-hukum yang kontemporer serta penjelasan
hukum-hukum syariatnya tidak semua orang boleh campur tangan dalam
masalah itu, kecuali para ulama yang memiliki bashirah dalam agama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata, “Jabatan dan
kedudukan tidaklah menjadikan orang yang bukan alim menjadi orang yang
alim, kalau seandainya ucapan dalam ilmu dan agama itu berdasarkan
kedudukan dan jabatan niscaya khalifah dan sulthan (pemimpin negara)
lebih berhak untuk berpendapat dalam ilmu dan agama. Juga dimintai fatwa

18
oleh manusia, dan mereka kembali kepadanya pada permasalahan yang sulit
difahami baik dalam ilmu ataupun agama.
Apabila pemimpin negara saja tidak mengaku akan kemampuan itu
pada dirinya, dan tidak memerintahkan rakyatnya untuk mengikuti suatu
hukum dalam satu pendapat tanpa mengambil pendapat yang lain, kecuali
dengan al-Qur`an dan as-Sunnah, maka orang yang tidak memiliki jabatan
dan kedudukan lebih tidak dianggap pendapatnya.” Selesai ucapan Ibnu
Taimiyah. Dan kita memohon kepada Allah Ta’ala agar memberkati kita,
dengan adanya para ulama, juga memberikan kita manfaat dengan ilmu
mereka, serta membalas mereka dengan sebaik-baik balasan. Sesungguhnya
Allah Maha mendengar dan mengabulkan permintaan.

2.2 Karya Monumental Umat Islam dalam IPTEKS

I. Zaman Kejayaan dan Kemunduran Serta Upaya Kebangkitan Umat


Islam

A. Zaman Kejayaan Islam di Bidang Ipteks.

Perkembangan Islam dimulai dari saat Rasulullah SAW mendirikan


pemerintahan Daulah Khilafah Islamiyah di Madinah. Islam tidak hanya
berkembang di Madinah, tetapi sudah berkembang ke seluruh negara-negara
di Jazirah Arab dan di sekitarnya. Sepeninggal Rasululloh SAW,
kepemimpinan dilanjutkan dengan masa Khulafaur-Rasyiddin dan masa-
masa kekhalifahan. Adapun puncak perkembangan Islam terutama di bidang
IPTEKS terjadi pada masa kekhalifahan Abbasiyah. Montgomery Watt W
dalam bukunya tentang kejayaan islam (terjemahan) tahun 1990,
menganalisa tentang rahasia kemajuan peradaban Islam, dia mengatakan
bahwa Islam bisa mencapai zaman kejayaannya, karena Islam tidak
mengenal pemisahan yang kaku antara ilmu pengetahuan, etika, dan ajaran
agama. Fakta sejarah menunjukkan bahwa, pada masa Daulah Abbasiyah
dari tahun 132-923H atau 750-1517 M, Islam pernah menguasai dunia
selama lebih dari 700 tahun lamanya.

19
1. Sejarah singkat Daulah Abbasiyyah.

Dinamakan Daulah Abbasiyah, karena pendirian kekhalifahan ini tidak


lepas dari sosok paman Nabi Muhammad SAW yang bernama Abbas bin
Abdul Mutholib, dan khalifahnya adalah merupakan keturunanya.
Menggantikan kekuasaan Daulah Umayyah yang berkuasa selama 92 tahun
(40-132 H/660-750 M), kekuasaan Daulah Abbasiyah berlangsung selama
lima abad lamanya yaitu tahun 132-656H/750-1258 M (berpusat di Bagdad,
Irak) dan tahun 656H/1258M-915H/1517M berpusat di Andalusia Spanyol.
Adapun khalifah pertama adalah Abdul Abbas Asy Syafah yang berkuasa
pada tahun 132-136 H/750-753 M. Selama 5 abad berkuasa, Daulah
Abbasiyah telah dipimpin oleh 37 khalifah, dan khalifah yang terakhir
adalah Al Mu’tazim yang berkuasa pada tahun 656 H/1258 M dan mati
terbunuh oleh pasukan Mongol pimpinan Hulogu Khan (cucu dari Jengis
Khan), kemudian pusat pemerintahan berpindah ke Andalusia sampai tahun
915H/1517M. Adapun khalifah-khalifah besar yang telah mengantarkan
Daulah Abbasiyah ke puncak kejayaannya adalah Abu Abbas As Safa, Abu
Jafar al-Mansyur, Harun ar-Rasyid, Al Makmum, Al Mu’tazim dan Al
Watsik. Kejayaan Daulah Abbasiyah dimulai dari berdirinya hingga sampai
pada masa pemerintahan Khalifah Al Watsik Billah tahun 232 H/879 M.
Masa tersebut bisa dikatakan sebagai zaman keemasan dan kejayaan Islam,
karena islam benar-benar menguasai segala bidang kehidupan termasuk
IPTEKS. Kota Bagdad yang menjadi ibu kota Negara dan merupakan pusat
kegiatan pemerintahan baik kekuasaan, politik, sosial, ekonomi,
pengetahuan, kebudayaan, dan lain-lain, benar-benar menjadi pusat
peradaban dunia. Kota Bagdad merupakan kota terbuka bagi semua bangsa
dengan berbagai latar belakang agama dan keyakinan, sehingga Bagdad
menjadi kota internasional yang sangat ramai tempat berkumpul dari
bergabagi bangsa seperti Arab, Turki, Persia, Romawi, Qibthi, dan
sebagainya.

a. Perkembangan ilmu pengetahuan di Masa Daulah Abbasiyah

20
Pada masa daulah Abbasiyah ini, Islam menggapai puncak kejayaannya di
segala bidang, baik kekuasaan, politik, ekonomi, kebudayaan dan IPTEKS.

1. Ilmu berkembang pesat pada masa khalifah: Abu Ja’far, Harun ar-Rasyid,
al-Makmun dan al-Mahdi. Buku-buku dari barbagai disiplin ilmu seperti :
kedokteran, filsafat, kimia, ilmu alam, matematika dan lain-lain banyak
diterjemahkan dari bahasa asing seperti Yunani, Mesir, Persia, India ke
dalam bahasa Arab, sehingga bisa dipelajari dengan baik.

2. Khalifah Harun ar-Rasyid benar-benar sangat perhatian dengan kemajuan


ilmu pengetahuan, dengan mendorong dan memberikan motivasi kepada
umat islam untuk senantiasa mempelajari dan memperdalam ilmu
pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan didirikannya lembaga ilmu
pengetahun yang diberi nama “BAITUL HIKMAH” sebagai pusat ilmu
pengetahuan, dan semua orang bisa mempelajari dan mengembangkan ilmu
pengetahuan.

3. Para khalifah sendiri umumnya adalah ulama, mencintai ilmu,


menghormati orang-orang berilmu, memuliakan ilmu, sehingga memberikan
peluang seluas-luasnya kepada seluruh umat islam untuk belajar dan
mengembangkan ilmu

4. Hasil perkembangan ilmu pengetahuan masa daulah Abbasiyah


Kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Daulah
Abbasiyah sungguh sangat pesat, sehingga melahirkan beberapa disiplin
ilmu dan ulama besar sebagai berikut:

1). Ilmu hadits:

a. Imam Bukhari, lahir di Bukharo 194 H dan meninggal di Bagdad,


kitabnya “sahih Bukhari”.

b. Imam Muslim wafat tahun 216 H di Naisabur, kitabnya “Sahih Muslim”.

2) Ilmu Fiqih :

21
a. Imam Abu Hanifah (150–80H/767–700M), penyusun madzhab Hanafi.

b. Imam Malik Bin Anas (lahir di Madinah tahun 93H/711 M dan


meninggal di Hijaz pada tahun 170 H/788 M, penyusun madzhab Maliki.

c. Imam Syafii nama lengkapnya Muhammad bin Idris bin Syafi’i (204 –
150 H/802–767 M), penyusun madzhab Syafi’i.

d. Imam Hambali (164 – 241 H/780 – 855 M), penyusun madzhab Hambali.

