Anda di halaman 1dari 10

edupedia Vol. 5, No.

1, Juli 2020 | 55

MEMBANGUN PENDIDIKAN KARAKTER


SEJAK USIA DINI
Abstrak:

Oleh: Character education is a vital instrument in determining the progress of a nation.


Agus Supriadi Therefore the government needs to build educational institutions in order to produce
Afif Hidayat good human resources that are ready to oversee and deliver the nation at a progressive
level. It’s just that in reality, national education is not in line with the ideals of
Email: national education because the output is not in tune with moral values on the one
agusbelahana@gmail.com hand and the potential for individuals to compete in world intellectual order on the
afifhidayah386@gmail.com other hand. Therefore, as a solution to these problems is the need for the application
of character education from an early age.
Fakultas Tarbiyah Universitas
Ibrahimy Situbondo Keywords: Character Education, Early Age

PENDAHULUAN dapat dikatakan pula, tujuan pendidikan nasional


adalah menciptakan manusia Indonesia yang memiliki
Pendidikan memiliki fungsi vital dalam pengetahuan, berakhlak mulia, berkepribadian, dan
membentuk warna karakter manusia sehingga para berkarakter.1
pakar ilmuan dan cendekiawan bersepakat dan satu
suara membangun statemen bahwa pendidikan adalah Dalam Undang-Undang No.20/2003 tentang
sebuah instrumen penting dalam membentuk pola Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan:
karakater manusia. Pemahaman sederhananya adalah
baik dan buruknya karakter manusia ditentukan oleh Pendidikan adalah usaha sadar dan
pola pendidikan. terencana untuk mewujudkan suasana sadar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
Logika sehat setiap person bersepakat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
bahwa pendidikan memiliki andilitas kongkret kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
dalam membangun human resourse yang bermutu diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
dan berkualitas. Dengan kata lain bahwa wujud the keterampilan diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
great man didasari dengan konten pendidikan yang dan negara.
mumpuni dan progress. Berangkat dari data fakta
tak terbantahkan itu maka setiap orang merasa Logika sederhananya adalah pendidikan
tertuntut untuk terjun dalam dunia pendidikan. merupakan konsep pembelajaran yang sudah
Maka jangan heran jika pembangunan lembaga terorganisir secara sistematis dan struktural. Dalam
sekolah di Indonesia dilakukan secara masif dan tataran aksiologinya pendidikan berorientasi untuk
besar-besaran. Semuanya dilakukan sebagai bentuk membangun lingkungan akademis dan moralis
upaya pemerintah dalam mencerdaskan anak bangsa dalam rangka menciptakan civilized society. Jika
sebagaimana yang telah dicitakan oleh pancasila. demikian kenyataannya, maka disadari maupun
Karena faktanya, kemajuan suatu bangsa tidak tidak, setiap individu tentu membutuhkan instrumen
pernah lepas dari mutu pendidikan yang tinggi dan pendidikan. Kebutuhan tersebut menuntut setiap
berkualitas. manusia untuk terseret aktif dan berperan dalam
panggung pendidikan. Karena dengan pendidikan
Tujuan filosofis pendidikan nasional, secara seseorang mempunyai peluang untuk membangun
outline, sebagai upaya membentuk anak didik yang kualitas hidup dan berevolusi dari aneka bentuk
memiliki kompetensi sains-teknologi maupun sains-
agama, atau agar mereka beriptek dan berimtak. Atau, Jalaluddin dan Abdullah, Filsafat Pendidikan; Manusia,
1

