Anda di halaman 1dari 16

JPII Volume 1, Nomor 2, April 2017

IMPLIKASI ALIRAN FILSAFAT PRAGMATISME


TERHADAP PRAKSIS PENDIDIKAN

Dwi Priyanto
Institut Agama Islam Negeri Purwokerto
parlan_antonio_s@yahoo.co.id

This papers aims to describe of implication ideology pragmatic philosophy


toward practical in education. Conception of pragmatic education is education
to purpose for children maturation be come human be autonomous, responsible
and be able to problem solving your live alone. Education must directed in
place where children in a place. Curriculum that used every subject does not
can separated but constitute unit integrated, and experience in the school
always integrated with experience outside school. That Problems appointed by
teacher in classroom is actual problems attractive that interest for children or to
become center of notice for children. That application of method by teacher is
diciplin method but authorization. All subject matter that in display must be
basic facts that in observed, understanded, along with previously discussed and
subject matters talked about probabled contains ideas that can develop
situation for achieve to purpose. Teacher role in pragmatic education but of as
facilitator and motivator children activity. All children activity carry out self in
a row with interest and necessary that chooised, but teacher permanent supply
directive that enable children to growth appropriate with talent and that
possessed interest.

Kata Kunci: aliran filsafat, filsafat pragmatisme, praksis pendidikan


………………………….………………………………………………………………………………...
dan harus dilaksanakan oleh pendidikan
Pendahuluan (Hadisusanto, 1995 dalam Dardiri, 2010).
Lebih lanjut Dardiri (2010) menjelaskan
Pendidikan pada hakekatnya bahwa kegiatan atau praktik pendidikan
merupakan upaya sadar yang diorganisir dimanapun bukanlah kegiatan tanpa makna
secara sistematis untuk mengembangkan dan tanpa tujuan yang jelas, Dalam kegiatan
potensi dan kemampuan peserta didik agar pendidikan tersirat suatu tugas atau misi
memiliki kompetensi sesuai dengan jenis yang harus diwujudkan. Oleh karena itu,
dan jenjang pendidikan, baik pada lembaga para pendidik, pengelola pendidikan dan
pendidikan formal maupun non-formal. pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan
Pendidikan adalah upaya mengembangkan pendidikan seharusnya selalu menyadari
potensi-potensi manusiawi peserta didik akan tugas atau misi dari kegiatan
baik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, pendidikan yang dilaksanakan atau yang
agar potensi itu menjadi nyata dan dapat dikelola.
berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar Pendidikan bertujuan menyiapkan
pendidikan adalah cita-cita manusia pribadi dari keseimbangan, yang sudah
universal. Fungsi pendidikan adalah barang tentu dalam menjalankan kelanjutan
serangkaian tugas atau misi yang diemban
177
Dwi Priyanto – Pragmatisme terhadap Praksis Pendidikan
Dunia pendidikan sekarang tak hanya
dimaknai sebagai sarana untuk
pendidikan sesuai dengan tujuan memanusiakan manusia tetapi lebih dari itu
pendidikan Nasional. Dalam Undang yakni pendidikan berbasis pada paradigma
undang No. 2o tahun 2003 tentang Sistem education as human investment. Dunia
Pendidikan Nasional pasal 2 disebutkan pendidikan telah menjelma menjadi pabrik
bahwa pendidikan nasional berfungsi pabrik yang siap memproduksi manusia
mengembangkan kemampuan dan manusia pesanan pasar. Konsekuensi
membentuk watak serta peradaban bangsa logisnya, dengan harga tertentu akan
yang bermartabat dalam rangka didapat produk dengan kualitas sebatas
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan harga yang diberikan. Dengan kata lain,
untuk berkembangnya potensi peserta didik dalam logika ekonomi, semakin tinggi
agar menjadi manusia yang beriman dan masyarakat berani membayar atau
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha esa, berinvestasi pada sebuah lembaga
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, pendidikan, semakin tinggi pula kualitas
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara produknya.
yang demokratis serta bertanggungjawab. Ketika tantangan globalisasi sekarang
Fungsi dan tujuan pendidikan menghendaki penguasaan soft skill dan hard
sebagaimana diamanatkan oleh UU skill competence bahasa Inggris, IT, keuletan,
Sisdiknas tersebut di atas adalah merupakan kreativitas, profesionalisme, dan lainnya,
cita-cita bangsa dalam mencerdaskan lembaga pendidikan beramai-ramai
manusia Indonesia yang sungguh mulia dan mengakomodasinya. Inovasi-inovasi
hendaknya harus dapat diimplementasikan pendidikan dilontarkan agar tak sekadar
dalam lembaga pendidikan secara baik, keunggulan kompetitif yang didapat tetapi
mulai dari tahapan perencanaan pendidikan, juga keunggulan komparatif. Jika dilihat
implementasi dalam proses secara filosofis maka sebenarnya masalah
penyelenggaraan pendidikan, pengawasan tersebut terjadi karena dunia pendidikan tak
penyelenggaraan pendidikan, dan kegiatan mempunyai landasan filsafat dan ideologi
evaluasi penyelenggaraan pendidikan. Ini pendidikan yang kuat. Visi pendidikan kita
berarti bahwa setiap penyelenggara pada kurikulum 1994 dan sebelumnya
pendidikan di masyarakat baik pendidikan hingga menjelang reformasi telah
formal maupun non-formal harus mengandaikan bahwa tujuan pendidikan
berorientasi pada tercapainya fungsi dan adalah membentuk manusia Indonesia yang
tujuan pendidikan nasional tersebut. sempurna lahir dan batin, mampu
Meskipun disadari bahwa untuk mencapai menguasai segalanya, bisa apa saja, intinya
tujuan pendidikan tersebut tidaklah mudah, adalah sebentuk ubermensch (superman) yang
dan harus didukung oleh seperangkat digadang-gadang oleh Hitler ketika
kebijakan perencanaan pendidikan yang mengklaim rasnya sebagai yang terunggul di
memadai, seperti misalnya kebijakan dunia.
tentang terpenuhinya sarana prasarana Intinya pendidikan di negeri ini
pendidikan yang memadai, kurikulum ditujukan untuk membentuk manusia super
pendidikan yang baik, sistem (superman) yang serba unggul yang ternyata
penyelenggaraan pendidikan di sekolah hal itu pun masih dalam kontroversi secara
yang memadai, manajemen sekolah yang filsafati dan mengabaikan realitas sosial
memadai, kualitas pendidik yang budaya bangsa Indonesia. Rujukan dari
profesional, dan dukungan dana yang filsafat pendidikan yang berwatak
memadai. pragmatis; pengetahuan yang benar adalah
pengetahuan yang berguna, dan hasil dari pendidikan adalah berfungsi bagi