3). Ilmu Tafsir

a. Abu Jarir at-Tabari dengan tafsirnya Al-Qur’anul Azim sebanyak 30 juz.

b. Abu Muslim Muhammad bin Bahr Isfahany (mu’tazilah), tafsirnya


berjumlah 14 jilid.

4). Filsafat

a. Al-Kindi (185-252 H/805-873 M), terkenal dengan sebutan ‘Filosof


Arab’, bukan hanya ahli filsafat, tetapi juga ahli ilmu matematika,
astronomi, farmakologi, dan sebagainya.

b. Ibnu Rusyd, lahir di Cardova (250 H/1126 M- 675 H/1198 M), dia
dikenal di Eropa dengan nama Averoes, ahli filsafat yang dikenal dengan
sebutan bapak Rasionalisme.

5). Matematika

a. Al-Khawarizmi (194-266 H), buku Aljabar dan menemukan angka nol


(0).

b. Umar Khayam, buku: Treatise On Algebra yang telah diterjemahkan


kedalam bahasa Prancis.

22
c. Al Farabi (180-260 H/780 – 863 M), banyak menulis buku tentang logika,
matematika, fisika, metafisika, kimia, etika, dan sebagainya. Dia diberi gelar
guru besar kedua, setelah Aristoteles yang menjadi guru besar pertama.

6). Kedokteran

a. Ibnu Sina (Abdullah bin Sina) (370 – 480H/980 – 1060 M), di Eropa
dikenal dengan nama Avicena. Seorang dokter di Kota Hamazan, Persia,
yang aktif mengadakan penelitian tentang berbagai macam jenis penyakit.
Disamping dokter Ibnu Sina juga dikenal sebagai ahli fisika dan ahli jiwa.
Karyanya lebih dari 200 judul buku antara lain: Asy Syifa, Al-Qanun atau
Canon of Medicine.

7). Astronomi

a. Abu Mansur al-Falaqi

b. Jabir al-Batani, pencipta alat teropong bintang yang pertama.

Dengan ketinggian akhlaq, dibarengi dengan penguasaan IPTEKS, Islam


menaklukkan Spanyol (Andalusia) dan berkuasa selama kurang lebih 5 abad
lamanya, sehingga Spanyol menjadi Negara Islam yang maju di segala
bidang, sementara pada saat itu Negara-negara Eropa lainnya masih
terbelakang dan dalam masa kegelapan. Spanyol menjadi pusat ilmu
pengetahuan karena pada masa itu, para penguasa menganggap bahwa ilmu
pengetahuan dipandang sebagai suatu hal yang sangat mulia dan berharga,
maka para khalifah memberikan keleluasaan dan kebebasan berpikir yang
seluas-luasnya untuk perkembangan dan kemajuan IPTEKS, sehingga
tercipta puncak kemajuan IPTEKS yang luar biasa. Banyaknya peninggalan
sejarah seperti Masjid biru (Blue Mosque) di Ankara Turki, Masjid Agung
di Cordoba, dan Istana al-Hamra (al-Hamra Qasr) di Sevilla, Spanyol,
menunjukkan bukti kecanggihan IPTEKS masa itu.

23
B. Sebab-Sebab Kemajuan Ilmu Pengetahuan & Teknologi Di Masa
Kejayaan Islam

Sebagaimana diketahui bahwa peradaban dunia dimulai dari Yunani dengan


beberapa tokohnya seperti Plato, Aristoteles dan lain-lain yang masih kita
kenal sampai sekarang, dilanjutkan peradaban Babilonia dan Persia. Islam
kemudian menyambungnya menjadi peradaban baru setelah yang
mengalami kebangkitan intelektual dan kultural berdasarkan nilai-nilai
Islam, dan puncaknya adalah pada masa kejayaan kekhalifahan Abasiyyah.
Salah satu unsur kejayaan peradaban Islam adalah karena penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, yang ditandai dengan munculnya para ilmuwan-
ilmuwan Islam pada saat itu antara lain : Jabir bin Hayyan, al-Kindi, al-
Khawarizmi, ar-Razi, al-Farabi, at-Tabari, al-Biruni, Ibnu Sina, Umar
Khayyam dan lain-lain. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi pada zaman kejayaan Islam, menurut
Ahmad Y Al-Hassan dan Donal R Hill adalah sebagai berikut :

1. Agama Islam.

Fanatisme agama yang kuat ini, memberikan dorongan yang sangat kuat
kepada umatnya untuk melakukan pencapaian – pencapaian di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sesungguhnya beberapa ayat dalam Al-Qur’an (
QS : 2:164, QS : 3:190-191, QS: 10:5, Alloh SWT telah memerintahkan
kepada manusia untuk banyak menggunakan akal dalam mengamati alam
semesta seperti afala ta’qiluun atau afala tatafakkaruun, dan mereka benar-
benar menggunakan akal pikirannya untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sehingga umat islam benar-benar bisa menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi dan mencapai kejayaannya pada masa itu.

2. Pemerintah yang berpihak kepada ilmu pengetahuan

Keberpihakan pemerintah terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan


teknologi sudah menjadi ciri umum dari semua Daulah Islam di seluruh
penjuru dunia, sehingga membantu mempercepat penguasaan ilmu

24
pengetahuan dan teknologi pada masa kejayaan Islam itu, sehingga pada
saat itu banyak dibangun dan didirikan akademi-akademi, observatorium,
dan perpustakaan yang menjadi pusat bacaan masyarakat.

3. Bahasa arab

Semenjak pemerintahan Daulah Umayyah, pengembangan ilmu


pengetahuan sudah dimulai yaitu dengan menterjemahkan buku-buku ke
dalam bahasa Arab. Para penguasa saat itu sepenuhnya menyadari bahwa
tidak mungkin ilmu pengetahuan berkembang di dunia Islam jika ilmu-ilmu
tersebut tertulis dalam bahasa non-Arab, sehingga banyak buku-buku
khususnya dari negara-negara yang saat itu lebih maju seperti Yunani dan
India yang diterjemahkan kedalam bahasa arab, sehingga ilmu pengetahuan
menyebar tidak hanya di kalangan penguasa dan intelektual saja, tetapi juga
menyebar kepada masyarakat umum.

4. Pendidikan

Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan adalah salah satu pemacu laju
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan para Khalifah
menyadari itu, sehingga mereka banyak mendirikan sekolah-sekolah,
lembaga pendidikan tinggi, observatorium, dan perpustakaan (pada masa
Daulah Abbasiyah disebut Bayt Al-Hikmah (Rumah Kearifan). Buku-buku
terjemahan dari bahasa Yunani dan India banyak ditemukan di
perpustakaan-perpustakaan, sehingga memperlancar pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di Negara-negara Islam

5. Penghormatan kepada ilmuwan

Pada masa kejayaan Islam, para ilmuwan benar-benar mendapatkan


perhatian yang besar dari pemerintah kerajaan, dipenuhi kebutuhan
finansialnya sehingga mereka benar-benar bisa fokus untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa diganggu dengan
memikirkan bagaimana pemenuhan kebutuhan sehari-hari, agar supaya

25
mereka bisa mencurahkan waktu sepenuhnya untuk kegiatan mengajar,
membimbing murid, menulis, dan meneliti.

6. Maraknya penelitian

Pada masa itu, pemerintah kerajaan mendorong para ilmuwan untuk


melakukan penelitian-penelitian di segala bidang, dan salah satu hasilnya
adalah riset ilmu matematika yang dilakukan oleh Al-Khawarizmi, yang
telah menemukan angka nol dalam konsep-konsep matematika yang hingga
saat ini masih digunakan.

7. Perdagangan internasional

Perdagangan internasional menjadi sarana komunikasi yang efektif antar


peradaban dan mempercepat proses kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Dengan maraknya kegiatan perdagangan antara bangsa Arab
dengan bangsa-bangsa lain di dunia, ditemukanlah ilmu pengetahuan dan
teknologi navigasi. Meskipun demikian, kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi umat Islam pada masa itu tidak terlepas dari stabilitas politik dan
ekonomi.

