Anda di halaman 1dari 42

SINERGITAS KOMPETENSI DALAM PEMBELAJARAN GURU PENDIDIKAN

AGAMA ISLAM,DALAM MENGEMBANGKAN RANAH AFEKTIF SISWA


KELAS VII MTSN 02 JEMBER TAHUN PELAJARAN 2019/2020

PROPOSAL PENELITIAN KUALITATIF

Diajukan guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Penelitian Kualitatif

Oleh :

Ghofifah Audia Putri A3/T20181147

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKUTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH ACHMAD SIDDIQ JEMBER
DESEMBER 2020
A. JUDUL PENELITIAN
SINERGITAS KOMPETENSI DALAM PEMBELAJARAN GURU
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM,DALAM MENGEMBANGKAN RANAH
AFEKTIF SISWA KELAS VII MTSN 02 JEMBER TAHUN PELAJARAN
2019/2020.
B. LATAR BELAKANG

Disadari atau tidak, pendidikan merupakan hal terpenting untuk membentuk


kepribadian. Pendidikan itu tidak selalu berasal dari pendidikan formal seperti
sekolah atau perguruan tinggi. Pendidikan informal dan non formal pun memiliki
peran yang sama untuk membentuk kepribadian, terutama anak atau peserta didik.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Sementara pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal
yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Satuan pendidikan
nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat
kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang
sejenis. Sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan. Kegiatan pendidikan informal dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
dalam bentuk kegiatan belajar secara mandiri

Pendidikan formal yaitu dimana Pendidikan ini didapatkan oleh sesorang di


suatu Lembaga sekolah ataupun perguruan tinggi,dan didalamnya dapat mendorong
peningkatan kualitas manusia dalam Ranah Afektis siswa. Masalah yang dihadapi
dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan kualitas kehidupan sangat kompleks,
banyak faktor yang harus dipertimbangkan karena pengaruhnya pada kehidupan
manusia tidak dapat diabaikan, yang jelas harus disadari bahwa pendidikan

1
merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
suatu bangsa. Bagi suatu bangsa pendidikan merupakan hal yang sangat penting,
dengan pendidikan, yang bisa membentuk karakter generasi bangsa dengan
demikian manusia menjadi lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan, maka
dengan pendidikan manusia juga akan mampu mengantisipasi berbagai
kemungkinan yang akan terjadi. Oleh karena itu membangun pendidikan menjadi
suatu keharusan, baik dilihat dari perspektif internal (kehidupan intern bangsa)
maupun dalam perspektif eksternal (kehidupan dengan bangsa-bangsa lain).

Di dalam Al-Qur’an juga sudah dijelaskan bahwa barang siapa yang


menuntut ilmu maka derajatnya akan ditinggikan oleh Allah SWT, seperti dalam
Surah Al Mujadillah Ayat 11 yang berbunyi :

ِ ‫ح ىا ي َ ف ْ سَ ح‬ ُ َ ‫ال ْ َم َج ا ل ِ ِس ف َ ا فْ س‬ ‫ح ىا ف ِ ي‬ ُ َّ ‫ي َ ا أ َي ُّ َه ا ال َّ ِذ ي َه آ َم ى ُىا إ ِ ذ َ ا ق ِ ي َل ل َ ك ُ ْم ت َف َ س‬
‫ال َّ ِذ ي َه آ َم ى ُىا ِم ى ْ ك ُ ْم َو ال َّ ِذ ي َه‬ ُ َّ‫َّللاَّ ُ ل َ ك ُ ْم ۖ َو إ ِ ذ َ ا ق ِ ي َل ا و ْ ش ُ ُز وا ف َ ا وْ ش ُ ُز وا ي َ ْز ف َ ع ِ َّللا‬
‫ت ۚ َو َّللاَّ ُ ب ِ َم ا ت َع ْ َم ل ُى َن َخ ب ِ يز‬ ٍ ‫أ ُو ت ُىا ال ْ ِع ل ْ مَ د َ َر َج ا‬

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-


lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.

Di dalam ayat tersebut ditekankan bahwa siapa yang melapangkan dirinya di


majelis maka Allah akan memberi kelapangan serta akan meninggikan orang –
orang yang beriman dan memberinya ilmu pengetahuan beberapa derajat. Serta
Ayat ini menjelaskan untuk bersemangat menuntut ilmu, belapang dada,

2
menyiapkan kesempatan untuk menghadiri majelis ilmu, bersemangat belajar,
menyiapkan segala sumberdaya unutk meningkatkan keilmuan kita, dan senantiasa
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan.

Undang-Undang Republik Indonesia (RI) No. 20 Tahun 2003 Tentang


SISDIKNAS, Pasal 1 ayat (2) mengartikan bahwa: “Pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan
nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”. Fungsi dan
tujuan pendidikan nasional dinyatakan dalam Pasal 3 yang berbunyi: “Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut secara umum
jelas mengarah pada peningkatan kualitas bangsa.1

Kualitas bangsa tiada lain mencerminkan kualitas sumber daya manusia


suatu negara. Dengan pendidikan yang sungguh-sungguh diarahkan pada
pencapaian Undang-Undang Republik Indonesia (RI) No. 20 Tahun 2003 Tentang
SISDIKNAS, Pasal 1 ayat (2) mengartikan bahwa: “Pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan
nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”. Fungsi dan
tujuan pendidikan nasional dinyatakan dalam Pasal 3 yang berbunyi: “Pendidikan

1
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h. 4

3
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut secara umum
jelas mengarah pada peningkatan kualitas bangsa. Kualitas bangsa tiada lain
mencerminkan kualitas sumber daya manusia suatu negara.

Dengan pendidikan yang sungguh-sungguh diarahkan pada pencapaian


fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka bangsa Indonesia akan
menjadi bangsa yang terhormat, unggul, dan diperhitungkan dalam pergaulan dan
persaingan dunia. Kemajuan suatu bangsa di masa sekarang dan masa datang akan
sangat ditentukan generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa itu sendiri.
Generasi muda yang berkualitas dihasilkan dari adanya sistem pendidikan yang
berkualitas pula. Tidak mungkin akselerasi kemajuan bangsa dapat terwujud di
masa datang tanpa didukung oleh kemajuan di bidang pendidikan. Pendidikan
merupakan investasi jangka panjang yang sangat berharga dan bernilai luhur,
terutama bagi generasi muda yang akan menentukan maju mundurnya suatu bangsa.

Pembelajaran yang berlangsung di lembaga pendidikan, seorang guru


dituntut untuk menguasai semua aspek pengelolaan pembelajaran, diantaranya:
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang tepat untuk peserta
didiknya. Dan ntuk menghasilkan generasi muda dan berkualitas peran guru sangat
penting dalam mengembangkan Ranah Afektif siswa karena ini merupakan salah
satu hal penting yang harus dilakukan oleh guru dimana Ranah Afektif sendiri
adalah merupakan tujuan yang berkenaan dengan sikap dan nilai, guru menilai
siswa dari sikap dan tingkah laku siswa tersebut yang berkenaan tentang (1)

4
receiving,(2) responding,(3) valuing,(4) organization,(5) characterization by evalue
or calue complex. Maka dari itu guru harus memahami dan mengerti tentang apa itu
Ranah Afektif selain juga ada 2 ranah yang lainya yang mendukung guru dalam
pembelajaran yaitu Ranah Kognitif dan Ranah Psikomotorig.

