Anda di halaman 1dari 15

PENGANTAR

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2022-2023


AYYUHA AL-WALAD
Tugas seorang pencari ilmu adalah menuntut ilmu,
bukan menunggu ilmu karena ilmu tidak datang tapi didatangi.

Namun...
Siapa yang tahu ilmu mana yang akan bermanfaat kelak ?
Apakah salah jika kita mempelajari ilmu yang kelak tidak kita pergunakan ?
Apakah hidup kita akan sia-sia dalam mencari ilmu yang tak sesuai dengan profesi
kita kelak ?
DO’A RASULULLAH SAW :

ُ ‫اَﻟَﻠ ّّﻬ ُُﻢَّ إﻧِّّﻲ أ‬


ْ‫أﻋﻋ ُﻮُﻮذُ ﺑ ِِﻚَ ﻣِﻦْ ِ ﻋِ ِﻠ ْْﻢٍ ﻻ َ ََﻳ َﻨ ْْﻔ ْ ََﻊ‬

Allahumma Inni a’uudzubika min’ilmin laayanfa’


Ya Allah...
Aku berlindung kepada-Mu dari Ilmu yang tidak bermanfaat
KENAPA HARUS
BERLINDUNG ?
MERUSAK AKIDAH DAN KEIMANAN
MERUSAK TUNTUNAN DAN AJARAN THEOLOGI
MERUSAK MARTABAT MANUSIA DIKALANGAN MAKHLUK
MERUSAK HAKIKAT MANUSIA
MERUSAK NORMA DAN TATANAN KEIHIDUPAN
MERUSAK OTAK, HINGGA MAMPU MELAHIRKAN KEBIADABAN
MERUSAK MORAL DAN ETIKA
MERUSAK EKSISTENSI ALLAH SWT SEBAGAI DZAT YANG MAHA AGUNG
DAN MULIA
MATA KULIAH WAJIB UMUM
Dipersiapkan pemerintah untuk menjadi salah satu sumber nilai dan bahan dalam
penyelenggaraan program studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan
kepribadiannya sebagai bangsa Indonesia seutuhnya.

(KEMENRISTEK DIKTI 2016)


SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAAN

Amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menyatakan bahwa,
pembelajaran di perguruan tinggi wajib menyelenggarakan mata kuliah Agama, Pancasila, Pendidikan
Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia yang merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan
sehingga mengekpresikan karakter Bangsa Indonesia.
Mahasiswa saat ini dihadapkan dengan tantangan abad 21 yang semakin kompleks. Permasalahan tidak
dapat dihadapi hanya berdasarkan kepada sains dan teknologi, akan tetapi harus diperkuat dengan
kemampuan "general education" berupa sikap adaptif, fleksibel, kreatif, inovatif yang terintegrasi dengan
kompetensi profesional, dan peka terhadap perubahan Iptek berskala nasional, regional dan global.
SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL PEMBELAJARAN DAN
KEMAHASISWAAN

Terkait dengan hal tersebut di atas, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan


Kemahasiswaan menghimbau kepada semua Perguruan Tinggi menggunakan Beban
Wajib (menuntun Ilmu Agama) ini sebagai wahana pendidikan karakter Bangsa
Indonesia untuk memperkuat "soft skills" sekaligus mengintegrasikannya pada "hard
skills" berupa kompetensi llmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat
mengantarkan mahasiswa menjadi lulusan yang beradab, berilmu serta berjiwa
enterpreuneurial yang cinta tanah air dan Bangsa Indonesia.
PENDAHULUAN

Secara konstitusional, PAI merupakan bagian integral dalam upaya pencapaian tujuan
pendidikan nasional yang bersifat sistemik dan berkelanjutan agar peserta didik menjadi
orang-orang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, sebagaimana amanat yang
tertuang dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab II Pasal 3 yang menyatakan bahwa,

"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak


serta peradaban bangsa yg bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab“.
TUJUAN

Undang-Undang di atas secara tegas menyebutkan bahwa tujuan


pendidikan nasional diarahkan pada pembentukan empat aspek yaitu:

