Anda di halaman 1dari 17

DIKOTOMI DAN DUALISME PENDIDIKAN

DI INDONESIA

Anggota :
1. Ivan Satritama I0518051
2. Nisriina Abidah I0518069
3. Ramadhan Setya I0518074
4. Widya Nur R. I0518087

KELAS IC
S1 TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk
pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama
dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan
persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Indonesia merupakan negara yang mutu pendidikannya masih rendah
jika dibandingkan dengan negara-negara lain bahkan sesama anggota negara
ASEAN pun kualitas SDM bangsa Indonesia masuk dalam peringkat yang
paling rendah. Hal ini terjadi karena pendidikan di Indonesia belum dapat
berfungsi secara maksimal.
Hal ini disebabkan karena perhatian pemerintah kita masih terasa
sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan
yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional,
biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU pendidikan kacau. Selain itu,
di Indonesia juga terdapat dikotomi atau dualism dalam bidang pendidikan
yang menyebabkan adanaya kesenjangan dalam pentransferan ilmu dari
pendidik ke siswa.
Maka dari itu, kami akan membahas mengenai makalah tema
pendidikan di Indonesia dengan judul “Dikotomi Dan Dualisme Pendidikan
Di Indonesia”.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa hakikat pendidikan Islam?
2. Apa tujuan pendidikan Islam?
3. Apa pentingya menuntut ilmu menurut pandangan Islam?
4. Apa pengertian dikotomi atau dualisme dalam pendidikan islam?
5. Bagaimana konsep pendidikan islam dan pendidikan umum?
6. Bagaimana cara mengatasi dikotomi atau dualisme pendidikan islam
di Indonesia?
7. Apakah sekolah negeri bisa menerapkan porsi yang sama dengan
sekolah Islam dalam hal pendidikan agama Islam?
BAB II
PEMBAHASAN

A. HAKIKAT PENDIDIKANISLAM
Istilah pendidikan dalam konteks Islam lebih banyak dikenal dengan
penggunaan term at-tarbiyah, at-ta’lim, at-ta’dib, dan ar-riyadlah.
At-tarbiyah dimaknai dengan penanaman etika yang mulia pada jiwa
anak yang sedang tumbuh dengan member petunjuk dan nasihat. At-ta’lim
berarti pembersihan diri manusia dari segala kotoran dan menjadikannya
berada dalam kondisi untuk menerima al-hikmah. At-ta’dib adalah pengenalan
dan pengakuan yang ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang
tepat daei segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sehingga membimbing kea
rah pengenalan dan pengakuan keagungan Tuhan. Ar-riyadhah atau
“riyadlotus shibyan” berarti pelatihan terhadap pribadi individu pada fase
anak-anak.
Dari pengertian-pengertian di atas, Dr. Muhammad SA Ibrahimy
(dalam Arifin, 2009: 3-4) menyatakan pendidikan Islam dalam pandangan
yang sebenarnya adalah suatu system pendidikan yang memungkinkan
seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam
sehingga degan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran
Islam.

B. TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM


Ali (2007: 2,130) menyatakan bahwa pendidikan Islam memiliki
beberapa tujuan berikut :
a. Mengembangkan wawasan spiritual yang semakin mendalam serta
mengembangkan pemahaman rasional mengenai Islam dalam konteks
kehidupan sekarang dan yang akan datang yang sarat modernisasi.
b. Membekali anak muda dengan berbagai pengetahuan dan kebajikan, baik
pengetahuan praktis, empiris, kekuasaan, kesejahteraan, lingkungan social
local dan regional, dan pembangunan nasional.
c. Megembangkan kemampuan pada diri anak untuk menghargai dan
membenarkan superioritas komparatif kebudayaan dan peradaban Islami
di atas kebudayaan yang lain.
d. Memperbaiki dorongan emosi melalui pengalaman imajinatif sehingga
kemampuan kreatif dapat berkembang dan berfungsi mengetahui norma-
norma Islam yang benar dan saleh.
e. Membantu anak yang sedang tumbuh untuk belajar berpikir logis dan
membimbing proses pemkirannya dengan berpijak pada hipotesis dan
konsep-konsep tentang pengetahuan yang dituntut.
f. Mengembangkan wawasan relasional dan lingkungan sebagaimana yang
dicita-citakan dalam Islam dengan kebiasaan melatih yang baik.
g. Mengembangkan, menghaluskan, dan memperdalam kemampuan
berkomunikasi dalam bahasa tulis dan bahasa lisan.