178
JPII Volume 1, Nomor 2, April 2017
adalah diputuskannya otonomi daerah
sebagai model pemerintahan pasca Orde
kehidupannya. Karena itu, pendidikan harus Baru, yang tentu juga akan memberikan
didesain secara fleksibel dan terbuka. pengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan
Maksudnya pendidikan tidak boleh di tingkat daerah. Berbagai perubahan
mengurung kebebasan berkreasi anak, lebih kebijakan tersebut tentu diharapkan dapat
lebih membunuh kreatifitas anak. memberikan harapan baru bagi peningkatan
Menurut pragmatisme, pendidikan kualitas pendidikan di Indonesia dan
bukan semata-mata membentuk pribadi pencapain tujuan pendidikan nasional yakni
anak tanpa memperhatikan potensi yang terwujudnya manusia Indonesia yang
ada dalam diri anak, juga bukan memiliki kepribadian yang utuh, beriman
beranggapan bahwa anak telah memiliki dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
kekuatan laten yang memungkinkan untuk (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
berkembang dengan sendirinya sesuai Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
tujuan. Namun, pendidikan merupakan Harapan itu tentu sangat ideal, karena
suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi selama ini praktek pelaksanaan pendidikan
dari pengalaman-pengalaman individu di Indonesia hampir kehilangan orientasi
(Sadulloh, 2003: 125). Maraknya tuntutan dan tercerabut dari akar sejarahnya. Praktek
reformasi dalam bidang pendidikan di pendidikan di Indonesia hampir tidak lagi
Indonesia didorong oleh keinginan diilhami oleh Pancasila sila pertama yakni
mendudukkan pendidikan sebagai alat yang Ketuhanan Yang Maha Esa. Penanaman
efektif untuk mencerdaskan kehidupan nilai-nilai luhur serta pembudayaannya
bangsa. Kenyataan ini tentu sangat menjadi pandangan yang langka di sekolah
bertentangan dengan apa yang terjadi sekolah di Indonesia. Proses pembelajaran di
selama era Orde Baru. Pendidikan lebih sekolah-sekolah Indonesia lebih
berfungsi sebagai alat pengendali kekuasaan diorientasikan pada pembentukan satu
dan membangun dominasi ketimbang ranah potensi siswa (kognitif) saja,
sebagai alat untuk memberdayakan sementara aspek yang lain; aspek
masyarakat dan membangun kesadaran pembudayaan nilai-nilai luhur dan
kolektif sebagai sebuah bangsa dan negara psikomotorik siswa menjadi prioritas yang
(H.A.R. Tilaar, 2000: 4). tidak begitu diperhitungkan (Soedijarto,
Sejalan dengan bergulirnya masa 1998:70).
transisi kehidupan bermasyarakat di Menyadari hal tersebut, tulisan ini
Indonesia, dari situasi yang represif berubah didedikasikan untuk kembali kepada
menjadi demokratis, banyak melahirkan landasan filosofis dari filsafat pragmatisme.
berbagai situasi baru. Di bidang pendidikan Membicarakan pragmatisme sebagai sebuah
misalnya, lahir berbagai kebijakan baru yang paham dalam filsafat, tentu tidak dapat
mendorong pemberian wewenang kepada dilepaskan dari nama-nama seperti Charles
sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan S. Pierce, William Jamess dan John Dewey.
pendidikan seperti; Manajemen Berbasis Meskipun ketiga tokoh tersebut dimasukkan
Sekolah, Kurikulum Berbasis Sekolah, dalam kelompok aliran pragmatisme,
Kurikulum 2013, Sertifikasi Guru, namun diantara ketiganya memiliki fokus
Standarisasi Mutu Pendidikan dan lain pembahasan yang berbeda. Charles S. Pierce
sebagainya. lebih dekat disebut filosof ilmu, sedangkan
Di bidang pemerintahan, juga lahir William James disebut filosof agama dan
berbagai kebijakan baru, salah satunya John Dewey dikelompokkan pada filosof
sosial. interpretasi baru terhadap teori kebenaran
Pragmatisme sebagai suatu oleh Pierce digagas sebagai teori arti. Dalam

179
Dwi Priyanto – Pragmatisme terhadap Praksis Pendidikan
bagi lahirnya Renaissance.
Semangat Renaissance ini,
kaitan dengan ini, dinyatakan: bahwa teori sesungguhnya terletak pada upaya
pragmatis tentang kebenaran atau suatu pembebasan akal dari kekangan dan
proposisi dapat disebut benar sepanjang belenggu gereja dan menjadikan fakta
proposisi itu berlaku (works) atau empirik sebagai sumber pengetahuan, tidak
memuaskan (satisfies), berlaku dan terletak pada filsafat Yunani itu sendiri.
memuaskannya itu diuraikan dengan Dalam hal ini Barat hanya mengambil
berbagai ragam oleh para pengamat teori karakter utama pada filsafat dan seni
tersebut). Sementara itu, James Yunani, yakni keterlepasannya dari agama,
menominalisasikan pragmatisme sebagai atau dengan kata lain, adanya kebebasan
teori cash value. James kemudian kepada akal untuk berkreasi. Ini terbukti
menyatakan: "True ideas are those that we can antara lain dari ide beberapa tokoh
assimilate, validate, corrobrate, and verify. False Renaissance, seperti Nicolaus Copernicus
ideas are those that we can not" (Ide-ide yang (1473-1543 M) dengan pandangan
benar menurut James adalah ide-ide yang heliosentriknya, yang didukung oleh
dapat kita serasikan, kita umumkan Johanes Kepler (1571-1630 M) dan Galileo
berlakunya, kita kuatkan dan kita periksa. Galilei (1564-1643 M). Juga Francis Bacon
Sebaliknya ide yang salah adalah ide yang (1561-1626 M) dengan teknik berpikir
tidak demikian). induktifnya, yang berbeda dengan teknik
deduktif Aristoteles (dengan logika
silogismenya) yang diajarkan pada Abad
Sejarah Filsafat Pragmatisme Pertengahan. Jadi, Barat tidak mengambil
filsafat Yunani apa adanya, sebab justru
Setelah melalui Abad Pertengahan filsafat Yunani itulah yang menjadi dasar
(abad V-XV M) yang gelap dengan ajaran filsafat Kristen pada Abad Pertengahan, baik
gereja yang dominan, Barat mulai periode Patristik (400-1000 M) dengan
menggeliat dan bangkit dengan Renaissance, filsafat Emanasi Neoplatonisme yang
yakni suatu gerakan atau usaha yang dikembangkan oleh Augustinus (354-430 M),
berkisar antara tahun 1400-1600 M untuk maupun periode Scholastik (1000-1400 M)
menghidupkan kembali kebudayaan klasik dengan filsafat Thomisme yang bersandar
Yunani dan Romawi. Berbeda dengan tradisi pada Aristoteles.
Abad Pertengahan yang hanya mencurahkan Semua filsafat Yunani ini membahas
perhatian pada masalah metafisik yang metafisika, tidak membahas fakta empirik
abstrak, seperti masalah Tuhan, manusia, sebagaimana yang dituntut oleh
kosmos, dan etika, Renaissance telah Renaissance. Jadi, semangat Renaissance itu
membuka jalan ke arah aliran Empirisme. tidak bersumber pada filsafat Yunaninya itu
William Ockham (1285-1249 M) sendiri, tetapi pada karakternya yang
dengan filsafat Gulielmusnya yang terlepas dari agama.
mendasarkan pada pengenalan inderawi, Renaissance juga diperkuat adanya
telah mulai menggeser dominasi filsafat Reformasi, sebuah upaya pemberontakan
Thomisme, ajaran Thomas Aquinas yang terhadap dominasi gereja Katholik yang
menonjol di Abad Pertengahan, yang dirintis oleh Marthin Luther di Jerman
mendasarkan diri pada filsafat Aristoteles. (1517). Gerakan ini bertolak dari korupsi
Ide Ockham ini dianggap sebagai benih awal umum dalam gereja seperti penjualan Surat
Tanda Pengampunan Dosa (Afllatbrieven), Meskipun Reformasi tidak secara langsung
penindasannya yang merajalela, dan ikut memperjuangkan apa yang disebut
dominasinya terhadap negara-negara Eropa. “pembebasan akal”, tetapi gerakan ini secara