MTSN 2 Jember merupakan sekolah menengah pertama yang berbasis Islam


jadi disini siswa akan mendapatkan lebih banyak Pendidikan Agama, Sinergitas
kompetensi guru agama dalam mengembangkan Ranah Afektif siswa sangatlah
penting, karena merupakan salah satu pendukung dalam proses pembelajaran.

Menurut Muhibbin Syah asal katanya, “competency” berarti kemampuan


atau kecakapan. Kompetensi juga diartikan “… the state of being legally competent
or qualified”, yaitu keadaan berwewenang atau memenuhi syarat menurut ketentuan
hukum. Arti kompetensi guru adalah “the ability of a teacher to responsibly perform
his or her duties appropriately”, artinya kemampuan seorang guru dalam
melaksanakan kewajibannya secara bertanggungjawab dan layak .

Menurut Depdiknas, kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan


nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Arti
lainnya, kompetensi adalah spesifikasi dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang dimiliki seseorang serta penerapannya di dalam pekerjaan, sesuai dengan
kinerja yang dibutuhkan lapangan. Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki
setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi tersebut
akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan, maupun sikap
profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru.

Pengertian lain dikemukakan oleh Mulyasa, yaitu kompetensi merupakan


perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan

5
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Jadi bagaimana guru bersinergi dengan
kompetensi yang dimiliki dalam mengembangkan Ranah Afektif siswanya.

Oleh karena itulah, maka penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan
melalui tesis ini dengan judul : “Sinergitas Kompetensi Dalam Pembelajaran
Guru Pendidikan Agama Islam,Dalam Mengembangkan Ranah Afektif Siswa
Kelas VII MTSN 02 Jember Tahun Pelajaran 2019/2020.”

C. Fokus Penelitian
Berdasarkan batasan masalah diatas maka penulis dapat merumuskan fokus
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kompetensi guru dalam mengembangkan Ranah Afektif
siswanya di MTS Negeri 2 Kabupaten Jember ?
2. Bagaimana sinergitas kompetensi guru dalam mengembangkan Ranah
Afektif siswanya di MTS Negeri 2 Kabupaten Jember ?
D. Tujuan Penelitian
Menindak lanjuti dari fokus masalah yang peneliti kaji, maka
tujuan peneliti ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis kompetensi guru dalam mengembangkan Ranah Afektif
siswanya di MTS Negeri 2 Kabupaten Jember
2. Menganalisis sinergitas guru dalam mengembangkan Ranah Afektif
siswanya di MTS Negeri 2 Kabupaten Jember
E. Manfaat Penelitian ( Teoritis , Praktis)
Adapun beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini diantaranya
yaitu:
1. Manfaat Teoritis

6
Diharapkan penelitian ini menghasilkan sumbangsih pengetahuan dalam bidang
Pendidikan Agama Islam, khususnya terkait dengan sinergitas kompetensi guru
dalam mengembangkan Ranah Afektif siswa.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
1) Penelitian ini merupakan suatu media untuk menambah wawasan
dan ilmu pengetahuan bagi peneliti tentang bagaimana menyusun
karya ilmiah yang baik dan benar sebagai bekal dalam
melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah selanjutnya.
2) Sebagai suatu pengetahuan dan pengalaman baru yang
bermanfaat,terutaman mengenai nilai-nilai pengembangan dalam
ranah afektif siswa di MTSN 2 Jember.
b. Bagi Masyarakat
Sebagai informasi terkait nilai-nilai pengembangan dalam ranah
afektif sisw di MTSN 2 Jember.
c. Bagi IAIN Jember
1) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur di lembaga
IAIN Jember dan mahasiswa.
2) Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam kajian-
kajian keilmuan di lingkungan kampus IAIN Jember dalam
wawasan pendidikan.
F. Definisi Istilah
Supaya penelitian ini mudah untuk dipahami, maka perlu sekali peniliti
jelaskan beberapa definisi dari beberapa istilah yang ada dengan tujuan supaya tidak
ada pemahaman yang salah dalam memahami penelitian ini. Beberapa definisi
istilah tersebut diantaranya yaitu :

7
1. Sinergitas Kompetensi Guru
Sinergitas berasal dari kata sinergi (synergy), Sinergi berarti
kegiatan,hubungan,kerjasama atau operasi gabungan Diartikan juga
disini Sinergitas adalah kerjasama unsur atau bagian atau fungsi atau Instansi
atau lembaga yang menghasilkan suatu tujuan lebih baik dan lebih besar
daripada dikerjakan sendiri.
Majid menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan
menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan
terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam
menjalankan fungsinya sebagai guru.Kompetensi yang diperlukan oleh
seseorang tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun
pengalaman.2
Robbins (2001:37) menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas
seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.
Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor,
yaitu faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan
intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan
mental sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang di perlukan untuk
melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan
keterampilan. Spencer & Spencer (1993:9) mengatakan “Competency is
underlying characteristic of an individual that is causally related to criterion-
reference effective and/or superior performance in a job or situation”.3
Jadi kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan
dengan kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan

2
Abdul Majid,“Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru” Bandung: Remaja
Rosdakarya,2005.
3
Robbins, Stephen P,”Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi”, Jilid 1, Edisi 8, Prenhallindo,
Jakarta,2017

8
situasi tertentu. Selanjutnya Spencer & Spencer menjelaskan, kompetensi
dikatakan underlying characteristic karena karakteristik merupakan bagian
yang mendalam dan melekat pada kepribadian seseorang dan dapat
memprediksi berbagai situasi dan jenis pekerjaan. Dikatakan causally related,
karena kompetensi menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja.
Dikatakan criterion-referenced, karena kompetensi itu benar-benar
memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik atau buruk, berdasarkan
kriteria atau standar tertentu.Muhaimin menjelaskan kompetensi adalah
seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki
seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksankan tugas-tugas
dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai
kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus
ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu
pengetahuan, teknologi maupun etika. Depdiknas merumuskan definisi
kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang
direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.Menurut Syah,
“kompetensi” adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau
memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya masih menurut Syah,
dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam
melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak.4
Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan
dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang
kompeten dan profesional adalah guru piawi dalam melaksanakan
profesinya.Berdasarkan uraian di atas kompetensi guru dapat didefinisikan
sebagai penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang

4
Muhibbin, Syah,” Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru”,Bandung: Remaja Rosdakarya,2016

9
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan
profesi sebagai guru.
Sinergitas Kompetensi guru yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
segala sesuatu yang telah dirumuskan secara musyawarah antara kepala
sekolah, dan guru-guru agama islam, berupa program-program kegiatan guru
dalam melakukan penilaian pengembangan Ranah Afektif siswa.
2. Ranah Afektif
`Dalam proses belajar mengajar, terdapat empat unsur utama
yaitu tujuan, materi, metode dan alat serta evaluasi. Tujuan pada hakikatnya
merupakan rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai siswa setelah
menempuh pengalaman belajar. Materi merupakan seperangkat pengetahuan
ilmiah yang disampaikan dalam proses belajar mengajar agar sampai pada
tujuan yang ditetapkan, sedangkan metode dan alat merupakan cara yang
digunakan dalam mencapai tujuan. Adapun untuk mengetahui apakah tujuan
yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak maka diperlukan evaluasi. Dari
evaluasi itu akan diketaui hasil belajar atau kemampuan yang dimiliki siswa
setelah proses belajar. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam
memahami ranah afektif tidak terlepas dari keempat unsur utama proses
belajar mengajar. Dalam sistem pendidikan nasional, rumusan tujuan
pendidikan menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin S. Bloom
yang secara garis besar membagi tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah afektif
dan ranah psikomotoris.