C. PENTINGNYA MENUNTUT ILMU DALAM PANDANGAN ISLAM


Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam,
hal ini terlihat dari banyaknya ayat al-Qur’an yang memandang orang berilmu
dalam posisi yang tinggi dan mulya disamping hadis-hadis nabi yang banyak
memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu.Rasulullah SAW
pernahbersabda:
“Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap umat muslim yaitu muslim lelaki
dan muslim perempuan”(HR.Ibnu Majah)
“Siapa yang menghendaki kebahagiaan hidup dunia' harus dengan ilmu' dan
siapa yang menghendaki kebahagiaan akhirat harus dengan ilmu dan barang
siapa yang menghendaki kebahagiaan keduanya (dunia & akhirat) juga harus
dengan ilmu”(HR Tabrani)
“Carilah ilmu walau sampai ke negeri cina, karena sesungguhnya menuntut
ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Sesungguhnya Malaikat akan meletakan
sayapnya bagi penuntut ilmu karena rela atas apa yang dia tuntut.”(HR Ibnu
Abdil Bar)
Perlu di ketahui oleh umat muslim bahwa ilmu membuat seseorang
menjadi mulia baik itu di hadapan manusia maupun di hadapan Allah. Seperti
dalam salah satu surat nya yang berbunyi :

Artinya :
“Allah akan meninggikan orang - orang yang beriman di antaramu dan
orang - orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan, Allah
maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al Mujaadilah 58:11)
Allah SWT meninggikan orang orang yang berilmu, karena orang
berilmu akan sangat berbeda dengan orang yang tidak berilmu. Seperti yang
dijelaskan dalam QS. Azzumar ayat 9 yang berbunyi :
Artinya :
"Adakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakal lah yang dapat
menerima pelajaran"(QS.Azzumar 39:9)
Selain itu, hanya dengan ilmulah manusia bisa memahami perumpaan-
perumpamaan yang di berikan Allah SWT untuk manusia, seperti yang
tertuang dalam QS. Al Ankabut ayat 43yang berbunyi :

Artinya :
“Dan perumpamaan perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia dan
tiada memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu." (QS. Al Ankabut
29:43)

D. ARTI DIKOTOMI DAN DUALISME DALAM PENDIDIKAN


Secara harfiah dikotomi berasal dari bahasa Inggris yaitu “dichotomy”
yang artinya membedakan dan mempertentangkan dua hal yang berbeda. Kata
yang dalam bahasa Inggrisnya “dichotomy” tersebut, digunakan sebagai
serapan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “dikotomi” yang arti harfiahnya
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pembagian atas dua kelompok
yang saling bertentanganMujamil Qomar mengatakan bahwa dikotomi adalah
pembagian atas dua konsep yang saling bertentangan.Selanjutnya Pius A.
Partanto dan M. Dahlan Al-Barry mengartikan bahwa dikotomi sebagai
pembagian dalam dua bagian yang saling bertentangan. Maka ketika
menempatkan sesuatu pada dua kutub yang saling berlawanan dan antara dua
kutub yang berbeda tersebut sulit diintegrasikan, sikap tersebut telah
menunjukkan sikap dikotomi.
Dikotomi ilmu adalah sikap yang membagi atau membedakan ilmu
secara teliti dan jelas menjadi dua bentuk atau dua jenis yang dianggap saling
bertentangan serta sulit untuk diintegralkan. Dengan demikian, apapun bentuk
pembedaan secara diametral terhadap ilmu secara bertentangan adalah berarti
dikotomi ilmu. Sehingga secara umum timbul istilah “ilmu umum (non
agama) dan ilmu agama; ilmu dunia dan ilmu akhirat; ilmu hitam dan ilmu
putih; ilmu eksak dan ilmu non-eksak, dan lain-lain. Bahkan ada pembagian
yang sangat ekstrim dalam pembagian ilmu pengetahuan dengan istilah
seperti ilmu akhirat dan ilmu dunia; ilmu syar’iyyahdan ilmu ghairu
syar’iyyah.

