Anda di halaman 1dari 45

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada masa sekarang, masa dimana globalisasai tidak bisa dihindari, akan
tetapi adanya perkembangan zaman itulah yang harus diterima dengan cara
memfilter apa yang seharusnya dipilih untuk maslahah bersama.
Belakangan ini banyak ditemukan pendidikan yang bobrok, realita ini
banyak ditemukan di wilayah kota-kota besar. Memang dalam keilmuan non
agama bisa dikatakan unggul, akan tetapi nilai spiritual yang ada sangatlah tidak
cocok bila dikatakan sebagai seorang muslim.
Pendidikan Islam adalah salah satu cara untuk merubah pola hidup
mereka. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah pendidikan Islam itu seperti apa.
Berdasarkan paparan diatas akan dibahas lebih jauh mengenai Islam dalam
Pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana problematika pendidikan di tubuh umat Islam?
2. Bagaimana model pendidikan Rasulullah dan para sahabat?
3. Bagaimana konsep pendidikan dalam Al-Qur’an?
4. Bagaimana sejarah intelektual muslim?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui problematika pendidikan di tubuh umat Islam
2. Untuk mengetahui model pendidikan Rasulullah dan para sahabat
3. Untuk mengetahui konsep pendidikan dalam Al-Qur’an
4. Untuk mengetahui sejarah intelektual muslim

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Problematika Pendidikan Di Tubuh Umat Islam


a. Pengertian Problematika Menurut Para Ahli
Istilah problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu
"problematic" yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam
bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan;
yang menimbulkan permasalahan.
Sedangkan yang lainmenyatakan bahwa "problema/problematika
merupakan suatu kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
Masalah adalah sesuatu yang dipertanyakan dan sangat penting
untuk dipecahkan, hal ini diungkapkan dalam buku Pedoman Karya Tulis
Ilmiah yang dijadikan referensi oleh STAI Persis Garut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa problematika adalah berbagai
persoalan yang belum dapat terselesaikan, hingga terjadi kesenjangan
antara harapan dan kenyataan yang dihadapi dalam proses pemberdayaan,
baik yang datang dari individu Guru maupun dalam upaya pemberdayaan
masyarakat Islami secara langsung dalam masyarakat.
b. Pengertian Pendidikan Islam
Istilah umum yang digunakan dalam pendidikan Islam, yaitu
Tarbiyah (pengetahuan tentang ar-rabb), Ta’lim (ilmu teoritik, kreativitas,
komitmen tinggi dalam mengembangkan ilmu, serta sikap hidup yang
menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah), Ta’dib (integrasi ilmu dan amal).
1. Istilah Tarbiyah
Kata Tarbiyah berasal dari kata dasar “Rabba” (‫) َربَّى‬, yurabbi (‫)يُ َربِّى‬
menjadi “tarbiyah” yang berarti memelihara, membesarkan dan
mendidik. Dalam statusnya sebagai khalifah berarti manusia hidup di
alam mendapat kuasa dari Allah untuk mewakili sekaligus sebagai
pelaksana dari peran dan fungsi Allah di alam. Dengan demikian
manusia sebagai bagian dari alam memiliki potensi untuk tumbuh dan
berkembang bersama alam lingkungannya. Tetapi sebagai khalifah

2
Allah maka manusia memiliki tugas untuk memadukan pertumbuhan
dan perkembangannya bersama dengan alam.
2. Istilah Ta’lim
Secara etimologi, ta’lim berkonotasi pembelajaran, yaitu proses
memindahkan ilmu pengetahuan. Hakekat ilmu pengetahuan
bersumber dari Allah SWT. Adapun proses pembelajaran (ta’lim)
secara simbolis dinyatakan dalam informasi al-Qur’an ketika
penciptaan Adam as oleh Allah SWT, ia menerima pemahaman
tentang konsep ilmu pengetahuan langsung dari penciptanya. Proses
pembelajaran ini disajikan dengan menggunakan konsep ta’lim yang
sekaligus menjelaskan hubungan antara pengetahuan Adam as dengan
Tuhannya.
3. Istilah Ta’dib
Menurut al-Attas, istilah yang paling tepat untuk menunjukkan
pendidikan Islam adalah Ta’dib, konsep ini didasarkan pada hadits
Nabi:
}‫اِ َّد بَنِ ْي َربِّى فَأَحْ َسنَ تَـأْ ِد ْيبِ ْي {رواه العسكرى عن على‬
Artinya : “Tuhan telah mendidikku, maka ia sempurnakan
pendidikanku” (HR. al-Askary dari Ali r.a).
Ta’dib berarti pengenalan dan pengetahuan secara berangsur-angsur
yang ditanamkan ke dalamdiri manusia (peserta didik) tentang tempat-
tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan.
Dengan pendekatan ini pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing
ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam
tatanan wujud dan kepribadiannya.
Dari bahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah
suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat
mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam.
c. Pengertian Problematika Pendidikan Islam
Dapat penulis simpulkan dari pengertian problematika + pendidikan islam.
Berarti problematika pendidikan islam adalah masalah-masalah yang
terjadi dalam pendidikan islam.

3
d. Poblematika pendidikan islam modern
Ketertinggalan pendidikan Islam salah satunya dikarenakan oleh terjadinya
penyempitan terhadap pemahaman pendidikan Islam yang hanya berkisar
pada aspek kehidupan ukhrawi yang terpisah dengan kehidupan duniawi,
atauaspek kehidupan rohani yang terpisah dengan kehidupan jasmani.
Oleh karena itu, akan tampak adanya perbedaan dan pemisahan antara
yang dianggap agama dan bukan agama, yang sakral dengan yang profan,
antara dunia dan akhirat. Cara pandang yang memisahkan antara yang satu
dengan yang lain ini disebut sebagai cara pandang dikotomi. Adanya
dikotomi inilah yang salah satu penyebab ketertinggalan pendidikan
Islam. Hingga kini pendidikan Islam masih memisahkan antaraakal dan
wahyu, serta pikir dan zikir. Hal ini menyebabkan adanya
ketidakseimbangan pola fikir, yaitu kurang berkembangnya konsep
humanisme religius dalam dunia pendidikan Islam, karena pendidikan
Islam lebih berorientasi pada konsep ‘abdullah (manusia sebagai hamba),
ketimbang sebagai konsep khalifatullah (manusia sebagai khalifah Allah).
a) Masalah Mendasar
1. Sekularisme sebagai Paradigma Pendidikan
Sekularisme adalah suatu paham yang memisahkan antara dunia
dan akhirat, kehidupan dunia dan agama, pengalaman agama
adalah masalah pribadi.
Jarang ada orang mau mengakui dengan jujur, sistem pendidikan
kita adalah sistem yang sekular-materialistik. Biasanya yang
dijadikan argumentasi, adalah UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003
Bab II Pasal 3 yang berbunyi, “Pendidikan nasional bertujuan
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab.”
Tapi perlu diingat, sekularisme itu tidak otomatis selalu anti
agama. Tidak selalu anti “iman” dan anti “taqwa”. Sekularisme itu
hanya menolak peran agama untuk mengatur kehidupan publik,

4
termasuk aspek pendidikan. Jadi, selama agama hanya menjadi
masalah pribadi dan tidak dijadikan asas untuk menata kehidupan
publik seperti sebuah sistem pendidikan, maka sistem pendidikan
itu tetap sistem pendidikan sekular, walaupun para individu
pelaksana sistem itu beriman dan bertaqwa (sebagai perilaku
individu).
Sesungguhnya diakui atau tidak, sistem pendidikan kita adalah
sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Hal ini dapat
dibuktikan antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab
VI tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan bagian kesatu
(umum) pasal 15 yang berbunyi: “Jenis pendidikan mencakup
pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi,
keagamaan, dan khusus”.
Dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu
pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan
dikotomi semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia
yang berkepribadian Islam sekaligus mampu menjawab tantangan
perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi.
Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan tampak pada
pendidikan agama melalui madrasah, institut agama, dan pesantren
yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan
umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejuruan serta
perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan
Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan
ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan
dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama.
Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting
dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama
ditempatkan sekadar sebagai salah satu aspek yang perannya
sangat minimal, bukan menjadi landasan dari seluruh aspek
kehidupan.
b) Permasalahan lain

5
Masalah-masalah cabang yang dimaksud di sini, adalah segala
masalah selain masalah paradigma pendidikan, yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pendidikan. Masalah-masalah cabang ini tentu
banyak sekali macamnya, di antaranya yang terpenting adalah sebagai
berikut:
1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi Yang Tidak
Memperhatikan Masalah Agama
Pendidikan Islam saat ini menghadapi masalah serius yang
berkaitan dengan perubahan masyarakat yang terus menerus
semakin cepat, lebih-lebih perkembangan ilmu pengetahuan yang
hampir tidak memperdulikan sistem suatu agama
Kondisi sekarang ini, pendidikan Islam berada pada posisi
determinisme historik dan realisme. Dalam artian bahwa, satu sisi
umat Islam berada padaromantisme historis di mana mereka
bangga karena pernah memiliki para pemikir-pemikir dan
ilmuwan-ilmuwan besar danmempunyai kontribusi yang besar pula
bagi pembangunan peradaban dan ilmu pengetahuan dunia
sertamenjadi transmisi bagi khazanah Yunani, namun di sisi lain
mereka menghadapi sebuahkenyataan, bahwa pendidikan Islam
tidak berdaya dihadapkan kepada realitas masyarakatindustri dan
teknologi modern. Hal ini pun didukungdengan pandangan
sebagian umat Islam yang kurangmeminati ilmu-ilmu umum dan
bahkansampai pada tingkat “diharamkan”.
2. Terjadi Pemilahan Antara Ilmu Umum dan Ilmu Agama
Terjadinya pemilahan-pemilahan antara ilmu umum dan ilmu
agama inilah yang membawa umat Islam kepada keterbelakangan
dan kemunduran peradaban, lantaran karena ilmu-ilmu umum
dianggap sesuatu yang berada di luar Islam dan berasal dari non-
Islam. Agama dianggap tidak ada kaitannya dengan ilmu, begitu
juga ilmu dianggap tidak memperdulikan agama, padahal
sesungguhnya semua ilmu berasal dari al-Quran. Begitulah
gambaran praktik kependidikan dan aktivitas keilmuan di tanah air