180
JPII Volume 1, Nomor 2, April 2017
pembahasannya adalah pemberian
interpretasi baru terhadap dunia, manusia,
tak sadar telah memperkuat Renasissance dan Tuhan. Sedang pada Masa Aufklarung,
dengan mempelopori kebebasan beragama pembahasannya lebih meluas mencakup
(Protestan) dan telah memperlemah posisi segala aspek kehidupan manusia, seperti
Gereja dengan memecah kekuatan Gereja aspek pemerintahan dan kenegaraan,
menjadi dua aliran; Katholik dan Protestan. agama, ekonomi, hukum, pendidikan dan
Kritik-kritik terhadap Injil di Jerman sebagainya.
sekitar abad XVII juga dianggap implikasi Bertolak dari prinsip-prinsip
tak langsung dari adanya Reformasi. Empirisme John Locke, George Berkeley
Meskipun demikian, Gereja Katholik dan (1685-1753 M) mengembangkan
tokoh Reformasi memiliki sikap sama “immaterialisme”, sebuah pandangan yang
terhadap upaya Renaissance, yakni lebih ekstrim daripada pandangan John
menentang ide-ide yang tidak sesuai dengan Locke. Jika Locke berpandangan bahwa kita
Injil. Calvin, seorang tokoh Reformasi di dapat mengenal esensi sebenarnya (hakikat)
Jenewa (Swiss), mendukung pembakaran dari fenomena material dan spiritual,
hidup-hidup terhadap Servetus dari Spanyol Berkeley menganggap bahwa substansi
(1553 M), yang menentang Trinitas. Gereja substansi material itu tidak ada, Yang ada
Katholik dan Reformasi juga sama-sama adalah ciri-ciri yang diamati.
menolak ide Copernicus (1543 M) tentang Pandangan Locke dan Berkeley
matahari sebagai pusat tata surya, seraya dikembangkan lebih lanjut oleh David
mempertahankan doktrin Ptolemeus yang Hume (1711-1776 M), dengan dua ide
menganggap bumi sebagai pusat tata surya. pokoknya; yakni tentang skeptisisme
Pada abad XVII, perkembangan (keragu-raguan) ekstrim bahwa filsuf itu
Renaissance telah melahirkan dua aliran mampu menemukan kebenaran tentang apa
pemikiran yang berbeda: aliran saja, dan keyakinan bahwa “pengetahuan
Rasionalisme dengan tokoh-tokohnya tentang manusia” akan dapat menjelaskan
seperti Rene Descartes (1596-1650 M), hakikat pengetahuan yang dimiliki manusia.
Baruch Spinoza (1632-1677 M), dan Pascal Selain George Berkeley dan David Hume,
(1623-1662 M), dan aliran Empirisme dengan Immanuel Kant (1724-1804 M) juga
tokoh-tokohnya Thomas Hobbes (1558-1679 dianggap salah seorang tokoh Masa
M), John Locke (1632-1704 M). Rasionalisme Pencerahan.
memandang bahwa sumber pengetahuan Filsafat Kant disebut Kritisisme, yakni
yang dapat dipercaya adalah rasio (akal), aliran yang mencoba mensintesiskan secara
sedang Empirisme beranggapan bahwa kritis Empirisme yang dikembangkan Locke
sumber pengetahuan adalah empirik, atau yang bermuara pada Empirisme Hume,
pengalaman manusia dengan menggunakan dengan Rasionalisme dari Descartes. Kant
panca inderanya. Kemudian datanglah Masa mulai menelaah batas-batas kemampuan
Pencerahan (Aufklarung) pada abad XVIII rasio, berbeda dengan dengan para pemikir
yang dirintis oleh Isaac Newton (1642-1727 Rasionalisme yang mempercayai
M), sebagai perkembangan lebih jauh dari kemampuan rasio bulat-bulat. Namun
Rasionalisme dan Empirisme dari abad demikian, Kant juga mempercayai
sebelumnya. Empirisme. Walhasil dia berpandangan
Pada abad sebelumnya, fokus bahwa semua pengetahuan mulai dari
pengalaman, namun tidak berarti semua pengalaman tersebut.
dari pengalaman. Obyek luar ditangkap oleh Pada abad XIX, filsafat Kant tersebut
indera, tetapi rasio mengorganisasikan dikembangkan lebih lanjut di Jerman oleh J.
bahan-bahan yang diperoleh dari Fichte (1762-1814 M), F. Schelling (1775-1854

181
Dwi Priyanto – Pragmatisme terhadap Praksis Pendidikan
tersebut tumbuh dan berkembang dalam
suatu proses kehidupan dari suatu
M) dan Hegel (1770-1831M). Namun yang masyarakat itu sendiri. Materialisme adalah
mereka kembangkan tidaklah filsafat Kant aliran yang menganggap bahwa asal atau
seutuhnya, tetapi lebih memprioritaskan ide hakikat segala sesuatu adalah materi. Di
ide, yakni tidak memfokuskan pada antara tokohnya ialah Feuerbach (1804-1872
pembahasan fakta empirik. Karenanya, M), Karl Marx (1818-1883 M) dan Fredericht
aliran mereka disebut dengan Idealisme. Engels (1820-1895 M). Karl Marx menerima
Dari ketiganya, Hegel merupakan tokoh konsep Dialektika Hegel, tetapi tidak dalam
yang menonjol, karena banyak pemikir pada bentuk aslinya (Dialektika Ide).
abad ke-19 dan ke-20 yang merupakan Kemudian dengan mengambil
murid-muridnya, baik langsung maupun Materialisme dari Feuerbach, Karl Marx lalu
tidak. Mereka terbagi dalam dua mengubah Dialektika Ide menjadi Dialektika
pandangan, yaitu pengikut Hegel aliran Materialisme, sebuah proses kemajuan dari
kanan yang membela agama Kristen seperti kontradiksi-kontradiksi tesis-antitesis
John Dewey (1859-1952M), salah seorang sintesis yang sudah diujudkan dalam dunia
peletak dasar Pragmatisme yang menjadi materi. Dialektika Materialisme lalu
budaya Amerika (Kapitalisme) saat ini, dan digunakan sebagai alat interpretasi terhadap
pengikut Hegel aliran kiri yang memusuhi sejarah manusia dan perkembangannya.
agama, seperti Feuerbach, Karl Marx, dan Interpretasi inilah yang disebut sebagai
Engels dengan ide Materialisme yang Historis Materialisme, yang menjadi dasar
merupakan dasar ideologi Komunisme di ideologi Sosialisme-Komunisme (Marxisme).
Rusia. Empirisme itu sendiri pada abad XIX Pragmatisme dianggap juga salah satu aliran
dan XX berkembang lebih jauh menjadi yang berpangkal pada Empirisme,
beberapa aliran yang berbeda, yaitu kendatipun ada pula pengaruh Idealisme
Positivisme, Materialisme, dan Pragmatisme. Jerman (Hegel) pada John Dewey, seorang
Positivisme dirintis oleh August tokoh Pragmatisme yang dianggap pemikir
Comte (1798-1857M), yang dianggap sebagai paling berpengaruh pada zamannya. Selain
Bapak ilmu Sosiologi Barat. Positivisme John Dewey, tokoh Pragmatisme lainnya
sebagai perkembangan Empirisme yang adalah Charles Pierce dan William James.
ekstrim, adalah pandangan yang
menganggap bahwa yang dapat diselidiki
atau dipelajari hanyalah “data-data yang Konsep Filsafat Pragmatisme
nyata/empirik”, atau yang mereka namakan
positif. Nilai-nilai politik dan sosial menurut Pragmatisme berasal dari bahasa
Positivisme dapat digeneralisasikan Yunani: pragma, artinya yang dikerjakan,
berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari yang dilakukan, perbuatan, tindakan,
penyelidikan terhadap kehidupan merupakan sebutan bagi filsafat yang
masyarakat itu sendiri. dikembangkan oleh William James (1842-
Nilai-nilai politik dan sosial juga 1910 M) di Amerika Serikat. Menurut filsafat
dapat dijelaskan secara ilmiah, dengan ini, benar tidaknya suatu ucapan, dalil atau
mengemukakan perubahan historis atas teori semata-mata bergantung pada manusia
dasar cara berpikir induktif. Jadi, nilai-nilai dalam bertindak. Istilah pragmaticisme ini
diangkat pada tahun 1865 M oleh Charles S. memang memuat hasil yang praktis. Pada
Pierce (1839-1914 M) sebagai doktrin kesempatan yang lain ia juga menyatakan
pragmatisme. bahwa, pragmatisme sebenarnya bukan
Dalam konsep tersebut ia menyatakan suatu filsafat, bukan metafisika, dan bukan
bahwa, sesuatu dikatakan berpengaruh bila teori kebenaran, melainkan suatu teknik

