Pert.2 - Pengantar PAIS.2
Pert.2 - Pengantar PAIS.2
Namun...
Siapa yang tahu ilmu mana yang akan bermanfaat kelak ?
Apakah salah jika kita mempelajari ilmu yang kelak tidak kita pergunakan ?
Apakah hidup kita akan sia-sia dalam mencari ilmu yang tak sesuai dengan profesi
kita kelak ?
DO’A RASULULLAH SAW :
Amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menyatakan bahwa,
pembelajaran di perguruan tinggi wajib menyelenggarakan mata kuliah Agama, Pancasila, Pendidikan
Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia yang merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan
sehingga mengekpresikan karakter Bangsa Indonesia.
Mahasiswa saat ini dihadapkan dengan tantangan abad 21 yang semakin kompleks. Permasalahan tidak
dapat dihadapi hanya berdasarkan kepada sains dan teknologi, akan tetapi harus diperkuat dengan
kemampuan "general education" berupa sikap adaptif, fleksibel, kreatif, inovatif yang terintegrasi dengan
kompetensi profesional, dan peka terhadap perubahan Iptek berskala nasional, regional dan global.
SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL PEMBELAJARAN DAN
KEMAHASISWAAN
Secara konstitusional, PAI merupakan bagian integral dalam upaya pencapaian tujuan
pendidikan nasional yang bersifat sistemik dan berkelanjutan agar peserta didik menjadi
orang-orang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, sebagaimana amanat yang
tertuang dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab II Pasal 3 yang menyatakan bahwa,
1. Aspek religius
2. Aspek moral
3. Aspek intelektual, dan
4. Aspek kebangsaan.
Ke semua aspek itu diwujudkan dalam rangka membentuk manusia yang utuh dan
paripurna (insan kamil). Pendidikan Agama mengambil peran utama dalam membina
aspek religius dan aspek moralitas.
RENUNGKAN !
GEJALA ARABISASI
"Gejala arabisasi" tampak dalam beberapa bentuk. Pertama, munculnya organisasi sosial
dan politik umat Islam Indonesia yang mengadopsi platform (rencana kerja/ program)
perjuangan organisasi induknya di Timur Tengah. Kedua, kemiripan pola-pola pengkaderan,
idiom (ungkapan), dan simbol-simbol yang digunakan antara ormas Islam tertentu dengan
organisasi sejenis di Timur Tengah. Ketiga, belakangan ini muncul model dan gaya
berpakaian di kalangan sebagian umat Islam Indonesia yang meniru tradisi orang Arab.
RENUNGKAN !
GEJALA ARABISASI
"Gejala arabisasi" ini bukan tidak mungkin akan mengikis identitas umat Islam Indonesia
yang telah dibangun sejak lama. Mengingat perbedaan geografis, sosiologis, politik, dan
kultural serta perbedaan problem dan tantangan yang dihadapi antara umat Islam
Indonesia dan Timur Tengah, maka sudah sepantasnya dilakukan usaha-usaha
membumikan Islam agar sesuai dengan karakter keindonesiaan bukan lagi model Islam
Timur Tengah yang dipaksakan di Indonesia. Dengan demikian, islamisasi yang perlu
dilakukan adalah pribumisasi dan bukan arabisasi
PARADIGMA SUFISTIK
Secara filosofis, pribumisasi Islam didasari oleh paradigma sufistik tentang substansi
keberagamaan. Dalam paradigma sufistik, agama memiliki dua wajah yaitu aspek
esoteris (aspek dalam) dan aspek eksoterik (aspek luar). Dalam tataran esoteris, semua
agama adalah sama karena ia berasal dari Tuhan Yang Tunggal. Dalam pandangan
sufistik, bahkan dikatakan semua yang maujud di alam ini pada hakikatnya berasal dari
Wujud Yang Satu (Tuhan Yang Maha Esa).
PLURALISME TEOLOGI
Secara teologis, tauhid bukan sekedar pengakuan atau persaksian bahwa tiada llah
selain Allah, tapi pemaknaan terhadap tauhid melampaui dari sekedar pengakuan atas
eksistensinya yang tunggal. Jika kita tarik pemaknaan tauhid dalam ranah realitas
ciptaan (makhluk), maka tauhid berarti pengakuan akan pluralitas atas selain Dia
(makhluk-Nya). Hanya Dia yang tunggal, dan selain Dia adalah plural.
PLURALISME TEOLOGI
AI-Quran juga mengemukakan, bahwa Allah menakdirkan pluralitas sebagai karakteristik
makhluk ciptaan-Nya. Tuhan tidak menakdirkan pluralitas dalam ciptaan untuk
mendorong ketidakharmonisan dan perang. Pluralitas sekaligus menjadi bukti relativitas
makhluk. Karena sifat relativitasnya tersebut, makhluk Allah tidak mungkin
menyamai kemutlakan Sang Pencipta
MENUJU ISLAM
TRANSFORMATIF
Umat Islam seharusnya terus bergerak dinamis. Islam yang membawa visi kekhalifahan
dan misi Rahmatan lil’aalamiin harus dicarikan ruang agar memungkinkan turut berperan
aktif dalam memberikan solusi bagi problem-problem kehidupan. Teks-teks suci tidak
berhenti dibaca secara tekstual, tetapi teks-teks itu juga dipahami dan diterapkan
secara kontekstual sehingga Islam memiliki signifikansi sosial yang bernilai tinggi bagi
kehidupan.
Dengan demikian, makna-makna dan nilai-nilai hakiki dan universal yang terkandung
dalam ajaran Islam harus ditransformasikan dalam kehidupan empiris.