Akar Tumbuhnya Dikotomi Ilmu Dalam Peradaban Islam


Istilah dikotomi ilmu merupakan sikap atau paham yang membedakan,
memisahkan, dan mempertentangkan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu
non-agama (ilmu umum). Istilah-istilah untuk diskursus ini beberapa
diantaranya adalah “ilmu akhirat” dan “ilmu dunia”. Ada juga yang
menyebutkan dengan ilmu syar’iyyah dan ilmu ghairu syar’iyyah, bahkan ada
juga sebutan lainnya seperti al-‘ulum al-diniyyahdan al-‘ulum al-‘aqliyyah.
Pada dasarnya ilmu itu dibagi atas dua bagian besar yakni ilmu-
ilmu tanziliyah yaitu ilmu-ilmu yang dikembangkan akal manusia terkait
dengan nilai-nilai yang diturunkan Allah baik dalam kitabnya maupun hadis-
hadis nabi Muhammad; dan ilmu-ilmu kauniyyah yaitu ilmu-ilmu yang
dikembangkan akal manusia karena interaksinya dengan alam. Semua
klasifikasi ilmu dengan varian istilah tersebut merupakan pemisahan dua arah
keilmuan. Artinya semua ekstensi ilmu dipertentangkan dan dipisahkan antara
satu dengan lainnya dalam bingkai realitas yang terfregmentasi menjadi sub
sistem yang masing-masing berdiri sendiri.
Jika istilah dikotomi ilmu itu hanya sekedar membedakan atau
mengklasifikasikan ilmu menjadi “ilmu agama” dan “ilmu non-agama”,
sebenarnya tidakmenjadi masalah selama tidak berlebihan, apalagi sampai
melakukan diskriminatif terhadap salah satu diantara keduanya.Tradisi
dikotomik ilmu dalam islam tidak bisa diingkari, tetapi perlu diakui validasi
dan status ilmiah masing-masing kelompok keilmuan seperti yang terjadi di
masa Nabi Muhammad dan generasi sesudahnya. Secara klasfikasi, memang
mereka membedakan keduanya, akan tetap secara prinsip mereka
memposisikan dalam status dan kedudukan yang sama, sehingga keduanya
mendapat porsi yang sama untuk dieksplorasi.
Dalam perspektif fakta sejarah, proses pengembangan budaya dan
ilmu pengetahuan dalam islam, terjadi akulturasi nilai antar disiplin khazanah
keilmuan islam. Pemikiran filsafat diadopsi sebagai dasar pola pikir dalam
ilmu kalam –padahal keduanya merupakan disiplin ilmu yang berbeda- , maka
terkesan adanya infiltrasi teori-teori yang fregmentatif-konfrontatif dengan
doktrin islam. Melihat fakta tersebut, tokoh-tokoh agam islam mengeluarkan
fatwa-fatwa yang “membabi buta” hingga mengharamkan filsafat, dan
mengkafirkan orang-orang yang mempelajaridan mengajarkannya. Salah
satunya adalah al-Ghazalidengan bukunya “Tahafut al-Falasifah” dengan
banyak mengecam filsafat.

E. KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DAN PENDIDIKAN UMUM


1. Pendidikan Islam
Pendidikan Islam secara bahasa adalah tarbiyah Islamiyah. Sedangkan
secara terminologi ada beberapa istilah tentang pendidikan Islam
diantaranya : Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana
dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati
hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan
ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al Quran dan Hadits,
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan
pengalaman. Dibarengi tuntunan untuk menghormati penganut agama lain
dalam hubunganya dengan kerukunan antar ummat beragama dalam
masyarakat hingga terwujud..
Pendidikan Islam diadakan tidak lain untuk penyempurnaan akal dan
jasmani. Seseorang akan mengalami perubahan, yang sebelumnya belum
pernah merasakannya. Allah memberikan kepada manusia sesuatu
kelebihan yang tidak diberikan kepada orang lain. Manusia mempunyai
suatu akal yang dapat digunakan untuk berfikir, bagaimana melestarikan
alam dan lingkungan, bagaimana membantu temannya yang sedang
mengalami kesusahan. Dengan akal kita dapat membuka cakrawala. Oleh
karenanya Allah selalu mengingatkan kita untuk selalu memikirkan
ciptaannya. Hal ini sesuai dengan arti ayat Allah berupa : “apakah kamu
tidak berfikir, apakah kamu tidak berakal”
Model kurikulum pendidikan Islam bercorak lama, berpusat pada
pondok pesantren. Secara historis, pesantren telah mendokumentasikan
berbagai peristiwa sejarah bangsa Indonesia, baik dalam aspek sosial
budaya, ekonomi, maupun politik. Di samping itu pesantren merupakan
pusat penyebaran ajaran Islam yang selalu mewarnai perkembangan
masyarakatnya dalam bersentuhan dengan dinamika kehidupan.

