Anda di halaman 1dari 21

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS


(PPOK)

KELOMPOK 3
DISUSUN OLEH :

Al Khairul Rizwan
Dina Martiani
M. Faisal Firdaus
Nurul Nepiana
Restiana Cahyani
Suci Nur Indah Sari
Wiwin Mardiani

DOSEN :

Rika Yulenda Sari S.Kep.,Ns.,M.Kep


KATA PENGANTAR

Puji syukur hanyalah bagi Allah SWT, karena atas limpahan rahmat, taufik dan
hidayah-nya kepada penyusun sehingga mampu menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah
keperawatan medikal bedah 1 dengan judul makalah “ Penyakit Paru Obstruksi Kronis
(PPOK)” ini dengan baik.

Ucapan terimakasih penyusun sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Penyusun menyadari sepenuhnya atas keterbatasan ilmu maupun dari segi


penyampaian yang menjadikan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun sangat diperlukan dari semua pihak untuk sempurnanya makalah
ini, sehingga dapat melengkapi khasanah ilmu pengetahuan yang senantiasa berkembang
dengan cepat.
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
BAB I......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................................................................................5
1.3 TUJUAN..................................................................................................................................5
BAB II.................................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................................6
2.1 Definisi.........................................................................................................................................6
2.2 Etiology.......................................................................................................................................8
2.3 Manifestasi klinis.......................................................................................................................9
2.4 Patofisiologi................................................................................................................................9
2.5 Klasifikasi.................................................................................................................................10
2.6 Penatalaksanaan......................................................................................................................11
BAB III..................................................................................................................................................13
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PPOK............................................................................................13
3.1 Kasus..........................................................................................................................................13
3.2 PENGKAJIAN..............................................................................................................................13
3.3 DIAGNOSA DAN RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN...............................................................18
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh bronkitis kronis atau
empisema. Obstruksi aliran udara pada umumnya progresif kadang diikuti oleh
hiperaktivitas jalan nafas dan kadangkala parsial reversibel, sekalipun empisema
dan bronkitis kronis harus didiagnosa dan dirawat sebagai penyakit khusus,
sebagian besar pasien PPOK mempunyai tanda dan gejala kedua penyakit
tersebut.( Amin, Hardhi, 2013).
Sekitar 14 juta orang Amerika terserang PPOK dan Asma sekarang menjadi
penyebab kematian keempat di Amerika Serikat. Lebih dari 90.000 kematian
dilaporkan setiap tahunnya. Rata-rata kematian akibat PPOK meningkat cepat,
terutama pada penderita laki-laki lanjut usia. Angka penderita PPOK di Indonesia
sangat tinggi.
Banyak penderita PPOK datang ke dokter saat penyakit itu sudah lanjut. Padahal,
sampai saat ini belum ditemukan cara yang efisien dan efektif untuk mendeteksi
PPOK. Menurut Dr Suradi, penyakit PPOK di Indonesia menempati urutan ke-5
sebagai penyakit yang menyebabkan kematian. Sementara data dari Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 2010 diperkirakan penyakit
ini akan menempati urutan ke-4 sebagai penyebab kematian. "Pada dekade
mendatang akan meningkat ke peringkat ketiga. Dan kondisi ini tanpa disadari,
angka kematian akibat PPOK ini makin meningkat.
penyakit PPOK selayaknya mendapatkan pengobatan yang baik dan terutama
perawatan yang komprehensif, semenjak serangan sampai dengan perawatan di
rumah sakit. Dan yang lebih penting dalah perawatan untuk memberikan
pengetahuan dan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang perawatan dan
pencegahan serangan berulang pada pasien PPOK di rumah.Hal ini diperlukan
perawatan yang komprehensif dan paripurna saat di Rumah Sakit.
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu PPOK ( Penyakit Pernapasan Obstruksi Kronik)?


2. Bagai mana dengan klasifikasi dari PPOK ?
3. Apa saja Etiologi PPOK secara umum ?
4. Bagaimana dengan patofisiologi dari PPOK ?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang PPOK ?
6. Bagaimana dengan penatalaksanaan PPOK ?
7. Bagaimana format Askep Teoritas PPOK ?
8. Bagaimana contoh kasus PPOK ?