Istilah ranah afektif dalam bahasa Indonesia berasal dari kata “ranah”
yang berarti “bagian (satuan) perilaku manusia” dan “Afektif” berarti
“berkenaan dengan perasaan”. Jadi, ranah afektif merupakan bagian dari
tingkah laku manusia yang berhubungan dengan perasaan. Sedangkan dalam
bahasa Inggris dikenal dengan istilah affective domain. Menurut Anita E.

10
Woolfolk, “The affective domain is emotional objectives”. Maksudnya ranah
afektif merupakan tujuan-tujuan yang berkenaan dengan kondisi emosi
seseorang. Dalam hal ini ranah afektif dimaksudkan untuk menggugah emosi
siswa agar ikut berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

Ranah Afektif yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu rangkaian


guru menilai siswa dari sikap dan tingkah laku siswa tersebut yang berkenaan
tentang (1) receiving,(2) responding,(3) valuing,(4) organization,(5)
characterization by evalue or calue complex. Dimana guru harus memahami
terlebih dahulu apa itu Ranah Fektif agar supaya mudah dalam melakukan
penilaian.

G. Kajian Kepustakaan
1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu untuk menguatkan penelitian ini maka peeliti memuat
beberapa kajian terdahulu yang menguatkan penulis sebelumnya, maka data yang
perlu di himpun oleh peneliti berupa karya-karya antara lain tentang judul :
a. Skripsi karya Asmah mahasiswa fakultas tarbiyah dan keguruan Universitas
Islam Negeri Alauddin makassar 2010 yang meneliti tentang sinerginitas
perkembangan kognitif terhadap perkembangan afektif pada bidang studi
Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII Negeri I Pattallasang Kabupaten
Gowa
b. Skripsi karya Muhammad Yusuf Pulungan mahasiswa prodi PAI jurusan
Tarbiyah STAIN Padangsidimpuan yang meneliti tentang pembelajaran
ranah afektif antara harapan dan kenyataan

2. Kajian Teori

11
Pembahasan teori yang dijadiak sebagai perspektif dalam melakukan
penelitian bertujuan untuk memperdalam wawasan penelitian dalma mengkaji
permasalahan yang hendak dipecahkan sesuai dengan rumusn masalah dan tujuan
penelitian. Dengan demikian kajian teori yang dibahas dalam penelitian yaitu :
a. Sinergitas Kompetensi Guru
Sinergitas berasal dari kata sinergi (synergy), Sinergi berarti
kegiatan,hubungan,kerjasama atau operasi gabungan Diartikan juga
disini Sinergitas adalah kerjasama unsur atau bagian atau fungsi atau
Instansi atau lembaga yang menghasilkan suatu tujuan lebih baik dan
lebih besar daripada dikerjakan sendiri.
Sinergitas dalam capaian hasil berarti kerjasama berbagai unsur atau
bagian atau kelompok atau fungsi atau instansi atau lembaga untuk
mendapat capaian hasil yang lebih baik dan lebih besar. Banyak yang di
hasilkan dari bersinergi diantaranya adalah terciptanya saling
menghargai dan pelaksanaan tugas atau kewajiban menjadi lebih
maksimal dan efisien.
Sedangkan yang dimaksud kompetens guru sendiri adalah Majid
menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan
menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan
terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam
menjalankan fungsinya sebagai guru. Diyakini Sukmadinata kompetensi
yang diperlukan oleh seseorang tersebut dapat diperoleh baik melalui
pendidikan formal maupun pengalaman.5

Syah mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah


kemampuan atau kecakapan. Usman mengemukakan kompentensi
berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan
5
Sukmadinata,”Metode Penelitian Pendidikan”,Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,2017.

12
seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. Dalam hal ini,
kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian
dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif,
afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Robbins menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas
seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu
pekerjaan. Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk
oleh dua faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dan kemampuan
fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk
melakukan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik adalah
kemampuan yang di perlukan untuk melakukan tugas-tugas yang
menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan. Spencer &
Spencer mengatakan “Competency is underlying characteristic of an
individual that is causally related to criterion-reference effective and/or
superior performance in a job or situation”.
Jadi kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang
berkaitan dengan kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu
pekerjaan dan situasi tertentu. Selanjutnya Spencer & Spencer
menjelaskan, kompetensi dikatakan underlying characteristic karena
karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada
kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis
pekerjaan. Dikatakan causally related, karena kompetensi menyebabkan
atau memprediksi perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion-referenced,
karena kompetensi itu benar-benar memprediksi siapa-siapa saja yang
kinerjanya baik atau buruk, berdasarkan kriteria atau standar
tertentu.Muhaimin menjelaskan kompetensi adalah seperangkat

13
tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang
sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksankan tugas-tugas dalam
bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai
kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab
harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut
ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika. Depdiknas merumuskan
definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai
dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan
bertindak.Menurut Syah, “kompetensi” adalah kemampuan, kecakapan,
keadaan berwenang, atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum.
Selanjutnya masih menurut Syah, dikemukakan bahwa kompetensi guru
adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-
kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak.
Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai
kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi
keguruannya. Guru yang kompeten dan profesional adalah guru piawi
dalam melaksanakan profesinya.Berdasarkan uraian di atas kompetensi
guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru.

A. DIMENSI-DIMENSI KOMPETENSI GURU


Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan
Dosen pasal 10 ayat (1) kompetensi guru meliputi kompetensi

14
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
6
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

1. KOMPETENSI PEDAGOGI
Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen dikemukakan kompetensi pedagogik adalah
“kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas
menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan
pembelajaran. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan
merencanakan program belajar mengajar, kemampuan
melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar,
dan kemampuan melakukan penilaian.
a. Kompetensi Menyusun Rencana Pembelajaran

Menurut Joni, kemampuan merencanakan program belajar


mengajar mencakup kemampuan:

1) merencanakan pengorganisasian bahan-bahan pengajaran,

2) merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar,

3) merencanakan pengelolaan kelas,

4) merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran;


dan

5) merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan


pengajaran.