C. Sebab-Sebab Kemunduran Umat Islam Dalam Ipteks

Adapun penyebab kemunduran umat Islam dalam bidang ilmu pengetahuan


dan teknologi adalah karena faktor internal umat Islam sendiri dan karena
faktor eksternal umat Islam.

1. Faktor Internal

Seorang pemikir asal Libanon, Syakin Arsalan (1869-1946), dalam bukunya


Kenapa Islam Terbelakang?, menjelaskan bahwa, bangsa-bangsa non-Islam
maju karena mereka tetap berpegang pada tradisi keagamaan mereka sendiri
bekerja keras untuk meraih kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
contoh: Jepang dan Eropa, mereka berhasil karena tetap bekerja keras dan
tetap berpegang pada tradisi keagamaan mereka. Dalam pandangan Arsalan,

26
untuk mencapai kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
seharusnya Islam mencontoh mereka yaitu tetap berpegang pada nilai-nilai
Islam dan bekerja keras, dengan kata lain kemunduran Islam karena mereka:
1). Tidak bekerja keras, rendah diri, mudah menyerah dan 2). kebanyakan
mereka sudah tidak berpegang pada syariat agamanya (Al-Qur’an dan As
sunnah). Padahal Rasulullah SAW bersabda:

ِّ ِ ‫ه ِي َ نَب َّة ِ ِهَما ِكتَ َ اب َِِِّ لال َو ُسن ُ ْم ب وا َما تَ َم َّس ْكت َ ْن تَ ِضل ْ َم ْري ِن ل َ ِ ُ ي ْكم أ‬
‫تَ َر ْك ُت ف‬

“Telah aku tinggalkan untuk kalian, dua perkara yang kalian tidak akan
sesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya; Kitabullah dan
Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Malik 1395)

Sebagaimana hadits diatas, seharusnya umat Islam berpegang teguh pada


syariat agamanya yaitu Al-Qur’an dan As sunnah yang mestinya menjadi
way of life bagi umat Islam dalam segala hal, agar tidak tersesat untuk
selama-lamanya. Akan tetapi yang terjadi kini adalah justru sebaliknya,
yaitu sebagian besar umat Islam semakin jauh dari Al-Qur’an dan As
Sunnah. Bahkan mereka lebih bangga dengan berbagai kitab karya manusia,
bahkan ada yang membanggakan kitab produk kaum kuffar Eropa, bukan
Kitabullah dan As Sunnah. Padahal jelas-jelas bahwa Alloh SWT
menurunkan Al-Qur’an adalah sebagai pedoman hidup, agar manusia bisa
keluar dari kegelapan jahiliyah menuju terangnya hidayah cahaya Islam.

2. Faktor Eksternal

Wisnu Arya W. dalam bukunya yang berjudul Melacak Teori Einstein


dalam Al Qur’an, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kemunduran
umat Islam dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu :

a. Berawal dari kesadaran bangsa barat tentang pentingnya ilmu


pengetahuan dan teknologi, sebagaimana keberhasilan umat Islam pada
abad 9-13M dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga

27
kehidupannya lebih sejahtera dari pada bangsa barat, maka mereka berusaha
mengejar dan mengambilalih kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari
umat Islam

b. Adanya fanatisme agama, dimana bangsa barat umumnya beragama


Nasrani, ingin menunjukan bahwa melalui agama Nasrani merekapun dapat
maju dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana umat
Islam, meskipun selanjutnya mereka menjadi sekuler.

c. Bangsa barat yang berjiwa petualang berusaha menemukan “benua” baru,


seperti yang dilakukan oleh Columbus pada tahun 1492 menemukan benua
Amerika. James Cook pada tahun 1770 pergi berlayar ke Australia dan New
Zealand serta kepulauan Pasifik. Penemuan-penemuan benua baru tersebut
mempengaruhi route perdagangan, sehingga mereka tidak melewati jalur
yang dikuasai umat Islam yaitu Syria dan Mesir sehingga jalur ini menjadi
sepi dan mengakibatkan sumber pendapatan negeri-negeri Islam jadi
berkurang.

d. Bangsa barat sengaja menghancurkan observatorium Islam yang didirikan


oleh Taqi Al Din di Konstantinopel pada tahun 1580, menjadikan Islam
kehilangan sumber pengetahuan dan pengamatan bintang (astronomi) yang
sudah sangat maju pada masa itu. Pada waktu yang sama, bangsa barat baru
pertama kali membangun observatoriumnya oleh Tycho Brace.

e. Ketergantungan negara-negara Islam terhadap ekonomi Eropa, kemudian


mulai lahir kolonialisme bangsa barat terhadap negara-negara Islam. Akibat
kolonialisme barat, maka negara-negara Islam yang pada mulanya bersatu
dari Maroko sampai ke Pakistan, kemudian terpecah belah menjadi negara-
negara kecil berdasarkan feodalisme, kesultanan, kerajaan dan keemiratan
yang antara satu dengan lainnya saling bersaing, bahkan sampai
bermusuhan.

f. Akibat kolonialisme negara-negara Islam yang semula menggunakan


bahasa Arab sebagai bahasa nasionalnya, mulai terdesak oleh bahasa

28
penjajah. Keadaan ini sedikit banyak telah menjauhkan mereka dari Al
Qur’an, padahal Al Qur’an adalah juga sumber ilmu pengetahuan dan
teknologi.

g. Akibat kolonialisme stabilitas politik dan kemakmuran ekonomi negara-


negara Islam mulai menurun, padahal stabilitas politik dan kemakmuran
merupakan akar bagi berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.

D. Upaya-Upaya Kebangkitan Kembali Umat Islam Dalam Ipteks

Kemunduran Islam di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi


mengakibatkan tumbuhnya kemiskinan, minimnya pendapatan perkapita
dan banyaknya pengangguran. Indonesia misalnya, sekitar 60%
penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan dan 10-20% penduduknya
hidup dalam kemiskinan absolut, sementara itu jumlah pengangguran
mencapai hampir 40 juta orang. Negara-negara Islam yang lain, meski tidak
separah Indonesia, mereka juga menghadapi problem yang hampir sama.
Belum lagi jeratan utang luar negeri yang semakin berat. Pertanyaannya,
bagaimana umat Islam harus melakukan upaya-upaya yang dapat
mendukung kembali kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Syakin Arsalan (1869-1946), dalam bukunya Kenapa Islam Terbelakang,


ayat yang dalam pandangannya merupakan kunci kebangkitan dunia Islam,
yakni Al-Ankabut (29):69. Bunyi ayat itu: wa ‘l-ladzina jahadu fina
lanahdiyannahum subulana – mereka yang berjuang (jihad) di jalanKu,
Aku akan menunjukkan mereka jalan-jalan menuju Aku. “Jihad” inilah kata
kuncinya yang disebut oleh Arsalan, maksudnya bukan jihad dalam
pengertian “perang suci”, akan tetapi jihad adalah kerja keras untuk
mencapai tujuan yaitu kejayaan Islam.

Adapun Upaya-upaya yang seharusnya di lakukan oleh umat Islam seperti :

a. Dalam segala hal kembali kepada hadits Rasululloh SAW berikut :

29
ِّ ِ ‫ه ِي َ نَب َّة ِ ِهَما ِكتَ َ اب َِِِّ لال َو ُسن ُ ْم ب وا َما تَ َم َّس ْكت َ ْن تَ ِضل ْ َم ْري ِن ل َ ِ ُ ي ْكم أ‬
‫تَ َر ْك ُت ف‬

“Telah aku tinggalkan untuk kalian, dua perkara yang kalian tidak akan
sesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya; Kitabullah dan
Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Malik 1395)

b. Bekerja keras tanpa mengenal lelah untuk mewujudkan penguasaan ilmu


pengetahuan dan teknologi, melalui satu sistem pendidikan Islam yang
betul-betul bisa dijadikan rujukan dalam rangka mencetak manusia-manusia
muslim yang berkualitas, bertaqwa, beriman kepada Allah.

c. Mengirimkan pelajar untuk mendalami Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


(IPTEK)

d. Adanya kontak Islam dengan Barat, yang merupakan faktor penting yang
bisa kita liat, adanya kontak ini paling tidak telah menggugah dan membawa
perubahan paradigma umat Islam untuk belajar secara terus menerus kepada
Barat, timbulnya pembaharuan pendidikan Islam baik dalam bidang agama,
sosial, dan pendidikan diawali dan dilatar belakangi oleh pemikiran Islam
yang timbul di belahan dunia Islam lainnya.

e. Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada pola


pemikiran modern di Eropa

f. Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi dan bertujuan


untuk pemurnian kembali ajaran Islam

g. Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada kekayaan dan


sumber budaya bangsa masing-masing dan yang bersifat Nasionalisme.