1.3 TUJUAN
Tujuan penulisan dari makalah ini yaitu :
1. Mengetahui pengertian PPOK
2. Memahami klasifikasi dari PPOK
3. Mengetahui dan memahami apa saja etiologi secara PPOK
4. Memahami patofisiologi dari PPOK
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari PPOK
6. Mengetahui penatalaksanaan PPOK
7. Memahami format Askep teoritis PPOK
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ppok adalah suatu penyakit paru kronik yang di tandai dengan adanya hambatan
aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible. hambatan aliran
udara tersebut umumnya bersifat progresif dan berhubungan dengan respons
inflamasi pulmonal terhadap partikel atau gas berbahaya.
Pada ppok, bronkitis kronik dan emfisema sering di temukan secara bersamaan
meskipun keduanya memiliki proses yang berbeda.
1. Bronkitis Kronis

a.   Definisi

Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan


pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam
bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling
sedikit 2 tahun berturut – turut (Bruner & Suddarth, 2002).

b.   Etiologi

Terdapat 3 jenis penyebab bronkitis yaitu:

1) Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, Pneumokokus spp., Haemophilus influenzae.


2) Alergi
3) Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll

C. Manifestasi klinis
1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang
mana akan meningkatkan produksi mukus.
2) Mukus lebih kental
3)  Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan
mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan dan
meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar
mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan
meningkat
4) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan
normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan
produksi mukus yang banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan
mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi
hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
5) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas,
terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap
pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi
alveolar, hypoxia dan asidosis.
6) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal
timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan
nilai PaCO2.
7) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi
polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi
sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.
8) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV
dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang
akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF.
2. Emfisema

a.   Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus
alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).
Emfisema diklasifikasikan sebagai :
 Panlobular (panasinar) : ditandai dengan destruksi bronkiole
pernafasan,duktus alveolar,dan alveoli ;spasium udara di dalam lobules lebih
atau kurang membesar ,dengan sedikit penyakit inflasi.Sering disebut sebagai
“pink puffer”’.
 Sentrilobular (sentriasinar) : menyebabkan kelainan patologis dalam
bronkiolus,menghasilkan hipoksia kronis,hiperkapnea,positemia, dan episode
gagal jantung sebelah kanan.Seringkali disebut “blue bloater” .
b.   Etiologi
1)      Faktor tidak diketahui
2)      Predisposisi genetik
3)      Merokok

4)      Polusi udara

c.   Manifestasi klinis


1)     Dispnea
2)     Takipnea
3)     Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4)     Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5)     Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6)     Hipoksemia
7)     Hiperkapnia
8)     Anoreksia
9)     Penurunan BB
10)  Kelemahan

2.2 Etiology

Penyebabnya yaitu:
1. Adanya bahan-bahan iritan menyebabkan peradangan pada alveoli. Jika suatu
peradangan berlangsung lama, bisa terjadi kerusakan yang menetap. Pada alveoli
yang meradang, akan terkumpul sel-sel darah putih yang akan menghasilkan
enzim-enzim (terutama neutrofil elastase), yang akan merusak jaringan
penghubung di dalam dinding alveoli. Merokok akan mengakibatkan kerusakan
lebih lanjut pada pertahanan paru-paru, yaitu dengan cara merusak sel-sel seperti
rambut (silia) yang secara normal membawa lendir ke mulut dan membantu
mengeluarkan bahan-bahan beracun.
2. Defisiensi protein alfa-1-antitripsin. Tubuh menghasilkan, yang memegang
peranan penting dalam mencegah kerusakan alveoli oleh neutrofil estalase. Ada
suatu penyakit keturunan yang sangat jarang terjadi, dimana seseorang tidak
memiliki atau hanya memiliki sedikit alfa-1-antitripsin, sehingga emfisema terjadi
pada awal usia pertengahan (terutama pada perokok).
3. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Mansjoer, 1999)
adalah :
a. Kebiasaan merokok
b. Polusi udara
c. Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja.
d. Riwayat infeksi saluran nafas.
e. Umur
Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling

memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.

