Anda di halaman 1dari 4

HARAMKAH BUNGA BANK?

 BUNGA ATAU RIBA : MANAKAH YANG DILARANG?


Banyak masyarakat berargumen bahwa riba yang telah diharamkan oleh islam
didalam al-quran dan hadits, tidaklah identic dengan bunga bank. Dalam arti, bunga
bank bukanlah bagian dari riba yang telah diharamkan oleh islam.
Tidak diragukan lagi, bahwa yang diharamkan didalam al-quran dan hadits
adalah riba. Al-quran telah mengharamkan riba dalam 4 ayat yang berbeda, dimana
ayat yang pertama (30:39) diturunkan di mekkah dan ayat lainnya di Madinah (4:161,
3:130-2 dan 2:275-81). Pada tahap pertama , al-quran menolak anggapan bahwa riba
yang pada zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan,sebagai suatu
perbuatan untuk mendekatkan diri atau bertaqarrub kepada Allah ,Allah berfirman :
1) QS. Ar Ruum:39
Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah mengancam akan
memberikan balasan yang keras kepada orang yahudi yang memakan riba. Allah
berfirman :
1) QS An Nisaa : 160-161
Tahap ketiga riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat
ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang
cukup tinggai merupakan fenomena yang banyak dipraktikan pada masa tersebut,
Allah berfirman :
1) QS Ali Imran : 130
Tahap terakhir, Allah dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan
yang diambil dari pinjaman. Allah berfirman :
1) QS Al Baqarah : 278-279
Rasulullah dengan jelas melarang riba dengan kata-kata yang tidak ambigu.
Rasulullah tidak hanya memberi larangan bagi orang yang mengambil riba saja,akan
tetapi juga memberikan laknat kepada orang yang memberikan tambahan (riba),
orang yang melakukan pencatatan transaksi ribawi,serta orang yang menjadi saksi
dalam transaksi tersebut. Walaupun Al-Quran dan Al-Hadits telah memberikan
kecaman yang keras terhadap praktik ribawi semenjak 14 abad lalu,namun konsep
riba masih saja sulit didefinisikan dengan tepat oleh sebagian kalangan. Untuk
itu,adalah satu keniscayaan untuk merujuk pada hokum islam klasik dalam
memahami makna sesungguhnya kata riba.
 BUNGA BANK HARAM : MASUK AKALKAH?
Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa Al-Quran dengan
jelas telah mengharamkan praktik riba. Juga mengutuk orang yang melakukan
transaksi ribawi, dan menyamakannya dengan seorang yang berzina sebanyak tiga
puluh enam kali atau setara dengan berzina dengan ibu kandungnya sendiri. Tidak
ada perbedaan antara bunga dan riba, bahkan untuk sekedar pemberian hadiah kecil
dalam hutang piutang, pun tidak diperbolehkan dalam islam.
Sebenarnya tidak hanya islam saja yang melarang praktik riba. Agama-agama
yang lain, seperti yahudi,keisten dan hindu juga melarangnya. Riba juga disetarakan
dengan kejahatan dan menurut dewan lateran ketiga (1779), orang yang
mempraktikan riba harus diasingkan dari masyarakat atau tidak boleh dimakamkan
menurut cara kristen.
 PINJAMAN : BAGI ORANG KAYA ATAU MISKIN?
Banyak yang mengatakan bahwa pelarangan riba disebabkan adanya efek
ketidakadilan bagi orang miskin, karena mereka dipatok dengan suku bunga tertentu
atas pinjaman yang mereka pergunakan untuk memenuhi kebutuhannya, dimana
menurut pendapat mereka, hal ini menimbulkan adanya eksploitasi terhadap orang
miskin. Dengan asumsi tersebut, mereka menyimpulkan bahwa pelarangan bunga
menjadi tidak relevan, karena pada kenyataannya, bank-bank pada zaman modern ini
tidak melakukan bentuk eksploitasi apapun terhadap pinjaman.
Asumsi dari kesimpulan ini bukanlah merupakan refleksi dari realitas sejrah.
Sejak jaman rasul. Hutang tidaklah diberikan kepada orang miskin. Karena pada akhir
kehidupan rasulullah, yaitu ketika pelarangan riba sudah dipertegas, kebutuhan orang
miskin telah dipenuhi oleh mereka yang kaya atau oleh baitul maal (bendahara
negara). Sehingga orang miskin tidak perlu berhutang untuk memenuhi
kebutuhannya.
Hal ini menimbulkan pertanyaan, siapa yang berhutang dan mengapa dia
berhutang? Berhutang telah menjadi kebiasaan para pengusaha kaya, yang
menjalankan usaha-usaha besar untuk mencapai skala ekonomi dalam perusahaannya,
dan ini merupakan suatu fenomena yang umum terjadi. Kondisi tanah yang tandus,
cuaca buruk, dan belum tersedianya sarana komunikasi yang memadai membuat para
kafilah dagang kesulitan untuk berniaga, disamping juga memakan waktu. Dengan
kondisi seperti ini, mereka tidak mungkin melakukan perjalanan dengan dagang
ketimur atau kebarat pada tahun-tahun tertentu, dan hanya perjalanan tertentu yang
dapat dilaksanakan. Oleh sebab itu, mereka harus bisa menguasai sumber-sumber
keuangan untuk membeli barang-barang yang dihasilkan oleh masyarakat dan
menjualnya keluar negeri, kemudian hasilnya dipergunakan untuk memnuhi
kebutuhan impor masyarakat.
Sebelum islam datang, sumber-sumber kekayaan dimobilisasi berdasarkan
riba. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip yang dibawa oleh islam, karena
menyebabkan adanya ketidakadilan. Jika terjadi kerugian, maka pengusaha atau
pedagang yang harus menanggungnya. Sedangkan pemilik modal hanya menyediakan
modal, dan mendapatkan bunga yang telah ditentukan di muka. Islam mencoba
merubah ketidakadilan tersebut dengan menghapus konsep bunga yang diterapkan
antara pemilik modal dengan pengusaha, dan menggantinya dengan konsep bagi hasil
(profit and loss sharing).
Membantu orang miskin adalah menjadi prioritas utama dalam islam. Namun,
hal tersebut bukanlah alasan utama dari pelarangan riba. Yang menjadi alasan utama
dari pelarangan riba adalah realisasi dari keadilan social-ekonomi secara umum,
sebagaimana yang telah dinyatakan dalam Al-Quran sebagai misi utama diutusnya
para rasul (57:25)