Kejayaan Islam pada masa Daulah Abbasiyah mencerminkan bahwa Islam


adalah agama yang luar biasa. Bahkan Eropa pun seolah-olah tidak berdaya
menghadapi kemajuan Islam terutama di bidang IPTEK. Walaupun pada
akhirnya kejayaan Islam masa Daulah Abbasiyah telah berakhir dan hanya

30
menjadi kenangan manis belaka, kita sebagai generasi penerus harus
senantiasa berusaha untuk menjadi generasi yang pantang menyerah apalagi
di zaman serba modern ini kemajuan IPTEK semakin sulit untuk dibendung.

Apabila melihat fenomena sejarah, kebangkitan Islam harus dimulai dengan


menumbuhkan kembali semangat iman, menghilangkan stagnasi pemikiran
dan fikih, serta gerakan (harakah) dan jihad. Semangat kebangkitan ini
mendorong umat islam untuk berpikir mengapa kejatuhan dan kehinaan
menimpa umat Islam sehingga umat ini hanya dipandang sebelah mata.
Beranjak dari kesadaran ini, umat Islam seharusnya kembali menoleh ke
belakang dan mengambil pelajaran dari sejarah ini. Dengan sejarah, kita
akan melihat kembali kejayaan Islam di masa Rasulullah SAW,
Khulafaurrasyidin dan dimasa daulah Abbasiyah berjaya dengan
mengibarkan panji-panji Islam di seluruh penjuru dunia. Hal ini yang perlu
kita pikirkan bersama demi kemajuan umat Islam.

2.3 Hakikat IPTEKS dalam pandangan Islam

Hakikat IPTEKS dalam pandangan Islam diharapkan kita akan


dapat:

1. Memahami dan mampu mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam


pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
(IPTEKS).

2. Menghayati dan menerapkan nilai-nilai Islam dalam pengembangan


IPTEKS.

Konsep IPTEKS dan Peradaban Muslim

Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) adalah suatu lapangan


kegiatan yang akan terus menerus dikembangkan dalam peradaban Muslim.

Hal ini dikarenakan penemuan-penemuan IPTEKS seperti telekomunikasi,


transportasi, informasi dan lainnya yang telah memudahkan kehidupan,

31
memberikan kesengan dan kenikmatan, sehingga kebutuhan-kebutuhan
jasmani tidak akan sukar lagi dalam pemenuhanannya.

Di sisi lain penguasaan dan pengembangan IPTEKS sendiri, tanpa


mengaitkan dengan nilai-nilai agama, hanya akan menciptakan intelektual-
intelektual yang miskin eksistensi diri dan moralitas (akhlak) yang mulia.

Hal ini terbukti dari pemanfaatan sain dan teknologi yang cenderung tak
terkontrol, sehingga menimbulkan eksploitasi yang luar biasa, baik dari sisi
fisis-biologis maupun dari sisi sosial budaya terhadap kehidupan manusia.

Alhasil, eksploitasi dan eksplorasi berlebihan tersebut melahirkan berbagai


bencana, baik bencana material maupun moral.

Hal ini semata-mata merupakan kelalaian dari manusia itu sendiri. Allah
Subhanahu wata'ala selalu mengingatkan kepada manusia dalam firmanNya:

َ ‫َو َما ٓ اَصَابَكُ ْم ِّمنْ ُّم ِّصيْبَ ٍة فَبِّ َما َك‬


َ ‫سبَتْ ا َ ْي ِّد ْيكُ ْم َويَ ْعفُ ْوا‬
‫عنْ َكثِّي ٍْر‬

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu).” (Q.S. As-Syuura [42]: 30)

Tragedi tersebut di atas, disebabkan oleh beberapa faktor yang


mempengaruhi cara pandang dan berpikir masyarakat modern, antara lain:

Kebutuhan hidup yang semakin meningkat dan konsumtif; Rasa


individualistis dan egoistis; Persaingan dalam kehidupan; Keadaan yang
tidak stabil; dan Terlepasnya IPTEKS dari agama

Ilmu yang berkembang di dunia Barat saat ini berdasarkan pada rasio dan
pancaindera, jauh dari wahyu dan tuntunan ilahi. Meskipun telah
menghasilkan teknologi yang bermanfaat bagi manusia.

Di sisi lain, perbudakan terjadi dan kekayaan alam dieksploitasi. Contoh


ilmu pengetahuan yang sudah kebarat-baratan itu (westernized), yaitu yang
32
terjadi pada dunia pertanian sangat berlebihan dalam penggunaan bahan-
bahan kimia.

Seperti luasnya penggunaan pestisida, herbisida, pupuk nitrogen sintetis,


dan seterusnya, bahkan meracuni bumi, membunuh kehidupan margastwa,
bahkan meracuni hasil panen dan mengganggu kesehatan para petani.

Pertanian yang semula disebut dengan istilah agriculture (kultur, suatu cara
hidup saling menghargai, timbal balik komunal, dan kooperatif, bukan
kompetitif) berkembang lebih popular dengan istilah agribusiness.

Sebuah sistem yang memaksakan tirani korporat untuk memaksimalkan


keuntungan dan menekan biaya, menjadikan petani/penduduk lokal yang
dahulu punya harga diri dan mandiri lalu berubah menjadi buruh upahan di
tanah air sendiri.

Dalam dunia kedokteran modern dikenal praktik vivisection (arti harfiahnya


“memotong hidup-hidup”), yaitu cara menyiksa hewan hidup karena
dorongan bisnis untuk menguji obat-obatan agar dapat mengurangi daftar
panjang segala jenis penyakit manusia.

Praktik ini selain tidak beretika keilmuan dan tidak “berperikemanusiaan”


juga menyisakan pertanyaan instrinsik tentang asumsi atas tingkat kesamaan
uji laboratorium hewan dan manusia yang mengesahkan eksplorasi hasil
klinis dari satu kelainnya.

Sementara itu konsep IPTEKS terungkap dalam kenyataan bahwa Al-


Qur’an menyebutnyebut kata akar dan kata turunannya tidak kurang dari
800 kali.

Dalam sejarah peradaban Muslim, konsep IPTEKS secara mendalam


meresap ke dalam seluruh lapisan masyarakat dan mengungkapkan dirinya
dalam sejarah semua intelektual.

33
Gambaran Al-Qur’an tentang spirit pengembangan IPTEKS termaktub
dalam Al-Qur’an surat Ar-Rahman ayat 33:

‫ض فَا ْنفُذ ُ ْوا َْل ت َ ْنفُذ ُ ْو َن ا َِّّْل‬ َ ْ ‫ت َو‬


ِّ ‫اْل ْر‬ ِّ ‫سمٰ ٰو‬ َ ‫ط ْعت ُ ْم ا َنْ ت َ ْنفُذ ُ ْوا ِّمنْ ا َ ْق‬
َّ ‫ط ِّار ال‬ َ َ ‫ست‬
ْ ‫س اِّ ِّن ا‬ ِّ ْ ‫ٰي َم ْعش ََر ا ْل ِّج ِّن َو‬
ِّ ‫اْل ْن‬
‫بِّسُ ْل ٰط ٍن‬

“Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi)
penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya
kecuali dengan kekuatan (sains dan teknologi).” (Q.S. Ar-Rahman [55]: 33)

Seruan Allah di atas, merupakan tantangan dan anjuran untuk terus-menerus


memajukan IPTEKS dengan maksud memahami rahasia-rahasia Allah pada
apa yang ada di langit dan di bumi. Melalui penemuan-penemuan akan
rahasia Allah tersebut diharapkan tumbuhnya kesadaran akan
kekuasaanNya.