6
sekarang ini dengan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dan
dirasakan oleh masyarakat. Sistem pendidikan Islam yang ada
hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama saja. Di sisi lain, generasi
muslim yang menempuh pendidikan di luar sistem pendidikan
Islam hanya mendapatkan porsi kecil dalam hal pendidikan Islam
atau bahkan sama sekali tidak mendapatkan ilmu-ilmu keislaman.
3. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan
tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan
media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara
laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak
memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak
memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak
memiliki laboratorium dan sebagainya.
4. Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan.
Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai
untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39
UU No 20/2003 tentang Sisdiknas yaitu merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Dari pasal tersebut, maka syarat-syarat untuk menjadi guru dapat
disimpulkan sebagai berikut:
 Berijazah
 Sehat jasmani dan rohani
 Takwa kepada Tuhan YME dan berkelakuan baik
 Bertanggung jawab
 Berjiwa nasional
Walaupun guru bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan
pendidikan tetapi guru merupakan titik sentral pendidikan dan
kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan

7
andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung
jawabnya.
5. Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat
rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII
(Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun
2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan sebesar Rp 3
juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan
sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp. 460 ribu, dan guru honorer di
sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan
seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan
sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les
pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang
buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya. Dan itu semua
mengganggu terhadap efektifitas pembelajaran.
Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan
guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah
memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu
disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas
dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang
melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus
serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka
yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas
rumah dinas.
Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi
masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta,
masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan
Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di
Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan
kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen.
e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Masalah Pendidikan
Islam

8
Masalah pendidikan Islam timbul karena dua faktor yaitu faktor
internal dan eksternal.
1. Faktor internal
 Meliputi manajemen pendidikan Islam yang pada umumnya
belum mampu menyelenggarakan pembelajaran dan
pengelolaan pendidikan yang efektif dan berkualitas. Hal ini
tercermin dari kalah bersaing dengan sekolah-sekolah yang
berada di bawah pembinaan Departemen Pendidikan Nasional
[Diknas] yang umumnya dikelola secara modern.
 Faktor kompensasi profesional guru yang masih sangat rendah.
Para guru yang merupakan unsur terpenting dalam kegiatan
belajarmengajar, umumnya lemah dalam penguasaan materi
bidang studi, terutama menyangkut bidang studi umum,
ketrampilan mengajar, manajemen keles, dan motivasi
mengajar. Hal ini terjadi karena sistem pendidikan Islam
kurang kondusif bagi pengembangan kompetensi profesional
guru.
 Adalah faktor kepemimpinan, artinya tidak sedikit kepala-
kepala madrasah yang tidak memiliki visi, dan misi untuk mau
ke mana pendidikan akan dibawa dan dikembangkan. Kepala
madrasah seharusnya merupakan simbol keunggulan dalam
kepemimpinan, moral, intelektual dan profesional dalam
lingkungan lembaga pendidikan formal, ternyata sulit
ditemukan di lapangan pendidikan Islam. Pimpinan pendidikan
Islam bukan hanya sering kurang memiliki kemampuan dalam
membangun komunikasi internal dengan para guru, melainkan
juga lemah dalam komunikasi dengan masyarakat, orang tua,
dan pengguna pendidikan untuk kepentingan penyelenggaraan
pendidikan yang berkualitas. Biasanya pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan birokratis daripada pendekatan
kolegial profesional. Mengelola pendidikan bukan berdasar
pertimbangan profesional, melainkan pendekatan like

9
anddislike (Mahfudh Djunaidi, 2005), dengan tidak memiliki
visi dan misi yang jelas.
2. Faktor eksternal
 Adanya perlakuan diskriminatif pemerintah terhadap
pendidikan Islam. Pemerintah selama ini cenderung
menganggap dan memperlakukan pendidikan Islam sebagai
anak tiri, khususnya soal dana dan persoalan lain. Katakan saja,
alokasi dana yang diberikan pemerintah sangat jauh
perbedaannya dengan pendidikan yang berada di lingkungan
Diknas (Mahfudh Djunaidi, 2005). Maka, terlepas itu semua,
apakah itu urusan Depag atau Depdiknas, mestinya alokasi
anggaran negara pada pendidikan Islam tidak terjadi
kesenjangan, toh pendidikan Islam juga bermisi untuk
mencerdaskan bangsa, sebagaimana juga misi yang diemban
oleh pendidikan umum.
 Dapat dikatakan bahwa paradigma birokrasi tentang pendidikan
Islam selama ini lebih didominasi oleh pendekatan sektoral dan
bukan pendekatan fungsional. Pendidikan Islam tidak dianggap
bagian dari sektor pendidikan, lantaran urusannya tidak di
bawah Depdiknas. Beberapa indikator yang menunjukkan
kesenjangan ini yaitu mulai dari tingkat ketersediaan tenaga
guru, status guru, kondisi ruang belajar, tingkat pembiayaan
(unit cost) siswa, hingga tidak adanya standardisasi mutu
pendidikan Islam, karena urusan pendidikan Islam tidak berada
di bawah Depdiknas (Abdul Aziz, Kompas, 2005), dan lebih
tragis lagi adalah sikap diskriminatif terhadap prodak atau
lulusan pendidikan Islam.
 Adalah adanya diskriminasi masyarakat terhadap pendidikan
Islam. Secara jujur harus diakui, bahwa masyarakat selama ini
cenderung acuh terhadap proses pendidikan di madrasah atau
sekolah-sekolah Islam. Rata-rata memandang pendidikan Islam
adalah pendidikan nomor dua dan biasanya bila

10
menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan Islam
merupakan alternatif terakhir setelah tidak dapat diterima di
lembaga pendidikan di lingkungan Diknas (M Dahriman,
2005).
f. Solusi Problematika Pendidikan Islam
Solusi Problematika Pendidikan Islam saat ini mencermati
kenyatan tersebut, maka mau tidak mau persoalan konsep dualisme-
dikotomik pendidikan harus segera ditumbangkan dan dituntaskan, baik
pada tingkatan filosofis-paradigmatik maupun teknis departementel.
Pemikiran filosofis menjadi sangat penting, karena pemikiran ini nanti
akan memeberikan suatu pandangan dunia yang menjadi landasan
idiologis dan moral bagi pendidikan.
a. 1) Solusi Problem Mendasar: Sekularisme sebagai Paradigma Pendidikan
Penyelesaian problem mendasar tentu harus dilakukan secara
fundamental. Itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan
perombakan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma
pendidikan sekular menjadi paradigma Islam. Ini sangat penting dan
utama.
Ibarat mobil yang salah jalan, maka yang harus dilakukan adalah
mengubah haluan atau arah mobil itu terlebih dulu, menuju jalan yang
benar agar bisa sampai ke tempat tujuan yang diharapkan. Tak ada
artinya mobil itu diperbaiki kerusakannya yang macam-macam selama
mobil itu tetap berada di jalan yang salah. Setelah membetulkan arah
mobil ke jalan yang benar, barulah mobil itu diperbaiki kerusakannya
yang bermacam-macam.
Artinya, setelah masalah mendasar diselesaikan, barulah berbagai
macam masalah cabang pendidikan diselesaikan, baik itu masalah
rendahnya sarana fisik, kualitas guru dan kesejahteraan guru.
Solusi masalah mendasar itu adalah merombak total asas sistem
pendidikan yang ada, dari asas sekularisme diubah menjadi asas Islam,
bukan asas yang lain.

11
Bentuk nyata dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU
Sistem Pendidikan yang ada dengan cara menggantinya dengan UU
Sistem Pendidikan Islam. Hal paling mendasar yang wajib diubah
tentunya adalah asas sistem pendidikan. Sebab asas sistem pendidikan
itulah yang menentukan hal-hal paling prinsipil dalam sistem
pendidikan, seperti tujuan pendidikan dan struktur kurikulum.
b. 1) Solusi terhadap perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang
tidak memperhatikan masalah agama
Untuk menyelesaikan masalah ini, penulis kira pendidikan islam harus
segera menguasai pendidikan berbasis teknologi, agar pendidikan islam
tidak jauh tertinggal dalam pendidikan.
c. 2) Solusi tentang pemisahan antar ilmu dan agama
Pemisahan antar ilmu dan agama hendaknya segera dihentikan dan
menjadi sebuah upaya penyatuan keduannya dalam satu sistem
pendidikan integralistik. Namun persoalan integrasi ilmu dan agama
dalam satu sistem pendidikan ini bukanlah suatu persoalan yang mudah,
melainkan harus atas dasar pemikiran filosofis yang kuat, sehingga
tidak terkesan hanya sekedar tambal sulam. Langkah awal yang harus
dilakukan dalam mengadakan perubahan pendidikan adalah
merumuskan “kerangka dasar filosofis pendidikan” yang sesuai dengan
ajaran Islam, kemudian mengembangkan secara “empiris prinsip-
prinsip” yang mendasari terlaksananya dalam konteks lingkungan
(sosio dan kultural) Filsafat Integralisme (hikmah wahdatiyah) adalah
bagian dari filsafat Islam yang menjadi alternatif dari pandangan
holistik yang berkembang pada era postmodern di kalangan masyarakat
barat.
Inti dari pandangan hikmah wahdatiyah ini adalah bahwa yang mutlak
dan yang nisbi merupakan satu kesatuan yang berjenjang, bukan sesuatu
yang terputus sebagaimana pandangan ortodoksi Islam.
Pandangan Armahedi Mahzar, pencetus filsafat integralisme ini, tentang
ilmu juga atas dasar asumsi di atas, sehingga dia tidak membedakan
antara ilmu agama dan ilmu umum, ilmu Tuhan dan ilmu skular, ilmu

12
dunia dan ilmu akhirat. Dari pandangan dia tentang kesatuan tersebut
juga akan berimplikasi pula pada pemikiran Armahedi pada
permasalahan yang lain, termasuk juga pendidikan Islam.
Bagi Armahedi, pendidikan Islam haruslah menjadi satu kesatuan yang
utuh atau integral. Baginya, manusia-manuisa saat ini merupakan
produk dari pemikiran Barat Modern yang mengalami suatu
kepincangan, karena merupakan suatu perkembangan yang parsial.
Peradaban Islam adalah contoh lain. Keduanya dapat ditolong dengan
membelokkan arah perkembangannya ke arah perkembangan yang
evolusioner yang lebih menyeluruh dan seimbang. Hanya ada beberpa
sisi saja dari kehidupan manusia yang dikembangkan. Begitu juga
halnya dengan masyarakat yang ada, pada hakikatnya adalah cerminan
dari satu sistem pendidikan yang ada saat itu.
Masyarakat saat ini adalah masyarakat materialis yang dapat dibina
dengan menggunakan suatu mesin raksasa yang bernama teknostrutur.
Di sini ada satu link yang hilang, yaitu spiritualisme. Dengan demikian,
pendidikan sebagai produksi sistem ini haruslah mengembangkan
seluruh aspek dari manusia dan masyarakat sesuai dengan fitrah Islam,
yaitu tauhid.
Pandangan filosofis inilah yang menjadikan pentingnya kajian terhadap
pemikiran Armahedi Mahzar tentang sistem pendidikan Islam
integratif, karena permasalahan pendidikan sebenarnya terletak pada
dua aspek, filosofis dan praktis. Persoalan filosofis ini yang menjadi
landasan pada ranah praktis pendidikan. Ketika ranah filosofis telah
terbangun kokoh, maka ranah praktis akan berjalan secara sistematis.
Dengan demikian, filsafat integralisme atau hikmah wahdatiyah
nantinya akan menjadi landasan idiologis dalam pengembangan sistem
pendidikan integratif.
b. 3, 4, 5)Rendahnya sarana fisik, Rendahnya kualitas guru dan kesejahteraan
guru
Untuk mengatasi masalah-masalah cabang di atas, secara garis besar
ada dua solusi yaitu:

13
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem
sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan Islam. Seperti diketahui
sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang
diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan
dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme yang berprinsip antara lain
meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik,
termasuk pendanaan pendidikan.
Maka, solusi untuk masalah-masalah cabang yang ada, khususnya yang
menyangkut perihal pembiayaan seperti rendahnya sarana fisik dan
kesejahteraan guru berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi
yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem
pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam.
Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan
sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang
akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang
berkaitan langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk
menyelesaikan masalah kualitas guru.
Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada
upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan.
Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi
peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan memberikan
berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang
berkaitan langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk
menyelesaikan masalah kualitas guru.