Filsafat, dan Pendidikan (Depok: Rajawali Pers, 2018), 205


 56 Membangun Pendidikan Karakter Sejak Usia Dini

prilaku kebinatangan menjadi pribadi yang berharkat perlu mencari problem solvingnya. Maka dari itu, strategi
dan bermartabat, dalam artian pendidikan adalah akurat yang mesti dilakukan adalah menerapkan dan
upaya membebaskan diri dari kebodohan.2 menanamkan pendidikan karakater sejak usia dini
karena menurut pakar psikologi, di usia 0-6 tahun
Kalau diperlebar dengan melibatkan adalah masa yang paling produktif bagi seorang anak
paradigma Islam maka wacana pendidikan bukan untuk merespon aneka ragam kejadian disekitarnya.
hanya sebatas konsep yang kosong dari penyangga Reason tak terbantahkan tentang mengapa pendidikan
normatif, melainkan memiliki landasan kuat yang karakter perlu ditanamkan sejak usia dini karena
bersumber dari lembaran wahyu. Bahkan Islam di usia itu daya piranti otak bekerja sekitar 80%.
sangat mendorong proses pendidikan dengan Sehingga masa itu dikenal dengan istilah golden age.
mendelegasikan dokumen wahyu.3 Hal demikian
bisa kita tilik dalam teks wahyu yang turun pertama PEMBAHASAN
kali ternyata menyinggung tentang pendidikan
sebagaimana yang termaktub dalam surah Al-`Alq Realitas Sistem Pendidikan Nasional
ayat 1.4 Kemudian pola postulat tersebut dikuatkan Secara bahasa pendidikan berasal dari
oleh word dari Nabi Muhammad SAW selaku mediator bahasa Yunani, paedagogy, yang mengandung makna
intruksi Tuhan kepada hambanya yang mengatakan seorang anak yang pergi dan pulang sekolah dintar
bahwa belajar memiliki law value wajib bagi setiap oleh seorang pelayan. Pelayan yang mengantar dan
muslimin dan muslimat. menjemput dinamakan paedagogos. Sementara dalam
Dengan begitu pendidikan bukanlah konteks bahasa Romawi pendidikan diistilahkan sebagai
akademis yang tumbuh dengan sendirinya sebab educate yang berarti mengeluarkan sesuatu yang
hukum kebetulan sebagaimana teori ilmuan elit berada di dalam. Dalam bahasa Inggris pendidikan
atheis dalam memandang tata sistem gerak alam diistilahkan to educate yang berarti memperbaiki moral
dalam ilmu kosmologi tentang bumi, melainkan dan melatih intelektual.5 Tapi terlepas dari definisi
selalu beriringan dengan landasan fundamental pendidikan secara etimologi, pada intinya kita tahu
kalam Tuhan semesta alam. bahwa pendidikan adalah sebuah usaha sadar dan
terencana dengan menjadikan perubahan sebagai
Hanya saja persoalan krusialnya terletak tolak ukur sukses dan tidaknya sebuah pendikan.
pada output lembaga pendidikan itu sendiri. Character
building yang diekspektasikan ternyata tidak sesuai Namun jika membahas pandangan para
dengan menejemen target yang sudah teragenda. tokoh tentang definisi pendidikan maka akan menuai
Sehingga aneka orientasi pendidikan nasional hanya perbedaan sebab mereka memandang dari kaca
tinggal teks kosong yang tak tersentuh dalam dunia mata yang berbeda. Ada yang memandang dari
emperis. Dengan kata lain, semua agenda itu hanya aspek hakekat dasar pendidikan, tujuan dan fungsi
tinggal sebatas target kosong yang gagal dalam menuai pendidikan, ada yang memandang dari tataran
cita-cita lembaga pendidikan. Kita bisa lihat fakta rangkaian proses pendidikan, dan ada juga yang
sosial yang terjadi dalam realitas kehidupan sekitar. memandang dari segi hasil akhir suatu pendidikan.
Pesta minuman keras, kasus narkoba, aksi tawuran, Hanya saja ukuran perbedaan itu terletak dalam
tindak pencurian, dan aneka jenis kriminal lainnya ruang diksi kalimat saja sebab semua definisi tersebut
yang paradoks dengan impian pendidikan. Semua tetap berhilir dalam satu muara substansi yang sama.
fenomena kriminal itu kemudian disebut dengan Pebedaan paradigmatik tersebut sudah barang tentu
istilah kenakalan remaja. didasari oleh the style of thingking yang tidak sama
di satu sisi dan menejemen pengelolaan bahasa di
Merespon sederet masalah itu maka sangat sisi lain.
2
Supriyadi, Renaisans Islam (Jakarta: PT Elex Media Pendidikan dalam arti global diversifikasi
Komputindo, 2015), 203. menjadi tiga segmen, pertama yakni pendidikan
3
Rosihon Anwar DKK, Pengantar Studi Islam (Bandung:
Pustaka Setia, Cet-4 2017), 130.
4
Prof. Rosihon Dkk. Pengantar Studi Islam (Bandung: CV Abdul Kadir, Dkk, Dasar-Dasar Pendidikan (Jakarta:
5

Pustaka Setia. Cetakan IV 2017), 131. Kencana Prenadamedia Group, 2014), 59.
Jurnal Studi Pendidikan dan Pedagogi Islam | Juli. ISSN: 225-8164 | 2020 57 