IPTEKS tersebut hakikatnya adalah alat yang diberikan kepada manusia


untuk mengetahui dan mengenal rahasia-rahasia alam ciptaan Allah sebagai
khalifah Allah di bumi.

Tujuan akhir dari IPTEKS tersebut menurut Islam adalah dalam rangka
pengabdian total kepada Allah Subhanahu wata'ala. Hal ini sesuai firman
Allah berikut:

‫ب ا ْل ٰعلَ ِّم ْي َن‬


ِّ ‫ّلِل َر‬
ِّ ‫اي َو َم َمات ِّْي ِّ ه‬ ْ ‫قُ ْل اِّنَّ ص َََلت ِّْي َونُسُك‬
َ َ‫ِّي َو َم ْحي‬

“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku


hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.S. Al-An’am [6]: 162)

Berdasarkan konsepsi tesebut di atas, jelaslah bahwa manifestasi dan muara


seluruh aktivitas IPTES bersifat teosentris. Sebaliknya dalam epistemologi
ilmu modern dan kontemporer lebih cenderung bersifat antro sentries.

Epistemologi Islam tersebut hakikatnya menghendaki, bahwa IPTEKS harus


mengakui adanya nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Intisari dari

34
tawaran epistemologi Islam ini adalah bahwa mengaitkan disiplin IPTEKS
dengan ideologi Islam sangat mungkin dilakukan, yaitu; dengan jalan
membenarkan teori, metode, dan tujuan IPTEKS secara Islami.

Bahkan epistemologi Islam sangat diperlukan, karena umat Islam merasa


ketertinggalan terhadap penguasaan ilmu alat (metodologi) terutama dalam
pengertian filosofis.

Oleh sebab itu kajian mengenai Islam dalam hubungannya


pengembangannya IPTEKS harus dikaji dan diperkanalkan sebagai suatu
paradigm baru dalam memandang bahwa antara agama dan IPTEKS
merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.

Sebenarnya tidak ada pertentangan antara Islam dan IPTEKS, ketika


IPTEKS diartikan sebagai metode yang rasional dan empiris untuk
mempelajari ilmu fenomena alam.

Pertentangan itu hanya bisa terjadi, jika IPTEKS dan metodologinya dibuat
dalam sebuah nilai trasenden yang mencakup secara menyeluruh dengan
mengorbankan nilai-nilai Islam.

Menggali ilmu adalah satu-satunya alat untuk mencapai pemahaman yang


lebih mendalam tentang sang Pencipta, dan menyelesaikan persoalan
masyarakat Islam.

Oleh sebab itu IPTEKS dipelajari bukan untuk IPTEKS itu sendiri, akan
tetapi untuk mendapatkan keridhoan Allah Subhanahu wata'ala dengan
mencoba memahami ayat-ayatNya.

Kondisi demikian yang tidak berada dalam konteks IPTEKS modern, yang
memisahkan akal dan wahyu.

Akal sering dianggap sebagai segala-galanya, dengan penisbian etika dan


nilai yang tidak dapat dielakkan.

35
Al-Qur’an menekankan bahwa manusia merupakan bagian integral dari
alam semesta dan telah dikaruniai dengan kemampuan untuk menguasai
kekuatan alam dalam batasbatas tertentu. Hal ini dijelaskan dalam firman
Allah berikut:

‫ض‬ َ ْ ‫شاَكُ ْم ِّم َن‬


ِّ ‫اْل ْر‬ َ ‫غيْ ُرهٗ ه َُو ا َ ْن‬ َ ‫ّٰللاَ َما لَكُ ْم ِّمنْ ا ِّٰل ٍه‬ ‫عبُدُوا ه‬ ٰ ‫َوا ِّٰلى ث َ ُم ْو َد ا َ َخاهُ ْم‬
ْ ‫ص ِّل ًحا ۘ قَا َل ٰيقَ ْو ِّم ا‬
‫ب‬
ٌ ‫ْب ُّم ِّج ْي‬ ْ ‫ست َ ْع َم َركُ ْم فِّ ْي َها فَا‬
ٌ ‫ست َ ْغ ِّف ُر ْوهُ ث ُ َّم ت ُْوب ُ ْٓوا اِّلَيْ ِّه اِّنَّ َربِّ ْي قَ ِّري‬ ْ ‫َوا‬

“Dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata:
"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain
Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah
kepada-Nya, sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi
memperkenankan (doa hamba-Nya)." (Q.S. Huud [11]: 61)

Dengan demikian semakin jelas, bahwa Al-Qur’an menempatkan IPTEKS


dalam konteksnya yang layak, yaitu dalam rangka pengalaman manusia
secara total. Alhasil, anjuran menuntut ilmu memiliki tempat yang penting
dalam masyarakat Islam, tetapi tetap tunduk pada nilai-nilai dan etika Islam.

Salah satu prestasi keilmuan dalam peradaban muslim, dapat ditemui dalam
berbagai bidang, yaitu bidang matematika, kedokteran, fisika dan
astronomi.

Bidang matematika dengan tokohnya al-Khawarizmi (w. 833 M) dengan


penemuan angka nol yang disebutnya shifr. Al-Khawarizmi juga perumus
utama “al-Jabar”.

Nama al-Khawarizmi juga diabadikan dalam nama “logaritma” yang


diambil dari kata IInggris algorithm dan merupakan transliterasi dari al-
Khawarizmi.

36
Dalam bidang kedokteran prestasi umat Islam terlihat dari konstribusi salah
seorang ilmuwannya, Ibn Sina (Avicenna) melalui sebuah karya medisnya,
al-Qanun fit-Thibb (The Canon).

Karya ini bukan hanya membahas persoalan-persoalan medis, melainkan


juga farmasi, farmakologi, dan zoology; di samping ilmu bedah dan saraf.

Bidang fisika, terdapat dua tokoh muslim yang menonjol, yaitu al-Biruni (w.
1038 M) dan Ibn Haitsam (w. 1041 M). Al-Biruni dengan penemuannya
tentang hukum gravitasi.

Selain itu juga berhasil mengukur keliling bumi secara matematis dengan
menggunakan rumusrumus trigonometri.

Sementara Ibn Haitsam menemukan bidang optik yang ditulis dalam dalam
karyanya al-Manazhir. Ibn Haitsam berhasil menemukan teori penglihatan
yang memastikan dalam temuannya bahwa sesorang bisa melihat
disebabkan objek yang memantulkan cahaya pada kornea mata.

Prestasi lainnya bisa dilihat dalam bidang astronomi. Peradaban muslim


telah melahirkan banyak astronom besar, seperti al-Battani, al-Farghani, al-
Biruni, Nashiruddin at-Thusi, Quthbuddin Syirazi, al-Majrithi dan Ibn
Syathir.

Temuan astronomi muslim adalah kecenderungannya yang non-Ptolemius


dengan mengkritik teori geosentris.

Inilah fakta yang diakui oleh para intelektual sebagai sebuah ciri khas
peradaban muslim. Para intelektual telah mendapati bahwa salah satu
daripada watak khas peradaban muslim ialah perhatiannya yang serius
terhadap pencarian pelbagai cabang ilmu.

Sebagaimana telah ditegaskannya sebelumnya, watak khas peradaban


muslim ini terbentuk oleh budaya ilmu Islam yang universal.

37
Di mana umat Islam, dengan berpedoman pada ajaran-ajaran yang
diyakininya, bersikap terbuka terhadap khazanah keilmuan yang berasal dari
peradaban lain, dengan tetap pada sikap kritis untuk menyelaraskannya
dengan nilai dan tuntutan Islam.