 BANK TANPA BUNGA? APAKAH MUNGKIN?


Dua makalah sebelumnya telah mengulas beberapa pertanyaan tentang
kebenaran pengharaman riba (bunga) dan alasan sosio-ekonomi dibalik pelarangan
tersebut. Namun demikian, masih ada satu pertanyaan lagi yang belum terjawab,
mungkinkah membentuk suatu system keuangan yang efisien di zaman modern tanpa
perantara bunga?

Beberapa kalangan, termasuk kaum muslimin sendiri, bahkan memberikan


respon negative . mereka menganggap bahwa sekalipun penerapan bunga berpotensi
menimbulkan beberapa bencana, namun hal tersebut masih dapat ditolerir, karena
mereka tidak menemukan sebuah system keuangan yang bisa dijalankan tanpa adanya
unsur bunga. Mereka berargumentasi bahwa tingkat suku bunga adalah harga, dan
seperti halnya harga yang lain, ia memainkan peran penting dalam menentukan
penawaran dan permintaan sumber-sumber keuangan dalam perekonomian. Jika
bunga dihapuskan, lalu bagaimana sumber-sumber keuangan bisa dimobilisasi dan
dialokasikan?

Tidak ada perbedaan pendapat akan perlunya harga pasar yang realistis untuk
memobilisasi surplus dana dan mengalokasikannya kepada pihak yang membutuhkan.
Adapun yang menjadi perbedaan adalah, mengenai harga mana yang paling sesuai
jika sasarannya yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan, penciptaan lapangan
kerja, distribusi pendapatan dan kekayaan secara merata, serta terciptanya stabilitas
ekonomi.

Sebagaimana telah dikemukakan dalam paper sebelumnya, bahwa


intermediasi keuangan yang berbasis bunga bisa menghambat realisasi tujuan
kemanusiaan. Kemudahan dalam mendapatkan fasilitas kredit telah menciptakan gaya
hidup glamor, bahkan tidak saja menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan
ekonomi makro dan ketidakstabilan keuangan, tetapi juga bisa menguras sumber daya
yang sedianya digunakan untuk memenuhi kebutuhsn dan investasi yang produktif.
Pertumbuhan tabungan yang rendah disertai dengan kekakuan structural dan faktor-
faktor sosio-ekonomi lainnya, terbukti bisa menghambat pertumbuhan investasi,
output dan lapangan kerja.

Oleh karenanya, agama islam, seirama dengan beberapa agama lainnya, telah
melarang praktik bunga. Dengan adanya pelarangan ini, diharapkan keadilan bisa
tercipta. Disamping menganjurkan penyertaan modal (equity financing), islam juga
memperbolehkan kredit melalui model pembiayaan berbasis jual-beli (sales-based
modes of financing) untuk pengadaan barang dan jasa yang bersifat riil, bukan untuk
tujuan spekulasi (akan dibahas kemudian). Baik pembiayaan berbasis profit and loss
shsring (PLS), maupun yang berbasis jual beli, keduanya bisa ikut berperan untuk
memperluas intermediasi keuangan dalam ekonomi islam.

Anda mungkin juga menyukai