2.3 Manifestasi klinis

Menurut Brunner dan suddarth 2005 manifestasi klinis PPOK adalah sebagai berikut:
a. Batuk produktif kronis pada bulan-bulan musim dingin
b. Batuk kronik dan pembentukan spuntum purulen dalam jumlah yang sangat
banyak.
c. Dispnea.
d. Nafas pendek dan cepat ( takipnea )
e. Anoreksia.
f. Penurunan berat badan dan kelemahan
g. Takikardia,berkeringat
h. Hipoksia,sesak dalam dada gejala-gejala awal dari BPOM, yaitu bisa muncul
setelah 5-10 tahun merokok,adalah batuk dan adanya lendir batuk biasanya
ringan dan sering di salah artikan sebagai batuk normal perokok.

sebetulnya tidak normal sering terjadi nyeri kepala dan pilek selama pilek dahak
menjadi kuning atau hijau karena adanya nanah.lama-lama gejala tersebut akan
semakin sering dirasakan. bisa juga di sertai mengi/bengek .pada umur sekitar 60
tahun sering timbul sesak napas waktu bekerja dan bertambah parah secara perlahan
akhirnya sesak napas akan di rasakan pada saat melakukan kegiatan rutin sehari hari
seperti di kamar mandi,mencuci baju,berpakaian dan menyiapkan makanan sepertiga
penderita mengalami penurunan berat badan karena stelah selesai makan mereka
seringmengalami sesak nafas yang berat sehingga penderita menjadi males makan
pmbengkakan pada kaki sering terjadi karena adanya gagal jantung pada stadium
akhir dari penyakit sesak yang berat timbul bahkan pada saat istirahat,yang
merupakan petunjuk adanya kegagalan pernafasan akut.

2.4 Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen
untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil
metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi.
Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah
peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi
adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari
gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi
berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai
untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk
gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama
(VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital
paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001)
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang
melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.
Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem
eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah
besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat
persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul
peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi
terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit
dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik
pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur
penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya
alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi
karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah
inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan
terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil,
komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi
oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil
Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease,
sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut,
terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi
perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas,
edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan
dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).

2.5 Klasifikasi

Klasifiksi oemiati ( 2013) menjelaskan bahwa PPOK dapat di klasifikasikan sebagai


berikut.
1. PPOK ringan adalah pasien dengan atau tanpa batuk dengan atau tanpa
produksi spuntum dan dengan sesak napas derajat nol sampai satu. sementara
pemeriksaan spirometrinya menunjukan VEP1 >80% prediksi ( normal ) dan
VEP1/KVP<70%
2. PPOK sedang adalah pasien dengan atau tanpa gejala klinis ( batuk dengan
dahak ) dengan sesak yang semakin bertambah ( derajat dua ) karena fungsi
paru semakin berkurang pemeriksaan spiromerinya menunjukan VEP1> 70%
dan VEP1/KVP< 80% prediksi
3. PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas derajat tiga atau
empat dengan gagal napas kronik. eksaserbasi lebih sering terjadi. disertai
komplikasi kor pulmonum atau gagal jantung kanan. adapun hasil spirometri
menunjukan VEP1/KVP< 70%, VEP1<30% prediksi atau VEP1>30% dengan
gagal napas kronik. hal ini di tunjukan dengan hasil pemeriksaan analisis gas
darah kriteria hipoksemia dengan normokapnia atau hipoksemia dengan
hiperkapnia.

2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut


Mansjoer (2002) adalah :
Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara. Terapi
eksasebrasi akut dilakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini
umumnya disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka digunakan
ampisillin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.

b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika kuman


penyebab infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis yang
memproduksi beta laktamase.

c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin pada


pasien yang mengalami eksasebrasi akut terbukti mempercepat penyembuhan
dam membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam
7-10 hari selama periode eksasebrasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau
tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat.
d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.

e. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.

f. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan adrenergik.


Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratorium bromide
250 mikrogram diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25-
0,5 g iv secara perlahan.
1. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :

a) Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4 x0,25-0,5/hari


dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut.
b) Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien
maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal
paru.
Fisioterapi.
2) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
3) Mukolitik dan ekspektoran.
4) Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe II dengan
PaO2<7,3kPa (55 mmHg).
5) Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan
terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi
pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis adalah fisioterapi, rehabilitasi
psikis dan rehabilitasi pekerjaan.
Asih (2003) menambahkan penatalaksanaan medis pada pasien dengan Penyakit Paru
lebih dalam ke dalam paru dan tidak menyebabkan efek samping yang berkaitan
dengan steroid oral. Direkomendasikan bahwa inhalasi beta dua adrenergik diberikan
terlebih dahulu Obstruksi Kronis adalah Penatalaksanaan medis untuk asma adalah
penyingkiran agen penyebab dan edukasi atau penyuluhan kesehatan. Sasaran dari
penatalaksanaan medis asma adalah untuk meningkatkan fungsi normal individu,
mencegah gejala kekambuhan, mencegah serangan hebat,dan mencegah efek samping
obat. Tujuan utama dari berbagai medikasi yang diberikan untuk klien asma adalah
untuk membuat klien mencapai relaksasi bronkial dengan cepat, progresif dan
berkelanjutan. Karena diperkirakan bahwa inflamasi adalah merupakan proses
fundamental dalam asma, maka inhalasi steroid bersamaan preparat inhalasi beta dua
adrenergik lebih sering diresepkan. Penggunaan inhalasi steroid memastikan bahwa
obat mencapai untuk membuka jalan nafas, kemudian inhalasi steroid akan menjadi
lebih berguna.

Penatalaksanaan medis untuk bronkhitis kronis didasarkan pada pemeriksaan fisik,


radiogram dada, uji fungsi pulmonari, dan analisis gas darah. Pemeriksaan ini
mencerminkan sifat progresif dari penyakit. Pengobatan terbaik untuk bronkitis kronis
adalah pencegahan, karena perubahan patologis yang terjadi pada penyakit ini bersifat
tidak dapat pulih (irreversible). Ketika individu mencari bantuan medis untuk
mengatasi gejala, kerusakan jalan nafas sudah terjadi sedemikian besar.
Jika individu berhenti merokok, progresi penyakit dapat ditahan. Jika merokok
dihentikan sebelum terjadi gejala, resiko bronkhitis kronis dapat menurun dan pada
akhirnya mencapai tingkat seperti bukan perokok.Bronkodilator, ekspektoran, dan
terapi fisik dada diterapkan sesuai yang dibutuhkan. Penyuluhan kesehatan untuk
individu termasuk konseling nutrisi, hygiene respiratory, pengenalan tanda-tanda dini
infeksi, dan teknik yang meredakan dispnea, seperti bernafas dengan bibir
dimonyongkan, beberapa individu mendapat terapi antibiotik profilaktik, terutama
selama musim dingin. Pemberian steroid sering diberikan pada proses penyakit tahap
lanjut.

Penatalaksanaan medis bronkhiektasis termasuk pemberian antibiotik,drainase


postural untuk membantu mengeluarkan sekresi dan mencegah batuk, dan
bronkoskopi untuk mengeluarkan sekresi yang mengental. Pemeriksaan CT Scan
dilakukan untuk menegakkan diagnosa. Terkadang diperlukan tindakan pembedahan
bagi klien yang terus mengalami tanda dan gejala meski telah mendapat terapi medis.
Tujuan utama dari pembedahan ini adalah untuk memulihkan sebanyak mungkin
fungsi paru. Biasanya dilakukan segmentektomi atau lubektomi. Beberapa klien
mengalami penyakit dikedua sisi parunya, dalam kondisi seperti ini, tindakan
pembedahan pertama-tama dilakukan pada bagian paru yang banyak terkena untuk
melihat seberapa jauh perbaikan yang terjadi sebelum mengatasi sisi lainnya.