Hubungan Ilmu, Agama dan Budaya

Hubungan masalah ilmu, agama dan budaya akan berkaitan dengan posisi
akal dalam sistem ajaran agama.

Dalam ajaran Islam, hampir seluruh perintah dan larangan dalam AlQur’an
sesungguhnya selalau disinggung latarbelakang akaliahnya, sehingga dapat
diterima oleh manusia.

Berikutnya, al-Qur’an di banyak tempat juga memberi posisi khusus


perbuatan sadar manusia yang terus berkembang akhirnya membentuk suatu
format kebudayaan.

Kebudayaan secara ringkas dengan demikkian adalah media manusia untuk


berhadapan dengan dirinya, alam dan Allah.

Di sisi lain fungsi Al-Qur’an sebagai kodifikasi wahyu adalah merupakan


cara Allah Subhanahu wata'ala memberi petunjuk kepada manusia untuk
secara terus-menerus membentuk kebudayaannya sebagai proses agar
manusia yang taat (perbuatan) memperoleh kebahagiaan hidup.

Perkembangan ilmu pengetahuan di satu sisi memang berdampak positif,


yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern
industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat.

Tapi di sisi lain, tidak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan dan
membahayakan kehidupan dan martabat manusia.

Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting


untuk memberi ruh atau spirit berbagai kehidupan sosial dalam

38
pengembangan ilmu dan kebudayaan berdasarkan kaidah dan prinsip-prinsip
ajaran agama.

Kehidupan manusia kemudian merupakan proses pembentukan suatu tata-


kehidupan sebagai realisasi ajaran agama tersebut.

Pola hubungan agama dengan ilmu, ada empat pola hubungan, yaitu pola
hubungan pertama adalah pola hubungan yang negatif, saling tolak.

Apa yang dianggap benar oleh agama dianggap tidak benar oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi. Demikian pula sebaliknya.

Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek akan menjauhkan


orang dari keyakinan akan kebenaran agama dan pendalaman agama dapat
menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran ilmu pengetahuan.

Pola hubungan ke dua adalah perkembangan dari pola hubungan pertama.


Ketika kebenaran iptek yang bertentangan dengan kebenaran agama makin
tidak dapat disangkal sementara keyakinan akan kebenaran agama masih
kuat di hati, jalan satu-satunya adalah menerima kebenaran keduanya
dengan anggapan bahwa masing-masing mempunyai wilayah kebenaran
yang berbeda.

Konflik antara agama dan ilmu, apabila terjadi, akan diselesaikan dengan
menganggapnya berada pada wilayah yang berbeda.

Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek tidak dikaitkan


dengan penghayatan dan pengamalan agama seseorang karena keduanya
berada pada wilayah yang berbeda.

Pola ke tiga adalah pola hubungan netral. Dalam pola hubungan ini,
kebenaran ajaran agama tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu
pengetahuan tetapi juga tidak saling mempengaruhi. Kendati ajaran agama
tidak bertentangan dengan iptek, ajaran agama tidak dikaitkan dengan iptek
sama sekali.

39
Mendukung ajaran agama tapi ajaran agama tidak mendukung
pengembangan iptek, dan ajaran agama mendukung pengembangan iptek
dan demikian pula sebaliknya.

Pola hubungan yang ke empat adalah pola hubungan yang positif.


Terjadinya pola hubungan seperti ini mensyaratkan tidak adanya
pertentangan antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan serta kehidupan
masyarakat yang tidak sekuler.

Secara teori, pola hubungan ini dapat terjadi dalam tiga wujud: ajaran agama
mendukung pengembangan IPTEKS tapi pengembangan iptek tidak
mendukung ajaran agama, pengembangan ilmu.

Sementara itu, hubungan agama dengan budaya. Istilah agama maupun


religi menunjukkan adanya hubungan antara manusia dan kekuatan gaib di
luar kekuasaan manusia, berdasarkan keyakinan dan kepercayaan menurut
paham atau ajaran agama.

Agama sukar dipisahkan dari budaya karena agama tidak akan dianut oleh
umatnya tanpa budaya. Agama tidak tersebar tanpa budaya, begitupun
sebaliknya, budaya akan tersesat tanpa agama.

Ajaran agama ketika disandingkan dengan nilai-nilai budaya lokal di era


desentralisasi dapat diserap untuk dijadikan pengangan kehidupan
bermasyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan diberikannya otonomi khusus
kepada Aceh yang dikenal dengan Nanggroe Aceh

Daussalam. Agama dan budaya di NAD sudah melebur dan tidak bisa
dipisahkan sejak dahulu, ketika kerajaan Islam masih ada di wilayah
tersebut.

Dengan otonomi khusus ini hokum pidana Islam kembali dihidupkan


sehingga masyarakat merasakan keadilan sesuai dengan keyakinannya.

40
Hal ini menjadi awal yang baik dalam menciptakan kesejahteraan
masyarakat dengan mengangkat agama dan budaya yang ada di masyarakat
tersebut

Pada masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi leluhurnya,


perilaku keagamaan juga memberikan dampak yang cukup berarti.

Hukum Sunnatullah (Kausalitas)

Hukum sunnatullah atau kausalitas (sebab akibat) pada dasarnya telah


muncul seumur dengan peradaban manusia, bahkan seusia dengan alam ini
dan realitas eksistensi itu sendiri.

Manusia sebagai makhluk yang berakal berupaya mencari sebab-sebab dari


setiap kejadian. Dengan mengetahui sebabnya berarti memahami akar dan
sumber akibat atau kejadian.

Sunnatullāh dapat diartikan sebagai cara Allah memperlakukan manusia,


yang dalam arti luasnya bermakna ketetapan-ketetapan atau hukum-hukum
Allah yang berlaku untuk alam semesta.

Dengan demikian, sunatullah adalah ketentuan Allah. Suatu ketentuan


hukum Logika yang mempunyai hubungan sebab akibat dalam kajian ilmiah
(Scientific) disebut dengan hukum alam.

Berdasarkan konsep tersebut di atas, sunnatullah merupakan hukum yang


ditetapkan Allah yang bersifat fitrah, yakni tetap dan otomatis, untuk
mengatur mekanisme alam semesta sehingga dapat menjadi pedoman bagi
manusia dalam beribadah kepada Allah selaku hamba-Nya dan dalam
mengelola alam semesta selaku khalifatullah, guna mewujudkan maslahat
bagi kehidupan manusia dan menghindari mafsadat.

Sunnatullah merupakan hukum ciptaan Allah yang paling awal sebelum


Allah menciptakan manusia dan menurunkan syariah-Nya. Sunnatullah ini
memiliki beberapa spesifikasi atau karakteristik, antara lain, sebagai berikut:

41
1. Sunnatullah mengatur pergerakan alam semesta dengan seluruh isinya,
termasuk pula manusia. Allah menyatakan hal ini dalam firman-Nya:

ِّ ‫سنَّ ِّة ه‬
‫ّٰللا ت َ ْب ِّدي ًَْل‬ ‫سنَّةَ ه‬
ُ ‫ّٰللاِّ فِّى الَّ ِّذ ْينَ َخلَ ْوا مِّ نْ قَ ْب ُل َولَنْ ت َِّج َد ِّل‬ ُ

“Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu
sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada
sunnah Allah.” (Q.S.Al-Ahzab [33]: 62)

2. Sunnatullah memiliki sifat fitrah, yakni tetap dan otomatis. Sifat fitrahnya
sunnatullah ini juga dinyatakan dalam firman-Nya yang lain dimana Allah
menyatakan:

‫سُنَّةَ ه‬
ِّ ‫ّٰللاِّ الَّت ِّْي قَ ْد َخلَتْ مِّ نْ قَبْ ُل َۖولَنْ ت َِّج َد ِّلسُنَّ ِّة ه‬
‫ّٰللا ت َ ْب ِّدي ًَْل‬

“Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-
kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu.” (Q.S. Al-Fath
[48]: 23)