B. Model Pendidikan Rasulullah Dan Para Sahabat


Pelaksanaan pembinaan pendidikan Islam pada zaman Rasulullah dapat
dibedakan menjadi 2 tahap, baik dari segi waktu dan tempat penyelenggaraan,
maupun dari segi isi dan materi pendidikannya, yaitu :

14
1. Tahap/fase Makkah, sebagai awal pembinaan pendidikan Islam, dengan
Makkah sebagai pusat kegiatannya,
2. Tahap/fase Madinah, sebagai fase lanjutan pembinaan/pendidikan Islam
dengan Madinah sebagai pusat kegiatannya. [ CITATION Zuh08 \l 1057 ]
a. Pelaksanaan Pendidikan Islam di Makkah
Nabi Muhamad SAW adalah orang yang teguh mempertahankan tradisi Nabi
Ibrahim, tabah dalam mencari kebenaran hakki, menjatuhkan diri dari
keramaian dan sikap hedonisme dengan berkontemplasi (ber-tahannus) di
Gua Hira. Pada tanggal 17 Ramandhan turunlah wahyu Allah yang pertama,
surat al-Alag Ayat 1-5 sebagai fase pendidikan Islam Makkah.
Pendidikan Islam terjadi sejak Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul
Allah di Makkah dan beliau sendiri sebagai gurunya. Nabi Muhammad SAW
menerima wahyu yang pertama di Gua Hira di Makkah pada tahun 610
M.dalam wahyu itu termaktub ayat al-qur’an yang artinya: “Bacalah (ya
Muhammad) dengan nama tuhanmu yang telah menjadikan (semesta alam).
Dia menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmu maha
pemurah. Yang mengajarkan dengan pena. Mengajarkan kepada manusia apa
yang belum diketahuinya.[CITATION QSA \l 1057 ]
Pendidikan Islam mulai dilaksanakan Rasulullah setelah mendapat perintah
dari Allah agar beliau menyeru kepada Allah, sebagaimana yang termaktub
dalam A-Qur’an surat Al-Mudatstsir ayat 1–7. Dalam surat Al-Mudatstsir ini
bahwa ” bangun (menyeru)” berarti mengajak dan mengajak berarti
mendidik.[ CITATION Asr97 \l 1057 ]
Adapun Bahan/materi pendidikan tersebut diturunkan secara berangsur-
angsur, sedikit demi sedikit.
Setelah banyak orang memeluk Islam, lalu Nabi menyediakan rumah Al-
Arqam bin Abil Arqam untuk tempat pertemuan sahabat-sahabat dan
pengikut-pengikutnya. di tempat itulah pendidikan Islam pertama dalam
sejarah pendidikan Islam.disanalah Nabi mengajarkan dasar-dasar atau
pokok-pokok agama Islam kepada sahabat-sahabatnya dan membacakan
wahyu-wahyu (ayat-ayat) alqur’an kepada para pengikutnya serta Nabi
menerima tamu dan orang-orang yang hendak memeluk agama Islam atau

15
menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam. Bahkan
disanalah Nabi beribadah (sholat) bersama sahabat-sahabatnya.[ CITATION
Yun08 \l 1057 ]
Dalam masa pembinaan pendidikan agama Islam di Makkah Nabi
Muhammad juga mengajarkan al Qur’an karena al-Qur’an merupakan inti sari
dan sumber pokok ajaran Islam. Disamping itu Nabi Muhamad SAW,
mengajarkan tauhid kepada umatnya.[CITATION Zuh08 \p 28 \l 1057 ]
Intinya pendidikan dan pengajaran yang diberikan Nabi selama di Makkah
ialah pendidikan keagamaan dan akhlak serta menganjurkan kepada manusia,
supaya mempergunakan akal pikirannya memperhatikan kejadian manusia,
hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam semesta seagai anjuran pendidikan
‘aqliyah dan ilmiyah.
Pembinaan pendidikan Islam pada masa Makkah meliputi:
a) Pendidikan Keagamaan, yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah
semata jangan dipersekutukan dengan nama selain-Nya.
b) Pendidikan Aqliyah dan Ilmiah, Yaitu mempelajari kejadian manusia dari
segumpal darah dan kejadian alam semesta.
c) Pendidikan akhlak dan budi pekerti, yaitu Nabi Muhammad SAW
mengajarkan kepada sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran
tauhid.
d) Pendidikan jasmani atau kesehatan, yaitu mementingkan kebersihan
pakaian, badan dan tempat kediaman.[CITATION Zuh08 \p 27 \l 1057 ]
Secara lebih sederhana, Pendidikan Islam yang dilakukan Nabi Muhammad
di Makkah merupakan prototype yang bertujuan untuk membina pribadi
Muslim agar menjadi kader yang berjiwa kuat dan dipersiapkan menjadi
masyarakat Islam, mubaligh dan pendidik yang baik. Pada periode ini
dilakukan dengan 3 tahapan. Yaitu:
1) Secara rahasia dan perorangan;
2) Secara terang-terangan, dan
3) Pendidikan Islam untuk umum.
Adapun materi yang disampaikan adalah tentang ketuhanan (tauhid) dan juga
tentang Al Qur’an dan segala kandungannya.

16
b. Pendidikan Islam pada Masa Rasulullah di Madinah
Berbeda dengan periode di Makkah, pada periode Madinah Islam
merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan
masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad juga mempunyai
kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala
Negara.
Cara Nabi melakukan pembinaan dan pengajaran pendidikan Islam di
Madinah adalah sebagai berikut:
a) Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan
sosial dan politik. Nabi Muhammad SAW mulai meletakkan dasar-dasar
terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern (ke dalam), dan
ke luar diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya (sebagai satu
kesatuan politik). Dasar-dasar tersebut adalah:
(1) Nabi Muhammad saw. mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan
pertentangan antar suku, dengan jalan mengikat tali persaudaraan
diantara mereka. Nabi mempersaudarakan dua-dua orang, mula-mula
diantara sesama Muhajirin, kemudian diantara Muhajirin dan Anshar.
Dengan lahirnya persaudaraan itu bertambah kokohlah persatuan
kaum muslimin.[CITATION Yun08 \p 26 \l 1057 ]
(2) Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Nabi Muhammad
menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk berusaha dan bekerja
sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti
waktu di Makkah.
(3) Untuk menjalin kerjasama dan saling menolong dalam rangka
membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur,
turunlah syari’at zakat dan puasa, yang merupakan pendidikan bagi
warga masyarakat dalam tanggung jawab sosial, baik secara materil
maupun moral.
(4) Suatu kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan
pengembangan masyarakat baru di Madinah, adalah disyari’atkannya
media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat Juma’t yang
dilaksanakan secara berjama’ah dan adzan. Dengan sholat jum’at

17
tersebut hampir seluruh warga masyarakat berkumpul untuk secara
langsung mendengar khutbah dari Nabi Muhammad SAW dan shalat
jama’ah jum’at.
Rasa harga diri dan kebanggaan sosial tersebut lebih mendalam lagi
setelah Nabi Muhammad SWA menapat wahyu dari Allah untuk
memindahkan kiblat dalam shalat dari Baitul Maqdis ke Baitul Haram
Makkah, karena dengan demikian mereka merasa sebagai umat yang
memiliki identitas.[CITATION Zuh08 \p 37 \l 1057 ]
Setelah selesai Nabi Muhammad mempersatukan kaum muslimin,
sehingga menjadi bersaudara, lalu Nabi mengadakan perjanjian
dengan kaum Yahudi, penduduk Madinah. Dalam perjanjian itu
ditegaskan, bahwa kaum Yahudi bersahabat dengan kaum muslimin,
tolong- menolong , bantu-membantu, terutama bila ada seranga musuh
terhadap Madinah. Mereka harus memperhatikan negri bersama-sama
kaum Muslimin, disamping itu kaum Yahudi merdeka memeluk
agamanya dan bebas beribadat menurut kepercayaannya. Inilah salah
satu perjanjian persahabatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW.[CITATION Yun08 \p 16 \l 1057 ]
b) Pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan. Materi pendidikan sosial
dan kewarnegaraan Islam pada masa itu adalah pokok-pokok pikiran yang
terkandung dalam konstitusi Madinah, yang dalam prakteknya diperinci
lebih lanjut dan di sempurnakan dengan ayat-ayat yang turun Selama
periode Madinah.
Tujuan pembinaan adalah agar secara berangsur-angsur, pokok-pokok
pikiran konstitusi Madinah diakui dan berlaku bukan hanya di Madinah
saja, tetapi luas, baik dalam kehidupan bangsa Arab maupun dalam
kehidupan bangsa-bangsa di seluruh dunia.
c) Pendidikan anak Masa Rasulullah
Dalam Islam, anak merupakan pewaris ajaran Islam yang dikembangkan
oleh Nabi Muhammad saw dan generasi muda muslimlah yang akan
melanjutkan misi menyampaikan Islam ke seluruh penjuru alam. Oleh