182
JPII Volume 1, Nomor 2, April 2017
adalah, kebenaran pragmatik merupakan
kebenaran yang bersifat fungsional, berguna
untuk membantu manusia dalam atau praktis.
memecahkan masalah (Ismaun, 2004: 96). Segala sesuatu dianggap benar jika
Dari kedua pernyataan itu tampaknya Pierce ada konsekuensi yang bersifat manfaat bagi
ingin menegaskan bahwa, pragmatisme hidup manusia. Sebuah tindakan akan
tidak hanya sekedar ilmu yang bersifat teori memiliki makna jika ada konsekuensi
dan dipelajari hanya untuk berfilsafat serta praktis atau hasil nyata yang bermanfaat
mencari kebenaran belaka, juga bukan bagi kehidupan manusia. Masa lalu dan
metafisika karena tidak pernah memikirkan masa depan adalah sesuatu yang telah dan
hakekat dibalik realitas, tetapi konsep belum terjadi. Sementara itu, masa sekarang
pragmatisme lebih cenderung pada tataran adalah fakta, maka hadapilah kenyataan
ilmu praktis untuk membantu sekarang dengan penuh perjuangan.
menyelesaikan persoalan yang dihadapi Diakui atau tidak, paham
manusia. pragmatisme menjadi sangat berpengaruh
Diulas dalam buku Pengantar Filsafat dalam pola pikir bangsa Amerika Serikat.
(Kattsoff, 1992: 130) bahwa, tampaknya jalan Pengaruh pragmatisme menjalar di segala
pikiran Pierce tak lebih dari sebuah aspek kehidupan, tidak terkecuali di dunia
keinginan untuk mewujudkan pragmatisme pendidikan. Salah satu tokoh sentral yang
sebagai ilmu yang mengorientasikan diri sangat berjasa dalam pengembangan
kepada makna praktis dari konsekuensi pragmatisme pendidikan adalah John
yang ditimbulkan oleh sebuah tindakan. Jika Dewey (1859-1952 M). Pragmatisme Dewey
tidak menimbulkan konskuensi yang praktis merupakan sintensis pemikiran-pemikiran
maka tidak ada makna yang dikandungnya. Charles S. Pierce dan William James. Dewey
Karena itu, munculah sebuah semboyan mencapai popularitasnya di bidang logika,
bahwa, “Apa yang tidak mengakibatkan etika epistemologi, filsafat politik, dan
perbedaan tidak mengandung makna”. pendidikan.
Sebagian penganut pragmatisme yang
lain mengatakan bahwa, suatu ide atau
tanggapan dianggap benar, jika ide atau Filsafat Pendidikan Pragmatisme
tanggapan tersebut menghasilkan sesuatu,
yakni jalan yang dapat membawa manusia Pendidikan menurut pandangan
ke arah penyelesaian masalah secara tepat pragmatisme bukan merupakan suatu
(berhasil). Seseorang yang ingin membuat proses pembentukan dari luar, dan juga
hari depan, ia harus membuat kebenaran, bukan merupakan suatu pemberkahan
karena masa depan bukanlah sesuatu yang kekuatan- kekuatan laten dengan sendirinya
sepenuhnya ditentukan oleh masa lalu (unfolding), melainkan merupakan suatu
(Kattsoff, 1992:130). Bahkan, Budi Darma proses reorganisasi dan rekonstruksi dari
mengatakan bahwa, masa depan itu tidak pengalaman-pengalaman individu, yang
ada, masa lalu juga tidak ada, yang ada berarti bahwa setiap manusia selalu belajar
adalah masa sekarang maka berjuanglah dari pengalamannya. Menurut John Dewey
untuk saat ini. Inti dari peryataan tersebut (Gutek, 1974: 114), pendidikan perlu
didasarkan pada tiga pokok pikiran yaitu : 1)
Pendidikan merupakan kebutuhan hidup; 2) Hidup selalu berubah menuju
Pendidikan sebagai pertumbuhan; 3) pembaharuan hidup, karena itu pendidikan
Pendidikan sebagai fungsi sosial. adalah merupakan kebutuhan untuk hidup.
Pendidikan berfungsi sebagai alat dan