formal. Kedua, pendidikan informal. Ketiga, sesama manusia atau pola garis horizontal yang
pendidikan nonformal. Pendidikan formal berupa dimana target ekpektasinya adalah terciptanya rasa
lembaga-lembaga sekolah baik negeri maupun swasta. saling menghormati, menghargai, toleransi, mandiri,
Sedangkan pendidikan informal berupa kursus-kursus dan menjadi warga negara yang demokratis dan
dan kegiatan ekstrakulikuler lainnya. Sementara bertanggung jawab.
pendidikan nonformal memuat konten pendidikan
keluarga atau juga booming disebut home education. Sementara kecerdasan intelektual adalah
kemampuan dalam menyerap dan merespon taks-
Sangat perlu untuk mengutip teks UU teks pengetahuan yang berbentuk aksara bertinta
RI NO. 20 TH. 2003 BAB II Pasal 3 tentang maupun konteks realitas dengan aksara tak bertinta
Sistem Pendidikan Nasional. Dalam kitab undang- berupa persitiwa-peristiwa yang terjadi disekitar.
undang tersebut dijelaskan bahwa pendidikan Kemampuan memahami tersebut kemudian mesti
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dikembangkan dalam pemaham yang lebih luas
dan membentuk watak serta peradaban bangsa (broader understanding) dengan multi paradigma melalui
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan rangkaian proses analisis wacana sehingga tercipta
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya insan yang berilmu, sehat, kreatif, misioner, dan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang progres.
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, Pendidikan adalah instrumen pembebasan
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis sebagaimana dalam pandangan Carl R. Rogers
dan bertanggung jawab. seorang ahli psiko-terapi yang menyatakan bahwa
pendidikan tidak bisa dilakukan dengan cara
Sementara tujuan pendidikan yang diatur memaksa.6 Lebih dari itu, pendidikan bukan hanya
dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem sebatas bebas dari paksaan mengerjakan tugas-
Pendidikan Nasional, Pasal 3 diurai bahwa tujuan tugas akan tetapi membebaskan diri dari belenggu
pendidikan nasional adalah mengembangkan ketakutan dan memunculkan jiwa-jiwa pemberani
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang serta mengambil dan menjalani resiko yang menjadi
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha tanggung jawabnya.
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis Pendek kata, dalam menganalisis sebuah
dan bertanggung jawab. pendidikan adalah terletak dalam keyword change.
Perubahan yang dimaksud bermakna universal
Dari deskripsi teks undang-undang tersebut yang meliputi perubahan dalam aspek perubahan
maka tujuan pendidikan dapat dituangkan dalam satu karakter dan perubahan cara berpikir. Dengan kata
kerangka yaitu menumbuhkan dan mengembangkan lain, berubah dari karakter dan moral yang kurang
aspek kecerdasan. Aspek penalarannya, kecerdasan baik menjadi baik kemudian bertransformasi menjadi
tersebut kemudian dijabarkan menjadi tiga domain jauh lebih baik menuju manusia yang berharkat
global konten. Desain konten tersebut adalah dan bermartabat dengan budi yang luhur (syamil
spiritual, emosional, dan intelektual. Kecerdasan al-mutakamil). Kemudian perubahan dalam bentuk
spiritual adalah kecerdasan dalam bentuk hubungan pengembangan potensi pengetahuan adalah adanya
transendental antara hamba dengan Sang Pencipta. development pemikiran dari tidak tahu menjadi tahu
Terciptanya relasi harmonis antara individual seorang dan dari tahu menjadi lebih tahu.
hamba dengan Tuhan adalah bagian dari orientasi
pendidikan yang di mana akan melahirkan insan Untuk mewujudkan agenda orientation
beriman, berakhlak mulia, dan bertakwa kepada tersebut maka segala cara dan aneka tehnik dilakukan
Tuhan Yang Maha Esa. untuk mendesain tata sistem pendidikan agar memiliki
kualitas tinggi. Gagasan planning dan target belajar
Sedangkan kecerdasan emosional adalah kemudian dipahat dan didiskusikan secara detail
bentuk kecerdasan dalam mengelola diri sehingga
berimplikasi terhadap harmonisasi komonikasi antar Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan
6

Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, Cet-10 2006), 80.


 58 Membangun Pendidikan Karakter Sejak Usia Dini

dan rinci di kursi-kursi pemerintahan. Planning sepanjang pergantian menteri adalah problem krusial
dan gagasan belajar itu kemudian menjelma sebagai yang menghambat laju perkembangan pendidikan.
istilah kurikulum pendidikan. Dengan terbentuknya
kurikulum maka lembaga pendidikan diharap Kembali ke topik awal, demi mewujudkan
berkembang sampai pada tataran progresif. pendidikan nasional maju maka dibutuhkan peran
guru atau tenaga pendidik lantaran guru atau tenaga
Kurikulum pendidikan di Indonesia bersifat pendidik memiliki peran urgen dalam memajukan
relatif dan dinamis yang bisa saja berubah sesuai pendidikan nasional. Oleh sebab itu, tenaga pendidik
dengan tuntutan situasi dan kondisi relitas speace and selaku subjek yang mentransfer ilmu kemudian
time. Kurikulum bukanlah diktum final dan konstan dibekali dengan aneka metode pembelajaran
sebab ia tercipta sebagai respon lembaga pendidikan sebagaimana yang telah dirumuskan oleh kalangan
atas fenomena sekitar. Prodak kurikulum secara elit akademik. Tidak hanya itu, tenaga pendidik
substansi diproyeksikan sebagai reaksi atas warna juga harus memahami betul standart nasional
sosio-kultural dan tuntutan dunia internasional. pendidikan sebab standart pendidikan nasional
Berikut pergeseran kurikulum yang terjadi dalam diproyeksi menjadi peta haluan dan pola acuan
dunia lembaga pendidikan Indonesia; dalam rangkaian proses kegiatan belajar mengajar.7
Tehnik dan strategi yang sudah diformulasi mesti
1. Kurikulum 1947, atau disebut juga Rencana menuai keberhasilan sebagaimana yang diinginkan
Pelajaran 1947 tujuan pendidikan nasional. Hanya saja persoalannya
2. Kurikulum 1952, atau disebut juga Rencana bukan terletak pada ragam metode pembelajaran
Pelajaran Terurai 1952 dan strategi belajar mengajar, melainkan kembali
kepada personal skill pendidik. Untuk itu kemudian
3. Kurikulum 1964, atau disebut juga dengan lahir regulasi dari pemerintah tentang kompetensi
Rencana Pendidikan 1964 seorang guru atau pendidik.
4. Kurikulum 1968 Guru dalam konteks pendidikan memiliki
5. Kurikulum 1975 peran urgen dalam menentukan karakter dan
kecerdasan anak didik. Hal tersebut senada dengan
6. Kurikulum 1984 pendapat John Lock sebagai seorang pioneer aliran
emperisme (1632-1704) yang mengungkapkan bahwa
7. Kurikulum 1999, atau disebut juga dengan
perkembangan karakteristik dan mental seorang
Suplemen Kurikulum 1999
anak ditentukan oleh pengaruh pengalaman dan
8. Kurikulum 2004, atau disebut juga dengan KBK lingkungan hidup (guru dan orang tua).8
(Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Lantaran guru mempunyai peran prima yang
9. Kurikulum 2006, atau juga disebut dengan KTSP sifatnya krusial bagi anak didik maka pemerintah
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) merasa perlu untuk menyusun garis-garis standar
kompetensi guru. Dalam undang-undang pemerintah
10. Kurikulum 2013 nomer 14 tahun 2005 pasal 8 ada empat kompetensi
Meski begitu, dalam analisis logika ilmiah, guru; kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik,
pergeseran konsepsi kurikulum jelas memiliki kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
implikasi logis terhadap dinamika lembaga sekolah. Pertama, kompetensi kepribadian
Di sana, anak didik ditekan untuk beradaptasi dengan memantulkan nilai-nilai eleganitas karakter dan
kurikulum baru padahal di era kurikulum lama anak keindahan moralitas, seperti kewibaan, arif, adil,
didik masih belum bisa menyesuaikan diri secara memberi teladan. Hal ini senada dengan apa yang
paripurna. Inilah sesi problem yang tercipta jika
kurikulum selalu berubah sepanjang pergantian 7
Winia Sanjaya, Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standart
menteri kabinet pemerintahan. Fakta yang tidak bisa Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2007), 4.
dibantah adalah wujud kurikulum yang selalu bergeser 8
Abdul Kadir, Dasar-Dasar Pendidikan (Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2014), 126
Jurnal Studi Pendidikan dan Pedagogi Islam | Juli. ISSN: 225-8164 | 2020 59 