18
karenanya banyak peringatan-peringatan dalam Al-qur’an berkaitan
dengan itu. Diantara peringatan-peringatan tersebut antara lain:
(1) Pada surat At-Tahrim ayat 6 terdapat peringatan agar kita menjaga
diri dan anggota keluarga (termasuk anak-anak) dari kehancuran (api
neraka).
(2) Pada surat An-Nisa ayat 9, terdapat agar janagan meninggalkan anak
dan keturunan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya menghadapi
tantangan hidup.
(3) Pada surat Al-Furqan ayat 74, Allah SWT memperingatkan bahwa
orang yang mendapatkan kemuliaan antara lain adalah orang-orang
yang berdo’a dan memohon kepada Allah SWT, agar dikaruniai
keluarga dan anak keturunan yang menyenangkan hati.[CITATION
Zuh08 \p 55 \l 1057 ]
Adapun garis-garis besar materi pendidikan anak dalam Islam yang
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang diisyaratkan
oleh Allah SWT dalam surat Luqman ayat 13-19 adalah:
(a) Pendidikan Tauhid;
(b) Pendidikan Shalat;
(c) Pendidikan adab sopan dan santun dalam bermasyarakat,
(d) Pendidikan adab dan sopan santun dalam keluarga;
(e) Pendidikan kepribadian;
(f) Pendidikan kesehatan; dan
(g) Pendidikan akhlak.[CITATION Yun08 \p 18 \l 1057 ]
c. Kurikulum & Metode Pendidikan Islam pada Masa Rasulullah SAW
Kurikulum dalam pendidikan Islam, dikenal dengan kata manhaj yang
berarti jalan yang terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak didiknya
untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka.
[ CITATION ASy84 \l 1057 ]
Selain itu, kurikulum juga dapat dipandang sebagai suatu program
pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai
pendidikan. [ CITATION Zak96 \l 1057 ]

19
M. Arifin memandang kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang
harus disajikan dalam proses kependidikan dalam suatu sistem
institusional pendidikan.[ CITATION HMA91 \l 1057 ]
S. Nasution menyatakan, ada beberapa penafsiran lain tentang kurikulum.
Diantaranya: Pertama, kurikulum sebagai produk (hasil pengembangan
kurikulum), Kedua, kurikulum sebagai hal-hal yang diharapkan akan
dipelajari oleh siswa (sikap, keterampilan tertentu), dan Ketiga, kurikulum
dipandang sebagai pengalaman siswa.[ CITATION SNa94 \l 1057 ]
Pengertian kurikulum dalam pandangan modern merupakan program
pendidikan yang disediakan oleh sekolah yang tidak hanya sebatas bidang
studi dan kegiatan belajarnya saja, akan tetapi meliputi segala sesuatu yang
dapat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan pribadi siswa
sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan sehingga dapat
meningkatkan mutu kehidupannya yang pelaksanaannya tidak hanya di
sekolah tetapi juga di luar sekolah.[ CITATION HRa06 \l 1057 ]
Jika diaplikasikan dalam kurikulum pendidikan Islam, maka kurikulum
berfungsi sebagai pedoman yang digunakan oleh pendidik untuk
membimbing peserta didiknya ke arah tujuan tertinggi pendidikan Islam,
melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dalam
hal ini proses pendidikan Islam bukanlah suatu proses yang dapat
dilakukan secara serampangan, tetapi hendaknya mengacu kepada
konseptualisasi manusia paripurna (insan kamil) yang strateginya telah
tersusun secara sistematis dalam kurikulum pendidikan Islam. [ CITATION
HRa06 \l 1057 ]
Sistem pendidikan Islam lebih bertumpu kepada Nabi, sebab selain Nabi
tidak ada yang mempunyai otoritas untuk menentukan materi-materi
pendidikan Islam. Materi pendidikan Islam pada masa Rasulullah dapat
dibedakan menjadi dua periode:
1) Periode Makkah
(a) Materi yang diajarkan hanya berkisar pada ayat-ayat Makiyyah
sejumlah 93 surat dan petunjuk-petunjuknya yang dikenal
dengan sebutan sunnah dan hadits.

20
(b) Materi yang diajarkan menerangkan tentang kajian keagamaan
yang menitikberatkan pada keimanan, ibadah dan akhlak.
2) Periode Madinah
Pada fase Madinah materi pendidikan yang diberikan cakupannya
lebih kompleks dibandingkan dengan materi pendidikan fase Makkah.
Di antara pelaksanaan pendidikan Islam di Madinah adalah:
(a) Upaya pendidikan yang dilakukan Nabi pertama-tama
membangun lembaga masjid, melalui masjid ini Nabi
memberikan pendidikan Islam.
(b) Pendidikan ukhuwah (persaudaraan) antara kaum muslimin.
Dalam melaksanakan melaksanakan pendidikan ini, Rasulullah
bertitik tolak dari struktur kekeluargaan yang ada pada masa
itu.
(c) Pendidikan kesejahteraan sosial. Terjaminya kesejahteraan
sosial, tergantung pertama-tama pada terpenuhinya kebutuhan
pokok dari pada kehidupan sehari hari. Untuk itu setia orang
harus bekerja mencari nafkah, untuk mengatasi masalah
pekerjaan tersebut, Rasulullah memerintahkan kepada kaum
Muhajirin bekerjasama dengan kaum Ansor.
(d) Pendidikan kesejahteraan kaum kerabat. Yang dimaksud
dengan keluarga adalah suami, istri, dan anak-anaknya.
Rasulullah berusaha untuk memperbaiki keadaan itu dengan
memperkenalkan dan sekaligus menerapkan sistem
kekeluargaan kekerabatan baru, yang berdasarkan takwa
kepada Allah.
(e) Pendidikan HANKAM (pertahanan dan Keamanan) dakwah
Islam. Masyarakat kaum muslimin merupakan suatu state
(negara) di bawah bimbingan Rasulullah yang mempunyai
kedaulatan. Ini merupakan dasar bagi usaha dakwahnya untuk
menyampaikan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia
secara bertahap.

21
Adapun metode yang diterapkan dan dikembangkan oleh Nabi dalam
menyampaikan materi yang ada adalah:
(1) Dalam bidang keimanan: melalui tanya jawab dengan
penghayatan yang mendalam dan di dukung oleh bukti-bukti
yang rasional dan ilmiah.
(2) Materi ibadah : disampaikan dengan metode demonstrasi dan
peneladanan sehingga mudah didikuti masyarakat.
(3) Bidang akhlak: Nabi menitikberatkan pada metode
peneladanan. Nabi tampil dalam kehidupan sebagai orang yang
memiliki kemuliaan dan keagungan baik dalam ucapan maupun
perbuatan.[ CITATION Ari05 \l 1057 ]
Dalam memberikan dakwah atau pendidikannya Nabi Muhammad
menggunakan beberapa metode, diantaranya:
(1) Metode Graduasi (Al Tadarruj)
Metode graduasi atau penahapan merupakan metode alqur’an
dalam membina masyarakat, baik dalam melenyapkan
kepercayaan dan tradisi jahiliyah maupun yang lain. Demikian
pula dalam menanamkan aqidah, al qur’an juga menggunakan
metode graduasi ini. Oleh sebab al qur’an diturunkan kepada rasul
secara berangsur-angsur (bertahap), maka tidak heran juga ketika
nabi menerapkan konsep tersebut dalam penyampaian
pendidikannya.
(2) Metode Levelisasi
Penyampaian materi pelajaran yang dilakukan Nabi Muhammad
SAW sering berbeda antara orang satu dengan orang yang lain.
Hal ini beliau lakukan, karena beliau sangat memperhatikan level-
level atau peringkat dan kemampuan kecerdasan intelektual
seseorang dalam menangkap sebuah pelajaran. Demikian
dilakuakan dengan tujuan agar materi yang disampaikan beliau
benar-benar bias diterima oleh peserta didik. Terkadang
Rasulullah berbicara tidak hanya memperhatikan tingkat

22
kecerdasan seseorang saja, melainkan juga memperhatikan
kecerdasan emosionalnya.
(3) Metode Variasi (Al-Tanwi’ Wa Al-Taghyir)
Untuk menghindari kejenuhan atau kebosanan para peserta didik,
Nabi Muhammad SAW membuat variasi waktu dalam
memberikan pelajaran kepada para sahabat.
Tidak hanya bervariasi dalam hal waktu, beliau juga memberikan
variasi-variasi dalam penyampaian materi pelajaran. Karena yang
beliau ajarkan adlah wahyu dari Allah SAW yang pada saat itu
sedang dalam proses diturunkan. Oleh sebab materi yang
dikirimkan lewat wahyu itu bervariasi, maka secara otomatis
pendidikan yang diajarkan Rasulullah bervariasi. Menurut Prof.
Dr. Muhammad ‘Ajjal al Khatib, metode variasi ini, baik
digunakan dalam materi pelajaran manapun.
(4) Metode Keteladanan (Al Uswah wa Al Qudwah)
Ketika Rasulullah Muhammad SAW memberikan sebuah materi
yang berkaitan pola perilaku atau tingkah laku yang berkaitan
dengan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari, sebelum beliau
menyampaikan kepada peserta didik, terlebih dahulu beliau
melakukannya dalam perbuatan sehari-hari. Dengan hal demikian,
maka peserta didik akan lebih cepat memahami ajaran Rasulullah.
Selain itu, dalam Al Qur’an juga telah disebutkab bahwa:
“sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suatu suri
tauladan yang baik”. (Qs. Al-Ahzab: 21)
(5) Metode Aplikatif ( At Tatbiqi Wa Al ‘Amali)
Apabila Rasulullah sudah memberikan teladan-teladan dalam
ajaran-ajaran yang beliau sampaikan kepada peserta didik, maka
pada gilirannya peserta didikpun langsung mempraktikan dan
mengaplikasikan ajaran – ajaran itu dalam kehidupan sehari – hari.
Pendidikan Nabi Muhammad SAW tidak sekedar menyampaikan
materi pelajaran saja, melainkan juga langsung diamalkan.
(6) Metode Pengulangan (Al Taqrir Wa Al Muraja’ah)

23
Metode pengulangan menjadi salah satu metode yang digunakan
beliau, karena dianggap perlu dan penting untuk dilakukan
khususnya dalam materi pelajaran yang penting-penting.
(7) Metode Evaluasi (Al-Taqyim)
Sebuah metode yang digunakan oleh Rasul dalam penyampaian
materi pelarannya, dimana beliau tidak hanya berhenti setelah
sudah memberikan materi kepada peserta didik, akan tetapi beliau
juga melakukan sebuah tindakan monitoring dan evaluating.
Dalam hal ini, beliau mengawasi dan mengevaluasi mereka.
Apabila terdapat kekeliruan, maka neliau langsung
mengoreksinya. Oleh karena kekeliruan tersebut bisa diketahui
langsung oleh beliau dan terkadang diketahui lewat laporan dari
seseorang sahabat.
(8) Metode Dialog (Al-Hiwar)
Metode pendidikan Rasulullah selanjutnya adalah Al Hiwar yaitu
dialog, Tanya jawab. Dalam hal ini rasul, berperan sebagai
penanya dan pendialog. Sementara peserta didiknya yang diajak
dialog. Dengan metode ini, beliau membentuk peserta untuk
melakukan perubahan yaitu dari tidak tahu menjadi mengetahui,
kemudian dan memahami, dan yang selanjutnya sampai ke posisi
meyakini. Metode ini banyak mewarnai system pendidikan Islam
pada masa Rasulullah SAW.
(9) Metode Analogi (Al-Qiyas)
Penerapan metode ini dalam pendidikan Rasul, disini beliau
seringkali menyebutkan ungkapan-ungkapan dalam mengajarkan
agama Islam kepada peserta didik.
(10) Metode Cerita
Metode ini dikemas dengan cara bercerita. Untuk menanamkan
ajaran-ajaran Islam kepada peserta didik, Rasul seringkali
menuturkan kisah orang – orang terdahulu.
d. Bentuk-bentuk strategi pembelajaran Rasulullah