3. Penciptaan manusia tunduk pada fitrah Allah. Allah menciptakan manusia


melalui proses hukum alam yang berjalan menurut fitrahnya, yakni tetap
dan otomatis. Fitrah penciptaan manusia ini tidak akan mengalami
perubahan sebagaimana dinyatakan Allah dalam firman-Nya:

ِّ َ‫ّٰللاِّ ٰذ ِّلك‬
‫الد ْي ُن ا ْلقَ ِّي ُم َو ٰل ِّك َّن‬ ‫ق ه‬ِّ ‫اس عَلَيْ َها َْل ت َ ْب ِّديْ َل ِّل َخ ْل‬ َ َ‫ّٰللاِّ الَّت ِّْي ف‬
َ َّ‫ط َر الن‬ ِّ ‫فَاَقِّ ْم َو ْج َهكَ ل‬
‫ِّلد ْي ِّن َحنِّ ْيفًا فِّ ْط َرتَ ه‬
‫اس َْل يَ ْع َل ُم ْو َن‬ ِّ َّ‫ا َ ْكث َ َر الن‬

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah


atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Q.S. Al-Ruum [30]: 30)

Allah Subhanahu wata'ala menjelaskan di dalam firman-Nya bagaimana


penciptaan manusia ini sebagai berikut:

42
‫سلَه ُ ِّمنْ سَُللَ ٍة ِّمنْ َماءٍ َم ِّهي ٍن‬ ْ َ‫) ث ُ َّم َجعَ َل ن‬٧( ‫ان ِّمنْ طِّ ي ٍن‬ِّ ‫س‬َ ‫ق اإل ْن‬َ ‫سنَ كُ َّل ش َْيءٍ َخلَقَه ُ َوبَ َدأ َ َخ ْل‬َ ‫الَّذِّي أ َ ْح‬
)٩( ‫شكُ ُرو َن‬ ْ َ ‫س ْم َع َواأل ْبصَا َر َواأل ْفئِّ َدةَ قَلِّيَل َما ت‬ َ ‫) ث ُ َّم‬٨(
َّ ‫س َّواهُ َونَفَ َخ فِّي ِّه ِّمنْ ُروحِّ ِّه َو َجعَ َل لَكُمُ ال‬

“(Allah) Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya


dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia
menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian
Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh) nya roh (ciptaan)-
Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati;
(tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (Q.S. al-Sajdah [32]: 7-9)

4. Obyek hukum sunnatullah adalah alam semesta. Kejadian yang terjadi


karena kekuatan hukum alam disebut peristiwa alam.

5. Alam semesta bukan merupakan subyek hukum sunnatullah yang


memiliki pilihan dan tanggung jawab, melainkan merupakan obyek hukum
yang secara otomatis tunduk pada hukum sunnatullah.

6. Alam semesta sebagai obyek hukum sunnatullah dapat terjadi perubahan


atau perkembangan. Perubahan alam tersebut terjadi karena ketetapan
hukum alam, artinya perubahan alam terjadi karena diatur oleh hukum
alam.

Hukum alamlah yang menyebabkan perubahan alam. Namun demikian,


meskipun alam semesta dapat berubah, tetapi hukum alam tidak akan
berubah, dan perubahan alam senantiasa tunduk pada hukum alam.

7. Mekanisme kerja hukum alam terbebas dari campurtangan akal dan


kehendak manusia. Allah dalam menetapkan hukum sunnatullah ini terbebas
dari campurtangan pemikiran dan keinginan manusia. Bahkan pemikiran
dan kehendak manusia terhadap alam semesta dan aturan hukumnya tunduk
pada sunnatullah.

Tidak ada tempat sama sekali bagi manusia untuk ikut campur tangan dalam
menetapkan hukum sunnatullah untuk mengatur alam semesta.

43
IPTEKS hakikatnya adalah alat yang diberikan kepada manusia untuk
mengetahui dan mengenal rahasia-rahasia alam ciptaan Allah sebagai
khalifah Allah di bumi dalam rangka pengabdian total kepada Allah
Subhanahu wata'ala.

Hukum sunnatullah atau kausalitas (sebab akibat) merupakan hukum yang


ditetapkan Allah yang bersifat fitrah, yakni tetap dan otomatis, untuk
mengatur mekanisme alam semesta sehingga dapat menjadi pedoman bagi
manusia dalam beribadah kepada Allah selaku hamba-Nya dan dalam
mengelola alam semesta selaku khalifatullah, guna mewujudkan maslahat
bagi kehidupan manusia dan menghindari mafsadat.

2.4 Integrasi Islam dan Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan dan agama merupakan ilmu yang saling berkaitan,


utuh. Ilmu Al-Qur'an dan Hadits ini saling melengkapi dalam perkembangan
ilmu pengetahuan dari zaman dahulu sampai saat ini. Al-Qur;an dan Hadits
pula merupakan sumber ilmu yang didalam nya terkandung nilai nilai
kebaikan yang tentu tidak ada keraguan. Akan tetapi ada sebagian ilmuan
memandang bahwa sains dan agama berdiri pada posisinya masing --
masing. Karena ilmu pengetahuan bersifat logika, pasti, dan didukung oleh
data data yang bersifat empiris. Berkebalikan dengan agama yang
mengandalkan abstrak, hal yang belum pasti terjadi, dan cenderung
menggunakan kepercayaan sebagai variablenya. Dikarenakan adanya
perbedaan antara integrasi islam dan sains, hampir dipastikan dalam
mengidentifikasi kriteria ilmiah lebih banyak didukung oleh data data dari
ilmu pengetahuan tersebut dibanding dengan pendekatan agama. Ilmu
Pengetahuan atau sains dan ilmu islam seharusnya memiliki pola yang
seimbang dalam mengaplikasikannya, karena kedua ilmu tersebut memiliki
kebermanfaatan dan saling membutuhkan di kehidupan saat ini dan yang
akan datang. Jika kita berbicara sains, yang terpatri pada pikiran kita hanya
pengetahuan saja, padahal jika kita kaitkan dengan agama ada beberapa hal
yang saling terhubung satu sama lain. Jika kita membicarakan agama,

44
beberapa ilmu atau kejadian kejadian belum tentu terbukti kebenarannya.
Maka dari itu ilmu pengetahuan dan agama seharusnya akan jalan beriringan
dan bersama.

1. Pentingnya Integrasi Islam dan Ilmu Pengetahuan

Perbedaan antara ilmu pengetahuan dan agama bukan lah


merupakan hal yang baru seperti saat saat ini. Akan tetapi, perbedaan
tersebut sudah terjadi sejak zaman ibnu Khaldun dan Al-Ghazali yang
terbukti dalam tulisan tulisan atau karya klasik mereka di sekitar tahun 1111
-- 1406, kedua tokoh tersebut membenarkan terjadi adanya perbedaan, akan
tetapi merekan mengakui validitas dan status ilmiah dari masing masing
kelimuan tersebut. Berbeda dengan pandangan yang ada pada dunia islam,
sains modern barat sering menganggap rendah status keilmuan ilmu-ilmu
keagamaan, hal ini ditunjukkan ketika ilmu agama berbicara tentang hal-hal
ghaib, ilmu agama tidak dapat dikatakan ilmiah karena menurut pandangan
sains modern barat sebuah ilmu dikatakan ilmiah apabila objeknya bersifat
empiris. Padaal ilmu agama tentu saja tidak dapat menghindar dari
membahas hal-hal ghaib seperti tuhan, malaikat, surga neraka dll. Sebagai
pokok pembahasan di dalamnya. Terdapat beberapa problem yang
ditimbulkan dari dikotomi tersebut adalah: Pembatasan Objek-objek Ilmu.
Sains modern membatasi lingkup hanya pada hal-hal yang bersifat indrawi
ditambah dengan proses logika untuk memilih, memutuskan dan
memberikan penalaran sesuai dengan logika, data data serta bias dibuktikan
secara ilmiah. Berbeda dengan ilmuan muslim terutama ilmuan klasik tidak
hanya dengan tanda-tanda indrawi tetapi juga dengan substansi spiritual.
Dengan demikian ilmu pengetahuan dapat diketahui bukan hanya dalam
alam fisik saja tetapi juga metafisik, seperti Tuhan, malaikat, alam kubur,
dan alam akhirat tanpa mengesampingkan bidang bidang yang menjadi
concern dari ilmuwan barat yaitu ilmu ilmu alam.