Penatalaksanaan medis emfisema adalah untuk memperbaiki kualitas hidup,


memperlambat progresi penyakit, dan mengatasi obstruksi jalan nafas untuk
menghilangkan hipoksia. Pendekatan terapeutik menurut Asih (2003) mencakup
tindakan pengobatan dimaksudkan untuk mengobati ventilasi dan menurunkan upaya
bernafas, pencegahan dan pengobatan cepat infeksi, terapi fisik untuk memelihara dan
meningkatkan ventilasi pulmonal, memelihara kondisi lingkungan yang sesuai untuk
memudahkan pernafasan dan dukungan psikologis serta penyuluhan rehabilitasi yang
berkesinambungan.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PPOK

3.1 Kasus
Seorang laki-laki berinisial Tn Az umur 55 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan
sesak napas sejak 5 hari yang lalu batuk dan mudah lelah ketika ia sedang melakukan
aktifitas fisik, sudah sering ke luar masuk rumah sakit dengan keluhan yang sama.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya secret, riwayat merokok sejak usia 20 tahun, diagnosa
medis bahwa pasien mengalami PPOK (Penyakit Obstruksi Kronik).Melalui Pemeriksaan
didapatkan S: 36,P: 80 x/menit,N: 32x/menit,TD: 150/90 mmHg

3.2 PENGKAJIAN
 Anamnesa
1.      Identitas Pasien
Nama : Tn Az
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-laki
Status marital : Menikah
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Dagang
Suku bangsa : Lampung
Alamat : Jalan jisu
Tanggal masuk : 7/10/2020
Tanggal pengkajian : 8/10/2020
No Register :
Diagnosa medis : PPOK
2.      Identitas Penanggung jawab
Nama penanggung : Ny S
Hubungan dengan pasien : Istri
Alamat : Jl jisu
No.Telp :-
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Guru

 Riwayat kesehatan
1.      Keluhan utama
Pasien mengatakan dada terasa sesak batuk dan mudah lelah saat melakukan pekerjaan
nya
2.      Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan sesak nafas dan batuk-batuk mulai tanggal 24 September 2020
keluhan bertambah parah dan tidak kunjung sembuh walau keluarga sudah membawa pasien
kedokter. Sesak yang dirasakan pasien tidak berkurang bila untuk istirahat dan keluhan sesak
meningkat pada malam hari disertai batuk-batuk tapi bila tidur dengan posisi duduk keluhan
agak berkurang.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mengatakan pernah mengalami sesak napas sejak 5 tahun yang lalu
4.  Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan riwayat keluarganya tidak ada yamg mengalami sakit seperti ini
5.   Riwayat sosiokultural
Pasien mengatakan beragama islam dan rajin sholat waktu mudanya dulu, saat tua dan sakit-
sakitan ini pasien mengatakan jarang sholat.
6.   Review Pola sehat-sakit
Sejak muda pasien sangat suka merokok begitu pula dengan lingkungan disekitar pasien
adalah mayoritas perokok semua. Pasien mengatakan mengalami sakit sesak pada saat
berumur 50 tahun hingga sekarang sakit sering kambuh-kambuh.
7. Pola Nutrisi
Dirumah : pasien makan 3 kali sehari dengan nasi, sayur dan lauk, makan habis 1/2 porsi
Minum : ± 4-5 gelas/hari (teh, kopi air putih)
Dirumah sakit : pasien makan 3 kali sehari dengan rendah garam 0,8 gr makan habis ¼
porsi
Minum : ± 4-5 gelas/hari (teh, syrup, air putih)
8. Pola Eliminasi
BAK ± 3-4 kali/hari warna jernih, kencing keluar sedikit-sedikit, BAB ± 2 hari sekali.
9. Pola Aktivitas dan Latihan
Pasien tidak bekerja, pasien lebih banyak menghabiskan waktu duduk dikursi dan tempat
tidur karena sesak. Selama dirumah sakit pasien hanya tiduran ditempat tidur.
10. Pola Persepsi-Konsep Diri
Pasien mengatakan sangat terganggu dengan keluhan sesak.
11. Pola Tidur dan Istirahat
Dirumah : pasien tidur dan istirahat kurang lebih selama 5 jam
Dirumah sakit : Pasien beristirahat dan tidur selama 3-4 jam
12. Pola Peran-Hubungan
Pasien dirumah berperan sebagai kepala rumah tangga. Dirumah sakit Tn Az berperan
sebagai pasien. Hubungan dengan keluarga baik dan dirumah sakit pasien dapat kooperatif
dengan perawat, dokter dan petugas kesehatan lainya.
13. Pola Nilai-Kepercayaan
Pasien mengatakan beragama Islam tetapi sekarang jarang sholat. Pasien percaya dengan
berobat di Rumah Sakit RS. SM alibaba sakitnya akan sembuh.

 Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Pasien tampak sesak dan gelisah
2.  Tanda vital :
S: 36 P: 80 x/menit N: 32x/menit TD: 150/90 mmHg
3. Kepala
Rambut hitam dan sebagian putih, tipis dan rontok, tidak tampak ada ketombe. Tidak teraba
adanya benjolan dikepala, tidak nyeri tekan
4.  Mata
Simetris, konjungtiva sedikit anemis, sclera putih
5.  Hidung
Simetris, tidak ada pengeluaran sekret dari hidung, tidak ada perdarahan, terpasang selang O2
3 liter permenit
6. Telinga
Bersih, tidak ada serumen pada lubang telinga, tidak ada nyeri tekan
7. Mulut :Pasien menggunakan gigi palsu, lidah sedikit kotor, mulut kering
8. Leher :Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid di leher, tidak ada nyeri tekan
9. Dada dan punggung
Inspeksi :Simetris tidak ada kelainan bentuk dada
Palapsi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba adanya massa/tumor
Perkusi :
Auscultasi : terdengar wheezing disertai ronchi pada dada kanan dan kiri
10.  Abdomen
bising usus 8-9 kali permenit, tidak teraba adanya massa atau benjolan, tidak tampak adanya
bekas operasi
11.  Genetalia
Tidak terkaji
12.  Anus
Tidak terkaji

 Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium AGD
a) PH = 7,359(7,354-7,45)
b) Pco2= 46,0 (35-45)
c) PO2 =115,0 (80-104)
d) HCO3 =25
2) Terapi
a) Terapi infuse : RL Dextro 5% 1:1/24 jam (tetes/menit)
b) Terapi injeksi :
Aminiphylin 1 amp/24 jam
Tarbulatin 4x0,025 mg
Ciproflaxosin 2x500 mg
c) Terapi oksigen :
Nebulizer 4x (atrofen : agua) = 1:1, O2 2L/Menit
 ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH


DS:Pasien mengatakan sesak Ketidaknyamanan pada Inefektif bersihan jalan
mulut
nafas nafas b/d obstruksi jalan
dan batuk tidak sembuh- napas
sembuh karena mukus berlebihan
DO: Substansi vasoaktif

 Pasien tampak
gelisah
Merangsang sekresi mucus
   Terpasang
selang O2
canule 3 produksi mucus bertambah
ltr/menit
   Sputum
kental
Obstruksi jalan nafas Reaksi
   Terdengar antigen dan antibody
wheezing
disertai ronchi
pada paru Bersihan jalan napas tidak
kanan dan kiri efektif Nutrisi dari kebutuhan
 RR 32x/menit

DO:
 Pasien tampak Nutrisi kurang dari

gelisah kebutuhan tubuh

   Terpasang
selang O2
   sputum kental
   Terdengar
wheezing
disertai ronchi
pada paru
kanan dan kiri
 RR 32x/menit

DS:Pasien mengatakan tidak


ada nafsu makan
DO:
 Porsi makan
habis ¼ porsi
 Kulit dan
membran
mukosa kering
 Pasien tampak
lemah
 Perut kembung
   Bising usus
8-9 x/menit