24
Formula baku yang sistematis tentang strategi pembelajaran yang
dilakukan oleh Rasulullah saw memang tidak akan diketemukan. Tetapi
dari hadis-hadis yang ada kita dapat melihat bagaimana strategi itu
dilakukan oleh Rasulullah saw. Antara lain :
(a) Menciptakan suasana yang nyaman
Imam Bukhori dalam bab al-Ilmu mencantumkan salah satu hadis
tentang pentingnya suasana yang nyaman dan menyenangkan.
Rasulullah saw bersabda : “Mudahkanlah dan janganlah kamu
mempersulit. gembirakanlah dan janganlah kamu membuat mereka
lari”(H.R. Bukhari).
Dalam hadis di atas, secara jelas Rasulullah saw. memerintahkan
kepada kita khususnya para pendidik untuk menyelenggarakan suatu
kegiatan pembelajaran yang memudahkan, menyenangkan dan tidak
menyulitkan. Suasana pembelajaran yang menyenangkan kini menjadi
penting karena sangat mempengaruhi tingkat konsentrasi siswa.
Menurut hasil penelitian, konsentrasi yang tinggi meningkatkan hasil
belajar. Dalam penelitian mengenai otak dan pembelajaran
mengungkapkan fakta yang mengejutkan, yaitu apabila sesuatu
dipelajari sungguh-sungguh (dimana perhatian yang tinggi dari
seorang tercurah) maka struktur system syaraf kimiawi seseorang
berubah. Di dalam diri seseorang tercipta hal-hal baru seperti jaringan
syaraf baru, jalur elektris baru, asosiasi baru, dan koneksi baru.
( Indrawati dan Wawan Setiawan, 2009 : 22)
Tentu saja konsentrasi yang tinggi tidak akan terwujud jika kondisi
kelas tidak nyaman. Oleh karena itu pengaturan lingkungan belajar
sangat diperlukan agar anak mampu melakukan kontrol terhadap
pemenuhan kebutuhan emosionalnya. Lingkungan belajar yang
demokratis memberi kebebasan kepada anak untuk melakukan pilihan-
pilihan tindakan belajar dan akan mendorong anak untuk terlibat secara
fisik, emosional dan mental dalam proses belajar, sehingga akan dapat
memunculkan kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif. (C. Asri
Budiningsih, 2005 : 7)

25
(b) Mengkondisikan secara fisik dan psikis siswa
Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dari Khabbab, ia berkata, “kami duduk
di pintu Rasulullah saw. Beliau keluar menemui kami dan bersabda,
“dengarkanlah”
Kami menjawab, “kami sudah siap mendengar”
Beliau bersabda, “dengarkanlah”
Kami menjawab, “kami sudah siap mendengar”
Beliau bersabda, “dengarkanlah”
Kami menjawab, ‘kami sudah siap mendengar”
Beliau bersabda :
“sesungguhnya akan datang setelahku para pemimpin, jangan kalian
benarkan kebohongan mereka, jangan kalian tolong kezhaliman
mereka. Barang siapa membenarkan kebohongan mereka dan
menolong kezhaliman mereka, maka ia tidak akan mendatangi
telagaku, al-Kautsar (Fadhl Ilahi,2006: 81).
Sebelum menyampaikan nasehat, Rasulullah saw memastikan bahwa
para sahabat memperhatikan secara seksama pesan yang akan
disampaikan. Beliau mengulangi kalimat “dengarkanlah” sebanyak
tiga kali kepada para sahabat agar mereka mendengarkan apa yang
akan disampaikan beliau. Selain itu, pengulangan tersebut tentu dapat
menarik perhatian yang tinggi dari sahabat karena terkesan bahwa
pesan yang akan disampaikan tersebut sesuatu yang sangat penting.
Karena itu penting bagi seorang guru atau pendidik sebelum
menyampaikan pelajaran untuk memastikan semua siswa siap secara
fisik dan psikis untuk menerima pelajaran. Kesalahan yang banyak
terjadi dimana seorang guru langsung memberikan pelajaran sementara
siswa belum siap menerima. Sehingga hasil proses pembelajaran tidak
maksimal dikarenakan perhatian para siswa masih terpecah. Banyak
cara yang bisa digunakan guru untuk menarik perhatian siswa disaat
memulai proses pembelajaran. Misalnya dengan cerita yang menarik,
quis, permainan, atau bahkan sulap.
(c) Tahapan materi dalam mengajar

26
Di antara strategi mengajar yang diterapkan Rasulullah saw. adalah
beliau sangat memperhatikan skala prioritas, dan mengajarkannya
tidak langsung sekaligus, melainkan berangsur-angsur, sedikit demi
sedikit dan pelan-pelan. Hal ini bertujuan agar lebih mudah dipahami
dan menancap lebih kuat dalam ingatan. Salah satu Sahabat Rasulullah
saw. Jundub bin Abdillah ra bercerita: “ketika kita masih dalam masa-
masa pubertas, kita belajar pada Nabi, dan beliau mengajari kita
tentang keimanan, sebelum kita belajar al-Quran. Setelah itu, baru kita
diajari (isi kandungan dan tata cara membaca) al-Quran sehingga iman
kita makin bertambah dan menguat (H.R. Ibnu Majah).
Sebagian sahabat juga bertutur, Rasulullah saw. mengajarkan mereka
setiap hari 10 ayat, dan beliau tidak akan menambah pelajaran lagi
sebelum mereka paham betul dan menguasai serta mengamalkan apa
yang di dalam 10 ayat tadi. Baru setelah itu beliau menambah
pelajaran lagi (H.R.Ahmad).
Begitu pula pengajaran larangan meminum minuman keras, tidak serta
merta langsung melarang meminum minuman keras. Wahyu yang
berbicara tentang itu, turun berangsur sampai 4 kali. Hal itu tentu saja
akan berbeda jika seorang pengajar memberikan ilmu pada muridnya
sekaligus, maka justru akan lebih cepat hilang, dan peserta didik akan
menjadi bingung dan frustasi serta pesimis. Sebaliknya dengan
pembelajaran gradual, ilmu yang diperoleh mudah melekat, dan
peserta didik tidak bingung dan frustasi, melainkan mempunyai
motivasi tinggi untuk maju.
(d) Situasi dan kondisi peserta didik
Adalah suatu kenyataan bahwa, tidak semua murid memiliki
kemampuan dan tingkat kecerdasan yang sama. Rasulullah saw
menyadari betul hal ini. Beliau sangat memperhatikan perbedaan
individu (individual difference). Beliau mengajar tiap individu sesuai
kadar kecerdasannya. Apa yang beliau ajarkan pada sahabat junior,
tidak sama dengan yang beliau ajarkan pada sahabat senior. Dalam
menjawab pertanyaan pun beliau tidak asal jawab, tetapi melihat

27
bagaimana kemampuan pemahaman dan tingkat kecerdasan yang
bertanya.
Sebuah kaidah dasar telah beliau berikan pada kita: “Anzilin Naasa ala
qadri uqulihim”(Bicaralah pada orang lain sesuai dengan kadar
kemampuan berpikirnya). Dalam karya monumentalnya, “ihya’
ulumiddin”, Imam Ghozali berkomentar: “Seseorang yang kita beri
pelajaran, tetapi dia tidak bisa memahami dengan baik apa yang kita
ajarkan karena tidak mampu dijangkau oleh akalnya, itu terkadang bisa
menimbulkan salah paham. Lebih parah dari itu, kadang kala
kesalahpahamannya itu malah menimbulkan fitnah.” Maka,
penyampaian sebuah materi pelajaran, harus sesuai dengan tingkat usia
dan tingkat kecerdasan murid. Sebisa mungkin dituntut dari kita,
keterangan yang kita sampaikan, bisa dipahami dengan baik oleh
semua murid yang kita ajar, baik yang bodoh ataupun yang cerclas.
Contoh yang Rasulullah saw. lakukan dalam masalah ini, adalah kisah
Mu’adz bin Jabal r. a. Rasulullah Saw bersabda pada
Mu’adz :”Siapapun, yang bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan
Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, dengan sepenuh hati (cukup
itu saja), maka dia tidak akan masuk neraka.” Mu’adz pun menjawab:
“jika memang begitu, akan saya sebarkan hal ini pada semua orang,
biar mereka bergembira. Segera Rasulullah menjawab:“Oh, jangan,
nanti malah mereka enak-enakan, tidak mau beribadah”. Rasulullah
memberikan isyarat pada Mu’adz agar jangan setiap orang diberitahu,
kecuali mereka yang benar-benar telah mantap amal ibadahnya.
Ada juga sebuah kisah, seorang pemuda datang pada Beliau dan
bertanya: “Wahai Rasulullah, jika puasa, boleh apa tidak saya
mencium istri saya?” “Tidak boleh”, jawab beliau. Sejenak kemudian
datang orang tua dan bertanya hal yang sama pada beliau, dan beliau
jawab: “Ya, tidak apa-apa kamu menciumnya”. Tentu saja para sahabat
terheran-heran dan saling pandang di antara mereka, mengapa jawaban
tidak sama, sementara pertanyaan sama. Mengetahui hal itu, dengan
bijak beliau menjawab :”Kalau yang tua tadi, pasti bisa menguasai diri

28
dan nafsunya, jadi tidak akan kebablasan (melakukan senggama)”
(H.R.Ahmad).
Dalam prakteknya, pendidikan nasional kita sudah melaksanakan
proses pembelajaran sistem kelas dengan kriteria-kriteria tertentu.
Misalnya pengelompokan siswa berdasarkan tingkat kecerdasan. Siswa
yang pintar digabung dengan sesama siswa yang pintar demikian pula
sebaliknya. Cuma dalam prakteknya banyak terjadi kesalahan orientasi
yang semestinya untuk membedakan cara melakukan pendekatan
dalam pembelajaran justru meperlakukan siswa secara diskriminatif.