1. Aspek religius
2. Aspek moral
3. Aspek intelektual, dan
4. Aspek kebangsaan.

Ke semua aspek itu diwujudkan dalam rangka membentuk manusia yang utuh dan
paripurna (insan kamil). Pendidikan Agama mengambil peran utama dalam membina
aspek religius dan aspek moralitas.
RENUNGKAN !
GEJALA ARABISASI
"Gejala arabisasi" tampak dalam beberapa bentuk. Pertama, munculnya organisasi sosial
dan politik umat Islam Indonesia yang mengadopsi platform (rencana kerja/ program)
perjuangan organisasi induknya di Timur Tengah. Kedua, kemiripan pola-pola pengkaderan,
idiom (ungkapan), dan simbol-simbol yang digunakan antara ormas Islam tertentu dengan
organisasi sejenis di Timur Tengah. Ketiga, belakangan ini muncul model dan gaya
berpakaian di kalangan sebagian umat Islam Indonesia yang meniru tradisi orang Arab.
RENUNGKAN !
GEJALA ARABISASI
"Gejala arabisasi" ini bukan tidak mungkin akan mengikis identitas umat Islam Indonesia
yang telah dibangun sejak lama. Mengingat perbedaan geografis, sosiologis, politik, dan
kultural serta perbedaan problem dan tantangan yang dihadapi antara umat Islam
Indonesia dan Timur Tengah, maka sudah sepantasnya dilakukan usaha-usaha
membumikan Islam agar sesuai dengan karakter keindonesiaan bukan lagi model Islam
Timur Tengah yang dipaksakan di Indonesia. Dengan demikian, islamisasi yang perlu
dilakukan adalah pribumisasi dan bukan arabisasi
PARADIGMA SUFISTIK
Secara filosofis, pribumisasi Islam didasari oleh paradigma sufistik tentang substansi
keberagamaan. Dalam paradigma sufistik, agama memiliki dua wajah yaitu aspek
esoteris (aspek dalam) dan aspek eksoterik (aspek luar). Dalam tataran esoteris, semua
agama adalah sama karena ia berasal dari Tuhan Yang Tunggal. Dalam pandangan
sufistik, bahkan dikatakan semua yang maujud di alam ini pada hakikatnya berasal dari
Wujud Yang Satu (Tuhan Yang Maha Esa).
PLURALISME TEOLOGI
Secara teologis, tauhid bukan sekedar pengakuan atau persaksian bahwa tiada llah
selain Allah, tapi pemaknaan terhadap tauhid melampaui dari sekedar pengakuan atas
eksistensinya yang tunggal. Jika kita tarik pemaknaan tauhid dalam ranah realitas
ciptaan (makhluk), maka tauhid berarti pengakuan akan pluralitas atas selain Dia
(makhluk-Nya). Hanya Dia yang tunggal, dan selain Dia adalah plural.
PLURALISME TEOLOGI
AI-Quran juga mengemukakan, bahwa Allah menakdirkan pluralitas sebagai karakteristik
makhluk ciptaan-Nya. Tuhan tidak menakdirkan pluralitas dalam ciptaan untuk
mendorong ketidakharmonisan dan perang. Pluralitas sekaligus menjadi bukti relativitas
makhluk. Karena sifat relativitasnya tersebut, makhluk Allah tidak mungkin
menyamai kemutlakan Sang Pencipta
MENUJU ISLAM
TRANSFORMATIF
Umat Islam seharusnya terus bergerak dinamis. Islam yang membawa visi kekhalifahan
dan misi Rahmatan lil’aalamiin harus dicarikan ruang agar memungkinkan turut berperan
aktif dalam memberikan solusi bagi problem-problem kehidupan. Teks-teks suci tidak
berhenti dibaca secara tekstual, tetapi teks-teks itu juga dipahami dan diterapkan
secara kontekstual sehingga Islam memiliki signifikansi sosial yang bernilai tinggi bagi
kehidupan.

Dengan demikian, makna-makna dan nilai-nilai hakiki dan universal yang terkandung
dalam ajaran Islam harus ditransformasikan dalam kehidupan empiris.

Anda mungkin juga menyukai