3.3 DIAGNOSA DAN RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN
1 Infeksi bersihan Kepatenan jalan nafas 1. Ajarkan klien 1, Batuk yang tidak
jalan napas b/d setelah diberikan tentang metode yang terkontol adalah
obstuksi jalan perawatan dengan tepat pengontrolan melelahkan dan tidak
napas karena kriteria hasil : batuk efektif, menyebabkan
mucus berlebihan  Klien 1. Napas dalam frustasi Duduk tegak
di tandai dengan : menunjukkan dan perlahan memindahkan organ-organ
Pasien mengatakan batuk efektif saat duduk abdomen menjauh dari
sesak napas dan dan setegak paru-paru, memungkinkan
batuk tidak meningkatkan mungkin ekspansi lebih luas
sembuh-sembuh, pertukaran gas 2. Lakukan ,Pernapasan diafragma
Pasien tampak pada paru pernapasan menurunkan frekuensi
gelisah, Terpasang  Klien mampu diafragma. pernapasan dan
selang O2 sputum menyebutkan 3. Tahan nafas meningkatkan ventilasi
kental Terdengar strategi untuk selama 3-5 alveolar, Meningkatkan
wheezing disertai menurunkan detik volume udara dalam paru
ronchi pada paru kekentalan kemudian mempermudahkan
kanan dan kiri, RR sekresi keluarkan pengeluaran sekresi.
32x/menit  Pergerakan sebanyak
sputum keluar mungkin 2, Sekresi kental sulit
dari jalan nafas melalui untuk diencerkan dan
 Bebas dari mulut dapat menyebabkan
suara nafas (sangkar iga Sekresi kental sulit untuk
tambahan bawah dan diencerkan dan dapat
seperti abdomen menyebabkan atelektasis
wheezingdan harus turun).
ronchi. 4. Lakukan 3, Pengkajian ini
napas ke 2, membantu mengevaluasi
tahan, dan keefektifan upaya batuk
batukan dari klien
dada (bukan
dari belakang 4, Higiene mulut yang baik
mulut atau meningkatkan rasa
tenggorok) sejahtera dan mencegah
dengan bau mulut.
melakukan
dua batuk
pendek dan
kuat.

2. Ajarkan klien
tindakan untuk
menurunkan
vikositas sekresi
degan minum air
hangat sedikittapi
sering.

3. Auskultasi paru
sebelum dan sesudah
klien batuk

4. Dorong dan
berikan perawatan
mulut yang baik

2 Nutrisi kurang dari 1, Pantau kesulitan 1,pasien distess pernafasan


kebutuhan tubuh  Klien akan makan/masukan. sering anoreksia. Dan juga
berhubungan menunjukan Evaluasi BB sering mempunyai pola
dengan kemajuan/peni makan yang buruk
ketidaknyamanan ngkatan status Sehingga cenderung Bb
pada mulut karena nutrisi kriteria menurun
prosuksi sekret hasil
mengental, yang  Klien tidak 2, Berikan perawatan 2, kebersihan oral
ditandai dengan: mengalami oral sebelum dan meninggalkan bakteri
Pasien mengatakan kehilangan BB sesudah makan penumbuh bau mulut dan
tidak ada nafsu lebih lanjut meninggalkan rangsangn /
Porsi makan habis  Masukan nafsu makan .
¼ porsi, Kulit dan makanan dan
membran mukosa cairan 3, Hindari makanan 3, makanan yang
kering, Pasien meningkat penghasil gas dan mengandung gas dan
tampak lemah  Urin tidak minuman karbonat dapat
Bising usus 8-9 pekat karbohidrat menimbulkan distensi
x/menit  Output urin abdomen dan

meningkat meningkatkan dispnea

 Membran
mukosa 4, Sajikan menu 4, Menu hangat

lembab dalam keadaan mempengaruhi relaksasi


hangat spingkter / saluran
 Kulit tidak
pencernaan sehinga respon
kering
mual/muntah berkurang
 Tonus otot
membaik
5, anjurkan makan 5, Menegah perut penuh
sedikit tapi sering dan menurunkan resiko
mual

Anda mungkin juga menyukai