pernah dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa tersebut merupakan kewajiban bahkan sebuah
guru harus digugu dan ditiru. Sehingga dalam wacana tuntutan dan tantangan bagi seorang guru profesional
sikolog tenaga pendidik atau guru dituntut oleh dalam rangka mengimbangi laju globalisasi yang
profesinya untuk menjadi teladan bagi muridnya. bergerak pesat diera milenial ini. Jika tidak maka
titik orbit label guru profesional akan bergeser ke
Kedua, kompetensi pedagogik bermuara ke arah label guru tradisional yang sudah tidak relevan
arah proses pembelajaran yang bersentuhan langsung lagi dengan konteks kekinian.
dengan peserta didik. Dalam ranah pedagogik ini
ditempati oleh tiga global konten yang melibatkan Menanggapi persoalan pendidik, Islam juga
guru dengan anak didik. Tiga konten tersebut adalah memberi komentar bahwa pendidik tidak hanya
tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap sebatas menjadi penyampai kerangka konsepsi-
evaluasi. Pada tataran praktis tahap pelaksanaan konsepsi uraian materi melainkan juga sebagai subjek
membutuhkan model dan strategi yang kreatif dan pelaksana desain konsepsi-kosepsi materi.9 Hal
inovatif untuk mambangun suasana belajar yang ini dalam Islam disebut dengan perpaduan atau
menyenangkan. Semua itu tersimpul dalam istilah kesesuaian antara mauidah hasanah dengan uswatun
PAKEM dengan menjadikan peserta didik sebagai hasanah. Jika perkawinan antara statemen dengan
subjek (student centered learning). implementasi ajaran maka secara otomatis hal itu
akan terserap dalam jiwa dan kepribadian anak didik.
Ketiga, kompetensi sosial mancerminkan
nilai-nilai kemampuan guru dalam berkomonikasi Kemudian, demi mengantarkan pendidikan
dalam konteks yang lebih luas lantaran berhadapan nasional ke arah kemajuan, pemerintah juga
langsung dengan wajah realitas di lapangan. Dalam memberikan anggaran untuk sekolah dan peserta
wilayah sosial, guru diproyeksikan untuk berpartisipasi didik atau siswa. Kita bisa lihat regulasi pemerintah
dan berkontribusi di dalam membangun masyarakat tentang dimensi finansial bagi sekolah. Hanya saja
madani yang berperadaban. Untuk merealisasikan hal itu jauh dari kata memadai sebab dalam statistik
dan mensukseskan orientasi di atas maka jiwa sosial dana yang disuntikkan oleh pemerintah hanya berkisar
perlu ditanam lebih awal sebelum melangkah pada 20% dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja
mekanisme operasional berikutnya. Negara). Hal ini jika dikomparasi dengan dana
pendidikan luar negeri maka jauh dari kata sebanding.
Keempat, kompetensi profesional mengarah
kepada penguasaan suatu disiplin bidang ilmu tertentu. Dengan data fakta tersebut, antara idealitas
Kompetensi profesional tidak berhenti di sana, tapi cita-cita pendidikan nasional dengan realitas problem
sampai pada tataran bagaimana memahamkan siswa di lapangan maka bukan suatu mustahil jika anak
baik dalam aspek komonikasi verbal maupun tulisan, bangsa tidak mampu bersaing dalam pencaturan
aspek reading maupun writing dengan menyesuaikan intelektual dunia dan mendekati kegagalan dalam
dengan konteks tuntutan speace and time agar selalu mengembangkan potensi insani atau sumber daya
compatible dengan pergolakan realitas sosial yang selalu manusia yang siap mengantarkan Indonesia on the
bergerak dinamis sepanjang waktu. Di samping itu way for progress multi dimensi sebagaimana mana yang
guru harus memiliki daya critical thingking dengan diharapkan oleh founding state terdahulu.
metodologi sainstific berbasis data dalam rangka
contribution of knowledge dalam merespon fenomena Kajian ilmiah tersebut masih berputar dalam
sosial yang terjadi disetiap elemen-elemen masyarakat. lingkaran regulasi sekolah, pergeseran kurikulum,
dana pendidikan, dan peran serta tenaga pendidik.
Diera milenial yang terus diiringi dengan Belum lagi, pendidikan nasional dihadapkan
pesatnya perkembangan tekhnologi ini melahirkan dengan dekadensi moral anak bangsa. Meski begitu,
the ways of thingking, the ways of learning, and the ways of pendidikan nasional selalu mengkaji dan menganalisis
behave disetiap lini kehidupan. Perubahan-perubahan demi menemukan framework solusi dari rangkaian
tersebut memerlukan respon aktif guru dengan problem tersebut.
melakukan mini riset baik dalam konteks spesifik
(siswa) maupun komprehensif (masyarakat). Hal Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi
9