2. Pendidikan umum
Dalam SK Mendiknas No. 008-E/U/1975 disebutkan bahwa
pendidikan umum ialah pendidikan yang bersifat umum, yang wajib
diikuti oleh semua siswa dan mencakup program pendidikan moral
pancasila yang berfungsi bagi pembinaan warga Negara yang baik.
Dalam Undang-Undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3
dikatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhanyang maha esa, beraklaq mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.

F. CARA MENGATASI DIKOTOMI ATAU DUALISME PENDIDIKAN


Salah satu cara mengatasi dikotomi atau dualisme pendidikan adalah
dengan cara pendidikan integral. Secara bahasa Integral artinya : Menyeluruh,
lengkap, terpadu, sempurna . Adapun pengertian dari Pendidikan integral
adalah sistem pendidikanmemadukan intelektual, moral dan spiritual. Bisa
juga pendidikan integral adalah sebuah pendidikan yang mencakup diri
manusia antara jasmani dan rohani. .
Sekolah integral berarti sekolah yang pengelolaannya melibatkan
komponen pendidikan secara menyeluruh. Komponen pendidikan tersebut
meliputi institusi pendidikan, materi, pembelajaran berupa transfer ilmu dan
uswah (suri tauladan), pendekatan dan metodologi pengajaran, murid serta
lingkungan sekolah. Sekolah yang mempunyai program integral identik
dengan peran tauhid dalam pembelajaran. Dalam proses pendidikan yang
paling penting adalah bertauhid, tidak mempersekutukan allah dengan segala
sesuatu apapun. Tauhid sebagai cara pandang terhadap kehidupan, tauhid
sebagai acuan tujuan hidup. Apabila tauhidtidak tertanam dalam proses
pendidikan, maka apapun yang dilakukan, profesi apa yang dikerjakan, ilmu
apa yang dikuasai dan teknologi yang digunakan tidak akan mampu
memaknai hidup . Pendidikan integralistik harus berdasarkan tauhid, dan
bertujuan untuk menjadikan manusia yang mengabdikan diri kepada
allahdalam arti yang seluas-luasnya., dengan misi mencari kebahagiaan hidup
di dunia dan di akhirat.
Allah SWT berfirman :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) kampung akhirat, dan janganlah kanu melupakan
kebahagiaanmu dari kenikmatan duniawi...” (QS. Al Qoshosh: 77).
Ayat ini menunjukkan kepada prinsip integritas di mana diri dan
segala yang ada padanya dikembangkan pada satu arah, yakni kebajikan
dalam rangka pengabdian kepada Tuhan. Pendidikan integral dapat
dicontohkan, model pendidikan KH. Imam Zarkasyi. Yaitu santri itu harus
dibekali pengetahuan dasar tentang Islam (ulum al-syariyyah), tapi juga
diajari ilmu pengetahuan “umum” (ulum naqliyyah atau ulum kauniyyah).