6
Departemen Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen,
Jakarta: Depdiknas,2015.

15
Depdiknas mengemukakan kompetensi penyusunan
rencana pembelajaran meliputi (1) mampu mendeskripsikan
tujuan, (2) mampu memilih materi, (3) mampu mengorganisir
materi, (4) mampu menentukan metode/strategi pembelajaran, (5)
mampu menentukan sumber belajar/media/alat peraga
pembelajaran, (6) mampu menyusun perangkat penilaian, (7)
mampu menentukan teknik penilaian, dan (8) mampu
mengalokasikan waktu.Berdasarkan uraian di atas, merencanakan
program belajar mengajar merupakan proyeksi guru mengenai
kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran
berlangsung, yang mencakup: merumuskan tujuan, menguraikan
deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar,
memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan
penilaian penguasaan tujuan.

b. Kompetensi Melaksanakan Proses Belajar Mengajar

Melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap


pelaksanaan program yang telah disusun. Dalam kegiatan ini
kemampuan yang di tuntut adalah keaktifan guru menciptakan dan
menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang
telah disusun. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar
penilaian yang tepat, apakah kegiatan belajar mengajar
dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah kegiatan yang lalu
perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-
tujuan pembelajaran.

Pada tahap ini disamping pengetahuan teori belajar


mengajar, pengetahuan tentang siswa, diperlukan pula kemahiran

16
dan keterampilan teknik belajar, misalnya: prinsip-prinsip
mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode
mengajar, dan keterampilan menilai hasil belajar siswa.Yutmini
mengemukakan, persyaratan kemampuan yang harus di miliki
guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar meliputi
kemampuan: (1) menggunakan metode belajar, media pelajaran,
dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan pelajaran, (2)
mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan
pengajaran, (3) berkomunikasi dengan siswa, (4)
mendemonstrasikan berbagai metode mengajar, dan (5)
melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar.

Hal serupa dikemukakan oleh Harahap yang menyatakan,


kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan
program mengajar adalah mencakup kemampuan: (1) memotivasi
siswa belajar sejak saat membuka sampai menutup pelajaran, (2)
mengarahkan tujuan pengajaran, (3) menyajikan bahan pelajaran
dengan metode yang relevan dengan tujuan pengajaran, (4)
melakukan pemantapan belajar, (5) menggunakan alat-alat bantu
pengajaran dengan baik dan benar, (6) melaksanakan layanan
bimbingan penyuluhan, (7) memperbaiki program belajar
mengajar, dan (8) melaksanakan hasil penilaian belajar.

Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar menyangkut


pengelolaan pembelajaran, dalam menyampaikan materi pelajaran
harus dilakukan secara terencana dan sistematis, sehingga tujuan
pengajaran dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan efisien.
Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dalam

17
melaksanakan kegiatan belajar mengajar terlihat dalam
mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal siswa,
kemudian mendiagnosis, menilai dan merespon setiap perubahan
perilaku siswa.

Depdiknas mengemukakan kompetensi melaksanakan


proses belajar mengajar meliputi (1) membuka pelajaran, (2)
menyajikan materi, (3) menggunakan media dan metode, (4)
menggunakan alat peraga, (5) menggunakan bahasa yang
komunikatif, (6) memotivasi siswa, (7) mengorganisasi kegiatan,
(8) berinteraksi dengan siswa secara komunikatif, (9)
menyimpulkan pelajaran, (10) memberikan umpan balik, (11)
melaksanakan penilaian, dan (12) menggunakan waktu. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa melaksanakan proses belajar
mengajar merupakan sesuatu kegiatan dimana berlangsung
hubungan antara manusia, dengan tujuan membantu
perkembangan dan menolong keterlibatan siswa dalam
pembelajaran. Pada dasarnya melaksanakan proses belajar
mengajar adalah menciptakan lingkungan dan suasana yang dapat
menimbulkan perubahan struktur kognitif para siswa.

c. Kompetensi Melaksanakan Penilaian Proses Belajar


Mengajar

Menurut Sutisna, penilaian proses belajar mengajar


dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan perencanaan
kegiatan belajar mengajar yang telah disusun dan dilaksanakan.
Penilaian diartikan sebagai proses yang menentukan betapa baik

18
organisasi program atau kegiatan yang dilaksanakan untuk
mencapai maksud-maksud yang telah ditetapkan.

Commite dalam Walgito menjelaskan, evaluasi merupakan


bagian yang tidak terpisahkan dari setiap upaya manusia, evaluasi
yang baik akan menyebarkan pemahaman dan perbaikan
pendidikan, sedangkan evaluasi yang salah akan merugikan
pendidikan.Tujuan utama melaksanakan evaluasi dalam proses
belajar mengajar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat
mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa,
sehingga tindak lanjut hasil belajar akan dapat diupayakan dan
dilaksanakan. Dengan demikian, melaksanakan penilaian proses
belajar mengajar merupakan bagian tugas guru yang harus
dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran berlangsung dengan
tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa mencapai
tujuan pembelajaran, sehingga dapat diupayakan tindak lanjut
hasil belajar siswa.7

Depdiknas mengemukakan kompetensi penilaian belajar


peserta didik, meliputi (1) mampu memilih soal berdasarkan
tingkat kesukaran, (2) mampu memilih soal berdasarkan tingkat
pembeda, (3) mampu memperbaiki soal yang tidak valid, (4)
mampu memeriksa jawab, (5) mampu mengklasifikasi hasil-hasil
penilaian, (6) mampu mengolah dan menganalisis hasil penilaian,
(7) mampu membuat interpretasi kecenderungan hasil penilaian,
(8) mampu menentukan korelasi soal berdasarkan hasil penilaian,
(9) mampu mengidentifikasi tingkat variasi hasil penilaian, (10)

7
Walgito,”Pengantar Psikologi Umum”, Yogyakarta: Andi Offset,2018.

19
mampu menyimpulkan dari hasil penilaian secara jelas dan logis,
(11) mampu menyusun program tindak lanjut hasil penilaian, (12)
mengklasifikasi kemampuan siswa, (13) mampu mengidentifikasi
kebutuhan tindak lanjut hasil penilaian, (14) mampu
melaksanakan tindak lanjut, (15) mampu mengevaluasi hasil
tindak lanjut, dan (16) mampu menganalisis hasil evaluasi
program tindak lanjut hasil penilaian. Berdasarkan uraian di atas
kompetensi pedagogik tercermin dari indikator (1) kemampuan
merencanakan program belajar mengajar, (2) kemampuan
melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar,
dan (3) kemampuan melakukan penilaian.

2. KOMPETENSI KEPRIBADIAN

Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar,


memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang
mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik
terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan
tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati
nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan
perilakunya).Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi
keberhasilan belajar anak didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat
dalam Syah menegaskan bahwa kepribadian itulah yang akan
menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi
anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi
masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil

20
(tingkat dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa
(tingkat menengah).

Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan


guru dalam menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif
dan keterbukaan psikologis. Fleksibilitas kognitif atau keluwesan
ranah cipta merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan
tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Guru
yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan adanya keterbukaan
berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia memiliki resistensi atau daya
tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur dalam
pengamatan dan pengenalan.Dalam Undang-undang Guru dan Dosen
dikemukakan kompetensi kepribadian adalah “kemampuan
kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta
menjadi teladan peserta didik”. Surya menyebut kompetensi
kepribadian ini sebagai kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi
seorang guru yang diperlukan agar dapat menjadi guru yang baik.
Kompetensi personal ini mencakup kemampuan pribadi yang
berkenaan dengan pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri,
dan perwujudan diri. Gumelar dan Dahyat merujuk pada
pendapat Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan
kompetensi pribadi meliputi (1) pengetahuan tentang adat istiadat baik
sosial maupun agama, (2) pengetahuan tentang budaya dan tradisi, (3)
pengetahuan tentang inti demokrasi, (4) pengetahuan tentang estetika,
(5) memiliki apresiasi dan kesadaran sosial, (6) memiliki sikap yang
benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan, (7) setia terhadap harkat
dan martabat manusia. Sedangkan kompetensi guru secara lebih

21
khusus lagi adalah bersikap empati, terbuka, berwibawa, bertanggung
jawab dan mampu menilai diri pribadi.8
Johnson sebagaimana dikutip Anwar mengemukakan
kemampuan personal guru, mencakup (1) penampilan sikap yang
positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap
keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya, (2)
pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya
dianut oleh seorang guru, (3) kepribadian, nilai, sikap hidup
ditampilkan dalam upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan
dan teladan bagi para siswanya. Arikunto mengemukakan kompetensi
personal mengharuskan guru memiliki kepribadian yang mantap
sehingga menjadi sumber inspirasi bagi subyek didik, dan patut
diteladani oleh siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi
kepribadian guru tercermin dari indikator (1) sikap, dan (2)
keteladanan.9
3. KOMPETENSI PROFESIONAL

Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan


Dosen, kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan
materi pelajaran secara luas dan mendalam”. Surya mengemukakan
kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan
agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi
profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu
penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa
tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat
guru lainnya. Suharsimi merujuk pada pendapat Asian Institut for

8
Gumelar dan Dahyat,”Kompetensi Kepribadian Sosial dan Professional”,2019.
9
Anwar, “Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education)”, Alfabeta, Bandung,2015.

22
Teacher Education, mengemukakan kompetensi profesional guru
mencakup kemampuan dalam hal (1) mengerti dan dapat menerapkan
landasan pendidikan baik filosofis, psikologis, dan sebagainya, (2)
mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat
perkembangan perilaku peserta didik, (3) mampu menangani mata
pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya, (4) mengerti
dan dapat menerapkan metode mengajar yang sesuai, (5) mampu
menggunakan berbagai alat pelajaran dan media serta fasilitas belajar
lain, (6) mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program
pengajaran, (7) mampu melaksanakan evaluasi belajar dan (8) mampu
menumbuhkan motivasi peserta didik.10
Johnson sebagaimana dikutip Anwar mengemukakan
kemampuan profesional mencakup (1) penguasaan pelajaran yang
terkini atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-
konsep dasar keilmuan bahan yang diajarkan tersebut, (2) penguasaan
dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan
keguruan, (3) penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan
pembelajaran siswa. Arikunto mengemukakan kompetensi profesional
mengharuskan guru memiliki pengetahuan yang luas dan dalam
tentang subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta
penguasaan metodologi yaitu menguasai konsep teoretik, maupun
memilih metode yang tepat dan mampu menggunakannya dalam
proses belajar mengajar.11
Depdiknas mengemukakan kompetensi profesional meliputi (1)
pengembangan profesi, pemahaman wawasan, dan penguasaan bahan

10
Arikunto, Suharsimi,“Dasar-dasar Evaluasi pendidikan”. Jakarta : PT Rineka Cipta,2018.
11
Arikunto, S; Yuliana, L,” Manajemen Pendidikan. Yogyakarta”: Aditya Media,2018.

23
kajian akademik.Pengembangan profesi meliputi (1) mengikuti
informasi perkembangan iptek yang mendukung profesi melalui
berbagai kegiatan ilmiah, (2) mengalihbahasakan buku pelajaran/karya
ilmiah, (3) mengembangkan berbagai model pembelajaran, (4) menulis
makalah, (5) menulis/menyusun diktat pelajaran, (6) menulis buku
pelajaran, (7) menulis modul, (8) menulis karya ilmiah, (9) melakukan
penelitian ilmiah (action research), (10) menemukan teknologi tepat
guna, (11) membuat alat peraga/media, (12) menciptakan karya seni,
(13) mengikuti pelatihan terakreditasi, (14) mengikuti pendidikan
kualifikasi, dan (15) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.
Pemahaman wawasan meliputi (1) memahami visi dan misi, (2)
memahami hubungan pendidikan dengan pengajaran, (3) memahami
konsep pendidikan dasar dan menengah, (4) memahami fungsi
sekolah, (5) mengidentifikasi permasalahan umum pendidikan dalam
hal proses dan hasil belajar, (6) membangun sistem yang menunjukkan
keterkaitan pendidikan dan luar sekolah.Penguasaan bahan kajian
akademik meliputi (1) memahami struktur pengetahuan, (2) menguasai
substansi materi, (3) menguasai substansi kekuasaan sesuai dengan
jenis pelayanan yang dibutuhkan siswa.Berdasarkan uraian di atas,
kompetensi profesional guru tercermin dari indikator (1) kemampuan
penguasaan materi pelajaran, (2) kemampuan penelitian dan
penyusunan karya ilmiah, (3) kemampuan pengembangan profesi, dan
(4) pemahaman terhadap wawasan dan landasan pendidikan

4. KOMPETENSI SOSIAL

Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa


siswanya dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di

24
depan kelas merupakan perwujudan interaksi dalam proses
komunikasi. Menurut Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi
sosial adalah “kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi
secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru,
orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar”. Surya
mengemukakan kompetensi sosial adalah kemampuan yang diperlukan
oleh seseorang agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain.
Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi
sosial dan melaksanakan tanggung jawab sosial.12
Gumelar dan Dahyat merujuk pada pendapat Asian Institut for
Teacher Education, menjelaskan kompetensi sosial guru adalah salah
satu daya atau kemampuan guru untuk mempersiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang baik serta kemampuan untuk
mendidik, membimbing masyarakat dalam menghadapi kehidupan di
masa yang akan datang. Untuk dapat melaksanakan peran sosial
kemasyarakatan, guru harus memiliki kompetensi (1) aspek normatif
kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak cukup
digantungkan kepada bakat, kecerdasan, dan kecakapan saja, tetapi
juga harus beritikad baik sehingga hal ini bertautan dengan norma
yang dijadikan landasan dalam melaksanakan tugasnya, (2)
pertimbangan sebelum memilih jabatan guru, dan (3) mempunyai
program yang menjurus untuk meningkatkan kemajuan masyarakat
dan kemajuan pendidikan.
Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan
kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri
kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu

12
Muhammad Surya,“Teori-Teori Konseling,Bandung: Pustaka Bani Quraisy,2016.

25
membawakan tugasnya sebagai guru. Arikunto mengemukakan
kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki kemampuan
komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama guru, kepala
sekolah, pegawai tata usaha, bahkan dengan anggota
masyarakat.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi sosial guru
tercermin melalui indikator (1) interaksi guru dengan siswa, (2)
interaksi guru dengan kepala sekolah, (3) interaksi guru dengan rekan
kerja, (4) interaksi guru dengan orang tua siswa, dan (5) interaksi guru
dengan masyarakat.13
b. Ranah Afektif
1. Pengertian Ranah Afektif
Dalam proses belajar mengajar, terdapat empat unsur utama
yaitu tujuan, materi, metode dan alat serta evaluasi. Tujuan pada
hakikatnya merupakan rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat
dikuasai siswa setelah menempuh pengalaman
belajar. Materi merupakan seperangkat pengetahuan ilmiah yang
disampaikan dalam proses belajar mengajar agar sampai pada tujuan
yang ditetapkan, sedangkan metode dan alat merupakan cara yang
digunakan dalam mencapai tujuan. Adapun untuk mengetahui apakah
tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak maka
diperlukan evaluasi. Dari evaluasi itu akan diketaui hasil belajar atau
kemampuan yang dimiliki siswa setelah proses belajar14.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam memahami ranah


afektif tidak terlepas dari keempat unsur utama proses belajar mengajar.
Dalam sistem pendidikan nasional, rumusan tujuan pendidikan

13
Arikunto, “Manajemen Pendidikan”, Yogyakarta: Aditya Media,2019.
14
Djamarah, Syaiful Bahri dan Asswan Zain, “Strategi Belajar Mengajar”, Jakarta: Rineka Cipta,2017.