Pendidikan Islam (Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2012), 115.


 60 Membangun Pendidikan Karakter Sejak Usia Dini

Urgensitas Pendidikan Karakter Sejak Usia Dini berhenti dalam terminal gagasan berlian ide tidak
sampai pada terminal empirik di lapangan. Salah
Hanya saja tekstual ideality pendidikan satu solusi untuk mewujudkan perilaku yang baik
nasional demi menciptakan insan berakhlak dan bagi setiap peserta didik adalah dengan belajar,
berilmu ketika dibenturkan dengan kontekstual sebab melalui proses belajar, perilaku manusia dapat
reality mau tidak mau harus bertekuk letut tanpa berkembang menuju arah yang lebih baik.10
sarat. Konsepsi-konsepsi yang dibangun dalam ruang
akademik ternyata berbanding terbalik dengan dunia Menanggapi diskusi seputar dunia pendidikan
emperik di lapangan. Ragam wacana pendidikan tersebut kita akan terbawa dalam kubangan kelas-
maju yang memiliki visi dan misi melahirkan anak kelas pemikiran para pakar psikologi, ahli didik, dan
bangsa yang sehat, mandiri, dan berahlak mulia ahli biologi yang pada puluhan tahun berdiskusi
harus terseret dalam muara obrolan konsep dan panjang lebar terkait dengan kepribadian seorang
wacana kosong lantaran tidak tertuang dalam bukti anak.11 Berbicara aliran pendidikan, telah banyak
kongkret di dunia yang emperik. aliran-aliran yang dirumuskan oleh pakar pendidikan.
Sebut saja, aliran emperisme, nativisme, konvergensi,
Pesta minuman keras, kasus narkoba, aksi naturalisme, progresivisme, dan kontruktivisme.
tawuran, tindak pencurian, euforia tak jelas dan Hanya saja di sini akan dipaparkan tiga aliran
tak berguna, pudarnya rasa saling menghormati, pemikiran saja sebab tiga tersebut adalah domain
sikap sopan santun yang dianggap hal tabu, budaya pokok yang merepresentasikan school of tought yang
membaca yang hanya terjadi dalam dunia teori di lain.
buku-buku bacaan, dan aneka jenis kriminal lainnya
yang paradoks dengan impian pendidikan. Dari itu 1. Aliran Emperisme
maka pakar psikologi berpandangan bahwa semua
fenomena kriminal itu kemudian disebut dengan John Lock seorang pelopor aliran emperisme
istilah kenakalan remaja. (1632-1704) mengungkapkan bahwa perkembangan
karakteristik dan mental seorang anak ditentukan oleh
Jika mengikuti arus the stye of thingking logika pengaruh pengalaman dan lingkungan hidup (guru
kiri, maka percikan kritis keras akan dilontarkan dan orang tua).12 Hal ini bukan hanya sebatas bualan
terhadap para pengelola pendidikan Indonesia. Klaim belaka sebagaimana janji-janji yang dilontarkan para
kegagalan pendidikan nasional akan terlontar begitu politisi sebelum bertempur dalam pesta demokrasi,
saja mewarnai isu dan wacana-wacana pendidikan melainkan berdasarkan dalil realitas sosio-kultural
selaku sektor vital dalam menentukan maju dan yang kemudian diolah berdasarkan mekanisme
tidaknya suatu bangsa. Reason logis yang menjadi pembuktian-pembuktian ilmiah. Pijakan dasarnya
pijakan dasar stigma tersebut adalah realitas output diangkat dari realitas sosial kemudian melahirkan
lembaga pendidikan yang tidak mencerminkan nilai- asumsi-asumsi dan setangkai teori.
nilai akhlakul karimah di satu pihak, dan ketidak
mampuan berkompetisi dalam kancah global di Menurut aliran emperisme, kepribadian dan
pihak lain. karakter anak ditentukan oleh lingkungan sekitar baik
dalam cakupan keluarga maupun cakupan yang lebih
Deretan prilaku tersebut adalah aktualisasi luas yaitu lingkungan masyarakat. Logika formalnya,
dari dekadensi moral atau rusaknya karakter building karakter seorang anak adalah hasil environmental products
seseorang anak didik. Logika formalnya adalah yang mengitari sepanjang perjalan hidupnya. Kran
bimbingan tujuan pendidikan nasional hanya sebatas berpikir aliran ini bisa dibenarkan lantaran otak
teks mati yang telah gagal dalam membawa anak seorang anak menyerap berbagai fenomena sekitar
didik menuju keindahan budi pekerti dan juga skill
individual yang berkualitas dan mumpuni sehingga
10
Moh. Nawafil dan Junaidi, “Revitalisasi Paradigma
Baru Dunia Pembelajaran yang Membebaskan”, Jurnal
agenda mencetak the great man hanya sebatas Pendidikan Islam Indonesia, Vol. 4, No. 2, (April, 2020), 215.
semboyan belaka yang laris manis dalam dunia 11
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung:
ide. Terbinanya insan yang mandiri, kreatif, cerdas, Remaja Rosda Karya, cet-27 2004), 14.
berakhlak mulia, dan bertanggung jawab hanya 12
Abdul Kadir, Dasar-Dasar Pendidikan (Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2014), 126
Jurnal Studi Pendidikan dan Pedagogi Islam | Juli. ISSN: 225-8164 | 2020 61 