Pendidikan Merupakan Kebutuhan Hidup

183
Dwi Priyanto – Pragmatisme terhadap Praksis Pendidikan
oleh aktivitas aktif, yang berati bahwa
pertumbuhan akan dipengaruhi intensitas
sebagai pembaharuan hidup. Dalam aktivitas individu yang menimbulkan
hidupnya manusia selalu berinteraksi, pengalaman yang akan membawa
individu yang satu dengan individu yang perubahan pada dirinya. Sehigga
lainnya, dan dengan lingkungannya. Orang pertumbuhan merupakan karakteristik dari
yang sudah dewasa yang telah banyak hidup, sedangkan pendidikan adalah hidup
memiliki pengalaman hidup berinteraksi itu sendiri, bukan untuk suatu persiapan.
dengan manusia muda yang masih belia Pendidikan Sebagai Fungsi Sosial
dalam pengalaman hidup untuk
mewariskan nilai-nilai budaya dan Menurut John Dewey (Sadulloh. 2003)
kebudayaan itu sendiri untuk kelangsungan lingkungan merupakan syarat bagi
hidup. Terjadilah pewarisan kebudayaan, pertumbuhan, dan fungsi pendidikan
nilai, pengetahuan, dan ketrampilan serta merupakan suatu proses membimbing dan
sikap hidup kepada generasi muda. Hal ini mengembangkan. Melalui kegiatan
membawa pembaharuan hidup pada pendidikan masyarakat membimbing peseta
generasi muda, dan pembaharuan ini akan didik yang masih belum matang menurut
semakin pesat perubahannya oleh karena susunan sosial tertentu. Dalam keadaan
perubahan yang terjadi dalam hidup dan yang belum matang peserta didik selalu
kehidupan manusia dengan pengaruh ilmu berinteraksi dengan lingkungan dan selalu
pengetahuan, teknologi dan seni. Untuk berhubungan dengan individu lainnya.
mengisi dan melengkapi kehidupan yang Dalam aktivitas pendidikan selalu ada
selalu berubah dan Perkembangan maka interaksi yang dapat mempengaruhi dan
sangat di perlukan adanya pendidikan. membimbing peserta didik dapat
mengembangkan diri sebagai pribadi yang
dipengaruhi dan mempengaruhi dalam
Pendidikan Sebagai Pertumbuhan situasi dan lingkungan sosial.
Sekolah sebagai suatu lingkungan
Menurut John Dewey (Sadulloh. pendidikan dan sekaligus sebagai alat
2003), pertumbuhan merupakan suatu transmisi, memiliki tiga fungsi, yakni: 1)
perubahan tindakan yang berlangsung terus Menyederhanakan dan mengarahkan
menerus untuk mencapai hasil lanjutannya. faktor–faktor bawaan yang diharapkan
Pertumbuhan juga merupakan proses untuk berkembang; 2) Membimbing dan
pematangan oleh karena peserta didik mengarahkan kebiasaan masyarakat yang
memiliki potensi berupa kapasitas untuk ada sesuai dengan yang diharapkan; 3)
berkembang atau bertumbuh menjadi Menciptakan suatu lingkungan yang lebih
sesuatu dengan adanya pengaruh luas, dan lebih baik yang diperuntukan bagi
lingkungan. peserta didik untuk mengembangkan
Hidup selalu mengalami kemampuan mereka.
pertumbuhan dan pertumbuhan diwarnai
pragmatisme terhadap pelaksanaan
pendidikan mencakup lima hal pokok.
Implikasi Aliran Filsafat Pragmatisme Kelima hal pokok tersebut, yaitu: 1) Tujuan
Terhadap Praksis Pendidikan pendidikan. Tujuan pendidikan
pragmatisme adalah memberikan
Sebagaimana yang dikemukakan oleh pengalaman untuk penemuan hal-hal baru
Power (Sadulloh, 2003: 133) bahwa, dalam hidup sosial dan pribadi; 2)
implikasi dari filsafat pendidikan Kedudukan siswa. Kedudukan siswa dalam

184
JPII Volume 1, Nomor 2, April 2017
pengetahuan dan kebenaran, serta teori
nilai. Menurut pandangan realitas, manusia
pendidikan pragmatisme merupakan suatu selalu berintraksi dengan lingkungan tempat
organisasi yang memiliki kemampuan yang mereka berada. Lingkungan baru memiliki
luar biasa dan kompleks untuk tumbuh; 3) arti jika manusia peduli dan memahami
Kurikulum. Kurikulum pendidikan kegunaan dari lingkungan itu sendiri untuk
pragmatis berisi pengalaman yang teruji kejayaan hidupnya. Selama manusia tidak
yang dapat diubah. Demikian pula minat melakukan sesuatu terhadap lingkungan,
dan kebutuhan siswa yang dibawa ke selama itu pula lingkungan tidak pernah
sekolah dapat menentukan kurikulum. Guru memberi sesuatu yang bermanfaat bagi
menyesuaikan bahan ajar sesuai dengan manusia. Kebenaran tidak pernah mutlak,
minat dan kebutuhan anak tersebut, dan tidak berlaku umum, tidak tetap, tidak
kurikulum pendidikan pragmatisme serta berdiri sendiri serta tidak terlepas dari akal
merta menghilangkan perbedaan antara yang mengenal, yang ada hanyalah
pendidikan liberal dengan pendidikan kebenaran yang bersifat khusus dan setiap
praktis atau pendidikan jabatan; 4) Metode. saat dapat diubah oleh pengalaman
Metode yang digunakan dalam pendidikan (Sadulloh, 2003: 128).
pragmatisme adalah metode aktif, yaitu Paparan itu mengandung makna
learning by doing (belajar sambil bekerja); dan bahwa, ukuran kebenaran sangat nisbi
5) Peran guru. Peran guru dalam pendidikan bergantung dari masing-masing yang
pragmatisme adalah mengawasi dan memandang. Baik menurut seseorang,
membimbing pengalaman belajar siswa, mungkin akan sebaliknya menurut orang
tanpa mengganggu minat dan lain, demikian seterusnya, sehingga patokan
kebutuhannya. kebenaran tidaklah dapat berlaku untuk
Dari uraian di atas, menunjukkan semua orang dan keadaan. Demikian pula
bahwa tujuan pendidikan pragmatisme nilai, menurut pragmatisme bersifat relatif,
adalah menumbuhkan jiwa yang aktif dan karena kaidah-kaidah moral dan etika tidak
kreatif; membentuk jiwa yang bertanggung pernah tetap, tetapi terus berubah seperti
jawab; sosial; dan mengembangkan pola berubahnya kebudayaan seiring dengan
pikir eksploratif yang mandiri kepada anak. berubahnya masyarakat yang membentuk
Dengan tujuan tersebut pola perkembangan kebudayaan itu.
anak akan berjalan sesuai dengan pilihan Bertolak dari paparan tersebut, tujuan
hidup yang telah direncanakan. pendidikan pun harus disesuaikan dengan
keadaan masyarakat dimana anak itu
berada. Hakekatnya pendidikan
Tujuan Pendidikan Pragmatisme berlangsung dalam kehidupan. Karena itu,
tujuan pendidikan menurut pragmatisme
Tujuan pendidikan pragmatisme harus pula disesuaikan dengan lingkungan
inheren dengan pandangan realitas, teori tempat dilangsungkannya pendidikan itu.
Menjadi sesuatu yang ironis jika sebuah bersifat nisbi serta tidak pasti. Karena itu,
pendidikan diterapkan dengan tanpa mustahil tujuan pendidikan dapat
mempertimbangkan keadaan lingkungan ditetapkan untuk semua masyarakat. Tujuan
kehidupan anak. pendidikan selalu bersifat temporer, dan
Menurut pragmatisme, tidak ada tujuan merupakan alat untuk bertindak. Jika
tujuan pendidikan yang berlaku secara suatu tujuan telah dicapai, maka hasil tujuan
umum, dan tidak ada pula tujuan akan menjadi alat untuk mencapai tujuan
pendidikan yang bersifat tetap dan pasti. berikutnya, demikian seterusnya, karena
Yang ada hanyalah tujuan khusus, dan