26
menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin S. Bloom yang
secara garis besar membagi tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah
afektif dan ranah psikomotoris. Istilah ranah afektif dalam bahasa
Indonesia berasal dari kata “ranah” yang berarti “bagian (satuan)
perilaku manusia” dan “Afektif” berarti “berkenaan dengan perasaan”.
Jadi, ranah afektif merupakan bagian dari tingkah laku manusia yang
berhubungan dengan perasaan. Sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal
dengan istilah affective domain. Menurut Anita E. Woolfolk, “The
affective domain is emotional objectives”. Maksudnya ranah afektif
merupakan tujuan-tujuan yang berkenaan dengan kondisi emosi
seseorang. Dalam hal ini ranah afektif dimaksudkan untuk menggugah
emosi siswa agar ikut berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar. 15

Di dalam mendefinisikan ranah afektif, para ahli banyak yang


menyebutkan bahwa ranah afektif itu merupakan tujuan yang berkenaan
dengan sikap dan nilai. Dari definisi tersebut di atas, pengertian ranah
afektif terlihat sangat singkat dan masih membutuhkan pemahaman
sehingga untuk lebih jelasnya, penulis paparkan pendapat
Krothwohl dalam bukunya yang berjudul Taxonomy of Educational
Objectives (Affective Domain) yang mengatakan bahwa: ranah afektif
adalah:
“Objectives which emphasize a feeling tone, an emotion or a degree of
acceptance or rejection. Affective objective vary from simple attention
to selected phenomena to complex but internally consistent qualities of
character and conscience. It expressed as interest, attitudes,
appreciations, values and emotional sets or biases”.

15
Hamalik,”Psikologi Belajar dan Mengajar”, Bandung: Sinar Baru Algesindo,2019.

27
Artinya : “Tujuan-tujuan yang lebih mengutamakan pada
perasaan, emosi atau tingkat penerimaan atau penolakan. Tujuan afektif
mengubah perhatian dari yang sederhana menuju yang rumit untuk
memilih fenomena serta menanamkan fenomena itu sesuai dengan
karakter dan kata hatinya. Ranah afektif terlihat dalam sikap, minat,
apresiasi, nilai dan emosi atau prasangka”.

Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa dalam ranah afektif bukan
sikap dan nilai saja yang diutamakan, tetapi meliputi hal yang penilaian
sebuah fenomena dan dalam menuntun tingkah laku moralnya.

2. Aspek-aspek Ranah Afektif


Dengan mengikuti pendapat Krathwohl, aspek-aspek yang
terkandung daam ranah afektif terdiri dari minat (interest), sikap
(attitude), nilai (value), apresiasi (appreciation), penyesuaian
(adjustment). Masing-masing aspek tersebut muncul pada diri siswa
tidak sejelas seperti dalam ranah kognitif artinya dalam ranah kognitif
aspek yang satu merupakan syarat mutlak bagi aspek yang lain
sedangkan dalam ranah afektif tidaklah demikian, tetapi masing-masing
aspek saling tumpang tindih. Lebih jelasnya penulis paparkan pendapat
Krathwohl tentang proses munculnya aspek-aspek afektif dalam diri
seseorang melalui klasifikasi sebagai berikut:16

a. Receiving, terdiri dari:


1) Awareness (penyadaran)
2) Willing to receive (kemauan untuk menerima)

16
Hamzah,“Proses Belajar Mengajar”, Jakarta: Bumi Aksara,2015.

28
3) Controlled or selected attention (perhatian yang terkontrol atau terpilih) (aspek afektif :
minat dan apresiasi)

Pada taraf pertama ini berhubungan dengan kepekaan siswa terhadap fenomena-fenomena
dan rangsangan dari luar seperti masalah, gejala, situasi, dll. Dalam proses belajar
mengajar, taraf ini berhubungan dengan menimbulkan, mempertahankan dan mengarahkan
perhatian siswa. Yaitu kesadaran akan fenomena, kesediaan menerima fenomena dan
perhatian yang terkontrol atau terseleksi terhadap fenomena.

b. Responding, terdiri dari:


1) Acquiescence in responding (persetujuan untuk menjawab)
2) Willingness to respond (kemauan untuk menjawab)
3) Satisfaction in respond (kepuasan dalam menjawab) (aspek afektif : minat, sikap,
apresiasi, nilai dan penyesuaian)

Pada taraf kedua ini siswa sudah memberikan respon terhadap sebuah fenomena. Respon
ini tidak hanya memperhatikan sebuah fenomena tetapi siswa sudah memiliki motivasi
yang cukup terhadap fenomena. Dalam kegiatan belajar mengajar terlihat adanya kemauan
siswa untuk menjawan pertanyaan guru, atau kepuasan dalam menjawab (misalnya
membaca buku untuk kegembiraan). Jadi dalam taraf ini bertalian dengan partisipasi siswa
dalam sebuah fenomena.

c. Valuing, terdiri dari:


1) Acceptance of a value (penerimaan suatu nilai)
2) Preference of a value (pemilihan suatu nilai)
3) Commitment (bertanggung jawab untuk mengingatkan diri) (aspek afektif : minat, sikap,
apresiasi, nilai, penyesuaian)

29
Pada taraf ini, siswa sudah menghayati nilai-nilai tertentu. Hal ini terlihat pada perilaku
siswa mulai dari penerimaan sebuah nilai, latar belakang atau pengalaman unutk menerima
nilai dan kesepakatan terhadap nilai. Jadi pada taraf ini tingkah laku siswa sangat konsisten
dan tetap sehingga dapat memiliki keyakinan tertentu.

d. Organization, terdiri dari:


1) Conzeptualization of a value (konseptualisasi suatu nilai)
2) Organization of a value system (pengorganisasian suatu sistem nilai) (aspek afektif :
sikap, nilai dan penyesuaian)

Tingkatan ini berhubungan dengan menyatukan nilai-nilai yang berbeda, memecahkan


konflik di antara nilai-nilai itu dan mulai membentuk suatu sistem nilai yang konsisten
secara internal.

e. Characterization by value complex, terdiri dari:


1) Generalized set (perangkat yang tergeneralisasi)
2) Characterization (karakterisasi) (aspek afektif : penyesuaian)