lalu diinternalisasi dalam wujud pola berpikir dan bahwa anak lahir di dunia ini telah memiliki bakat
akhirnya tertuang dalam ekpresi sikap dan perbuatan. baik dan buruk, sedangkan perkembangan anak
selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan.
Kunci dasar aliran ini dikenal dengan teori Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama
komparasinya yang mengatakan bahwa seorang anak berperan penting. Bakat yang dibawa pada waktu
diibaratkan seperti kertas kosong. Kertas kosong lahir tidak akan berkembang tanpa adanya dukungan
tersebut kemudian tergantung pemiliknya apakah lingkungan yang sesuai untuk berkembang.
mau diisi dengan warna apa. Warna tersebut adalah
penjelmaan dari rutinitas harian kehidupannya. Secara substansi, aliran konvergensi adalah
perpaduan antara dua aliran yang saling bertentangan
2. Aliran Nativisme satu sama lain. Paradoks aliran nativisme dan aliran
Tokoh aliran nativisme adalah Schopenhauer emperisme kemudian dirajut dan diletakkan dalam
seorang filsafat Jerman yang hidup pada tahun 1788- melting pot aliran baru. Wujud aliran korvergensi
1880. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan yang merupakan hasil dari pertautan antara dua
individu ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa aliran yang saling bertolak belakang adalah bentuk
sejak lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruh moderat yang tidak menegasikan faktor lingkungan
terhadap perkembangan anak laki-laki dan perempuan. di satu sisi dan aspek pembawaan di sisi lain.
Nativisme berpendapat jika anak memiliki bakat jahat Berangkat dari persilangan argumen pemikir
dari lahir maka ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya kelas berat tersebut maka pada tataran esensinya
jika anak memiliki bakat baik maka ia akan menjadi mereka telah memberikan informasi kepada pemikir
baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan setelahnya bahwa satu konteks persoalan bisa saja
bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi anak menjadi sejuta wacana. Value added yang bisa diambil
itu sendiri.13 adalah membangun tangga kesadaran bahwa pada
Aliran nativisme membantah teori emperisme sejatinya karakter ilmuan yang sebenarnya adalah
yang mengatakan bahwa kepribadian seorang anak menghargai aneka pandangan sebagai manifestasi
ditentukan oleh faktor realitas lingkungan. Lingkungan cinta keberagaman.
sekitar, bagi aliran nativisme tidak memiliki pengaruh Terlepas dari itu maka persilangan argumen
apa-apa dalam menentukan kepribadian, mental antara para pakar tersebut menggiring kita pada
dan pola berpikir seorang anak. Pembawaan sejak sebuah pemahaman bahwa kepribadian anak didik
lahir adalah nilai statis yang tidak bisa diintervensi dipengaruhi banyak faktor. Logika sederhananya
oleh faktor lain sehingga bagaimanapun dinamika adalah kepribadian seorang anak didik berangkat dari
lingkungan sekitar tidak akan bisa memprodak diri sendiri sebagaimana gagasan aliran pemikiran
mental dan karakter seorang anak. nativisme yang telah menawarkan konsepsi bahwa
Oleh karena itu, mengacu pada konteks seorang anak lahir dengan bakat dan potensi
persoalan dekadensi moral di muka, maka problem masing-masing. Pun demikian, aliran empirisme
moral tersebut bukanlah hasil pertautan relasi anak ikut meramaikan diskusi nalar ilmiah tersebut dengan
dengan sektor lingkungan, akan tetapi merupakan memercikkan sanggahan dengan mengajukan metode
hasil pembawaan individu sejak lahir. komparasi. Nalar ilmiahnya adalah seorang anak
dianalogikan dengan kertas kosong yang akan terisi
3. Aliran Konvergensi coretan-coretan pengalaman dalam pergumulan roda
Tokoh aliran konvergensi adalah William kehidupan sehari-hari. Sehingga dalam perspektif
Stern. Ia seorang tokoh pendidikan Jerman yang aliran emperisme, entitas perilaku dan kepribadian
hidup tahun 1871-1939. Aliran konvergensi seorang anak adalah bagian dari prodak realitas
merupakan kompromi atau kombinasi dari aliran lingkungan baik dalam lingkup keluarga dalam arti
nativisme dan emperisme. Aliran ini berpendapat sempit maupun masyarakat setempat dalam arti luas.
Menyudahi kajian aliran pemikiran di
Abdul Kadir, Dasar-Dasar Pendidikan (Jakarta: Kencana
13
atas, terlepas dari pandangan kerangka teori aliran
Prenadamedia Group, 2014), 127.
 62 Membangun Pendidikan Karakter Sejak Usia Dini