185
Dwi Priyanto – Pragmatisme terhadap Praksis Pendidikan
anak bukanlah individu yang silent,
melainkan individu yang memiliki pikiran
pragmatisme tidak mengenal tujuan akhir, yang aktif dan kreatif. Pengetahuan
dan yang ada adalah tujuan antara. sebenarnya merupakan hasil dari transaksi
Suryabrata (Jalaluddin, 2003: 119) manusia dengan lingkungannya, termasuk
mengatakan bahwa, pendidikan adalah kebenaran menjadi bagian dari pengetahuan
suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, itu sendiri. Karena itu, seorang guru yang
bahkan tujuan merupakan salah satu hal memiliki pandangan pragmatis akan selalu
yang teramat penting dalam kegiatan memperhatikan situasi lingkungan
pendidikan, guna memberikan arah dan masyarakat anak, serta mendorong agar
ketentuan yang pasti dalam memilih materi anak turut memecahkan persoalan yang ada
(isi), metode, alat, evaluasi terhadap disekitar tinggal mereka.
kegiatan yang dilakukan. Dengan arah yang Kurikulum Pendidikan
pasti, harapan untuk memperoleh hasil yang
maksimal dari usaha penyelenggaraan Menurut para filosuf paragmatisme,
pendidikan akan dapat dicapai. tradisi demokrasi adalah tradisi
Tidak kalah penting, menurut memperbaiki diri sendiri (a self-correcting
pragmatisme materi yang akan disajikan trdition). Pendidikan berfokus pada
harus berdasarkan fakta-fakta yang sudah kehidupan yang baik pada masa sekarang
diobservasi, dipahami, serta dibicarakan dan masa yang akan datang. Kurikulum
sebelumnya, serta materi tersebut pendidikan pragmatisme “berisi
dimungkinkan mengandung ide-ide yang pengalaman-pengalaman yang telah teruji,
dapat mengembangkan situasi untuk yang sesuai dengan minat dan kebutuhan
mencapai tujuan. Sebagai misal, jika materi siswa. Adapun kurikulum tersebut akan
yang akan diberikan dikaitkan dengan berubah”.
demokrasi, maka materi tersebut hendaknya Dalam pandangan pragmatisme
merupakan seperangkat tidakan untuk model kurikulum yang digunakan setiap
memberi isi terhadap kehidupan sosial yang pelajaran tidak boleh terpisah-pisah antara
ada pada waktu itu dilingkungan tinggal satu dengan yang lain, tetapi merupakan
anak. Intinya sekolah secara umum, dan satu kesatuan yang saling terkait, dan
materi ajar secara khusus tidak dipisahkan pengalaman di sekolah selalu dipadukan
dari kehidupan, karena hakekatnya dengan pengalaman anak di luar sekolah
pendidikan bukan persiapan untuk suatu atau di tempat lingkungan kehidupan anak.
kehidupan, melainkan pendidikan Selain itu, masalah yang dijadikan pusat
merupakan kehidupan itu sendiri. kegiatan oleh guru di kelas adalah masalah
Pendidikan yang bercorak masalah aktual yang menarik minat anak
pragmatisme selalu memandang bahwa atau menjadi pusat perhatian anak.
Model pembelajaran pragmatisme dilatih berpikir secara logis.
adalah anak belajar di dalam kelas dengan
cara berkelompok. Dengan berkelompok
anak akan merasa bersama-sama terlibat Metode pendidikan
dalam masalah dan pemecahanya. Anak
akan terlatih bertanggung jawab terhadap Metode pembelajaran merupakan
beban dan kewajiban masing-masing. penyusunan bahan pelajaran yang
Sementara, guru hanya bertindak sebagai memungkinkan diterima oleh para siswa
fasilitator dan motivator. Model dengan lebih efektif. Suatu metode tidak
pembelajaran ini berupaya membangkitkan pernah terlepas dari bahan pelajaran, kita
hasrat anak untuk terus belajar, serta anak dapat membedakan cara berbuat, tetapi cara

186
JPII Volume 1, Nomor 2, April 2017
didik mempunyai kesempatan yang lebih
baik untuk berpartisipasi dalam interaksi
ini hanya sebagai cara berhubungan dengan langsung dengan lingkungan.
bahan atau materi tertentu. Metode Disamping itu, pengalaman langsung
mengajar harus fleksibel dan menimbulkan dianggap lebih memotivasi karena memiliki
inisiatif peserta didik. Pada aliran filsafat nilai instrinsik, dan lebih bermakna karena
pragmatisme lebih mengutamakan melibatkan subjek didik dalam pengalaman
penggunaan metode pemecahan masalah langsung. Misalnya, seseorang akan lebih
(problem solving method) serta metode banyak belajar tentang pembuatan susu dan
penyelidikan dan penemuan (inquiri and sapi, peran dengan pergi ke perusahaan
discovery method). Dalam praktiknya pembuatan susu dan memerah susu,
(mengajar), metode ini membutuhkan guru membaunya, mendengar suara sapi, dan
yang memiliki sifat pemberi kesempatan, sebagainya. Jadi, metodologinya berkaitan
bersahabat, seorang pembimbing, langsung dengan metodologi eksperimental
berpandangan terbuka, antusias, kreatif, mereka. Metode unggulannya yaitu dengan
sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, metode proyek. Subjek didik harus belajar
bekerjasama, dan bersungguh-sungguh agar secara bertahap berangkat dari belajar atas
belajar berdasarkan pengalaman dapat dasar pengalaman-pengalaman langsung
diaplikasikan oleh siswa dan apa yang menuju ke metode-metode belajar atas dasar
dicita-citakan dapat tercapai. pengalaman orang lain. Demikian pula
Kalangan pragmatis berorientasi pada metode yang diterapkan oleh guru adalah
pemberian kebebasan besar untuk memilih metode disiplin bukan kekuasaan, karena
kepada subjek didik dalam mencari-cari metode kekuasaan cenderung memaksakan
situasi pengalaman belajar yang akan anak untuk mengikuti kehendak guru. Cara
menjadi hal yang paling berguna bagi yang demikian itu tidak mungkin dapat
mereka. Ruang kelas (yang dilihat tidak membangkitkan perhatian dan minat anak.
hanya sebagai sebuah setting ‘sekolah’, Sedangkan metode disiplin, semua kemauan
melainkan juga tempat dimana segala dan minat datang dari dalam diri anak
pengalaman belajar dapat diselenggarakan) sendiri, dan anak akan belajar apabila ia
dipandang dalam kaca mata sebuah memiliki minat terhadap suatu hal untuk
laboratorium ilmiah dimana ide-gagasan dipelajari.
siap diuji coba untuk melihat apakah
terbukti sanggup diverifikasi. Karyawisata,
misalnya, terbukti memberikan keuntungan Peranan Guru dan Siswa
keuntungan belajar seperti membaca dan
pengalaman audio-visual karena subjek Dalam pembelajaran, peranan guru
bukan “menuangkan” pengetahuanya motivasi, misalnya dengan cara: Field trips,
kepada siswa. Setiap apa yang dipelajari film-film, catatan-catatan, dan tamu ahli
oleh siswa haruslah sesuai dengan merupakan contoh-contoh aktivitas yang
kebutuhan, minat dan masalah pribadinya. dirancang untuk memunculkan minat siswa,
Pragmatisme menghendaki agar siswa (b) Membimbing siswa untuk merumuskan
dalam menghadapi suatu pemasalahan, batasan masalah secara spesifik, (c)
hendaknya dapat merekonstruksi Membimbing merencanakan tujuan-tujuan
lingkungan untuk memecahkan kebutuhan individual dan kelompok dalam kelas guna
yang dirasakannya. memecahkan suatu masalah, (d) Membantu
Untuk membantu siswa, guru harus para siswa dalam mengumpulkan informasi
berperan: (a) Menyediakan berbagai berkenaan dengan masalah, dan (e)
pengalaman yang akan memuculkan Bersama-sama kelas mengevaluasi apa yang