G. SEKOLAH NEGERI BISA MENERAPKAN PENDIDIKAN ISLAM


DENGAN PORSI YANG SAMA SEPERTI PENDIDIKAN UMUM
Sebenarnya, pemerintah sudah memberi wadah bagi pelajar yang
ingin memperdalam agama dibandingkan dengan pendidikan umumnya
dengan adanya pondok pesantren. Akan tetapi, hal yang diinginkan adalah
Indonesia dengan kualitas pendidikan sebagus pendidikan di sekolah negri,
namun dengan pengetahuan agama yang tidak kalah dibanding dengan
pondok pesantren atau sekolah swasta islam.
Madrasah ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah, dan madrasah aliyah
negri sudah diset oleh pemerintah sebagai sekolah umum dengan
pendidikan agama yang cukup memadai, akan tetapi realitanya
menunjukkan bahwa tetap terjadi timpangan antara pendidikan umum
dengan pendidikan islamnya.
Pada dasarnya, sekolah dengan pendidikan umum dan pendidikan
islam yang setara itu bisa diadakan. Cara pemerintah dalam memajukan
pendidikan umum terutama pada sekolah negri sudah cukup bagus, selain
fasilitas yang diberikan memadai, guru-guru dengan kompetensi yang baik
juga sudah digilir sehingga pendidikan umum mulai sedikit tertata di
banyak daerah. Yang perlu disoroti adalah bagaimana cara menerapkan
pendidikan islamnya sebaik pendidikan umumnya?
Dari berbagai seminar dan simposium yang dilakukan, baik oleh
Departemen Agama, PTAI, maupun lembaga swadaya masyarakat lainnya,
dapat dihimpun berbagai faktor penyebab kurang efektifnya pendidikan
agama di sekolah sebagai berikut:
1 Faktor internal, yaitu faktor yang muncul dari dalam diri guru agama, yang
meliputi: kompetensi guru yang relatif masih lemah, penyalahgunaan
manajemen penggunaan guru agama, pendekatan metodologi guru yang
tidak mampu menarik minat peserta didik kepada pelajaran agama,
solidaritas guru agama dengan guru non-agama masih sangat rendah,
kurangnya waktu persiapan guru agama untuk mengajar, dan hubungan
guru agama dengan peserta didik hanya bersifat formal saja.
2 Faktor Eksternal, yang meliputi: sikap masyarakat/orangtua yang kurang
concern terhadap pendidikan agama yang berkelanjutan, situasi lingkungan
sekitar sekolah banyak memberikan pengaruh yang buruk, pengaruh
negatif dari perkembangan teknologi, seperti internet, play station dan lain -
lain.
3 Faktor Institusional yang meliputi sedikitnya alokasi jam pelajaran
pendidikan agama Islam, kurikulum yang terlalu overloaded, kebijakan
kurikulum yang terkesan bongkar pasang, alokasi dana pendidikan yang
sangat terbatas, alokasi dana untuk kesejahteraan guru yang belum
memadahi dan lain sebagainya.
Fenomena di atas nampaknya sudah mulai disadari oleh para
pelaksana pendidikan di Sekolah Umum. Keterbatasan alokasi waktu untuk
Mata Pelajaran PAI harus diperkaya dengan berbagai strategi baik dalam
kebijakan maupun dalam proses pembelajarannya. Keberadaan PAI tidak
hanya dipandang sebagai salah satu Mata Pelajaran yang berdiri sendiri,
tetapi lebih dari itu keberadaanya terkait dengan mata kuliah lainnya.
Dengan demikian, porsi untuk Mata Pelajaran PAI bisa lebih memadahi
dengan kebijakan tersebut.
Dalam kurikulum yang sedang diberlakukan sekarang, dijelaskan
bahwa jam pelajaran untuk PAI ditingkatkan menjadi 3 jam pelajaran. Hal
ini tentu merupakan angin segar bagi guru PAI yang selalu mengeluh
“kekurangan jam.”
Untuk menutup kekurangan-kekurangan yang ada, beberapa
sekolah telah mencanangkan kegiatan ekstrakurikuler untuk menunjamng
kegiatan Pendidikan Islam di sekolah. Adapun jenis-jenis kegiatan
ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di sekolah adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan ekstrakurikuler yang memiliki kaitan dengan bidang studi