C. Konsep Pendidikan Dalam Al-Qur’an


a. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah pengembangan pikiran manusia dan penataan
tingkah laku serta emosinya dan merupakan sistem pendidikan yang
berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam, untuk membentuk kepribadian yang baik
menurut islam dalam aspek duniawi dan ukhrawi, pendidikan dalam arti
adalah suatu proses pemindahan atau transformasi pengetahuan ataupun
pengembangan
Pendidikan hendaknya mampu menghantarkan umat manusia menuju
kemaslahatan, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan hendaknya
mampu mengembangkan serta melestarikan nilai-nilai kebajikan dan norma-
norma Islam kepada generasi penerus umat, dan penerus bangsa. Umat Islam
harus maju dan jangan mau dibodohi oleh orang lain, umat Islam harus
berjalan sesuai dengan nilai dan norma-norma Islam.

b. Tujuan Pendidikan dalam Al-Qur’an


Menurut Muhammad Athiyah al-abrasyi, yang dikutif oleh Abdul Mujib
dan Jusuf Mudzakkir, menyatakan tujuan pendidikan Islam adalah tujuan
yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW sewaktu
hidupnya, yaitu pembentukan moral yang tinggi, karena pendidikan moral
merupakan jiwa pendidikan Islam, sekalipun tanpa mengabaikan pendidikan

29
jasmani, akal dan ilmu praktis. Tujuan dari pendidikan menurut alqur’an
yaitu:
1. Mendidik jiwa tauhid agar tumbuh rasa kehambaan yang tinggi terhadap
allah. Ini dibuat dengan membawa manusia berfikir tentang kebesaran
allah, kuasa allah, kehebatan allah, kebaikan dan rahmat allah serta
nikmatnya.
2. Mendidik hati agar rasa rindu dengan syurga allah, rahmat dan
kemampuan allah , bantuan allah dll. Semua itu di lakukan dengan
menyebutkan khabar-khabar gembira tentang perkara-perkara tersebut.
3. Mendidik iman dan taqwa di hati
4. Mendidik manusia agar melakukan amal saleh dan berakhlak mulia.
Untuk itu al-Qur’an banyak menceritakan sejarah hidup para nabi, rasul
dan orang-orang saleh yang patut dijadikan panduan hidup manusia.
5. Mendidik manusia agar menghindari sift-sifat jahat dan agar selamat dari
api neraka.
6. Mendidik manusia agar memiliki sikap hidup yang khusus sebagai
seorang islam, agar selamat dunia dan akhirat.

c. Konsep Pendidikan dalam Al-Qur’an


Surat al-‘Alaq ayat 1-5 :

َ ُّ‫ق ْْ ا ْق َر ْأ َو َرب‬
‫ك اأْل َ ْك َر ُم ْْ الَّ ِذي عَلَّ َم بِ ْالقَلَ ِم ْْعَلَّ َم اإْل ِ ْن َسانَ َما لَ ْم يَع َْْل‬ َ َ‫ا ْق َر ْأ بِاس ِْم َربِّكَ الَّ ِذي خَ ل‬
َ َ‫ق ْْ خَ ل‬
ٍ َ‫ق اإْل ِ ْن َسانَ ِم ْن َعل‬

Artinya: “(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang telah


menciptakan. (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (3)
Bacalah, dan Tuhanmu adalah Maha Pemurah. (4) Yang mengajar (manusia)
dengan perantaran qalam (alat tulis) (5) Dia mengajarkan kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya”

Konsep pembelajaran dalam surat al-‘Alaq ayat 1 sampai 5 menurut tafsir M.


Quraisy Syihab dalam tafsir Al-Misbah yaitu:

1. Usaha Allah SWT dalam mengajarkan ilmu pengetahuan kepada Nabi


Adam dan Nabi Muhammad saw., kemudian di kembangkan kepada anak
cucunya dimuka bumi ini (seluruh manusia) dengan alat yaitu qalam

30
sebagai alat untuk menulis supaya ilmu yang telah diberikan tidak akan
punah dan dapat terus dikembangkan yang didalamnya terdapat ajaran-
ajaran tentang keimanan serta membentuk manusia yang sempurna
memiliki akal yang yang dapat membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk serta memiliki cara berfikir yang berkualitas.
2. Suatu proses dari Allah menyampaikan ilmu dan membimbing manusia
yang mengarah kepada segenap potensi fitrah yang dimilikinya, supaya
dapat menjadi manusia yang sempurna (insan kamil) dan dapat
menanamkan keimanan yang kuat pada jiwa manusia agar setiap aktivitas
yang dilakukannya demi karena Allah.

Pendidikan merupakan pola awal dari sebuah langkah kehidupan


manusia. Manusia adalah salah satu makhluk yang berperan sebagai orang
yang dididik dan orang yang mendidik, baik pribadi, keluarga, maupun
masyarakat. Untuk itulah manusia sebagai sebuah generasi yang berperan
sebagai pemimpin di masa dulu, sekarang dan masa yang akan datang,
dituntut untuk berperan aktif di dalam mengembangkan seluruh potensinya.

Pendidikan memiliki dasar-dasar Ilahiyah yang bersumber kepada Al-


Qur’an. Al-Qur’an merupakan pedoman hidup manusia. Sebagai pedoman
hidup manusia di segala zaman, Al-Qur’an memuat keterangan yang
memuaskan secara rasional dan disertai rangsangan emosi. Dengan demikian
Al-Qur’an mendidik akal dan emosi sejalan dengan fitrah.

d. Teorisasi Pendidikan dalam Al-Qur’an


QS. Al-Kahf ayat 66 :

‫قَا َل لَهُ ُمو َسى هَلْ أَتَّبِعُكَ َعلَى أَ ْن تُ َعلِّ َم ِن ِم َّما ُعلِّ ْمتَ ُر ْشدًا‬

Yang artinya: ”Musa berkata kepadanya Khidhr “Bolehkah aku


mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara
ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu” (QS. Al-Kahf : 66)”. Dari ayat
tersebut dapat diambil beberapa pokok pemikiran sebagai berikut:

31
1. Bahwa seorang pendidik hendaknya menuntun anak didiknya. Dalam hal
ini menerangkan bahwa peran seorang guru adalah sebagai fasilitator,
tutor, pendamping dan yang lainnya. Peran tersebut dilakukan agar anak
didiknya sesuai dengan yang diharapkan oleh bangsa neraga dan
agamanya.
2. Memberi tahu kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi dalam menuntut
ilmu. Hal ini perlu, karena zaman akan selalu berubah seiring
berjalananya waktu. Dan kalau kita tidak mengikutinya, maka akan
menjadikan anak yang tertinggal.
3. Mengarahkannya untuk tidak mempelajari sesuatu jika sang pendidik
mengetahui bahwa potensi anak didiknya tidak sesuai dengan bidang
ilmu yang akan dipelajarinya.

Dari beberapa pengertian diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa pengertian


pendidikan Islam adalah; proses transformasi dan internalisasi ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai Islam pada peserta didik. Sehingga dapat
dijabarkan teori pendidikan, sebagai berikut :

1. Proses tranformasi dan internalisasi, yaitu upaya pendidikan Islam harus


dilakukan secara berangsur-angsur, berjenjang dan Istiqomah,
penanaman nilai/ilmu, pengarahan, pengajaran dan pembimbingan
kepada anak didik dilakukan secara terencana.
2. Kecintaan kepada Ilmu pengetahuan, yaitu upaya yang diarahkan pada
pemberian dan penghayatan pengamalan ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan yang bercirikhas Islam,
dengan disandarkan kepada peran dia sebagai khalifah fil ardhi dengan
pola hubungan dengan Allah (hablum min Allah), sesama manusia
(hablum minannas) dan hubungan dengan alam sekitas (hablum min al-
alam).
3. Nilai-nilai Islam, maksudnya adalah nilai-nilai yang terkandung dalam
praktek pendidikan harus mengandung nilai Insaniah dan Ilahiyah. Yaitu
nilai yang bersumber dari sifat-sifat Allah sebanyak 99 yang tertuang
dalam “al Asmaul Husna” yakni nama-nama yang indah yang sebenarnya

32
karakter idealitas manusia yang selanjutnya disebut fitrah, inilah yang
harus dikembangkan dan Nilai yang bersumber dari hukum-hukum
Allah, yang selanjutnya di dialogkan pada nilai insaniah. Nilai ini
merupakan nilai yang terpancar dari daya cipta, rasa dan karsa manusia
yang tumbuh sesuai dengan kebutuhan manusia.
4. Melalui pertumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya, tugas pokok
pendidikan Islam adalah menumbuhkan, mengembangkan, memelihara,
dan menjaga potensi manusia, sehingga tercipta dan terbentuklah kualitas
generasi Islam yang cerdas, kreatif dan produktif.
5. Menciptakan keseimbangan dan kesempurnaan hidup, dengan kata lain
‘insan kamil’ yaitu manusia yang mampu menyeimbangkan kebutuhan
jasmani dan rohani, dunia dan akhirat. [5]

Dalam al-Qur’an telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan


sangat penting. Bisa kita jadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka
membangun pendidikan yang bermutu. Yaitu dengan memperhatikan
teorisasi berikut :

1. Pendidikan Keimanan
a. Menciptakan hubungan yang hangat dan harmonis (bukan
memanjakan) Jalin hubungan komunikasi yang baik dengan anak,
bertutur kata lembut, bertingkah laku positif.
b. Menghadirkan sosok Allah melalui aktivitas rutin, Seperti ketika
kita bersin katakan alhamdulillah
c. Memanfaatkan momen religious, Seperti sholat bersama, tarawih
bersama di bulan ramadhan, tadarus, buka puasa bersama.
d. Beri teladan, Anak akan bersikap baik jika orang tuanya bersikap
baik karena anak menjadikan orang tua model atau contoh bagi
kehidupannya.
e. Kreatif dan terus belajar, Sejalan dengan perkembangan anak.
Anak akan terus banyak memberikan pertanyaan. Sebagai orang
tua tidak boleh merasa bosan dengan pertanyaan anak malah kita

33
harus dengan bijaksana menjawab segala pertanyaannya dengan
mengikuti perkembangan anak.