187
Dwi Priyanto – Pragmatisme terhadap Praksis Pendidikan
sebuah ide diukur dengan kesesuaian ide itu
dengan realitas, atau dengan standar standar
telah dipelajari, bagaimana mereka yang dibangun di atas ide dasar yang sudah
mempelajarinya, dan informasi baru yang diketahui kesesuaiannya dengan realitas.
ditemukan oleh setiap siswa. Sedang kegunaan praktis suatu ide untuk
Edward J. Power (1982) memenuhi hajat manusia, tidak diukur dari
menyimpulkan pandangan pragmatisme keberhasilan penerapan ide itu sendiri,
bahwa “Siswa merupakan organisme rumit tetapi dari kebenaran ide yang diterapkan.
yang mempunyai kemampuan luar biasa Maka, kegunaan praktis ide tidak
untuk tumbuh, sedangkan guru berperan mengandung implikasi kebenaran ide, tetapi
untuk memimpin dan membimbing hanya menunjukkan fakta terpuaskannya
pengalaman belajar tanpa ikut campur kebutuhan manusia.
terlalu jauh atas minat dan kebutuhan Kedua, Pragmatisme menafsirkan
siswa”. Callahan dan Clark menyimpulkan peran akal manusia. Menetapkan kebenaran
bahwa orientasi pendidikan pragmatisme sebuah ide adalah aktivitas intelektual
adalah progresivisme. Artinya, pendidikan dengan menggunakan standar-standar
pragmatisme menolak segala bentuk tertentu. Sedang penetapan kepuasan
formalisme yang berlebihan dan manusia dalam pemenuhan kebutuhannya
membosankan dari pendidikan sekolah yang adalah sebuah identifikasi instinktif.
tradisional. Anti terhadap otoritarianisme Memang identifikasi instinktif dapat
dan absolutisme dalam berbagai bidang menjadi ukuran kepuasan manusia dalam
kehidupan. pemuasan hajatnya, tapi tak dapat menjadi
ukuran kebenaran sebuah ide. Maka,
Pragmatisme berarti telah menafsirkan
Kritik terhadap Pragmatisme aktivitas intelektual dan menggantinya
dengan identifikasi instinktif. Atau dengan
Pragmatisme adalah aliran yang kata lain, Pragmatisme telah menundukkan
mengukur kebenaran suatu ide dengan keputusan akal kepada kesimpulan yang
kegunaan praktis yang dihasilkannya untuk dihasilkan dari identifikasi instinktif.
memenuhi kebutuhan manusia. Ide ini Ketiga. Pragmatisme menimbulkan
keliru dari tiga sisi. Pertama, Pragmatisme relativitas dan kenisbian kebenaran sesuai
mencampur adukkan kriteria kebenaran ide dengan perubahan subjek penilai ide baik
dengan kegunaan praktisnya. Kebenaran individu, kelompok, dan masyarakat dan
suatu ide adalah satu hal, sedang kegunaan perubahan konteks waktu dan tempat.
praktis ide itu adalah hal lain. Kebenaran Dengan kata lain, kebenaran hakiki
Pragmatisme baru dapat dibuktikan, sebagainya, pragmatisme selalu
menurut Pragmatisme itu sendiri setelah mempertanyakan bagaimana konsekuensi
melalui pengujian kepada seluruh manusia praktisnya. Setiap solusi terhadap masalah
dalam seluruh waktu dan tempat. Dan ini apa pun selalu dilihat dalam rangka
mustahil dan tak akan pernah terjadi. Maka, konsekuansi praktisnya, yang dikaitkan
Pragmatisme berarti telah menjelaskan dengan kegunaannya dalam hidup manusia.
inkonsistensi internal yang dikandungnya Dan konsekuensi praktis yang berguna dan
dan menafikan dirinya sendiri. memuaskan manusia itulah yang
Satu hal yang harus digarisbawahi membenarkan tindakan tadi. Dalam rangka
adalah bahwa pragmatisme merupakan itulah, kaum pragmatis tidak mau
filsafat bertindak. Dalam menghadapi berdiskusi bertele-tele, bahkan sama sekali
berbagai persoalan, baik bersifat psikologis, tidak menghendaki adanya diskusi,
epistemologis, metafisik, religius dan malainkan langsung mencari tindakan yang

188
JPII Volume 1, Nomor 2, April 2017
pendidikan. Pragmatisme mengkritik segala
macam teori tentang cita-cita, filsafat,
tepat untuk dijalankan dalam situasi yang rumusan-rumusan abstrak yang sama sekali
tepat pula. Kaum pragmatis adalah tidak memiliki konsekuansi praktis. Bagi
manusia-manusia empiris yang sanggup kaum pragmatis, yang penting bukan
bertindak, tidak terjerumus dalam keindahan suatu konsepsi melainkan
pertengkaran ideologis yang mandul tanpa hubungan nyata pada pendekatan masalah
isi, melainkan secara nyata berusaha yang dihadapi masyarakat. Sebagai prinsip
memecahkan masalah yang dihadapi pemecahan masalah, pragmatisme
dengan tindakan yang konkrit. mengatakan bahwa suatu gagasan atau
Karenanya, teori bagi kaum pragmatis strategi terbukti benar apabila berhasil
hanya merupakan alat untuk bertindak, memecahkan masalah yang ada, mengubah
bukan untuk membuat manusia terbelenggu situasi yang penuh keraguan dan keresahan
dan mandeg dalam teori itu sendiri. Teori sedemikian rupa, sehingga keraguan dan
yang tepat adalah teori yang berguna, yang keresahan tersebut hilang.
siap pakai, dan yang dalam kenyataannya Dalam kedua sifat tersebut
berlaku, yaitu yang mampu memungkinkan terkandung segi negatif pragmatisme dan
manusia bertindak secara praktis. Kebenaran segi-segi positifnya. Pragmatisme, misalnya,
suatu teori, ide atau keyakinan bukan mengabaikan peranan diskusi. Justru di sini
didasarkan pada pembuktian abstrak yang muncul masalah, karena pragmatisme
muluk-muluk, melainkan didasarkan pada membuang diskusi tentang dasar
pengalaman, pada konsekuansi praktisnya, pertanggungjawaban yang diambil sebagai
dan pada kegunaan serta kepuasan yang pemecahan atas masalah tertentu.
dibawanya. Pendeknya, ia mampu Sedangkan segi positifnya tampak pada
mengarahkan manusia kepada fakta atau penolakan kaum pragmatis terhadap
realitas yang dinyatakan dalam teori perselisihan teoritis, pertarungaan ideologis
tersebut. serta pembahasan nilai-nilai yang
Pragmatisme mempunyai dua sifat, berkepanjangan, demi sesegera mungkin
yaitu merupakan kritik terhadap mengambil tindakan langsung.
pendekatan ideologis dan prinsip Dalam kaitan dengan dunia
pemecahan masalah. Sebagi kritik terhadap pendidikan, kaum pragmatisme
pendekatan ideologis, pragmatisme menghendaki pembagian yang tetap
mempertahankan relevansi sebuah ideologi terhadap persoalan yang bersifat teoritis dan
bagi pemecahan, misalnya fungsi praktis. Pengembangan terhadap yang
teoritis akan memberikan bekal yang bersifat dikatakan disfungsi, tidak memiliki
etik dan normatif, sedangkan yang praktis konsekuansi praktis. Dewey mendewakan
dapat mempersiapkan tenaga profesional pendidikan formal berdasarkan minat anak
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. anak dan pelajaran yang diberikan
Proporsionalisasi yang teoritis dan praktis hendaknya disesuaikan dengan minat anak
itu penting agar pendidikan tidak anak. Dengan pandangan yang demikian
melahirkan materialisme terselubung ketika maka pelajaran yang berlangsung di sekolah
terlalu menekankan yang praktis. tidak difokuskan karena minat setiap anak
Pendidikan juga tidak dapat itu berbeda-beda. Demikian juga dengan
mengabaikan kebutuhan praktis pelajaran-pelajarn pokok yang harus
masyarakat, sebab kalau demikian yang diajarkan kepada anak-anak tidak dapat
terjadi berarti pendidikan tersebut dapat diterapkan dengan baik.