Pendidikan Agama Islam. Dalam hal ini, kegiatan ekstrakurikuler tersebut
diarahkan kepada kegiatan pengayaan dan penguatan terhadap materi-
materi pembahasan dalam bidang studi Pendidikan Agama Islam, seperti
program kegiatan ekstrakurikuler membaca al-Qur’an (kursus membaca
al-Qur’an). Kegiatan ini sangat penting “mengingat kemampuan membaca
al-Qur’an merupakan langkah awal pendalaman dan pengakraban Islam
lebih lanjut
b. Kegiatan ekstrakurikuler yang tidak memiliki kaitan dengan bidang studi
Pendidikan Agama Islam. Kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler tersebut dapat
berupa:
 Kesenian, Kesenian sebagai kegiatan ekstrakurikuler Pendidiakn Agama
Islam bisa berupa seni baca al-Qur’an, qasidah, kaligrafi, dan sebagainya.
Di samping memberikan keterampilan kepada siswa, seni seperti
dinyatakan oleh Wardi Bachtiar, bisa membangun sesuatu perasaan
keagamaan atau mengganti perasaan yang telah melekat dengan perasaan
yang baru.
 Pesantren Kilat, Pesantren kilat adalah “kajian dasar Islam dalam jangka
waktu tertentu antara 2-5 hari tergatung situasi dankondisi. Kegiatan ini
dapat diadakan di dalam atau di luar kota asalkan situasinya tenang, cukup
luas, dapat menginap dan fasilitas memadai”.
 Tafakur Alam. Biasanya berlangsung 1-3 hari dan diadakan di luar kota:
pegunungan, perbukitan, taman/kebun raya, pantai dan lain sebagainya.
 Shalat Jum’at berjamaah.Bagi sekolah yang memiliki fasilitas untuk
menyelenggarakan shalat Jum’at berjamaah, bisa menjadikan aktivitas
ibadah ini sebagai bagian dari program kegiatan esktrakurikuler.
 Majalah dinding.Sebagai kegiatan ekstrakurikuler, majalah dinding
memiliki dua fungsi, yaitu sebagai wahana informasi keislaman dan pusat
informasi kegiatan Islam baik internal sekolah maupun eksternal.
BAB III
KESIMPULAN

1. Pada hakikatnya, pendidikan Islam dalam pandangan yang sebenarnya adalah


suatu system pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan
kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam sehingga degan mudah ia dapat
membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam.
2. Tujuan pendidikan dalam islam adalah membekali anak muda dengan berbagai
pengetahuan dan kebajikan, baik pengetahuan praktis, empiris, kekuasaan,
kesejahteraan, lingkungan social local dan regional, dan pembangunan nasional.
3. Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim perempuan maupun laki laki seperti
pada hadist dari ibnu majah
4. Dikotomi atau dualisme dalam pendidikan islam adalah adanya dua konsep yang
saling bertentangan, terkhusus dalam hal pendidikan, seperti pendidikan islam
dan pendidikan umum.
5. Pendidikan islam adalah pendidikan yang mengutamakan tauhid dengan tujuan
membuat pelajarnya lebih bertaqwa kepada Allah SWT sedangkan pendidikan
umum adalah pendidikan yang bersifat umum dan wajib diikuti oleh semua
pelajar dengan tujuan mencerdaskan hidup bangsa.
6. Cara mengatasi dikotomi atau dualisme yang ada di indonesia adalah dengan cara
menerapkan pendidkan integral yaitu pendidikan yang menerapkan sistem
pendidikan yang memadukan intelektual, moral dan spiritual.
7. Sekolah negri bisa menerapkan porsi yang sama antara pendidikan umum dan
pendidikan islamnya dengan cara mengadakan ekstrakurikuler yang berhubungan
dengan islam seperi tahfidz, seni religi, atau majalah dinding.
DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin, Dkk.2011.Dikotomi Pendidikan Islam: Historisitas dan Implikasi Pada


Masyarakat Islam.Bandung: Remaja Rosdakarya.
Uhbiyati, Nur.2005.Ilmu Pendidikan Islam.Bandung: Pustaka Setia.
Umar, Bukhari.2010.Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta: Amzah.
Yusran.2012.”Strategi Pengembangan Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah
Umum”. Jurnal Pendidikan.
Rusydi.2009.”Dikotomi Ilmu
Pengetahuan”.http://pontrennurulhuda.blogspot.com.diakses pada tangga 8
November 2018.
M. Rusvdi.1989.Wacana dikotomi ilmu daiam Pendidikan Islam dan Pensaruhnya
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, "dikotomi", Kamus Besar Bahasa
Indonesia.Jakarta:Balai Pustaka.
Zuhairini.1995Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta:Bumi Aksara.

Asy’ari, Ahmad., Makruf, Rusnil Bil. “ Dikotomi Prndidikan Islam” .Vol.8 No.2 Desember
2014. El Hikmah

Anda mungkin juga menyukai