emperisme, nativisme, dan konvergensi, maka itu kembali kepersoalan di muka, baik dari aspek
masalah nyata yang mesti dihadapi adalah entitas regulasi pemerintah, sistem lembaga pendidikan, skill
moral yang merosot dari anak bangsa. Padahal, individual pendidik, dan lingkungan yang tidak sehat.
dalam kajian ilmiahnya, moral merupakan bagian
terpenting yang menentukan masa depan bangsa. Dari wacana tersebut maka aneka langkah
Pemahaman sederhananya adalah ketika anak bangsa solutif perlu dicari untuk kemudian diimplementasi
bermasalah dengan aspek moral maka kesempatan secara bersama-sama demi tercapainya tujuan
untuk membawa Indonesia on the way for progress pendidikan nasional. Sebagai tawaran solusi dari
akan tertutup rapat-rapat sebab ia dituntut untuk penulis adalah menerapkan pendidikan karakter
memperbaiki diri sebelum memperbaiki bangsa yang sejak usia dini. Tawaran tersebut merupakan poin
cakupannya lebih luas dan bersentuhan langsung penting yang perlu digolkan dalam wujud nyata
dengan massa. harian kehidupan seorang anak.

Pendidikan moral yang merupakan inti dari Persoalan karakter merupakan persoalan
pendidikan perlu mendapat ruang husus untuk krusial yang perlu dikedepankan untuk dikaji dan
didiskusikan lebih panjang. Jika berbicara sistem dibangun di Indonesia.16 Alasan sederhananya,
pendidikan maka kita akan terseret pada pola disamping karakter merupakan roh dari pendidikan, ia
membandingkan antara sistem pendidikan Barat juga sebagai motor dan mobiitas untuk mengantarkan
dengan sistem pendidikan Indonesia. Mekanisme nasib suatu bangsa on going to progress.17 Sebab dari
komparasi sistem pendidikan ini perlu dilakukan karakter mulia tersebut akan memunculkan nilai-
sebagai koreksi pendidikan internal di satu pihak dan nilai elegan seperti rasa saling menghormati dan
mempelajari sistem pendidikan eksternal di pihak lain. menghargai, rasa toleransi, mandiri, jujur, dan
Berbicara sistem pendidikan eksternal barat maka kita bertanggung jawab. Sebaliknya, jika karakter
akan disuguhkan dengan sistem pendidikan pragmatis bermasalah maka masalah yang ditimbukan adalah
yang dimana segala bentuk kebenaran hanya bisa ejewantah yang merusak terhadap diri sendiri, orang
diterima ketika bersifat pragmatis bukan wacana lain, dan lingkungan setempat. Dengan demikian,
dan teori belaka. Ilmu pengetahuan tercipta bukan roda orientasi pancasila yang ingin bersaing dalam
untuk diperbincangkan tapi bagaimana bercumbu pencaturan peradaban dunia akan tersendat bahkan
dalam kehidupan harian nyata.14 Adapun tokoh- terjebak dalam siklus titik tetap, dalam artian berjalan
tokoh pragmatisme yang telah dideskrepsikan adalah di tempat bahkan terseret pada tingkat stagnansi.
William James dan John Dewey.15 Mengingat begitu pentingnya eksistensi
Sebagai bentuk kritik terhadap sistem karakter maka langkah terbaik yang mesti diterapkan
pendidikan Barat yang hanya memperioritaskan aspek adalah pendidikan karakter. Dalam artian, pendidikan
rasionalitas dan pragmatis dunia emperik dengan karakter tidak hanya berhenti sampai dalam tataran
mengesampingkan nilai-nilai moral maka pendidikan gagasan konseptual belaka, tetapi bagaimana entitas
nasional berseberangan dengan sistem pendidikan pendidikan karakter harus diterapkan dan diberikan
Barat. Pendidikan nasional yang menitiktekankan sejak anak usia dini lantaran dalam usia itu piranti
aspek pendidikan moral dengan tidak menegasikan otak bekerja dalam kisaran persentase 80%. Masa
potensi nalar intelektual dan rasionalitas akal adalah itu kemudian disebut dengan istilah masa emas.
bentuk ideal sistem pendidikan. Karena mengawinkan Dalam hal itu maka peran andilitas orang tua selaku
aspek rasionalitas dengan bentuk moralitas akan guru pertama dan utama dalam lingkungan keluarga
menelurkan balance dalam menjalani siklus kehidupan. menjadi titik tentu pola sikap dan peta karakter
Hanya saja persoalannya terletak pada tataran aplikasi seorang anak karena dalam tataran hasil belajar,
yang jauh dari kata maksimal. Reason dari semua rangkaian proses belajar mengajar di sekolah hanya
berkisar dalam presentase 25%. Dengan begitu, jika
14
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu; Sebuah Analisis Kontemporer
(Jakarta: Rajawali Pers, 2016), 116. 16
Jalaluddin dan Abdullah, Filsafat Pendidikan; Manusia,
15
Fauzan Adhim, Filsafat Islam; Sebuah Wacana Kefilsafatan Filsafat, dan Pendidikan (Depok: Rajawali Press, 2018), 206.
Klasik Hingga Kontemporer (Malang; Literasi Nusantara 17
Maskuri Abdillah, Islam dan Dinamika Sosial Politik di
Abadi, 2018), 246. Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), 161
Jurnal Studi Pendidikan dan Pedagogi Islam | Juli. ISSN: 225-8164 | 2020 63 