2. Pendidikan Akhlak
Rasulullah saw bersabda:
”Suruhlah anak-anak kamu melakukan shalat ketika mereka telah
berumur tujuh tahun dan pukullah mereka kalau meninggalkan ketika
mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka.”
(HR. Abu Daud). Cara megenalkan akhlak kepada anak :
a. Penuhilah kebutuhan emosinya
Dengan mengungkapkan emosi lewat cara yang baik. Hindari
mengekspresikan emosi dengan cara kasar, tidak santun dan tidak
bijak. Berikan kasih sayang sepenuhnya, agar anak merasakan
bahwa ia mendapatkan dukungan.
b. Memberikan pendidikan mengenai yang haq dan bathil
“Dan janganlah kamu campur adukan yang haq dengan yang
bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang
kamu mengetahui .”(Q.S 2:42). Seperti bahwa berbohong itu
tidak baik, memberikan sedekah kepada fakir miskin itu baik.
c. Memenuhi janji
d. Meminta maaf jika melakukan kesalahan
e. Meminta tolong/mengatakan tolong jika kita memerlukan
bantuan.
f. Mengajak anak mengunjungi kerabat

3. Pendidikan intelektual, Pendidikan intelektual ini disesuaikan dengan


kemampuan berpikir anak.
4. Pendidikan fisik. Dengan memenuhi kebutuhan makanan yang
seimbang, memberi waktu tidur dan aktivitas yang cukup agar
pertumbuhan fisiknya baik dan mampu melakukan aktivitas seperti
yang disunahkan Rasulullah
5. Pendidikan Psikis

34
a. Memberikan kebutuhan emosi, dengan cara memberikan kasih
saying, pengertian, berperilaku santun dan bijak.
b. Menumbuhkan rasa percaya diri
c. Memberikan semangat tidak melemahkan

D. Sejarah Intelektual Muslim


Pada periode klasik, umat Islam pernah mencapai kemajuan pesat,
sehingga kadang-kadang disebut juga “zaman keemasan Islam”. Kemajuan
tersebut tidak hanya dalam bidang ilmu-ilmu keislaman saja, tetapi juga dalam
bidang ilmu-ilmu alam (sains dan teknologi), sosial, dan humaniora. Sejumlah
ulama Islam muncul dalam berbagai bidang ilmu-ilmu keislaman, seperti tafsir,
hadis, fikih, ilmu kalam (teologi), akhlak, dan tasawuf. Demikian juga muncul
sejumlah ilmuwan dalam bidang astronomi, fisika, kimia, matematika,
kedokteran, farmasi, sejarah, sosiologi, dan filsafat. Kemajuan ilmu pengetahuan
ini didukung dengan pembentukan pelbagai lembaga, baik lembaga formal, non-
formal, maupun informal, serta sarana dan prasarana yang memadai. Selain itu,
juga adanya kebebasan akademik dan perhatian sungguh-sungguh dari para
khalifah pada masanya.
Sejarah perjuangan umat Islam dalam pentas peradaban dunia berlangsung
sangat lama, lebih kurang sekitar 13 abad, yaitu sejak masa kepemimpinan
Rasulullah SAW di Madinah dilanjutkan oleh Daulah Khulafaur Rasyidin (632-
661M) sampai tumbangnya Kekhalifahan Turki Utsmani pada tanggal 28 Rajab
tahun 1342 H atau bertepatan dengan tanggal 3 Maret 1924 M. Pada masa-masa
kejayaan dan puncak keemasannya banyak terlahir ilmuwan muslim berkaliber
internasional yang telah menorehkan karya-karya luar biasa dan bermanfaat bagi
umat manusia. Era tersebut terjadi selama kurang lebih 700 tahun, dimulai dari
abad 6 M sampai dengan abad 12 M. Pada Saat itu kendali peradaban dunia
berada ditangan umat Islam. Berikut masa-masa sejarah peradaban muslim :
1. Era Rasulullah Muhammad SAW (622-632M)
Saat berjayanya peradaban Islam, semangat pencarian ilmu sangat
kental dalam kehidupan sehari-hari. Semangat pencarian ilmu yang
berkembang menjadi tradisi intelektual secara historis dimulai dari

35
pemahaman terhadap Al-Qur'an yang diwahyukan kepada Rasulullah
Muhammad SAW yang kemudian dipahami, ditafsirkan dan
dikembangkan oleh para sahabat, tabiin, tabi' tabiin dan para ulama yang
datang kemudian dengan merujuk pada Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Sejarah intelektual setiap bangsa berbeda satu sama lainnya. Islam
memiliki sejarah sendiri yang berbeda dari sejarah peradaban lainnya.
Sejarah intelektual Islam bermula dari turunnya wahyu pertama kepada
Rasulullah SAW. Wahyu itu, ‘Bacalah! Dengan menyebut nama Tuhanmu
yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah! Dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar
(manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya. (Al-Alaq 1:5). Jadi, sejarah intelektual muslim
lahir berbarengan dengan diutusnya Muhammah SAW sebagai Rasulullah.
Kata-kata bacaan, pengajaran, dan pena merupakan aktivitas
keintelektualan. Dalam Sejarah Intelektual Islam, betapa ilmu pengetahuan
sangat diagungkan. Bahkan Al-Quran dan sunnah sebagai pedoman kaum
muslimin banyak memnuat kata-kata tuntutan, observasi, maupun
kedudukan (fadhilah) orang yang menuntut ilmu. Kata ilmu beserta kata-
kata jadiannya digunakan dalam Al-Quran sebanyak 780 kali.
2. Periode Daulah Umayyah (661-750M)
Masa Daulah Umayyah berlangsung selama lebih kurang 90 tahun.
Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa
dalam pembangunan di berbagai bidang. Pada bidang pengembangan
keilmuan, Daulah Umayyah mengawalinya dengan mengeluarkan sebuah
kebijakan startegis. Adalah Khalifah Abdul Malik (685-705M) merupakan
Khalifah pertama yang berhasil melakukan berbagi pembenahan
administrasi pemerintahan dimana beliau memerintahkan penggunaan
Bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan dan
kenegaraan di seluruh wilayah Islam yang membentang dari Pegunungan
Thian Shan di sebelah Timur sampai Pegunungan Pyrenees di Sebelah
Barat, termasuk dalam berbagai administrasi kenegaraan lainnya. Pada
perkembangan selanjutnya bahasa Arab menjadi bahasa umum sebagai

36
bahasa pengantar dunia (lingua franca), juga menjadi bahasa diplomatik
antar Bangsa diantara Barat dan Timur bahkan berkembang menjadi
bahasa ilmiah sampai kepada zaman renaissance. Hingga Roger Bacon
(1214-1294 M) dari Oxford ahli pikir Inggeris terbesar , menurut
Ecyclopedia Britanica, 1951, volume II, halaman 191-197, mendorong
sedemikian rupa untuk mempelajari Bahasa Arab guna memperoleh
pengetahuan yang sangat murni, yang menyatakan bahwa: “Roger Bacon,
placing Averroes beside Aristole and Avicenna, recomends the study of
Arabic as the only way of getting the knowledge which bad versions
obscured”, yakni “menganjurkan mempelajari Bahasa Arab sebagai jalan
satu-satunya bagi memperoleh ilmu yang telah dikaburkan oleh versi-versi
yang jelek” sebelumnya. Kemajuan tradisi intelektual dan ilmu
pengetahuan pada zaman Daulah Umayyah di Andalusia dirasakan oleh
masyarakat Eropa.
3. Periode Daulah Abbasiyah ( 750M - 1258 M)
Masa Kedaulatan Abbasiyah berlangsung selama 508 tahun,
sebuah rentang sejarah yang cukup lama dalam sebuah peradaban.
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan
biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:
a) Periode Pertama (750 M- 847 M), disebut periode pengaruh Persia
pertama;
b) Periode Kedua (847 M-945 M), disebut periode pengaruh Turki
pertama;
c) Periode Ketiga (945 M-1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih
dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga
masa pengaruh Persia kedua
d) Periode Keempat (1055 M-1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani
Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut
juga dengan masa pengaruh Turki kedua;
e) Periode Kelima (1194 M-1258 M), masa Khalifah bebas dari
pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar
kota Baghdad.

37
Tidak seperti pada periode Umayyah, Periode pertama Daulah
Abbasiyah lebih mengutamakan pembinaan peradaban dan kebudayaan
Islam daripada perluasan wilayah. Fakta sejarah mencatat bahwa masa
Kedaulatan Abbasiyah merupakan pencapaian cemerlang di dunia Islam
pada bidang sains, teknologi dan filsafat. Pada saat itu dua pertiga bagian
dunia dikuasai oleh Kekhalifahan Islam.
Masa sepuluh Khalifah pertama dari Daulah Abbasiyah merupakan
masa kejayaan (keemasan) peradaban Islam, dimana Baghdad mengalami
kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat. Secara politis, para khalifah betul-
betul merupakan tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik
dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai
tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah
periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam
bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.
Pada masa sepuluh Khalifah pertama itu, puncak pencapaian
kemajuan peradaban Islam terjadi pada masa pemerintahan Harun Al-
Rasyid (786-809 M). Harun Al-Rasyid adalah figur khalifah shaleh ahli
ibadah, senang bershadaqah, sangat mencintai ilmu sekaligus mencintai
para ulama, senang dikritik serta sangat merindukan nasihat terutama dari
para ulama. Pada masa pemerintahannya dilakukan sebuah gerakan
penerjemahan berbagai buku Yunani dengan menggaji para penerjemah
dari golongan Kristen dan penganut agama lainnya yang ahli. Ia juga
banyak mendirikan sekolah, yang salah satu karya besarnya adalah
pembangunan Baitul Hikmah, sebagai pusat penerjemahan yang berfungsi
sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Perpustakaan
pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping
terdapat kitab-kitab, disana orang juga dapat membaca, menulis dan
berdiskusi.
Harun Al-Rasyid juga menggunakan kekayaan yang banyak untuk
dimanfaatkan bagi keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan
dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak

38
sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum
juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman
keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya
sebagai negara terkuat yang tak tertandingi.
Terjadinya perkembangan lembaga pendidikan pada masa Harun
Al Rasyid mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu
pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab,
baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani
Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan.
Pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama juga lahir para imam
mazhab hukum yang empat hidup Imam Abu Hanifah (700-767 M), Imam
Malik (713-795 M), Imam Syafi'i (767-820 M) dan Imam Ahmad bin
Hambal (780-855 M).
Pencapaian kemajuan dunia Islam pada bidang ilmu pengetahuan
tersebut tidak terlepas dari adanya sikap terbuka dari pemerintahan Islam
pada saat itu terhadap berbagai budaya dari bangsa-bangsa sebelumnya
seperti Yunani, Persia, India dan yang lainnya. Gerakan penterjemahan
yang dilakukan sejak Khalifah Al-Mansur (745-775 M) hingga Harun Al-
Rasyid berimplikasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan umum,
terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia, farmasi, biologi,
fisika dan sejarah.
Gerakan penerjemahan pada zaman itu kemudian diikuti oleh suatu
periode kreativitas besar, karena generasi baru para ilmuwan dan ahli pikir
muslim yang terpelajar itu kemudian membangun dengan ilmu
pengetahuan yang diperolehnya untuk mengkontribusikannya dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Berbagai pusat pendidikan tempat menuntut ilmu dengan
perpustakaan-perpustakaan besar bermunculan di Cordova, Palermo,
Nisyapur, Kairo, Baghdad, Damaskus, dan Bukhara, dimana pada saat
yang sama telah mengungguli Eropa yang tenggelam dalam kegelapan
selama berabad-abad. Kehidupan kebudayaan dan politik baik dari