Pada taraf ini disebut sebagai tahap internalisasi artinya suatu sistem nilai sudah terbentuk
dalam diri individu dan mengontrol tingkah lakunya dalam waktu yang lama sehingga
membentuk karakteristik “pola/pandangan hidup”. Dengan melihat klasifikasi ranah afektif
di atas, maka tampak bahwa aspek-aspek afektif satu sama lain dapat terjadi dalam proses
yang sama sehingga untuk mengetahui aspek-aspeknya, berlandaskan pada proses yang
sama pula. Sebagai contoh konkret aspek penyesuaian ternyata dapat muncul pada setiap
proses kecuali pada proses penerimaan (receiving). Lebih jelasnya dapat dilihat skema
berikut ini:

30
Jadi berdasarkan pendapat Krathwohl tersebut, dapat dipahami bahwa ranah afektif terdiri
dari 5 aspek yaitu:

1) Minat (interest)
Menurut Doyles Friyer yang dikutip oleh Wayan Nurkancana dalam bukunya Evaluasi
Pendidikan, “Minat atau interest adalah gejala psikis yang berkaitan dengan obyek atau
Dari pengertian tersebut, apabila seseorang senang terhadap obyek atau aktivitas tertentu
maka ia akan mempunyai minat yang besar terhadap obyek itu. Sebagai contoh apabila
siswa senang dengan pelajaran sejarah Islam maka ia akan menaruh minat yang besar
terhadap pelajaran tersebut misalnya dengan memperhatikan pelajaran tersebut dengan

31
baik, banyak membaca buku-buku sejarah Islam, senang bertanya kepada guru tentang
pelajaran itu dan sebagainya. Jadi minat merupakan faktor pendorong individu untuk
melaksanakan usahanya. aktivitas yang menstimulus perasaan senang pada individu”.17

2) Sikap (attitude)
Sikap merupakan kecenderungan untuk merespon sesuatu baik individu, tata nilai,
peristiwa, dan sebagainya dengan caracara tertentu. Dalam proses belajar mengajar terlihat
adanya sikap siswa seperti kemauannya untuk menerima pelajaran dari guru, perhatiannya
terhadap apa yang dijelaskan oleh guru, penghargaannya terhadap guru. Jadi sikap akan
memberikan arah kepada individu untuk melakukan perbuatan yang positif ataupun negatif.

3) Nilai (value)
Sebagaimana yang dikutip oleh Drs. H.M. Chabib Thoha dalam buku “Kapita Selekta
Pendidikan Islam”, Sidi Gazalba mengartikan nilai sebagai sesuatu yang bersifat abstrak. Ia
ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang
menuntut pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak
dikehendaki, disenangi dan tidak disenangi.

Dari kedua pengertian nilai tersebut, dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar,
siswa mampu menghayati sebuah fenomena sehingga ia dapat membedakan benar dan
salah, baik dan buruk dan mana yang lebih penting dalam hidup.

4) Apresiasi
Apresiasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap suatu benda baik abstrak maupun
kongkret yang memiliki nilai luhur dan umumnya dikaitkan dengan karya seni. Menurut

17
Junus dan Mahmud,”Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif”,
Jakarta: Bumi Aksara,2019.

32
Chaplin yang dikutip oleh Muhibbin Syah, apresiasi berarti “suatu pertimbangan
(judgment) mengenai arti penting atau nilai sesuatu”. Dalam proses belajar mengajar,
apresiasi dapat dilihat dari perilaku siswa menghargai guru dan teman, menghargai waktu
belajar dan tahu hal-hal yang lebih penting dalam hidup.

5) Penyesuaian (adjustment)
Penyesuaian merupakan aspek afektif yang mengontrol perilaku siswa sesuai dengan
prinsip-prinsip yang tertanam dalam dirinya. Jadi adjustment dapat diartikan sebagai
penguasaan; yaitu kemampuan membuat rencana dan mengatur respon-respon sedemikian
rupa sehingga dapat menguasai/menanggapi segala macam konflik atau masalah. Sebagai
contoh, siswa melakukan latihan diri dalam memecahkan masalah berdasarkan konsep
bahan yang telah diperolehnya atau menggunakannya dalam praktek kehidupannya
3. Hubungan Antara Ranah Afektif dengan Ranah Kognitif dan Psikomotorik

Sebagaimana penulis paparkan sebelumnya, bahwa ranah afektif itu tidak bisa terpisah
dengan ranah kognitif dan psikomotorik tetapi ketiganya saling berkaitan. Hal itu dapat
dilihat dari hubungan antara ranah afektif dan kognitif lebih dahulu untuk sampai pada
psikomotorik. Lebih jelasnya dipaparkan kategori kedua ranah tersebut dengan berpedoman
pada pendapat Krathwohl.

Menurutnya ranah afektif mempunyai hubungan dengan ranah kognitif yang mana dalam
setiap proses afektif terdapat komponen kognitif. Hal ini dapat dilihat pada masing-masing
tahap proses afektif yaitu; pertama “penerimaan”. Dalam proses belajar mengajar
penerimaan ini mengarah pada perhatian siswa. Dengan adanya perhatian siswa tersebut
maka akan mudah bagi siswa dalam memperoleh “pengetahuan” atau dengan kata lain
perhatian siswa dalam belajar sebagar syarat untuk sampai pada “pengetahuan”. Kedua
“merespon”, sebagai contoh ditemukan tujuan “kemauan” siswa untuk menjawab

33
pertanyaan guru. Tujuan ini mengandung pengertian bahwa siswa mempunyai kemauan
dan mampu menjawab pertanyaan guru apabila siswa tersebut sudah mengetahui dan
memahami materi pelajaran yang ditanyakan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa tujuan
afektif dalam contoh tersebut secara tidak langsung berarti tujuan kognitif karena di
dalamnya membutuhkan komponen kognitif yaitu pengetahuan dan pemahaman.

Tahap ketiga yaitu “menilai” suatu fenomena/benda. Siswa mampu memberikan penilaian
baik atau buruk, benar atau salah terhadap fenomena apabila siswa tersebut sudah dibekali
dengan beberapa pengetahuan tertentu kemudian memahami dan mampu menganalisa
fenomena tersebut.

Tahap organisasi dan kakterisasi nilai sebagai tahap empat dan lima ini berarti siswa
mengkonsep sebuah nilai yang telah direspon untuk disatukan dengan sistem nilai yang ada
menuju karakter individu. Dan hal ini membutuhkan kemampuan siswa dalam
mengembangkan nilainilai baru yang lebih kompleks (analisis). Untuk mengembangkan
nilai tersebut juga diperlukan kemampuan siswa dalam mensintesis dan mengevaluasi
sebuah nilai.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa dalam setiap tahap ranah afektif maka
terdapat komponen kognitif. Di samping itu, tujuan afektif secara tidak langsung
mengandung arti tujuan kognitif seperti dalam contoh tahap kedua atau dengan kata lain
tujuan afektif sama artinya dengan tujuan kognitif. Setelah siswa memiliki kemampuan
dalam mengorganisasikan nilai menjadi karakternya, maka sebagai tahap
lanjutan dari kemampuan tersebut adalah adanya kemampuan bertindak setelah ia
menerima pengalaman belajar tertentu sesuai dengan makna yang terkandung di dalam
ranah afektifnya sehingga kedua ranah tersebut jika dilukiskan, akan tampak dalam hasil
belajar sebagai berikut:

34
H. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field reserch) yang

mengharuskan peneliti terjun langsung kelapangan dengan menggunakan

metode penelitian kualitatif. Untuk memperoleh data-data, fakta dan

informasi yang akan mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan, penulis

gunakan adalah pendekatan survei yaitu penelitian menekankan pada

pengumpulan data yang berupa angka dan menggunakan analisis statistik

sebagai dasar pemaparan data.