pendidikan karakter sudah terlaksana dan menuai Menanggapi persoalan moral tersebut maka
keberhasilan maka secara substansi, Indonesia sudah langkah solusi yang hendak ditawarkan penulis
sampai pada lingkaran center of civilization, karena adalah menerapkan pendidikan karaker sejak usia
bentuk pemahaman sederhananya, nalar intelektual dini. Karena pada masa itu, sebagaimana yang telah
dan pengembangan pengetahuan mutaakhir sekalipun berulang kali disebut oleh pakar Psikologi, disebut
akan menyusul setelahnya. Dengan demikian, maka dengan masa emas bagi seorang anak. Dengan
cita-cita pancasila yang ingin menjadikan bangsa begitu, jika pendidikan karakter tertanam erat dalam
ini sebagai direction peradaban akan tercapai dan dimensi jiwa seorang anak maka langkah selanjutnya
bangsa ini telah berada dalam rotasi masa the golden adalah membangun dan mengembangkan aneka
age of Indonesia. perangkat keilmuan lainnya sebab secara esensi,
pendidikan moral adalah pondasi utama dari segala
SIMPULAN ragam keilmuan.
Wacana pendidikan merupakan hal yang DAFTAR PUSTAKA
sangat krusial untuk dibahas. Lantaran itu, banyak
sekali kajian-kajian ilmiah seputar dunia pendidikan Abdul Kadir DKK, Dasar-dasar Pendidikan, Jakarta:
membanjiri realitas kehidupan ini. Hidup dengan Kencana Prenadamedia Group, 2014.
seluruh seluk beluknya memiliki orientasi khusus
Fauzan Adhim, Filsafat Islam; Sebuah Wacana Kefilsafatan
yakni hidup bahagia baik dalam alam dunia maupun Klasik hingga Kontemporer, Malang; Literasi
negeri akhirat kelak. Berangkat dari itu maka Nusantara Abadi, 2018.
dibangunlah lembaga-lembaga pendidikan demi
mewujudkan agenda tersebut. Namun kenyataan Jalaluddin dan Abdullah, Filsafat Pendidikan; Manusia,
tidak selalu berbanding sama dengan target idealitas Filsafat, dan Pendidikan, Depok: Rajawali Pers,
harapan pendidikan. Hal tersebut dilatari oleh regulasi 2018.
pemerintah yang terkesan kurang mendukung,
pergeseran kurikulum sepanjang pergantian kabinet M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung:
pemerintah, skill individual tenaga pendidik dan Remaja Rosda Karya, 2004.
aneka problem lain yang terus beriringan sepanjang Maskuri Abdillah, Islam dan Dinamika Sosial Politik di
zaman. Kemudian, the biggest problem dan butuh Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
langkah solutif secepatnya adalah problem moral 2011.
anak bangsa. Persoalan ini perlu mendapat perhatian
husus dengan melakukan kajian-kajian ilmiah. Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi
Pendidikan Islam, Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2012.
Mengingat begitu pentingnya eksistensi
karakter maka langkah terbaik yang mesti diterapkan Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan
adalah pendidikan karakter. pendidikan karakter Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
harus diterapkan dan diberikan sejak anak usia Nawafil, Moh. dan Junaidi, “Revitalisasi Paradigma
dini lantaran dalam usia itu piranti otak bekerja Baru Dunia Pembelajaran yang Membebaskan”,
dalam kisaran persentase 80%. Masa itu kemudian Jurnal Pendidikan Islam Indonesia, Vol. 4, No. 2,
disebut dengan istilah masa emas. Dalam hal itu (April, 2020).
maka peran andilitas orang tua selaku guru pertama
dan utama dalam lingkungan keluarga menjadi titik Rosihon Anwar DKK, Pengantar Studi Islam, Bandung:
tentu pola sikap dan peta karakter seorang anak Pustaka Setia, 2017.
karena dalam tataran hasil belajar, rangkaian proses
Rosihon Dkk. Pengantar Studi Islam, Bandung: CV
belajar mengajar di sekolah hanya berkisar dalam
Pustaka Setia. 2017.
presentase 25%. Dengan demikian, maka cita-cita
pancasila yang ingin menjadikan bangsa ini sebagai Sanjaya, Winia. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standart
direction peradaban akan tercapai dan bangsa ini telah Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2007.
berada dalam rotasi masa the golden age of Indonesia.
 64 Membangun Pendidikan Karakter Sejak Usia Dini

Supriyadi, Renaisans Islam, Jakarta: PT Elex Media


Komputindo, 2015.
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu; Sebuah Analisis Kontemporer,
Jakarta: Rajawali Pers, 2016.

Anda mungkin juga menyukai