39
kalangan orang Islam maupun non-muslim pada zaman tersebut dilakukan
dalam kerangka Islam dan bahasa Arab, walaupun terdapat perbedaan-
perbedaan agama dan suku yang plural.
Pada saat itu umat Islam telah berhasil melakukan sebuah
akselerasi, jauh meninggalkan peradaban yang ada pada saat itu. Hidupnya
tradisi keilmuan, tradisi intelektual melalui gerakan penerjamahan yang
kemudian dilanjutkan dengan gerakan penyelidikan yang didukung oleh
kuatnya kolaborasi dan spirit pencarian, pengembangan ilmu pengetahuan
yang berkembang secara pesat tersebut, mengakibatkan terjadinya
lompatan kemajuan diberbagai bidang keilmuan yang telah melahirkan
berbagai karya ilmiah yang luar biasa.
Pada masa-masa permulaan perkembangan kekuasaan, Islam telah
memberikan kontribusi kepada dunia berupa tiga jenis alat penting yaitu
paper (kertas), compass (kompas) and gunpowder (mesiu). Penemuan alat
cetak (movable types) di Tiongkok pada penghujung abad ke-8 M dan
penemuan alat cetak serupa di Barat pada pertengahan abad 15 oleh
Johann Gutenberg, menurut buku Historians’ History of the World, akan
tidak ada arti dan gunanya jika Bangsa Arab tidak menemukan lebih
dahulu cara-cara bagi pembuatan kertas.
Pencapaian prestasi yang gemilang sebagai implikasi dari gerakan
terjemahan yang dilakukan pada zaman Daulah Abbasiah sangat jelas
terlihat pada lahirnya para ilmuwan muslim yang mashur dan berkaliber
internasional seperti :
1. Al-Biruni pada ilmu fisika dan kedokteran;
2. Jabir bin Hayyan (Geber) pada ilmu kimia;
3. Al-Khawarizmi (Algorism) pada ilmu matematika;
4. Al-Kindi (filsafat);
5. Al-Farazi, Al-Fargani, Al-Bitruji (astronomi);
6. Abu Ali Al-Hasan bin Haythami pada bidang teknik dan optik;
7. Ibnu Sina (Avicenna) yang dikenal dengan Bapak Ilmu Kedokteran
Modern;
8. Ibnu Rusyd (Averroes) pada bidang filsafat;

40
9 Ibnu Khaldun (sejarah, sosiologi).
Mereka semua telah meletakkan dasar pada berbagai bidang ilmu
pengetahuan. Beberapa ilmuwan muslim lainnya pada masa Daulah
Abbasiyah yang karyanya diakui dunia diantaranya:
1. Al-Razi (guru Ibnu Sina), berkarya dibidang kimia dan kedokteran,
menghasilkan 224 judul buku, 140 buku tentang pengobatan,
diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin. Bukunya yang paling masyhur
adalah Al-Hawi Fi ‘Ilm At Tadawi (30 jilid, berisi tentang jenis-jenis
penyakit dan upaya penyembuhannya). Buku-bukunya menjadi bahan
rujukan serta panduan dokter di seluruh Eropa hingga abad 17. Al-Razi
adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan
measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai
kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan Ibnu
Sina.
2. Al-Battani (Al-Batenius), seorang astronom. Hasil perhitungannya
tentang bumi mengelilingi pusat tata surya dalam waktu 365 hari, 5 jam,
46 menit, 24 detik, mendekati akurat. Buku yang paling terkenal adalah
Kitab Al Zij dalam bahasa latin: De Scienta Stellerum u De Numeris
Stellerumet Motibus, dimana terjemahan tertua dari karyanya masih ada di
Vatikan.
3. Al Ya’qubi, seorang ahli geografi, sejarawan dan pengembara.
Buku tertua dalam sejarah ilmu geografi berjudul Al Buldan (891), yang
diterbitkan kembali oleh Belanda dengan judul Ibn Waddih qui dicitur al-
Ya’qubi historiae.
4. Al Buzjani (Abul Wafa). Ia mengembangkan beberapa teori
penting di bidang matematika (geometri dan trigonometri).
Sejarah telah membuktikan bahwa kontribusi Islam pada kemajuan
ilmu pengetahuan di dunia modern menjadi fakta sejarah yang tak
terbantahkan. Bahkan bermula dari dunia Islam-lah ilmu pengetahuan
mengalami transmisi (penyebaran, penularan), diseminasi dan proliferasi
(pengembangan) ke dunia Barat yang sebelumnya diliputi oleh masa ‘the

41
Dark Ages’ mendorong munculnya zaman renaissance atau enlightenment
(pencerahan) di Eropa.
Pertengahan abad 9 M peradaban Islam telah meliputi seluruh
Spanyol. Masuknya Islam ke Spanyol yaitu setelah AbdurPada pahman
ad-Dakhil (756 M) berhasil membangun pemerintahan yang berpusat di
Andalusia.
Melalui Spanyol, Sicilia dan Perancis Selatan yang berada
langsung di bawah pemerintahan Islam, peradaban Islam memasuki Eropa.
Bahasa Arab menjadi bahasa internasional yang digunakan berbagai suku
bangsa di berbagai negeri di dunia. Baghdad di Timur dan Cordova di
Barat, dua kota raksasa Islam menerangi dunia dengan cahaya gilang-
gemilang. Sekitar tahun 830 M, Alfonsi Raja Asturia telah mendatangkan
dua sarjana Islam untuk mendidik ahli warisnya. Sekolah Tinggi
Kedokteran yang didirikan di Montpellier, Perancis dibina oleh beberapa
orang Mahaguru dari Andalusia. Keunggulan ilmiah kaum muslimin
tersebar jauh memasuki Eropa dan menarik kaum intelektual dan
bangsawan Barat ke negeri-negeri pusatnya. Diantara mereka terdapat
Roger Bacon (Inggeris), Gerbert d’Aurillac yang kemudian menjadi Paus
Perancis pertama dengan gelar Sylvester II, selama 3 tahun tinggal di
Toledo mempelajari ilmu matematika, astronomi, kimia dan ilmu lainnya
dari para sarjana Islam.
Di Andalusia (Spanyol bagian Selatan), berbagai universitasnya
pada saat itu dipenuhi oleh banyak mahasiswa Katolik dari Perancis,
Inggeris, Jerman dan Italia. Pada masa itu, para pemuda Kristen dari
berbagai negara di Eropa dikirim berbondong-bondong ke sejumlah
perguruan tinggi di Andalusia guna menimba ilmu pengetahuan dan
teknologi dari para ilmuwan muslim.
Dari sinilah kemudian sebuah revolusi pemikiran dan kebudayaan
telah pecah dan menyebar luas ke seluruh masyarakat dan seluruh benua.
Para pemuda Kristen yang sebelumnya telah banyak belajar dari para
ilmuwan muslim, telah berhasil melakukan sebuah transformasi nilai-nilai
yang unggul dari peradaban Islam yang kemudian diimplementasikan pada

42
peradaban mereka (Barat) yang selanjutnya berimplikasi terhadap
kemajuan diberbagai bidang ilmu pengetahuan.
Semaraknya pengembangan ilmu dan pengetahuan di dunia Islam
diindikasikan dengan banyaknya perpustakaan tersebar di kota-kota dan
negeri-negeri Islam yang jumlahnya sangat fantastis. Sejarah mencatat,
perpustakaan di Cordova pada abad 10 Masehi mempunyai 600.000 jilid
buku. Perpustakaan Darul Hikmah di Cairo mempunyai 2.000.000 jilid
buku. Perpustakaan Al Hakim di Andalusia mempunyai berbagai buku
dalam 40 kamar yang setiap kamarnya berisi 18.000 jilid buku.
Perpustakaan Abudal Daulah di Shiros (Iran Selatan) buku-bukunya
memenuhi 360 kamar. Sementara ratusan tahun sesudahnya (abad 15 M),
menurut catatan Catholik Encyclopedia, perpustakaan Gereja Canterbury
yang merupakan perpustakaan dunia Barat yang paling kaya saat itu
jumlah bukunya tidak melebihi 1.800 jilid buku.
Dari pusat-pusat peradaban Islam yang meliputi Baghdad,
Damaskus, Cordova, Sevilla, Granada dan Istanbul, telah memancarkan
sinar gemerlap yang menerangi seluruh penjuru dunia terlebih Cordova,
Sevilla, Granada yang merupakan bagian dari kekuasaan Islam di Spanyol
telah banyak memberikan kontribusi besar terhadap tumbuh dan
berkembangnya peradaban modern di dunia Barat.

43
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Problematika adalah berbagai persoalan yang belum dapat terselesaikan,
hingga terjadi kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang dihadapi dalam
proses pemberdayaan, baik yang datang dari individu Guru maupun dalam upaya
pemberdayaan masyarakat Islami secara langsung dalam masyarakat.
Pendidikan Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang
(peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam.
Problematika pendidikan islam adalah masalah-masalah yang terjadi
dalam pendidikan islam.
Pelaksanaan pembinaan pendidikan Islam pada zaman Rasulullah dapat
dibedakan menjadi 2 tahap, baik dari segi waktu dan tempat penyelenggaraan,
maupun dari segi isi dan materi pendidikannya, yaitu :
3. Tahap/fase Makkah, sebagai awal pembinaan pendidikan Islam, dengan
Makkah sebagai pusat kegiatannya,

44
4. Tahap/fase Madinah, sebagai fase lanjutan pembinaan/pendidikan Islam
dengan Madinah sebagai pusat kegiatannya. [ CITATION Zuh08 \l 1057 ]
Intinya pendidikan dan pengajaran yang diberikan Nabi selama di Makkah
ialah pendidikan keagamaan dan akhlak serta menganjurkan kepada manusia,
supaya mempergunakan akal pikirannya memperhatikan kejadian manusia,
hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam semesta seagai anjuran pendidikan ‘aqliyah
dan ilmiyah.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini masih tedapat kekurangan-kekurangan,
untuk itu penulis mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca untuk
kesempurnaan makalah kedepannya. Atas partisipasinya penulis ucapkan terima
kasih.

45

Anda mungkin juga menyukai