45
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Pendidikan dan IPTEK mempunyai kaitan yang sangat erat. Seperti
diketahui, IPTEK menjadi bagian utama dalam isi pengajaran dengan kata
lain pendidikan berperan sangat penting dalam pengembangan IPTEK.
Keterkaitan tersebut menyebabkan tersedianya informasi empiris yang cepat
dan tepat yang akan bermuara pada kemajuan teknologi pendidikan. Dari
sisi lain, pendidikan formal telah berkembang sedemikian rupa
sehingga menjadi suatu lingkup kegiatan yang luas dan beragam.
Konsekuensi perkembangan pendidikan itu haruslah dilakukan dengan
pemanfaatan IPTEK itu. Selanjutnya, karena kebutuhan pendidikan
yang sangat mendesak maka banyak teknologi diadopsi ke dalam
penyelanggaraan pendidikan, dan dimanfaatkan oleh pendidikan itu sendiri.

Dalam Mempelajari Ilmu Pengetahuan dan Agama, tak lepas dari Al-
Qurn. Al-Qurn memiliki peran penting dalam perkembangan dari masa ke
masa, disamping sebagai pembeda antara hak dan batil, juga menuntun kita
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan atau teknologi. Dengan adanya
integrasi antara sains dan agama diharapkan pembelajaran, Analisa, dan
menciptakan sebuah ilmu ilmu baru maupun teknologi tak luput dari apa apa
yang sudah di tetapkan dalam Al-Qurn. Keberadaan ilmu pengetahuan dan
agama saling bergantung satu sama lain. Agama tanpa ilmu tak akan dapat
kita pahami, ilmu tanpa agama tak akan mencapai kebenaran yang hakiki.
Agama Menjadi Pondasi untuk para ilmuwan terdahulu dalam mencari,
mempelajari ilmu ilmu baru yang dapat kita pakai Bersama hingga saat ini.
Ilmuwan terdahulu juga mengajari kita bahwa, disamping keterbatasan yang
dimiliki, Mereka mampu berkarya, kritis terhadap suatu hal yang
menghasilkan ilmu ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Perkembangan ilmu pada masa ini menghasilkan berbagai disiplin ilmu,


ilmuwan dan ulama antara lain :
46
1). Ilmu hadits ( Imam Bukhari wa Muslim) ,

2). Ilmu Fiqih ( Imam Abu Hanifah, Imam Malik Bin Anas, Imam Syafii
dan Imam Hambali.

3). Ilmu Tafsir ( Abu Jarir at-Tabari dll),

4). Filsafat ( Al-Kindi, Ibnu Rusy,

5). Matematika (Al-Khawarizmi, Umar Khayam),

6). Kedokteran (Ibnu Sina ),

7). Astronomi (Abu Mansur al-Falaqi, Jabir al-Batani, dll).

Sebab-sebab kemajuan umat islam dibidang IPTEKS antara lain, karena


fanatisme umat islam terhadap agamanya, apa yang diyakininya adalah
benar dan akan membawa kemaslahatan. Pemerintah yang berpihak kepada
ilmu pengetahuan juga sangat mendorong kemajuan ilmu, seperti
penghargaan yang diberikan kepada para ilmuwan atas keberhasilannya
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Mereka dipersatukan dalam satu
bahasa yaitu bahasa arab sehingga mempermudah pengembangan ilmu.
Pendidikan dan penelitian juga merupakan unsur yang sangat penting dalam
kemajuan ilmu pengetahuan.Maraknya perdagangan internasional juga
membawa kemajuan dan percepatan penyebaran ilmu pengetahuan.

Sebab-sebab kemunduran umat islam dalam bidang IPTEKS adalah karena

1) faktor internal yaitu umat islam banyak yang meninggalkan ajaran islam
dan banyak yang malas, sementara bangsa barat, mereka tetap teguh dengan
ajaran agamanya dan pekerja keras.

2). Faktor eksternal antara lain : a). Bangsa barat mulai sadar tentang
pentingnya ilmu, b). fanatisme agama, c). mereka berjiwa petualang, d).
ketergantungan islam terhadap barat dalam bidang ekonomi dan e). karena
adanya kolonialisme barat terhadap Negara-negara islam.
47
Belajar dari sejarah, kebangkitan Islam harus dimulai dengan menumbuhkan
kembali semangat iman dan taqwa kepada Alloh SWT, mengikuti tuntunan
Rasululloh SAW dengan bekerja keras. Adanya kontak Islam dengan Barat,
untuk belajar secara terus menerus kepada Barat, adanya pembaharuan
pendidikan Islam baik dalam bidang agama, sosial, dan pendidikan dilatar
belakangi oleh pemikiran Islam yang timbul di belahan dunia Islam lainnya.
Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada pola pemikiran
modern di Eropa, berorientasi dan bertujuan untuk pemurnian kembali
ajaran Islam.

3.2 SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan, dapat dikemukakan
beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat. Adapun saran yang
diberikan, adalah:
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa terus menambah pengetahuan tentang IPTEKS, dan diharapkan
kepada kita semua baik yang tua maupun yang muda agar dapat
mewujudkan Imtaq dan Iptek secara seimbang di negeri yang tercinta ini
yaitu Indonesia. Yakni melalui peningkatan kualiatas sumber daya manusia,
potensi, perbaikan sistem ekonomi, serta menerapkan budaya zakat, infak,
dan sedekah. Insya Allah dengan menjalankan syariat Islam dengan baik
dan teratur kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa ini secara perlahan.

48
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pedoman Pendidikan AIK Majelis Pendidikan Tinggi PP Muhammadiyah.


2013. Buku Pedoman Pendidikan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan
Perguruan Tinggi Muhammadiyah., Yogyakarta : Majelis Dikti PP
Muhammadiyah.

PP Muhammadiyah. 2010. Tanfidz Keputusan Muktamar Satu Abad


Muhammadiyah. Yogyakarta : PP Muhammadiyah.

Muadz, et.al. 2016. Islam dan Ilmu Pengetahuan. Sidoarjo: Umsida Press.

Furchan, Arief. H. 2002. Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia: Anatomi


Keberadaan Madrasah dan PTAI. Yogyakarta: Gama Media

Mulkhan, Abdul Munir. 1993. Paradigma Intelektual Muslim.: Pengantar Filsafat


Pendidikan Islam dan Dakwah. Yogyakarta: SIPRESS.

Sutardi, Tedi. 2007. Antropologi Mengungkap Keragaman Budaya. Bandung: PT.


Setia

Al-Qardhawi, Yusuf. 1989. Metode dan Etika Pengembangan Ilmu Perspektif


Sunnah. Bandung: Rosda.

Habermas, Jurgen. 1990. Ilmu Dan Teknologi Sebagai Ideologi. Jakarta: LP3ES.
Keraf, A. Sonny & Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan Sebuah
Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Kanisius.

Suriasumantri, Jujun S. 2001. Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan.

Kaelany HD. 1992. Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan. Jakarta: Bumi


Aksara.

Sutrisno. 2015. Critical Issues and reform in Muslim Higher Education. Kuala
Lumpur: IIUM.

Kuntowijoyo. 2008. Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi. Bandung: Mizan.


M Dwi Fajri, 2017. Mazhab Integrasi Interkoneksi, Makalah Workshop Integrasi
Keilmuan di Universitas Muhamamdiyah Sukabumi.

49
Muhammad Thariq Aziz dan Leonita Siwiyanti. Konsep dan Teknik Internalisasi
Islam dalam Ilmu Pengetahuan.

50
51

Anda mungkin juga menyukai