189
Dwi Priyanto – Pragmatisme terhadap Praksis Pendidikan
Pendidikan harus dilangsungkan di tempat
dimana anak berada. Kurikulum yang
Kesimpulan digunakan setiap pelajaran tidak boleh
terpisah-pisah, tetapi merupakan satu
Menurut aliran filsafat Pragmatisme kesatuan, dan pengalaman di sekolah selalu
bahwa pendidikan perlu didasarkan pada dipadukan dengan pengalaman di luar
tiga pokok pikiran yaitu: (1) Pendidikan sekolah. Masalah yang diangkat oleh guru di
merupakan kebutuhan untuk hidup. kelas adalah masalah-masalah aktual yang
Pendidikan berfungsi sebagai alat dan menarik minat anak atau menjadi pusat
sebagai pembaharuan hidup. Dimana dalam perhatian anak. Demikian pula metode yang
hidupnya manusia selalu berinteraksi antara diterapkan oleh guru adalah metode disiplin
inividu yang satu dengan individu yang bukan kekuasaan, karena metode kekuasaan
lainnya, dan dengan lingkungannya; (2) cenderung memaksakan anak untuk
Pendidikan sebagai pertumbuhan. mengikuti kehendak guru.
Pertumbuhan juga merupakan proses Dalam pendidikan pragmatisme,
pematangan oleh karena peserta didik semua materi yang akan disajikan harus
memiliki potensi berupa kapasitas untuk berdasarkan fakta-fakta yang sudah
berkembang atau bertumbuh menjadi diobservasi, dipahami, serta dibicarakan
sesuatu dengan adanya pengaruh sebelumnya, serta materi tersebut
lingkungan; dan (3) Pendidikan sebagai dimungkinkan mengandung ide-ide yang
fungsi social dan lingkungan merupakan dapat mengembangkan situasi untuk
syarat bagi pertumbuhan, serta fungsi mencapai tujuan. Peran guru dalam
pendidikan merupakan suatu proses pendidikan pragmatisme hanyalah sebagai
membingbing dan mengembangkan. fasilitator dan motivator kegiatan anak.
Pragmatisme tidak menaruh Semua kegiatan anak dilakukan sendiri
perhatian terhadap suatu nilai yang tidak seiring dengan minat dan kebutuhan yang
empiris. Konsep pendidikan pragmatisme dipilih, tetapi guru tetap memberikan
adalah, pendidikan bertujuan untuk arahan yang memungkinkan anak
mendewasakan anak menjadi manusia yang berkembang sesuai dengan bakat dan minat
mandiri, bertanggung-jawab, dan dapat yang dimiliki.
memecahkan persoalan hidupnya sendiri.
Kanisius.
Knight, G. R. (2007). Filsafat pendidikan (terj).
Daftar Pustaka Yogyakarta: Gama Media.
Gutek, G. L. (1974). Philosophical alternatives
in education. Columbus, Ohio: Charles
Russel, B. (2007). Sejarah filsafat barat; E. Merrill Publishing Company.
kaitannya dengan kondisi zaman kuno Gutek, G. L. (1988). Philosophical and
hingga sekarang (terj). Yogyakarta: ideological perspectives on education.
Pustaka Pelajar. New Jersey: Prentice Hall Inc.
Dardiri, A. (2010). Revitalisasi fungsi Tilaar, H.A.R. (2000). Pendidikan, kebudayaan
pendidikan untuk mewujudkan dan masyarakat madani Indonesia, Bandung:
pendidikan yang humanis-religius, Remaja Rosdakarya.
Pidato Pengukuhan Guru Besar, Hadiwijono, H. (1980). Sari sejarah filsafat
disampaikan di depan Rapat Terbuka barat 2. Yogyakarta: Kanisius.
Senat UNY tanggal 11 Desember http://stishidayatullah.ac.id/index2.php
2010. ?
Drost, J. I. G. M. (1997). Sekolah: mengajar atau option=com_content&do_pdf=1
mendidik. Yogyakarta: Penerbit &id=58.

190
JPII Volume 1, Nomor 2, April 2017
Power, E. J. (1982). Philosophy of education.
New Jersey: Prentice-Hall. Inc.
Mantra, I. B. (2004). Filsafat penelitian & Sadulloh, U. (2003). Pengantar filsafat
metode penelitian sosial. Yogyakarta: pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Pustaka Pelajar. Soedijarto. (1998). Pendidikan sebagai sarana
Barnadib, I. (2002). Filsafat reformasi mental dalam upaya
pendidikan.Yogyakarta: Adicita. pembangunan bangsa. Jakarta: Balai
Ismaun. (2004). Filsafat ilmu. Bandung: Pustaka.
Universitas Pendidikan Indonesia Jalal, F., & Soedijarto. (2008). Landasan dan arah
Supriadi, D. (2001). Reformasi pendidikan pendidikan nasional kita. Jakarta:
dalam konteks otonomi daerah. Yogyakarta: Kompas.
Depdiknas – Bappenas–Adicita Karya Nusa. Sutrisno, M. (1987). Eksistensialisme,
Jalaluddin. & Idi, A. (2007). Filsafat pergumulan untuk menjadi manusia
pendidikan; manusia,filsafat dan dalam para filsuf penggerak jaman.
pendidikan. Yogyakarta: Arruz Media. Yogyakarta: Kanisius.
Ryan, J. K. (1964). Twentieth-century: Studies Suyanto. & Hisjam, D. (2000). Refleksi dan
in the work of seventeen modern reformasi pendidikan di indonesia
philosopher, edited by with an memasuki millenium III. Yogyakarta:
introduction by John K ryan. Alba Adicita Karya Nusa.
House, State Island, N.Y. Syaripudin, T. (2006). Pengantar filsafat
Kattsof, L. O. (1992). Pengantar filsafat. pendidikan. Bandung: Percikan Ilmu. Tafsir,
Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana A. (2002). Filsafat Umum. Bandung: Remaja
Yogyakarta. Rosda Karya.
Knight, G. R. (1982). Issues and alternatives in Rasyidin, W. (2007). Filsafat pendidikan (dalam
educational philosophy. Michigan: ilmu dan aplikasi pendidikan).
Andrews University Press. Bandung: Pedagogiana Press.
Mudzakir. & Sadali, A. (2004). Filsafat umum.
Bandung: Pustaka Setia.
191

Anda mungkin juga menyukai