35
2. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi yang dijadikan tempat penelitian adalah MTSN dua
JemberPemilihan MTsN 2 Jember ini dikarenakan sekolah ini adalah merupakan
salah satu sekolah menengah pertama yang berbasis Islam di mana di bawah
naungan dari Kemenag. Peneliti menemukan hal menari yaitu bagaimana
kompetensi guru dalam mengembangkan ranah afektif siswa. sehingga peneliti
sangat ingin melakukan penelitian terkait dengan pengembangan ranah afektif
siswa di lokasi tersebut
3. Subyek Penelitian
Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan maka peneliti
membutuhkan sumber data yang dapat diperoleh melalui informan. Dalam
pemilihan informan tersebut peneliti mengambil beberapa informan yang
dianggap memberikan data dan informasi terkait penelitian ini. Hal tersebut
dilakukan supaya mendapatkan data kata-kata yang tepat dan sesuai dengan
penelitian yang dilakukan.
dalam penelitian ini setiap penelitian yang akan dijadikan informan dalam
penelitian ini diantaranya:
a. Guru agama (Aqidah Akhlak,Fiqih,SKI,dan BhsArab) MTSN 2 Jember
b. Siswa siswi MTSN 2 Jember
4. Teknik Pengambilan Data
Dalam melakukan penelitian ini beberapa teknik pengumpulan data yang
digunakan oleh peneliti yaitu:
a. Observasi
Teknik pengumpulan data yang pertama yaitu dengan menggunakan teknik
observasi agar dapat menganalisis secara langsung terhadap penelitian yang
dikaji titik adapun jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

36
observasi partisipan pasif. Dalam hal ini peneliti datang di tempat kegiatan
orang yang diteliti, namun tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.
b. Wawancara
Teknik pengumpulan data yang kedua yaitu dengan menggunakan teknik
wawancara. Penelitian ini menggunakan wawancara semi terstruktur. teknik
wawancara ini digunakan untuk mendapatkan informasi dari sumber atau
informan yang berkaitan.
c. Dokumentasi
teknik pengumpulan data yang ketiga yaitu menggunakan teknik dokumentasi
titik peneliti menggunakan teknik dokumentasi dalam pengumpulan data
dikarenakan untuk memperoleh data berupa gambar atau tulisan atau yang
lainnya yang dapat dijadikan sebagai bahan informasi. Dokumentasi yang yang
diperoleh tersebut untuk memperkuat data yang diperoleh dalam penelitian yang
dilakukan.
5. Analisis Data
Setelah melakukan pengumpulan data dengan beberapa teknik
tersebut,peneliti melakukan analisis data untuk memperkuat data yang
diperoleh. analisis data yang dilakukan oleh peneliti yaitu:
a. Pengumpulan data
Analisis data yang yang pertama yaitu dengan cara mengumpulkan data yang
diperoleh dalam melakukan penelitian titik data yang diperoleh tersebut
dikumpulkan untuk mempermudah peneliti dalam menyusun penelitian ini.
b. Reduksi data
setelah selesai melakukan pengumpulan data maka langkah selanjutnya yaitu
melakukan reduksi data titik reduksi data ini dilakukan dengan cara memilah
dan memilih seluruh data yang diperoleh berdasarkan fokus penelitian yang

37
dilakukan, sehingga peneliti dapat mengklasifikasikan data yang diperoleh
berdasarkan subtema yang diinginkan.
c. Penyajian data
Setelah selesai melakukan reduksi data langkah selanjutnya yaitu melakukan
penyajian data titik penyajian data ini dilakukan dengan cara menyusun data
yang telah direduksi dalam suatu pola tertentu, sehingga data yang diperoleh
dalam penelitian ini akan semakin mudah untuk dipahami.
c. Penarikan data
langkah terakhir setelah melakukan penyajian data yaitu melakukan penarikan
kesimpulan dari penelitian yang dilakukan penarikan kesimpulan ini dilakukan
dengan maksud menjawab dari rumusan masalah yang telah dirumuskan oleh
peneliti dengan penarikan kesimpulan ini peneliti mendapatkan temuan baru
yang dapat dijadikan pedoman atau rujukan dalam melakukan penelitian
selanjutnya ataupun kegiatan lainnya terkait penelitian yang dilakukan ini.
6. Keabsahan Data
Supaya penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan dan dipercaya, peneliti
perlu melakukan uji validitas atau keabsahan data dengan tujuan untuk
membuktikan bahwa penelitian yang dilakukan oleh peneliti sesuai dengan
kenyataan yang sesungguhnya terjadi di lapangan.
dalam melakukan uji keabsahan data peneliti melakukan dengan menggunakan
triangulasi sumber.
7. Tahap – Tahap Penelitian
pada tahap tahap penelitian ini peneliti menguraikan tentang pelaksanaan
penelitian yang akan dilakukan dengan demikian tahap-tahap penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Tahap pra penelitian

38
Dalam tahap ini peneliti melakukan konfirmasi terhadap pihak dari MTSN 2
Jember untuk melakukan penelitian titik peneliti juga mempersiapkan rancangan
penelitian yang berupa pedoman penelitian dengan tujuan untuk memudahkan
penelitian serta penelitian yang lebih terstruktur.
b. Tahap pelaksanaan penelitian lapangan
Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian ke lapangan Dengan memahami
latar belakang dan tujuan penelitian untuk mendapatkan informasi yang terkait.
pada tahap ini peneliti mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan
dalam penelitian berdasarkan pedoman penelitian yang telah disusun
sebelumnya.
c. Tahap paska atau akhir penelitian lapangan
Pada tahap ini peneliti menganalisis data yang diperoleh dalam proses
penelitian, kemudian menyusun hasil laporan penelitian yang telah diperoleh
selama melakukan penelitian.

39
Daftar Pustaka

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h. 4


Abdul Majid. (2005). Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Robbins, Stephen P. 2017. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi, Jilid
1, Edisi 8, Prenhallindo, Jakarta.
Muhibbin, Syah. 2016. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Sukmadinata. 2017. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya
Departemen Pendidikan Nasional, 2015. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005,
Tentang Guru dan Dosen, Jakarta: Depdiknas.
Walgito. 2018. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset.
Gumelar dan Dahyat. 2019. Kompetensi Kepribadian Sosial dan Professional.
Anwar, 2015, Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education), Alfabeta,
Bandung
Arikunto, S; Yuliana, L. 2018. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media
Muhammad Surya. 2016. Teori-Teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Arikunto, 2019. Manajemen Pendidikan, Yogyakarta: Aditya Media.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Asswan Zain, 2017. Strategi Belajar Mengajar,
Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik.2019. Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Hamzah.2015. Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara.
Junus dan Mahmud, 2019. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar
Mengajar yang Kreatif dan Efektif, Jakarta: Bumi Aksara.

40
41

Anda mungkin juga menyukai